• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.

Pengertian dan Definisi dari BPR

Menurut Manganelli dan Klein (1994), rekayasa ulang adalah suatu perencanaan secara cepat dan radikal terhadap proses bisnis yang strategis dan mempunyai nilai tambah yang didukung oleh sistem, kebijakan, dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan arus kerja dan produktifitas didalam organisasi.

Menurut Johansson, McHugh, Pendlebury, dan Wheeler III, 1995, definisi BPR adalah “ sasaran bagi organisasi untuk mewujudkan perubahan kinerja secara radikal diukur dari biaya, waktu siklus, layanan dan mutu melalui penerapan beragam alat dan teknik yang difokuskan pada bisnis sebagai satu perangkat proses yang berorientasi kepada pelanggan dan bukan sekedar seperangkat fungsi-fungsi organisasi.

Menurut Hammer dan Champy (1995), rekayasa ulang adalah pemikiran kembali secara fundamental dan perancangan kembali secara radikal atas proses-proses bisnis untuk mendapatkan perbaikan yang dramatis dalam hal ukuran-ukuran kinerja yang penting dan kotemporer seperti: biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan. Menurut mereka terdapat 4 kata kunci, yaitu:

(2)

1. Fundamental

Didalam melakukan rekayasa ulang perlu ditanyakan oleh masyarakat bisnis pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar tentang perusahaan-perusahaan mereka dan bagaimana operasi bisnisnya.

Dengan mengemukakan pertanyaan seperti itu akan memaksa orang untuk mengingat aturan-aturan yang tidak tertulis dan asumsi-asumsi mereka yang mendasari bagaimana menyelenggarakan bisnis, sehingga kadang-kadang aturan-aturan tersebut terasa usang, salah dan tidak sesuai.

2. Radikal

Radikal berasal dari bahasa latin yaitu “radix” yang artinya adalah akar, berarti didalam merancang ulang secara radikal dimulai dari akar permasalahan dan bukan membuat perubahan-perubahan yang super fisial atau berkutat dengan yang sudah ada atau yang lama.

Selain itu, rekayasa ulang secara radikal bisa mengesampingkan semua struktur dan prosedur yang sudah ada dan menciptakan cara-cara yang sama sekali baru didalam menyelesaikan pekerjaan.

3. Dramatis

Didalam rekayasa ulang bukan merupakan suatu upaya membuat perubahan secara peningkatan marjinal atau bertahap (incremental) tetapi merupakan suatu pencapaian lompatan yang besar (quantum leap).

4. Proses

Orang didalam perusahaan seringkali mengabaikan proses, perhatian mereka lebih tertuju pada tugas-tugas, pekerjaan, orang-orang, dan struktur

(3)

sehingga seringkali mereka mendapatkan kesulitan. Padahal proses itu adalah suatu proses bisnis sebagai suatu kumpulan aktivitas yang terdiri dari satu input atau lebih dan menghasilkan suatu output yang bernilai tinggi bagi pelanggan.

Definisi lain menyatakan bahwa Business Process Reengineering / rekayasa ulang adalah sebuah paradigma baru yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang berhasil dalam mengorganisir dan melakukan bisnis mereka untuk mendapatkan hasil yang mengagumkan (Victor S.L Tan, 1994).

Dalam pelaksanaannya ia menyatakan bahwa rekayasa ulang pada perusahaan akan merubah cara perusahaan memproses input sehingga menghasilkan suatu output.

Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa rekayasa ulang proses bisnis adalah memikirkan kembali secara fundamental dan merancang kembali secara radikal proses-proses bisnis untuk memperoleh peningkatan yang dramatis dalam hal ukuran-ukuran kinerja dan kotemporer seperti biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan.

Banyak persepsi salah yang beredar di masyarakat, khususnya kalangan bisnis mengenai re-engineering. Seringkali suatu organisasi atau perusahaan melakukan perombakan organisasi secara besar-besaran dan menyebutnya sebagai re-engineering atau kesalahan lainnya adalah pengurangan sumber daya manusia secara besar-besaran sering juga disebut sebagai re-engineering.

Menurut Hammer dan Champy (Reengineering the Corporation, 1994) banyak orang mengira bahwa konsep dari re-engineering merupakan hal yang

(4)

sama dengan berbagai konsep peningkatan bisnis lainnya. Konsep re-engineering tidak sama dengan berbagai konsep seperti :

• Re-engineering bukan otomatisasi.

