29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi Industri Perkayuan di Papua 4.1.1.1 Penyebaran Industri
Penggolongan Industri primer hasil hutan berdasarkan kapasitas produksinya dibedakan menjadi dua kategori, yaitu industri dengan kapasitas produksi per tahun ≤ 6.000 m3 dan > 6.000 m3. Di Provinsi Papua sampai dengan bulan Juni 2009 terdapat 41 unit industri primer hasil hutan dengan total kapasitas produksi kayu olahan per tahun sebesar 2,7 juta m3. Total
jumlah tersebut terdiri atas 30 unit industri dengan kapasitas produksi
≤ 6.000 m3 per tahun dan industri dengan kapasitas produksi > 6.000 m3 per tahun sebanyak 11 unit (Tabel 9).
Tabel 9 Penyebaran IUIPHHK di Propinsi Papua sampai dengan bulan Juni tahun 2009
Ket. SW(Sawmill), BB(Block Board), ML(Moulding), PL(Plywood), CH(Chips), & WW(Woodworking)
Sumber : Laporan BP2HP Wilayah XVII Bulan Juni 2009.
Dari seluruh industri tersebut, 22 unit industri dengan kapasitas produksi kayu gergajian ≤ 6.000 m3 per tahun tersebar ditempat dimana
penelitian ini dilaksanakan yaitu Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom, dengan total kapasitas produksi sebesar 127 ribu m3 per tahun yang secara rinci disajikan pada Tabel 10.
≤ 6 000 m3/tahun
SW BB ML PL SW CH WW
Kab. Biak 1 1 1 1 4
Kab. Boven Digul 2 1 3
Kab. Jayapura 10 10 Kab. Keerom 5 5 Kab. Merauke 1 1 Kab. Nabire 5 5 Kab. Sarmi 3 3 Kep. Yapen 1 1 1 3 Kota Jayapura 7 7 Total 30 1 1 4 3 1 1 41 Lokasi
Kapasitas Produksi Industri
Total > 6 000 m3/tahun
30 Lokasi Perusahaan Kapasitas (m3)
Kab. Jayapura CV. Anugerah Bumi Cenderawasih 6.000 CV. Sejahtera Abadi Perkasa 5.000 CV. Soby Sakti Still Unitaja 6.000 KSU Rajawali Papua Foresta 6.000 PT. Gizand Putra Abadi 6.000 PT. Irian Hutama 4.000 PT. Karya Irian Agung Utama 6.000 PT. Korina Jaya Lestari 6.000 PT. Sijas Express Unit II 6.000 PT. Victory Cemerlang Unit III 6.000 57.000 CV.Edom Ariha Jaya Unit I 6.000 CV.Edom Ariha Jaya Unit II 6.000 PT. Bama Pratama Adijaya 6.000 PT. Sisilia Claudia 6.000 PT. Sumber Kayu Utama 5.000 29.000 Kota Jayapura PT. Datonan Jaya Perkasa 5.000 PT. Mansinam Global Mandiri Unit I 6.000 PT. Mansinam Global Mandiri Unit III 6.000 PT. Sijas Express Unit I 6.000 PT. Victory Cemerlang Unit I 6.000 PT. Victory Cemerlang Unit II 6.000 PT.Sisilia Claudia Unit II 6.000 41.000 127.000 Kab. Jayapura Total
Kab. Keerom Total
Kota Jayapura Total
Total Kapasitas Produksi Per tahun
Tabel 10 Kapasitas produksi kayu gergajian per tahun IUIPHHK di Kab. Jayapura, Kota Jayapura dan Kab. Keerom
Sumber : Laporan BP2HP Wilayah XVII bulan Juni tahun 2009.
Target pengolahan kayu ke-22 industri ini adalah kayu merbau, dengan ijin produksi kayu gergajian. Ijin produksi woorworking dan moulding hanya ada di kabupaten Biak dan Yapen, yaitu PT. Wapoga Mutiara Indutries di Biak dengan kapasitas produksi 30 ribu m3 dan PT. Sinar Wijaya di Yapen dengan kapasitas produksi 14,4 ribu m3 per tahun.
4.1.1. 2 Produksi dan Pemasaran Kayu Gergajian dan Woodworking Merbau Produksi kayu olahan merbau Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 berfluktuasi dengan produksi tertinggi dicapai pada tahun 2007 (Tabel 12). Produksi Kayu bulat sebagai bahan baku industri pada periode yang sama menunjukkan kecenderungan menurun, dimana produksi tertinggi sebesar 129 ribu m3
31 tercapai pada tahun 2004 yang kemudian menurun menjadi 40,6 ribu m3 pada tahun 2007.
Berdasarkan kondisi industri di lapangan, data yang ditampilkan pada Tabel 12 ini tidak menujukkan kenyataan yang sebenarnya. Berdasarkan total
produksi kayu bulat merbau dan total produksi kayu olahan pada periode tersebut, maka jumlah kayu bulat yang dibutuhkan berdasarkan rendemen produksi masing-masing industri adalah 432 ribu m3, sementara jumlah produksi kayu bulat pada periode yang sama adalah 265 ribu m3, sehingga ada selisih jumlah kayu bulat sebesar 167 ribu m3.
Tabel 11 Kapasitas ijin dan Produksi kayu gergajian merbau Kab. Jayapura, Kota Jayapura dan Kab. Keerom.
Peningkatan produksi ini seiring dengan peningkatan ijin kapasitas produksi per tahun industri primer hasil hutan kayu yang dikeluarkan (Tabel 11). Kapasitas produksi industri primer hasil hutan dari tahun 2004 sampai dengan 2008 terus mengalami peningkatan. Bahkan pada tahun 2009 sampai
Sumber : Dinas Kehutanan Propinsi Papua, BPPHP Wilayah XVII Jayapura, Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura, PT. Sumber Kayu Utama dan PT. Mansinam Global Mandiri. Data Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura meliputi data produksi industri penggergajian yang beroperasi pada lingkup kerja dinas kabupaten Keerom dan kota Jayapura.
2004 2005 2006 2007 2008
AAC Kayu Bulat
Kab. Jayapura 288.307 288.307 288.307 288.307 288.307 Kab. Keerom 383.769 383.769 383.769 383.769 383.769 Kota Jayapura
672.076 672.076 672.076 672.076 672.076 Potensi Merbau 273.514 273.514 273.514 273.514 273.514 Produksi Kayu Bulat Merbau
Kab. Jayapura 129.375 31.866 9.169 30.701 21.301
Kab. Keerom 23.452 19.366
Kota Jayapura
129.375 31.866 9.169 54.153 40.666 Kapasitas Ijin Industri
Kab. Jayapura 41.200 36.000 30.000 34.000 Kab. Keerom 17.000 12.000 18.000 11.000 Kota Jayapura 30.000 6.000 18.000 18.000 41.000 30.000 64.200 66.000 66.000 86.000 Produksi Kayu Gergajian
Kab. Jayapura 10.922 26.593 32.659 29.266 25.220
Kab. Keerom 0 0 0 6.856 6.495
Kota Jayapura 0 0 2.260 406 0
10.922 26.593 34.918 36.528 31.715 Utilization Rate Kapasitas Ijin dan Produksi K 36% 41% 53% 55% 37%
Tahun Total Total Total Total Item Kabupaten
32 dengan bulan juni, terdapat penambahan lima ijin industri baru sehingga total kapasitas produksi per tahun ketiga lokasi tersebut mencapai 127 ribu m3.
Penurunan produksi kayu olahan terjadi pada tahun 2008. Berdasarkan penelusuran dilapangan, beberapa industri mengalami penurunan produksi dikarenakan kesulitan pemenuhan bahan baku kayu bulat merbau. Industri tersebut mengalami kesulitan melakukan kontrak pasokan bahan baku kayu bulat dari IUPHHK yang beroperasi dikarenakan tidak tercapainya kesepakatan harga kayu bulat merbau antara IUPHHK dengan industri yang akan membeli kayu bulat. Industri primer hasil hutan kayu hanya menyanggupi pembelian kayu bulat merbau per meter kubik dengan harga kurang dari 2,5 juta rupiah, sementara IUPHHK menurut informasi dari para pelaku industri mematok harga jual lebih dari tiga juta rupiah.
