• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang menjadi pusat dari segala aktivitas masyarakat yang ada disekitarnya. Wilayah perkotaan sendiri memiliki suatu daya tarik yang mengakibatkan banyaknya masyarakat yang berbondong-bondong untuk pindah kekota. Berbagai faktor yang terdapat dikota dapat mempengaruhi masyarakat desa untuk datang kekota terutama dalam faktor ekonomi. Kota Administrasi Jakarta Selatan yang termasuk ke dalam wilayah administrasi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tidak dapat dipungkiri daerah ini memiliki dampak yang sangat besar akibar dari lokasinya yang berada di DKI Jakarta. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan pada daerah administrasi ini, misalnya kawasan untuk permukiman, perbelanjaan, industri, pariwisata, serta pendidikan yang berkembang. Perkembangan ini menyebabkan, semakin banyak pendatang-pendatang baru baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang berdatangan.

Pertumbuhan penduduk perkotaan, baik secara alami maupun akibat adanya pendatang, masih menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, terutama penduduk perkotaan di negara-negara berkembang. Pertumbuhan penduduk tersebut banyak menimbulkan masalah pada wilayah itu sendiri. Misalnya seperti permasalahan kepadatan lalu-lintas, pencemaran udara, perumahan yang kurang sehat, dan pelayanan masyarakat yang kurang layak termasuk kriminalitas yang semakin meningkat. Sementara pelayanan kesehatan yang ada belum memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari keterjangkauan, pemerataan dan kemudahannya. Akibat-akibat peledakan penduduk menimbulkan sistem tata dan jumlah perumahan yang tidak memenuhi persyaratan higienis. Timbul kebiasaan terhadap “human excreta disposal” disembarang tempat. Terbatasnya sumber air lebih membawa pengotoran-pengotoran. Segala hal ini memiliki mata rantai dalam akibat-akibatnya (Ryadi, 1984).

Pertambahan jumlah penduduk perkotaan tersebut semakin menuntut lingkungan wilayah perkotaan untuk menyediakan lahan bagi aktivitas

(2)

2 masyarakatnya. Pesatnya pembangunan di wilayah perkotaan yang semakin membutuhkan lahan semakin mengenyampingkan faktor kesehatan lingkungan. Hal ini menjadikan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya perkotaan tersebut berada pada situasi yang rawan penurunan kualitas lingkungan hidup yang sangat mempengaruhi kesehatan (Ernawi, 2012).

Sebagian besar aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari dilakukan pada lingkungan yang sudah terbangun. Hal ini banyak ditemukan pada daerah perkotaan. Kemungkinan aktivitas yang dilakukan pada lahan non-terbangun sangatlah kecil pada daerah perkotaan. Oleh karena itu, kualitas yang baik pada kondisi lahan terbangun ini dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang beraktivitas didalamnya.

Faktor kesehatan sangatlah penting dalam kehidupan sebab kesehatan dapat mendukung segala kegiatan dan aktivitas yang dilakukan manusia. Namun, seperti yang telah diketahui, tingkat kesehatan lingkungan di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Hal ini dapat dilihat melalui keadaan lingkungan sekitar, dimana masih banyak daerah dengan sanitasi yang buruk, banyak daerah yang tercemar, pengelolaan kualitas lingkungan air, dan masih banyak lagi masalah lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan.

Pembangunan akan terus berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Pembangunan ini pula yang semakin menjadi faktor penarik terjadinya urbanisasi yang mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang datang ke daerah perkotaan akibat lapangan pekerjaan yang melimpah di daerah perkotaan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu teknologi yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi permasalahan-permasalahan tersebut sehingga dapat diketahui tindakan-tindakan yang dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah tersebut. Perkembangan teknologi penginderaan jauh sudah semakin baik dan berjalan begitu cepat. Saat ini, teknologi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu fenomena dengan skala yang rinci, yaitu dengan menggunakan citra penginderaan jauh resolusi tinggi, pada penelitian kali ini citra yang digunakan adalah Citra Quickbird. Salah satu kajian yang dapat diaplikasikan adalah mengenai kondisi fisik lingkungan perkotaan.

(3)

3 Penggunaan citra penginderaan jauh dapat memudahkan dilakukannya pengidentifikasian suatu fenomena permukaan bumi. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan terhadap penyelesaian suatu masalah. Termasuk ke dalam penelitian kali ini yaitu identifikasi kesehatan lingkungan perkotaan yang faktornya dapat dilihat melalui citra penginderaan jauh. Beberapa jenis citra yang dapat digunakan dalam pengindentifkasian masalah perkotaan yaitu citra dengan resolusi tinggi seperti Citra Quickbird, Citra Ikonos, dan lain sebagainya. Selain citra, juga dapat menggunakan foto udara, namun hingga kini, penggunaan foto udara masih mengalami hambatan karena harga dan pembuatan foto udara itu sendiri memakan biaya yang mahal.

Karakteristik wilayah perkotaan cukup mudah untuk diidentifikasi melalui citra penginderaan jauh, baik pada perkotaan yang besar maupun kota-kota kecil. Perkota-kotaan yang cukup besar biasanya memiliki ciri yaitu memiliki heterogenitas jenis penggunaan lahan. Misalnya pada Kota Administrasi Jakarta Selatan, dimana merupakan kota yang termasuk kepada wilayah perkotaan Ibukota DKI Jakarta. Kota ini memiliki berbagai sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang kebutuhan hidup masyarakat didalamnya, misalnya ada banyaknya pertokoan disepanjang jalan utama, maupun pertokoan dekat dengan permukiman. Oleh karena itu, kondisi lingkungan seperti ini perlu dianalisis kesehatannya agar dapat terjaga kelestarian wilayah perkotaan.