Otomatisasi pada proses yang terjadi dengan teknologi informasi hanya membuat kemudahan dalam pelaksanaan kegiatan saja. Bukan merupakan perubahan yang radikal terhadap proses bisnisnya.

• Re-engineering bukan downsizing.

Downsizing merupakan penurunan kapasitas produksi untuk memperoleh efisiensi dengan semata-mata pemenuhan daripada permintaan. Pada hal lain re-engineering melaksanakan kegiatan lebih efisien secara keseluruhan bisnis.

• Re-engineering bukan reorganizing.

Walau re-engineering menyebabkan efisiensi dalam struktur organisasi, tetapi ini tidak sama dengan re-organizing. Permasalahan yang diperoleh perusahaan bukan dikarenakan struktur organisasi perusahaan tetapi struktur dari proses bisnis perusahaan. Perubahan struktur organisasi hanya merubah secara institusi tetapi tidak merubah proses bisnis yang lama.

• Re-engineering bukan Total Quality Management.

Total Quality Management (TQM) adalah perubahan proses yang terjadi pada perusahaan secara bertahap, sedangkan re-engineering

(5)

merupakan suatu terobosan baru untuk merubah proses bisnis yang lama menjadi bisnis yang baru.

Secara umum faktor-faktor yang mendorong terwujudnya suatu re-engineering proses bisnis ditunjukkan pada table 2.1 (Thorton, 1994).

Motivator Percent

Reduce Cost 84

Improve Quality 79

Increase Speed (Throughput) 62 Overcome a competitive threat 50 Change the organizational structure 35

Other 9

Tabel 2.1 Faktor Pendorong Re-engineering

2.2.

Tujuan dari BPR

Tujuan dari rekayasa ulang suatu proses bisnis adalah:

1. Meningkatkan kinerja dan efisiensi dari proses bisnis melalui peningkatan produktivitas dan utilitas dari sumber daya, perencanaan ulang yang strategik, cepat dan radikal, dramatis, dan merupakan sistem kebijakan dan struktur dimana mendukung proses bisnis serta mengoptimalkan alur kerja suatu organisasi.

(6)

2. Mengurangkan biaya dan meningkatkan laba.

3. Memfokuskan dan meningkatkan kepuasan bagi pelanggan. 4. Mengurangi waktu siklus proses bisnis

Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu melakukan perubahan terhadap proses yang sudah ada, yaitu dengan cara:

1. Menghilangkan bagian dari proses bisnis yang tidak penting.

2. Memanfaatkan teknologi informasi secara efektif dan efisien sehingga memungkinkan organisasi-organisasi melakukan pekerjaan dengan cara-cara yang secara radikal berbeda.

3. Melakukan pemberdayaan dengan mengalihkan tanggung jawab pengambilan keputusan dan kontrol kepada tingkat dimana pekerjaan tersebut dilakukan. 4. Menetapkan kriteria pengukuran yang berguna untuk analisis dan pembuatan

rencana strategis.

Beberapa faktor kunci kesuksesan pelaksanaan rekayasa ulang yaitu: 1. Visi, dibutuhkan agar seluruh jajaran yang terlibat mempunyai tujuan yang

sama, baik dari aspek sumber daya manusia, produk, proses, fasilitas, budaya dan pelanggan.

2. Ketrampilan, akan menjadikan sumber daya manusia yang ada mampu

melaksanakan tugas-tugas yang akan diterimanya pada proses yang baru. 3. Intensif, umumnya merupakan element terakhir untuk merubah sumber daya

(7)

diterapkan berdasarkan tingkat pemahaman dan penilaian serta peran masing-masing personilnya.

4. Sumber daya, meliputi tenaga kerja, anggaran, informasi, fasilitas dan

perlengkapan yang dibutuhkan untuk mencapai hasil perubahan yang dimaksud.

5. Rencana kerja, yang meliputi kegiatan, tanggung jawab dan waktu

pelaksanaan akan memberikan suatu kejelasan guna mencapai hasil perubahan yang diharapkan. Rekayasa ulang tanpa disertai rencana kerja mengakibatkan kesalahan dalam memulai suatu kegiatan dan para personal yang terlibat akan tidak mengetahui apa yang selanjutnya dilakukan setelah menjalani tahapan tertentu.

