• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi. pertanggungjawaban kinerja organisasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi. pertanggungjawaban kinerja organisasi."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Pengantar

Tuntutan mengenai pengelolaan suatu organisasi berdasarkan sistem tata kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi organisasi di sektor pemerintahan saja, tetapi juga berlaku bagi organisasi ataupun lembaga non pemerintah, termasuk salah satunya adalah perguruan tinggi swasta katolik. Salah satu prinsip dalam tata kelola yang baik bagi suatu organisasi adalah adanya keharusan akuntabilitas dalam melaporkan pertanggungjawaban kinerja organisasi.

Penelitian ini menguji bagaimana pengaruh suatu keharusan akuntabilitas, faktor organisasional dan penggunaan sistem pengukuran kinerja pada perguruan tinggi swasta katolik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh akuntabilitas, faktor organisasional, dan penggunaan sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja organisasi dan mengobservasi isomorphisma institusional dalam proses akuntabilitas perguruan tinggi swasta katolik.

Dalam bab ini dijelaskan mengenai bagaimana dasar pemikiran peneliti tertarik untuk melakukan pengujian empiris keharusan akuntabilitas pada bidang pendidikan tinggi. Berikut disajikan latar belakang penelitian yang diringkas dalam rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, serta dilanjutkan dengan tujuan penelitian. Ditambahkan pula mengenai kontribusi penelitian ini bagi praktik tata kelola suatu perguruan tinggi dan bagi pengembangan

(2)

2 literatur akuntansi sektor publik. Bagian akhir dalam bab ini disajikan sistematika penulisan dari penelitian ini.

1.2 Latar Belakang Masalah

Pengelolaan Negara yang mengarah pada konsep New Public Management (NPM) merupakan salah satu proses reformasi sektor publik di Indonesia. Reformasi menjadi tonggak sejarah perubahan dari tatanan kehidupan kelembagaan dan birokrasi. Salah satu hal yang menjadi perhatian khusus dalam konsep pengelolaan NPM adalah mengenai tuntutan semua pemangku kepentingan tentang penyelenggaraan good governance pada organisasi sektor publik. Organisasi sektor publik adalah suatu entitas yang memiliki aktivitas yang berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan layanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo, 2009). Organisasi sektor publik tidak hanya yang dikelola langsung oleh pemerintah seperti pemerintah daerah dan pemerintah pusat termasuk juga organisasi-organisasi lain yang dikelola oleh lembaga lain yang berorientasi pada kepentingan publik seperti lembaga sosial, yayasan, organisasi kesehatan, organisasi pendidikan dan organisasi-organisasi lainnya. Penyelenggaraan organisasi publik berdasarkan tata kelola yang baik (good corporate governance) menjadi keharusan di era sekarang karena dengan adanya pedoman dan arah yang jelas dalam pengelolaan diharapkan akan membawa dampak positif bagi perkembangan organisasi. Akhir-akhir ini berkembang pula tuntutan penerapan tata kelola yang baik untuk sektor-sektor

(3)

3 non pemerintahan, termasuk perguruan tinggi sebagai lembaga penyedia layanan pendidikan.

Berbicara mengenai akuntabilitas publik dan tata kelola yang baik suatu pemerintahan tidak terlepas didalamnya akuntabilitas dan tata kelola yang baik di bidang pendidikan terutama perguruan tinggi. Lestyowaty (2014) dalam artikelnya yang dipublikasikan di website Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan, menjelaskan bahwa arah dan program pembangunan yang tertuang dalam RKP 2014 dirumuskan dalam satu tema yaitu,”Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”, dan salah satu prioritas dalam pembangunan adalah prioritas di bidang pendidikan. Selain itu, dalam Undang-Undang 1945 pasal 31 ayat 4 menjelaskan bahwa dana pendidikan sebesar 20% berasal dari APBN dan dana pendidikan tersebut digunakan untuk meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan dan efisien. Secara khusus dapat dilihat bahwa alokasi dana APBN untuk perguruan tinggi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tabel di bawah ini menggambarkan perkembangan alokasi dana APBN untuk perguruan tinggi.

