• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR NILAI ETIKA SYARIAH DALAM AKUNTANSI DAN BISNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DASAR NILAI ETIKA SYARIAH DALAM AKUNTANSI DAN BISNIS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR NILAI ETIKA SYARIAH DALAM AKUNTANSI DAN BISNIS

Tuti Setiatin

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi PGRI Sukabumi tuti.setiatin@stiepgri.ac.id

Abstrak

Kajian etika adalah sangat penting mengingat dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya kehidupan dunia bisnis, yang merupakan sebuah kekuatan yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat, karena masyarakat kita pada dasarnya dibangun atas dasar aturan-aturan etika. Kebutuhan akan aplikasi etika dalam bisnis pada dasarnya terletak pada jaringan sistem nilai yang mengikat. Teori Etika yang bersumber dari Agama, merupakan sumber yang dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui atau membedakan yang baik dari yang buruk dan yang benar dari yang salah. Agama dijadikan sumber nilai, karena hanya Tuhanlah yang memiliki otoritas tertinggi dalam menetapkan nilai-nilai yang baik dan yang benar. Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Ketika nilai nilai etika syariah ini menyatu dengan akuntansi syariah, maka informasi yang disampaikan adalah informasi yang mengandung nilai-nilai syariah. Informasi ini menstimulus penggunanya untuk mengambil keputusan bisnis dan menciptakan realitas kehidupan (bisnis) yang sesuai dengan atau sarat dengan nilai-nilai syariah.

Kata Kunci: Etika Syariah, Akuntansi, Bisnis.

Pendahuluan

Sistem beserta jaringan-jaringannya, adalah produk manusia dan masyarakatnya. Sistem tersebut dibangun berdasarkan atas nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia yang membangunnya.Sejalan dengan pendapat Max Weber dalam Abdullah, Taufik(1982) bahwa masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai nilai yang dominan pada warganya. Ketika sebuah sistem dibangun berdasarkan pada nilai-nilai sosialisme, maka sistem tersebut, ketika dipraktikkan, akan menjaring setiap individu yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan kepada realitas sosialis. Yang

menjadi permasalahan adalah bila sistem nilai yang digunakan tadi menggiring manusia dari hakikat dirinya yang fitrah kepada realitas yang justru menjauhkan dirinya dari fitrah.

Salah satu prinsip yang dimiliki perspektif Khalifatullah fil Ardh dalam pola berpikir ketika ilmu pengetahuan dipahami sebagai temuan-temuan atau bentuk-bentuk konkret dari sunnatullah (atau keberadaan Allah) akan semakin meningkat. Pemahaman atas sunatullah justru amat penting untuk dimiliki oleh umat Islam, selain karena bagian dari ilmu-pengetahuan-Nya, juga karena sunatullah sebutan lain bagi segala kehendak, tindakan

(2)

atau perbuatan-Nya di alam semesta ini. Dengan memahami sunatullah, umat tentunya juga relatif bisa memahami ajaran-ajaran agama-Nya, secara utuh dan mendalam. Sehingga dengan kesadaran ini, realitas kehidupan yang tercipta atau yang akan diciptakan oleh setiap individu akan selalu berada pada garis sunnatullah.

Makna Etika dan Relevansinya dengan Dunia Bisnis

Etika (ethics) sebetulnya berasal dari kata ethos (Bahasa Yunani) yang berarti karakter atau kebiasaan (custom). Menurut Solomon dalam Triyuwono (2006:80) makna dari kata ethos ini tidak lain adalah karakter dari suatu budaya. Sedangkan, etika, pada sisi yang lain, umumnya berkenaan dengan karakter individu dan juga berkenaan dengan usaha memahami aturan-aturan sosial, khususnya aturan-aturan tentang hal yang baik dan yang buruk, yang menagur dan membatasi perilaku kita. Namun, etika juga dapat diartikan sebagai sebuah disiplin ilmu (yang mempelajari baik nilai maupun justifikasinya) dan nilai serta aturan sesungguhnya dari perilaku di mana dengannya kita hidup.

Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus

dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”. Fungsi Etika adalalah sebagai sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan, menampilkan ketrampilan intelektual dalam berargumentasi secara rasional dan kritis dan untuk mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralism.

