• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONDISI CUACA PADA KERAGAAN TIGA VARIETAS PADI PADA MUSIM TANAM II DI INDRAMAYU NIKE ARYA SARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONDISI CUACA PADA KERAGAAN TIGA VARIETAS PADI PADA MUSIM TANAM II DI INDRAMAYU NIKE ARYA SARI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

NIKE ARYA SARI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

ABSTRAK

NIKE ARYA SARI. Pengaruh Kondisi Cuaca Pada Keragaan Tiga Varietas Padi Pada Musim

Tanam II Di Indramayu. Dibimbing oleh RINI HIDAYATI.

Produksi padi selalu menjadi topik penelitian yang menarik di Indonesia. Pengaruh cuaca terhadap produksi padi dimana dalam penelitian ini digunakan tiga varietas padi yang berbeda (Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang) pada dua waktu tanam yang berbeda di salah satu daerah produksi padi di Jawa Barat, yaitu Indramayu. Umur tanaman hingga panen pada masa tanam kedua lebih rendah daripada masa tanam pertama. Nilai heat unit konsisten pada dua waktu tanam untuk varietas Ciherang dan Inpari-13, yaitu 1002 Co hari untuk varietas Ciherang dan 970 Co hari untuk varietas Inpari-13. Tidak untuk varietas Inpari-10, heat unit pada masa tanam 1 sebesar 1013 Co hari dan pada masa tanam 2 sebesar 991 Co hari. Tinggi tanaman maksimum pada masa tanam 1 adalah 101,0 dan 115,3 cm pada masa tanam 2 dan memiliki hasil produksi sebesar 5,1 dan 6,8 ton/hektar yang berbeda diantara dua waktu tanam. Faktor cuaca yang berbeda pada dua waktu tanam adalah radiasi matahari yaitu 18,7 dan 19,3 MJ/m2/hari, dan kecepatan angin sebesar 96,2 dan 98 Km/hari pada masa tanam 1 dan 2. Pengaruh konsumsi air tanaman yang dihitung dengan menduga evapotranspirasi tanaman berdasarkan metode penman dan nilai koefisien tanaman berdasarkan FAO memiliki pengaruh yang berbeda, yaitu 549, 531, dan 548 mm untuk varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang. Hasil produksi berbeda dari tiga varietas yang berbeda, yaitu 5,9, 5,8, dan 6,1 ton/hektar untuk varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang.

(3)

ABSTRACT

NIKE ARYA SARI. The effect of Weather Condition on Physiological Aspect of Three Rice

Varieties In Indramayu. Supervised by RINI HIDAYATI.

Rice production always become subject of research interest in Indonesia. The effect of weather to rice production where studied in this research involving three different varieties (Inpari-10, Inpari-13 and Ciherang) in two different planting periodes in the main rice production field of West Java, ie. Indramayu. Crop age of harvesting time for second planting periodes is shorter than first planting periodes. Heat units value are consistence on the two planting periodes for Ciherang and Inpari-13 varieties, ie. 1002 Co day for Ciherang varieties and 1002 Co day for Inpari-13 varieties, but not for Inpari-10 varieties, the heat units in the first planting periodes is 1013 Co day and the second planting periodes is 991 Co day. The maximum crop height in the first planting periodes is 101,0 and 115, 3 cm at the second planting periodes and their production is 5,1 and 6,8 ton/hectare, were different between the two planting periodes. The weather factor which are different on the two periodes are solar radiation ie. 18,7 and 19,3 MJ/m2/day, and the wind speed is 96,2 and 98 Km/day at the first and second planting periodes. The effect of crop water consumption were calculated by crop evapotranspiration based of Penman method combined with FAO crop coefficient is likely responsible for the difference ie. 549, 531, and 548 mm for Inpari-10, Inpari-13 and Ciherang varieties. The productivity of the three different varieties were different, ie. 5.9, 5.8, and 6,1 ton/hectare for Inpari-10, Inpari-13 and Ciherang varieties.

(4)

PENGARUH KONDISI CUACA PADA KERAGAAN TIGA VARIETAS

PADI PADA MUSIM TANAM II DI INDRAMAYU

NIKE ARYA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Mayor Meteorologi Terapan

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Kondisi Cuaca Terhadap Keragaan Tanaman Padi Pada

Musim Tanam II Di Indramayu

Nama

: Nike Arya Sari

NIM

: G24070047

Disetujui

Pembimbing

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.

NIP. 19600305 198703 2 002

Diketahui

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.

NIP. 19600305 198703 2 002

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang penulis pilih dalam karya ilmiah ini adalah “Pengaruh Kondisi Cuaca Pada Keragaan Tiga Varietas Padi Pada Musim Tanam II di Indramayu”.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada Allah SWT, Ibunda tercinta Jalmaini, adik yang penulis sayangi Ridwan, serta kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. Selaku dosen pembimbing.

2. Pemerintah Provinsi Jambi yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis. 3. Bapak Ir. Impron, M.Agr. Sc. dan Bapak Ir. Yon Sugiarto, M.Sc. selaku dosen penguji yang

telah banyak memberi masukan untuk menyempurnakan tulisan ini dan menjadi pembimbing selama penulis melakukan penelitian di lapangan.

4. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl., selaku dosen pembimbing selama penulis melakukan penelitian di lapangan dan menjadi pembimbing bagi penulis dalam pembuatan alat penelitian.

5. Bapak Taufik selaku dosen pembimbing selama penulis melakukan penelitian di lapangan. 6. Keluarga besarku (Tante Evi, Tante Yulidar, Apak Dahlim, Om Kholis, Ino, Puyang,

Nenek Koyai, Antan, Ninik, Mamak, Eka, Faizah, Edo, Indra, Elda, dll) atas dukungan dan motivasi serta semangat yang tak pernah bosan diberikan kepada penulis.

7. Bapak Ujang dan keluarga besar Bapak Mustauqid yang telah banyak membantu penulis selama penelitian di lapangan.

8. Teman-teman GFM 44 (Tri, Iyut, Tika, Amin, Dimas, Loris, Iwan, Syamsu, Winda, Pasha, Fitri, Anis, Nanas, Riri, Azim, Eka, Nedy, Ii, Naren, Wiwid, Bems, Nunu, Pepew, Rini, Tetet, Sriyo, Sigit, Resa, Yasmin, Afdal, Wari, Harryade, Dila, Firda, Adi R, Adi, Anto, Aci, Blake, Rendra, Nurwahyudi, Fajar, Cristian, dll) terimakasih atas cerita indah kebersamaan yang sudah penulis lewati selama masa studi di GFM

9. Teman-teman WJ (Feri, Ana, Santi, Atik, Nita, Dila, Tipa, Endang, Mba Teo, Mba Ririn, Mba Reril) atas semangat, kekeluargaan, dan keceriaan selama tinggal bersama.

10. Keluarga besar LAWALATA-IPB atas pengalaman, kebersamaan, kekeluargaan, dan semangat yang penulis rasakan sejak pertama bergabung.

11. PK Brothers (Bang Andri, Bergas, Faisal, Feri, Fani, Riza, Mufti) atas kritik, nasehat dan kebersamaan serta persaudaraan yang tak pernah putus hingga kapanpun.

12. Bidadari-bidadari centil (Bibitil); Maya, Soraya, Eza, Dwi, Sari, dan Mba Darmi atas nasehat dan semangat serta menjadi tempat berbagi senang dan sedih walaupun jarak memisahkan.

13. Kak Yudi dan Kak Jubir, atas semua masukan dan nasehat yang membangun serta menjadi tempat penulis berkeluh kesah selama penulis di IPB.

14. Bang Saburo, atas semua nasehat, motivasi dan semangat, serta menjadi peran pengganti Ayah bagi penulis sejak pertama kenal.

15. Seluruh kakak kelas dan adik kelas GFM.

Semoga semua bantuan yang diberikan kepada penulis, mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulias sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki segala kekurangan tersebut. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jambi, Provinsi Jambi, pada tanggal 14 Januari 1990 dari ayahanda Alfian dan Ibunda Jalmaini. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Pada tahun 2001 hingga 2004 penulis sekolah di SMP Negeri 3 Batang Hari hingga lulus, dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Batang Hari. Lulus SMA pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa pada Program Studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB sebagai Program Studi Mayor, melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Provinsi Jambi. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam tiga organisasi, yaitu Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam Intstitut Pertania Bogor (LAWALATA-IPB), Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) tahun 2008-2009, dan Himpunan Mahasiswa Daerah Jambi (HIMAJA) hingga saat ini. Tahun pertama di IPB penulis sudah aktif di LAWALATA-IPB hingga saat ini, dan pernah melakukan Studi Konservasi Bekantan di Pulau Kaget, Kalimantan Selatan pada tahun 2008, serta melakukan beberapa kegiatan alam bebas lainnya. Selain aktif dalam organisasi, pada tahun 2010 penulis diberi kesempatan magang di Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Bandung selama satu bulan pada bagian Pemodelan Iklim.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 1

