• Tidak ada hasil yang ditemukan

/16/dengan-menyamakan-kriteria-mereka-bisa-bersatu-kita-pun-semestinya-bisa/) ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "/16/dengan-menyamakan-kriteria-mereka-bisa-bersatu-kita-pun-semestinya-bisa/) )."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

******************** Dokumentasi T. Djamaluddin

********************

========================================================

_____ Berbagi ilmu untuk pencerahan dan inspirasi

_____

Unifikasi Kalender Islam Nasional, Regional, dan Global

Mudah, Asal Mau Bersepakat

Posted on 1 Agustus 2012 by tdjamaluddin

i 2 Votes

T. Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama

(2)

(http://tdjamaluddin.files.wordpress.com /2012/08/buku-astronomi-solusi-ummat0001.jpg)

Ada suatu kerisauan karena ummat Islam belum mempunyai kalender Islam yang mapan. Perbedaan penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang sering menimbulkan kebingungan ummat bermula dari belum adanya kalender Islam yang mapan. Apakah demikian sulitnya? Menurut saya tidak. Konsep astronomisnya sangat mudah. Asal ada kemauan untuk bersatu, dengan upaya menuju kesepakatan bersama. Contoh-contoh “best practice” kalender mapan menyatakan untuk menjadi kalender mapan perlu tiga syarat: (1) ada otoritas tunggal yang menjaga sistem kalender, (2) ada kriteria yang disepakati, dan (3) ada batas wilayah yang jelas. (Baca http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/11/16/dengan-menyamakan-kriteria-mereka-bisa-bersatu-kita-pun-semestinya-bisa/ (http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/11 /16/dengan-menyamakan-kriteria-mereka-bisa-bersatu-kita-pun-semestinya-bisa/) ).

Di Indonesia, dua syarat sudah ada, yaitu otoritas tunggal Menteri Agama umumnya sudah disepakati dan batas wilayah NKRI. Konsep wilayatul hukmi (menganggap NKRI sebagai satu wilayah hukum) diterima oleh semua ormas Islam pelaksana hisab rukyat. Tinggal satu langkah lagi yang diperlukan, yaitu

menyepakati kriteria bersama.

Pada 1998 sudah ada kesepakatan ormas-ormas Islam dengan kriteria “2-3-8”, yaitu ketinggian hilal minimal 2 derajat dan jarak bulan-matahari minimal 3 derajat, atau umur bulan 8 jam. Kesepakatan itu kemudian

(3)

ditegaskan lagi pada September 2011. Sayangnya Muhammadiyah memisahkan diri, tidak mau menerima kesepakatan itu. Dulu, pada 1998 Muhammadiyah beralasan kriteria “2-3-8” tidak ilmiah. Namun, alih-alih menawarkan kriteria yang lebih ilmiah astronomi, Muhammadiyah malah mempertahankan terus kriteria wujudul hilal yang secara astronomi keliru.

Sebenarnya kerisauan juga dirasakan oleh Muhammadiyah. Setidaknya Prof. Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mempertanyakannya: apakah kita akan membiarkan peradaban Islam terus dalam keadaan tanpa kalender unifikatif? Inikah pilihan kita? http://www.muhammadiyah.or.id /muhfile/download/Peradaban%20Tanpa%20Kalender.pdf (http://www.muhammadiyah.or.id/muhfile /download/Peradaban%20Tanpa%20Kalender.pdf) . Sayangnya kerisauan itu tampaknya hanya sekadar apologi atas keenganan untuk meninggalkan wujudul hilal. Ada sikap tafarruq (memisahkan diri dari persatuan), enggan untuk bersatu bersama ormas-ormas Islam lainnya untuk menyepakati kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal), baik yang saat ini ada maupun kriteria baru berbasis astronomi yang diusulkan pada pertemuan September 2011 lalu. Seolah mewujudkan kalender unifikasi itu sesuatu yang sulit sekali yang tidak mungkin dibangun dari kesepakatan nasioanal dulu dan seolah wujudul hilal yang bisa mewujudkan unifikasi kalender.

Pembelaan wujudul hilal cenderung mencari pembenaran dengan mendukung rukyat yang tidak terpercaya secara astronomis, tidak mu’tabar. Berikut ungkapan dalam tulisan tersebut:

Ada yang berpendapat seandainya tidak ada pembatasan 2º sebagai kriteria untuk menerima rukyat, maka perbedaan awal Ramadan dan hari raya dapat diminimalisir. Dengan tiadanya pembatasan 2º, klaim rukyat kurang dari 2º seperti klaim rukyat Cakung Kamis 19 Juli 2012 lalu dapat saja diterima sehingga tidak akan menimbulkan perbedaan.

Pada sisi lain kriteria ketinggian 2º memperbesar peluang terjadinya perbedaan dengan Arab Saudi karena kecenderungan klaim terjadinya rukyat di Arab Saudi lebih cepat. Di Arab Saudi klaim rukyat pada nol derajat pun akan diterima. Hal ini menyebabkan negara itu memasuki bulan kamariah seperti Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dalam sejumlah kasus selalu lebih dahulu dari penetapan resmi awal bulan di Indonesia.