Identifikasi faktor-faktor yang berkaitan dengan kajian penelitian dilakukan dengan menggunakan penginderaan jauh yang kemudian data tersebut dianalisis menggunakan sistem informasi geografis. Beberapa proses yang dilakukan menggunakan sistem informasi geografis yaitu mulai dari input, analisis hingga penyajian data. Faktor yang digunakan pun ada yang memerlukan analisis data tertentu untuk mencapai kriteria yang dibutuhkan. Sistem informasi geografis dapat pula digunakan untuk melakukan pemetaan agar dapat memudahkan penyampaian informasi untuk digunakan secara luas bagi pihak yang membutuhkan.

Penelitian kali ini bertujuan untuk membuat peta tingkat kesehatan lingkungan di Kecamatan Pasar Minggu, Kota Administrasi Jakarta Selatan.

(4)

4 Adanya peta tingkat kesehatan lingkungan dapat dijadikan bahan untuk menganalisis fenomena lingkungan guna melakukan perbaikan-perbaikan dimasa yang akan datang. Peta kesehatan lingkungan yang dibuat ini bertujuan untuk memudahkan dalam analisis kondisi kesehatan lingkungan dimana agar lebih jelas dan terlihat persebarannya.

1.2.Perumusan Masalah

Kesehatan lingkungan kabupaten/kota di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian dari berbagai pihak baik pemerintah, investor, maupun masyarakat sendiri terutama pada kota-kota besar. Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis permasalahan kesehatan yang ada pada lingkungan hidup kabupaten/kota. Bukan hanya faktor ekonomi, sosial maupun budaya saja yang dapat dijadikan acuan dalam menganalisis kesehatan lingkungan, namun faktor fisik lingkungan kabupaten/kota pun dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui kesehatan lingkungan. Faktor fisik juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui keadaan perekonomian lingkungan sekitar. Misalnya dengan diketahui kualitas permukiman di suatu wilayah baik, maka tingkat perekonomian pada wilayah tersebut dapat dikatakan menengah keatas. Sebaliknya jika keadaan kualitas permukiman buruk, maka dapat dikatakan perekonomian pada wilayah tersebut menengah kebawah. Oleh karena itu teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam analisis kesehatan lingkungan dimana dapat digunakan untuk menyadap informasi berupa keadaan fisik suatu lingkungan.

Teknologi penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Quickbird. Citra Quickbird merupakan salah satu citra yang memiliki resolusi spasial tinggi yaitu 0,65 m, sehingga dengan menggunakan Citra Quickbird dapat dilihat permukaan bumi dengan rinci atau mendetail, yaitu dapat mendeteksi obyek minimal sebesar 65 x 65 cm. Selain itu, penggunaan Citra Quickbird mampu menampilkan kenampakan permukaan bumi dalam skala besar sehingga efisien dan tingkat akurasinya tinggi untuk digunakan dalam mengidentifikasi kondisi lingkungan perkotaan. Melalui informasi tersebut dapat dianalisis menggunakan sistem informasi geografis untuk melakukan pemetaan

(5)

5 tingkat kesehatan lingkungan. Sistem informasi geografis itu sendiri membantu dalam proses input, penyimpanan, manipulasi, analisis data, serta penyajian hasil akhir yang berupa informasi spasial. Namun terdapat batasan-batasan dalam kedua teknologi tersebut dalam menganalisis kesehatan lingkungan yang dapat diketahui melalui penelitian ini.

Pemetaan yang dilakukan tersebut bermanfaat dalam analisis distribusi tingkat kesehatan lingkungan. Dengan adanya peta, pembacaan terhadap distribusi kesehatan lingkungan ini akan lebih mudah dilakukan, karena akan tergambar pada peta sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Baik kesehatan lingkungan pada kawasan permukiman, sarana dan prasarana sehat, kawasan tertib lalu lintas dan pelayanan transportasi, kawasan pariwisata, kawasan industri dan perkantoran, kawasan pertambangan serta kawasan hutan sehat. Masing-masing fungsi kawasan ini memiliki kriteria yang tidak jauh berbeda untuk mencapai tingkat kesehatan lingkungan yang baik. Oleh karena itu, perlu diketahui :

1. Bagaimana kemampuan Citra Quickbird dan sistem informasi geografis dalam analisis dan melakukan pemetaan tingkat kesehatan lingkungan?

2. Bagaimanakah distribusi tingkat kesehatan lingkungan di Kecamatan Pasar Minggu, Kota Administrasi Jakarta Selatan?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui kemampuan Citra Quickbird untuk interpretasi parameter pola bangunan, kepadatan bangunan, lebar jalan masuk, kondisi permukaan jalan, pengaruh polusi, pohon pelindung, dan genangan banjir dalam analisis dan pemetaan kesehatan lingkungan di Kecamatan Pasar Minggu

2. Mengetahui distribusi tingkat kesehatan lingkungan di Kecamatan Pasar Minggu, Kota Administrasi Jakarta Selatan

(6)

6 1.4.Sasaran Penelitian

1. Deskripsi perhitungan persentase kemampuan Citra Quickbird dalam analisis kesehatan lingkungan perkotaan

2. Peta tingkat kesehatan lingkungan di Kota Administrasi Jakarta Selatan

1.5.Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan penyusunan skripsi dalam menempuh ujian akhir

tingkat sarjana Fakultas Geografi dan memberikan sumbangan atas perkembangan ilmu geografi khususnya mengenai Kesehatan lingkungan

2. Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Administrasi Jakarta Selatan serta dinas terkait dengan kesehatan lingkungan khususnya untuk mengetahui daerah dengan tingkat kesehatan tertentu serta faktor penyebabnya.