Berdasarkan kapasitas produksi dan realisasi produksi kayu olahan pada periode waktu tersebut dihitung Utilization Rate kapasitas produksi kayu gergajian, dimana Utilization Rate memberikan pola kecenderungan yang sama dengan produksi kayu gergajian, yaitu meningkat dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 dan menurun pada tahun 2008 dengan kisaran 36%-55%. Tahun 2008 Utilization Rate menurun tajam dibandingkan tahun 2007 dikarenakan terjadi penambahan kapasitas produksi per tahun kayu gergajian sementara itu pada saat yang sama produksi kayu gergajian menurun. Hal ini menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2008 industri primer hasil hutan kayu di ketiga wilayah ini beroperasi dibawah kapasitas produksi yang diberikan.
Di lapangan, dengan ijin operasi yang diberikan yaitu produksi kayu gergajian, beberapa industri telah memproduksi kayu merbau dalam bentuk
Surfaced four Sides (S4S) dan Eased two Edges (E2E) (Gambar 6), dengan
deskripsi masing-masing produk ditampilkan pada Tabel 12. Untuk S4S dan kayu gergajian diproduksi dengan target pasar dalam negeri dan penggunaan lokal, sedang produk kayu olahan merbau dalam bentuk E2E ditujukan untuk pasar ekspor. Kayu gergajian dan S4S yang dijual untuk pasar dalam negeri selanjutnya akan diolah kembali menjadi produk akhir berupa flooring .
33 Gambar 6 Produk kayu merbau yang dihasilkan industri di Kab. Jayapura,
Kota Jayapura dan Kab. Keerom, Kayu Gergajian (A), S4S (B) dan E2E (C).
Tabel 12 Deskripsi produk kayu merbau yang dihasilkan industri di Kab. Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom
No Produk Deskripsi
1 Kayu Gergajian - Kayu Gergajian dengan variasi sortimen seperti pada Tabel 2, belum dihaluskan sisi-sisinya, dan tidak dikeringkan menggunakan Kiln Dry,
- Bentuk penampang persegi empat dengan sudut 90o ,
- Harga jual berkisar 5,5-6,5 jt rupiah per meter kubik.
2 Surfaced four Sides (S4S) - Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan
keempat sisinya, dan telah dikeringkan menggunakan Kiln Dry sehingga memiliki
MC ± 12%,
- Bentuk penampang persegi empat dengan sudut 90o ,
- Harga jual berkisar 7-8 jt rupiah per meter kubik. 3 Eased two Edges (E2E) - Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan
keempat sisinya, dan dikeringkan menggunakan
Kiln Dry sehingga memiliki MC ± 12%,
- Bentuk penampang persegi empat dengan dua sudut membulat,
- Harga jual berkisar 9-10 jt rupiah per meter kubik
Produksi industri primer hasil hutan kayu merbau ini telah mengisi pasar ekspor, pasar dalam negeri dan pasar lokal pada beberapa tahun terakhir. Data pengiriman kayu olahan yang dikirim keluar Papua melalui pelabuhan Jayapura
34 pada Kantor Administrasi Pelabuhan Jayapura hanya dapat diperoleh mencakup periode bulan Desember 2006 sampai dengan bulan April 2009.
Data pengiriman yang dapat dipakai untuk menunjukkan kondisi periode per tahun adalah tahun 2007 dan 2008, dimana volume pengiriman pada tahun 2008 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2007, hal ini berkaitan dengan produksi kayu gergajian merbau yang juga menurun pada periode yang sama. Tujuan pengiriman kayu gergajian untuk pasar dalam negeri adalah Jakarta, Surabaya dan Makassar (Tabel 13) dengan proporsi pada tahun 2007 dan 2008 adalah 54,1% dan 46,9% dari produksi total.
Ekspor tercatat hanya pada tahun 2007 sebanyak 1,2% dari produksi total, dengan tujuan Shanghai-China yang dikapalkan melalui pelabuhan Surabaya. Untuk konsumsi lokal, tidak terdapat data yang dapat menunjukkan besarnya volume konsumsi, namun bila diasumsikan sisa produksi yang tidak dikirim keluar Papua dipergunakan untuk konsumsi lokal maka pada tahun 2007 dan 2008, proporsinya mencapai 44,7% dan 53,1% dari total produksi.
Tabel 13 Realisasi Pengiriman Kayu Olahan Merbau per tahun dari pelabuhan Jayapura (dalam m3)
Tujuan 20061) 2007 2008 20092)
Jakarta 1.567 15.171 6.752 2.197
Makasar 139 670 460
Surabaya 327 4.901 7.447 2.688
Total 1.894 20.211 14.869 5.345 Ket. 1) data tersedia hanya untuk bulan Desember
2) data sampai bulan April
Sumber. Kantor Administrasi Pelabuhan Jayapura, 2009
Berdasarkan data pengiriman dan memperhatikan peralatan produksi kayu olahan masing-masing perusahaan pengirim, maka dapat diperhitungkan volume pengiriman berdasarkan jenis produk (Tabel 14). Dimana produk S4S mendominasi jenis produk yang yang dikirim, kemudian produk kayu gergajian dan produk E2E.
35
Total
ST S4S ST S4S E2E ST S4S E2E ST S4S E2E
Jakarta 0,00 1,57 0,00 15,04 0,13 0,00 6,47 0,28 0,00 1,96 0,24 25,69
Makasar 0,00 0,00 0,14 0,00 0,00 0,57 0,00 0,10 0,46 0,00 0,00 1,27
Surabaya 0,33 0,00 4,45 0,00 0,46 6,48 0,00 0,97 1,92 0,00 0,77 15,36
Total 0,33 1,57 4,58 15,04 0,58 7,05 6,47 1,34 2,38 1,96 1,01 42,32
Tujuan Pengiriman 2006 1) 2007 Tahun 2008 2009 2)
Tabel 14 Realisasi Pengiriman Kayu Olahan Merbau per tahun dari pelabuhan Jayapura berdasarkan jenis produk (dalam ribu m3)
Ket. ST (Sawn timber), S4S (Surfaced four Sides) & E2E (Eased two Edges)\ 1) data tersedia hanya untuk bulan Desember
2) data sampai bulan April Sumber. Data diolah
Sebanyak 7% dari total volume pengiriman berupa produk kayu olahan berbentuk E2E ditujukan ke Surabaya, Jakarta dan Makasar. Produk kayu Gergajian sebanyak 34% dan produk S4S sebanyak 59% dari total volume pengiriman yang ditujukan ke Jakarta, Surabaya dan Makasar untuk selanjutnya diolah menjadi produk akhir seperti flooring, mozaic maupun finger joint. 4.1.1. 3 Sumber Bahan Baku Industri
Untuk memenuhi kebutuhan kayu bulat industri primer hasil hutan kayu di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom, diharapkan dapat dipasok oleh 7 unit IUPHHK yang ada di kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom. Total luas konsesi keseluruhan IUPHHK tersebut berdasarkan SK HPH meliputi areal seluas 835.970 hektar dengan komposisi Hutan Produksi seluas 276.619 hektar, Hutan Produksi Terbatas 346.303 hektar dan Hutan Konversi 191.741 hektar.
Pada tahun 2004 Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua melakukan penghitungan ulang (Redesign) luas areal masing pemegang ijin yang layak dijadikan wilayah pengelolaan, sehingga total luas areal konsesi berkurang dari 835.970 hektar menjadi seluas 519.968 hektar, yang terbagi atas 180.932 hektar berupa Hutan Produksi, 186.858 hektar Hutan Produksi Terbatas dan 151.689 hektar Hutan Konversi (Tabel 15).
Dari seluruh IUPHHK tersebut, selama dua tahun terakhir, hanya satu pemegang ijin yang aktif beroperasi yaitu PT. Hanurata unit Jayapura yang beroperasi di Kabupaten Keerom, sementara satu ijin telah berakhir masa
36 pengusahaan hutannya dan IUPHHK yang lain dalam kondisi stagnan. Informasi yang diperoleh dilapangan menyebutkan bahwa IUPHHK yang tidak beroperasi dikarenakan faktor harga pasar lokal kayu bulat merbau yang menurut para pemegang ijin tidak menarik.
Meningkatnya kapasitas ijin produksi per tahun industri kayu gergajian merbau di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom, berdampak langsung terhadap kebutuhan kayu bulat merbau. Kebutuhan kayu bulat merbau pada tahun 2004 adalah 60 ribu m3 dan meningkat mencapai pada 160 ribu m3 pada tahun 2008 dan meningkat lagi menjadi 254 ribu m3 pada tahun 2009.