Tulisan itu beropini, semestinya kesaksian seperti di Cakung bisa diterima agar keputusannya sama dengan hisab wujudul hilal. Padahal kesaksian di Cakung bukanlah kesaksian rukyat murni, tetapi rukyat yang terpengaruh hisab taqribi (pendekatan) yang sangat tidak akurat. Hisab taqribi menentukan ketinggian hilal berdasarkan pendekatan dari umur hilal. Karena ijtimak terjadi sekitar pukul 11.00, maka pada saat maghrib umur bulan sekitar 7 jam. Maka ketinggiannya adalah 7/2 = 3,5 derajat. Karena dianggap lebih dari 2 derajat, para perukyat yakin betul bahwa hilal bisa teramati lalu mengaku melihat hilal. Padahal ketinggian hilal dalam hisab hakiki (sebenarnya), termasuk yang dilakukan Muhammadiyah, tinggi hilal di Cakung hanya sekitar 1,5 derajat. Demi membela wujudul hilal, rukyat berbasis hisab taqribi yang bertentangan dengan hisab hakiki yang dianutnya, ingin diakui karena hasilnya sama dengan hisab wujudul hilal.

Kesaksian di Arab Saudi yang tidak pernah dikonfirmasi dengan data astronomi juga didukung untuk diterima agar hasilnya sama dengan hisab wujudul hilal. Jelas, logika semacam itu bukanlah logika ilmiah, justru bertentangan dengan logika astronomi. Bagaimana pun kesaksian hilal yang sangat rendah tidak mungkin terjadi karena hilal yang sangat redup tidak mungkin mengalahkan cahaya syafak (cahaya senja) yang masih kuat di ufuk saat matahari baru saja terbenam. Keberhasilan rukyat memerlukan syarat tertentu agar kontras hilal dan cahaya syafak cukup untuk memunculkan ketampakan hilal. Pendapat untuk

menerima kesaksian hilal rendah disebabkan ketidakfahaman Muhammadiyah akan konsep rukyat, karena selama ini konsep wujudul hilal adalah konsep anti-rukyat.

Pembelaan akan wujudul hilal juga diopinikan hanya berdasarkan kasus parsial yang tidak bisa

(4)

tulisan itu:

Contohnya adalah penetapan Pemerintah Indonesia tentang 1 Zulhijah 1431 H yang menjatuhkannya pada hari Senin 8 Nopember 2010 M karena tinggi bulan di Indonesia pada hari Sabtu 6 Nopember 2010 M belum mencapai 2º. Sementara itu Arab Saudi menjatuhkannya pada hari Ahad 7 Nopember 2010 M. Akibatnya terjadilah perbedaan jatuhnya hari Arafah antara Indonesia dan Arab Saudi. Ini menimbulkan masalah ibadah. Dalam konteks ini mereka yang menggunakan hisab wujudul hilal lebih realistis karena sistem mereka lebih mampu memperkecil potensi terjadinya perbedaan hari Arafah antara Mekah dan Indonesia.

Benarkah wujudul hilal bisa memperkecil perbedaan hari Arafah antara Mekkah dan Indonesia? TIDAK BENAR. Perbedaan penetapan bisa terjadi karena masalah garis tanggal atau karena rukyat Arab Saudi yang tidak mengkonfirmasi kesaksian hilal yang kontroversial. Berikut ini contoh empat kasus garis tanggal

wujudul hilal bulan Dzulhijjah yang justru memisahkan Arab Saudi dengan Indonesia, yaitu pada 1411 H/1991, 1417 H/1997, 1423H/2003, dan 1445H/2024. Garis batas arsir merah dan putih adalah garis tanggal wujudul hilal. Terlihat bahwa di Arab Saudi hilal sudah wujud (dan berpotensi ada yang mengaku melihat hilal), sementara di Indonesia bulan belum wujud. Artinya, dengan kriteria wujudul hilal dipastikan awal Dzulhijjah lebih awal di Arab Saudi daripada di Indonesia.

(http://tdjamaluddin.files.wordpress.com /2012/08/garis-tanggal-dzulhijjah-1411-1991.jpg)

(http://tdjamaluddin.files.wordpress.com /2012/08/garis-tanggal-dzulhijjah-1417-1997.jpg)

(5)

(http://tdjamaluddin.files.wordpress.com /2012/08/garis-tanggal-dzulhijjah-1423-2003.jpg)

(http://tdjamaluddin.files.wordpress.com /2012/08/garis-tanggal-dzulhijjah-1445-2024.jpg)

Konsep penyatuan atau unifikasi kalender sebenarnya sangat sederhana. Tiga syarat haruslah terpenuhi untuk mendapatkan penyatuan di tingkat nasional, regional, maupun global: (1) ada otoritas yang bersepakat, (2) ada kriteria yang disekapati, dan (3) ada batas wilayah yang juga disepakati. Bergantung kesepakatan yang dicapai. Tentu kesepakatan tingkat nasional relatif lebih mudah daripada kesepakatan tingkat regional dan global. Pentahapan tetap diperlukan, mulai tingal nasional, regional, sampai global. Tidak mungkin kita mengupayakan kesepakatan global, sementara di tingkat nasional dan regional belum ada kesepakatan.Karena kesepakatan regional dan global adalah kesepakatan antar-negara, sehingga prasyarat kesepakatan nasional harus sudah tercapai. Pendapat ormas atau pakar suatu negara haruslah sudah bulat untuk disuarakan oleh perwakilan pemerintah. Kesepakatan yang mengikat antarnegara bukanlah seperti kesepakatan konferensi internasional, karena itu hanyalah kesepakatan pakar yang belum tentu implementatif dalam kesepakatan negara dan sama sekali tidak mengikat.