2.1. Cuaca Lokasi Penelitian ... 1

2.2. Tanaman Padi ... 1

2.2.1. Morfologi Tanaman Padi ... 1

2.2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi ... 2

2.2.3. Syarat Tumbuh ... 3

2.3. Hubungan Cuaca Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 3

2.3.1. Curah Hujan ... 3

2.3.2. Radiasi Surya ... 3

2.3.3. Suhu ... 4

2.3.4. Kelembaban Relatif... 4

2.4. Konsumsi Air Tanaman Padi ... 5

2.5. Neraca Air ... 5

2.5.1. Evapotranspirasi ... 5

2.5.2. Pendugaan Evapotranspirasi ... 6

2.6. Heat Unit ... 6

III. METODOLOGI ... 7

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 7

3.2. Bahan dan Peralatan ... 7

3.2.1 Alat ... 7

3.2.2 Bahan ... 7

3.3. Metode Penelitian ... 7

3.3.1. Pengambilan Data ... 7

3.3.2. Analisa Data Penelitian ... 7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

4.1. Karakteristik Lokasi Penelitian ... 9

4.2. Cuaca di Lokasi Selama Periode Penelitian ... 9

4.3. Pertumbuhan Tanaman Padi ... 10

4.2.1 Tinggi Tanaman ... 11

(9)

4.2.3 Komponen Hasil ... 13

4.4. Cuaca dan Pertumbuhan Tanaman ... 13

4.4.1. Intensitas Radiasi ... 13

4.4.2. Suhu ... 14

4.4.3. Kelembaban Relatif... 15

4.5. Konsumsi Air Tanaman Padi ... 16

4.6. Heat Unit ... 17

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 17

5.1. Simpulan ... 17

5.2. Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Deskripsi tanaman padi varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang (Suprihatno et al. 2009) 2

2 Nilai koefisien tanaman (Kc) berdasarkan umur menurut FAO ... 6

3 Heat Unit dua varietas padi berbagai fase pertumbuhan pada ketinggian 30 mdpl (Handoko et al dalam Algas Project 1997) ... 6

4 Akumulasi Heat Unit pada setiap fase pertumbuhan padi ... 13

5 Konsumsi air tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan pada 2 waktu tanam ... 16

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Profil tanaman padi (Sumber: Sanabeltrading. Biz 2011) ... 2 2 Fase utama pertumbuhan tanaman padi dan lama hari setiap fase (sumber: IRRI 2011) ... 2 3 Kebutuhan air pada setiap fase tumbuh tanaman pangan (sumber: Vergara 1976) ... 4 4 Skema neraca air pada lahan sawah beririgasi (sumber: Yoshida 1981 dengan modivikasi dalam Suhartatik et al. 2008) ... 6 5 Pola rata-rata harian 5 unsur cuaca (suhu, RH, kecepatan angin, intensitas radiasi dan curah hujan) dari tanggal 27 Maret hingga 31 Juli 2011 ... 9 6 pertumbuhan tinggi tanaman padi (Ket: V1 : Inpari-10; V2 : Inpari-13; V3 : Ciherang; W1 : Tanam 1; dan W2 :Tanam 2) ... 11 7 Pertumbuhan jumlah anakan tanaman padi (Ket: V1 : Inpari-10; V2 : Inpari-13; V3 : Ciherang; W1 : Tanam 1; dan W2 :Tanam 2) ... 11 8 Jumlah anakan padi ... 12 9 Persentase jumlah anakan bermalai dan anakan berproduksi dari jumlah anakan maksimum

(Ket : V1 : Inpari-10; V2 : Inpari-13; V3 : Ciherang; W1 : Tanam 1; dan W2 : Tanam 2) .... 12 10 Hubungan intensitas radiasi dengan tinggi dan jumlah anakan tanaman padi pada dua waktu

tanam ... 14 11 Hubungan suhu dengan tinggi dan jumlah anakan padi pada dua waktu tanam ... 15 12 Hubungan kelembaban relatif dengan tinggi tanaman padi pada dua waktu tanam ... 15

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kondisi lapangan tempat penelitian ... 21

2 Peta lokasi penelitian ... 21

3 Tanaman padi saat primordia... 22

4 Hasil pengukuran tinggi tanaman padi pada waktu tanam 1 ... 22

5 Hasil pengukuran jumlah anakan tanaman padi pada waktu tanam 1 ... 22

6 Hasil pengukuran jumlah anakan produktif tanaman padi pada waktu tanam 1 ... 23

7 Hasil pengukuran tinggi tanaman padi pada waktu tanam 2 ... 23

8 Hasil pengukuran jumlah anakan tanaman padi pada waktu tanam 2 ... 23

9 Hasil pengukuran jumlah anakan bermalai tanaman padi pada waktu tanam 2 ... 24

10 Tabel komponen hasil panen padi pada waktu tanam 1... 24

11 Tabel komponen hasil panen padi pada waktu tanam 2... 25

12 Tabel hasil pengukuran cuaca dan perhitungan etc pada 2 periode penanaman. ... 26

13 Foto-foto kegiatan ... 31

14 Foto-foto pertumbuhan tanaman... 32

15 Foto hama tanaman selama periode tanam ... 33

16 Kerusakan akibat hama tikus ... 34

(13)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Padi merupakan bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya tercukupi sepanjang tahun karena sebagian besar penduduk Indonesia memilih beras sebagai

bahan makanan pokok. Peningkatan

pengembangan padi sawah harus dilakukan terkait kebutuhan konsumsi beras.

Pertanian sangat erat hubungannya dengan kondisi lingkungan, khususnya cuaca. Secara fisiologis, hampir semua unsur cuaca berpengaruh dan dibutuhkan oleh tanaman, walaupun sebagian diantaranya tidak dominan pengaruhnya, khususnya di Indonesia sebagai daerah tropik. Bey (1991) mengatakan bahwa curah hujan, radiasi surya, suhu, kelembaban dan angin secara umum berperanan terhadap pertumbuhan tanaman padi. Selain itu cuaca juga dapat mempengaruhi total energi panas yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman selama musim tanam (Esparza et al. 2007).

Peningkatan produktivitas padi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya menentukan waktu tanam yang tepat serta memilih varietas unggul yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan berdaya hasil tinggi. Penentuan waktu tanam yang tepat dapat

dilakukan berdasarkan kecukupan

ketersediaan air bagi tanaman selama pertumbuhan tanaman. Pengetahuan mengenai jumlah energi panas yang dibutuhkan oleh tanaman bermanfaat untuk memperkirakan umur tanaman pada kondisi suhu tertentu. Hal ini karena perubahan suhu lingkungan menurut Sutcliffe (1979 dalam Polii 2003) dapat menyebabkan perubahan suhu tanaman sehingga dapat mempengaruhi aktifitas metabolisme tanaman.

Sebagian besar petani menurut Subagyono

et al. (2004) menerapkan irigasi dengan

prinsip mengairi lahannya dengan volume air

sebanyak mungkin tanpa menghiraukan

kebutuhan air tanaman, begitu pula petani di Kabupaten Indramayu, khususnya di desa

Langgeng sari. Desa Langgeng Sari

merupakan daerah dataran rendah yang memiliki suhu dan radiasi tinggi dan kebutuhan air tanaman dipenuhi dengan bantuan air irigasi. Oleh karena itu untuk mengetahui jumlah air yang harus disediakan untuk irigasi lahan pertanian, informasi kebutuhan air tanaman sangat diperlukan.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisa pengaruh cuaca terhadap pertumbuhan tanaman padi.

2. Menghitung konsumsi air tanaman padi dalam bentuk evapotranspirasi tanaman. 3. Menghitung jumlah satuan panas (Heat

Unit) tanaman padi.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca Lokasi Penelitian

Luas wilayah Kabupaten Indramayu

kurang lebih 204,01 Ha dengan 41,9% merupakan tanah sawah dan secara geografis terletak diantara 1070 52’-1080 36’ BT dan 60 15’-60 40’ LS. Keadaan topografi di wilayah

Kabupaten Indramayu pada umumnya landai dengan kemiringan tanah rata-rata 0-2%. Musim hujan di Kabupaten Indramayu berlangsung pada bulan Oktober – Maret dan kemarau pada bulan April-September dengan curah hujan rata-rata pertahun berkisar 1.418-1.587 mm dan jumlah hari hujan 75-91 hari.

Kabupaten Indramayu termasuk daerah dengan tipe iklim D (iklim sedang) dengan suhu udara harian sekitar 22,9-30oC, suhu maksimum mencapai 32 oC dan minimum 22

oC. Kelembaban udara di Kabupaten

Indramayu sekitar 70-80%. Berdasarkan tinjauan sumberdaya lahan oleh Bakosurtanal

tahun 1990, sebagaian besar daerah

Indramayu bagian utara mempunyai

klasifikasi agroklimatik kering musiman 5-8 bulan pertahun dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm/bulan. (Anonim 2011

)

2.2. Tanaman padi

2.2.1 Morfologi Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang menghasilkan pati berupa karbohidrat dan termasuk kelompok serealia yang dapat hidup dalam kisaran iklim yang lebih luas dari serealia lainnya (Robertson 1975 dalam Farhan 1999). Padi menyebar dari Asia Tenggara ke kawasan lainnya dan telah dibudidayakan diseluruh Asia, Afrika, Eropa,

dan Amerika Latin. Berdasarkan sifat

morfologi, padi digolongkan atas dua sub jenis, yaitu Indica dan Japonica. Japonica adalah jenis padi yang lengket dan berbulir kecil, sementara indica adalah padi yang tidak lengket dan berbulir panjang.

