• Tidak ada hasil yang ditemukan

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) pada Siswa Kelas 5 SD Neg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) pada Siswa Kelas 5 SD Neg"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9

Dalam landasan teori dimuat teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut merupakan penjabaran mengenai teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Hasil Belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

2.1.1.1 Hakekat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta

dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual.

Menurut Fowler (dalam Trianto 2012: 136), mengemukakan bahwa IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Seorang ahli lain yaitu Wahyana (dalam Trianto, 2012:136) menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis dan terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya ditandai oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

(2)

Merujuk pada pengertian IPA di atas, maka hakikat IPA meliputi empat unsur, yaitu: (1) sikap: yang terwujud melalui rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru namun dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; (2) proses: yaitu prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori,

dan hukum; (4) aplikasi: merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Keempat unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Puskur (dalam Trianto, 2012: 154).

Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. Menurut Trianto (2012:144), ketrampilan proses IPA dapat digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep/prinsip/teori. konsep/prinsip/teori yang telah ditemukan/dikembangkan ini akan memantapkan pemahaman tentang ketrampilan peserta didik.

Menurut Wahyana (dalam Trianto, 2012:144), ketrampilan proses adalah ketrampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Funk (dalam Trianto, 2012:144), membagi ketrampilan proses menjadi 2 tingkatan yaitu ketrampilan proses tingkat dasar meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi, inferensi dan ketrampilan proses tingkat teradu meliputi

(3)

Demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru. Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan

terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara induktif.

Konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual, keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan, berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah. Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut.

Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006:485) secara terperinci adalah:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya,

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat,

(4)

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam,

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.

Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi

kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006:285) adalah:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

b. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya, dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya, budaya, etika, moral, dan agama.

Pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA. Sebagai ilmu pengetahuan, IPA juga mempunyai ciri khusus sebagaimana ilmu pengetahuan yang lain. Ciri-ciri khusus tersebut dipaparkan berikut ini:

1) IPA mempunyai nilai ilmiah artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya.

(5)

scientifically), nilai dan “sikapi lmiah” (scientific attitudes) (Depdiknas, 2006).

Pembelajaran IPA di sekolah khususnya di sekolah dasar diharapkan siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah. Kemampuan siswa dalam menggunakan ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata karena pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam

sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. 2.1.1.2 Hakekat Belajar

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 2010:2). Menurut Suryabrata (dalam Uno & Mohamad, 2011:138), belajar adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman baru ke arah yang lebih baik. Menurut Gagne (dalam Wilis R.D. 2006:2), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan pengalaman individu akibat interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya berbagai bentuk perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari hasil perbuatan belajar seseorang dapat berupa kebiasaan-kebiasaan, kecakapan atau dalam bentuk pengetahuan, minat, sikap dan keterampilan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu

(6)

2.1.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar

di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009:3).

Menurut Sudjana (2010:22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Menurut Abdurahman (2003:37), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Mudjiono (1999:250) dalam Juprimalino (2012), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Menurut Hamalik (2006:30) dalam Juprimalino (2012), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari sisi siswa dan guru. Dari sisi siswa dikatakan hasil belajar adalah tingkat perkembangan mental siswa lebih baik dibandingkan sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar

(7)

mengenai tindak lanjut, guru menyusun atau merancang apa yang akan dilakukan ketika siswa mendapat nilai memenuhi standar KKM maupun siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Pemerolehan hasil belajar yang baik akan mmberikan kebanggaan pada diri sendiri, orang tua, dan orang lain.

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Menurut Slameto (2010:54-72) ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

a. Faktor intern terdiri dari :

1) Faktor Jasmaniah antara lain, faktor kesehatan dan cacat tubuh.

2) Faktor Psikologi yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan.

3) Faktor Kelelahan

Faktor kelelahan sangat mempengaruhi hasil belajar, agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan.

b. Faktor Ekstern terdiri dari :

1) Faktor Keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor Sekolah, seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

3) Faktor Masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

(8)

sikap, minat, motivasi, kebiasaan, kecakapan, keterampilan dan dari tidak tahu menjadi tahu, serta dari tidak mengerti menjadi mengerti dimana hasil belajar diukur dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru dan pembelajarlah yang mencapai hasil belajar.

2.1.1.4 Hasil Belajar IPA

Hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakikat IPA itu sendiri. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi IPA

sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah.

a. IPA dalam segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. IPA dalam segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuam, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

c. IPA dalam segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar.

Dengan demikian hasil belajar IPA siswa harus mampu memahami konsep-konsep, mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapakan konsep IPA dengan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa juga harus mampu mempelajari benda-benda nyata dan asli di lingkungan sekitar sehingga hasil belajar IPA siswa dapat meningkat.

2.1.2 Motivasi Belajar IPA 2.1.2.1Motivasi Belajar

(9)

Hamzah, 2011) berpendapat bahwa motivasi memiliki dua aspek yaitu adanya dorongan dari dalam dan dari luar untuk mengadakan perubahan dari suatu keadaan pada keadaan yang diharapkan, dan usaha untuk mencapai tujuan.

Sedangkan menurut Wirabayu (dalam Rani, 2010), motivasi belajar sebagai dorongan yang berhubungan dengan prestasi yaitu menguasai, memanipulasi, mengatur lingkungan sosial atau fisik, menguasai rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing untuk melebihi yang lampau dan mengungguli orang lain.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tentang motivasi belajar oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar sebagai salah satu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar diri individu untuk melakukan aktivitas dan usaha yang maksimal serta berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. 2.1.2.2Aspek-aspek Motivasi

Wirabayu (dalam Raniyati, 2010) mengemukakan 6 aspek motivasi belajar pada individu, meliputi (1) tanggung jawab pribadi terhadap tugas; (2) umpan balik atau perbuatan yang dilakukan; (3) tugas yang bersifat moderat yang tingkat kesulitannya tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah, yang penting adanya tantangan dalam tugas, serta dimungkinkan diraih dengan hasil yang memuaskan; (4) tekun dan ulet dalam bekerja; (5) dalam melakukan tugas penuh pertimbangan dan perhitungan; dan (6) keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya yang akan meningkatkan aspirasi dan tetap bersifat realistis.

Dalam suatu proses belajar mengajar, guru menghadapi banyak siswa. Masing-masing siswa memiliki karakteristik dan motivasi belajar yang berbeda-beda. Menurut Freud (dalam Sardiman, 2007: 83) motivasi yang ada pada setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus- menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

(10)

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya).

4. Lebih senang bekerja mandiri.

5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

6. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. 8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang itu selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar-mengajar akan berhasil baik, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri, selain itu siswa juga harus mampu mempertahankan pendapatnya, kalau ia sudah yakin dan dipandangnya cukup rasional.

Berdasarkan beberapa aspek motivasi diatas dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih cocok menggunakan 8 aspek motivasi karena indikatornya sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan yaitu tentang diskusi. Selain itu indikatornya lebih dapat dipahami oleh anak-anak usia sekolah dasar.

2.1.2.3Pentingnya Motivasi Belajar dalam Proses Pembelajaran

Pentingnya peranan motivasi belajar dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa yang kurang termotivasi untuk belajar. Motivasi belajar sebagai salah satu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam

(11)

Fungsi motivasi dalam pembelajaran diantaranya, meliputi (1) mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan; (2) motivasi berfungsi sebagai pengarah artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan; dan (3) motivasi berfungsi sebagai penggerak artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau tidaknya suatu pekerjaan.

Menurut Sardiman (2007:85) ada tiga fungsi motivasi dalam belajar yaitu: 1. Mendorong siswa untuk melakukan suatu perbuatan. Tanpa adanya motivasi

maka tidak akan timbul suatu perbuatan, yaitu belajar.

2. Motivasi berfungsi sebagai penentu arah. Arah yang dimaksud adalah tujuan yang akan dicapai, yaitu hasil belajar yang optimal.

3. Motivasi berfungsi sebagai penyeleksi perbuatan. Seseorang yang mempunyai motivasi yang tinggi pasti akan mampu membedakan dan menentukan perbuatan yang harus dikerjakan terlebih dahulu guna mencapai tujuan belajar dengan mengesampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat.

