• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIDAK SALAHKAH PLURALISME AGAMA? (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIDAK SALAHKAH PLURALISME AGAMA? (3)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 Jawaban Atas Tanggapan Balik Daud Tari

“TIDAK SALAHKAH

PLURALISME AGAMA? (3)”

Esra Alfred Soru *

Dengan demikian doktrin ‘Extra Ecclesia Nulla Salus’ sama sekali berbeda dengan doktrin kaum eksklusif masa kini. Hanya orang bingung dan tidak mengerti sejarahlah yang menyamakan keduanya. Saya kira kecaman-kecaman Tari baru tepat sasaran jika ditujukan pada eksklusifisme masa lalu (‘Extra Ecclesia Nulla Salus’). Sayangnya sewaktu doktrin itu berkembang Tari belum lahir. Jadi menurut saya Tari terlambat lahir. Atau lahir secara salah di zaman yang berbeda dengan roh Tari. Seharusnya Tari telah dilahirkan belasan abad yang lalu, di mana semangat memberantas ekslusivisme (extra ecclesian nulla salus) diperlukan pada waktu itu. Inilah yang saya maksudkan dengan terlambat lahir atau lahir secara salah di zaman yang benar. (Sorry bang, aye cuma bisa pinjem kate-kate lu). Jadi benarkah tudingan Tari bahwa saya adalah teolog pemulung yang sukanya memilih barang rongsokkan dari tong sampah? Bisa “tidak”, bisa “ya”. “Tidak” karena yang dipercaya dan dipegang oleh saya bukanlah doktrin “extra ecclesian nulla salus” yang sudah dibuang dalam tong sampah. Bisa “ya” karena memang saya memungut kembali ‘barang rongsokan’ yang sudah rusak itu dari tong sampah, lalu saya daur ulang untuk menemukan bentuknya semula lalu saya gunakan sebagaimana mestinya. Asyik kan? Bahkan kalau dipikir lebih dalam, ternyata Allah juga pernah dan masih jadi ‘pemulung’ yakni ketika Ia rela merendahkan diri-Nya untuk memungut ‘sampah-sampah’ kotor dan busuk seperti Esra Soru, Daud Tari, Daniel Saduk Manu, dll, lalu Ia daur ulang dan menjadikan kita alat indah di mata-Nya. Ia berharap mereka yang sudah didaur ulang itu juga mau menjadi ‘pemulung-pemulung’ untuk memungut sampah-sampah yang lain agar dibawa kepada-Nya. Sayangnya, setelah menjadi indah, justru ada sampah kotor dan busuk itu yang memberontak, meninggalkan dan melecehkan ‘Sang Pemulung’ itu. Di antara mereka mungkin aku, mungkin anda, mungkin juga dia. Ya, kalau saya disebut teolog pemulung, itu tak mengapa, justru itu membuat saya merasa dekat dengan “Sang Pemulung” itu. Ada Amin saudara-saudara????? (Upss, lupa! Saya kira sementara berkhotbah di gereja).

Dalam tulisan kemarin saya berjanji untuk membeberkan satu lagi inkonsistensi Tari. Baiklah akan saya beberkan. Dalam tulisan kemarin sudah saya

(2)

2

jelasakan bahwa ternyata sahabat kita yang bernama Daud Tari ini tidak mampu membedakan eksklusifisme pada masa lalu (“Extra Ecclesia Nulla Salus” = tidak ada keselamatan di luar gereja Katholik) dengan eksklusifisme masa kini dan karenanya ia menyamakan iman eksklusif saya dengan “Extra Ecclesia Nulla Salus”. Itulah sebabnya ia mencap saya sebagai teolog pemulung yang kembali lagi memungut doktrin tersebut dari dalam tong sampah. Menariknya adalah ternyata Tari juga mengaku bahwa ia memiliki iman yang eksklusif. Berikut kata-katanya : “Saya tidak

menolak injil yang eksklusif (Kristus sebagai Juruselamat, satu-satunya jalan)”.