3. Sebagai masukan dalam melakukan perbaikan-perbaikan pembangunan dengan dasar kesehatan lingkungan.

4. Sebagai referensi untuk penelitian yang akan datang.

1.6.Tinjauan Pustaka 1.6.1. Penginderaan Jauh

Citra penginderaan jauh dapat digunakan dalam pengindentifikasian, pemantauan dan pengendalian karakteristik fisik pada lingkungan secara mutakhir atau up to date. Penginderaan jauh merupakan ilmu, seni, dan teknologi dalam mengkaji obyek/fenomena di (dekat) permukaan bumi tanpa kontak langsung, melainkan melalui analisis citra obyek/fenomena tersebut, yang direkam dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Sistem penginderaan jauh merupakan interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan obyek. (Danoedoro, 2007)

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kotak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena

(7)

7 yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979). Mereka juga menyatakan dalam berbagai hal, penginderaan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca.

Melalui berbagai sensor, pengumpulan data dilakukan dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi obyek, daerah ataupun fenomena yang diteliti. Sensor digunakan untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan permukaan bumi. Data yang telah terkumpul dianalisis melalui pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial, dan/atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik.

Gambar 1.1. Pantulan Spektral Beberapa Material (Danoedoro, 2007)

Penginderaan jauh memiliki beberapa komponen yang perlu diperhatikan, berikut menurut Kusumowidagdo dkk, 2007:

1. Sumber tenaga : matahari dan buatan manusia

2. Atmosfer : atmosfer dapat mempengaruhi interaksi antara sumber tenaga dan permukaan bumi yaitu diantaranya hambatan berupa hamburan dan serapan

3. Interaksi tenaga elektromagnetik dengan obyek : semakin tinggi daya serap pada obyek, maka semakin rendah daya pantulnya, dan bagitu pula sebaliknya.

(8)

8 4. Sensor dan wahana

5. Pengolahan data : data yang didapatkan perlu diolah, terutama untuk tujuan koreksi, yaitu koreksi geometrik dan radiometrik.

6. Pengguna data

Data yang diperoleh melalui penginderaan jauh, yang salah satunya merupakan citra digital, memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu yang menentukan hasil kenampakan dalam citra, hal ini biasa disebut dengan resolusi. Resolusi merupakan kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978 dalam Danoedoro, 1996). Dalam penginderaan jauh, terdapat 4 jenis konsep resolusi, yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal. Menurut Danoedoro, 1996, keempat resolusi tersebut memiliki pengertian:

1. Resolusi spasial : ukuran terkecil obyek yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan.

2. Resolusi spektral : kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi (obyek) berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya.

3. Resolusi radiometrik : kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral obyek.

4. Resolusi temporal : kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama.

Pengetahuan mengenai kemampuan citra penginderaan jauh dapat dijadikan penentuan data rujukan yang dibutuhkan untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan. Data rujukan tentang sumberdaya yang dipelajari seperti peta tanah, data statistik, atau data uji medan digunakan dimana dan kapan saja bila tersedia untuk membantu di dalam analisis data. Melalui bantuan data rujukan, analisis mengambil informasi tentang jenis, bentangan, lokasi, dan kondisi berbagai sumberdaya yang dikumpulkan oleh sensor. Informasi ini kemudian disajikan biasanya dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan. Akhirnya informasi tersebut digunakan bagi para pengguna yang memanfaatkan untuk proses pengambilan keputusan.

(9)

9 1.6.2. Citra Quickbird

Citra Quickbird merupakan salah satu citra penginderaan jauh yang memiliki resolusi yang cukup tinggi. Citra satelit merupakan gambar yang dihasilkan dari pemotretan menggunakan wahana satelit. Quickbird merupakan satelit sumberdaya milik kerjasama Amerika dan Hitachi Jepang. Karakteristik Citra Quickbird akan diperjelas melalui tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Karakteristik Citra Quickbird Tanggal peluncuran 24 September 1999

Tempat peluncuran Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, Amerika Serikat

Pesawat peluncuran Boeing Delta II Ketinggian orbit 450 Km

Inklinasi orbit 97,2o, sun-synchronous Kecepatan pada orbit 7,1 Km/detik

Kecepatan diatas bumi 6,8 Km/detik Waktu melintasi

khatulistiwa

10.30 am

Waktu orbit 93,5 menit

Waktu periode ulang 1 – 3,5hari tergantung pada garis lintang (30o off

nadir)

Cakupan citra 16,5 x 16,5 Km pada nadir Akurasi metrik 23 meter horisontal ( CE 90% )

Digitasi 11 bit

Resolusi Pankromatik : 61 cm sampai 72 cm (25o off nadir) MS : 2,44 m (nadir) sampai 2.88 m (25o off-nadir) Saluran citra Pankromatik : 450-900 nm

Biru : 450-520 nm Hijau : 520-600 nm Merah : 630-690 nm IR dekat : 760-900 nm

Sumber : Quickbird Imagery Product Guide : Longmont, Colorado, 2007

Citra Quickbird memiliki resolusi spasial tertinggi 0,65 m yang tergolong dengan kategori resolusi sangat tinggi. Resolusi multispektral citra ini 2,44 m sampai 2,88 m. Untuk hasil yang lebih baik dapat menggunakan citra pan sharpened, dimana resolusi spasialnya mengikuti resolusi citra pankromatik namun memiliki warna dari citra multispektral, sehingga kenampakan permukaan bumi lebih jelas. Ketinggian terbang satelit sejauh 800 km dengan sudut inklinasi 97,2°. Sensor yang digunakan pada citra ini antara lain sensor dengan panjang gelombang pankromatik dan saluran multispektral yaitu saluran biru, saluran hijau, saluran merah, dan saluran inframerah dekat (Kusumowidagdo dkk, 2007).

