BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep dan Definisi 2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani, Pajak adalah iuran kepada Negara yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan, tidak mendapatkan prestasi dan langsung
dapat ditunjuk untuk pembiayaan pengeluaran umum. Pajak adalah pungutan
wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan
pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang membayar pajak tidak akan
merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk
kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi.
Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan
kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang
(dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
(Devano dan Rahayu, 2006). Pajak dapat diartikan sebagai sumber dana dari
sebuah negara untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti masalah sosial,
peningkatan kesejahteraan, kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara
pemerintah dengan warga negaranya (Ruyadi, 2009). Ciri-ciri pokok pajak dari
pengertian tersebut adalah.
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
Masalah perpajakan harus mendapat persetujuan rakyat karena
rakyatlah yang memikul beban pajak dengan demikian penentuan tax base
dan tax rate harus melalui persetujuan rakyat melalui wakil-wakilnya yang
akan dituangkan dalam suatu undang-undang.
2) Pajak dapat dipaksakan
Mengingat pemungutannya berdasarkan undang - undang,
pemungutannya memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sehingga dapat
dipaksakan.
3) Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah
Dana yang diperoleh dari rakyat dalam bentuk pajak digunakan untuk
memenuhi biaya atas fungsi-fungsi yang harus dilakukan pemerintah.
4) Tidak dapat ditunjukkannya kontraprestasi secara langsung
Wajib pajak tidak mendapat imbalan secara langsung atas apa yang
dibayarkan kepada pemerintah. Wajib pajak hanya dapat merasakan secara
tidak langsung bentuk-bentuk kontraprestasi dari pemerintah dalam bentuk
pembangunan fasilitas umum dan prasarana yang dibiayai dari APBN atau
APBD.
5) Berfungsi sebagai budgetair dan regulerend
Sebagai budgetair, pajak berfungsi mengisi kas negara yang digunakan
untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin maupun untuk
melaksanakan kebijakan yang diterapkan negara dalam bidang ekonomi
sosial untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.2 Hambatan Pemungutan Pajak
Sebagian besar masyarakat menganggap pembayaran pajak sebagai beban
sehingga masyarakat cenderung menghindar dari pajak. Usaha yang dilakukan
oleh wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha perlawanan
terhadap pajak. Usaha tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak
yang harus dibayar tentunya menjadi hambatan dalam pemungutan pajak.
Perlawanan terhadap pajak ini akan mempengaruhi jumlah penerimaan negara
dari sektor pajak.
Menurut Devano dan Rahayu (2006), berbagai bentuk perlawanan pajak
seringkali diwujudkan dalam perlawanan pasif dan perlawanan aktif.
1) Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif merupakan kondisi yang mempersulit pemungutan
pajak yang timbul dari kondisi struktur perekonomian, kondisi sosial
masyarakat, perkembangan intelektual penduduk, moral masyarakat dan
sistem pemungutan pajak itu sendiri. Tingkat pemahaman WP memberikan
andil yang besar untuk penerapan self assessment system karena WP harus
menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri. Kurangnya
pemahaman perpajakan akan mengakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan
formal pajak, sesuai dengan hasil penelitian Purwantini dan Bondan (2004)
dalam Supriyati dan Hidayati (2008), bahwa WP dengan tingkat pemahaman
tidak tahu tentang untuk apa, bagaimana, kapan dan kepada siapa pajak harus
dibayarkan.
2) Perlawanan Aktif
Pelawanan aktif meliputi usaha masyarakat untuk menghindari,
menyelundupkan, memanipulasi, melalaikan dan meloloskan pajak yang
langsung ditujukan kepada fiskus.
2.1.3 Sistem Perpajakan
Sistem perpajakan suatu negara menurut Devano dan Rahayu (2006),
terdiri dari tiga unsur, yaitu tax law, tax policy dan tax administration yang saling
menunjang satu sama lain.
1) Tax Law
Tax law atau hukum pajak merupakan keseluruhan peraturan yang
mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat
sebagai wajib pajak.
2) Tax Policy
Tax policy atau kebijakan pajak merupakan alternatif dari berbagai
sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan (Hardika, 2006).
Kebijakan ini dibuat pemerintah berdasarkan peraturan peundang-undangan.
Kebijakan perpajakan yang dianggap baik adalah kebijakan yang adil dan
efisien.