Oryza sativa merupakan spesies padi yang

dibudidayakan di Asia. Padi dari spesies jenis Japonica memiliki respon yang tinggi

terhadap suhu sehingga mengakibatkan

(14)

Tabel 1. Deskripsi tanaman padi varietas Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang (Suprihatno et al. 2009).

Parameter Varietas

Inpari-10 Inpari-13 Ciherang

Asal persilangan 2* S487b - 5/ IR19661// 2*IR64 OM606.IR18348 – 36 – 3 - 3 IR18349 – 53 – 1 - 3 – 1 - 3/3*IR19661 – 131 – 3 – 1 - 3//4*IR64 Tahun di lepas 2009 2009 2000

Umur tanaman 108-116 Hari 103 Hari 116-125 Hari

Anakan produktif 17-25 Batang 17 Batang 13-17 Batang

Tinggi tanaman 100-120 cm 101 cm 107-115 cm

Bobot 1000 butir 27,7±0,76 gram 25,2 gram 28 gram

Potensi hasil 7,0 Ton/hektar 8,0 Ton/hektar 8,5 Ton/hektar

umur lebih pendek dan produksi lebih rendah di kawasan tropis (Yoshida 1984 dalam Farhan 1999). Dalam perjalanan evolusi padi, Chang (1976) menyimpulkan bahwa O. sativa mengalami perubahan-perubahan morfologik dan fisiologik selama proses pembudidayaan, proses-proses tersebut meliputi ukuran daun yang menjadi lebih besar, lebih panjang, dan lebih tebal. Jumlah daun juga menjadi lebih banyak dan laju pertumbuhan tanaman lebih cepat. Jumlah cabang-cabang sekunder pada malai juga lebih banyak, bobot gabah lebih tinggi, laju pertumbuhan bibit lebih cepat,

anakan menjadi lebih banyak, dan

pembentukan malai lebih sinkron dengan perkembangan anakan. Selain itu pengisian gabah menjadi lebih lama, tetapi kemampuan

untuk membentuk rizoma berkurang,

dormansi lebih pendek, dan kurang peka terhadap panjang hari.

Gambar 1 Profil Tanaman Padi (Sumber: sanabeltrading.biz 2011).

Berbagai varietas unggul yang

dikembangkan sekarang merupakan hasil persilangan antara spesies Indica dan Japonica (Manurung dan Ismunadji 1988). Varietas Ciherang, Inpari-10, dan Inpari-13 merupakan tiga varietas padi dari hasil persilangan tersebut. Varietas Ciherang, Inpari-10 dan Inpari-13 merupakan varietas padi sawah dan

deskripsi padi masing-masing varietas yang digunakan dijelaskan pada Tabel 1.

2.2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi

Pertumbuhan tanaman padi dibagi

kedalam tiga fase (Suhartatik et al. 2009) yaitu, fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial),

fase reproduktif (primordia sampai

pembungaan) dan fase pematangan

(pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah bobot, dan luas daun. Lama fase ini beragam, yang

menyebabkan adanya perbedaan umur

tanaman.

Gambar 2 Fase utama pertumbuhan tanaman padi dan lama hari tiap fase (sumber : IRRI, 2011).

Fase reproduktif ditandai dengan

memanjangnya beberapa ruas teratas batang

tanaman, berkurangnya jumlah anakan

(matinya anakan tidak reproduktif),

munculnya daun bendera, bunting dan

pembungaan. Inisiasi primordia malai

biasanya dimulai 30 hari sebelum heading (keluarnya bunga atau malai) dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang yang berlanjut terus sampai berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas.

(15)

Didaerah tropis kebanyakan varietas padi umumnya memiliki lama fase reproduktif selama 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan (umur) biasanya ditentukan oleh lamanya fase vegetatif (Gambar 2).

2.2.3. Syarat Tumbuh

Padi (Oryza Sativa) dapat tumbuh baik pada lingkungan yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air, yaitu didaerah tropis dan subtropis. Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu selama pertumbuhan 19–29 oC, dan memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Suhu udara mempengaruhi fotosintesis dan respirasi tanaman. Nishiyama dan Tanaka (1976 dalam Suhartatik et al. 2008) menyimpulkan bahwa suhu optimal untuk berlangsungnya proses fotosintesis adalah 25-33 oC. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan padi adalah 200 mm perbulan dengan distribusi selama empat bulan. Penanaman padi baik dilakukan pada tanah sawah dengan kandungan fraksi pasir, debu, dan lempung dengan perbandingan tertentu dan dengan jumlah hari yang cukup (Suhartatik et al. 2009; Suhartatik et al. 2008).

2.4. Hubungan Cuaca Terhadap Pertumbuhan Tanaman

2.4.1 Curah hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman, baik langsung (pada lahan kering) ataupun tidak (lahan beririgasi). Besarnya curah hujan di suatu wilayah berbeda-beda. Di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah mm. Tanaman padi sepenuhnya tergantung pada curah hujan, sehingga baik jumlah maupun distribusinya sangat penting. Curah hujan yang rendah selama masa pertumbuhan akan menurunkan hasil. Riset IRRI dan percobaan lain menunjukkan bahwa distribusi curah hujan

juga merupakan faktor penting yang

mempengaruhi hasil, bahkan pada daerah dengan curah hujan tahunan 2000 mm (De Datta dan Vergara 1975).

Secara fisiologis air merupakan kebutuhan fital bagi tanaman, adapun peran air antara lain (Bey 1991) :

1. Bagian terbesar dari protoplasma dan lebih dari 90% berat tanaman segar adalah air, 2. Sebagai pelarut berbagai senyawa / bahan

kimia yang ikut dalam proses fisiologis, 3. Merupakan bagian langsung atau substrat

dalam reaksi kimia atau proses fisiologis tanaman,

4. Berfungsi sebagai mobilator beberapa bahan / senyawa kimia,

5. Merupakan regulator / pengendali suhu jaringan melalui mekanisme penyerapan – pengaliran – transpirasi dalam sistem tanah – jaringan tanaman – atmosfer. Air mempunyai panas jenis / kapasitas panas yang tinggi sehingga dapat menyerap dan menahan panas lebih efektif dibandingkan senyawa lainnya dalam jaringan tanaman

2.4.2. Radiasi Surya

Radiasi surya merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan tanaman dan sangat mempengaruhi suhu dan evapotranspirasi (Gupta dan O’toole 1986). Yoshida (1981 dalam Suhartatik et al. 2008) menyebutkan bahwa bila terjadi kekurangan radiasi surya pada tanaman padi pada fase reproduktif dapat mengurangi jumlah gabah. Pada stadia

pemasakan gabah dapat mengurangi

persentase gabah isi sehingga secara keseluruhannya dapat mengurangi hasil

tanaman. Pada tanaman, energi surya

mempunyai tiga efek penting dalam proses fisiologis, yaitu (Bey 1991) :

1. Efek panas yang mempengaruhi

pertukaran panas (suhu) jaringan dan lingkungan, proses transpirasi, respirasi, reaksi biokimia dalam fotosintesa dan metabolisme lainnya,

2. Efek fotokimia, yaitu pada proses fotosintesa,

3. Efek morfogenetik yang berperan sebagai regulator dan stimulan dalam berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman (pertunasan, pembungaan, dan pematangan)

Menurut Best (1962 dalam Bey 1991) pengaruh radiasi surya pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi proses foto-energi yaitu fotosintesis, dan proses fotostimulus

yaitu proses penggerakan dan proses

pembentukan (Pemanjangan batang, perluasan daun, pembentukan pigmen, dan sebagainya). Setiap jenis tanaman membutuhkan energi surya dalam kisaran tertentu. Tanaman menggunakan radiasi surya pada spektrum 100 – 700 nm yang dikenal dengan PAR (Photosynthetically Active Radiation) untuk

melangsungkan fotosintesis. Efisiensi

penggunaan radiasi surya oleh tanaman kurang dari 5 % dari energi yang diserap tanaman. Pada umumnya laju pertumbuhan tanaman akan meningkat dengan makin tinggi intensitas radiasi surya dalam kisaran tersebut.

Di

Indonesia intensitas radiasi diterima relatif rendah, antara 340-450 kal/cm2/hari

(16)

namun radiasi surya yang rendah tidak membatasi hasil padi, dan radiasi yang tinggi didaerah savana justru menurunkan hasil karena adanya stress air. Radiasi surya yang tinggi tidak diinginkan untuk produksi padi didaerah-daerah bercurah hujan rendah. Venkateswarlu dan Visperas (1987 dalam

Humaerah 2002) menyatakan bahwa

intensitas radiasi yang rendah dapat

mempengaruhi jumlah spiklet melalui

pengaruhnya terhadap pertumbuhan pada fase vegetatif dan pengaruh langsung terhadap pembentukan spiklet.