(10)

10 Dalam perkembangan ilmu kebumian yang lebih menggunakan data yang bersifat rinci, citra ini banyak digunakan, salah satunya dalam kajian perkotaan.

1.6.3. Interpretasi Citra

Proses interpretasi citra merupakan proses dimana penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra (Sutanto, 1994). Penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya.

Interpretasi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi visual dan interpretasi digital. Interpretasi visual dilakukan pada citra baik dalam bentuk citra cetak (hardcopy) maupun citra yang ditayangkan pada layar komputer. Interpretasi digital sering kali disebut dengan pengolahan citra digital. Interpretasi digital memerlukan nilai spektral ataupun nilai kecerahan suatu obyek sehingga satu obyek dapat dibedakan dengan obyek lainnya.

Tiga jenis kegiatan yang diperlukan dalam proses interpretasi citra, seperti yang sudah disebutkan tadi yaitu proses deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu obyek pada citra. Ini merupakan tahap awal dalam interpretasi citra. Keterangan yang diperoleh pun bersifat global. Identifikasi ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Sehubungan dengan contoh tersebut maka berdasarkan bentuk, ukuran dan letaknya, obyek yang tampak pada sungai tersebut disimpulkan sebagai perahu dayung. Keterangan yang didapat ini bersifat setengah rinci. Untuk memperoleh keterangan yang lebih rinci diperlukan proses analisis, yaitu proses penilaian arti pentingnya tiap-tiap obyek dan kaitannya antar obyek tersebut.

Proses interpretasi citra memerlukan unsur-unsur interpretasi yang dapat memudahkan dalam pengenalan obyek permukaan bumi. Unsur interpretasi ini merupakan karakteristik atau atribut obyek pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek yang diselidiki melalui proses interpretasi.

(11)

11 Unsur interpretasi yang dimaksud terdiri dari sembilan butir (Sutanto, 1994), yaitu:

1. Rona atau warna : tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Contohnya dari hitam keputih ataupun sebaliknya. Warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spekrtum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Contohnya obyek tampak biru, hijau ataupun merah.

2. Bentuk : variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.

3. Ukuran : atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.

4. Tekstur : frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1994).

5. Pola : ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.

6. Bayangan : menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau terkadang tampak samar. 7. Situs : letak suatu obyek terhadap obyek lain disekitarnya, misalnya

letak kota (fisik) terhadap wilayah kota (administratif), ataupun letak obyek terhadap bentang darat, misalnya situs suatu obyek di rawa, dipuncak bukit kering, dsb (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1994).

8. Asosiasi : keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Adanya keterkaitan ini maka akan terlihat suatu obyek pada citra yang merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.

(12)

12 9. Kovergensi bukti : dalam mengenali obyek tidak hanya dianjurkan menggunakan satu unsur interpretasi citra, namun menggunakan unsur interpretasi citra sebanyak mungkin.

1.6.4. Sistem Informasi Geografis

Definisi sistem informasi geografis (SIG) banyak dikemukakan oleh berbagai pihak dari berbagai bidang yang menggunakan sistem informasi geografis, sehingga sistem ini tidak memiliki definisi yang baku. Namun SIG memiliki batasan-batasan tertentu yang membedakannya dengan sistem-sistem informasi lain. Beberapa batasan tersebut yaitu SIG merupakan suatu sistem yang menangani data keruangan (Marble et al, 1983 dalam Dulbahri 1993). SIG merupakan sebuah alat yang bermanfaat dalam mengumpulkan, menimbun, mengambil kembali data yang diinginkan, mengubah, dan menayangkan data keruangan yang berasal dari dunia nyata (Burrough, 1986 dalam Dulbahri 1993). SIG merupakan kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografis dan personil yang secara efisien memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (Esri, 1990 dalam Prahasta, 2002). SIG dapat diartikan sebagai kesatuan antara sistem, informasi dan geografi dimana sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan obyek, ide, yang saling berhubungan dalam mencapai suatu tujuan tertentu (Prahasta, 2002).

Informasi merupakan analisis dan sintesis terhadap data, atau informasi adalah data yang telah diorganisasikan ke dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan seseorang, manajer, staf, atau orang lain di dalam suatu organisasi atau perusahaan (Kadir, 1999 dalam Prahasta, 2002). Geografi merupakan bagian dari spasial atau keruangan (Prahasta, 2002). Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa SIG merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengetahui informasi keruangan dengan proses tertentu. Berbagai definisi tersebut mengandung arti yang tidak jauh berbeda, SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau

(13)

13 kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografi yaitu masukan data, pengelolaan data (menyimpan dan menampilkan kembali dari arsip data), manipulasi dan analisis data, serta keluaran data (Aronoff, 1989 dalam Prahasta 2002).

Beberapa komponen dalam sistem informasi geografis yang perlu diketahui (Purwanto, 2008) yaitu :

1. Perangkat keras (hardware) : computer, mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner yang dapat digunakan untuk pemasukan data, pemrosesan data, penyajian hasil serta penyimpanan data / informasi. 2. Perangkat lunak (software) : syarat yang harus dipenuhi software SIG

adalah merupakan database management sistem (DBMS), fasilitas untuk pemasukan dan manipulasi data geografis, fasilitas untuk query, analisis dan visualisasi, graphical user interface (GUI) yang baik untuk mempermudah akses fasilitas yang ada.