Berikut ini diberikan konsep penyatuan tingkat nasional dengan contoh kasus garis tanggal Dzulhijjah 1445/2024 (gambar ke-4): Bila kita berhasil menyepakati kriteria imkan rukyat astronomis, misalnya kriteria Odeh yang digambarkan dengan arsir biru, dengan batas wilayah NKRI dan otoritas tunggal Menteri Agama, maka terlihat pada saat maghrib 6 Juni 2024, hilal masih di bawah ufuk. Tidak mungkin ada rukyatul hilal. Maka 1 Dzulhijjah di Indonesia disepakati jatuh pada hari berikutnya, 8 Juni 2024.Karena kriterianya berbasis imkan rukyat, maka hasil hisab para pengamal rukyat juga insya-allah akan seragam, sama dengan hasil hisab imkan rukyat.

(6)

Berikut ini konsep penyatuan tingkat regional ASEAN (minimal negara-negara MABIMS – Brunei

Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) dengan contoh kasus garis tanggal Dzulhijjah 1445/2024 (gambar ke-4). Kesepakatan kriteria harus dicapai ditingkat pemerintahan regional, termasuk kesepakatn implementasinya. Batas wilayahnya tentu saja wilayah regional, dengan otoritas regional, misalnya Menteri-menteri Agama seperti yang sekarang berlaku di MABIMS. Analisis garis tanggal menyimpulkan, pada saat maghrib 6 Juni di wilayah ASEAN hilal masih di bawah ufuk, sehingga tidak mungkin ada rukyatul hilal. Maka 1 Dzulhijjah di wilayah ASEAN akan jatuh pada hari berikutnya, 8 Juni 2024.

Berikut ini konsep penyatuan tingkat global untuk kasus garis tanggal Dzulhijjah 1445/2024 (gambar ke-4). Otoritasnya mungkin perwakilan negara di OKI (organisasi Konferensi Islam). Kesepakatan kriteria dan batas wilayah perlu dicapai. Misalnya disepakati kriteria Odeh, maka arsir biru menjadi perhatian. Lalu perlu disepakati batas wilayahnya, menggunakan garis batas tanggal internasional (agar sama harinya di seluruh dunia) atau menggunakan garis batas visibilitas hilal yang dinamis (agar lebih sesuai dengan tuntunan syar’i). Mana yang terbaik? Tergantung hasil kesepakatan dengan mempertimbangkan banyak faktor, termasuk aspek syar’i dan kepraktisan. Kalau kesepakatan menggunakan batas wilayah atas dasar garis tanggal internasional, maka pada saat maghrib 6 Juni 2024 sudah ada wilayah yang mungkin merukyat, yaitu di wilayah Amerika Utara dan Amerika Tengah. Maka, seperti konsep wilayayatul hukmi (seluruh negara dianggap sebagai satu wilayah hukum), 1 Dzulhijjah jatuh pada 7 Juni 2024 di seluruh dunia. Tetapi kalau disepakati batas wilayahnya adalah berdasarkan garis visibilitas sebenarnya, maka wilayah Amerika Utara (Amerika Serikat, Kanada,Meksiko, dan negara-negara Amerika Tengah) 1 Dzulhijjah jatuh pada 7 Juni 2024 dan wilayah lainnya (termasuk Arab Saudi dan Indonesia) jatuh pada 8 Juni 2024.

Begitulah, unifikasi atau penyatuan tingkat nasional, regional, maupun global mudah diwujudkan. Syaratnya, mau bersepakat di tingkat nasional, regional, maupun global. Kita tidak mungkin mengupayakan

kesepakatan global, kalau kesepakatan nasional dan regional belum tercapai. Tahapan itu mesti dilalui. Kalau mengupayakan kesepakatan global, tanpa kesepakatan nasional, kesepakatan itu percuma saja, karena

nantinya di tingkat nasional perbedaan tetap akan muncul. Filed under: Uncategorized

« Wawancara Merdeka.com: Metode hisab dan Rukyat Bisa Disatukan karena Ilmu Astronomi Bisa Tentukan Awal Bulan Sesuai Dalil Rukyat Mempersatukan Ummat Dengan Mengupayakan Titik Temu dan

Menghapus Superioritas »

47 Tanggapan

rahman, on 1 Agustus 2012 at 11:01 said:

Benarkah wujudul hilal bisa memperkecil perbedaan hari Arafah antara Mekkah dan Indonesia? TIDAK BENAR. Perbedaan penetapan bisa terjadi karena masalah garis tanggal atau karena rukyat Arab Saudi yang tidak mengkonfirmasi kesaksian hilal yang kontroversial. ………

Pak, saya mau tanya : Nabi waktu menerima kesaksian seorang Arab badui apakah mengkonfirmasikan kesaksiannya?

Balas

tdjamaluddin, on 1 Agustus 2012 at 11:36 said:

Nabi tidak perlu mengkonfirmasi, karena oarng Badui faham betul dengan hilal, karena itu menjdai bagian keseharian mereka. Saat ini banyak orang yang tidak faham hilal mengaku melihat hilal. Kasus rukyatul hilal Dzulhijjah 1427 di Arab Saudi pada 20 Desember 2006, paling kontroversial. Bagaimana 1.

(7)

mungkin ada rukyat pada 20 Desember 2006, padahal bulan sudah ada di bawah ufuk? http://www.icoproject.org/icop/hej27.html

Balas

Abdul, on 1 Agustus 2012 at 12:56 said:

Orang NU seperti mbah Munir yang ahli falaq, kok malah bareng dengan Muhammadiyah tahun ini. Beritanya yang bohong, atau mbah Munirnya yang keliru.

Balas

mirzaislamblog, on 4 Agustus 2012 at 13:51 said: tanya sendiri aja,,,

Balas 2.

arifstats, on 1 Agustus 2012 at 13:37 said:

Prof, saya berminat dgn buku yg jadi ilustrasi di artikel ini (Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat), di mana/bagaimana saya bisa membelinya ya, karena setahu saya tak dijual di Gramedia/jaringan toko buku komersil lainnya? Trims.