Kajian etika adalah sangat penting mengingat dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam masyarakat yang sangat majemuk, seringkali kita menemukan bahwa apa yang dianggap baik dan benar oleh kita ternyata merupakan hal yang buruk dan salah bagi orang lain atau kelompok masyarakat lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada sifat relativitas yang terkandung dalam nilai-nilai etika. Karena, pertama, sifat etika itu sendiri yang selalu berubah sesuai dengan dimensi ruang dan waktu dan kedua, sifat manusia itu sendiri yang mempunyai kebebasan untuk memilih nilai-nilai etika yang telah tersedia. Bisnis dalam arti luas adalah suatu istilah umum yang menggambarkan suatu aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari. Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan

(3)

dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.

Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Journal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :

Utilitarian Approach : setiap

tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.

Individual Rights Approach : setiap

orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.

Justice Approach : para pembuat

keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Etika merupakan satu bagian yang sama sekali tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, khususnya kehidupan dunia bisnis. Ada beberapa alasan untuk mendukung pernyataan tersebut. Pertama, masyarakat kita pada dasarnya dibangun atas dasar aturan-aturan etika. Bisnis, misalnya, harus beroperasi dalam tatanan sosial yang sama etisnya dengan peraturan perundangan, politik, hukum dan lain sebagainya yang melingkunginya. Dengan demikian, keputusan-keputusan bisnis dapat dibatasi oleh lingkungan etikanya, seperti peraturan perundang-undangan, potok, sosial, ekonomi dan lain-lainnya. Jadi, jelas bahwa bisnis tidak dapat beroperasi tanpa memperhatikan peraturan-peraturan yang ditetapkan dan diterapkan oleh mayarakat setempat.

Kedua, bisnis merupakan sebuah kekuatan yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat, bahkan kekuatannya sebanding dengan kekuatan agama dan politik. Populasi yang bekerja dalam sebuah masyarakat, hampir semuanya menggantungkan diri dalam bisnis untuk sumber kehidupannya, dan sisanya menggantungkan diri sebagai konsumen.

(4)

Bisnis merupakan kekuatan yang statis, tetapi sebaliknya ia merupakan sebuah kekuatan yang tersu berkembang baik dalam bentuk kuantitas maupun kualitas. Perusahaan multinasional tumbuh semakin hari semakin besar menjelajah semua negara dengan pasar barang, jasa, dan uang yang semakin global.

Tren yang timbul dalam masyarakat masa kini, di seantero dunia, mulai melihat bahwa kunci keberhasilan suatu bisnis justru ketika ia mulai masuk dan menyentuh aspek spiritual. Perkembangan masyarakat tampaknya mengarah kepada asalnya, back to nature atau back to basic. John Naisbitt dan Patricia Aburdene menerjemahkan fenomena ini dalam bukunya Megatrends 2000 yang dituliskannya berdasarkan hasil penelitian dengan memakai teori kecenderungan statistik, menyebutkan bahwa masyarakat pada tahun 2000 dan seterusnya semakin mengalami peningkatan religiousty, semangat keagamaan. Penyebabnya bisa banyak faktor, diantaranya karena upaya manusia untuk mencari kesenangan dengan caranya sendiri, ternyata tidak menghasilkan kebahagiaan yang substansial. (Harahap, 2001).

Ternyata, kecenderungan itu tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga masuk dalam ranah bisnis. John Naisbittdan Patricia Aburdene mencatat

bahwa banyak perusahaan multinasional dan perusahaan yang memproduksi merek-merek terkenal dunia telah mengeluarkan dana tak kurang dari US$4 miliar per tahun untuk membayar para konsultan yang dikenal sebagai bagian kecenderungan spiritualitas baru, New Age. Sebanyak 67.000 pegawai Pacific Bell di California (AS) telah mengikuti pelatihan Krone, yakni sejenis pelatihan ala New Age.