3. Data : keakurasian data dituntut dalam SIG.

4. Sumberdaya manusia (brainware) : teknologi SIG menjadi terbatas kemampuannya jika tidak ada sumberdaya yang mengelola sistem dan mengembangkan untuk aplikasi yang sesuai.

5. Metode : model dan teknik pemrosesan perlu dibuat untuk berbagai aplikasi SIG.

1.6.5. Perkotaan

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Perda Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2012). Daerah perkotaan merupakan suatu zona atau daerah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan serta pemusatan penduduk dengan cara hidup yang heterogen (Lindgren, 1974 dalam Suharyadi, 2001). Daerah perkotaan adalah suatu zone atau daerah dengan berbagai macam bangunan teknis yang berfungsi sebagai sarana dan prasarana kehidupan masyarakat kota, seperti :

(14)

14 gedung, perumahan, jalur transportasi dan komunikasi, industri, dan tempat rekreasi (Suharyadi, 2001). Kota dapat terbentuk melalui beberapa cara, diantaranya kota yang terbentuk secara administrasi, daerah yang ditetapkan sebagai kota oleh undang-undang, maupun kota yang berawal dari kotamadya, yang karena suatu hal dapat berubah menjadi suatu wilayah kota.

Pertumbuhan kota pada kebanyakan negara berkembang begitu cepat dan sangat berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, kesenjangan sosial, dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau (Ernawi, 2012). Daya tarik daerah perkotaan dapat dikatakan terlalu kuat untuk menyebabkan masyarakat desa berpindah ke daerah perkotaan. Semakin banyak masyarakat yang berpindah, semakin banyak pula penduduk yang tinggal di kota dan akibatnya semakin rumit permasalahan yang timbul dan semakin sulit pula penyelesaiannya.

Selain permasalahan pada daerah perkotaan yang semakin padat akan penduduk, pada daerah pedesaan pun semakin sulit menemukan sumber daya manusia. Sebab, mayoritas masyarakat yang berminat untuk berpindah ke daerah perkotaan adalah masyarakat dengan usia produktif yang seharusnya dapat membangun desanya sendiri. Namun, akibat daya tarik lapangan pekerjaan yang melimpah di kota, penduduk usia produktif ini lebih memilih untuk urbanisasi ke kota. Permasalahan ini juga dapat mengakibatkan ketidak-merataan persebaran penduduk dan ketidak-merataan pembangunan akibat kurangnya sumber daya manusia yang ada. Pembangunan yang dilakukan secara besar-besaran pada daerah perkotaan menyebabkan kurangnya perhatian pihak terkait terhadap kondisi lingkungan yang ada.

1.6.6. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan merupakan faktor penting dalam kehidupan. Kesehatan dapat memiliki definisi yang berbeda-beda dari berbagai sudut pandang. Secara umum, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009). Selain itu, menurut WHO, kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yang

(15)

15 tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari penyakit dan kecacatan (Widayani, 2012). Kondisi kesehatan tidak pernah luput dari kajian aspek lingkungan yang pada dasarnya sangat mempengaruhi kehidupan. Ekosistem yang hidup pada suatu lingkungan sangat tergantung pada lingkungan itu sendiri, jika kondisi lingkungan itu sendiri baik, maka kehidupan ekosistem yang ada akan baik, dimana dapat lingkungan dapat menyediakan kebutuhan yang memadai dan memenuhi syarat hidup yang layak sebagai makhluk hidup. Hal ini merupakan akibat dari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan itu sendiri memiliki beberapa definisi yang berbeda-beda. Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976), lingkungan adalah tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.

Kesehatan lingkungan yaitu suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia (WHO dalam Widayani, 2012). Menurut Walter R.L kesehatan lingkungan merupakan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan yang berakibat / mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Widayani, 2012). Oleh sebab itu, kesehatan lingkungan ini penting untuk diaplikasikan dalam pembangunan suatu negara. Bagi manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak, termasuk manusia lainnya, serta suasana yang terbentuk arena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen di alam tersebut. (Slamet, 1994)

Menurut Ryadi (1984), kesehatan lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan masyarakat modern yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, terkait dalam berbagai ekosistem, dengan tujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai-nilai kesehatan manusia (atau semua organisme hidup) pada tingkat setinggi-tingginya; dengan jalan memodifikasi tidak hanya faktor sosial dan lingkungan fisik semata, tetapi juga terhadap semua sifat-sifat dan kelakuan-kelakuan lingkungan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenangan, kesehatan, dan keselamatan organisme umat manusia.

(16)

16 Kemampuan manusia dalam memodifikasi kondisi lingkungan bergantung pada berbagai faktor, yaitu taraf perekonomian maupun taraf sosial yang dimiliki. Masyarakat dengan taraf yang masih rendah hanya mampu melakukan hal-hal yang mudah demi kepentingannya sendiri. Masyarakat yang sudah maju, dapat mengubah atau memodifikasi lingkungan sampai taraf yang irreversibel (Slamet, 1994). Beliau pun mengatakan modifikasi lingkungan hidup dengan tujuan memperbaiki nasib manusia tidak selalu berhasil dengan baik bila tidak diperhatikan proses-proses yang terjadi di dalam ekosistem yang mengikuti perubahan-perubahan tersebut. Contoh yang tidak asing lagi ialah apabila area hutan yang dibuka terlalu luas, banjir akan terjadi di waktu hujan karena tanah tidak dapat lagi menahan air yang disebabkan oleh akar-akar tumbuhan sudah terlalu banyak berkurang. Apabila laju pemanfaatan sumber daya alam meningkat secara otomatis kualitas limbah pun bertambah, maka, dampak intensitas kegiatan ini harus diperhatikan. Jika tidak, dapat terjadi peningkatan taraf pencemaran lingkungan yang akan mengakibatkan turunnya kesehatan lingkungan, sehingga dalam usaha-usaha dibidang kesehatan lingkungan perlu didasarkan atas pengetahuan ekologi manusia sebagai proses pengendalian lingkungan hidup.