Balas

tdjamaluddin, on 1 Agustus 2012 at 14:33 said:

Ya, buku itu diterbutkan LAPAN dan dibagikan gratis. Sayangnya persedian buku sudah habis. Silakan membaca versi pdf-nya di http://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2011/08/astronomi-memberi-solusi-penyatuan-ummat-lengkap.pdf

Balas 3.

arifstats, on 1 Agustus 2012 at 16:13 said: Siap Prof, trims.

Balas

latiev, on 2 Agustus 2012 at 21:54 said:

Pak, Thomas tekait buku ulasan rukyah dan awal bulan, apakah ada juga buku yang mengulas awal waktu sholat khususnya di lintang tinggi?.. kalo ada saya sangat berminat…trims…

Balas

tdjamaluddin, on 3 Agustus 2012 at 08:33 said:

Saya belum menuliskannya secara khusus, tetapi konsep dasarnya ada di blog saya

http://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/06/11/analisis-hisab-astronomi-ramadan-dan-hari-raya-di-berbagai-negeri/

4.

jamal emprit, on 1 Agustus 2012 at 22:51 said: prekethek

(8)

Balas

meta, on 2 Agustus 2012 at 07:57 said:

untuk idul fitri besok tgl 17 agustus ijtimaknya siang hari masak rukyatnya tanggal 18…??? padahal umur bulan udah lebih dari 24 jam hayooo…??

Balas

tdjamaluddin, on 2 Agustus 2012 at 09:04 said:

Rukyat dilakukan pada tanggal 29, bukan berdasarkan saat ijtimaknya. Karena 29 Ramadhan jatuh pada 18 Agustus 2012, maka rukyat dilakukan saat maghrib 18 Agustus.

Balas 6.

Rifai, on 2 Agustus 2012 at 09:38 said:

berbeda karena berdasr keyakinan y didasri ijtihad setahu sya bukanlah “tafarruq”, melainkan ikhtilaf. Nampaknya kita hrs hati2 dlm menggunakan istilah syar’iy, karena akan sangat fatal akibatnya. Iktilaf berarti berbeda sdgkan tafarruq adalah berbecah belah. Ikhtilah berdasr pada keyakinan ijtihady, tafarruq berdasar pada kepentingan pribadi dan nafsu. Wallu a’la wa a’lam wa ahkam.

Balas

tdjamaluddin, on 2 Agustus 2012 at 12:10 said:

Situs Muhammadiyah menjelaskan tafurruq yang berorientasi pada fanatisme golongan

http://www.muhammadiyah.or.id/11-content-193-det-akhlaq.html. Keengganan untuk bersatu dan berdialog mencari titik temu sudah merupakan indikasi fanatisme golongan.

Balas

agus, on 2 Agustus 2012 at 17:51 said:

Mungkin ada benarnya kalau fanatisme masih terasa di akar rumput dan simpatisan

Muhammadiyah (meskipun sebenarnya tidak sebesar simpatisan ormas lain). Tapi kalau Pak Djamaluddin mengatakan bahwa belum adanya titik temu kalender Hijriyah adalah bentuk fanatisme dari para pemimpin Muhammadiyah, sekali lagi anda memang paling suka untuk menuduh dan berspekulasi.

Dilihat dari kacamata yang lebih objektif, sebenarnya justru andalah yang menunjukkan fanatisme berlebihan dengan selalu menyalahkan dan mengambinghitamkan pihak lain dalam perbedaan keyakinan. Akhlaq buruk yang anda tunjukkan dalam menyikapi perbedaan tersebut adalah salah satu indikasi fanatisme tersebut.

7.

yus, on 2 Agustus 2012 at 10:06 said:

sya’ban berakhir hari kamis 19 Juli 2012, 1 ramadhan sabtu 21 juli 2012….trus hari jumat ikut kemana prof?

Balas

tdjamaluddin, on 2 Agustus 2012 at 12:04 said:

Sya’ban berakhir pada hari ke-30 saat maghrib 20 Juli. Karena saat maghrib 18 Juli hilal tidak terlihat, 8.

(9)

maka Sya’ban diistikmalkan. Jadi Jumat 20 Juli adalah 30 Sya’ban. Balas

wizz, on 2 Agustus 2012 at 10:46 said:

Bagaimana kalau sekarang strateginya di ubah….yakinkan supaya Arab mau sepakat ngikut IR versinya pemerintah. Kalau Arab & Timteng bisa di yakinkan, Muhammadiyah mungkin bisa jadi ikut juga Balas

tdjamaluddin, on 2 Agustus 2012 at 12:01 said:

Meyakinkan Arab Saudi selalu dilakukan, terutama oleh teman-teman astronom di Timur Tengah. Dilaog dengan Otoritas Arab Saudi juga sudah dilakukan.oemyampaian imbauan juga sering dilakukan. Ini salah satunya http://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/01/19/kritik-pakar- astronomi-muslim-dari-timur-tengah-dan-amerika-atas-penetapan-idul-fitri-1432-dan-penggunaan-wujudul-hilal/