DR. Gay Handricks dan DR. Kate Ludeman dalam buku Corporate Mystic, secara lugas menyatakan bahwa dalam era pasar global, anda akan menemukan orang-orang suci, mistikus, atau sufi di perusahaan perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern, bukan di wihara, gereja atau mesjid. Mereka menyatakan bahwa setelah bekerja dengan 800 orang eksekutif dalam 25 tahun terakhir ini, mereka mengajukan ramalan sebagai berikut: Para pengusaha yang sukses pada abad ke-21 akan menjadi para pemimpin spiritualnya sendiri dan akan tahu cara memupuk perkembangan spiritual orang lain. Para pengusaha yang paling sukses pada zaman sekarang ini telah mempelajari rahasia ini. Mereka yang mengira bahwa spiritualitas tidak memiliki tempat dalam bisnis hanyalah menipu diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka. (Sofyan, 2011)

Dalam kecenderungan seperti inilah, wajar bila umat Islam sebagai bagian

(5)

dari masyarakat dunia, menginginkan nilai-nilai Islami diterapkan dalam kegiatan bisnis. Di sinilah titik awal mulanya terjadi pertemuan (konvergensi) pemikiran universal dengan apa yang diinginkan umat Islam, yaitu penerapan nilai-nilai keagamaan dalam segala sendi aspek kehidupan, tidak hanya parsial melainkan menyeluruh.

Keinginan ini sungguh sangat sejalan dengan penegasan Allah Swt. Al Baqarah ayat 85:

“....Apakah kalian beriman kepada sebagian Alkitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.”

Ayat itu dengan tegas mengingatkan bahwa selama Islam diterapkan secara parsial, umat Islam akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrawi. Karena itulah penerapan prinsip Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk ketika melakukan kegiatan bisnis, jelas merupakan keniscayaan.

Ketiga, berkenaan dengan manusia sebagai agen yang secara aktif menjalankan bisnis. Etika bisnis dalam perusahaan

memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Etika bisnis merupakan aspek penting dalam membangun hubungan bisnis dengan pihak lain. Sukses atau gagalnya suatu bisnis sangat ditentukan oleh etika bisnis seseorang. Etika bisnis yang baik juga dapat membangun komunikasi yang lebih baik dan mengembangkan sikap saling percaya antarsesama pebisnis.

Dari beberapa alasan tersebut maka kebutuhan akan aplikasi etika dalam bisnis pada dasarnya terletak pada jaringan sistem nilai yang mengikat. Ketika jaringan sistem nilai tersebut, tanpa didasari nilai-nilai etika, maka realitas yang diciptakan tersebut akan menjadikan kehidupan individu-individu dalam masyarakat ke dalam jaringan-jaringan tanpa etika. Akibatnya, tatanan kehidupan sosial akan menjadi rusak dan korup, dan masyarakat yang bersangkutan pada hakikatnya sudah “mati”.

(6)

Beberapa Teori Etika

Teori etika utilitarianisme berasal dari Inggris sebagai respon terhadap revolusi industri yang telah mengubah dunia barat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Tokoh utama dari teori ini adalah Jeremy Bentham (1284-1832), seorang filsuf yang lahir di London pada 5 Februari 1748. Dasar pemikiran Bentham dalam pengembangan teori ini terletak pada prinsip utilitas (utility). Berdasarkan hedonism psikologis ini, Bentham kemudian membangun teori etika utilitarianisme. Dimana, bila sebuah tindakan dapat memaksimalkan kebahagiaan (pleasure) atau meminimalkan penderitaan (pain), maka tindakan tersebut ternyata menurunkan kebahagiaan atau meniakkan penderitaan, maka tindakan tersebut tidak etis (tidak benar). Kebahagiaan, bagi Bentham, adalah satu-satunya tujuan dari perilaku hidup manusia. Hal-hal lain yang bermanfaat (selain dari kebahagiaan itu sendiri), seperti ilmu pengetahuan, rasa cinta, persahabatan, dan lain-lain, hanya merupakan alat untuk mencapai kebahagiaan.