2.4.3. Suhu

Suhu merupakan indikasi jumlah energi panas yang terdapat dalam suatu sistem atau massa. Suhu mempengaruhi tanaman melalui

pengaruhnya pada laju proses-proses

metabolisme, selain itu pengaruh suhu juga terlihat pada perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ produktif, pematangan buah dan umur tanaman. Peningkatan suhu

akan mempercepat proses biokimia

fotosintesa dan perkembangan tanaman dan mempercepat proses respirasi. Respirasi dibatasi sebagai oksidasi karbohidrat menjadi CO2 dan H2O. (Bey 1991 dan Handoko 1988)

Reddy et al. (1999 dalam Esparza et al. 2007) mengatakan bahwa suhu merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman serta menentukan panjang fase pertumbuhan. Pengaruh suhu pada pertumbuhan tanaman bervariasi tergantung pada tahap pertumbuhan tanaman. Fase yang paling peka pada suhu rendah pada tanaman padi yaitu pada saat 14-17 hari sebelum bunting dan juga peka pada saat pembungaan (Bey 1991). Bey (1991) juga menyatakan bahwa jika suhu tinggi melebihi suhu maksimum yang dapat ditolerir tanaman akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman.

Pada tanaman padi jika suhu melebihi 35 oC dapat mengakibatkan kehampaan gabah. Suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi padi berbeda-beda pada setiap fase

pertumbuhannya. Suhu pada fase

perkecambahan adalah 22-31oC,

perkembangan akar 25-28 oC, pembentukan anakan 25-31oC, inisiasi bunga 24-29oC, antesis 30-33oC, pemasakan biji 20-25oC, fase reproduktif 22-31oC, dan jumlah malai menurun dengan meningkatnya suhu. Suhu yang rendah pada saat tanaman berbunga menyebabkan akar tanaman akan terganggu, sehingga dapat mengganggu serapan hara dari dalam tanah (Gupta dan O’toole 1986 dan Venkataraman 1987 dalam Humaerah 2002).

Suhu yang tinggi akan mempercepat

kematangan jaringan. Suhu optimum untuk pertumbuhan padi adalah 21oC selama peridoe 25 hari setelah masa berbunga merata. Suhu optimum berbeda pada saat siang dan malam hari, suhu optimum selama 15 hari sesudah berbunga merata adalah 29 oC pada siang dan 19 oC pada malam hari (Murakami 1973

dalam Humaerah 2002).

2.4.4. Kelembaban Relatif

Kelembaban dan angin lebih banyak pengaruhnya secara tidak langsung terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain

menstimulasi perkembangan hama atau

penyakit, kelembaban mempengaruhi tanaman melalui proses fisik, antara lain laju transpirasi yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, kesetimbangan energi dan suhu. Secara langsung kelembaban berperan dalam proses pembungaan, khususnya proses persarian. Kelembaban udara dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi tanaman padi,

proses tersebut dapat berlangsung

(17)

secara optimal pada kelembaban relatif antara 50-90% (Las 1982). Kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan kekeringan pada tanaman akibat transpirasi yang tinggi, sedangkan apabila terlalu tinggi dapat mengganggu persarian akibat menggumpalnya tepung sari (Tanaka 1976 dalam Suhartatik et

al. 2008)).

2.4. Konsumsi Air Tanaman Padi

Tanaman padi membutuhkan air yang

volumenya berbeda untuk setiap fase

pertumbuhan. Variasi kebutuhan air

tergantung juga pada varietas padi dan sistem pengelolaan lahan sawah. Varietas padi akan tumbuh baik pada lingkungan dengan curah hujan terbatas dan merupakan tanaman ideal, apabila : 1) pertumbuhan tanaman sesuai dengan ketersediaan air yang memungkinkan tanaman terhindar dari kekeringan pada akhir pertumbuhan, 2) potensi hasil tinggi pada lingkungan yang cocok serta tanaman tidak terlalu tinggi dan indeks panen tinggi, 3) toleran terhadap kekeringan dan mampu mempertahankan kehijauan tanaman selama kekeringan (Fukai 1998).

Vergara (1976) menyatakan bahwa

peranan air sangat penting pada saat

pembentukan anakan dan awal fase

pemasakan, sebaliknya bila terjadi pada akhir fase vegetatif dan akhir fase pemasakan

(Gambar 3). Kebutuhan air tanaman

dipengaruhi oleh iklim dan tanah. Faktor cuaca seperti radiasi surya, suhu, jelajah angin dan kelembaban udara menentukan evaporasi. Kebutuhan air tanaman umunya meningkat dengan semakin tua tanaman tersebut sampai mencapai pertumbuhan vegetatif maksimum dan kemudian menurun kembali sampai panen. Kebutuhan air tanaman berkisar antara 60 mm pada awal pertumbuhan sampai 120 mm pada pertumbuhan paling aktif (Oldeman

dalam Bey 1991).

2.5. Neraca Air

Nasir (1993) mendefinisikan neraca air sebagai selisih antara jumlah air yang diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman beserta tanah melalui evapotranspirasi. Sedangkan Ayoade (1983) menyimpulkan bahwa neraca air adalah suatu ungkapan kuantitatif dari siklus hidrologi dan berbagai komponennya di atas suatu daerah yang spesifik pada periode tertentu. Persamaan neraca air secara umum adalah :

CH + I = ETP + r + p + dKAT

Keterangan :

CH = Curah Hujan (mm)

I = Irigasi (mm)

ETP = Evapotranspirasi Potensial (mm)

r = runoff

dKAT = Perubahan kadar air tanah (mm) Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa neraca air merupakan perimbangan antara masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode waktu tertentu. Neraca air dapat dibuat pada selang waktu harian,

mingguan, bulanan maupun musiman

tergantung kebutuhan. Komponen neraca air meliputi curah hujan, irigasi, intersepsi tajuk, infiltrasi, kadar air tanah dan limpasan permukaan serta komponen lainnya (Handoko 1994).

2.5.1. Evapotranspirasi

Tiga istilah evaporasi yang sering digunakan di dalam studi agroklimatologi adalah (1) evaporasi, yang menggambarkan jumlah air menguap dari permukaan air langsung ke atmosfir (misalnya dari danau dan sungai), (2) evapotranspirasi aktual (ETa), yang menggambarkan jumlah air pada permukaan tanah bervegetasi yang berubah menjadi uap air pada kondisi normal, dan (3) evapotranspirasi potensial (ETp) adalah kehilangan air yang terjadi untuk memenuhi kebutuhan vegetasi yang terjadi pada saat kondisi air tanah jenuh (Xu and Chen 2005).

Evapotranspirasi merupakan banyaknya air yang hilang pada permukaan lahan dan ditambah air yang hilang melalui tanaman (Arsyad 1983). Ada beberapa hal yang

mempengaruhi evaporasi, antara lain

(Wisnubroto et al. 1986):

a. Kecepatan angin : semakin cepat

kecepatan angin, maka semakin besar penguapan.

b. Suhu : semakin tinggi suhu, semakin besar penguapan.

c. Kelembaban relatif : udara yang semakin besar kelembaban relatif, penguapan yang terjadi semakin besar.

Kadar air tanah yang berkurang hingga

mencapai titik layu permanen akan

mempengaruhi laju transpirasi, sedangkan laju evapotranspirasi menurun saat kadar air tanah lebih rendah dari titik layu permanen. Saat kadar air tanah mendekati kapasitas lapang laju transpirasi tidak terpengaruh secara nyata, tetapi pada saat tanah jenuh oleh air hingga melewati kapasitas lapang pertumbuhan dapat terganggu (Haridjaja et al. 1990).

(18)

Gambar 4 Skema neraca air pada lahan sawah beririgasi (sumber : Yoshida, 1981 dengan modivikasi dalam Suhartatik et al. 2008))

2.5.2. Pendugaan Evapotranspirasi

Beberapa metode pendugaan ETp yang sering digunakan adalah metode Thornthwaite (1948, 1951), Priestly-Taylor (1972), Blaney Criddle, Penman, evaporasi panci (Doorenbos and Pruitt, 1977), Brutsaert dan Stricker (1979), Morton (1983), dan Penman-Monteith (Allen et al. 1998). Metode tersebut dirumuskan berdasarkan parameter iklim daerah sub tropis yang sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia. Jensen et al. (1990) telah

menguji-cobakan dua puluh persamaan

pendugaan ETp berdasarkan peubah iklim dan menyatakan bahwa metode Penman-Monteith merupakan yang terbaik sedangkan Lee et al. (2004) menyebutkan, bahwa metode terbaik yang digunakan untuk menghitung estimasi evapotranpirasi adalah Penman-Monteith, Blaney-Criddle dan Pan.