Balas

jamal emprit, on 2 Agustus 2012 at 14:48 said: plukuthuk

wizz, on 3 Agustus 2012 at 11:09 said:

ketdk sepakatan Arab-IR menurut sy mirip dg MUH-IR, dg berasumsi bahwa Arab deyure

menggunakan rukyat but defacto menggunakan WH (sesuai dg ummul quro). Dan kalau toh Arab sampai sekarang tdk sepakat dg IR artinya bisa di mengerti juga kenapa MUH juga tdk sepakat dg IR….trus mau sampai kapan meyakinkan Arab dg alasan yg sama seperti sekarang. Dengan logika awam, sepertinya lebih memungkinkan kalao Depag yg ngikuti Arab beserta negara2 timteng drpd mengharapkan Arab yg ngikuti depag….Judul di atas menjadi tricky, Ibaratnya gampang mau jadi kaya asal jadi bill gate, nah…jadi bill gate nya itu yg susah…jadi kesepakatannya itu yg susah di dapatkan (jangan hanya merefer ke MUH, tp juga ke islam global krn case nya sebenarnya mirip)

jamal emprit, on 3 Agustus 2012 at 11:20 said:

Hati ditata agar terhindar kedengkian,sukses besarmu tiada arti pabila selalu merecoki yang lain lebih lebih memakai argumen pembenaran untuk sesuatu yang meragukan,jangan suka menandur hawa permusuhan disamping perbedaan,dan lihat emang kamu siapa?

emosi demi mempertahankan keilmuan yang meragukan itu akan dapat perlawanan. 9.

Subroto, on 2 Agustus 2012 at 18:52 said: Prof …

Saya sekarang jadi terinspirasi utk melakukan riset lebih lanjut ttg masalah Hilal ini.

Ada referensi yg membantah kesasihan IR dan WH dan hanyalah Rukyat Hilal hakiki yg dibenarkan: http://www.hizbululama.org.uk/files/hilal_e.pdf

Lengkap dgn data2 empiris yg menolak batasan Danjon limit dan Ijtima’ utk rukyah hilal.

Hipotesis awal saya: Metoda WH Muhammadiyah dan IR tidak akurat. Yang akurat adalah Rukyat Hilal. 10.

(10)

Utk mendukung hipotesis awal ini merupakan proyek eksperimentasi besar yg memerlukan data pengamatan empiris dari seluruh dunia. Entah bagaimana utk mendapatkan datanya. Mudah2an Allah akan memberi jalan.

Balas

Subroto, on 2 Agustus 2012 at 18:55 said: Prof …

Saya mendapatkan referensi kedua bahwa Danjon Limit itu konsep yang “BUSTED”: Study of Danjon limit in moon crescent sighting

http://www.springerlink.com/content/yu781662k21262t3/fulltext.pdf Balas

11.

Subroto, on 2 Agustus 2012 at 19:01 said: Prof ..

Ini ada bukti lebih lanjut bhw rukyah hilal dapat dilakukan pada saat 2.5 (dua jam 30 menit) SEBELUM ijtimak:

http://www.mondatlas.de/other/martinel/sicheln2008/mai/mosi20080505.html Balas

12.

Subroto, on 2 Agustus 2012 at 19:29 said: Prof …

Bahkan dengan sangat confident nya Martin Elsasser menyatakan Danjon Limit is Dead …. http://www.mondatlas.de/other/martinel/sicheln2008/danjonlimit.html

Balas 13.

naneyan, on 3 Agustus 2012 at 06:32 said:

Reblogged this on LAJNAH FALAKIYAH LAMONGAN. Balas

14.

pristy, on 4 Agustus 2012 at 04:22 said:

saya pikir ada kelemahan pada kreteria imkan rukyat internasional atau suatu daerah yang luas atau terdiri banyak negara dalam suatu zona (regional).

jika garis tanggal visibilitas membelah suatu negara meskipun bagian negara yg tidak melihat mengikuti yang sudah melihat hilal pada hari pertama berdasarkan wilayatul hukmi tapi negara disebelahnya yang semua wilayahnya tidak melihat hilal akan ikut hari kedua. sehingga terjadi perbedaan tanggal pada hari yang sama. akhirnya terjadi perbedaan disepanjang garis tanggal visibilitas

pada hari pertama siklus bulan, hilal kadang terlihat kadang tidak terlihat tanpa mempengaruhi siklus bulan itu sendiri, artinya purnama tidak bisa untuk mem-verifikasi awal puasa tapi pasti bisa untuk mem-verifikasi awal siklus bulan

hal yang termudah untuk unifikasi adalah berdasar hari pertama siklus bulan terlepas apakah hilal sudah muncul disuatu wilayah (hilal pasti muncul di wilayah lain di muka bumi) sehingga tidak memerlukan lagi otoritas atau wilayah yang disepakati

(11)

Balas

mata qalbu, on 4 Agustus 2012 at 08:08 said: arab saudi tdk mgk mengikuti negara lain Balas

16.

sterie, on 4 Agustus 2012 at 09:29 said:

“…Karena itu barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…” QS (2:185)

* menentukan bulan dulu baru berpuasa, awal puasa mengikuti awal bulan.

* jangan dibalik, menentukan awal puasa baru kemudian awal bulan ikut awal puasa.

* Bahwa perbedaan itu sebenarnya bukan soal penetapan ‘awal bulan’ Ramadan, melainkan penetapan ‘awal puasa’.

Balas 17.

bambang supriadi, on 6 Agustus 2012 at 05:18 said: Ass wr wb.

Kesepakatan2 baik di tingkat nasional, regional mapun global akan dapat dicapai jika semua pihak “sepakat” dengan ketentuan Allah SWT (dalil2 syar’i).

Selama masih ada yg “tidak sepakat” atau “kurang sepakat” dg ketentuan Allah SWT, saya pesimis akan bisa dicapai kesepakatan2 tersebut sebab kalau terhadap Allah SWT saja bisa tidak/kurang sepakat apalagi terhadap sesama manusia.