Teori etika Deontologis yang dibangun oleh Immanuel Kant (1724-1804), seorang filsuf jerman yang mengklaim bahwa “itikad baik” (a good will) adalah sebagai satu-satunya dasar moralitas sebuah tindakan. Itikad baik

adalah tindakan yang dilakukan karena alasan prinsip, yaitu dari rasa kewajiban, seperti kewajiban sebagai orang tua, kewajiban sebagai warga Negara, kewajiban sebagai pejabat Negara dan lain-lainnya. Hukum moral, menurut Kant, bukanlan sesuatu yang begitu saja meminta kita untuk melaksanakannya, tetapi hukum itu merupakan ekspresi dari akal murni. Dengan kata lain, hukum moral adalah hukum yang dibangun oleh manusia rasional untuk dirinya dan untuk masyarakatnya.

Ada tradisi ke tiga dari pemikiran etika yang merupakan pelengkap dari aliran deontologi Kant yang di sebut doktrin Hukum Alam. Ide dasarnya adalah bahwa di atas manusia terdapat aturan moral yang obyektif, yaitu “hukum alam” yang membatasi kekuatan pemerintah. Pemerintah berlaku terlalu tidak adil jika dilihat dari segi aturan moral. Hukum yang mereka buat memang seharusnya tidak perlu ditaati. Secara berangsur-angsur ide ini menjadi sebuah ikatan perjanjian antara pemerintah dan yang diperintah (rakyat), dimana pemerintah berkewajiban untuk mentaati hukum alam, dan rakyat berkewajiban untuk mentaati pemerintah. Pada abad ke-17, terjadi perubahan atas ide ini. Perjanjian tidak lagi dilakukan antara pemerintah dan rakyat, melainkan menjadi perjanjian antar rakyat itu sendiri untuk

(7)

membentuk dan memperkuat pemerintahan yang ada. Dari sinilah dasar-dasar demokrasi dalam pemerintahan mulai terbentuk.

Etika Keadilan aliran Kant ini memiliki hubungan erat dengan hak asasi manusia yang telah didengungkan oleh organisasi-organisasi pejuang kemerdekaan dan hak asasi manusia seperti American Declaration of Independence (1776) dan French Declaration of the Rights of Man (1789). Pertama, doktrin kehormatan memiliki hubungan yang nyata dengan hak asasi manusia. Dalam kedua hal tersebut terdapat status yang bagi semua orang yang membuat mereka mampu melindungi diri dari pelanggaran oleh orang lain. Selain itu juga terdapat hubungan logis tertentu antara kewajiban moral dan hak asasi manusia. Dimana ada hak asasi manusia yang harus dihormati, disana pasti juga ada kewajiban moral untuk menghormati hak tersebut.

Teori Etika yang bersumber dari Agama, merupakan sumber yang dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui atau membedakan yang baik dari yang buruk dan yang benar dari yang salah. Agama dijadikan sumber nilai, karena hanya Tuhanlah yang memiliki otoritas tertinggi dalam menetapkan nilai-nilai yang baik dan yang benar. Oleh karena itu, masyarakat yang percaya akan adanya Tuhan akan

membangun nilai-nilai etikanya berdasarkan pada ajaran agama masing-masing. Umat islam, akan membangun nilai-nilai etikanya berdasarkan pada kitab sucinya, yaitu Al-Quran, orang Nasrani akan berdasarkan pada bible dan orang Yahudi akan menggunakan Taurat. Menurut mereka, nilai yang baik dan yang benar hanya dapat diketahui melalui kitab suci mereka, karena hanya Tuhanlah yang Maha Mengetahui dan Dialah pemegang otoritas tertinggi dalam menetapkan nilai-nilai tersebut.

Yang membedakan teori ini dangan teori etika sekuler lainnya adalah bahwa ada keyakinan yang kuat di antara para pemeluk agama tentang adanya “realitas supranatural” di samping realitas dunia yang sedang dialami sekarang ini. Dengan dasar keyakinan ini, mareka dalam hidup di dunia ini, selalu berusaha melakukan tindakan yang sesuai dengan ajaran agama mereka. Dengan cara ini mereka yakin bahwa apa yang mereka perbuat akan menghantarkan mereka kepada “realitas supranatural” tadi.