Untuk mendukung industri primer hasil hutan yang beroperasi di Papua dan Papua Barat, pada tanggal 22 Desember 2008, Gubernur Provinsi Papua menetapkan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua yang mana pada pasal 52 ayat 1 menyatakan bahwa kayu bulat dan hasil hutan lainnya wajib diolah di Provinsi Papua untuk optimalisasi industri kehutanan, meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, menambah peluang usaha, meningkatkan pengetahuan dan teknologi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai tambah yang dapat diperoleh daerah dari kayu merbau dengan mendorong IUPHHK untuk membangun industri pengolahan kayu merbau di Papua. Dampak kebijakan ini mengakibatkan beberapa IUPHHK yang tidak memiliki industri menghentikan kegiatan dikarenakan tidak dapat menjual kayu bulatnya ke luar Papua. Pasar potensial Kayu Bulat Papua selama ini adalah ke Pulau Jawa, dengan harga kayu bulat merbau di Jawa dapat
mencapai Rp 3,5 juta per m3, bila dipotong biaya transportasi sebesar Rp 0,5 juta per m3, maka unit manajemen IUPHHK dapat memperoleh harga
jual Rp 3 juta per m3.
Nilai ini yang menurut IUPHHK pantas untuk harga jual kayu bulat merbau sehingga akan menarik untuk diusahakan. Sebagai perbandingan terhadap harga jual kayu bulat merbau di negara tetangga PNG, Kayu bulat merbau dijual dengan harga US $ 425 per m3 atau sama dengan Rp 4.25 juta per m3.
37 HP (Ha) HPT (Ha) HK (Ha) Total (Ha)
Kab. Jayapura PT. Kebun Sari Putra 0,00 74,95 16,09 91,53 2,09 165,20 41,19
Kab. Jayapura PT. Papua Rimba Lestari 78,95 0,00 12,10 91,05 2,08 66,99 40,97
Kab. Jayapura PT. Sumber Mitra Jaya 37,31 0,94 0,00 38,24 0,87 56,12 17,21
Kab. Keerom PT. Hanurata Unit Jayapura 27,32 45,36 10,75 83,43 3,91 135,00 77,05
Kab. Keerom PT. Risana Indah Forest Industri 37,36 26,19 0,00 63,55 1,45 146,23 28,61
Kab. Keerom PT. Tunggal Yudhi Unit I 0,00 0,00 57,27 57,27 1,31 50,38 25,77
Kab. Keerom PT. Batasan 0,00 39,42 55,48 94,90 2,17 52,16 42,71 180,93 186,86 151,69 519,97 13,89 672,08 273,51 Total
Lokasi IUPHHK
Luas Areal Hutan (ribu Ha)
JPT (ribu Ha/Thn) AAC (ribu m3) Potensi Merbau (ribu m3)
Selain satu unit IUPHHK yang aktif berproduksi, di Kabupaten Jayapura terdapat tiga unit IPK yang aktif memproduksi kayu bulat merbau, yaitu IPK. Victory Cemerlang, IPK. Sagatama Mulia Abadi dan IPK. Korina Jaya Lestari. Produksi kayu merbau pada ketiga wilayah selama kurun waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 tertinggi terjadi pada tahun 2004 dengan realisasi produksi mencapai 129 ribu m3 dan terendah pada tahun 2006 yang mana hanya diproduksi 9 ribu m3 kayu merbau (Tabel 11). Tingginya Produksi pada tahun 2004 terjadi seiring kebijakan pemerintah memberikan Ijin Pemungutan Kayu (IPK) untuk masyarakat adat maupun untuk pemungutan limbah. Dalam kurun waktu lima tahun tersebut bila dirata-ratakan produksi per tahun kayu bulat merbau dari ketiga wilayah adalah sebesar 58 ribu m3.
Jumlah produksi kayu bulat ini masih dibawah kemampuan untuk menutupi jumlah kebutuhan bahan baku industri penggergajian kayu beroperasi di ketiga wilayah tersebut.
Tabel 15 Luas areal konsesi IUPHHK berdasarkan redesign Dinas Kehutanan Provinsi Papua Tahun 2004
Sumber: Dinas Kehutanan Provinsi Papua, 2004. Laporan Akhir Redesain HPH/IUPHHK Provinsi Papua
4.1.2 Kon Sebag Papua khus Keerom, ma ini menerim woodworkin 4.1. 2.1 Pen Di Su tiga tahun te Barat. Dari dengan bu empat unit propinsi Pa Prospek Sen kecenderung setiap tahun kayu bulat d Sumber : Gambar 7 H B m ndisi Industr gai benchma susnya di aka juga dila ma pasokan ng di Indone nyebaran Ind urabaya terda erakhir mene total jumlah ulan April 2 industri saj apua dan Pa ntosa, CV. gan volume nnya (Gamba dari Papua d Dinas Kehutan Histogram r Barat, empa meter kubik) ri Woodwork arking untuk Kabupaten akukan pene kayu bulat d esia. dustri apat 26 Unit erima pasok h tersebut, s 2009, berd ja yang setia apua Barat Subur And e penerimaan ar 7). Semen an Papua Ba nan Propinsi Ja ealisasi pen at industri d ). king di Sura k pengemba Jayapura, K elitian ke Su dari Papua d t industri dan kan kayu bula selama perio dasarkan dat ap tahunnya yaitu PT. dalas Timber n dari masi ntara industr arat tidak ko awa Timur nerimaan ka di Surabaya abaya-Jawa T angan indus Kota Jayap urabaya-Jawa dan telah m n 2 unit TPk at dari Propi ode waktu J ta penerimaa a rutin mene Indo Furnit r dan UD. W ng-masing p i-industri lai ntinyu. ayu bulat As a tahun 200 Timur stri woodwor pura dan K a Timur yan menjadi pusat k Antara yan insi Papua d Januari 200 an kayu bul erima kayu b tama Raya, Wijaya Loka perusahaan in menerima sal Papua da 07-2009 (da 38 rking di Kabupaten ng selama t industri ng selama dan Papua 7 sampai lat hanya bulat dari PT. Inti a, dengan menurun a pasokan an Papua alam ribu
39 4.1.2.2 Produksi dan Pemasaran Kayu Gergajian dan Woodworking Merbau
Produk kayu merbau industri pengolahan kayu di Surabaya diproduksi untuk konsumsi pasar ekspor dan domestik dalam bentuk E2E, Flooring,
mozaic dan fingerjoint (Gambar 8). Produk E2E selama untuk memenuhi
permintaan pasar China, produk mozaic untuk pasar Malaysia dan Belanda, sedangkan produk Flooring baik Coating/non coating untuk pasar Amerika, Australia, Korea, Spanyol dan Eropa.
Harga tertinggi produk akhir ini diperoleh dari produk flooring yang dapat mencapai Rp 12,5 juta per m3, yang kemudian diikuti fingerjoint Rp 8,5 juta per m3 dan produk mozaic yang dapat mencapai Rp 5,5 juta per m3. Bahan baku kayu merbau yang diperoleh ditujukan untuk produk utama berupa E2E dan Flooring. Sedang limbah dari proses produksi ini kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku fingerjoint dan mozaic.
Produksi kayu olahan industri di Jawa Timur selama empat tahun terakhir tercatat mengalami kecenderungan menurun seperti yang ditampilkan pada Gambar 8.
Sumber. Laporan Tahunan BPPHP Wilayah VIII Surabaya
Gambar 8 Histogram realisasi produksi kayu olahan industri pengolahan kayu di Jawa Timur tahun 2004-2008 (dalam juta m3).
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 2004 2005 2006 2007 2008
40 Berkurangnya produksi kayu olahan ini berkaitan dengan makin berkurangnya pasokan kayu bulat yang masuk ke Jawa Timur, yang mengakibatkan industri mengalami kesulitan pasokan bahan baku.
Sumber. Laporan Tahunan BPPHP Wilayah VIII Surabaya
Gambar 9 Histogram realisasi penjualan kayu olahan industri pengolahan kayu di Jawa Timur tahun 2004-2008 (dalam juta m3).
Histogram ini menunjukkan bahwa penjulan kayu olahan produksi industri pengolahan kayu di Jawa Timur secara umum mengalami penurunan dan hal ini berkaitan dengan produksi kayu olahan yang juga menurun pada periode yang sama.
Gambar 10 Produk akhir kayu merbau yang dihasilkan di Surabaya, Flooring yang di Coating (A), Mozaic (B) dan Fingerjoint (C), Contoh produk PT. Idup Sufi Wahyu Abadi (ISWA).