Wass wr wb. Balas

ivan, on 6 Agustus 2012 at 10:28 said:

“Sepakat” / “Tidak Sepakat” / “Kurang Sepakat” itu tergantung penilaian masing-masing penilai, DAN SANGAT TERGANTUNG DENGAN WAWASAN YANG DIMILIKI…

Orang yang tidak mau menggunakan akal sehatnya akan berbeda penilaiannya dengan orang yang menggunakan akal sehatnya…

Alloh swt telah mengkondisikan agar dalam menjalankan Perintah dan LaranganNya itu, manusia bisa terpacu untuk mengoptimalkan kecerdasan dan akal sehatnya…

Contohnya dalam Perintah Pembagian Waris…

Metoda Aul dalam Hukum Waris Islam adalah Contoh Solusi Di luar dari yang Tersurat dalam Al Quran dan Hadist,

Tidak Tersurat bukan berarti Tidak Tersirat, di sinilah gunanya akal sehat kita agar bisa mencari Solusi dari apa yang tersirat…

Solusi dari yang Tersirat inilah yang kita lihat telah dicoba oleh Muhammadiyah dalam Penetapan Penanggalan Hijriyah…

Contoh Solusi Waris bisa dikatakan Contoh Solusi Kompromistis yang tetap berdasarkan nilai-nilai Al Quran dan Sunnah, yang didapat setelah para sahabat di zaman Khalifah Umar bin Khattab ra

menggunakan akal sehatnya… 18.

(12)

SOLUSI KOMPROMISTIS BERDASARKAN AL QURAN-SUNNAH-AKAL inilah yang bisa

menghasilkan Solusi Penetapan Penanggalan Hijriyah Global yang bisa mudah dan tepat digunakan untuk seluruh dunia…

Selama Solusinya adalah seperti yang disampaikan oleh Pak Thomas, Pak Bambang dll, yang ngotot bahwa Garis Tangal Penanggalan Hijriyah Global Mau Tidak Mau HARUS Selalu Berubah-ubah sesuai Garis Penampakan Hilal… Maka sampai kiamat pun, yang namanya solusi ini Tidak akan pernah bisa menghasilkan Kalender Hijriyah yang bisa digunakan di seluruh dunia…

Akan sangat banyak permasalahan pada Kalender Global yang berKonsep Garis Tanggal selalu berubah-ubah…

Terus terang, saya saja yang awam bisa memprediksi akan kacau balaunya administrasi dunia antar wilayah / negara bila kalender global yang digunakannya adalah Kalender yang selalu berubah-ubah Garis Tanggalnya…

Mengapa yang sekelas Ulama dan Pakar Hisab tingkat Internasional tidak bisa memprediksi ini ya ??…

Ataukah prediksi saya yang salah ????… Balas

bambang supriadi, on 6 Agustus 2012 at 12:39 said: Ass wr wb.

Agar umat Islam bisa “selalu sepakat” dg dalil2 syar’i, maka harus bahu membahu untuk “selalu memanjangkan akal” dg cara “selalu mengembangkan iptek” sehingga bisa menembus misteri dr setiap ketentuan Allah SWT.

Yang menjadi “kurang/tidak sepakat” adalah yg berhenti berusaha memanjangkan akal sebelum dapat mengungkap misteri, sehingga solusimya belum bisa diterima oleh yg sedang memanjangkan akalnya.

Wass wr wb. Balas

Bambang Supriadi, on 10 Agustus 2012 at 13:10 said:

Ass wr wb. Pak Prof.T.Djamaluddin Yth., utk kesepakatan global/internasional tdk perlu ada 2 alternatif pilihan, krn menggunakan Garis Tanggal Internasional (IDL) utk kalender hijriyah adalah bukan lebih praktis tetapi justru menyimpang dr dalil syar’i. Krn itu utk kalender hijriyah global hanya ada satu pilihan yaitu yg mengikuti dalil syar’i, menggunakan Garis Tanggal Visibilitas Hilal (ILDL). Mencari kepraktisan dg akal yg terbatas bukanlah tandingan dr tuntunan dalil syar’i. Wass wr wb.

Balas

tdjamaluddin, on 10 Agustus 2012 at 13:44 said:

Bagaimana pun pemikiran banyak orang akan lebih baik. Untuk implementasi, kesepakatan para pihak adalah kuncinya.

Balas 19.

ivan, on 11 Agustus 2012 at 13:57 said: Pak Bambang,

Pada tanggal 14 Nopember 2012, hari Rabu malam Kamis, Hilal untuk Muharram 1434, 20.

(13)

Garis Visibilitas Hilal Membelah Wilayah Indonesia dan Australia menjadi 2 zona… ada Zona Hilal sudah bisa dilihat dan Zona Hilal belum bisa dilihat :

http://www.moonsighting.com/visibilitycurves/1434muh_11-14-2012.gif

Apakah di Indonesia dan Australia Harus diberlakukan 2 tanggal Kalender Hijriyah untuk bulan Muharram ?…

- Indonesia sebelah Kiri ILDL, tgl 1 Muharram 1434 = hari Kamis 15 Nop 2012, - Indonesia sebelah Kanan ILDL, tgl 1 Muharram 1434 = hari Jumat 16 Nop 2012,

Ketika Sebagian besar wilayah Indonesia sudah mengadakan Perayaan Tahun Baru Hijiriyah, di Jayapura masih bulan Dzulhijjah…

- Australia sebelah Kiri ILDL, tgl 1 Muharram 1434 = hari Kamis 15 Nop 2012, - Australia sebelah Kanan ILDL, tgl 1 Muharram 1434 = hari Jumat 16 Nop 2012,