3) Tax Administration
Tax administration atau administrasi pajak adalah cara-cara atau
prosedur meliputi tahap-tahap antara lain pendaftaran wajib pajak, penetapan
pajak dan penagihan pajak. Tahap-tahap yang tidak solid merupakan sumber
kecurangan (tax evasion). Kebijakan perpajakan yang baik tidak dapat
mencapai sasaran bila administrasi perpajakan tidak mampu
melaksanakannya.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak
Indonesia mempunyai beberapa sistem pemungutan pajak yang pernah
dilaksanakan, yaitu.
1) Official Assesment System
Dalam official assesment system wewenang pemugutan pajak ada pada
fiskus. Utang pajak timbul bila ada Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan
oleh fiskus. Dimana dalam penerapannya Official assessment system lebih
menekankan inisiatif pihak fiksus untuk menentukan besarnya pajak
terhutang. Dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif. Sistem ini diterapkan
dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dimana KPP akarn
mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terutang
setiap tahun. Jadi, wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup
membayar PBB tersebut berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang
(SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP dimana tempat objek pajak tersebut
terdaftar. Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah
2) Semi Self Assesment System
Dalam sistem ini wewenang pemungutan ada pada wajib pajak dan
fiskus. Pada awal tahun pajak, wajib pajak menaksir dahulu berapa pajak
yang akan terutang untuk satu tahun pajak, kemudian mengangsurnya. Akhir
tahun pajak, pajak terutang sesungguhnya ditentukan oleh fiskus. Dalam
sistem ini wajib pajak aktif untuk menghitung, menyetor serta melaporkan
pajaknya sendiri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), sedangkan fiskus
hanya memberi penerangan atau sebagai pengawas pajak tersebut. Sistem ini
diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN. Cara
pemungutan pajak dengan Self assessment system juga mempunyai
kelemahan yaitu wajib pajak akan menghitung sekecil kecilnya pajak yang
harus ia bayarkan kepada negara. Karena tidak semua wajib pajak jujur
menghitung pajaknya sendiri. Sistem pemungutan pajak ini berlaku di
indonesia setelah reformasi pajak pada tahun 1983 sampai sekarang.
Indonesia pada prinsipnya menganut self assessment. Tapi model
pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia tidak mutlak self assessment.
Penerapan self assessment system di Indonesia adalah wajib pajak harus
menghitung sendiri pajak PPh pasal 29 setiap akhir tahun untuk menghitung
pajak terhutangnya, menyetor.serta melaporkan pajak terhutang tersebut
kedalam SPT Tahunan.
3) Full Self Assesment System
Dalam full self assesment system wewenang untuk menentukan
menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.
Penerapan self asessment system dalam kebenaran pembayaran pajak menurut
Pancawati (2011), tergantung kepada kejujuran wajib pajak sendiri dalam
pelaporan kewajiban perpajakannya. Fiskus tidak campur tangan dalam
penentuan besarnya pajak terutang selama wajib pajak tidak menyalahi
peraturan yang berlaku. Self assessment system lebih memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak untuk melakukan pemenuhan kewajiban
perpajakannya sendiri.
4) With Holding System
With holding system menempatkan wewenang pemungutan pajak pada
pihak ketiga. Jenis Pajak Pot Put di Indonesia yang menggunakan with
holding system adalah PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 21, PPh Final Pasal 4
ayat (2) dan PPN.
Dalam penerapanan sistem pemungutan pajak with holding system lebih
menekankan kepada pihak ketiga selain fiksus dan wajib pajak untuk
menentukan besarnya pajak terhutang. contohnya adalah pemotongan
penghasilan karyavan yang dilakulkan olieh bendahara suatu perusahan
Dalam sistem ini karyawan tidak usah pergi ke kantor pajak untuk membayar
pajak tersebut. With holding System dikenal juga dengan istilah pajak pot put
(potong pungut)
2.1.5 Sistem Pajak Online
Sistem online pajak daerah bertujuan menciptakan transparansi pembayan
transparansi pelaporan pajak oleh wajib pajak kepada pemerintah daerah,
percepatan penyampaian data dan informasi pajak dan terintegrasinya sistem
perizinan dengan pajak. Tujuan pelaksanaan sistem online pajak daerah tersebut
perlu didukung oleh seluruh stake holder dan infrastruktur yang memadai.