Motivasi juga berfungsi sebagai pendorong usaha dalam pencapaian prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar yang baik akan berhasil dicapai jika dalam proses pencapaian didasari dengan usaha dan motivasi yang kuat. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik pula. 2.1.2.4Cara-Cara Meningkatkan Motivasi Belajar

Menurut Slameto (2010:176-179), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu: a. Pemberian angka

b. Pujian

c. Saingan atau Kompetensi d. Tujuan yang diakui

(12)

mendapat nilai atau angka kurang, akan menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik; 2) Pujian, pemberian pujian pada siswa atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil sangat besar manfaatnya sebagai pendorong dalam belajar. Dengan pujian ini merupakan suatu bentuk penguatan yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar pada diri siswa. 3) Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Dengan adanya

persaingan, baik persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, karena dengan persaingan akan tertanam dalam diri siswa untuk menjadi yang terbaik dan pertama; 4) Tujuan yang diakui. Rumusan tujuan yang baik dan diakui oleh siswa, merupakan alat motivasi yang penting. Sebab, dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan bagi siswa, maka akan timbul keinginan yang kuat pada diri siswa untuk terus belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar tidak cukup dari diri sendiri melainkan motivasi dari sekelilingnya baik itu dari guru, teman sebaya, maupun tujuan pembelajaran dapat mempengaruhi keberhasilan siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik dan memuaskan. 2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

2.1.3.1Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerjasama dan membantu teman. Siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap

interaksi dan komunikasi sehingga memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Isjoni, 2009:16).

(13)

lebih bergairah dalam belajar. Beberapa variasi dalam pembelajaran kooperatif yaitu STAD, jigsaw, GI (Group Investigasi), TGT (Team Games Tournamens), TPS (Think Pair Share) dan NHT (Numbered Heads Together).

Slavin (dalam Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat

merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.

Pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis. Menurut Uno & Mohamad (2011:120), Shlomo Sharan mengilhami peminat model pembelajaran kooperatif untuk membuat setting kelas dan proses pembelajaranyang memenuhi tiga kondisi, yaitu (a) adanya kontak langsung, (b) sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok, dan (c) adanya persetujuan antar-anggota dalam kelompok tentang setting kooperatif tersebut. Hal yang penting dalam model pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan teman. Bahwa teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah. Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Para siswa juga mendapat kesempatan untuk bersosialisasi. (Uno & Mohamad, 2011:120)

Agus Suprijono (2009:84) memberikan contoh teknik dalam pembelajaran kooperatif yang sangat berguna untuk guru, yaitu: (1) Jigsaw. (2) Think Pair Share, (3) Number Head Together, (4) Group Investigation, (5) Two stay Twitray,

(6) Make a match, (7) Inside outside circle, (8) Bambo dancing, (9) Point counter

point, (10) The Power of two, (11) Listening team.

(14)

2.1.3.2Pengertian NHT

Menurut Arends (2008: 16) Numbered Heads Together merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1998) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran tersebut. Menurut Iqbal Ali (2010), model pembelajaran NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya

dipresentasikan di depan kelas. Kokom Komalasari (2010:62) menyatakan bahwa NHT merupakan suatu metode pembelajaran di mana setiap siswa diberi nomor

kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

Menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang model pembelajaran NHT dapat disimpulkan bahwa NHT adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang mengutamakan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan melatih siswa dalam berinteraksi dengan siswa yang lainnya maupun dengan guru dimana setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang

(15)

2.1.3.3Langkah-langkah Pembelajaran NHT

Terdapat 4 tahap dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan NHT yang dikembangkan oleh Kagan (1993), yaitu:

Tahap 1 - Penomoran (Numbering). Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 4 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda. Tahap 2 - Pengajuan Pertanyaan (Questioning). Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat

spesifik hingga yang bersifat umum.

Tahap 3 - Berpikir Bersama (Head Together). Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

Tahap 4 - Pemberian Jawaban (Answering). Guru menyebut salah satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

Arends (2008:16) menjelaskan bahwa ada empat langkah-langkah pembelajaran dalam NHT yaitu;

1. Langkah 1: Numbering. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok yang terdiri atas 3-5 siswa dan setiap anggota kelompok mendapat nomor 1 sampai 5.

2. Langkah 2: Questioning. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi.

3. Langkah 3: Heads Together. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dan memastikan setiap anggota kelompok tahu.

4. Langkah 4: Answering. Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangan dan

memberikan jawabannya ke hadapan seluruh siswa.