Ketika Perth sudah mengadakan Perayaan Tahun Baru Hijiriyah, di Sydney masih bulan Dzulhijjah… Kalau menurut pak Bambang, Apakah seperti ini, Solusi pada bulan Muharram 1434 ini bagi Indonesia dan Australia ??…

Balas

Bambang Supriadi, on 11 Agustus 2012 at 15:44 said:

Ass wr wb. Pak Ivan, idealnya memang spt itu. Namun demikian krn Indonesia atau Australia merupakan matlak nasional dg satu otoritas, maka 1 Muharram 1434 bisa ditetapkan tgl 15 Nop 2012. Wass wr wb. Balas

ivan, on 11 Agustus 2012 at 17:40 said:

Pak Bambang, seperti itulah Kenyataan hidup… Ada hal-hal yang Tidak Bisa Saklek begitu saja…

Bila pak Bambang bisa menerima Konsep Matlak Nasional dengan Satu Otoritas (yang ternyata JUGA TIDAK SESUAI dengan Konsep Saklek Garis ILDL)…

seharusnya pak Bambang bisa menerima Konsep Matlak Global dengan Satu Otoritas…

yaitu kita seluruh umat Islam sedunia menyerahkan Kalender Hijiriyah Global (yang dipakai sama seluruh dunia) untuk ditetapkan dengan Koordinat Ka’bah, dengan kriteria Hisab Awal Bulan hasil kesepakatan bersama..

Alloh swt itu Maha Rahman, Maha Rahim dan Maha Pengampun, Dia lebih mengerti akan Kekurangan dan Kelemahan makhlukNya… Tidak usahlah kita saklek-saklekan…

Ada hal-hal di mana berperan kesepakatan yang dibuat manusia dalam mengerjakan Perintah-perintah Alloh swt…

Kesepakatan yang mempertimbangkan faktor-faktor yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri, seperti faktor sosial, ekonomi, politik dll…

Contohnya, Negara Samoa, Kemarin tahun 2011 merubah hari yang seharusnya menurut Penanggalan Lama adalah :

Hari Jumat, 30 Desember 2011, menjadi –> Hari Sabtu 31 Desember 2011

http://news.detik.com/read/2012/01/01/171509/1804215/1148/30-desember-terhapus-775-warga-21.

(14)

samoa-tak-berulang-tahun

Pada 1 Pekan tsb, muslim di Samoa jadi tidak shalat Jumat, sebab hari Jumatnya menjadi tidak ada… Muslim di Samoa baru shalat Jumat pekan depannya…

Apakah menurut pak Bambang, Kesepakatan yang dibuat Orang-orang Samoa ini atas dasar pertimbangan Fitrah Kemanusiaannya menjadi tidak sesuai Syar’i ?…

Balas

Bambang Supriadi, on 11 Agustus 2012 at 23:07 said:

Ass wr wb. Pak Ivan, perhitungan astronomi memang bukan exact murni krn dipastikan ada angka2 yg bisa diabaikan. Contohnya dlm memperkirakan kecepatan dan arah roket peluncur agar pesawat ulang-alik dpt mengorbit bumi kemudian kembali mendarat dibumi. Penetapan IDL juga tdk murni pd grs bujur 180 derajat, dsb. Jadi sepanjang masih dlm skala kecil yg tdk mengaburkan teorinya,maka pengabaiannya dpt ditolelir. Sedangkan mentolelir yg lebih besar, sama artinya dg mengabaikan teorinya. Wass wr wb.

Balas 22.

Bambang Supriadi, on 11 Agustus 2012 at 23:29 said:

Ass wr wb. Pak Ivan, jadi pemaksaan otoritas matlak nasional merupakan pengabaian skala kecil yg tdk mengaburkan teori penampakan hilal yg berlandaskan dalil syar’i sdgkan pemaksaan matlak global spt yg diusulkan pak Ivan merupakan pengabaian skala besar thd dalil syar’i shg tdk lagi Islami. Dan mengenai kasus Samoa, saya memahaminya bhw itu adalah pengabaian skala kecil dlm usaha otoritas utk

mendekatkan pd kodratnya sebagai matlak lokal. Wass wr wb. Balas

ivan, on 12 Agustus 2012 at 17:18 said: Kuncinya ada pada OTORITAS…

Penetapan Kalender itu berbeda dengan jadwal Shalat… - Jadwal Shalat bersifat Lokal,

- Penetapan Tanggal dan Hari bersifat Global

Penetapan Tanggal dan Hari yang bersifat Global BUTUH OTORITAS GLOBAL… Itulah Fitrahnya… Bukan seperti sekarang, tiap negara bikin kalender Hijriyah, tiap ormas / instansi bikin kalender Hijriyah… Hanya bikin kacau saja…

Ada Otoritas Arab Saudi yang sudah bagus kalendernya pakai Kriteria Hisab hasil Perhitungan Astronomi Canggih, eh bulan Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah tetap pakai Metoda Rukyat Murni…

Mengapa juga bikin lembaga Ummul Quro kalau masih pakai Metoda Rukyat Murni ?… Sudah saja pakai Kalender Hisab Urfi dan tidak usah belajar Perhitungan Astronomi !…

Sesuatu yang tidak sesuai fitrahnya hanya akan menimbulkan kekacauan saja… Balas

bambang supriadi, on 13 Agustus 2012 at 13:11 said: Ass wr wb.

(15)

………..Penetapan Tanggal dan Hari yang bersifat Global BUTUH OTORITAS GLOBAL… Itulah Fitrahnya………,saya sependapat.