Di samping itu, teori yang berdasarkan pada nilai agama ini juga memberikan sebuah konsep yang menyatakan bahwa pelaku tindakan yang baik dan benar menurut etika agama akan mendapatkan pahala atas apa yang telah diperbuatnya. Sebaliknya, bila ia

(8)

melakukan tindakan yang tidak dibenarkan oleh etika agama, maka ia akan berdosa atas perbuatannya itu. Konsep ini pula yang memberikan keyakinan bahwa perbuatan baik atau berbuat kebajikan merupakan jalan menuju syuga, sebaliknya perbuatan dosa akan menggiring pelakunya pada siksa yang pedih. Dalam masyarakat tertentu, pengertian semacam ini tertanam kuat dalam kepribadian setiap individu, sehingga perilaku sehari-hari cenderung untuk selalu mempertimbangkan konsep tadi.

Syariah: Sumber Nilai Etika

Seorang Muslim mempunyai keyakinan bahwa Al Qur’an dan Hadist merupakan dua sumber utama dalam menentukan nilai baik dan benar. Dari kedua sumber tersebut kemudian diturunkan formulasi praktis dalam bentuk “hukum Islam”, yang akhirnya kita kenal dengan nama “syariah”. Syariah, yang menurut ketentuannya menetapkan bahwa setiap tindakan dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelas, yaitu wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Pengertian syariah yang dikemukakan oleh Safi memberikan suatu indikasi bahwa syariah bukan merupakan sistem hukum yang cenderung menekankan pada sisi sistem hukum positif belaka, namun juga lebih dari itu, yaitu pada sisi moralitas (etika). Di sini terlihat adanya keterkaitan antara syariah sebagai hukum positif, di satu sisi, dan

etika, di sisi yang lain, sebagai “ruh” yang memberikan nilai hidup bagi syariah itu sendiri.

Syariah bagi kehidupan seorang muslim dan umat Islam secara keseluruhan, adalah sangat penting, karena syariah memberikan satu set kriteria agar yang benar (haq) dapat dibedakan dari yang salah (batil). Dengan taat pada ketentuan-ketentuan hukum (yang ditetapkan dalam syariah tersebut), umat Islam akan dapat mengembangkan (atau menciptakan) suatu masyarakat yang mulia dari segi moral maupun segi kualitas material dibanding dengan masyarakat lain yang gagal mengikuti ketentuan hukum syariah tersebut.

Syariah: Nilai Internal Etika Islam Syariah akan selalu terkait dengan etika (moral). Baik dalam pengertian bahwa syariah sebagai hukum yang memang dibangun dan ditetapkan berdasarkan tanggung jawab moral individu-individu yang membangunnya, maupun dalam arti bahwa syariah hanya dapat diterapkan bila diiringi oleh sikap mental dan moral yang positif dari setiap individu. Unsur yang kedua dikisakan sebagai “ruh” yaitu bagian yang menjadikan syariah itu hidup. Tanpa unsur ini, syariah akan menjadi seonggok aturan-aturan hukum yang mati, yang tidak memberikan manfaat bagi kehidupan

(9)

manusia dan lingkungannya. Dan tanpa adanya fusi kedua unsur ini, akan sulit menerima syariah sebagai etika yang dapat membedakan sesuatu yang baik dari yang buruk dan sesuatu yang benar dari sesuatu yang salah.

Masalah berikutnya yang mucul adalah sikap mental yang bagaimana yang dapat mengantarkan seorang individu kepada ketundukan terhadap nilai-nilai etika syariah. Yang jelas sikap mental itu berhubungan dengan kepribadian (personality) seseorang yang terbentuk melalui proses interaksi atau internalisasi konsepsi najaran Ilahi ke dalam diri (self)nya. Sehubungan dengan ini, maka konsep Islam, iman dan ihsan sebagai trilogy ajaran Ilahi dan konsep takwa, tawakal dan ikhlas sebagai simpul-simpul keagamaan pribadi.

Arti Islam adalah sikap pasrah atau menyerahkan diri kepada Tuhan, yaitu sikap keagamaan yang dianggap benar dan diterima oleh Tuhan. Sikap semacam ini hanya mungkin dimiliki oleh orang yang mempunyai keyakinan bahwa Tuhan itu ada, yaitu sikap iman kepada Allah (beserta rukun iman lainnya). Selanjutnya, dalam makna yang lebih dalam, sikap iman harus diwujudkan atau dieksternalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan nyata, yaitu perbuatan baik. Atau dengan kata lain, bahwa perbuatan baik kita merupakan

perwujudan dari rasa keimanan dan rasa kepatuhan kepada Allah.