Danrivanto Budhijanto secara umum mengkaji kesenjangan digital masyarakat.
Kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan sarana dan prasarana
dari sisi permintahaan memunculkan kesenjangan digital (digital devide).
Kesenjangan digital dimaksud, disebabkan oleh faktor-faktor berikut (Danrivanto
Budhijanto, 2010):
a. Terbatasnya daya beli (ability to pay) masyarakat terhadap sarana dan prasarana pos dan telematika.
b. Masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi.
c. Terbatasnya kemampuan masyarakat untuk mengolah informasi menjadi peluang ekonomi, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai nilai tambah ekonomi.
Penggunaan sistem online pajak daerah merupakan implikasi positif dari
pemanfaatan teknologi informasi. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi
ini dilakukan di segala bidang dan dijamin pula di dalam konstitusi. Pasal 28C
ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Sistem online pajak daerah di Kabupaten Badung meliputi pertukaran
dokumen elektronik. Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik menyatakan bahwa:
Dokumen elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya
Pasal 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik mengamanatkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi
dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,
kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi. Ketentuan ini menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten
Badung untuk memilih jejaring dalam melaksanakan sistem perpajakan online di
Kabupaten Badung.
Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses
pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas,
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Untuk
layanan publik yang efektif dan efisien diperlukan adanya kebijakan dan strategi
pengembangan e-government.
Dalam penerapan e-government, terdapat beberapa model penyampaian
antara lain:
a. Government to citizen atau government to customer.
Penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah
kepada masyarakat yang meemungkinkan terjadinya pertukaran informasi dan
komunikasi antara masyarakat dan pemerintah.
b. Government to business
Transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan
berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi
dengan pemerintah. Model ini mengarah kepada pemasaran produk dan jasa
ke pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui
peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik.
c. Government to government
Model ini memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online
antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basis data terintegrasi.
2.1.6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan
pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode satu tahun.
Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari pendapatan daerah,
belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah meliputi semua
penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas
dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening
kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
daerah. Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup
defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
Pendapatan daerah dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana
perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Kelompok pendapatan
asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka
mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi
atau kabupaten/ kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan
yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antarpemerintah daerah
2.1.7 Pajak Daerah
Pajak daerah mengalami perkembangan pertama kali dengan
diberlakukannya Undang Nomor 11 Darurat Tahun 1957 yo
Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah.
Undang-Undang tersebut hanya mengatur pokok-pokoknya saja sedangkan secara terinci
diatur dalam peraturan perundang-undangan lain yaitu Undang-Undang Nomor 32
Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dan Daerah, Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1957 tentang Penyerahan Pajak Negara Kepada
Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1957 tentang Pemberian Ganjaran,
Subsidi dan Sumbangan Kepada Daerah. Pajak Pembangunan I (Pb I) untuk
pertama kali diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1947
yang didalamnya mengatur tentang Pajak Jalan, Pajak Potong Hewan dan Pajak
Bangsa Asing. Pada perkembangan selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Pembangunan I
diubah dengan sebutan Pajak Hotel dan Restoran dan terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak Hotel
dan Restoran dipisahkan menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Jenis-jenis pajak daerah yang menjadi sumber pendapatan bagi kabupaten/
kota adalah.
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7) Pajak Parkir
8) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
9) Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai salah
satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung
jawab, maka pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang berasal
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya yang bersumber dari pajak daerah
perlu ditingkatkan sehingga kemandirian daerah dalam hal pembiayaan
2.1.8 Pajak Hotel dan Pajak Restoran
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011
tentang Pajak Hotel, pajak hotel adalah pungutan daerah atas pelayanan hotel dan/
atau tempat menginap lain yang sejenis. Obyek pajak hotel adalah setiap
palayanan yang disediakan dengan pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar
di hotel atau yang diperuntukkan untuk itu. Obyek pajak hotel termasuk antara
lain fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain hotel
berbintang, hotel melati, gubuk wisata (cottage) motel, wisma pariwisata,
pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan termasuk rumah kost/
rumah sewa dan yang sejenisnya; fasilitas penunjang antara lain telepon, faximile,
telex, restoran bar, pelayanan cuci setrika dan seluruh transaksi sejenis lainnya;
fasilitas hiburan dan olah raga antara lain pusat kebugaran (fitness center), spa
kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotek dan lain-lain yang disediakan
atau dikelola hotel; jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan
di hotel. Asrama, pesantren, perkantoran, perbankan dan pertokoan dikecualikan
dari objek pajak hotel.
Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan
pembayaran atas pelayanan hotel. Sedangkan wajib pajak hotel adalah pengusaha
hotel. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran dan pembayaran
yang seharusnya dilakukan oleh konsumen kepada hotel dengan tarif ditetapkan
sebesar 10 persen.
Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 16 Tahun 2011
restoran, rumah makan, bar, cafe dan sejenisnya. Obyek pajak restoran adalah
setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dan yang seharusnya
dibayar di restoran. Obyek pajak restoran termasuk penjualan makanan dan atau
minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas penyantapannya termasuk
penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/ dibawa pulang antara lain
restoran, bar, café, rumah makan, warung dan yang sejenisnya, kecuali pelayanan
jasa boga dan katering.
Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melaksanakan
pembayaran atas pelayanan restoran dan sejenisnya. Sedangkan wajib pajak
restoran adalah pengusaha restoran dan sejenisnya. Dasar pengenaan pajak hotel
adalah jumlah pembayaran dan pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh
konsumen kepada restoran dengan tarif ditetapkan sebesar 10 persen.
Proses penetapan jumlah pajak yang semestinya dibayar oleh wajib pajak
baik pajak hotel maupun pajak restoran dilakukan dengan cara setiap wajib pajak
mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yaitu surat yang digunakan
oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang
terhutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. SPTPD
harus disetorkan ke Dinas Pendapatan Daerah selambat-lambatnya 20 hari setelah
berakhirnya masa pajak. Pada periode 2009 sampai dengan 2011 setiap tiga bulan
akan dilakukan perhitungan pajak oleh petugas Dinas Pendapatan Daerah dengan
terlebih dahulu dilakukan prosedur pemeriksaan mengenai kebenaran laporan
pajak terutang yang tertuang dalam SPTPD. Setelah ditetapkan jumlah pajak
tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD
diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 persen sebulan.
Periode 2012 sampai dengan 2014 wajib pajak harus melaporkan sendiri SPTPD
sampai batas waktu yang telah ditetapkan, jika wajib pajak tidak melaporkan
SPTPDnya maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 25
persen dan jika wajib pajak tidak melakukan pelunasan pembayaran sampai batas
waktu yang telah ditetapkan maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 persen sebulan.
2.2 Teori-teori Yang Digunakan 2.2.1 Kebijakan Pajak
Menurut kamus bahasa Indonesia, kebijakan adalah rangkaian konsep dan
asas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tata pemerintahan, organisasi, dsb);
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk
manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.
Menurut pendapat Ray M. Sommerfeld yang dikutip R.Mansury bahwa
pengertian pajak adalah pengalihan sumber daya dari sektor swasta kepada sektor
publik (Negara), karena penduduk yang bersangkutan mempunyai kemampuan
secara ekonomis yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan tanpa
mendapat imbalan yang langsung ditunjuk dalam rangka memenuhi tujuan
ekonomi sosial negaranya. Audit pajak dan sanksi/denda yang ditetapkan oleh
otoritas pajak merupakan motivator utama dari kepatuhan wajib pajak (Witte dan
dan ekonomi suatu bangsa yang ingin dicapai melalui pengeluaran publik, yang
tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut R. Mansury, tujuan kebijakan perpajakan adalah sama dengan
kebijakan publik pada umumnya, yaitu mempunyai tujuan pokok.
1) Untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran,
2) Distribusi penghasilan yang lebih adil, dan
3) Stabilitas.
2.2.2 Administrasi Pajak
Menurut Lumbantoruan (1997), administrasi perpajakan (Tax
Administration) ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak.
