• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Batik Therapy to Increase Emotional Regulation of The Students in SMK Batik 1 Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Effect of Batik Therapy to Increase Emotional Regulation of The Students in SMK Batik 1 Surakarta"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH TERAPI MEMBATIK TERHADAP PENINGKATAN REGULASI EMOSI PADA REMAJA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA

The Effect of Batik Therapy to Increase Emotional Regulation of The Students

in SMK Batik 1 Surakarta

Anisa Garnasih Putri, Suci Murti Karini, Nugraha Arif Karyanta   

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran  Universitas Sebelas Maret 

   

ABSTRAK 

Remaja berada dalam masa pencarian jati diri dan penuh dengan tekanan. Masa ini penuh  dengan kelabilan emosi yang perlu untuk ditangani dengan cara yang tepat salah satunya dengan  meningkatkan regulasi emosi. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan regulasi emosi   adalah mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat dan mengontrol emosi yang muncul, misalnya  dengan terapi membatik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi membatik terhadap peningkatan  regulasi emosi pada remaja di SMK Batik 1 Surakarta. Selama proses membatik, individu diharapkan 

dapat mengekspresikan dan mengendalikan emosinya sehingga hal tersebut dapat meningkatkan 

regulasi emosi individu dengan terapi membatik. 

  Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest‐Posttest Control‐Group Design. Subjek  yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa‐siswi   kelas X   SMK Batik 1 Surakarta yang memiliki  skor regulasi emosi sedang dan rendah dari skala DERS (Difficulties in Emotional Regulation Scale).  Jumlah subjek yang memenuhi screening adalah 14 siswa. Subjek terbagi dalam kelompok Kontrol (KK) 

dan  Kelompok  Eksperimen  (KE).  Kelompok  kontrol  (KK)  tidak  diberikan  perlakuan,  Kelompok 

Eksperimen (KE) diberi perlakuan berupa terapi membatik untuk meningkatkan regulasi emosi. Uji  Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan statistik nonparametrik yaitu uji 2 sampel independen  Mann‐Whitney dan Uji Wilcoxon.  

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditinjau dari skor rerata menunjukkan penurunan skor  yang berarti meningkatkan regulasi emosi pada kelompok eksperimen. Namun pada kelompok kontrol  terjadi hal yang sama sehingga pada perhitungan statistik dengan uji Mann‐Whitney didapat hasil  p=0.746 (p>0.05) dan Uji Wilcoxon diperoleh nilai p=0.249 (p>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa  tidak terdapat pengaruh terapi membatik terhadap peningkatan regulasi emosi pada remaja di SMK  Batik 1 Surakarta. 

 

Kata kunci : terapi membatik, regulasi emosi, remaja 

PENDAHULUAN

Remaja berada dalam fase storm and

stress yaitu masa badai dan tekanan (Hurlock,

2004). Fase peralihan dalam perkembangan remaja adalah fase sulit yang dilalui. Dalam fase ini status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang dilakukan (Hurlock,

menimbulkan kondisi emosi yang tidak baik. Pada dasarnya, masa remaja sendiri memiliki ketegangan emosi yang meninggi akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ketegangan emosi ini memunculkan ketidakstabilan emosi (Hurlock, 2004).

(2)

commit to user

yang percaya bahwa dirinya memiliki kontrol yang tinggi lebih cenderung merasa bahwa tindakan mereka dapat membuat sesuatu yang berbeda dalam hidupnya sehingga akan cenderung merawat diri sendiri lebih baik. Sebaliknya, individu yang kurang memiliki kontrol mungkin merasa bahwa apa yang mereka lakukan tidak akan membuat sesuatu yang berbeda dan kemudian tidak bersusah– susah untuk berusaha membuat sesuatu yang berbeda.

Cara yang dapat dilakukan untuk mengontrol emosi adalah dengan regulasi emosi. Regulasi emosi mengarah pada bagaimana cara individu untuk mempengaruhi emosi yang dimiliki, bagaimana merasakan emosi itu, dan bagaimana untuk mengekspresikan emosi tersebut (Gross, 2008). Remaja berada dalam kondisi emosi yang meninggi dan tidak stabil (Hurlock, 20004). Kondisi emosi ini perlu dikontrol yaitu dengan meregulasi emosi remaja.