Permasalahan yang banyak dihadapi adalah dimana kesehatan lingkungan tidak menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan berkelanjutan. Akibatnya kesehatan ekosistem terutama masyarakat yang menjadi korbannya, sehingga kehidupan masyarakat dapat dikatakan tidak layak dengan kondisi lingkungan yang telah rusak akibat pembangunan. Kerusakan lingkungan yang terjadi ini dapat menyebabkan tingkat kesehatan masyarakat yang menurun, misalnya akibat persediaan air bersih yang menurun, kondisi udara yang tidak sehat, dan lain sebagainya. Berikut ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut WHO (Widayani, 2012):

1) Penyediaan air minum,

2) Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, 3) Pembuangan sampah padat,

4) Pengendalian vektor,

5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, 6) Higiene makanan, termasuk higiene susu,

(17)

17 7) Pengendalian pencemaran udara,

8) Pengendalian radiasi, 9) Kesehatan kerja,

10) Pengendalian kebisingan, 11) Perumahan dan pemukiman,

12) Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, 13) Perencanaan daerah dan perkotaan,

14) Pencegahan kecelakaan,

15) Rekreasi umum dan pariwisata,

16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk,

17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

1.6.7. Telaah Penelitian Sebelumnya

Muh. Hanafi Muslim (2004) meneliti mengenai Penggunaan Foto Udara Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesehatan Lingkungan Permukiman di Kecamatan Semarang Timur dan Kecamatan Semarang Tengah. Pengindentifikasian terhadap setiap parameter yang digunakan disadap melalui foto udara. Penelitian tersebut juga melakukan analisis regresi linier untuk mendapatkan prioritas perbaikan kondisi kesehatan lingkungan permukiman. Prioritas perbaikan ini terletak pada kondisi yang memungkinkan untuk diperbaiki diantaranya adalah perbaikan kondisi saluran air hujan, air minum, tempat sampah, saluran limbah, sanitasi, kondisi permukaan jalan dan pohon pelindung.

Arief Prasetyo (2005) meneliti mengenai Aplikasi Citra Ikonos Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Tingkat Kesehatan Lingkungan Permukiman Sebagian Kota Yogyakarta Bagian Tengah. Pengidentifikasian parameter yang digunakan dalam penelitiannya menggunakan Citra Ikonos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Citra Ikonos dalam mengidentifikasi fenomena dipermukaan bumi. Hasil dari penelitian ini adalah Citra Ikonos dapat digunakan sebagai sumber data primer untuk menyadap informasi parameter lahan penentu kualitas lingkungan permukiman sebagai dasar menentukan tingkat kesehatan lingkungan permukiman.

(18)

18 Romadhona (2010) meneliti mengenai Pemanfaatan Citra Satelit Quickbird dan SIG Untuk Mengkaji Hubungan Permukiman Kumuh Dengan Kondisi Kesehatan Lingkungan di Kecamatan Serengan, Kota Surakarta. Citra satelit Quickbird digunakan untuk mengidentifikasi fenomena permukiman kumuh yang ada di daerah kajian. Keberadaan permukiman kumuh tersebut kemudian dihubungkan dengan keadaan kesehatan lingkungan dengan menggunakan spasial statistik. Selain itu, juga diteliti pola persebaran serta prediksi persebaran permukiman kumuh tersebut dimasa yang akan datang.

Adeline (2012) meneliti mengenai Penggunaan Citra Quickbird Dan SIG Untuk Pemetaan Kesehatan Lingkungan Permukiman di Kecamatan Rawa Lumbu. Citra Quickbird yang digunakan pada penelitian ini berguna dalam mengekstrak informasi mengenai kesehatan lingkungan permukiman. Informasi tersebut kemudian dianalisis menggunakan SIG untuk mendapatkan informasi berupa peta yaitu peta kesehatan lingkungan permukiman.

Berangkat dari beberapa penelitian tersebut, penulis dengan penelitian Pemanfaatan Citra Quickbird Dan Sistem Informasi Geografis Dalam Analisis Kesehatan Lingkungan menggunakan citra resolusi tinggi dalam mengidentifikasi parameter fisik untuk mengetahui tingkat kesehatan lingkungan di wilayah kajian. Sistem informasi geografis pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis distribusi serta melakukan pemetaan tingkat kesehatan lingkungan.

Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan yang terjadi yaitu pada beberapa parameter fisik yang digunakan dan metode skoring dan bobot dengan Hanafi Muslim (2004), Romadhona (2010) dan Adeline (2012) serta persamaan penggunaan jenis citra dengan Romadhona (2012) dan Adeline (2012). Perbedaan sangat terlihat pada tahun pengkajian dan daerah penelitian. Tahun dilakukannya penelitian yaitu tahun 2013 pada daerah kajian Kecamatan Pasar Minggu, Kota Administrasi Jakarta Selatan. Secara singkat perbedaan dan persamaan penelitian tersaji dalam tabel 1.2 berikut:

(19)

19 Tabel 1.2. Karakteristik Penelitian Sebelumnya

Nama peneliti (tahun)

Judul Daerah Tujuan Metode Hasil

Muh. Hanafi Muslim (2004)

Penggunaan Foto Udara dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kesehatan Lingkungan Permukiman Kecamatan Semarang Timur dan Kecamatan Semarang Tengah - Pemetaan kesehatan lingkungan permukiman - Mengetahui persebaran kelas kesehatan lingkungan permukiman, fakto – faktornya serta - Mengetahui prioritas perbaikan Interpretasi pada foto udara pankromatik hitam putih, surveri terrestrial, analisis statistik regresi linier

- Foto udara pada penelitian dapat digunakan dengan hasil ketelitian interpretasi 88,3%

- Prioritas dilakukan pada perbaikan kondisi saluran air hujan, air minum, tempat sampah, saluran limbah, sanitasi, kondisi permukaan jalan dan pohon pelindung.

Arief Prasetyo (2005)

Aplikasi Citra Ikonos dan Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Tingkat Kesehatan Lingkungan Permukiman Sebagian kota Yogyakarta bagian tengah - Mengetahui kemampuan citra ikonos - Mengetahui tingkat kesehatan lingkungan permukiman Interpretasi citra ikonos, kerja lapangan, integrasi dengan SIG

- Citra ikonos dapat digunakan sebagai sumber data primer untuk menyadap informasi parameter lahan penentu kualitas lingkungan permukiman Fahrul Romadhona Nisau Sholihah (2010) Pemanfaatan Citra Satelit Quickbird dan SIG Untuk Mengkaji Hubungan Permukiman Kecamatan Serengan, Kota Surakarta - Memanfaatkan Citra Quickbird dan SIG untuk mengkaji hubungan permukiman kumuh Interpretasi citra Quickbird, kerja lapangan, analisis statistik spasial menggunakan SIG - Adanya keterkaitan /hubungan antara kondisi permukiman kumuh dengan kondisi kesehatan lingkungan.

(20)

20 Kumuh Dengan Kondisi Kesehatan Lingkungan dengan kondisi kesehatan lingkungan - Analisis statistik spasial untuk mengetahui pola sebaran permukiman kumuh - Pola persebaran permukiman kumuh terjadi mengelompok dan mempunyai

kecenderungan kearah barat daya dan tenggara

Veronica Adeline (2012)

Penggunaan Citra Quickbird dan SIG Untuk Pemetaan Kesehatan Lingkungan Permukiman Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi - Mengkaji manfaat dan ketelitian citra Quickbird - Memetakan persebaran kelas kesehatan lingkungan permukiman - Menentukan prioritas perbaikan Interpretasi, wawancara, uji interpretasi, penentuan prioritas perbaikan sesuai dengan RDTR

- Tingkat ketelitian citra Quickbird sebesar 81% - Prioritas I di permukiman

padat penduduk, prioritas II di permukiman yang dikembangkan oleh developer Tri Wahyuni Widjayanti (penelitian ini) Pemanfaatan Citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis Dalam Analisis Kesehatan Lingkungan Kecamatan Pasar Minggu, Kota Administrasi Jakarta Selatan - Mengetahui kemampuan Citra Quickbird dapat digunakan dalam analisis dan pemetaan kesehatan lingkungan - Mengetahui distribusi tingkat kesehatan lingkungan Interpretasi visual, kerja lapangan, wawancara

Hasil yang diharapkan : - Deskripsi kemampuan

Citra Quickbird dalam mengindentifikasi dan analisa kesehatan lingkungan

- Peta tingkat kesehatan lingkungan

(21)

21 1.7.Kerangka Pemikiran

Lingkungan perkotaan merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah Negara. Pada lingkungan perkotaan tersebut merupakan lokasi terlaksananya kegiatan manusia yang sangat kompleks. Setiap kebutuhan hidup diupayakan tercapai dalam lingkungan perkotaan, misalnya kawasan perkantoran, industri, perdagangan dan jasa, permukiman, dan lain sebagainya. Permasalahan yang terjadi pada lingkungan perkotaan itu sendiri sangatlah bervariasi, salah satunya masalah kesehatan lingkungan. Permasalahan kesehatan lingkungan itu sendiri dipicu dengan berbagai faktor yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Oleh karena itu, suatu teknologi diperlukan untuk mengidentifikasi pokok permasalahan kesehatan lingkungan pada suatu wilayah berikut dengan berbagai faktor pengaruhnya.

Penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang semakin mengalami perkembangan, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi berbagai fenomena di permukaan bumi, salah satunya mengenai kesehatan lingkungan. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan dalam melakukan identifikasi permasalahan berikut dengan analisis pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, tentunya terdapat batasan-batasan dimana teknologi penginderaan jauh belum mampu untuk mengidentifikasinya, yaitu faktor-faktor pengaruh kesehatan lingkungan yang tidak dapat dilihat melalui permukaan bumi. Misalnya pola hidup masyarakat, tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan, dan lain sebagainya.