Pendugaan evapotranspirasi potensial

dengan metode Penman - Monteith

menggunakan beberapa parameter cuaca. Parameter cuaca yang digunakan adalah radiasi surya, kecepatan angin pada ketinggian 2 meter, suhu udara, dan kelembaban relatif. Setelah evapotranspirasi potensial tanaman diketahui, dapat diduga besar kebutuhan air

tanaman dengan menghitung nilai

evapotranspirasi tanaman (ETc) dengan

menggunakan nilai koefisien tanaman

berdasarkan umur tanaman. Koefisien

tanaman dapat dibedakan dalam empat tingkatan (Susilawati 2004):

I. Tingkatan awal (initial stage) dari awal tanam sampai permukaan tanah ditutupi tanaman (Sc) sekitar 10 %.

II. Tingkatan pertumbuhan tanaman (crop

development stage) yaitu dari Sc = 10 %

sampai Sc = 70 – 80 %.

III. Tingkatan pertengahan (mid-season stage) yaitu dari Sc = 70 – 80 % sampai tanaman dewasa.

IV. Tingkatan akhir (late season stage) yaitu dari tanaman dewasa sampai berbuah atau panen.

Koefisien tanaman untuk padi menurut

FAO (1979 dalam Susilawati 2004)

ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai koefisien tanaman (Kc) berdasarkan umur menurut FAO (1979 dalam Susilawati, 2004) Umur (Bulan) Kc 0,5 1,1 1 1,1 1,5 1,1 2 1,1 2,5 1,05 3 1,05 3,5 0,95 4 0 2.6 Heat Unit

Heat Unit adalah ukuran jumlah energi

panas tanaman yang terakumulasi selama

musim tanam dan digunakan untuk

menggambarkan perkembangan tanaman

(Peng et al. 1989 dalam Esparza et al. 2007). Newman and Blair (dalam Ismail et al. 1981) menyatakan bahwa Heat Unit merupakan hubungan antara laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan akumulasi suhu rata-rata harian di atas suhu dasar. Tabel 3. Heat Unit dua varietas padi berbagai

fase pertumbuhan pada ketinggian 30 mdpl (Handoko et al. 1994 dalam Algas Project 1997)

Fase

Pertumbuhan IR-64 Ciliwung

S – T 230 230

T – Pr 310 310

Pr – Pn 440 540

Jumlah 980 1080

Ket : S = Semai; T = Tanam; Pr = Primordia; Pn = Panen

Nilai Heat Unit atau disebut juga Degree

Day pada hari tertentu dihitung dari suhu

maksimum dan suhu minimum harian. Peng et

al. (1989 dalam Ezparza et al. 2007)

mengatakan bahwa, konsep Heat Unit dihasilkan dari pengamatan bahwa tanaman tidak dapat tumbuh dibawah suhu dasar tanaman. Suhu dasar adalah suhu minimum dimana tanaman tidak dapat berkembang.

(19)

Handoko et al. (1994 dalam Algas Project 1997) menyebutkan bahwa suhu dasar tanaman padi untuk daerah tropis adalah sebesar 17 0C.

Konsep Heat Unit menurut Bey (1991) didasarkan pada kebutuhan total energi panas oleh tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan

dan juga diasumsikan bahwa terdapat

hubungan linear antara pertumbuhan tanaman dan suhu. Menurut Baharsyah dalam Bey

(1991), konsep Heat Unit memiliki

kelemahan, yaitu adanya perbedaan suhu dasar tanaman pada setiap tahap pertumbuhan, dan tidak mempertimbangkan variasi kisaran suhu diurnal yang sering menentukan dalam pertumbuhan tanaman daripada suhu rataan.

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari – September 2011. Pembuatan alat dilakukan di laboratorium instrumentasi Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB pada bulan Februari hingga Maret. Penanaman padi pertama dilakukan pada tanggal 16 April 2011 dan tanam ke II pada tanggal 28 April 2011. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Langgeng

Sari, Kecamatan Lelea, Kabupaten

Indramayu, Jawa Barat pada lahan irigasi teknis bagian ujung. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Klimatologi GFM-FMIPA-IPB.

3.2. Bahan dan Peralatan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : multimeter, logger, sangkar cuaca (sensor radiasi surya, temperatur bola basah, temperatur bola kering), anemometer, penakar hujan manual / ombrometer, gelas ukur,

Camera Digital, penggaris kayu, alat tulis,

seperangkat komputer dengan aplikasi

Microsoft office dan costat, dan Grain Moisture Meter.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

 Bibit padi varietas Ciherang, Inpari-10, dan Inpari-13 (Sumber : Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi)

 Data curah hujan, radiasi surya, suhu bola basah, suhu bola kering, dan kecepatan angin lokasi penelitian bulan Maret-Agustus 2011

3.2.3 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dua faktorial. Perlakuan penelitian adalah waktu tanam (petak utama) dan varietas padi (anak petak). Setiap varietas dan waktu tanam dilakukan tiga kali ulangan dengan setiap kali ulangan diambil 4 sampel tanaman padi pada tiga titik pengamatan.

3.3 Metoda Penelitian 3.3.1 Pengambilan Data

Pengambilan dan pengukuran data

penelitian dilakukan di lapangan. Data yang diukur di lapangan adalah data pertumbuhan tanaman padi, meliputi: tinggi tanaman dari permukaan tanah hingga daun terpanjang (cm) dan jumlah anakan. Unsur cuaca yang diukur di lapangan adalah curah hujan, kecepatan angin, radiasi surya, dan suhu udara.

Pengukuran pertumbuhan tanaman padi

dilakukan satu minggu sekali. Pengukuran curah hujan dilakukan setiap hari, mulai tanggal 20 Maret 2011 hingga bulan Juli 2011. Pengukuran radiasi surya, suhu bola basah dan suhu bola kering dilakukan setiap 10 menit setiap hari dimulai dari tanggal 27 Maret 2011.

3.3.2 Analisa Data Penelitian a. Pertumbuhan Tanaman Padi

Data yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa pertumbuhan tanaman padi adalah tinggi dan jumlah anakan tanaman padi dari awal tanam hingga panen. Laju

pertumbuhan tanaman dihitung dengan

menggunakan rumus :

r = Pt – Pt-1 Keterangan :

Pt : Tinggi tanaman minggu ke-t (cm)

Pt-1 : Tinggi tanaman minggu ke t-1 (cm)

r : Laju pertumbuhan tanaman (cm/minggu)

b. Curah hujan

Curah hujan (CH) diukur menggunakan wadah berbahan plastik dengan jari-jari 5.5 cm yang diletakkan di tempat terbuka di Desa Langgeng Sari. Pengambilan data CH yang terukur hari ini (diukur pagi hari) adalah data

CH pada hari sebelumnya dengan

menggunakan gelas ukur. Curah hujan yang tertampung pada hari tersebut diukur dengan rumus :

CH =

(20)

c. Kelembaban Udara

Nilai kelembaban udara diduga dengan menggunakan data suhu udara dan suhu bola basah yang diukur di lapangan. Rumus yang digunakan untuk menghitung kelembaban udara adalah : RH = ea/es(TBK) *100% Dimana : es(TBK) = 6.1078 EXP (17.139 x TBK / (TBK + 237.3)) es(TBB) = 6.1078 EXP ((17.139 xTBB / (TBB + 237.3))) ea = es(TBB)-(0.66x(TBK-TBB)) Keterangan :

es : Tekanan uap air jenuh ea : Tekanan uap air aktual TBB : Suhu bola basah (oC) TBK : Suhu Bola Kering (oC)

d. Pendugaan nilai Evapotranspirasi tanaman

Nilai Evapotranspirasi potensial (ETp) harian diduga dengan menggunakan metode Penman, parameter yang digunakan adalah suhu udara, intensitas radiasi, kelembaban udara (RH) dan kecepatan angin yang diukur pada ketinggian 2 meter diatas permukaan tanah dengan persamaan :

ETp = {(Δ/( Δ+γ)(Qn-G)+(γ/(Δ+γ) ƒ(u) (es – ea) } / λ

Dengan :

ETp : Evapotranspirasi potensial harian (mm/hari)

Δ : Gradien tekanan uap air jenuh terhadap suhu udara (kpa/K) Qn : Radiasi netto (MJ/m2/hari) G : Fluks radiasi bumi (MJ/m2/hari),

diasumsikan sebesar 15% dari radiasi netto.

γ : Konstanta psikrometer (0,0661 kpa / 0C)

ƒ(u) : fungsi aerodinamik angin (MJ m-2 kpa-1 hari-1)

λ : Bahang laten vaporisasi

(MJ kg-1)

(es – ea) : defisit tekanan uap air (kPa)

Nilai-nilai peubah dalam Penman yang tidak diukur langsung dapat diduga seperti yang dijelaskan oleh Meyer et al. (1987) :

Δ = 0.1 exp(21.555-5304/(T+273.1)) x {5304/(T+273.1)2} ƒ(u) = 4.84 + 0.0742 u es = 0.6108 exp(17.27 T/(T+273.3)) ea = 0.6108 exp (17.27 Tmin / (Tmin+273.3)) λ = 2.50025 – 0.002365 T dimana :

u : Jelajah angin harian pada ketinggian 2 meter diatas permukaan tanah (km/hari)

T : Suhu udara rata-rata harian (0C) yang dihitung dengan T=(Tmax+Tmin)/2 Cara yang digunakan untuk menduga nilai Qn dengan menggunakan persamaan :

Qn = (1-α)Qs

α merupakan nilai albedo yang nilainya ditentukan berdasarkan ketentuan FAO yaitu sebesar 0,24.