A B C 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 2004 2005 2006 2007 2008 DN-Lokal Ekspor
41
Tabel 16 Deskripsi produk kayu merbau yang dihasilkan industri di Surabaya-Jawa Timur.
No Produk Deskripsi
1 Flooring - Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan keempat
sisinya, dan telah dikeringkan menggunakan Kiln
Dry sehingga memiliki MC ± 12%,
- T&G pada empat sisinya
- Harga jual berkisar Rp 10-12,5 juta per m3
2 Mosaic - Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan keempat sisinya, dan telah dikeringkan menggunakan Kiln
Dry sehingga memiliki MC ± 12%,
- Bentuk penampang persegi empat dengan sudut 90o
- tanpa T&G,
- dirakit menggunakan lak ban atau kain pada permukaan atasnya. Lakban atau kain dilepas ketika mosaik sudah rapi terpasang pada lantai
- Harga jual berkisar Rp 4,5-5,5 juta per m3.
2 Fingerjoint. - Merupakan papan yang terbuat dari sambungan
potongan-potongan kayu merbau,
- Sortimen Papan lis yang telah dihaluskan keempat sisinya, dan telah dikeringkan menggunakan Kiln
Dry sehingga memiliki MC ± 12%,
- Bentuk penampang persegi empat dengan sudut 90o
- Harga jual berkisar Rp 7-8,5 juta per m3.
4.1.2.3 Sumber Bahan Baku Industri
Kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan di Surabaya selama ini dipenuhi dari daerah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Maluku, Papua dan Papua Barat. Untuk kurun waktu tiga tahun terakhir, Papua dan Papua Barat merupakan merupakan pemasok terbesar dengan proporsi 63,7% dari total volume kayu bulat yang diterima di Surabaya.
Pada periode yang sama pasokan dari kedua provinsi tersebut menunjukkan kecenderungan penurunan seperti yang ditampilkan pada Gambar 11. Volume pasokan tertinggi dicapai pada tahun 2007 dengan total volume pasokan kayu bulat mencapai 367 ribu m3. Total pasokan kayu bulat dari Provinsi Papua dan Papua Barat selama kurun waktu 2005 sampai awal tahun 2009 adalah sebesar
1,2 juta m3 545 ribu m3 Sumber: Dina Gambar 11 Kayu b Mimika, Na Barat di pa Sorong, Sor 4.1.3 Kelay Jayap Meliha perkembang besar yang industri ters Untuk m skenario ind yang dibeda hanya meng utama E2E memanfaatk , yang dip dari provin s Kehutanan P Grafik reali di Surabaya bulat yang abire dan Sar asok dari k rong Selatan yakan Indust pura, Kota Ja t kondisi gan industri dapat diman sebut di Papu memanfaatk dustri pengg akan berdasa ghasilkan pr E dan produ kan limbah p asok seban nsi Papua Ba rovinsi Jawa T isasi penerim a (dalam ribu berasal dar rmi. Sedang abupaten Fa n dan Teluk tri Penggerg ayapura dan industri d di Jawa Ti nfaatkan pem ua. kan peluang t gergajian ka arkan produk roduk E2E d uk samping produksi yan nyak 636 r arat. Timur. maan kayu b u m3). ri Provinsi g kayu bulat akfak, Kaim Bintuni. gajian dan W Kab. Keero di Papua imur, terlih merintah dae tersebut, dal ayu merbau k akhir yang dan Skenari gan berupa ng ada. Kedu ibu m3 dari bulat asal Pa Papua dipa yang berasa mana, Mano Woodworking om. dan memb hat adanya p erah Papua u lam penelitia dan woodw dihasilkan y io II yang m Fingerjoin ua skenario provinsi Pa
apua dan Pap
asok dari K al dari provin okwari, Raja g terintegras bandingkan peluang yan untuk penge an ini ditawa working ter yaitu Skenar menghasilkan t dan mosa ini dirancan 42 apua dan pua Barat Kabupaten nsi Papua a Ampat, si di Kab. dengan ng cukup mbangan arkan dua rintegrasi rio I yang n produk aic yang ng dengan
43 target produksi per tahun ≤ 6.000 m3. Dengan pertimbangan bahwa industri tersebut dapat dibuat dibanyak tempat dan proses administrasi industri dapat dilakukan di daerah.
Berkaitan dengan pengembangan dua skenario tersebut maka dilakukan analisis kelayakan dengan perhatian pada beberapa aspek yang dipaparkan berikut ini :
4.1.3.1 Ketersediaan Bahan Baku
Jatah Produksi Tebangan kayu bulat hutan alam yang diberikan Departemen Kehutanan kepada Provinsi Papua untuk tahun 2009, berdasarkan SK Dirjen BPK No. SK. 432/VI-BPHA/2008 tanggal 17 Desember 2008 adalah sebesar 1,225 juta m3.
Dari jumlah tersebut, PT. Hanurata yang beroperasi pada wilayah
Kabupaten Keerom mendapatkan jatah tebangan kayu bulat sebanyak 68 ribu m3 untuk areal tebangan seluas tiga ribu hektar, dengan
target produksi kayu bulat merbau sebanyak 36 ribu m3 sesuai potensi lestari kayu merbau yang dapat ditebang pada areal konsesi PT. Hanurata sebesar 11,53 m3/hektar.
Selain IUPHHK PT. Hanurata, juga terdapat tiga IPK yang sedang dalam proses untuk memperoleh ijin prinsip dari Gubernur Papua, dengan luasan 3,6 ribu hektar di wilayah Kabupaten Keerom. Bila menggunakan nilai potensi
kayu merbau yang sama dengan PT. Hanurata maka dapat memproduksi 41,5 ribu m3. Sehingga Total target produksi kayu bulat merbau untuk wilayah
kabupaten Keerom pada tahun 2009 adalah sebesar 77,5 ribu m3. Untuk wilayah Kabupaten Jayapura pada tahun kegiatan 2009 tidak ada pengesahan Rencana Kerja Tahunan untuk IUPHHK.
Apabila jumlah ini dapat dipanen secara keseluruhan belum juga dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk seluruh unit industri yang telah menperoleh ijin operasi pada wilayah Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura yang memiliki total kebutuhan bahan baku kayu bulat sebesar 254 ribu m3.
44 Total volume kebutuhan ini akan terpenuhi apabila seluruh IUPHHK yang ada dilingkup kerja Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom beroperasi, dan total produksi kayu bulat dari ketiga wilayah dapat mencapai AAC maksimum yaitu 672 ribu m3. Mengacu pada JPT luasan areal konsesi yang telah didesain kembali oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua dari total luas 24.429 hektar menjadi 13.891 hektar untuk tujuh unit manajemen yang ada di Kabupaten Jayapura dan Keerom maka dapat dihitung besar potensi kayu bulat merbau yang dapat diproduksi IUPHHK tersebut dengan berdasarkan potensi per hektar kayu Merbau.
Tokede et al., (2006), menyatakan potensi masak tebang kayu merbau di alam rata-rata sebesar 19,69 m3 per hektar, nilai ini hampir sama dengan potensi kayu merbau di Kabupaten Keerom pada areal konsesi PT. Hanurata Jayapura yaitu sebesar 19,45 m3 per hektar (Tabel 1). Potensi rata-rata kayu merbau tersebut bila di hitung berdasarkan JPT per tahun sesuai redesign yang ditetapkan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua (Tabel 15), maka akan diperoleh sebesar 273 ribu m3 kayu merbau per tahun. Jumlah ini dapat menutupi kebutuhan industri penggergajian kayu merbau yang ada di ketiga wilayah tersebut.
4.1.3.2 Ketersediaan Teknologi Pengolahan
Penelitian terhadap proses produksi industri penggergajian kayu merbau pada lokasi penelitian dilakukan pada tujuh unit industri yang aktif berproduksi yaitu PT. Sumber Kayu Utama yang beroperasi di wilayah Kabupaten Keerom, PT. Datonan Jaya Perkasa dan PT. Mansinam Global Mandiri yang beroperasi di wilayah Kota Jayapura, PT. Victory Cemerlang Wood Industri, PT. Irian Hutama, PT. Sijas Express dan PT. Gizand Putra Abadi yang beroperasi di wilayah Kabupaten Jayapura. Keseluruhan industri pengolahan kayu merbau ini memiliki mesin pengolahan Multiripsaw, yang dipergunakan untuk membentuk sortimen akhir kayu gergajian sesuai standar ukuran yang diinginkan.