Namun demikian, yg perlu ditetapkan , bukan “satu hari = satu tanggal” utk seluruh dunia, melainkan setiap lokal (nasional) mempunyai fitrahnya masing2 dimana dipermukaan bumi ini negara2(lokal2) setiap bulan terbagi menjadi dua zone yg dipisahkan oleh ILDL, yaitu :

1. Zone yg mengawali bulan baru pd hr setelah hr ke 29 bln berjalan dan zone yg mengawali bulan baru pd hr setelah hr ke 30 bln berjalan.

2. Untuk setiap bln hijriyah, ada zone yg bilangan harinya = 29hr dan ada zone yg bilangan harinya = 30hr.

Berdasarkan ketetapan tsb diatas akan dpt pula disusun “kalender hijriyah global”. Wass wr wb.

Balas

yunus arwin dewantara, on 13 Agustus 2012 at 11:19 said:

Pak T Djamal memang betul prediksi bapak , banyak orang yang mengerti hisab tapi tidak mengerti ilmu falaq ,jadinya ya debat terus tidak ada titik temunya, padahal apa yang disampaikan bapak sudah jelas dan sangat ilmiah sekali. Tapi mudah-mudahan niat bapak untuk mempersatukan penanggalan hijriah menjadi kenyataan , memang tantangan sangat berat , tapi semoga ALLAH tetap memberi kekuatan dan ridhonya

Balas

ivan, on 13 Agustus 2012 at 16:56 said:

Sebenarnya, masalahnya juga ada pada para Ulama dan Ahli Hisab / Falak / Astronomi Islam di seluruh dunia selama ini…

Beliau-beliau di atas, selama ini belum ada satu pun yang bisa mengeluarkan solusi yang baik untuk Sebuah Kalender Hijriyah yang bisa digunakan di seluruh dunia…

Sehingga akhirnya tiap negara, bahkan tiap ormas / instansi berinisiatif bikin Kalender Hijriyah Sendiri…

Fitrah Penanggalan (Tanggal dan Hari) itu adalah sama di seluruh dunia…

Sebab Yang namanya Penanggalan itu hubungannya selain untuk Ibadah juga untuk Administrasi antar manusia, baik 1 wilayah (negara) maupun antar wilayah (negara)…

Penetapan Penanggalan jangan disamakan dengan Penetapan Jadwal Shalat, Jadwal Shalat itu bersifat Lokal…

Selama ini Solusi dari beliau-beliau di atas kebanyakannya Menghasilkan Kalender Hijriyah yang mempunyai kemungkinan suatu tanggal bisa berbeda hari…

Makanya tidak aneh sudah puluhan tahun sampai sekarang pun, beliau-beliau di atas sering melakukan Konferensi, Seminar dll, Masalah Kalender Hijriyah tidak kelar-kelar solusinya… Balas

24.

Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal: Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab « ******************** Dokumentasi T. Djamaluddin ********************

======================================================== _____ Berbagi ilmu untuk pencerahan dan i, on 27 Agustus 2012 at 15:39 said:

[...] http://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/08/01/unifikasi-kalender-islam-nasional-regional-dan-global-m… [...]

Balas 25.

(16)

mulyo, on 3 Oktober 2012 at 21:46 said:

mo tanya sebenarnya posisi matahari, bumi dan bulan itu bagaimana ya pada saat akan terjadi hilal. apakah berada pada satu garis lurus?

Balas

tdjamaluddin, on 4 Oktober 2012 at 12:16 said:

Bulan baru astronomis atau ijtimak terjadi ketika bulan dan matahari berada pada satu garis bujur. Bila bulan dan matahari berada pada satu garis, itulah saat terjadinya gerhana matahari sentral (total atau cincin). Hilal terjadi ketika bulan mulai bergeser dari garis bujur matahari ke arah timur dengan syarat-syarat tertentu yang memungkinkan cahayanya mengalahkan cahaya syafak (cahaya senja).

Balas 26.

Blog pada WordPress.com. Tema: Digg 3 Column oleh WP Designer. Ikuti

Follow “******************** Dokumentasi T. Djamaluddin ********************

========================================================

_____ Berbagi ilmu untuk pencerahan dan inspirasi _____”

Referensi

Dokumen terkait

Mikail Raveno adalah pengusaha dengan kejeniusan di bidang bisnis dan berdarah dingin, dia ditakuti karena tidak punya belas kasihan.Tidak ada yang menyukai

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini ditujukan: (1) untuk menganalisis kelayakan usaha dan penyerapan tenaga kerja pada usahatani tembakau virginia yang

Dan juga penelitian dari Rihab Grassa (2012) dalam jurnalnya yang berjudul "Islamic banks' income structure and risk: evidence from GCC countries” mengungkapkan

Supaya bisnis online yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar, maka sekiranya ada hal-hal yang dapat dilakukan dalam pendampingan penjualan produk berbasis online kepara

Dalam pencapaian target RPJMN III Bidang Cipta Karya (100-0-100), Kebijakan Prioritas Nasional Ditjen Cipta Karya 2015-2019 antara lain: (1) mendukung pengembangan sistem

Akses rumah tangga terhadap fasilitas sanitasi yang layak terus meningkat. Laju pertumbuhan penduduk menjadi tantangan utama yang dihadapi dalam meningkatkan cakupan sanitasi

a. Perkumpulan arisan kelompok bapak-bapak yang diadakan setiap RT. Dalam perkumpulan ini dibahas tentang segala yang bersangkutan dengan kehidupan dan kebutuhan

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang KALBIS Institute yang terbentuk karena hasil kerjasama antara perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara “Kalbe