(4)

4 Tabel 1.1

Belanja APBN untuk Dana Pendidikan Tinggi (2007-2013) (dalam miliaran Rupiah)

Keterangan Jumlah Dana Persentase Kenaikan/Penurunan LKPP Tahun 2007 6.904,4 LKPP Tahun 2008 13.096,4 89,6% LKPP Tahun 2009 22.189,3 69,4% LKPP Tahun 2010 27.230,8 22,7% LKPP Tahun 2011 35.694,5 31,1% APBN-P 2012 41.940,1 17,5% APBN 2013 38.168,8 (8,9%)

Sumber: Data primer diolah, nota keuangan APBN 2013

Jumlah belanja APBN untuk dana pendidikan tinggi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun sudah seharusnya dan patut diapresiasi oleh semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan tinggi tersebut. Perlu disadari bahwa tidak sedikit penyelenggaraan kegiatan di bidang pendidikan yang dikelola oleh mereka yang bukan pegawai negeri sipil atau dengan kata lain bukan merupakan bagian langsung dari pemerintah. Organisasi seperti itu biasanya dikenal sebagai lembaga pendidikan swasta yang dikelola oleh suatu badan sosial (seperti yayasan, organisasi sosial, organisasi keagamaan dan lain-lain), termasuk perguruan-perguruan tinggi swasta yang dikelola secara profesional. Secara substansial baik satuan pendidikan di bawah pengelolaan pemerintah langsung maupun pengelolaan swasta sama-sama melayani kepentingan publik dalam hal pemenuhan kesejahteraan terutama di bidang pendidikan. Selain itu, dalam UU Pendidikan Tinggi No.12 Tahun 2012, pasal 78 menjelaskan mengenai keharusan akuntabilitas perguruan tinggi dan salah satu bentuk akuntabilitas dan transparansi perguruan tinggi adalah dengan

(5)

5 melaporkan kegiatan kampus baik kegiatan akademik maupun kegiatan non akademik.

Good Governance di perguruan tinggi berpegang pada beberapa prinsip salah satunya adalah akuntabilitas, yakni semua keputusan dan kegiatan yang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholder yang bersangkutan. Penelitian Yang (2012) menyatakan bahwa masih ada perdebatan mengenai konflik tekanan akuntabilitas dari berbagai stakeholder yang terjadi pada salah satu bentuk akuntabilitas. Menurut Yang (2012) tekanan pada salah satu bentuk keharusan akuntabilitas disebabkan oleh perbedaan tipe akuntabilitas, yaitu akuntabilitas berdasarkan sumber, misalnya akuntabilitas politik, legal, dan teknik, seperti dalam penelitian Romzek & Ingraham (2000) dan penelitian Schwartz & Sulitzeanu-Kenan (2004) dalam Yang (2012), dan akuntabilitas berdasarkan konten, misalnya akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja, seperti dalam penelitian Bardach & Lesser (1996), Heinrich (2002), Wang (2002) dalam Yang (2012). Dalam penelitian Hwang (2013) juga memberikan hasil yang positif bahwa ketika keharusan akuntabilitas itu dikelola dengan baik maka akuntabilitas itu secara langsung dan tidak langsung dapat meningkatkan kinerja organisasi dan pelayanan publik, karena manajemen memandang akuntabilitas sebagai strategi dalam mencapai pelayanan publik yang baik. Dari hasil penelitian di atas, secara umum mengilustrasi dilema dan konflik akuntabilitas serta perubahan ekspektasi forum yang dapat menciptakan dilema, konflik dan tekanan bagi

(6)