Adapun menurut Miftahul Huda (2011:130) menjelaskan ada beberapa langkah dalam NHT (Number Head Together) yaitu:

(16)

3. Guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya. 4. Memanggil secara acak hingga semua nomor terpanggil.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan

Langkah 1 : Persiapan

a. Guru melakukan apersepsi tentang materi yang akan dipelajari.

b. Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT (Number Head

Together).

c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2. Kegiatan Inti

Langkah 2 : Pelaksanaan Pembelajaran NHT (Number Head Together) Tahap : Penomoran

a. Siswa dibagi menjadi 3-4 kelompok yang telah dirancang oleh guru secara acak.

b. Setiap siswa diberi kepala nomor dalam setiap kelompok oleh guru Tahap : Mengajukan pertanyaan

c. Siswa diberi pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan oleh guru tentang materi IPA kelas 5. (elaborasi)

Tahap : Berpikir Bersama

a. Siswa menyelesaikan tugas-tugas yang telah disediakan oleh guru bersama teman satu kelompok. (eksplorasi)

b. Peneliti bersama guru kelas mengamati jalannya kerjasama dalam kelompok.

c. Guru berkeliling mengamati dan membimbing kerjasama dalam kelompok.

Tahap : Menjawab Pertanyaan

(17)

b. Siswa bersama siswa lain dan guru memberikan skor atas jawaban kelompok yang benar. (elaborasi)

c. Siswa menjawab semua pertanyaan hingga semua pertanyaan yang diajukan oleh guru terjawab semua. (elaborasi)

d. Siswa yang mendapat skor terbanyak mendapat penghargaan dari guru. (Konfirmasi)

3. Kegiatan Akhir

a. Siswa bersama guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

b. Siswa mengerjakan soal evaluasi siklus I yang telah disediakan oleh guru.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang langkah-langkah metode pembelajaran NHT dapat disimpulkan bahwa secara umum ada empat langkah dalam metode pembelajaran yaitu numbering (penomoran), questioning (pemberian tugas/pertanyaan), heads together (penyatuan pendapat), answering (pemberian jawaban), sesuai yang dikemukakan oleh Arends. Langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara berurutan agar penerapan metode NHT dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran akan dapat tercapai.

2.1.3.4Manfaat Pembelajaran dengan Model NHT

Menurut Ibrahim (Wawan, 2010) ada beberapa manfaat model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajarnya rendah, meliputi (1) nilai kerjasama antar siswa lebih teruji; (2) kreativitas siswa termotivasi dan wawasan siswa menjadi berkembang; (3) memotivasi siswa yang berkemampuan lemah untuk memahami materi dengan bekerja secara antusias dalam kelompok; (4) meningkatkan kepercayaan diri; dan (5) meningkatkan prestasi.

Walaupun begitu terdapat kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran NHT, yaitu:

1) Kelebihan model pembelajaran NHT

(18)

b. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktifitas belajar kooperatif.

c. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan.

d. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan.

e. Siswa menjadi siap semua.

2) Kelemahan model pembelajaran NHT

a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

b. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.

c. Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT, telah dilakukan peneliti lain yang berbentuk skripsi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ismiyati (2012), pada siswa kelas 1 SDN 4 Boloh Tahun Pelajaran

2011/2012 dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan

Menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas 1 Semester 2 SDN 4 Boloh Tahun Pelajaran 2011/2012”, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar Matematika Siswa. Terbukti dengan nilai rata-rata kelas pada prasiklus 65,6 dengan ketuntasan belajar 42% pada siklus 1 menjadi 70 dan 64% dan pada siklus 2 menjadi 78,3 dengan 83% tuntas. Dapat disimpulkan bahwa

(19)

Penelitian lain dilakukan oleh Siti Maimunah (2012), yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas IV SD Negeri Simpar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester II 2011/2012”. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Pada siklus I nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan 72, 73% (16 dari 22 anak). Nilai rata-rata 62,95 dengan ketuntasan belajar 40,19% (13 dari 22 anak). Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 72,27 dengan ketuntasan

83,36% (19 anak dari 22 anak). Kriteria ketuntasan adalah 65. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD Negeri Simpar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester II tahun pelajaran 2011/2012 telah terbukti.