2.3. Tahapan dari BPR

Metodologi rekayasa ulang proses bisnis adalah seperangkat integritas teknik manajemen yang digunakan dalam mengembangkan dan menganalisis kebutuhan informasi untuk mengidentifikasikan kesempatan dan rekayasa ulang proses bisnis inti.

Metode Rapid Re yang diajukan oleh Raymond L. Mangenelli dan Mark M Klein juga memiliki beberapa tahapan dalam melakukan rekayasa ulang (Raymond L. Mangenelli dan Mark M Klein, 1994, hal 30-31) yaitu:

(8)

1. Persiapan.

Pada tahap ini dimulai dengan pengembangan dari persetujuan bersama yang telah disepakati oleh eksekutif pada terobosan tujuan dan sasaran dimana mewakili maksud untuk keberadaan dari proyek rekayasa.

Maksud dari tahap ini adalah untuk mengerahkan, mengatur, dan memberi kekuatan kepada orang yang akan melaksanakan proses rekayasa ulang tersebut. Tahap ini menghasilkan mandat untuk melakukan perubahan, struktur organisasi, dan anggaran dasar untuk tim rekayasa ulang.

2. Identifikasi.

Tahap ini mengembangkan suatu pengertian dari model proses yang berdasarkan pada orientasi kepada pelanggan. Identifikasi menghasilkan definisi dari pelanggan, proses, dan pengukuran performa serta mengenali proses yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Produk kerja yang dihasilkan adalah peta proses organisasi, daftar sumber daya, banyaknya dan keseringan data yang muncul, dan yang terpenting adalah penandaan dari proses-proses yang ditujukan kepada orang yang melakukan rekayasa ulang. 3. Visi.

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengembangkan sebuah proses mengenai visi yang mampu dari mencapai suatu terobosan performa untuk proses yang akan dipilih untuk direkayasa ulang. Tahap ini mengidentifikasikan elemen proses yang sedang berjalan, masalah-masalah, isu-isu, ukuran perbandingan pada kinerja proses saat ini, perbaikan

(9)

kesempatan dan tujuan, definisi perubahan pada yang disyaratkan dan laporan visi dari proses yang baru.

4. Solusi

Pada tahap ini solusi di bagi menjadi dua yaitu: perancangan teknis dan perancangan sosial.

a. Perancangan teknis.

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan dimensi teknikal dari proses yang baru. Spesifikasi ini akan menghasilkan deskripsi tentang teknologi, standar, prosedur, sistem dan kontrol bagi karyawan, perancangan interaksi element sosial dan teknik, persiapan perencanaan untuk pengembangan, procurement, fasilitas, pengetesan, konversi, dan deployment.

b. Perancangan sosial.

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan dimensi sosial dari proses bisnis yang baru. Tahap ini menghasilkan gambaran tentang organisasi, staffing, jalur karir, insentif bagi karyawan, perancangan interaksi element teknik dan sosial, dan perencanaan awal untuk perekrutan, pendidikan, pelatihan, re-deployment.

5. Transformasi.

Tahap ini bertujuan untuk mewujudkan visi dari proses rekayasa ulang. Tahap ini adalah tahap akhir untuk melakukan implementasi pada perencanaan proses.

(10)

Sedangkan menurut Victor SL Tan, penerapan suatu rekayasa ulang proses bisnis perlu memiliki metode yang terdiri atas beberapa tahapan (Victor SL Tan, 1994,) yaitu:

1. Memahami proses yang sedang berlangsung.

Langkah pertama adalah mendokumentasi alur proses bisnis yang terjadi saat ini, sampai dengan memetakan interaksi dari unit-unit yang melakukan proses dalam level organisasi. Alur proses dapat menggambarkan hubungan masukan dan keluaran antara supplier, unit organisasi, dan pelanggan.

Pemahaman secara menyeluruh terhadap proses yang sedang berlaku saat ini akan menjadi dasar dalam membuat rancangan proses baru yang lebih baik. 2. Mencari titik lemah proses saat ini.

Tahap ini merupakan tahap kritis dimana penerimaan asumsi terdahulu akan dipertanyakan. Dalam kenyataannya, untuk mendorong solusi yang kreatif, serangkaian pertanyaan perlu dipertanyakan:

• Mengapa prestasi proses yang sedang berlangsung hanya seperti sekarang? • Apakah ada kegiatan dalam proses sekarang yang tidak memberikan nilai

tambah?

• Apakah ada aktivitas yang hilang dalam proses yang dapat memberi nilai tambah?

• Unit organisasi mana yang seharusnya terlibat atau tidak terlibat dalam proses?

(11)

3. Menyelidiki alternatif rancangan ulang.

Pencarian proses revolusioner yang dapat memberikan peningkatan performa secara signifikan memerlukan pendekatan yang kreatif. Hal ini berarti melanggar dan mengabaikan model-model kuno, peraturan dan perintah yang berlaku. Kecuali kalau perusahaan meninggalkan paradigma yang lama, proses baru akan dengan sederhana memberikan peningkatan perbaikan terhadap proses kerja normal.

Dalam memikirkan alternatif-alternatif, harus dilakukan usaha untuk menilai apakah proses kerja saat ini dapat dirancang secara berbeda. Pengaruh proses baru harus dapat dinilai sebagai alternatif yang diusulkan.

4. Mencari informasi yang diperlukan untuk mendukung proses rekayasa ulang. Informasi merupakan kunci dalam menjalankan fungsi pada proses baru. Maka sangatlah penting untuk menguji perubahan informasi yang diperlukan untuk mendukung proses baru. Penilaian harus dilakukan sepanjang informasi yang dibutuhkan antara unit organisasi, sehingga saluran komunikasi terbaik untuk informasi ini harus dipertimbangkan.

5. Melakukan tes kelayakan terhadap rancangan proses yang baru.

Langkah akhir dari proses rekayasa ulang adalah mengidentifikasikan sumber-sumber tambahan seperti sumber daya manusia dan sumber daya keuangan. Hal ini diperlukan untuk memastikan keberhasilan proses yang baru. Walaupun formulasi dari proses baru seharusnya tidak dihambat dengan kekurangan sumber-sumber daya, dalam kenyataannya adalah bahwa sebagian besar kelayakan implementasi berdasarkan kesediaan sumber daya. Karena itu

(12)

sangat penting untuk mengadakan tes kelayakan sebelum memberi rekomendasi proses baru itu di implementasikan.

2.4. Karakteristik dari BPR

Karakteristik dari rekayasa ulang proses bisnis adalah: 1. Rekayasa ulang harus dilakukan secara cepat.

2. Rekayasa ulang merupakan perubahan yang radikal terhadap proses bisnis. 3. Rekayasa ulang merencanakan ulang proses dengan fokus pada identifikasi

dan perbaikan aktivitas yang memberikan nilai tambah serta mencoba menghilangkan semua aktivitas lainnya.

Rekayasa ulang proses bisnis itu bukanlah:

1. Sekedar perubahan secara perlahan dari proses bisnis yang sudah ada.

2. Sekedar otomatisasi bila proses bisnis yang sudah ada itu salah dan digunakan teknologi informasi sebagai otomatisasi maka otomatisasi tersebut hanya menghasilkan cara-cara yang lebih efisien dalam melakukan hal-hal yang salah.

3. Sekedar re-strukturisasi atau perampingan dari organisasi, meskipun pada kenyataannya, rekayasa ulang menghasilkan organisasi yang lebih ramping. 4. Sekedar peningkatan kualitas, meskipun rekayasa ulang proses bisnis hampir

(13)

2.5.

Peranan Teknologi Informasi dalam BPR

Kemajuan teknologi informasi yang teramat pesat telah menjadikan teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama dalam format perubahan baru sebagai hasil BPR (Richardus Eko Indrajit,2000).

Teknologi informasi memainkan peranan penting didalam rekayasa ulang proses bisnis. Banyak orang berpikir bahwa rekayasa ulang proses bisnis yang didukung oleh teknologi informasi sama seperti otomatisasi. Pendapat tersebut tentu saja salah, karena kedua bidang tersebut memiliki arti yang berbeda-beda satu sama lainnya.

Otomatisasi hanya menghasilkan cara-cara yang lebih efisien dalam melakukan hal-hal yang salah. Perusahaan yang menyamakan teknologi informasi dengan otomatisasi tidaklah dapat merekayasa ulang proses bisnisnya.

Menurut Hammer, penemu dan penggagas rekayasa ulang proses bisnis, teknologi informasi merupakan salah satu komponen utama yang harus dipikirkan oleh perusahaan modern yang ingin melakukan rekayasa ulang proses bisnisnya.