Perwujudan nilai keislaman dan keimanan ini akan berada pada posisi yang sangat tinggi bila dilakukan atas dasar sikap ihsan, yaitu yang seolah-olah dalam melakukan suatu perbuatan, kita melihat Allah atau Allah melihat apa yang kita lakukan itu. Sikap ihsan ini sangat terkait dengan pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlak (bermoral) mulia, yaitu sikap keagamaan menuju takwa, yang paling tinggi.

Nilai kegamaan esotris ini adalah kualitas internal yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kualitas internal ini dapat diperoleh setiap individu dimana kepemilikannya dapat mendorong yang bersangkutan berbuat kebaikan, sedangkan ketiadaan nilai internal etika syariah ini menyebabkan individu yang bersangkutan tidak mampu menciptakan kebajikan. Nilai keagamaan esotris atau nilai internal etika syariah ini sebetulnya cahaya yang memancar dari hati nurani yang mendorong individu yang bersangkutan untuk secara sadar berusaha mencari dan memahami sunnatullah, kemudian melaksanakan dan tunduk terhadap sunnatullah yang telah ditemukannya itu dengan ihsan, takwa, tawakal dan ikhlas. Nilai-nilai ini adalah yang terpenting, karena hanya dengan adanya kehadiran nilai-nilai ini sebuah

(10)

perbuatan secara etis (moral) dapat dikatakan baik dan benar. Sebaliknya, bila perbuatan tersebut terwujud tanpa dilandasi oleh nilai-nilai tadi, maka perbuatan tersebut, menurut konsep etika syariah, adalah tidak baik dan tidak benar.

Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial. Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistem itu dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi dari kepentingan (interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari kepentingan kolektif.

Ada banyak contoh pemikiran manusia yang apabila tidak dibimbing oleh iman atau prinsip-prinsip hidup dari Allah maka akan membuat manusia lemah dalam menyelesaikan suatu masalah. Atau hanya benar dalam konteks parsial atau sebagian namun tidak mnyeluruh dan terpadu. Manusia yang taat akan mempunyai harapan yang terbukti dalam sejarah dan data empiris. Dalam dunia bisnis pengusaha yang selalu taat memegang etika nilai-nilai spiritual untuk tidak menipu, tidak mengurangi takaran sehingga dapat menjaga mutu, tidak melakukan penyuapan untuk memenangkan tender, tidak memanipulasi perjanjian untuk memenangkan tender atau untuk mendapat keuntungan, tidak memanipulasi laporan keuangan, akan lebih bertahan dan sukses dalam segala kondisi.

Beberapa contoh pada tahun 1980-an, IBM terkenal maju pesat dengan memenangkan tender di banyak negara di seluruh dunia tanpa merekayasa atau melakukan penyuapan panitia tender.

Salah satu prinsip syariah dalam bisnis mengatakan jika ingin memiliki usaha yang menguntungkan dan dapat bertahan, pelaku bisnis tersebut harus menjadi “rahmatan lil’alamin”, menjadi rahmat bagi yang bertransaksi dengannya, masyarakat lingkungan sekitarnya baik yang berdampak langsung maupun tidak

(11)

langsung, dan menjadi rahmat bagi kelestarian lingkungannya. Prinsip tersebut kini menjadi tren pada perusahaan yang besar dan sukses. Mereka berlomba-lomba mengeluarkan dana dan berinvestasi untuk program-program ecofriendly atau ramah lingkungan, dan berbagai program corporate social responsibility, yang terbukti dapat meningkatkan keuntungan dengan terjadinya penghematan biaya operasional karena program-program ecofriedly-nya. Begitu pula dapat meningkatkan penjualan serta daya tahan usaha.