Perhatikan bahwa Tari tidak menolak Injil yang eksklusif. Dengan kata lain Tari mempunyai iman yang eksklusif. Lalu apa maksud Tari dengan “iman eksklusif”-nya itu? Tari sudah menjelaskannya yakni bahwa Kristus sebagai satu-satunya jalan (lihat kalimat dalam tanda kurung). Lalu apa masalahnya? Di sinilah nampak inkonsistensi Tari. Waktu ia berbicara tentang Injil dan iman eksklusif yang ia anut, ia menghubungkannya dengan Kristus sebagai satu-satunya jalan. Tetapi pada waktu ia berbicara tentang Injil dan iman eksklusif yang saya anut, ia menghubungkannua dengan doktrin “Extra Ecclesia Nulla Salus” dan bukannya dengan doktrin Kristus sebagai satu-satunya jalan. Jadi menurut Tari, eksklusifisme saya adalah “tidak ada

keselamatan di luar gereja” sedangkan eksklusifismenya sendiri adalah Kristus sebagai satu-satunya jalan”. Adilkah? Kalau memang eksklusifisme masa kini sama

dengan “Extra Ecclesia Nulla Salus” maka itu harus berlaku juga bagi yang dianut Tari. Dengan demikian Tari juga telah memungut sampah itu dari tong sampah. Lalu apa boleh kita berkata bahwa Tari juga teolog pemulung? (Terserah pembaca). Tetapi kalau eksklusifisme masa kini adalah kepercayaan bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan (sebagaimana yang dianut Tari) maka mengapa itu tidak berlaku bagi saya? Mengapa justru Tari mengubungkan apa yang saya yakini dengan “Extra

Ecclesia Nulla Salus” dan menghakimi saya seolah-olah saya pemegang paham itu?

Satu-satunya jawaban adalah bahwa sahabat kita yang satu ini lagi bingung alias pusing. Mungkin karena emosinya yang tak terkendali membuat daya nalarnya menjadi lumpuh dan menyebabkan inkonsistensi di atas. Sdr. Tari, apa anda bisa pahami maksud saya? Kalau belum paham, tenangkanlah perasaan anda, dinginkanlah kepala anda dan bacalah kembali, jangan terburu-buru biar anda bisa tangkap maksud saya. Bagaimana teman? Ok, kita lanjut!

Pluralisme Empiris dan Pluralisme Filosofis

Agar pembaca dapat memahami dengan baik maka saya perlu jelasakan apa itu pluralisme empiris dan pluralisme filosofis. Pluralisme empiris (empirical pluralism) adalah jenis pluralisme yang menunjuk pada suatu realita dalam kehidupan kita di mana kita hidup dalam lingkungan yang penuh perbedaan. Kita hidup dalam lingkungan yang berisi banyak bahasa, suku bangsa, agama, dan ajaran. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Benar kata Tari bahwa “...realitas jamak/plural merupakan realitas

(3)

3 historis yang tak dapat disangkali. Hanya orang bodoh dan naif yang tidak dapat berpikir secara historis yang melakukan tindakan bodoh menyangkalinya”.

Sedangkan Pluralisme filosofis (philosophical pluralism) adalah sebuah paham yang mengajarkan penolakan terhadap adanya satu agama atau pandangan umum yang menyatakan hanya dirinya yang benar, yang mengajarkan bahwa semua agama dan ajaran harus dianggap sama benarnya. Pluralisme filosofis ini beranggapan bahwa kebenaran adalah relatif. Tidak ada kebenaran mutlak dan obyektif. Dan karena semua pandangan adalah benar, silakan pilih yang cocok untuk anda. Nah, paham pluralisme filosofis inilah yang saya bahas dan tolak dalam tulisan perdana saya. Lucunya, Tari (atau mungkin Mr. X di belakangnya) tiba-tiba kebakaran jenggot dan menanggapi tulisan saya dengan tudingan bahwa saya menolak kenyataan-kenyataan yang plural itu. Dengan kata lain Tari menuding saya menolak pluralisme empiris padahal yang saya tolak adalah pluralisme filosofis. Sekarang, dalam tanggapannya yang terakhir Tari menulis : “...antara pluralisme filosofis dengan pluralisme empirik

sangat berkaitan erat. Bukankah penolakan terhadap adanya satu agama yang benar merupakan reaksi dari kemajemukan yang ada. Dan anda menolak hal ini bukan? Berarti anda yang kurang tepat dalam menganalisa perkataan saya. Anda menolak pluralisme filosofis maka saya memakai pendekatan pluralisme empirik untuk mengatakan bahwa apa yang anda tolak itu merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Adanya perbedaan ajaran menimbulkan perbedaan kebenaran yang relatif. Itu hal yang wajar dan tak perlu dipersoalkan. Sebab memang kebenaran itu tidak pernah bisa dimiliki secara tuntas. Kebenaran manusia tentang Allah itu adalah kebenaran terminal. Termasuk kebenaran anda”. Wah, rupanya

teman kita yang satu ini tetap jatuh pada lubang yang sama. Perhatikan kalimatnya di atas “...antara pluralisme filosofis dengan pluralisme empirik sangat berkaitan

erat”. Kalimat ini menunjukkan bahwa Tari sama sekali tidak mampu memahami

maksud tulisan saya dengan baik. Yang ingin saya tekankan adalah bahwa pluralisme empiris itu BERBEDA berbeda dengan pluralisme filosofis dan bukannya pluralisme empiris itu TERPISAH dari pluralisme filosofis. Ternyata Tari membuat kesalahan yang sama dengan pada waktu ia berbicara tentang Injil yang eksklusif dan pemberitaan Injil yang inklusif. Persoalannya adalah apakah adanya pluralisme empiris secara otomatis membuktikan kebenaran pluralisme filosofis? Apakah fakta bahwa ada banyak agama secara otomatis membuktikan bahwa semua agama sama-sama benar dan tidak ada satu agama yang paling benar? Tunggu dulu bung! Anda harus tahu bahwa lahirnya konsep pluralisme filosofis hanyalah salah satu reaksi dari sekian banyak reaksi terhadap adanya pluralisme empiris seperti proselitisme, sinkritisme, dll yang belum tentu benar. Karenanya membantah penolakan saya atas pluralisme filosofis dengan mengatakan bahwa saya menolak pluralisme empiris adalah sebuah kesimpulan yang bukan hanya naif dan bodoh tapi juga buta. Karena pluralisme filosofis hanya merupakan salah satu reaksi dari sekian banyak reaksi terhadap pluralisme empiris maka mengatakan bahwa seseorang yang menolak pluralisme filosofis pasti menolak pluralisme empiris adalah kesimpulan yang tidak bertanggung jawab dan ngawur. Dan hal itulah yang baru saja dilakukan oleh sahabat

(4)

4

kita Tari di mana ia menuduh saya menolak pluralisme empiris hanya karena saya menolak pluralisme filosofis. Itulah sebabnya ia menulis kalimat berikut pada saya

“...realitas jamak/plural merupakan realitas historis yang tak dapat disangkali. Hanya orang bodoh dan naif yang tidak dapat berpikir secara historis yang melakukan tindakan bodoh menyangkalinya”. Kesimpulan semacam ini semata-mata

karena kelambanan logika Tari dalam memahami maksud dan konteks tulisan. Sdr. Tari, saya akui bahwa hanya orang bodoh dan naif yang tidak dapat berpikir secara historis yang melakukan tindakan bodoh dengan menyangkali realitas yang jamak/plural. Tetapi saya juga mengakui bahwa ada orang yang lebih bodoh dan lebih naif lagi jika mengklaim bahwa semua kejamakan itu (dalam hal ini kejamakan agama) bisa sama-sama benar pada saat yang sama padahal masing-masing agama memberikan klaim-klaim yang bertentangan satu dengan yang lain. Jika yang satu agama berkata bahwa Allah itu berpribadi dan yang satu lagi mengatakan Allah tidak berpribadi, mungkinkah keduanya sama-sama benar? Jika yang satu mengatakan ada kebangkitan dan yang lain berkata tidak ada kebangkitan, mungkinkah keduanya sama benar? Orang yang beranggapan bahwa semua agama sama benar hanya karena ada pluralitas keagamaan (pluralisme empiris) adalah orang yang bukan hanya bodoh dan naif tapi juga buta. Stephen Tong berkata “....wahyu Tuhan Allah yang

benar dari Tuhan Allah tidak mungkin bertentangan dengan wahyu yang benar-benar dari Tuhan Allah juga....Wahyu yang benar-benar akan bersifat harmonis dan sungguh-sungguh konsisten dari permulaan sampai akhir”. (Stephen Tong; Yesus Kristus Juruselamat Dunia; Surabaya, Momentum; 2004, hal. 90). Kalalu begitu

dapatkah kita katakan bahwa semua agama sama benar? Apakah jawabmu Daud Tari? (Upss lupa lagi. Saya kira lagi acara pentahbisan sidi baru). Sdr. Tari, saya berharap anda dapat tidur dengan tenang dan hari Senin kita lanjutkan lagi. Sampai jumpa!!!

Bersambung....

* Penulis adalah pendiri dan pengajar Teologi Sistematik pada STA “PELANGI KASIH” dan Kursus Alkitab “AIR HIDUP” – Oebobo.

(5)

5 Jawaban Atas Tanggapan Balik Daud Tari

“Tidak Salahkah Pluralisme

Agama? (4-Habis)”

Esra Alfred Soru *

Kristen dan Agama Lain

Tari menulis pada saya : “...Andalah yang meracuni pikiran pembaca

seolah-oleh pendekatan ini adalah pendekatan yang mutlak. Sehingga menganggap dalam agama lain tidak ada satu titik kebenaran pun. Lagi-lagi teman kita Tari ini

mengulangi kebiasaan buruknya dengan memberikan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar dari ketidaktelitiannya. Entah kapan saya bilang bahwa dalam agama lain tidak ada satu titik kebenaran pun. Itu kesimpulan yang naif dari Tari karena ketidakmampuan memahami inti persoalan. (maaf, sepertinya dosen pembimbing skripsi anda harus bekerja keras mengatasi problema anda yang satu ini). Saya tidak berkata bahwa dalam agama lain tidak ada satu titik kebenaran pun. Yang saya katakan adalah bahwa pluralisme filosofis yang mengklaim semua agama sama benar adalah sebuah kesimpulan yang tidak valid. Mengapa? Karena ada sejumlah pertentangan dalam klaim-klaim agama-agama yang tidak mungkin keduanya benar bersama dalam waktu yang sama. Kalau begitu apakah dalam agama yang lain ada kebenaran? Jelas ada karena dalam agama-agama lain pun kita temukan ajaran-ajaran moral yang luhur. Kalau begitu bukankah semua agama itu sama dengan agama Kristen? Simaklah yang dikatakan Chris Wright : “...bila kita berhadapan dengan

seorang ‘penganut agama lain”, kita berhadapan dengan seorang yang, dalam agamanya sebagaimana juga dalam segala hal lain, memiliki sekedar hubungan dnegan Allah Pencipta-hubungan yang membuat ia bisa disapa dan bisa dimintai pertanggungjawaban”. (Tuhan Yesus Memang Khas Unik, Jalan Keselamatan Satu-Satunya; Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF; 2003, hal. 71). Wright

melanjutkan : “Meski demikian, harus segera ditambahkan bahwa hubungannya

sudah dicemari oleh dosa sehingga dalam agamanya, sekali lagi sebagaimana juga dalam semua hal lain, orang hidup dalam keadaan memberontak dan ketidaktaatan” (Ibid). Dengan demikian jelas bahwa di dalam agama lain pun ada

titik-titik kebenaran tetapi semuanya itu telah dicemari oleh dosa. Perhatikan penjelasan Peter Kreeft dan Ronald K . Tacelli : “Apakah agama-agama lain itu

(6)

6 benar?” Tentu saja, sebagian. Bahkan iblis pun harus mengatakan sesuatu kebenaran agar dapat menjual dustanya. Satanisme menyampaikan beberapa kebenaran kepada penganut Satanisme....Apabila ada kebenaran dalam Satanisme, maka pasti akan lebih banyak lagi kebenaran yang dapat ditemukan dalam ajaran-ajaran para guru yang berhikmat seperti Budha dan Kong Hu Cu. Namun harus dilihat dan diamati bagaimana kebenaran-kebenaran yang mereka ajarkan itu dibandingkan dengan kebenaran-kebenaran dalam kekristenan, dan perlu teliti bagaimana atau apakah ajaran-ajaran mereka itu telah bercampur aduk dengan kepalsuan-kepalsuan”. (Pedoman Apologetik Kristen 2; Bandung, Kalam Hidup;

1993, hal. 180-181). Kita juga harus sadar bahwa sejak semula iblis telah bekerja dengan giat dalam kebudayaan bahkan dalam agama-agama manusia di samping kebenaran-kebenaran yang mereka miliki. Wright menyimpulkan : “...mengatakan

bahwa semua kehidupan dan keagamaan non Kristen adalah karya iblis, adalah suatu tanggapan berlebih-lebihan yang tidak sesuai dengan Alkitab. Meskipun begitu, juga tidak sesuai dengan Alkitab jika kita mengabaikan peranan iblis dan setan-setan dalam agama-agama manusia-yang sering secara tidak kentara justru paling kuat dalam apa yang nampak “terbaik” di dalam agama-agama itu”. (Wright,

hal. 73). Dari semuanya ini jelas bahwa ada kebenaran dalam agama lain (meskipun sudah dicemari dosa dan bercampur aduk dengan ketidakbenaran) dan karenanya agama lain itu pada taraf tertentu juga baik dan edukatif karena mengajarkan kebaikan. Tetapi persoalanya (sesuai konteks pembahasan saya) adalah bahwa titik-titik kebenaran dan kebaikan itu tidak cukup untuk menyelematkan mereka. Dan benar sesuai kata Alkitab bahwa manusia diselamatkan bukan dengan perbuatan baik melainkan hanya iman dalam Kristus Yesus (Efs 2:8-9). Sebaik apapun seseorang

beragama lain, sebaik apapun seseorang beragama Kristen tetapi tanpa kepercayaan pada Yesus (menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya), ia tidak mungkin diselamatkan. Ini bukan kata Soru tapi kata Alkitab.

Simak pernyataan Stephen Tong : “Agama hanya mengajarkan agar kita berbuat

baik. Namun tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa berbuat baik secara sempurna, seperti yang diajarkan agamanya. Maka dengan kata lain, semua ajaran berbuat baik itu sendiri tidak menyelesaikan persoalan dosa manusia dan tidak mampu menyelamatkan manusia”. (Stephen Tong; Yesus Kristus Juruselamat Dunia; Surabaya, Momentum; 2004,hal. 98). Itulah sebabnya kita butuh seorang

Juruselamat yan dapat menyelesaikan dan membayar tuntas dosa kita dan Juruselamat itu adalah Yesus Kristus. Agama tidak bisa menyelesaikan masalah dosa dan menyelamatkan manusia. Perbuatan baik tidak bisa menyelesaikan masalah dosa dan menyelamatkan manusia. Penyelesaian dosa dan penyelamatan manusia hanya mungkin dilakukan oleh Allah sendiri dalam Kristus Yesus. Itulah sebabnya kekristenan percaya bahwa YESUS KRISTUS ADALAH SATU-SATUNYA

JALAN KESELAMATAN. Ini berita Alkitab. Lalu bagaimana mungkin kaum

pluralis menyatakan bahwa ada jalan keselamatan dalam setiap agama? Lalu bagaimana mungkin kaum inklusifisme menyatakan bahwa Yesus pergi menyelamatkan orang-orang beragama lain tanpa menuntut kepercayaan explisit

(7)

7

terhadap nama dan diri-Nya? Bagaimana mungkin orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus bisa diselamatkan oleh Yesus? Apa yang diajarkan kaum pluralis-inklusif adalah ajaran palsu yang tidak berdasarkan Alkitab.

Kalau demikian kondisi dan keadaan agama-agama, lalu bagaimana dengan agama Kristen sendiri? Mungkin akan terasa arogan dan picik bagi Tari dan teman-teman pluralisnya tetapi harus saya katakan bahwa Kristen adalah agama yang paling benar. Klaim Kristen sebagai agama yang paling benar tidak didasarkan pada kekristenan sendiri tetapi pada apa dan siapa yang dipercayai oleh kekristenan. Dalam bukunya yang sudah dikutip di atas, Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli menulis “Klaim-klaim kekristenan yang eksklusif bukanlah untuk kekristenan,

melainkan untuk Kristus”. (hal. 184). Ya! Kekristenan percaya pada apa yang

dilakukan dan dikatakan Yesus. Jika Yesus benar maka kekristenan yang mempercayai-Nya juga benar. Jika Yesus tidak berdusta maka kekristenan yang mempercayai-Nya juga tidak berdusta. Kebenaran Yesus menentukan kebenaran Kristen. Tentu yang saya maksudkan di sini adalah kekristenan yang sejati. Apa itu berarti saya berpandangan bahwa agama Kristen sama dengan Allah atau Kristus sebagaimana yang dituduhkan Tari? Jelas tidak! Karena kekristenan bergantung pada Allah atau Kristus. Kekristenan tidak mempercayai apa yang mereka sendiri

katakan tentang Kristus melainkan apa yang Kristus sendiri katakan tentang diri-Nya. Jadi mengatakan bahwa Kristen adalah agama yang paling benar tidak

berarti bahwa Kristen sama dengan Kristus atau Allah. Itu hanya tudingan tak berdasar, tudingan orang bingung sebagaimana yang sudah saya buktikan sejak tulisan pertama saya. Satu hal lagi. Perhatikan dengan baik bahwa yang saya katakan adalah bahwa kekristenan adalah agama yang paling benar dan bukannya berkata bahwa agama Kristen menjadi sumber keselamatan. Yang menjadi sumber keselamatan bukanlah agama Kristen tetapi Ia yang dipercayai oleh agama Kristen yakni Yesus Kristus. Karenanya tudingan Tari “Kristus tidak pernah mengajarkan

untuk mendapatkan keselamatan harus masuk agama Kristen” sekali lagi adalah

tudingan yang salah sasaran, yang lahir dari ketidakmampuan memahami inti persoalan.

Lalu bagaimana dengan keberatan Tari berikut ini : “...bukankah agama

Kristen (baca: orang-orang Kristen) yang di dalamnya manusia mengaku percaya kepada Yesus Kristus adalah tidak suci atau penuh dengan kecemaran. Ada pembunuhan, peperangan, persaingan, politik, dll. Apakah sikap dan perilaku orang beragama ini sama dengan Kristus? Jawaban saya tentu tidak, kecuali kekristenan pribadi Soru. Iya kan?” Sdr. Tari, lagi-lagi anda menunjukkan tingkatan nalar yang

begitu rendah. Anda rupanya tidak bisa membedakan antara IMAN KRISTEN dan

ORANG KRISTEN. Keduanya memang tidak bisa dipisahkan tetapi bisa dibedakan.

Harus diakui bahwa sepanjang sejarah bahkan sampai hari ini ada banyak orang Kristen yang brengsek seperti itu. Tetapi anda harus paham bahwa apa yang mereka

(8)

8

lakukan tidaklah membuktikan bahwa kepercayaan Kristen mereka itu salah melainkan membuktikan bahwa mereka telah menyimpang dari ajaran Kristen yang mereka percayai. Cara anda berargumentasi mengingatkan saya pada argumentasi bidat Saksi Yehovah yang menganggap doktrin Tritunggal itu sesat karena para penganut Tritungal hidup jahat. Ya, anda sama ngawur dengan mereka. Orang Kristen dapat hidup jahat tetapi itu tidak berarti bahwa kekristenan mengajarkan orang berbuat jahat. Jadi kehidupan/perilaku orang orang Kristen sama sekali tidak menentukan benar tidaknya iman Kristen. Dengan demikian kekristenan (iman/kepercayaannya) adalah agama yang paling benar meskipun ada pengikutnya yang hidup jahat. Budi Asali berkata : “Harus diakui bahwa dalam kekristenan ada

perang, saling bunuh dsb, tetapi itu adalah kesalahan oknum, bukan kesalahan ajaran...” (Bagaimana menaklukkan dan membongkar fitnah / dusta/ kepalsuan Saksi-saksi palsu Yehuwa?; Surabaya, GKRI Exodus, hal. 141). Dengan demikian

kehidupan yang brengsek dari orang Kristen tidak dapat dipakai atau dihububungkan dengan Kristus seolah-olah karena orang Kristen hidup dalam dosa maka Kristus juga berdosa. Kesimpulan semacam yang dibuat oleh Tari adalah kesimpulan yang tidak selayaknya diambil oleh orang yang sudah hampir bergelar Sarjana Teologia. Sdr. Tari, cobalah renungkan baik-baik supaya anda bisa paham.

“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”. Itulah klaim Yesus tentang diri-Nya. Kreeft

dan Tacelli mengatakan “Klaim-klaim-Nya tidak dapat diubah, diperlunak,

direlatifkan, dirundingkan atau diperbagus agar dapat diterima oleh orang banyak”

(Ibid). Karenanya mau percaya atau tidak, mau terima atau tidak, Ia tetap satu-satunya jalan keselamatan. Hanya melalui Dialah semua manusia (agama apapun) bisa datang kepada Allah. Apakah ini sikap arogan, picik, keras kepala, angkuh serta mempertahankan pandangan sendiri seperti dituduhkan Tari dan para pluralis lainnya? Kreeft dan Tacelli menjawab : “Sebenarnya sikap yang arogan ialah

apabila seseorang memperbaiki ‘kekeliruan’ Allah demi tujuan ekumenisme”.

(Ibid, hal. 185). Dan itulah yang dilakukan kaum pluralis. Jadi Yesus satu-satunya jalan keselamatan. Agama tidak dapat menyelesaikan dosa dan menyelamatkan anda, perbuatan baik dan amal tidak dapat menyelesaikan dosa dan menyelamatkan anda. Hanya iman kepada Dia sajalah yang dapat menyelamatkan anda karena dosa sudah dibereskan-Nya di atas salib ketika Ia berseru “Sudah Genap”. Sdr. Tari, ijinkan saya bertanya pada anda, “Sudahkah anda terima Yesus secara pribadi?” Jika belum, bukalah hatimu, undanglah Dia masuk, biarkanlah Ia menjadi Tuhan dan Juruselamatmu maka percayalah kata-kataku “Pintu mutiara firdaus terbuka

bagimu”. Tidak ada gunanya semua gelar teologi kalau Yesus belum bertakhta di

dalam hidup kita. Salam hormat, Tuhan berkati!!! Oh, tunggu dulu, ada yang saya lupakan. Kalau benar dugaan saya, tolong sampaikan salam manisku buat Mr. X mu yang pengecut itu yang hanya bisa bersembunyi di belakang anda. Semoga suatu hari

(9)

9

nanti ia cukup berani untuk memproklamirkan kepada dunia “AKU SEORANG PLURALIS”. Itu saja! Sampai jumpa, da....da...

* Penulis adalah pendiri dan pengajar Teologi Sistematik pada STA “PELANGI KASIH” dan Kursus Alkitab “AIR HIDUP” – Oebobo.

Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan:

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan Jenis Gangguan dan Kerusakan Hutan Kawasan Konservasi di Wilayah Balai Besar KSDA Jawa Barat Tahun 2010 s/d 2015 .... Perkembangan Jenis Gangguan dan Kerusakan

Pranata humas adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara  penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan informasi dan

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKj IP) dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya dan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data yaitu: (1) mentranskripsikan data hasil rekaman dalam bahasa tulis, (2) mengklasifikasikan berdasarkan jenis tindak

Dalam sistem tenaga listrik yang melayani beban secara kontinyu sebaiknya tegangan dan frekuensi harus tetap konstan, namun apabila terjadi gangguan pada salah satu

Negara pemasok mentega lainnya adalah negara-negara asal benua Eropa antara lain Belanda, Jerman dan Perancis dengan share kecil (<10% dari total impor.. ITPC LAGOS |

Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi

 Pasien dengan stroke iskemik / TIA yang tidak mendapatkan antikoagulan harus diberikan antiplatelet seperti aspirin (80-325 mg) atau clopidogrel 75 mg, cilostazol atau