Dari keseluruhan industri tersebut hanya empat unit yang memiliki
bandsaw un gergajian, s kayu bulat membentuk Gambar 12 Pengop Kota Jaya mengoperas yaitu : a. Proses mencap b. Ketepa c. Pengop dibandi d. Biaya i Satu ke lebih tebal tebal diban dengan men yang lebih tebal bilah l ntuk pembe ementara in t untuk se k sortimen ka Penggergaj menggunak perasian mul apura dan sikan bandsa produksi pai 15 meter atan ukuran s perasian ingkan band investasi lebi ekurangan y dibanding b ndingkan bil nggunakan kecil diband lebih tipis. A elahan kayu ndustri lain m lanjutnya d ayu gergajian ajian denga kan Bandsaw ltiripsaw ol Kabupaten aw dikarena yang cepa r per menit d sortimen kay multiripsaw dsaw. ih rendah dib ang dimiliki bilah gergaji lah gergaji
alat ini aka dingkan den u bulat sam mengoperasi diolah deng n. an menggu w (B) eh pelaku i n Keerom akan alat in at, Kecepata dengan outpu yu gergajian w memerlu bandingkan i multiripsaw i bandsaw. D bandsaw, p an menghas ngan menggu mpai membe ikan chain s gan menggu unakan Mu industri di K lebih dis i memiliki b an feeding ut 4-6 batang yang baik, ukan lebih bandsaw. w adalah teb Dengan bila proses produ silkan rende unakan ban B entuk sortim saw untuk m unakan mu ultiripsaw ( Kabupaten J sukai diban beberapa keu multiripsa g per proses sedikit tena
bal bilah gerg ah gergaji ya uksi kayu emen kayu dsaw yang 45 men kayu membelah ultiripsaw (A) dan Jayapura, ndingkan unggulan aw dapat s, aga kerja gaji yang ang lebih gergajian gergajian memiliki
46 Gambar 13 Tebal bilah gergaji multiripsaw (A) dan bandsaw (B) diukur
menggunakan kaliper.
Kenyataan ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan Wade et
al., (1992), yang menyatakan bahwa tebal keratan gergaji (kerf) adalah salah
satu faktor penting yang mempengaruhi Lumber Recovery Factor (LRF), dengan hubungan yang berbanding terbalik.
Bila semua faktor yang mempengaruhi proses penggergajian dianggap konstan, pengurangan terhadap besarnya keratan gigi gergaji dengan menggunakan bilah yang lebih tipis akan meningkatkan LRF dikarenakan berkurangnya kayu yang terbuang dalam bentuk serbuk. Lebih lanjut Wade et
al. (1992), menggambarkan hubungan antara tebal keratan gergaji dengan LRF
seperti pada Gambar 14.
Gambar 14 Grafik hubungan tebal keratan gergaji bandsaw dan circularsaw dengan LRF.
Grafik menunjukkan bahwa bandsaw dengan ketebalan keratan gigi gergaji berkisar 0,12-0,18 inch atau sama dengan 3,05 – 4,57 mm dengan ketebalan
47
Tebal Lebar Pjg
1 Input Bantalan Merbau 14,0 14,0 180 0,0353 33 1,16
2 Double Planer 13,8 13,8 180 0,0343 33 1,13 97,16%
3 Multi Ripsaw 2,0 13,8 180 0,0050 165 0,82 72,46%
4 Moulding 1,9 13,2 180 0,0045 165 0,74 90,87%
Total Rendemen 63,98%
No Proses Produksi Ukuran (cm) Vol/btg
(m3) Jumlah batang Total Volume Rendemen Per Proses
bilah gergaji 1,52 – 2,29 mm akan memberikan nilai LRF yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan circularsaw dengan ketebalan keratan gigi gergaji berkisar 0,26-0,32 inch atau sama dengan 6,60 – 8,13 mm dengan ketebalan bilah gergaji 3,30 – 4,06 mm.
Selain tebal bilah gergaji, hal lain yang mempengaruhi efisiensi penggergajian adalah ukuran sortimen target produksi, dimana semakin besar sortimen target yang dihasilkan oleh proses penggergajian akan memberikan nilai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan menghasilkan sortimen yang lebih kecil, hal ini dikarenakan banyaknya garis penggergajian (Sawn
lines) untuk membuat sortimen yang lebih kecil lebih banyak (Wade et al.,
1992).
Penggunaan multiripsaw sebagai mesin utama dalam proses produksi dengan input bantalan kayu merbau untuk target produksi produk E2E akan memberikan rendemen proses pengolahan sebesar 63,98%, dengan perincian perhitungan rendemen disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Analisis rendemen pengolahan kayu merbau dengan menggunakan mesin utama multiripsaw
Sumber : Diolah dari informasi beberapa industri di lokasi penelitian.
Apabila rendemen proses produksi tersebut dihitung dari awal proses produksi yaitu pembelahan kayu bulat menggunakan chainsaw menjadi bantalan kayu merbau dengan rendemen proses sebesar 50% maka total rendemen proses produksi ini akan menjadi 32% atau sama dengan tiga meter kubik kayu bulat untuk menghasilkan satu meter kubik produk E2E.
Dengan efisiensi proses produksi yang rendah ini, industri di ketiga lokasi dapat tetap beroperasi dikarenakan menggunakan sebagian bahan baku bantalan kayu merbau yang dapat diperoleh secara ilegal dengan harga Rp 1,8 – 2,2 juta per m3, tidak sepenuhnya menggunakan kayu bulat merbau dengan harga antara
48
No Item Harga (Rp) Vol (m3) Tot Biaya (Rp) Ket
1 Bantalan Merbau 2.200.000 1,00 2.200.000 Rendemen 63.98% 2 Jasa Produksi 2.200.000 0,64 1.407.551
3 Harga Jual 9.800.000 0,64 6.262.722 4Keuntungan per m3 input (3-(1+2)) 2.655.171
Tebal Lebar Pjg 1 Kayu Gergajian 2,0 13,4 180 0,0048 207 1,00 2 Moulding 1,8 13,2 180 0,0043 207 0,89 Total Rendemen 89% Jumlah batang Total Volume Rendemen Proses No Proses Produksi Ukuran (cm) Vol/btg
(m3)
Rp 1,5 – 2,5 juta per m3 yang diproduksi IUPHHK atau IPK. Analisis biaya secara umum proses produksi produk E2E menggunakan input bantalan kayu merbau disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Tabel analisis biaya pengolahan kayu merbau dengan menggunakan mesin utama multiripsaw
Sumber : Diolah dari informasi beberapa industri di lokasi penelitian.
Bila menggunakan bandsaw sebagai mesin utama dalam proses produksi dengan input kayu bulat merbau untuk target produksi produk E2E, total rendemen proses produksi dapat mencapai 48.86%. Hal ini dapat dicapai kerena dengan menggunakan bandsaw proses pembelahan kayu sudah dilakukan secara mekanis dengan besarnya keratan gigi gergaji jauh lebih tipis dibandingkan dengan menggunakan chainsaw sehingga rendemen proses produksi ini dapat mencapai 55%.
Adapun rendemen pengolahan kayu gergajian output bandsaw menjadi
E2E melalui mesin moulding dapat mencapai 89%, karena dalam mesin
moulding hanya akan mengurangi ukuran satu milimeter pada setiap sisi sortimen. Dengan demikian total rendemen proses produksi akan mencapai 48.86%, atau sama dengan dua meter kubik kayu bulat untuk menghasilkan satu meter kubik produk E2E sehingga penggunaan bahan baku kayu bulat merbau akan lebih efisien.
Tabel 19 Analisis rendemen pengolahan kayu merbau output bandsaw dengan menggunakan Moulding
49 Manfaat lain yang bisa diperoleh dari penggunaan bandsaw adalah termanfaatkannya limbah sebetan kayu bulat merbau yang dapat diolah lagi menjadi sortimen sampai dengan ukuran ketebalan dua sentimeter. Sortimen ini bisa digunakan sebagai bahan mozaic ataupun laminating. Sehingga bahan baku benar termanfaatkan dengan semaksimal mungkin.
Dari pengalaman industri yang telah mengoperasikan sistim ini didaerah Jawa Timur, rendemen akhir proses produksi dari kayu bulat dengan produk utama flooring dan produk sampingan berupa mozaic dan fingerjoint dapat mencapai rendemen 60% dengan perincian 45% Flooring, 5% Fingerjoint dan 10% mozaic.