Kesimpulan

Akuntansi sebagai instrument bisnis tidak saja membutuhkan etika akuntan yang mempraktikkannya, tetapi juga etika dalam dirinya sendiri, baik sebagai praktik atau sebagai disiplin ilmu. Akuntansi memancarkan nilai yang dikandungnya melalui informasi yang disajikan. Nilai yang dipancarkan ini mempengaruhi pengguna dalam pengambilan keputusan. Implementasi pengambilan keputusan pada akhirnya menciptakan realitas dengan nilai yang sama yang ada pada akauntansi.Secara ideal, akuntansi selayaknya mengandung nilai nilai etika yang baik dala dirinya sendiri, karena nilai ini pada akhirnya mencipatakan sebuah realitas. Dalam perspektif khalifatullah fil ardh, nilai yang dimaksud di sini adalah nilai etika syariah.

Jadi, kriteria yang menjadi ukuran adalah bukan terletak pada konsepsi yang sempit seperti apakah suatu tindakan itu dapat meningkatkan kegunaan (utility atau happiness), tetapi yang menjadi ukuran adalah ada tidaknya nilai-nilai tadi dalam setiap perbuatan. Ini artinya, bahwa etika syariah tidak saja secara materi memberikan manfaat (rahmat) bagi seluruh alam, tetapi juga secara spiritual dapat memberikan manfaat yang menyeluruh bagi pelaku etika syariah.

Penggunaan etika syariah mengindikasikan bahwa pemahaman sunnatullah yang tersebar dalam alam semesta, dalam kehidupan sosial manusia, dan dalam diri manusia itu sendiri adalah sangat penting. Sunnatullah ini digunakan untuk menjadi basis nilai dalam konstruksi akuntansi syariah. Ketika nilai nilai etika syariah ini menyatu dengan akuntansi syariah, maka informasi yang disampaikan adalah informasi yang mengandung nilai-nilai syariah. Informasi ini mnstimulus penggunanya untuk mengambil keputusan bisnis dan menciptakan realitas kehidupan (bisnis) yang sesuai dengan atau sarat dengan nilai-nilai syariah.

Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik, 1982. Tesis Weber dan Islam di Indonesia (ed) dalam “Agama, Etos Kerja, dan

(12)

Perkembangan Ekonomi. Jakarta: LP3ES.

Bertens, K.1997. Etika. Jakarta : Gramedia. Bertens, K. 2001. Perspektif Etika.

Yogyakarta : Kanisius

Darmaputera, Eka. 1989. Etika Sederhana Untuk Semua. Jakarta : BPK Gunung Mulia

Harahap, Sofyan Syafri, 1996. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Harahap, Sofyan S., Prof., Dr., Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam, Quantum Prima, jakarta, 2001. Kuntowijoyo, K. 1991. Paradigma Islam:

Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Penerbit Mizan.

Majdid, Nurcholish. 1987. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan. Bandung: Penerbit Mizan.

Syahath, Husain. 2001. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

Sofyan, Riyanto. 2011. Bisnis Syariah Mengapa Tidak? Pengalaman Penerapan Pada Bisnis Hotel. Jakarta : Percetakan PT Gramedia.

Triyuwono, Iwan. 2006. Akuntansi Syariah: Perspektif, Metodologi dan Teori. Jakarta: Rajawali Pers.

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data tentang kinerja guru melalui penggunaan model pembelajaran Student Team Achievement Divisions pada pelajaran Matematika dilakukan dengan

Pemberian motivasi biasanya akan diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja dan disiplin kerja yang baik sebagai pendorong bagi karyawan untuk tetap bekerja pada

Segala puji hanyalah milik Allah SWT semata yang telah memperkenankan penulis menyelesaikan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam bentuk tesis yang berjudul “ Model Investasi

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan penurunan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan

Ablasio retina dapat dihubungkan dengan malformasi congenital, sindrom metabolik, trauma mata (termasuk riwayat operasi mata), penyakit vaskuler, tumor  koroid,

dan eigen-vector melalui suatu vektor tak nol yang telah ditentukan sebelumnya secara sebarang. Dalam Tugas Akhir ini, akan diturunkan suatu teorema secara

Ada beberapa metode untuk melakukan pengujian ini, salah satu diantaranya adalah metode “dye test” seperti yang dilakukan oleh Noakes dan Sleigh (2009). Pengujian yang dimaksud

harta warisan dari almarhum P melainkan merupakan tanah kepemilikan dari Tergugat I sebagaimana bukti kepemilikan surat Tergugat I yaitu Sertifikat Hak Milik