Evapotranspirasi tanaman (ETc) dihitung dengan menggunakan persamaan :

ETc = Kc x Etp

Kc merupakan koefisien tanaman yang ditentukan berdasarkan ketentuan FAO (1979

dalam Susilawati, 2004)

e. Heat Unit

Data unsur cuaca yang digunakan untuk menghitung besarnya Heat Unit adalah suhu udara dan suhu dasar tanaman. Suhu dasar tanaman padi yang digunakan adalah 17 oC

dan persamaan yang digunakan untuk

menghitung Heat Unit adalah :

HU = (Tmean – Tb)

Heat Unit dihitung pada setiap fase pertumbuhan tanaman, yaitu fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase pemasakan. Besar kebutuhan panas tanaman pada masing – masing fase dihitung dengan cara:

Keterangan :

HU : Heat Unit tanaman hari ke-i Tmean : suhu udara rata-rata harian

Tb : Suhu dasar tanaman

n : Hari ke-i

(21)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Lokasi Penelitian

Luas areal tanam padi adalah seluas 3736 m2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam wilayah Kecamatan Lelea Kabupaten Inrdamayu Provinsi Jawa Barat. Desa Langgeng Sari berdekatan dengan Desa Taman Sari (di bagian utara), Desa Telaga Sari dibagian barat, Desa Unjungaris dan Bunder di bagian timur, dan di bagian selatan berdekatan dengan Desa Nunuk dan Malang Sari.

Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak diantara 1070 52’-1080 36’ Bujur Timur dan 60 15’-60 40’ Lintang Selatan ([Provinsi Jawa Barat] 2011). Kecamatan Lelea terletak pada ketinggian sekitar 0-6 meter di atas permukaan laut (Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu 2011). Desa Lelea terletak pada bagian utara Kabupaten Indramayu, dan dekat dengan pesisir pantai utara Pulau Jawa (Lampiran 2). Lokasi penelitian kurang lebih berjarak 20 Km dari pantai.

4.2 Cuaca di Lokasi Selama Periode Penelitian

Penanaman padi dilakukan di areal persawahan Desa Langgeng Sari Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa

Barat. Selama penelitian dilakukan

pengukuran suhu udara, suhu bola basah, intensitas radiasi, kecepatan angin, dan curah hujan. Dari hasil pengukuran suhu bola basah dan suhu bola kering dapat dihitung nilai kelembaban relatif lokasi penelitian. Grafik suhu udara, curah hujan, intensitas radiasi, kecepatan angin, dan kelembaban relatif harian di lokasi penelitian selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Suhu merupakan indikasi jumlah energi panas yang terdapat dalam suatu sistem atau massa (Bey 1991). Nilai suhu udara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Tinggi rendahnya suhu di sekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, dll. Gambar 5 menunjukkan pola suhu udara rata-rata harian di tempat penelitian. Suhu yang terukur pada awal penanaman pada tanam 1 lebih tinggi dibandingkan setelahnya. Hal itu

Gambar 5 Pola rata-rata harian 5 unsur cuaca (Suhu, RH, Kecepatan Angin, Curah Hujan, dan Intensitas Radiasi) dari tanggal 27 Maret hingga 31 Juli 2011.

0 5 10 15 20 25 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103 109 115 121 127 In t. R adi as i (M J/m 2) Hari ke- Intensitas Radiasi 0 30 60 90 120 150 180 210 1 11 21 31 41 51 61 71 81 91 101 111 121 K ec epa ta n A n gi n ( K m /Ha ri ) Hari ke- Kecepatan Angin 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103 109 115 121 127 S uh u (o C ) Hari ke- Suhu Udara 60 65 70 75 80 85 90 95 100 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103 109 115 121 127 K el em b a ba n R el at if ( % ) Hari ke- Kelembaban Relatif 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 103 109 115 121 127 Cur ah Hu jan ( m m ) HST ke- Curah Hujan

(22)

terjadi dikarenakan lingkungan sekitar tempat penelitian baru dilakukan panen, dan belum dilakukan pengolahan tanah untuk penanaman selanjutnya sehingga kondisi lingkungan lebih kering. Suhu udara rata-rata harian minimum yang terukur adalah 24,6oC dan besar suhu udara rata-rata harian maksimum yang terukur sebesar 29,3oC.

Kelembaban relatif (RH) merupakan parameter yang biasa digunakan untuk menggambarkan kelembaban (moisture) di atmosfer. Besaran nilai RH dinyatakan dalam persen. RH tidak mengindikasikan jumlah

aktual uap air di udara, melainkan

menggambarkan seberapa dekat udara untuk menjadi jenuh. Kelembaban relatif merupakan rasio antara jumlah uap air di udara dan uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama (Ahrens 2009). Nilai kelembaban relatif minimum berdasarkan hasil perhitungan adalah 68% sedangkan RH maksimum yang terukur adalah 98%. Pada umumnya nilai RH berkebalikan dengan nilai suhu, dan akan bernilai minimum pada saat siang hari.

Besar kecepatan angin yang terukur cukup besar dengan keadaan areal penanaman di areal persawahan yang cukup luas dan datar. Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer yang diletakkan di tengah areal sawah pada ketinggian 2 meter di atas permukaan tanah rata-rata. Hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil kecepatan angin minimum sebesar 51,7 km/hari dan kecepatan angin maksimum mencapai 202,3 km/hari. Kecepatan angin yang besar dapat dipengaruhi oleh kondisi lapangan yang datar dan luas dan juga karena areal penanaman dekat dengan daerah pantai. Kecepatan angin

yang terukur pada saat penelitian

menunjukkan bahwa kecepatan angin

berkebalikan dengan suhu. Saat kecepatan angin tinggi, suhu udara rata-rata harian yang terukur di lokasi pengamatan kecil, dan saat kecepatan angin rendah suhu udara rata-rata harian yang terukur tinggi. Hal ini disebabkan pada saat angin bertiup kencang, massa udara panas sekitar lingkungan ikut terbawa oleh angin, sehingga menyebabkan suhu yang terukur rendah.

Intensitas radiasi surya maksimum selama pertumbuhan tanaman padi yang terukur adalah 22,2 MJ/m2/hari atau 616,6 J/m2/s sedangkan besar intensitas radiasi minimum sebesar 7,8 MJ/ m2/hari atau 216,6 J/m2/s. Menurut Bey (1991) intensitas radiasi surya akan tinggi pada saat musim kemarau, yaitu bulan April hingga September. Grafik yang

ditunjukkan pada Gambar 5 terlihat

peningkatan intensitas radiasi memasuki bulan Juli. Hal ini dikarenakan memasuki bulan Juli jarang terjadi hujan di lokasi penelitian.

Sejak bulan Maret hingga Juli, jumlah hari hujan yang terhitung sedikit, yaitu terjadi 33 hari hujan dari 130 hari yang diamati. Distribusi hujan yang terjadi selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5, dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada bulan Juli hanya terjadi satu hari hujan dan jumlah curah hujan harian maksimal yang terukur sebesar 63,2 mm. Grafik curah hujan pada Gambar 5 juga menunjukkan memasuki hari ke 52 yaitu pada pertengahan bulan Mei, jumlah hari hujan yang terjadi semakin berkurang. Hal ini

menunjukkan bahwa lokasi penelitian

memasuki musim kemarau hingga penelitian selesai dilakukan.

Besar curah hujan yang terukur selama

penelitian tidak mendukung untuk

pertumbuhan tanaman padi, oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padi

selama pertumbuhan dibantu dengan

pengairan air irigasi teknis yang diberikan secara berselang dan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi masih tercukupi hingga panen pada kedua waktu tanam. Lokasi penanaman merupakan daerah irigasi ujung. Berdasarkan hasil penelitian Suhartatik

et al. (2009), kondisi cuaca yang terjadi di

areal penelitian termasuk kondisi yang memenuhi untuk pertumbuhan tanaman padi kecuali curah hujan.

4.3 Pertumbuhan Tanaman Padi

Selama proses pembudidayaan, Chang (1976) menyebutkan bahwa padi mengalami perubahan morfologik dan fisiologik, yaitu terjadinya perubahan ukuran, jumlah ataupun laju pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan pertambahan panjang, bobot, jumlah, luas, dan

volume organ tanaman (Nasir 2008).

Pertumbuhan tanaman yang diukur secara bertahap pada penelitian ini adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi. Pengukuran dilakukan pada tiga varietas padi, yaitu Inpari-10, Inpari-13 dan Ciherang yang dilakukan pada 2 waktu tanam.

Waktu tanam pertama dilakukan pada tanggal 16 April 2011, sedangkan waktu tanam ke 2 dilakukan pada tanggal 28 April 2011. Persemaian padi dilakukan selama 20 hari, tetapi lama waktu semai berbeda 2 hari pada waktu tanam 1 dan waktu tanam 2. Perbedaan waktu tanam ini dikarenakan kondisi lahan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penanaman pada awal waktu tanam karena lahan tergenang air cukup tinggi

(23)

dikarenakan curah hujan yang besar. Selain pertumbuhan tanaman dilakukan juga pengukuran terhadap hasil panen padi,

diantaranya bobot 1000 butir padi,

produktivitas perhektar dan jumlah gabah permalai.