Regulasi emosi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam penelitian ini, regulasi emosi akan dilakukan dengan terapi membatik. Terapi membatik merupakan bentuk terapi menggambar yang merupakan salah satu jenis

dari art therapy. Kramer (dalam Malchiodi,

2003) menyatakan teori Freud tentang mekanisme pertahanan ego memberikan penjelasan bahwa hal itu dapat dihubungkan dengan ekspresi seni. Pandangan-pandangan Sigmund Freud dinyatakan sebagai dasar dari

sebagian besar teori psikoterapi dan sangat berpengaruh dalam perkembangan art therapy

pada abad 20 dan terus berlanjut hingga sekarang. Freud mengamati bahwa bahwa banyak catatan yang berharga dari pasien yang dijelaskan melalui gambar (Malchiodi, 2003).

Membatik merupakan salah satu seni khas Jawa. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of

Humanity) sejak 2 Oktober, 2009 (Anindito,

2010). Kata batik berasal dari gabungan dua kata mbahasa Jawa amba, yang bermakna menulis dan titik yang bermakna titik

(Arts&Craft in Indonesia, Department of

Information Republic of Indonesia, 1969).

Membatik merupakan sebuah seni menggambar. Riley (dalam Steele, 2003) mengamati bahwa menggambar adalah bentuk dari eksternalisasi, memproyeksikan diri, fikiran, dan perasaaan. Proses pengerjaan batik membantu seseorang untuk disiplin, fokus, konsentrasi, serta sabar (Dewi, 2008). Proses pengerjaan batik yang dilalui dengan teratur dan berulang-ulang dianggap sebagai wahana dan metode melatih jiwa untuk mencapai kecerdasan emosi (Dewi, 2008). Dalam penelitian ini, membatik yang dimaksud adalah bukan menghasilkan batik yang artistik, tapi membatik

(3)

commit to user

untuk mengekspresikan dan mengontrol emosi yang dialami.

Melihat fenomena bahwa remaja berada dalam kondisi yang rawan emosinya dan berada dalam kondisi yang tidak stabil emosinya, serta emosi yang meluap-luap maka dibutuhkan usaha untuk dapat mengatasi permasalahan emosi pada remaja. Cara yang digunakan yaitu dengan meregulasi emosi pada remaja. Pada penelitian ini akan dilakukan terapi membatik untuk meningkatkan regulasi emosi pada remaja. Hal ini karena membatik dapat memproyeksikan perasaan (Riley dalam Steele, 2003) serta dapat sebagai media untuk belajar konsentrasi dan sabar (Dewi, 2008). Ekpresi emosi dan kontrol emosi ini akan dapat membantu dalam meningkatkan regulasi emosi. Maka dalam penelitian ini peneliti mengambil tema “ Pengaruh Terapi Membatik terhadap Peningkatan Regulasi Emosi pada Remaja di SMK Batik 1 Surakarta “

DASAR TEORI

A.Regulasi Emosi

Regulasi emosi adalah cara mempengaruhi emosi yang kita miliki. Saat emosi yang dimiliki muncul, bagaimana saat emosi itu dialami dan bagaimana emosi itu diekspresikan (Gross dalam Gross, 2008). Regulasi emosi sering hanya mengacu pada penurunan emosi negatif misalnya kesedihan dan kemarahan. Namun, bukan berarti regulasi emosi tidak perlu untuk emosi positif yang muncul.

Regulasi emosi dapat pula sebagai pengontrol dan meningkatkan emosi yang terjadi. Misalnya jika seseorang berbagi kebahagiaan dengan orang lain untuk mengekspresikan emosinya, maka hal itu akan dapat memanjangkan efek dari kebahagiaan yang dialami (Langston dalam Gross, 2008). Regulasi emosi menyangkut semua strategi sadar dan tidak sadar yang digunakan untuk meningkatkan, menjaga, atau mengurangi satu atau lebih komponen respon emosi (Gross dalam Gross, 2001).

1. Aspek-Aspek Regulasi Emosi

Aspek-aspek regulasi emosi menurut Gratz and Roemer (2004) adalah:

a. Kesadaran dan pengetahuan terhadap emosi b. Penerimaan emosi

c. Kemampuan untuk menggunakan dalam tingkah laku yang bertujuan dan terarah serta menahan tingkah laku impulsive ketika mengalami emosi negative

d. Pemilihan strategi regulasi emosi dirasa efektif

Aspek-aspek regulasi emosi yang diungkap di dalam DERS (Difficulties of Emotional