Industri woodworking merupakan proses pengolahan kayu lanjutan sehingga penerapan teknologi pengolahan untuk pengembangan industri
woodworking mensyaratkan adanya ketersediaan SDM yang terampil. Oleh
karena itu penyediaan SDM yang terampil haruslah menjadi prioritas pemerintah daerah dengan melakukan pelatihan, sehingga pengembangan industri pengolahan kayu merbau nantinya dapat menyerap tenaga kerja lokal sebagaimana yang diharapkan.
4.1.3.3 Peluang Pemasaran Woodworking
Produk woodworking merbau produksi Indonesia beberapa tahun terakhir telah mengisi pasar produk kayu olahan di beberapa Negara seperti China, Jepang, Uni Eropa, Australia, Amerika dan lain-lain. Produk woodworking merbau lebih disukai karena sifat kayu merbau yang khas dan memberikan kesan mewah serta bisa digunakan untuk penggunaan interior maupun exterior.
Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) mencatat perkembangan harga dan volume ekspor produk woodworking Indonesia selama kurun waktu tahun 2004 sampai 2009, dengan pola yang menunjukkan kecenderungan yang berlawanan dimana volume ekspor cenderung menurun sedangkan harga ekspor
per satuan unit meningkat per tahunnya seperti yang ditampilkan dalam Gambar 15 dan 16.
Sumber. www Gambar 15 Sumber. www Gambar 16 Kondis yang tinggi mengakibatk akan adanya dan dapat di w.brikonline.com Grafik vo dengan tri w.brikonline.co Grafik ha dengan tri si ini menunj yang tidak kan terjadin a peluang pa ikembangka m olume ekspor iwulan 3 tah om arga ekspor iwulan 3 tah jukkan suatu dibarengi ke nya kenaikan asar produk an. r woodworki hun 2009 (da woodworkin hun 2009 (da u gambaran a etersediaan j n harga pro woodworkin ing Indonesi alam ribu m3 ng Indonesia alam US $) akan adanya jumlah paso oduk, dan m ng Indonesia ia tahun 200 3) a tahun 2004 a permintaan kan produk merupakan g a yang masih 50 04 sampai 4 sampai n pasokan sehingga gambaran h terbuka
51 4.1.4 Kelayakan Finansial
Kelayakan Finansial industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dilakukan terhadap dua Skenario industri berdasarkan kombinasi produk akhir yaitu :
a. Skenario I, Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dengan satu jenis output produk yaitu E2E dengan rendemen proses produksi dari kayu bulat adalah 45%.
b. Skenario II, Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi , dengan tiga jenis output produk yaitu E2E, Fingerjoint dan
Mosaic dengan rendemen proses produksi dari kayu bulat adalah 45%, 5%
dan 10% untuk masing-masing produk.
Dalam analisis ini harga-harga yang dipakai adalah harga yang berlaku di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom yaitu harga kayu bulat merbau adalah Rp 2,5 juta per m3 dan harga produk E2E, fingerjoint dan
mosaic kayu merbau masing-masing adalah Rp 9,8 juta per m3, Rp 7 juta per
m3 dan Rp 4,5 juta per m3. Simulasi perusahaan penggergajian merbau dan
woodworking yang terintegrasi dibuat dengan daftar aset dan peralatan seperti
pada Lampiran 7 untuk Skenario I dan Lampiran 17 untuk Skenario II.
Harga peralatan-peralatan ini telah diperhitungkan berikut biaya pengiriman dari Jawa dan pemasangan alat di Kabupaten Jayapura atau Kota Jayapura atau Kabupaten Keerom. Biaya pengadaan peralatan untuk ketiga lokasi tersebut relatif sama karena jarak ketiganya yang berdekatan. Total investasi untuk infrastruktur dan peralatan untuk industri dengan output produk
E2E saja adalah sebesar Rp 10,2 milyar, sedang untuk industri dengan produk E2E, fingerjoint dan mosaic adalah sebesar Rp 10,75 milyar. Berdasarkan jenis
dan jumlah peralatan tersebut dihitung jumlah kebutuhan tenaga kerja yang akan mengoperasikan peralatan pada masing-masing industri (Lampiran 12 dan 18).
Berdasarkan jumlah tersebut dihitung biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, gaji karyawan dibedakan antara yang karyawan tetap yang bekerja di kantor sebanyak 12 orang dan karyawan pabrik sebanyak 100 orang.
52 Untuk karyawan pabrik besar gaji yang diberikan perbulan adalah Rp 1,7 juta per orang per bulan, dengan perincian Rp 1,1 juta rupiah sebagai upah kerja ditambah Rp 0,6 juta uang makan per bulan. Sedangkan untuk gaji karyawan kantor berkisar Rp 1,5-10 juta per orang per bulan, dari satpam kantor sampai direktur, dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 2,4 milyar per tahun (Lampiran 12 dan 18).
Dalam analisis ini perusahaan dirancang untuk kapasitas produksi kayu olahan merbau sebanyak 6.000 m3 per tahun dengan target kebutuhan kayu bulat merbau sebanyak 12.000 m3 per tahun. Proses produksi dirancang meningkat secara bertahap yaitu pada tahun 1-3 hanya berproduksi 50% dari target kapasitas ijin, pada tahun 4-6 hanya 75% dari target kapasitas ijin dan pada tahun ke 7 beroperasi dengan kapasitas penuh (Lampiran 12 dan 18).
Biaya BBM, diperhitungkan untuk operasional pabrik dan alat-alat transportasi. Untuk pabrik dioperasikan dua buah genset dengan kapasitas 650 kva dan 450 kva. Genset pertama yang dipergunakan untuk memasok listrik bagi seluruh peralatan bandsaw dan genset kedua untuk memasok listrik peralatan woodworking dan Kiln Dry dengan menggunakan harga BBM solar industri sebesar Rp 6.000 per liter.
Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan umur investasi 25 tahun, dan bunga modal dihitung untuk tiap-tiap peralatan yang dipasang. Bunga Modal dihitung berdasarkan umur pakai dan harga aset pada saat pengadaan (Lampiran 11 dan 21). Asuransi diperhitungkan sebagai biaya operasional dengan perhitungan jumlah premi untuk seluruh aset perusahaan adalah sebesar 2,5% dari total nilai aset per tahun. Dari nilai-nilai diatas maka dibuat proyeksi arus kas (Lampiran 14 dan 24) dengan menggunakan dasar harga nilai konstan pada tahun pertama pembangunan proyek.
Proyek ini diasumsikan dibiayai menggunakan dana sendiri dan pinjaman bank dengan komposisi 40% dan 60% dengan bunga pinjaman Bank sebesar 15% per tahun yang pengembaliannya diangsur selama 3 tahun dan dimulai pada tahun ke-2 , kurs yang dipakai adalah US$ 1 = Rp 10.000.
53
Item Skenario I Skenario II
Target Produksi Per tahun (m3)
E2E 4.500 4.500
Fingerjoint 600
Mosaic 1.200
Total Karyawan Produksi 100 orang 112 orang Total Investasi ( juta rupiah) 10.175 10.753 Total Penjualan per tahun ( juta rupiah) 52.920 62.520 Total Biaya operasional per tahun ( juta rupiah) 38.833 39.843 Total Pembayaran Pajak per tahun ( juta rupiah) 4.556 7.539 Total Pendapatan per tahun ( juta rupiah) 9.531 15.138 Total Biaya produksi per meter kubik E2E ( juta rupiah) 7,39 7,39 Tambahan Biaya produksi per meter kubik ( juta rupiah)
Fingerjoint - 1,49
Mosaic - 0,15
Harga Jual produk ( juta rupiah)
E2E 9,8 9,8
Fingerjoint - 7
Mosaic - 4,5
Hasil Analisa Kelayakan Finansial
NPV ( juta rupiah) 23.543,39 50.079,37
IRR 31,40% 47,11%
BCR 1,10 1,19
Berdasarkan harga-harga diatas dihitung proyeksi arus kas untuk Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dengan satu output produk yaitu E2E dan industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi dengan tiga output produk yaitu E2E, Fingerjoint dan Mosaic.