4.3.1 Tinggi Tanaman

Pengukuran tinggi tanaman padi selama pengamatan dilakukan satu minggu sekali dengan menggunakan penggaris kayu, dimana tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga daun terpanjang. Hasil pengukuran menunjukkan perbedaan tinggi tanaman yang tidak jauh berbeda pada setiap perlakuan yang digambarkan oleh Gambar 6. Gambar 6

menunjukkan bahwa akumulasi tinggi

tanaman pada saat tanam 2 lebih tinggi

dibandingkan dengan akumulasi tinggi

tanaman pada saat tanam 1 pada semua varietas. Hal ini terjadi dikarenakan radiasi yang terukur selama tanam 2 lebih tinggi dibandingkan tanam 1 selain itu kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman juga tercukupi, sehingga penyerapan energi panas untuk proses fotosintesis serta respirasi tanaman lebih besar terjadi pada tanam 2 sehingga proses metabolisme tanaman dapat terjadi lebih optimal .

Gambar 6 Pertumbuhan tinggi tanaman padi (Ket: V1 : Inpari-10; V2 : Inpari-13; V3 : Ciherang; W1 :

Tanam 1; dan W2 :Tanam 2)

Pertambahan tinggi tanaman mulai

menurun pada saat tanaman berumur 57 HST. Pertambahan tinggi tanaman berhenti karena

penambahan bobot tanaman untuk

pemanjangan batang dan daun tanaman berhenti dan berpindah untuk pembentukan malai, pengisian biji serta pemasakan biji padi. Berdasarkan 3 varietas yang ditanam, baik pada tanam 1 ataupun tanam 2

menunjukkan bahwa varietas Inpari-13

memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas Ciherang dan Inpari-10. Tinggi maksimum tanaman dari tiga varietas pada tanam 1 menunjukkan bahwa varietas Ciherang adalah varietas yang paling tinggi dibandingkan varietas lainnya yaitu

mencapai 102,6 cm, sedangkan tinggi

tanaman varietas Inpari-13 dan Inpari-10 adalah 101,7 cm dan 98,8 cm. Pada saat tanam 2 varietas Inpari-13 memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan 2 varietas lainnya yaitu mencapai 121,1 cm dan tinggi varietas Inpari-10 dan Ciherang adalah 115,0 cm dan 110,5 cm. Tinggi tanaman padi varietas Inpari-13 pada tanam 1 sesuai dengan tinggi tanaman padi yang dijelaskan dalam buku Deskripsi Padi oleh Suprihatno et al. (2009) yaitu 101,0 cm, tetapi tidak pada tanam 2. Tinggi tanaman padi varietas Inpari-13 jauh lebih tinggi dibandingkan literatur yang didapatkan, hal ini diduga karena perbedaan kondisi lingkungan pertumbuhan, khususnya terhadap suhu dan radiasi.

4.3.2 Jumlah Anakan

Pengukuran jumlah anakan sama seperti pengukuran tinggi tanaman. Jumlah anakan tanaman padi dihitung pada setiap rumpun

tanaman padi. Hasil pengukuran

perkembangan jumlah anakan padi pada tanam 1 dan tanam 2 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pertumbuhan jumlah anakan Tanaman Padi (Ket: V1 : Inpari-10; V2 : Inpari-13; V3 :

Ciherang; W1 : Tanam 1; dan W2 :Tanam 2)

Gambar 7 menunjukkan bahwa

perkembangan jumlah anakan tanaman padi maksimum terjadi saat 43 HST pada tanam 1 dan saat 35 HST pada tanam 2. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi perbedaan

panjang periode bagi tanaman padi untuk menghasilkan jumlah anakan maksimum. Perbedaan ini terjadi dikarenakan faktor

0 20 40 60 80 100 120 140 14 25 28 35 43 49 57 63 70 77 T in g gi tan am an ( cm ) HST W1 V1 W1 V2 W1 V3 W2V1 W2V2 W2V3 0 5 10 15 20 25 30 35 14 25 28 35 43 49 57 63 70 77 Ju m la h a n aka n ( B atan g ) HST W1 V1 W1 V2 W1 V3 W2V1 W2V2 W2V3

(24)

lingkungan, seperti cuaca. Radiasi matahari yang tinggi menyebabkan suhu lingkungan tanaman juga tinggi, sehingga proses fotosintesis netto tanaman dapat terjadi lebih optimal sehingga laju pertumbuhan jumlah anakan dapat terjadi lebih optimal. Salisbury dan Ross (1992 dalam Humaerah 2002) juga mengatakan bahwa intensitas radiasi surya yang tinggi secara langsung meningkatkan laju fotosintesis karena merupakan sumber energi untuk berlangsungya proses tersebut.

Akumulasi jumlah anakan yang

ditunjukkan pada Gambar 7 menggambarkan bahwa jumlah anakan maksimum varietas Inpari-10 lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya, akan tetapi pada saat fase pematangan terjadi pengurangan jumlah anakan, baik karena diserang hama (tikus) ataupun mati. Perbedaan jumlah anakan ditunjukkan oleh varietasnya, dimana jumlah anakan varietas Inpari-10 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anakan Ciherang dan diikuti oleh varietas Inpari-13 baik pada tanam 1 ataupun pada tanam 2. Dari tiga varietas dan 2 kali tanam, varietas yang menunjukkan jumlah anakan maksimum paling banyak adalah varietas Inpari-10. Akan tetapi jumlah anakan produktif yang dihasilkan hanya mendekati setengah dari jumlah anakan maksimumnya.

Varietas dengan selisih jumlah anakan maksimum dan anakan produktif paling sedikit adalah varietas Inpari-13. Jumlah anakan produktif yang dihasilkan Inpari-13 juga tidak jauh berbeda dibandingkan 2 varietas lainnya. Itu berarti varietas Inpari-13 lebih efektif untuk meminimalkan penguapan yang terjadi. Tinggi tanaman varietas Inpari-13 yang diukur adalah yang paling tinggi dibandingkan dua varietas lainnya dan varietas Inpari-10 lebih pendek dibandingkan dengan varietas Ciherang, akan tetapi jumlah anakan varietas Inpari-10 pada saat 49 HST adalah yang paling banyak. Varietas Inpari-13 yang menunjukkan tinggi tanaman yang paling tinggi diantara yang lainnya merupakan varietas yang jumlah anakannya lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan energi radiasi ataupun konsumsi air pada varietas Inpari-13 lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman dan sedikit

untuk perkembangan jumlah anakan,

sebaliknya pada varietas Inpari-10.

Varietas dengan jumlah anakan maksimum paling banyak tidak menentukan bahwa varietas tersebut akan memberikan jumlah anakan produktif yang lebih banyak pula. Selain itu, jumlah anakan produktif juga tidak menentukan bahwa semua jumlah anakan

produktif dapat hidup hingga panen.

Perbandingan jumlah anakan tanaman padi ditunjukkan oleh Gambar 8 dan perbandingan persentase jumlah anakan bermalai dan jumlah anakan berproduksi dari jumlah anakan maksimum ditunjukkan Gambar 9.

Gambar 8 Jumlah anakan padi

Gambar 9 Persentase jumlah anakan bermalai dan anakan berproduksi dari jumlah anakan maksimum (Ket : V1 : Inpari-10; V2 : Inpari-13; V3 : Ciherang; W1 : Tanam 1; dan W2 : Tanam 2)

Gambar 8 menunjukkan bahwa jumlah anakan maksimum varietas Inpari-10 adalah yang paling tinggi dibandingkan varietas lainnya baik pada tanam 1 ataupun pada tanam 2, dan pada Gambar 9 menggambarkan bahwa persentase jumlah anakan yang berproduksi pada varietas Inpari-10 pada tanam 1 dan tanam 2 lebih kecil dibandingkan varietas Inpari-13 dan Ciherang.

Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh varietas Inpari-13 pada tanam 1, dimana jumlah anakan bermalai adalah yang paling kecil dibandingkan lainnya dan pengurangan jumlah anakan yang bertahan mencapai setengah dari anakan maksimum. Hal ini terjadi karena varietas Inpari-13 adalah varietas yang berumur genjah dan memiliki

masa vegetatif lebih cepat dari

0 5 10 15 20 25 30 W1V1 W1V2 W1V3 W2V1 W2V2 W2V3 A n ak an P ad i (B at an g ) Perlakuan

Anakan Maksimum Anakan Bermalai Anakan Berproduksi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 W1V1 W1V2 W1V3 W2V1 W2V2 W2V3 P er se n ta se j u ml ah an ak an Perlakuan

(25)

Tabel 4 pengaruh perlakuan terhadap komponen hasil

Perlakuan Produktivitas (ton/ha) Bobot Gabah 1000 Butir Persentase Gabah Isi

V1W1 5,16b 29,30a 90,47a

V2W1 4,82c 25,96c 82,81b

V3W1 5,30b 25,80c 90,17a

V1W2 6,73a 29,56a 92,32a

V2W2 6,74a 27,11b 89,97a

V3W2 6,94a 26,37c 90,95a

Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Duncan), V1 : Inpari-10; V2 : Inpari-13; V3 : Ciherang; W1 : Tanam 1; dan W2 : Tanam 2

varietas lainnya. Masa vegetatif yang lebih cepat menyebabkan Inpari-13 diserang hama tikus lebih banyak karena tanamannya menjadi lebih wangi dibandingkan varietas lainnya.