Penelitian ketiga yang sudah dilakukan oleh Sari Sekar Melati (2012) dengan judul“ Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT pada Mata Pelajaran PKn Siswa Kelas V di SDN Sunggingsari Parakan Tahun Ajaran 2011/2012”. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn dengan menggunakan model tipe NHT dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada pokok bahasan “Keputusan Bersama” di kelas V SDN Sunggingsari Parakan Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2011/2012. Kondisi awal siswa yang sudah mencapai KKM ≥ 70 sebanyak 12 siwa dengan persentase 40% dan siswa yang belum

(20)

pada siklus II peningkatan motivasi belajar siswa yang tadinya 25 siswa (83,333%) dengan motivasi sangat tinggi menjadi 27 siswa (90%) dengan motivasi sangat tinggi yang telah mencapai indikator keberhasilan 80%.

Hasil dari 3 penelitian yang diuraiakan di atas relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena sama-sama meneliti tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2.3 Kerangka Berfikir

Kondisi awal pada pembelajaran IPA kelas 5 SD Negeri Dukuh 03

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga adalah siswa kurang berantusias dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar karena guru masih menggunakan metode konvensional yang terpaku terhadap buku dan belum menggunakan model pembelajaran yang menanamkan konsep kepada siswa sehingga bagi siswa sangat membosankan akibatnya siswa kurang memahami materi dan tidak ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Hal inilah yang menyebabkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa masih rendah. Motivasi belajar siswa yang rendah juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Padahal agar hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dapat meningkat, guru harus mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA seperti membuat siswa suka dan senang terhadap IPA, menarik perhatian, dan siswa lebih memperhatikan serta antusias pada saat pembelajaran.

Guru harus mampu menarik perhatian siswa dan membuat antusias pada saat mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan dapat mencapai proses kegiatan pembelajaran yang ideal. Oleh karena itu peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena NHT memberikan suasana yang menyenangkan dan menarik dalam pembelajaran khususnya

pembelajaran IPA.

(21)

pembelajaran ini juga akan mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari dan menggunakan media nyata sehingga siswa bisa saling melatih berbagi informasi dan lebih produktif dalam pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT membagi siswa kedalam kelompok kecil dimana setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor yang digunakan sebagai patokan guru dalam menunjuk siswa untuk mengerjakan tugasnya dan siswa dalam kelompok akan saling bertukar pikiran. Semua anggota harus mampu mengetahui dan menyelesaikan semua soal yang diberikan guru

sehingga terjadilah kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa berpartisipasi aktif.

(22)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

Hasil Belajar IPA masih rendah Pembelajaran

Konvensional

Siswa belum termotivasi Kondisi

Awal

Pembelajaran IPA

menggunakan model

pembelajaran

Siklus I Menggunakan model NHT

Tindakan

Siklus II Menggunakan model NHT

Langkah-langkah pembelajaran NHT Langkah 1 : Persiapan

Langkah 2 : Pelaksanaan Pembelajaran NHT

Tahap : Penomoran

Tahap : Mengajukan pertanyaan Tahap : Berpikir Bersama

Tahap : Menjawab Pertanyaan

Hasil Belajar IPA meningkat mencapai diatas KKM 67

Kondisi Akhir

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data yang digunakan adalah hubungan antara panjang usus dan panjang total tubuh ikan, serta jenis makanan yang ada dalam usus ikan untuk

Dalam penelitian ini digunakan beberapa sediaan probiotik yang berbeda, yaitu sediaan Rillus (A), Lacbon (B), Lacidofil (C), dan Lacto B (D) yaitu untuk melihat jumlah koloni

Dengan demikian pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan penerapan alat peraga telah meningkatkan hasil belajar matematika materi kubus dan balok pada siswa

Dari analisis data berdasarkan perhitungan menggunakan chi square test yang dilakukan terhadap 113 responden, didapatkan nilai Asym.sig (2-tailed) adalah 0,014, maka

Dari hasil penelitian diketahui bahwa faktor utama yang menjadi alasan remaja putra melakukan hubungan seks pranikah adalah dorongan dari dalam diri sendiri, sedangkan

Panel terdiri dari tiga anggota yang mendengar argumentasi dari pihak yang bersengketa dan setiap pihak ketiga yang berkepentingan.Jika panel

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi hubungan seksual pada ibu menopouse di Dusun Semawung Sumberejo Tempel Sleman tahun 2012 mayoritas adalah rendah yaitu 22

b) Izin - izin Usaha yang dipersyaratkan (TDP, SITU/SIGU/Domisili) c) SIUJK (Jasa Konstruksi Bidang Instalasi Mekanikal dan Elektrikal). d) SBU Sub Klasifikasi MK001 Jasa