6 individu dan/atau organisasi yang berdampak secara negatif maupun positif terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Penelitian Caseley (2006) menunjukkan bahwa suatu mekanisme formal atas akuntabilitas akan berkontribusi terhadap perubahan organisasi dan perbaikan kinerja berkelanjutan dalam pelayanan publik. Hasil penelitian Caseley (2006) menunjukkan dampak positif atas hubungan akuntabilitas yang efektif mengakibatkan pelayanan yang responsif dan membawa perbaikan pada kinerja pelayanan dan penelitian tersebut didukung oleh penelitian Kim (2009) yang menyatakan bahwa konflik keharusan akuntabilitas itu sendiri mungkin tidak menjadi permasalahan bagi efektivitas organisasi dalam lembaga pelayanan publik. Oleh karena itu, masih sangat relevan untuk menguji kembali secara empiris hubungan antara akuntabilitas dan kinerja organisasi khususnya pada bidang pendidikan di perguruan tinggi dengan memperhatikan faktor-faktor lainnya yang juga dapat memotivasi kinerja karyawan dalam mencapai tujuan organisasi, seperti faktor organisasi dan faktor teknis yang diterapkan dalam organisasi.

Menurut Siegel dan Marconi (1989) tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh tujuan anggota organisasi yang dominan. Suatu tujuan dipandang sebagai kompromi kompleks yang merefleksikan kebutuhan individu yang berbeda-beda dan tujuan personal organisasi yang dominan (Siegel dan Marconi, 1989). Teori penetapan tujuan (goal setting theory) menganggap adanya hubungan antara definisi tujuan yang jelas dan terukur dengan kinerja pegawai, jika manajer memahami apa yang menjadi tujuannya mereka akan

(7)

7 termotivasi untuk berusaha lebih baik, hal ini kemudian akan meningkatkan kinerja pegawai dari manajer tersebut (Locke dan Latham, 2002). Menurut Locke dan Latham (2002) dan Rodgers dan Hunter (1991) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara tujuan yang jelas dan terukur dengan kinerja organisasi. Faktor organisasi yang juga dapat mempengaruhi kinerja suatu organisasi adalah gaya kepemimpinan seorang pemimpin organisasi yang diterapkan pada para pegawainya.

Kepemimpinan pemimpin dalam suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting, karena pemimpin memiliki peranan utama dalam mencapai tujuan organisasi yang biasa tertuang dalam visi dan misi organisasi (Suranta, 2002). Rivai dan Mulyadi (2009) memaparkan bahwa pemimpin dalam kepemimpinannya perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada pegawainya. Gaya kepemimpinan atasan dapat mempengaruhi kesuksesan pegawai dalam berprestasi (Suranta, 2002). Dengan kata lain gaya kepemimpinan atasan dapat berpengaruh pada kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Namun, selain pemimpin yang mampu memimpin para pegawainya dengan baik, hal penting lain dari suatu organisasi adalah dengan memiliki pegawai yang berkompeten dalam pekerjaannya itu sendiri. Kompetensi yang sesuai dengan kemampuan masing-masing pegawai diharapkan dapat memaksimalkan kinerja dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan pada umumnya kompetensi menyangkut kemampuan dasar seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Suatu organisasi akan berkembang dan dapat bertahan dalam lingkungan yang

(8)

8 semakin kompetitif jika didukung dengan para pegawai yang kompeten di bidangnya. Peningkatan dan pelatihan kompetensi pegawai sangat diperlukan untuk mendukung kemampuan kerja dan menentukan tingkat kinerja yang dihasilkan pegawai. Maka dari itu, semakin tinggi kompetensi seseorang maka diasumsikan kinerjanya akan semakin optimal dan pada akhirnya tujuan organisasi dapat dicapai dengan mudah.

Dalam setiap melaksanakan pekerjaannya seorang karyawan tidak hanya perlu memiliki kompetensi yang memadai, tetapi juga perlu mencintai pekerjaannya atau memiliki motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan salah satu faktor pendorong dalam pencapaian tujuan suatu organisasi (Herzberg, 1960 dalam Tampubolon, 2004). Motivasi inilah yang nantinya akan mendorong dalam pencapaian tujuan organisasi, karena ketika apa yang menjadi tujuan setiap individu dalam organisasi sejalan dengan tujuan organisasi dapat dengan mudah tujuan organisasi tersebut dicapai. Selain gaya kepemimpinan, kompetensi dan motivasi kerja, faktor lain yang mendukung dalam pencapaian tujuan organisasi dan kinerjanya adalah mengenai bagaimana kinerja karyawan dinilai dan diukur oleh atasannya.

Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya tidak lepas dari peran serta bagaimana suatu organisasi menerapkan sistem pengukuran kinerja dalam menilai kinerja para pegawainya. Spekle dan Verbeeten (2014) mengelompokkan penggunaan sistem pengukuran kinerja menjadi tiga, yaitu: (1) penggunaan operasional yang terkait dengan perencanaan operasional dan pengawasan proses; (2) penggunaan insentif yang terkait dengan penyusunan

(9)

9 target, insentif, dan penghargaan; serta (3) penggunaan eksploratoris yang terkait dengan penyusunan prioritas, double-loop learning, dan pengembangan kebijakan. Spekle dan Verbeeten (2014) juga menyatakan bahwa cara dimana suatu sistem digunakan akan mempengaruhi kinerja organisasi tersebut dan setiap organisasi sektor publik diharapkan menggunakan sistem pengukuran kinerja yang sesuai dengan karakteristik dari kegiatan dalam organisasi sektor publik tersebut.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari riset yang telah dilakukan oleh Hwang (2013) terkait dengan pengaruh akuntabilitas terhadap kinerja organisasi dalam pelayanan publik pada sebuah lembaga kesejahteraan anak di Negara bagian Virginia. Penelitian tersebut telah berhasil memberikan bukti bahwa akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja lembaga dalam pelayanan publik. Pengembangan dalam penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan faktor organisasi lainnya yang dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam pelayanan publik terutama pada perguruan tinggi swasta yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), mengingat bahwa dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi No.12 Tahun 2012 pasal 78 dijelaskan bahwa suatu perguruan tinggi harus melaksanakan akuntabilitas dan salah satu bentuk akuntabilitas eksternal suatu perguruan tinggi adalah dengan terakreditasi oleh BAN-PT baik institusi maupun masing-masing program studi.

Pertimbangan terhadap keharusan akuntabilitas oleh perguruan tinggi yang tercantum dalam UU Pendidikan Tinggi No.12 Tahun 2012 merupakan salah

(10)

10 satu kekuatan (tekanan) eksternal dari suatu organisasi, sebagaimana dijelaskan oleh Teori Institusional. Teori institusional ini secara umum menjelaskan mengenai tindakan-tindakan individu maupun organisasi yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar organisasi (Dacin, 1997 dalam Akbar et al., 2015) dengan asumsi bahwa perilaku kepatuhan merupakan respon tunggal atas tekanan-tekanan tersebut guna memelihara hubungan yang stabil dengan lingkungan eksternalnya (Scott, 2004: Oliver, 1991 dalam Akbar et al., 2015). Dalam organisasi sektor publik, tekanan eksternal bagi organisasi dapat berupa kekuatan paksaan (coercive power) dari pemerintah, peraturan, atau lembaga lain untuk mengadopsi suatu sistem atau struktur tertentu (Ashworth, et al. 2007). Pada penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa organisasi sektor publik biasanya akan senantiasa tunduk pada otoritas formal atau peraturan hukum yang ditetapkan pemerintah (Akbar et al., 2015) sebagai bukti kepatuhan atas norma-norma atau harapan masyarakat yang terlembaga ke dalam organisasi (DiMaggio & Powell, 1983). Perluasan dalam penelitian ini dilakukan dengan menambahkan faktor organisasi tujuan yang jelas dan terukur, gaya kepemimpinan, kompetensi, motivasi, dan sistem pengukuran kinerja yang diduga akan mempengaruhi kinerja perguruan tinggi. Variabel-variabel tersebut digunakan pada penelitian kali ini untuk memperjelas pendefinisian konsep kinerja organisasi perguruan tinggi karena dari beberapa kondisi yang peneliti lihat masih ada beberapa perguruan tinggi yang mengalami kesulitan dalam mencapai visi-misi perguruan tinggi dan masih kurangnya pemahaman pada beberapa perguruan

(11)

11 tinggi dalam melaksanakan akuntabilitas. Untuk kepentingan dan tujuan-tujuan praktikal, penelitian akan dilakukan dalam batasan lingkup perguruan tinggi swasta yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), yang telah dimulai sejak tahun 1984. Di samping itu, generalisasi hasil akan lebih memungkinkan untuk dilakukan, karena karakteristik dan core value universitas-universitas yang tergabung dalam APTIK tidak jauh berbeda.

1.3 Perumusan Masalah

Penyelenggaraan organisasi publik berdasarkan tata kelola yang baik menjadi keharusan di era sekarang karena dengan adanya pedoman dan arah yang jelas dalam pengelolaan diharapkan akan membawa dampak positif bagi perkembangan organisasi. Berkembang pula tuntutan penerapan tata kelola yang baik untuk sektor-sektor non pemerintahan, terutama pada perusahaan-perusahaan publik dan sejenisnya termasuk perguruan tinggi. Pertimbangan terhadap keharusan akuntabilitas oleh perguruan tinggi yang tercantum dalam UU Pendidikan Tinggi No.12 Tahun 2012 merupakan salah satu kekuatan (tekanan) eksternal dari suatu organisasi, sebagaimana dijelaskan oleh Teori Institusional. Teori Institusional secara umum menjelaskan mengenai variabilitas tindakan-tindakan individu maupun organisasi yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar organisasi (Dacin, 1997 dalam Akbar et al., 2015) dengan asumsi perilaku kepatuhan sebagai respon tunggal atas tekanan-tekanan tersebut untuk memelihara hubungan yang stabil dengan lingkungan eksternalnya (Scott, 2004: Oliver, 1991 dalam Akbar et al., 2015).

(12)

12 Pada Prakteknya di Indonesia, pengelolaan perguruan tinggi tidak hanya dikelola oleh pihak pemerintah (Perguruan Tinggi Negeri), namun juga sebagian besar dikelola oleh pihak swasta (Perguruan Tinggi Swasta). Terkait dengan hal tersebut, isu akuntabilitas dalam pengelolaan perguruan tinggi oleh pihak swasta menjadi sangat penting karena sampai dengan tahun 2013 jumlah mahasiswa perguruan tinggi swasta mencapai 3.861.854, jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mahasiswa perguruan tinggi negeri yang hanya sebanyak 1.665.058. Di samping itu, pengelolaan perguruan tinggi oleh pihak swasta saat ini dikelola dengan berbagai latar belakang, salah satunya perguruan tinggi yang tergabung dalam APTIK yang berlatar belakang agama katolik.

Berdasarkan uraian di atas, dengan membatasi lingkup penelitian pada organisasi perguruan tinggi swasta katolik di Indonesia, pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah akuntabilitas, persepsian tujuan organisasi yang jelas dan terukur, gaya kepemimpinan transformasional, kompetensi manajerial, dan motivasi kerja manajerial memengaruhi kinerja organisasi?

2. Apakah gaya kepemimpinan transformasional dan kompetensi manajerial memengaruhi motivasi kerja manajerial?

3. Apakah penggunaan sistem pengukuran kinerja untuk tujuan operasional, insentif, dan eksploratoris memengaruhi kinerja organisasi?