Regulation Scale) berdasar berbagai macam

definisi tentang regulasi emosi (Gratz and Roemer, 2004):

a. Nonacceptance of Emotional Responses

(Nonacceptance). Tidak menerima respons

emosi menjelaskan tendensi untuk mempunyai respon emosi negative untuk

(4)

commit to user

emosi negatif atau reaksi yang tidak menerima distress

b. Goals (Difficulties Engaging in

Goal-Directed Behavior), menunjukkan kesulitan

dalam konsentrasi dan menyelesaikan tugas ketika mengalami emosi negatif

c. Impulse Control Difficulties (Impulse),

kesulitan dalam mengontrol tingkah laku ketika emosi negative muncul

d. Lack of Emotional Awareness (Awareness),

menunjukkan pengtahuan tentang emosi yang dialami

e. Limited Access to Emotion Regulation

Strategies (Strategies), menunjukkan bahwa

sedikit hal yang dapat dilakukan untuk berhasil dalam regulasi emosi

f. Lack of Emotional Clarity (Clarity),

menunjukkan hal yang diketahui individu dengan jelas tentang emosi yang dialami

2. Faktor-faktor Regulasi Emosi

Sobur (2003) menyatakan bahwa reaksi terhadap emosi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh usia, lingkungan, pengalaman, kebudayaan. Berikut adalah faktor-faktor lain dalam regulasi emosi :

a. Pola asuh orang tua

Dalam penelitian Chang dkk (dalam Pasold dalam Faridh, 2008) ditemukan bahwa ayah dan ibu yang pola asuhnya kasar berkaitan erat dengan regulasi emosi dan agresi pada anak. Pola asuh yang kasar membuat regulasi emosi anak buruk dan tingkat agresi pada anak menjadi tinggi.

b. Usia

Pada usia anak-anak akan cenderung menyatakan emosinya dengan sifat yang tidak menentu dan belum begitu jelas. Pada usia selanjutnya, cenderung menyatakan emosinya dengan lebih jelas

c. Lingkungan

Saat usia mulai bertambah, ada tuntutat dari masyarakat untuk dapat memenuhi tanggung jawab orang dewasa. Apabila remaja gagal memenuhi tuntutan ini akan menyebabkan frustasi dan konflik-konflik batin pada diri remaja (Haditono dkk, 2001)

3. Cara-cara Regulasi Emosi

Reivich dan Shatte (dalam Mira, 2008), mengungkapkan dua buah keterampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu yaitu tenang (calming) dan fokus (focusing).

Hude (2006) menjelaskan bahwa pengendalian emosi dapat dibagi menjadi beberapa model. Pertama adalah displacement, yaitu dengan mengalihkan ketegangan emosi pada objek lain misalnya katarsis dan manajemen rasionalisasi. Kedua adalah

cognitive adjustment, yaitu penyesuaian antara

pengalaman dan pengetahuan yang tersimpan (kognisi) dengan upaya memahami masalah yang muncul, misalnya dengan atribusi positif, empati, dan altruisme. Ketiga adalah model

coping yaitu dengan menerima atau menjalani

segala hal yang terjadi dalam kehidupan misalnya syukur, sabar, pemberian maaf.

(5)

commit to user

Keempat adalah model – model lain seperti regresi, represi, dan relaksasi.

4. Pengukuran Regulasi Emosi

Pengukuran regulasi emosi dapat dilakukan dengan beberapa skala antara lain ERQ

(Emotional Regulation Scale), CERQ

(Cognitive Emotional Regulation Scale), dan

DERS (Difficulties in Emotion Regulation

Scale)

B.Regulasi Emosi pada Remaja

Secara tradisional, masa remaja adalah masa badai dan tekanan, masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar (Hurlock, 2004). Meningginya emosi juga disebabkan remaja berada di bawah tekanan sosial dan kondisi yang baru.Saat emosinya meninggi, remaja tidak mengungkapkan emosinya dengan gerakan meledak-ledak tetapi dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Hurlock, 2004).

Emosi yang dialami pada masa remaja bisa dikatakan belum stabil, maka perlu cara untuk pengaturan emosi tersebut. Bila remaja ingin mencapai kematangan emosinya, mereka harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Remaja harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya (Hurlock, 2004). Katarsis emosi ini bertujuan untuk mengungkapkan emosi dan sebagai usaha untuk pengendalian emosinya. Dalam kata lain

untuk mencapai kematangan emosi diperlukan regulasi emosi pada remaja.