Nilai NPV, IRR dan BCR untuk masing-masing skenario kemudian dihitung dan hasilnya disajikan pada Tabel 20. Dari Tabel 20 dapat disimpulkan bahwa industri penggergajian merbau dan woodworking terintegrasi dengan output produk E2E maupun kombinasi E2E, fingerjoint dan
mosaic secara finansial layak untuk dilaksanakan karena NPV positif (>0), IRR
lebih besar dari bunga bank (>15%) dan nilai BCR yang lebih besar dari satu (>1).
Tabel 20 Perbandingan Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi Skenario I dan II
54 Perubahan
Harga Beli Kayu Bulat NPV IRR BCR NPV IRR BCR
20% 3.207 17,36% 1,01 29.743 34,35% 1,11
10% 13.819 24,88% 1,06 40.355 41,16% 1,15
0% 23.543 31,40% 1,10 50.079 47,11% 1,19
-10% 35.043 39,68% 1,15 61.578 55,15% 1,25
-20% 45.654 47,26% 1,21 72.190 62,36% 1,3
Harga Jual Produk E2E NPV IRR BCR NPV IRR BCR
20% 58.466 56,63% 1,23 85.002 71,28% 1,31
10% 41.448 44,23% 1,17 67.984 59,48% 1,25
0% 23.543 31,40% 1,10 50.079 47,11% 1,19
-10% 7.413 20,38% 1,03 33.949 37,04% 1,14
-20% -9.604 7,19% 0,96 16.932 26,17% 1,07
Bunga Bank NPV IRR BCR NPV IRR BCR
20% 16.565 32,03% 1,08 38.099 47,82% 1,18
10% 20.169 32,14% 1,09 44.000 47,95% 1,19
0% 23.543 31,40% 1,10 50.079 47,11% 1,19
-10% 29.510 32,37% 1,11 59.259 48,22% 1,21
-20% 35.615 32,48% 1,12 69.214 48,35% 1,22
Produk E2E Produk E2E + Fingerjoint
& Mosaic
Untuk mengetahui kepekaan kelayakan finansial terhadap perubahan harga kayu bulat merbau, harga jual produk E2E dan bunga bank, maka dilakukan analisis kepekaan dan hasilnya disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Hasil Analisis Kepekaan
Tabel 21 menunjukkan bahwa industri penggergajian kayu merbau dan
woodworking terintegrasi ini sensitif terhadap perubahan harga jual produk E2E.
4.1.5 Kelayakan Ekonomi
Dalam analisis kelayakan ekonomi harga-harga yang dipakai adalah harga bayangan (opportunity price) dari penjualan kayu olahan maupun kayu bulat merbau. Sementara untuk biaya dan harga lain yang berkaitan dengan proses produksi diasumsikan sama dengan nilai yang pakai pada analisis finansial.
LSM Telapak pada tanggal 28 Agustus 2008 melaporkan bahwa harga kayu bulat merbau di China mencapai US $ 700 per m3 atau sama dengan Rp 7 juta per m3. Sedangkan harga per m3 kubik kayu bulat merbau di PNG US $ 425 dan di Malaysia berkisar antara US $ 330-360. Dalam analisis Ekonomi, harga kayu bulat merbau yang dipakai adalah Rp 3,5 juta per m3 dengan asumsi sesuai rata-rata harga jual ke pasar internasional. Semetara untuk produk akhir menggunakan harga Rp 13 juta per m3 dengan asumsi sesuai rata-rata harga jual
55
I II
NPV (dalam juta rupiah) 92.457 155.419
IRR 62,98% 93,16%
BCR 1,27 1,44
Skenario Kriteria
produk flooring merbau adalah US $ 1.300 per m3. Tong et.al 2009, menyatakan bahwa rata-rata harga flooring dengan ketebalan 15-18 mm adalah US$ 70.7 per m2, dengan kisaran harga US$ 37,4 per m2 sampai US$ 211,8 per m2. Untuk harga di Indonesia, rata-rata harga ekspor flooring merbau dari Surabaya adalah US $ 1.300 per m3.
Dalam analisis ekonomi ini nilai bunga bank yang dipakai adalah 12% dan pajak tidak dimasukkan dalam perhitungan karena dianggap bukan pengeluaran. Untuk upah karyawan produksi dipakai Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi Papua tahun 2009 yaitu Rp 1,05 juta per bulan. Proyeksi Arus kas analisis ekonomi industri kayu gergajian merbau dan woodworking terintegrasi ditampilkan dalam Lampiran 27.
Berdasarkan proyeksi arus kas dihitung Nilai NPV, IRR dan BCR untuk masing-masing Skenario. Hasil perhitungan (Tabel 22), menunjukkan bahwa NPV positif (>0), IRR lebih besar dari social rate (>12%) dan nilai BCR yang lebih besar dari satu (>1) sehingga dapat disimpulkan bahwa industri penggergajian merbau dan woodworking terintegrasi secara ekonomi layak untuk dilaksanakan.
Tabel 22 Hasil Analisis Ekonomi Industri penggergajian kayu merbau dan
woodworking terintegrasi Skenario I dan II
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Industri penggergajian kayu merbau dan woodworking terintegrasi layak dikembangkan di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom. Dan dari dua Skenario Industri yang ditawarkan, Skenario II merupakan pilihan terbaik yang layak dilaksanakan dibandingkan dengan Skenario I, dengan pertimbangan : mempunyai nilai-nilai kelayakan investasi (NPV, IRR, & BCR) yang lebih tinggi , penyerapan
56
Aspek
1. Potensi kayu bulat merbau dari hutan alam di Papua masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan industri.
2. Adanya kemauan pelaku industri untuk berinvestasi pada Industri primer hasil hutan kayu di Papua.
1. Efisiensi peralatan industri primer hasil hutan yang dioperasikan di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom saat ini masih rendah dengan dukungan infrastruktur yang belum lengkap. 2. IUPHHK yang aktif beroperasi hanya satu unit sehingga produksi
kayu bulat merbau masih belum dapat mencukupi kebutuhan industri yang ada saat ini.
Peluang 1. Aktifitas Industri woodworking kayu merbau di Surabaya makin menurun, seiring dengan berkurangnya pasokan bahan baku kayu bulat merbau dari Papua dan Papua Barat, sehingga tersedia Pasar woodworking yang selama ini dipenuhi industri di Surabaya. 1. Aktifitas ilegal pengolahan dan perdagangan kayu merbau. 2. Keterbatasan keterampilan tenaga kerja lokal.
Kelemahan Kekuatan
Ancaman
Rincian
tenaga kerja lebih banyak dan efisiensi pemanfaatan kayu merbau lebih tinggi dibanding Skenario I.
Beberapa aspek yang berkaitan langsung dengan pengembangan industri penggergajian kayu merbau dan woodorking terintegrasi di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom, perlu dipertimbangkan untuk menentukan strategi implementasi dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Tabel 23 Aspek Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman industri penggergajian kayu merbau dan woodorking terintegrasi di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom
Berdasarkan aspek-aspek tersebut maka strategi untuk pengembangan industri penggergajian merbau dan woodworking terintegrasi di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom yang dapat dilaksanakan yaitu :
1. Melakukan revitalisasi peralatan industri di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan mendorong para pemegang IUPHHK yang stagnan untuk aktif berproduksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu merbau di daerah ini.
57 2. Menambah jumlah industri kayu gergajian dan woodworking terintegrasi di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom yang diikuti dengan pemberian pelatihan bagi karyawan lokal sehingga terjadi alih keterampilan.
3. Mendorong para pelaku industri dan pemegang IUPHHK untuk menerapkan prinsip kelestarian dalam melakukan aktifitasnya dan meningkatkan pengawasan terhadap peredaran kayu merbau dan menegakkan supremasi hukum.
4. Menyediakan sarana infrastruktur yang memadai dan mendorong industri melakukan sertifikasi produk sehingga dapat diterima lebih luas di pasar Internasional.
Pelaksanaan pengembangan Industri penggergajian kayu merbau dan
woodworking terintegrasi diperkirakan juga akan memberikan dampak terhadap
ekonomi dan sosial serta.
4.2.1 Perkiraan Dampak Ekonomi dan Sosial 4.2.1.1 Penyerapan Tenaga Kerja
Dampak langsung yang akan terjadi dengan pengembangan industri penggergajian dan woodworking terintegrasi di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom adalah penyerapan tenaga kerja lokal. Industri yang dikembangkan akan mempekerjakan masyarakat lokal sebagai karyawan, sehingga dengan adanya industri akan membantu pemerintah daerah menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Bila satu industri dengan kapasitas produksi 6.000 m3 per tahun dapat menyerap 112 tenaga kerja lapangan, maka jika sesuai dengan kapasitas lestari kayu bulat merbau yang ada dimanfaatkan seluruhnya dengan mengoperasikan 22 unit industri maka sebanyak 2.464 tenaga kerja dapat terserap di sektor ini.