Parameter kesehatan lingkungan yang dapat diperoleh melalui citra penginderaan jauh diantaranya yaitu pola bangunan, kepadatan bangunan, lebar jalan masuk, kondisi jalan masuk, pohon pelindung, serta sumber polusi. Masing-masing parameter ini akan diidentifikasi menggunakan citra penginderaan jauh resolusi tinggi yang salah satunya adalah Citra Quickbird. Parameter yang didapatkan melalui data sekunder adalah persediaan air bersih, keberadaan tps, genangan banjir, serta data kejadian penyakit. Data kejadian penyakit yang dimaksudkan disini adalah data persebaran penyakit yang akan digunakan untuk melakukan validasi hasil akhir penelitian. Berbagai parameter yang digunakan dalam penelitian ini akan menjadi data yang akan dianalisis penggunakan sistem

(22)

22 penginderaan jauh. Analisis yang dilakukan diantaranya adalah dengan metode overlay dan buffering. Analisis masing-masing parameter dengan metode tersebut akan menjadi pertimbangan dalam peta akhir kesehatan lingkungan.

Data kejadian penyakit diare, malaria, DBD, TB paru, dan ISPA dapat menjadi tolok ukur dalam terjaganya kesehatan lingkungan. Jika dilihat jenis penyakit ini merupakan jenis penyakit yang timbul akibat pengaruh lingkungan yang ada. Semakin sedikit kejadian penyakit yang terjadi, maka kemungkinan semakin sehat lingkungan yang ada. Walaupun masih banyak faktor yang perlu menjadi pertimbangan, misalnya tipe penularan yang diderita warga, apakah dari lingkungan kerja, rumah atau dari lingkungan lain. Data kasus penyakit ini dijadikan sebagai bahan untuk validasi terhadap metode yang digunakan. Validasi tersebut bertujuan untuk membandingkan antara hasil yang didapatkan dalam penelitian dengan kenyataan kejadian penyakit yang ada didaerah kajian. Jika hasil penelitian sesuai dengan kondisi kejadian penyakit, maka dapat dinyatakan penelitian ini dilakukan secara benar dan sesuai. Namun jika hasil penelitian tidak sesuai dengan kondisi kejadian penyakit, maka dalam penelitian ini terdapat faktor lain yang mempengaruhi kondisi kesehatan lingkungan diluar faktor-faktor yang diteliti, seperti faktor sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.

Lingkungan dikatakan sehat jika lingkungan itu sendiri tidak mengakibatkan timbulnya kejadian penyakit dilingkungan sekitar. Penurunan tingkat kesehatan lingkungan sangat sulit jika dilakukan hanya pada segelintir manusia. Hanya perubahan-perubahan tingkah laku secara kolektif disamping kebijaksanaan-kebijaksanaan umum yang efektif bisa menanggulangi polusi udara, air, dan membebaskan tempat-tempat kerja serta rumah-rumah dari zat yang berbahaya. Oleh karena itu, peran kerjasama antara masyarakat dan pemerintah sangat penting demi menciptakan lingkungan yang sehat secara kolektif dan terpadu (Eckholm, 1982).

(23)

23 1.7.1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

1.7.2. Batasan Istilah Operasional

Penginderaan jauh : Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kotak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. (Lillesand dan Kiefer, 1979)

Interpretasi citra : Upaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya dengan mengkaji citra dan melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. (Sutanto, 1994)

Sistem informasi geografis : Sebuah alat yang bermanfaat dalam mengumpulkan, menimbun, mengambil kembali data yang diinginkan, Meningkatnya populasi

penduduk perkotaan

Meningkatnya kebutuhan lahan

Pembangunan semakin tidak terkendali

Kesehatan lingkungan memburuk

Dibutuhkan teknologi untuk membantu menyelesaikan

permasalahan kesehatan lingkungan

Informasi spasial kesehatan lingkungan kota

Penginderaan Jauh Identifikasi faktor fisik lingkungan :

- Pola bangunan - Kepadatan bangunan - Lebar jalan masuk - Kondisi jalan masuk - Pohon pelindung - Pengaruh polusi - Genangan banjir

Survei lapangan untuk uji akurasi

Data sekunder : - Persediaan air bersih - Keberadaan TPS - Data kejadian

penyakit (untuk validasi)

Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

(24)

24 mengubah, dan menayangkan data keruangan yang berasal dari dunia nyata (Burrough, 1986 dalam Dulbahri 1993)

Kawasan perkotaan : Wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Perda Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030).

Kesehatan : Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Undang-undang tentang kesehatan Nomor 36 Tahun 2009)

Lingkungan : Bagi manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata maupun abstrak, termasuk manusia lainnya, serta suasana yang terbentuk arena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen dialam tersebut. (Slamet, 1994)

Kesehatan lingkungan : Bagian dari dasar-dasar kesehatan masyarakat modern yang meliputi semua aspek manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, terkait dalam berbagai ekosistem, dengan tujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai-nilai kesehatan manusia (atau semua organisme hidup) pada tingkat setinggi-tingginya. (Ryadi, 1984)

Penggunaan lahan : Jenis kenampakan yang ada di muka bumi yang berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tersebut (Suharyadi, 2001)

Permukiman : Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung berupa kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Perda Prov. DKI Jakarta No.1, 2012)

Gambar

Gambar 1.1. Pantulan Spektral Beberapa Material (Danoedoro, 2007)
Tabel 1.1 Karakteristik Citra Quickbird  Tanggal peluncuran  24 September 1999
Tabel 1.2. Karakteristik Penelitian Sebelumnya  Nama peneliti
Gambar 1.2. Diagram Alir  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Petisi, yang pertama diselenggarakan oleh ilmuwan individu yang mendukung teknologi RG telah menghasilkan lebih dari 1.600 tanda tangan dari ahli ilmu tanaman mendukung pernyataan

Secara parsial, variabel kualitas layanan yang terdiri dari: dimensi variabel bukti fisik (tangibles) dan empati (emphaty) berpengaruh secara signifikan dan

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR