• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apakah otak. Dipersalahkan?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Apakah otak. Dipersalahkan?"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

M e mb e d a k a n an t a r a K e t i d ak s e i mb a n g a n Ki mi a w i , G a n g g u a n p a d a O t ak , d a n K e ti d ak t a a t an

Apakah otak

yang

Dipersalahkan?

Edward T. Welch

(

P e n e r b i t M o m e n t u m 2 0 0 6

Copyright © momentum.or.id

(2)

Apakah Otak yang Dipersalahkan?:

Membedakan antara Ketidakseimbangan Kimiawi, Gangguan pada Otak, dan Ketidaktaatan

Oleh: Edward T. Welch Penerjemah: Lana Asali Editor: IrwanTjulianto

Pengoreksi: Jessy Siswanto dan Irenaeus Herwindo Tata Letak: Djeffry

Desain Sampul: Ricky Setiawan Editor Umum: Solomon Yo

Originally published in English under the title,

Blame It on the Brain?: Distinguishing Chemical Imbalances, Brain Disorders, and Disobedience

© 1998 by Edward T. Welch

Translated and printed by permission of Presbyterian and Reformed Publishing Co.

P.O. Box 817, Phillipsburg, New Jersey 08865-0817, USA. All rights reserved.

Hak cipta terbitan bahasa Indonesia © 2003 pada

Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)

Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia. Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275

e-mail: [email protected]

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)

Welch, Edward T., 1953-

Apakah otak yang dipersalahkan?: membedakan antara

ketidakseimbangan kimiawi, gangguan pada otak, dan ketidaktaatan / Edward T. Welch, terj. Lana Asali – cet. 1 – Surabaya: Momentum, 2006. xvi + 225 hlm.; 14 cm.

ISBN 979-3292-29-6

1. Otak – Penyakit – Aspek-aspek religius – Kekristenan 2. Neuropsikiatri

2006 616.8–dc21 Cetakan pertama: Juli 2006

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak seba-gian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.

(3)

D

a f t a r

I

s i

Ucapan Terima Kasih ix

Pendahuluan xi

B a g i an P e r t a ma :

Landasan Alkitabiah 1

1. Siapa yang Bertanggung Jawab? 3

2. Pikiran-Tubuh: Pertanyaan dan Jawaban 13 3. Pikiran-Tubuh: Penerapan Praktis 37 B a g i an K ed u a:

Masalah Otak Dipandang Melalui

Lensa Kitab Suci 53

Otak yang Melakukannya: Kegagalan Fungsi Otak 55 4. Penyakit Alzheimer dan Demensia 57

5. Cedera Kepala 77

Mungkin Otak yang Melakukannya: Masalah Psikiatris 97

6. Mengenali Masalah Psikiatris 99

7. Depresi 111

8. Gangguan Kesulitan Berkonsentrasi 129

(4)

(

APAKAH OTAK YANG DIPERSALAHKAN?

Otak Tidak Melakukannya: Arah Perkembangan Baru

dalam Ilmu Otak 149

9. Homoseksualitas 151 10. Alkoholisme 187 11. Kesimpulan 211 Glosarium 215 viii

Copyright © momentum.or.id

(5)

P

e n d a h u l u a n

T

AHUN 1990-an telah secara resmi dicanangkan sebagai dekade otak, dan ini memang beralasan.

• Penyakit Alzheimer yang diderita Presiden Reagan telah menarik perhatian masyarakat pada penyakit yang menu-runkan kemampuan otak ini, yang menimbulkan begitu ba-nyak kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari serta derita yang tak terbayangkan bagi ratusan ribu kerabat dan teman-teman.

• Para periset menawarkan perawatan yang mungkin bisa menyembuhkan penyakit-penyakit otak yang dulu tidak da-pat disembuhkan.

• Teknologi-teknologi baru memungkinkan dilakukannya pengamatan-pengamatan terhadap otak yang sebelumnya belum bisa dilakukan.

• Para filsuf dan theolog memulai lagi perdebatan tentang pi-kiran-tubuh.

Bertolak dari kenyataan ini dan ratusan peristiwa lainnya, mungkin lebih tepat dikatakan bahwa tahun 1990-an barulah awal dari riset yang penting tentang otak. Masih banyak lagi yang akan terungkap kelak.

(6)

(

APAKAH OTAK YANG DIPERSALAHKAN?

Saya telah bertekun mempelajari otak sejak saya mengerjakan riset tentang penyakit otak dan elektrofisiologi* otak [yang mem-bahas dampak rangsangan saraf – pen.] di tahun 1970-an. Sejak itu, saya telah menemukan bahwa pengertian dasar mengenai cara kerja otak sangat berguna dalam upaya memahami dan menolong orang lain. Contohnya, pengetahuan mengenai cara kerja otak da-pat membantu kita menjawab pertanyaan-pertanyaan perihal keti-dakseimbangan kimiawi dan perlu tidaknya pemakaian obat-obatan psikiatris [berhubungan dengan penyakit jiwa – ed.]. Pengetahuan ini dapat membantu kita memahami orang-orang yang kemampuan belajar dan berpikirnya berbeda dengan kita. Juga dapat membantu kita membedakan antara masalah fisik dan rohani. Dalam buku ini, saya berharap dapat menyuguhkan beberapa informasi yang ber-manfaat.

Namun, sekalipun saya bersemangat dalam mempelajari fung-si otak, saya bertanya-tanya apakah peran otak di fung-sini tidak terlalu

dibesarkan. Sebagai contoh, perhatikan beberapa “penemuan” di

tahun 1990-an yang meresahkan ini.

• Ritalin menjadi resep favorit untuk anak-anak.

• Perubahan suasana hati yang dahulu ditengarai sebagai im-bas dari hari kerja yang menyebalkan di kantor, atau ke-jengkelan pada anak-anak di rumah, atau kekecewaan da-lam suatu relasi, kini dipandang sebagai akibat dari keti-dakseimbangan kimiawi dalam otak, dirawat dengan obat antidepresi atau, bagi orang-orang yang menginginkan pe-rawatan yang lebih alami, diberi St. John’s Wort dan tum-buh-tumbuhan lain.

• Kita semakin yakin bahwa otak adalah penyebab riil dari perilaku manusia. Apa yang mulanya dikemukakan hanya sebagai pendapat bahwa sifat kimiawi otak merupakan pe-nyebab utama penyalahgunaan minuman beralkohol, kini

*

Kata-kata sulit akan dijelaskan dalam bagian “Glosarium” di bagian bela-kang buku ini – ed.

xii

(7)

Pendahuluan

)

telah berkembang sedemikian rupa hingga sifat kimiawi otak dituding sebagai penyebab ultimat dari hampir setiap masalah manusia.

Pernahkah Anda merasa heran melihat bagaimana beberapa orang menuding otak mereka, menuduhnya bertanggung jawab atas perilaku buruk mereka? Saya pernah menonton sebuah siaran jum-pa pers di televisi yang digelar oleh seorang tokoh politik terke-muka yang membuat saya benar-benar merasa kasihan pada otak orang itu. Otak ini dinyatakan bersalah tanpa bukti nyata apa pun.

Tokoh politik yang antinarkoba ini mempunyai reputasi yang tidak tercela selama dua kali masa jabatannya. Sekalipun dia sering kali menghadapi tuntutan-tuntutan hukum, tidak ada yang berhasil menjeratnya. Dia pernah dituduh atas penggelapan uang, menerima suap untuk kepentingan politik, pemakaian narkoba – dia selalu di-tuduh namun tidak pernah dinyatakan bersalah. Kini dia tertangkap basah dalam pembelian dan pemakaian narkoba ilegal. Semuanya sudah direkam. Bagaimana dia akan meloloskan dirinya kali ini?

Sementara dia berjalan ke panggung, seorang wartawan ber-seru, “Mengapa Anda melakukannya? Mengapa Anda membo-hongi kami selama bertahun-tahun ini?”

Dia langsung menjawab. “Saya tidak melakukannya,” katanya. “Otak saya telah kacau. Otak saya yang melakukannya. Penyakit saya yang melakukannya!” Tidak ada rasa penyesalan sedikit pun – hanya kejengkelan karena seseorang menanyakan hal seperti itu.

Saya menonton sambil menggeleng-gelengkan kepala. Masak-an dia tidak dapat memberikMasak-an jawabMasak-an yMasak-ang lebih baik dari itu? Orang yang mempelajari otak niscaya tidak akan menerima alasan seperti itu. Saya berpikir, Para wartawan itu akan menghabisi dia

dalam sekejap karena jawabannya itu.

Namun yang mengherankan saya, ternyata tidak ada yang ter-tawa. Jawabannya tampaknya cukup memuaskan bagi orang-orang yang hadir. Mungkin mereka khawatir bahwa mereka akan terke-san tidak tahu apa-apa mengenai riset tentang otak yang

mendu-xiii

(8)

(

APAKAH OTAK YANG DIPERSALAHKAN?

kung pernyataan tokoh tadi. Mungkin mereka tidak mau mendak-wa seseorang sebagai penjahat bila nantinya ternyata orang itu ada-lah korban dari keadaan. Apa pun alasannya, tokoh politik itu keli-hatannya berhasil membungkam orang-orang yang mencelanya. Dia sudah mulai berbicara tentang topik lain.

Jika diadakan jajak pendapat tertutup, sebagian besar dari orang-orang yang hadir pada konferensi pers itu mungkin akan mengatakan bahwa orang ini hanya berusaha menghindar dari tu-duhan. Akan tetapi mereka harus mengakui bahwa dia setidaknya mempunyai satu kelebihan: dia tahu bagaimana caranya mengikuti perkembangan zaman. Beberapa dasawarsa yang lalu, pembelaan terbaik yang dapat diajukannya adalah mempersalahkan didikan yang diterimanya semasa kecil. Kini, sesuai perkembangan tren-tren kebudayaan dewasa ini, dia mempersalahkan otaknya. Dan tidak ada seorang pun yang berani mengonfrontasi dia.

Ini berarti bahwa tugas kita dalam buku ini mencakup dua hal: mengungkapkan di mana peran otak terlalu diabaikan, dan menun-jukkan di mana otak terlalu ditonjolkan (atau dipersalahkan).

Karena masalah-masalah manusia kini semakin berat dan se-makin kompleks, banyak orang mendambakan solusi – sese-makin ce-pat semakin baik! Orang berpikir, alangkah senangnya jika ditemu-kan obat mujarab atau perubahan genetika yang mampu menyele-saikan semua masalah kita! Dan pengharapan ini diperkuat oleh laporan-laporan yang menyiratkan bahwa kita sedang berada di ambang penemuan perawatan otak yang revolusioner untuk meng-atasi masalah-masalah yang dahulu dianggap masalah jiwa.

Namun sebagai orang Kristen, kita tidak terlalu naif. Kita tahu bahwa kita tidak boleh begitu saja menerima segala sesuatu yang kita dengar sebagai kebenaran Allah. Informasi yang kita terima perihal cara kerja otak harus kita tanggapi sebagaimana kita me-nanggapi setiap informasi lain, baik itu mengenai keuangan, masa-lah keluarga, atau penyebab tingkah laku kita: kita harus meman-dangnya melalui lensa Alkitab. Kita perlu merenungkannya dengan

xiv

(9)

Pendahuluan

)

hati-hati, dengan diiringi doa, setiap kali kita mendengar dan mengevaluasi penemuan-penemuan ilmiah yang mutakhir.

Terus terang, banyak orang tidak mengerti mengapa kita mela-kukan hal ini. Mereka menganggap kita orang-orang yang berpikir-an picik, ketinggalberpikir-an zamberpikir-an, parberpikir-anoid, atau … Anda dapat melberpikir-an- melan-jutkan sendiri. Kebanyakan orang menyangka bahwa para peneliti masuk ke laboratorium dan melaporkan fakta-fakta apa adanya. Kemudian orang-orang yang menerima fakta-fakta tersebut mela-porkannya kepada kita. Namun kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Meskipun pengamatan dan penemuan kita terima dalam balut-an bahasa ilmiah, tetapi pada waktu kita mendengarnya, ini sudah lebih dari sekadar fakta. Kenyataannya, seperti semua informasi yang kita terima, data mengenai otak dibentuk dan dipengaruhi oleh hal-hal lain seperti keinginan kita sendiri dan asumsi-asumsi yang tersirat dalam kebudayaan kita.

Maka pada waktu hasil riset tentang otak sampai kepada kita, hasil ini ibarat pesan yang telah berubah seperti dalam permainan “Bisikkan kepada orang di sampingmu.” Bisikan pertama dari riset otak berbunyi, “Otak adalah organ yang mengagumkan yang ikut

berperan atau mempunyai pengaruh atas perilaku seseorang.”

Te-tapi setelah melewati banyak orang, orang terakhir mendengar, “Otak saya menyebabkan saya melakukannya.” Inilah yang cende-rung kita dengar dari tetangga-tetangga kita atau kita baca di surat-surat kabar. Dan inilah berita yang disampaikan oleh tokoh politik tadi pada acara jumpa pers untuk mempertahankan kedudukannya.

Riset yang bertanggung jawab tentu saja tidak mendukung ko-mentar tokoh tadi, akan tetapi sejumlah riset memang menyarankan bahwa semakin banyak tingkah laku kita yang disebabkan oleh fungsi otak atau disfungsi otak. Mungkin bukti-bukti inilah yang mengawali bisikan yang diteruskan pada orang-orang lain, yang ketika disalahtafsirkan, melahirkan alasan yang dikemukakan oleh tokoh politik itu.

Jadi inilah masalahnya. Terkadang memang beralasan untuk mempersalahkan otak kita atas perilaku buruk kita, dan terkadang

xv

(10)

(

APAKAH OTAK YANG DIPERSALAHKAN?

tidak beralasan. Bagaimana kita membedakannya? Dalam hal to-koh politik tadi, jawabannya jelas. Namun ada kasus-kasus lain, se-perti yang akan dibahas dalam buku ini, di mana jawabannya tidak begitu gamblang.

Untuk membantu Anda merenungkan masalah ini dan perta-nyaan-pertanyaannya, Bagian Pertama buku ini akan menyuguhkan sumber-sumber theologis yang dibutuhkan untuk berdialog dengan ilmu pengetahuan tentang otak. Mengapa sumber theologis dan bu-kannya sumber teknis dan ilmiah? Sebab theologi adalah lensa yang melaluinya orang-orang Kristen menafsirkan semua riset, dan penting sekali memiliki lensa yang jernih dan akurat. Sayangnya, dalam kaitan dengan ilmu tentang otak, lensa kita telah berkabut sebagian, dan akibatnya, lensa ini tidak mengendalikan penglihatan kita. Bahkan, banyak orang tampaknya telah menanggalkan lensa alkitabiah mereka sama sekali ketika memandang masalah riset tentang otak. Karena itu, Bagian Pertama akan membersihkan dan menggosok kacamata theologis kita.

Struktur theologis yang disajikan dalam Bagian Pertama cukup gamblang: kita diciptakan oleh Allah sebagai kesatuan dari sedikit-nya dua substansi – roh dan tubuh. Ini bukan sesuatu yang baru. Ini pernyataan theologis yang telah diterima selama berabad-abad. Yang baru adalah penerapan theologi ini pada beberapa pertanyaan modern.

Dengan diperlengkapi theologi ini serta penerapannya dalam berbagai bidang, Bagian Kedua akan mempraktikkannya. Bagian Kedua akan mengkaji beberapa diagnosis dan pengalaman-peng-alaman modern, yang semuanya ditengarai disebabkan oleh otak, dan membahasnya dari sudut pandang alkitabiah. Kita tidak akan membahas setiap penyakit dan setiap pengalaman secara rinci. Na-mun, Anda akan mempelajari pola berpikir yang akan menuntun Anda untuk berpikir secara alkitabiah mengenai masalah-masalah tertentu yang Anda hadapi. Maka hal ini akan memampukan Anda untuk melayani secara alkitabiah, dengan penuh keyakinan, hik-mat, dan belas kasihan."

xvi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat Slameto di atas, cara meningkatkan motivasi belajar siswa dapat dikembangkan sebagai berikut; 1) Pemberian angka, pada umumnya setiap siswa ingin mengetahui

Bingung?Maksudnya begini.ketika kita (manusia) membaca artikel, kita tahu jelas bedanya antara yang bagus dan jelek.Artikel yang bagus biasanya dibaca dalam waktu lama,

Berdasarkan hasil penilian keluarga pemulung tunggal dalam FGD aset ekonomi mereka berada pada angka 1..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi terbaik berasal dari faktor kekuatan dan peluang (SO) yaitu (1) memanfaatkan ketersedian petunjuk teknis untuk pengembangan mitra

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan lesson study berbasis Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

Kemenangan ideologi feminisme dalam novel tampak jelas di bagian akhir cerita, dalam dua atau tiga paragraf terakhir cerita, ketika Baginda Raja sadar akan

[r]

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang paling fundamental karena perkembangan anak di masa selanjutnya, akan sangat ditentukan oleh