4.2.1.2 Dampak Ekonomi
Pengembangan industri ini akan memberikan kontribusi kepada berupa pembayaran pajak per perusahaan sesuai skenario 2 yaitu Rp 7,5 milyar per tahun. Dalam lingkup yang kecil, adanya industri akan mendorong perekonomian wilayah setempat, karena adanya perputaran uang akan menciptakan pasar baru yang potensial untuk menyerap produk barang dan jasa
58 masyarakat sekitar industri. Masyarakat sekitar dapat memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan karyawan industri, seperti hasil pertanian berupa sayuran, buahan dan hasil ternak. Bila gaji karyawan lapangan perbulan sebesar Rp 1,7 juta per orang dan diperkirakan 50% - 80% dari jumlah tersebut digunakan untuk konsumsi, maka jumlah uang yang akan berputar di lokasi industri berkisar Rp 95-152 juta per bulannya. Pada sektor hulu, adanya aktifitas penebangan kayu bulat juga akan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar. SK Gubernur Irian Jaya Nomor: 50 tahun 2001 tentang standar Pemberian Kompensasi Bagi Masyarakat Adat Atas Kayu yang di pungut pada Areal Hak Ulayat di Provinsi Irian Jaya. Nilai kompensasi sesuai keputusan ini adalah Rp 50 ribu per m3 kayu merbau yang diproduksi. Namun di lapangan nilai ini biasanya disepakati bersama antara pihak perusahaan dan masyarakat pemilik wilayah adat yang besarnya bisa mencapai Rp 150 ribu per m3. Bila produksi lestari kayu bulat merbau di Kabupaten Keerom dan Kabupaten Jayapura per tahun sebesar 273 ribu m3 atau sama dengan 23 ribu m3 per bulan dapat dicapai maka potensi uang yang akan beredar dimasyarakat berupa penerimaan atas hak ulayat adalah sebesar Rp 1,2 – 3,5 milyar per bulan. Ini tentu akan memberikan dampak langsung terhadap pendapatan masyarakat yang secara langsung akan meningkatkan kesejahteraan mereka.
4.2.1.3 Peningkatan aksesbilitas
Dampak lain adanya industri adalah peningkatan aksesbilitas wilayah. Adanya industri akan membantu membuka isolasi daerah. Industri berkepentingan terhadap ketersedian infrastruktur transportasi berupa jalan dan jembatan oleh karena berkaitan dengan kelancaran arus hasil produksi. Adanya infrastruktur ini secara langsung juga akan bermanfaat bagi masyarakat sekitar lokasi industri.
4.2.1.4 Kontribusi terhadap PDRB
Pengembangan Industri penggergajian kayu merbau juga akan memberikan dampak terhadap perekonomian daerah setempat dengan adanya nilai tambah yang tercipta pada proses produksi dari bahan baku kayu bulat menjadi kayu gergajian. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah
59 salah satu parameter yang dapat dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi satu daerah. Pertumbuhan ekonomi sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor. PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit satu daerah. Ada dua dasar yang dipakai untuk menghitung PDRB yaitu atas dasar harga berlaku (yang dalam perhitungan menggunakan harga berlaku pada setiap tahun) dan harga konstan (dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu).
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom tahun 2008, data PDRB yang secara khusus memuat kontribusi sektor kehutanan hanya disajikan oleh Kabupaten Keerom sementara pada Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, sektor Kehutanan digabungkan dalam sektor pertanian sehingga tidak dapat menggambarkan kontribusi sektor kehutanan. Kontribuasi sektor kehutanan terhadap PDRB kabupaten Keerom disajikan pada Tabel 24. Data menunjukkan bahwa dari tahun 2003 sampai 2007, kecenderungan nilai kontribusi sektor kehutanan pada PDRB baik dengan menggunakan harga konstan maupun pada harga yang berlaku cenderung menurun, yang mana hal ini sejalan dengan kecenderungan menurunnya jumlah produksi kayu baik kayu bulat yang juga menurun dari tahun 2004 sampai 2009.
Bila saja potensi lestari kayu bulat merbau yang dapat dimanfaatkan sebesar 273 ribu m3, dapat diproduksi oleh Kabupaten Keerom maka ini akan memberikan kontribusi yang jauh lebih dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007 dimana hanya diproduksi 23 ribu m3 kayu bulat merbau.
Jumlah ini akan lebih meningkat bila yang diproduksi adalah kayu gergajian merbau, karena nilai tambah yang tercipta akan lebih besar lagi. Harga kayu bulat merbau di Kabupaten Keerom berkisar antara Rp 1,5 – 2,5 juta per m3, untuk kayu gergajian merbau harga FOB di Pelabuhan Jayapura berkisar Rp 5,8- 6,5 juta per m3 dan untuk E2E harga FOB di Jayapura, Surabaya dan Jakarta relatif sama, yaitu berkisar US$ 980 – 1.100. Nilai-nilai ini menunjukkan adanya potensi perolehan nilai tambah yang lebih besar
60
Item/Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Berdasarkan Harga Konstan
PDRB Sektor Kehutanan 18.337,83 19.448,27 19.626,23 20.123,63 20.621,02 PDRB Total 158.821,45 167.854,92 181.139,78 230.273,60 257.775,68
% Kontribusi terhadap PDRB 11,55% 11,59% 10,83% 8,74% 8,00%
Berdasarkan Harga Berlaku
PDRB Sektor Kehutanan 37.867,23 46.821,32 48.194,75 51.607,07 55.019,40 PDRB Total 236.150,10 271.122,47 312.739,09 415.973,33 497.099,45 % Kontribusi terhadap PDRB 16,04% 17,27% 15,41% 12,41% 11,07%
apabila proses pengolahan kayu gergajian merbau dilakukan di kabupaten sumber bahan baku.
Tabel 24 Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Keerom (dalam juta rupiah)
Sumber : BPS Kabupaten Keerom
Sumber : Kabupaten Keerom dalam angka tahun 2008
Gambar 17 Grafik kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Keerom berdasarkan harga tetap dan harga berlaku
4.2.2 Perkiraan Dampak Lingkungan
Berdasarkan kunjungan ke industri di Surabaya dan Papua, limbah yang mengakibatkan dampak tak terubahkan akibat proses produksi industri penggergajian kayu merbau tidak ditemukan. Limbah proses produksi yang dihasilkan adalah sebetan, sisa potongan kayu dan serbuk kayu. Sampai dengan saat ini limbah tersebut dimanfaatkan langsung, selain sebagai bahan bakar
boiler, juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk kayu bakar. Serbuk
kayu merbau juga digunakan sebagai material timbunan pada beberapa lokasi.
2003 2004 2005 2006 2007 Harga Berlaku 16% 17% 15% 12% 11% Harga Konstan 12% 12% 11% 9% 8% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%
61 Selain itu juga ada beberapa alternatif yang dapat dikembangkan guna pemanfaatan limbah proses produksi tersebut, yaitu dengan dengan membuat arang dari limbah tersebut ataupun membuat papan laminating dari sisa potongan atau sebetan. Kayu merbau dapat menghasilkan arang yang baik, mengingat kayu merbau memiliki berat jenis yang tinggi, sehingga arang yang dihasilkan padat. Limbah produksi berupa serbuk dan sisa potongan kayu sendiri mempunyai nilai ekonomis, dimana satu kontainer berukuran 16 feet dihargai Rp 7,5 juta untuk FOB Surabaya atau Rp 2 juta untuk FOB Jayapura. Namun nilai ini oleh para pelaku industri di Papua belum dianggap sesuai dengan biaya poduksi yang dikeluarkan, sehingga alternatif ini belum dimanfaatkan.
Dari kunjungan ke masing-masing lokasi industri, tidak ditemukan adanya penolakan dari masyarakat setempat terhadap keberdaan industri pengolahan kayu merbau tersebut. Ini dikarenakan sebagian besar karyawan industri penggergajian kayu tersebut adalah masyarakat sekitar sehingga mereka merasakan dampak langsung dan bergantung pada keberadaan industri tersebut. Beberapa industri bahkan berada didalam kota, yang lokasinya berdampingan dengan pemukiman warga.