Setidak-tidaknya ada empat hal yang dapat dilakukan oleh teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja perusahaan mulai perubahan pada karakteristik proses (Peppard, 1995) yaitu:

1. Eliminate

Menghilangkan proses-proses yang dianggap tidak perlu lagi dilakukan jika sistem komputer diimplementasikan, misalkan karena alasan efisiensi.

(14)

Proses-proses seperti pengecekan secara manual terhadap kalkulasi-kalkulasi yang rumit yang tidak perlu lagi dilakukan setelah program berbasis spreadsheet dikembangkan merupakan salah satu contoh dari kemudahan yang ditawarkan teknologi informasi.

Demikian pula dalam hal proses pembuatan laporan-laporan yang beragam, baik yang bersifat periodic maupun ad hoc yang biasanya memakan waktu yang berjam-jam jika harus dikerjakan secara manual, akan hilang dengan sendirinya karena diinstalasinya suatu laporan generator berbasis komputer. 2. Simplify.

Penyederhanaan proses-proses tertentu atau pengurangan rantai proses untuk tujuan pelaksanaan aktivitas yang lebih cepat dan murah. Kasus klasik yang paling sering dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan simplifikasi terhadap formulir-formulir yang biasa dipergunakan untuk tujuan kontrol internal perusahaan (karena berdasarkan filosofi lama yang mengatakan bahwa semakin banyak SDM yang terlibat dalam melakukan kontrol terhadap suatu proses, akan semakin baik karena memperkecil kemungkinan terjadinya kolusi).

Fasilitas komunikasi e-mail yang ditawarkan pada konsep intranet merupakan salah satu alternative yang paling efisien dan efektif untuk mempersingkat prosedur pengajuan dan persetujuan kredit di Bank. Apalagi jika teknologi tersebut dilengkapi oleh sistem keamanan komputer yang canggih.

(15)

3. Integrate

Adalah berupa kemungkinan diintegrasikannya beberapa proses yang biasanya ditangani oleh beberapa karyawan dari berbagai divisi yang terpisah menjadi sebuah proses yang lebih sederhana.

4. Automate.

Adalah mengubah hal-hal yang biasanya dilakukan secara manual menjadi aktivitas yang menggunakan komputer. Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan secara penuh menggunakan ke-empat cara diatas. Ada sebagian perusahaan yang hanya berhasil melakukan otomatisasi saja, sementara yang lain melakukan eliminasi dan penyederhanaan proses-proses utama.

Hal ini lumrah, mengingat bahwa pada akhirnya faktor manusia yang akan jadi faktor penentu utama keberhasilan program rekayasa ulang proses bisnis, mengingat para karyawan yang akan menjalankan berbagai proses yang baru.

Gambar

Tabel 2.1 Faktor Pendorong Re-engineering

Referensi

Dokumen terkait

Masalah yang sering muncul dalam regresi adalah ti- dak semua variabel penjelas dapat didekati dengan pen- dekatan parametrik, karena tidak adanya informasi ten- tang bentuk

Pengujian terhadap sistem E-Healthcare untuk mendiagnosa penyakit Inflamasi Dermatitis Imun pada anak dilakukan untuk memastikan bahwa sistem telah dapat

• Perlu dilakukan penelitian yang lebih detail mengenai sampah organik yang dihasilkan sentra ikan dan industri tempe untuk diolah menjadi biogas, agar memenuhi syarat dari

Melalui metode demonstrasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dari yang sekedar memberikan pengetahuan yang sudah diterima begitu saja oleh peserta didik,

Pandangan Cardoso ini agaka berbeda dengan pandangan Alfred Stepan yang menyebutkan Negara sebagai sistem administratif, legal, dan koersif yang berkesinambungan serta

CAD (Computer Aided Design) merupakan perangkat lunak yang jarang digunakan pada tahapan tersebut karena membutuhkan definisi yang lengkap, konkrit, dan tepat untuk desain

Jl. Issue kebijakan pemerintah ditemukan sebanyak 40 bidang pemberitaan , sektor sandang sebanyak 1 kali, sektor pangan sebanyak 8 kali, sektor papan sebanyak 8 kali,

Pyramid disimpan sebagai suatu file baru berekstensi .rrd (Reduced Resolution Dataset).. Karena sistem koordinat peta yang akan kita registrasi koordinatnya adalah