4.3.3 Komponen Hasil

Rekapitulasi sidik ragam peubah

komponen hasil dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan uji F menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap produktivitas tanaman, bobot 1000 butir, dan persentase gabah isi. Rata-rata hasil dari setiap perlakuan (varietas dan waktu tanam) yang ditampilkan

pada Tabel 4 menunjukkan bahwa

produktivitas pada waktu tanam 2 memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan waktu tanam 1, dan dari setiap varietas menunjukkan

bahwa varietas Ciherang memberikan

produktivitas yang paling banyak dari pada dua varietas lainnya pada kedua waktu tanam. Hal ini diduga karena faktor genetika varietas tanaman tersebut. Hasil penelitian Suprihatno

et al. (2009) juga menunjukkan hasil bahwa

varietas Ciherang memiliki produktivitas yang lebih besar.

Bila dilihat dari bobot gabah 1000 butir, bobot gabah 1000 butir varietas Inpari-10 menunjukkan angka yang lebih banyak dibandingkan varietas lainnya, hal yang sama juga ditunjukkan oleh persentase gabah isi, oleh sebab itu varietas Inpari-10 memiliki bobot 1000 butir yang paling tinggi dibandingkan kedua varietas lainnya. Hal ini diduga karena faktor genetik varietas Inpari-10 merupakan varietas yang tahan terhadap kekeringan sehingga memiliki hasil yang lebih baik. Yoshida (1981 dalam Suhartatik et al. 2008) mengatakan semakin tinggi radiasi

surya pada fase reproduktif dapat

meningkatkan jumlah gabah. Radiasi surya menurut Best (1962 dalam Bey 1991)

terhadap pertumbuhan tanaman sangat

berpengaruh terhadap proses fotosintesis dan proses pembentukan tanaman, seperti batang, daun, dll.

Suhu udara mempengaruhi proses

fotosinetesis maupun respirasi tanaman. Ketidak-seimbangan antara kedua proses tersebut dapat mengurangi bobot gabah. Suhu udara tinggi pada stadia vegetatif diperlukan untuk merangsang pembentukan anakan, tetapi dari stadia pengisian gabah sampai panen diperlukan udara yang sejuk. Suhu yang tinggi mengakibatkan respirasi yang terjadi juga lebih cepat. Sutcliffe (1979 dalam Polii 2003) berpendapat bahwa perubahan suhu lingkungan dapat menyebabkan perubahan suhu tanaman sehingga dapat mempengaruhi aktifitas metabolisme tanaman.

4.4 Cuaca Dan Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama cuaca. Unsur cuaca yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah intensitas radiasi matahari, kelembaban relatif, dan suhu udara.

4.4.1 Intensitas Radiasi

Radiasi surya merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan tanaman dan sangat mempengaruhi suhu dan evapotranspirasi (Gupta dan O’toole 1986). Akumulasi radiasi mingguan dengan laju pertumbuhan tanaman (setiap pengukuran) ditunjukkan pada Gambar 9. Pada umumnya laju pertumbuhan tanaman akan meningkat dengan makin tinggi intensitas radiasi surya dalam kisaran tertentu. Pada tanam 1 akumulasi radiasi yang terukur lebih besar dibandingkan tanam 2 yang terlihat pada HST di atas 45. Intensitas radiasi pada tanam 1 sebesar 18,7 MJ/m2/hari dan 19,3 MJ/m2/hari pada tanam 2, tetapi besar intensitas radiasi perminggu bervariasi yang ditunjukkan pada Gambar 10.

(26)

Gambar 10 Hubungan intensitas radiasi dengan tinggi dan jumlah anakan tanaman pada dua waktu tanam

Perubahan penerimaan radiasi surya dari minggu ke minggu tidak memperlihatkan

pengaruh nyata terhadap pertumbuhan

tanaman dari minggu ke minggu, tetapi perbedaan penerimaan radiasi antara masa tanam 1 dan masa tanam 2 memperlihatkan pengaruh pada perbedaan akumulasi tinggi tanaman setelah minggu ke-28. Intensitas radiasi yang terukur pada tanam 1 dan tanam 2 tidak terlihat pengaruhnya terhadap pertambahan jumlah anakan padi. Kondisi

pada saat penelitian belum cukup

membuktikan bahwa intensitas radiasi

mempengaruhi jumlah anakan tanaman yang lebih cepat.

4.4.2 Suhu

Suhu berpengaruh pada laju proses-proses metabolisme. Pengaruh suhu juga terlihat pada perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ produktif, pematangan buah dan umur tanaman (Bey 1991). Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah anakan tanaman padi ditunjukkan pada Gambar 11. Gambar 11 menggambarkan rata-rata suhu udara selama selang waktu pengukuran yang diurutkan dari suhu terendah yang terukur pada setiap fase pertumbuhan. Peningkatan suhu akan mempercepat proses biokimia fotosintesa dan perkembangan tanaman dan juga mempercepat proses respirasi. Reddy et al. (1999 dalam Esparza et

al. 2007) mengatakan bahwa suhu merupakan

faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman serta menentukan panjang fase pertumbuhan dan akan dibahas selanjutnya dalam sub-bab

Heat Unit.

Suhu yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman, karena laju respirasi yang terjadi menjadi lebih besar. Rata-rata suhu pada setiap minggu pengamatan tidak jauh berbeda. Suhu yang lebih besar mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman menjadi lebih cepat. Hal ini karena suhu yang tinggi dapat mempercepat proses fotosintesis tanaman lebih dari respirasi tanaman, sehingga metabolisme tanaman padi dapat terjadi lebih cepat. Humaerah (2002) juga mengatakan bahwa semua fungsi tanaman sangat tergantung pada proses fotosintesis, bila proses tersebut berlangsung optimal maka, proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan berlangsung optimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar suhu udara yang terukur selama tanam 1 dan tanam 2 tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi. Hal ini dikarenakan pada dua periode tanam suhu tidak berbeda nyata dan pengaruh terhadap kecepatan pertambahan tinggi tanaman tidak terlihat. Kecepatan pertumbuhan tinggi dan

jumlah anakan tanaman padi lebih

dipengaruhi oleh fase pertumbuhan tanaman tersebut. 0 100 200 300 400 500 600 0 10 20 30 40 50 14 25 28 35 43 49 57 63 70 77 In t. R adi as i (M J/m 2) P er ta m b ah an T in ggi T an am an ( cm ) HST ke- Tanam 1

Inpari-10 Inpari-13 Ciherang Batas Fase Int. Radiasi

-300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 14 25 28 35 43 49 57 63 70 77 In t. R adi as i (M J/m 2) P er ta m b ah an J um la h A n aka n ( B at an g) HST ke- Tanam 1

Inpari-10 Inpari-13 Ciherang Batas Fase Suhu

0 100 200 300 400 500 600 0 10 20 30 40 50 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 S uh u (o C ) P er tam b ah an T in ggi T an am an ( cm ) HST ke- Tanam 2

Inpari-10 Inpari-13 Ciherang Batas Fase Int. Radiasi

-300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 600 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 In t. R adi as i (M J/m 2) P er tam b ah an T in ggi T an am an ( cm ) HST ke- Tanam 2

Gambar

Tabel  1.    Deskripsi  tanaman  padi  varietas  Inpari-10,  Inpari-13  dan  Ciherang  (Suprihatno  et  al
Gambar 5 menunjukkan pola suhu udara rata- rata-rata  harian  di  tempat  penelitian.  Suhu  yang  terukur  pada  awal  penanaman  pada  tanam  1  lebih  tinggi  dibandingkan  setelahnya
Gambar 6  Pertumbuhan tinggi tanaman padi (Ket:
Gambar 8  Jumlah anakan padi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau

Untuk mewujudkan hal tersebut, Pengadilan Negeri Sumedang sendiri telah mendapatkan Sertifikat Akreditasi Penjaminan Mutu dari Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapakan puji syukur kehadirat Allah SWT, Sang pemilik alam semesta yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan

Dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap lingkungan, maka dapat ditarik relasi antar keduanya bahwa keberadaan norma atau ketentuan tentang lingkungan hidup atau

Hasil dari penelitian ini adalah sebuah game edukasi yang mampu digunakan untuk melatih daya ingat pada anak dan hasil pengujian yang dilakukan bahwa game ini bernilai

Bagi yang belum ada sertifikat hak milik harus dilampiri surat tidak ada sengketa dari BPN sebanyak 4 lembar..

Penelitian ini dilakukan untuk menilai pengetahuan pasien tentang antibiotik generik, faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik generik dan pengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum dalam kasus tindak pidana perkelahian massa yang terjadi di Kabupaten Tana Torajapada 15