Mengenai peran administrasi perpajakan, Pandiangan (2008), mengemukakan
bahwa administrasi perpajakan diupayakan untuk merealisasikan peraturan
perpajakan, dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN. Menurut Gunadi
(2006), administrasi pajak dalam arti sempit merupakan penatausahaan dan
pelayanan atas hak-hak dan kewajiban pembayaran pajak, baik penatausahaan dan
pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat wajib pajak,
sedangkan administrasi pajak dalam arti luas meliputi fungsi, sistem dan
organisasi atau kelembagaan. Sebagai suatu fungsi, administrasi perpajakan
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian
perpajakan. Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan merupakan seperangkat
unsur yaitu peraturan perundang-undangan, sarana dan prasarana, dan wajib pajak
yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya
merupakan institusi yang mengelola sistem dan mengelola proses perpajakan yang
terwujud pada kantor pusat, wilayah, dan pelayanan kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia juga merupakan salah satu tolak ukur kinerja administrasi pajak.
Administrasi perpajakan harus sebagai service point yang memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat sekaligus pusat informasi perpajakan.
2.3 Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan membayar pajak hotel pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Untuk mendukung penelitian ini beberapa hasil penelitian dijadikan
referensi.
Karpiana (2004), dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Pada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Badung”. Berdasarkan hasil analisis dengan analisis faktor ternyata faktor-faktor yang mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap kewajiban
membayar pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung adalah faktor peraturan
perundang-undangan dan sanksi hukum, faktor penghargaan (reward) kepada
wajib pajak yang telah melaksanakan kewajibannya dengan baik, faktor pelayanan
petugas pajak, faktor informasi dan kemudahan birokrasi serta faktor
pertanggungjawaban.
Prianthara (2004), dengan judul “Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Hotel dan Restoran (Studi
Empiris pada Hotel dan Restoran di Kabupaten Badung)”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu sikap wajib pajak terhadap
prioritas pembangunan; sikap wajib pajak tentang sanksi denda PHR; sikap wajib
pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak terhadap penghindaran
PHR terhadap variabel terikat yaitu kepatuhan wajib pajak. Hasil analisis dengan
analisis regresi linier berganda menunjukkan hasil yang signifikan baik secara
parsial maupun simultan. Secara parsial pengaruh semua variabel bebas memiliki
arah positif. Variabel sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan memiliki
pengaruh yang paling tinggi terhadap variabel terikat.
Hardika (2006), berjudul “Pengaruh Lingkungan dan Moral Wajib Pajak
terhadap Sikap dan Kepatuhan Wajib Pajak pada Hotel Berbintang di Provinsi
Bali”. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak. Variabel bebas yang digunakan adalah undang-undang dan peraturan pajak,
kebijakan pajak, administrasi pajak, sikap wajib pajak dan moral wajib pajak.
Melalui analisis dengan pemodelan Structural Equation Modelling (SEM),
disimpulkan bahwa undang-undang dan peraturan pajak berpengaruh secara
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak baik secara langsung maupun melalui
sikap wajib pajak, kebijakan pajak tidak berpengaruh signifikan secara langsung
terhadap kepatuhan wajib pajak namun berpengaruh secara tidak langsung melalui
sikap wajib pajak, administrasi pajak berpengaruh signifikan secara langsung
terhadap kepatuhan wajib pajak namun tidak berpengaruh terhadap kepatuhan
wajib pajak melalui sikap wajib pajak, moral wajib pajak berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak, serta sikap wajib pajak tidak berpengaruh secara
Ari Kumalayani (2015), berjudul ”Pengaruh Pemahaman peraturan pajak, penerapan kebijakan pajak, dan kemudahan administrasi pajak terhadap
kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung.
Pemahaman peraturan pajak, penerapan kebijakan pajak, dan kemudahan
administrasi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan
membayar pajak hotel dan restoran di Kabupaten Badung. Pemahaman
peraturan pajak dan penerapan kebijakan pajak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kemudahan administrasi pajak hotel dan restoran di
Kabupaten Badung. Pemahaman peraturan pajak secara tidak langsung melalui
kemudahan administrasi pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran, sedangkan penerapan kebijakan
pajak secara tidak langsung melalui kemudahan administrasi pajak memiliki
pengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran
di Kabupaten Badung.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada
variabel yang digunakan, dimana pada penelitian ini variabel terikatnya adalah
kepatuhan membayar pajak hotel dan restoran, variabel bebas yang digunakan,
yaitu Kebijakan pajak pemerintah, pemahaman peraturan pajak dan variabel
interveningnya adalah penerapan sistem pajak online. Penelitian ini
menggunakan analisis structural equation model (SEM) dengan pendekatan
parsial least square (PLS) dengan objek penelitian pajak hotel dan pajak restoran