(13)

13 4. Apakah isomorphisma institusional tercermin dalam proses

akuntabillitas di perguruan tinggi? 1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari akuntabilitas, faktor organisasional (persepsian tujuan yang jelas dan terukur, gaya kepemimpinan transformational, kompetensi manajerial, dan motivasi kerja manajerial), dan penggunaan sistem pengukuran kinerja terhadap kinerja organisasi, khususnya organisasi pendidikan yang berbentuk perguruan tinggi swasta katolik di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga ingin mengobservasi isomorphisma intitusional yang terjadi dalam proses akuntabilitas perguruan tinggi.

1.5 Kontribusi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:

1. Di bidang teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori, terutama dalam bidang akuntansi sektor publik, spesifik pada organisasi sektor publik penyedia layanan pendidikan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman mengenai akuntabilitas dalam pengelolaan perguruan tinggi serta faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dan pelayanan publik dalam organisasi perguruan tinggi.

2. Di bidang praktik, hasil penelitian diharapkan dapat membantu pemerintah untuk menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan tata kelola perguruan tinggi swasta yang lebih baik, sehingga perguruan tinggi swasta

(14)

14 yang tidak memiliki tata kelola yang baik dengan mudah dapat diberikan sanksi. Bagi perguruan tinggi swasta katolik, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam upaya peningkatan akuntabilitas dan kinerja perguruan tinggi, mengingat bahwa pentingnya suatu akuntabilitas bagi perkembangan perguruan tinggi itu sendiri.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan

Bab ini menyajikan gambaran umum yang mendasari dilaksanakannya penelitian, yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori dan Penyusunan Hipotesis

Dalam bab ini diuraikan mengenai tujuan teoritis mengenai beberapa konsep yang berkaitan dengan akuntabilitas, faktor organisasional, sistem pengukuran kinerja, dan teori institusional terutama pada organisasi layanan pendidikan. Disertakan pula penelitian-penelitian sebelumnya sebagai landasan dalam penyusunan hipotesis serta kerangka pemikiran teoritis yang mendasari penelitian ini.

Bab III: Metoda Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai metoda penelitian yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian. Metoda penelitian ini berisi rincian mengenai desain penelitian, populasi, sampel, besarnya sampel dan teknik

(15)

15 pengambilan sampel, variabel dan definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV: Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai profil responden penelitian, bagaimana proses pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Pada bab ini juga dijelaskan bagaimana data tersebut diolah dan dianalisis serta pembahasannya.

Bab V: Simpulan, Implikasi, Keterbatasan, dan Saran

Bab ini menyajikan kesimpulan atas hasil pengujian yang dilakukan serta terdapat pula implikasi, keterbatasan dan saran-saran bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Bali Aga di Bali Utara dan etnik Ainu di Jepang sama-sama merupakan kelompok minoritas di daerah masing-masing, namun demikian mereka memiliki banyak

Pemerintah Kota Tomohon dan Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah maupun program dan

Penampang stratigrafi adalah suatu gambaran urutan vertical lapisan-lapisan batuan sedimen pada lintasan batuan yang dipilih, setiap titik dalam urutan stratigrafi mengikuti

(1c.) Struktur antena lingkaran konvensional. Pada artikel ini dibahas perbandingan antena lingkaran konvesional seperti tampak pada Gambar 1c, yaitu antena lingkaran

Hasil penelitian R ini dkk (2014), juga menemukan kompensasi secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja melalui motivasi pada karyawan PT

Pada penelitian ini menggunakan panel surya 50 wp yang telah didesain oleh peneliti sehingga dapat menganalisa pengaruh efek suhu terhadap kinerja panel

Peningkatan aktivitas belajar siswa ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas belajar

Setiap bahasa mempunyai khazanah (inventori) bunyi yang dipilih dari semua kemungkinan bunyi yang bisa diucapkan manusia yang berbeda dengan khazanah bunyi