C.Terapi Membatik 1. Psikoterapi

Psikoterapi bertitik tolak dari suatu paham bahwa manusia pada hakikatnya bisa dan mungkin untuk dipengaruhi dan diubah melalui intervensi psikologi yang dilakukan atau direncanakan oleh orang lain (Gunarsa, 1992). Berdasar tipe interaksi antara terapis dan klien, bahwa kondisi tertentu menentukan jenis interaksi antara terapis dank lien. Klien biasanya menjelaskan kesulitannya dan alas an mencari bantuan. Terapis memberikan keadaan seperti dukungan, persetujuan, dan penguatan untuk membantu mengembangkan hubungan interpersonal dan desain penelitian sistematis (Kazdin, 2000)

2. Membatik

Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of

Humanity) sejak 2 Oktober, 2009 (Anindito,

2010). Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa amba, yang bermakna "menulis" dan titik yang bermakna "titik” (Arts&Craft in Indonesia, Department of Information Republic

of Indonesia, 1969).

Ada dua jenis batik berdasar cara pembuatannya yaitu batik tulis dan batik cap.

(6)

commit to user

(Anindito, 2010) menjelaskan bahwa batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting. Canting merupakan alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk bisa menampung malam (lilin batik) dengan memiliki ujung berupa saluran/pipa kecil untuk keluarnya malam dalam membentuk gambar awal pada permukaan kain. Gambar pada batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain Nampak lebih rata (tembus bolak– balik) khusus bagi batik tulis yang halus. Pengerjaan batik tulis bisa mencapai 3 hingga 6 bulan. Batik cap Merupakan jenis batik yang dikerjakan dengan menggunakan cap, yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang diberntuk sesuai dengan gambar atau motif yang dikehendaki (Anindito, 2010). Gambar pada batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan batik cap berkisar 1 hingga 3 minggu.

Dalam membatik perlu mempersiapkan hal berikut yaitu, kain mori yang terbuat dari sutra, katun, atau campuran kain polyester, pensil untuk membuat desain batik, canting yang terbuat dari bambo, berkepala tembaga serta bercerat atau bermulut, canting berfungsi seperti sebuah pulpen. Langkah pertama yang pertama dilakukan adalah membuat pola pada kain, kemudian pola tersebut dicanting untuk membatasi pola tersebut agar tidak terkena warna. Setelah kain selesai dicanting, tahap selanjutnya adalah mewarnai kain, tahap terakhirnya adalah mengeringkan dan menghilangkan malam yang menempel pada

kain sehingga pola yang sudah dibuat akan terlihat.

3. Membatik sebagai Bentuk Terapi

Membatik adalah salah satu seni dalam menggambar sehingga seseorang akan dapat mengekspresikan emosi dirinya. Sebagai seni menggambar, membatik dapat menjadi salah satu cara dalam terapi psikologi.

Art Therapy atau terapi seni adalah

penggunaan materi-materi seni dalam pelaksanaan terapi agar seseorang yang diterapi mampu untuk mengekspresikan emosi yang terjadi dalam dirinya. Dalam pelaksanaan terapi, klien tidak harus mengetahui tentang seni dan memiliki kemampuan dalam seni. Tujuan dari terapi ini adalah agar klien mampu berubah dan berkembang dalam kehidupannya (David Edwards).

Expressive art therapy adalah

menggunakan seni dan hasil karya untuk membantu meningkatkan kesadaran, mendorong perkembangan emosi, meningkatkan hubungan dengan orang lain dengan measuki imaginasi (Malchiodi, 2003). Rogers (2004) mendefinisikan art therapy menggunakan berbagai jenis seni – gerakan, menggambar, melukis, patung, musik, suara, dan improvisasi- membantu meningkatkan pengalaman dan mengekpresikan perasaan. Dalam art therapy, keindahan dari hasil bukan menjadi hal yang utama, seni digunakan untuk ekspresi diri dan meningkatkan pengetahuan

(7)

commit to user

Menggambar dengan spontan memberi kesempatan seseorang untuk mengekpresikan masalah, perasaan, ketakutan, harapan, dan juga menyangkut hal-hal yang bukan sebuah ancaman. Hal yang tidak disadari yang sebelumnya tersembunyi, dapat digambarkan dalam banyak gambar (Buchalter, 2004).

Format dari terapi dapat berbeda sesuai dengan anggota dan tujuan dari terapi misalnya dengan mengkombinasikan diskusi dan menggambar (Liebmann, 2004).

Membatik dalam terapi ini adalah dengan menggambar bebas pola batik sesuai dengan keinginan individu sehingga seseorang akan dapat melewati dan menikmati setiap proses dalam membatik. Gussak, dkk (dalam Mukhlis, 2011) mengatakan bahwa simbol yang terjadi dalam menggambar adalah ekspresi perasaan dan emosi sehingga memberikan kepuasan pada individu yang akhirnya akan membuat individu dapat menikmati hidupnya dan merasa lebih bahagia.

Terapi membatik dalam penelitian akan dilakukan secara berkelompok. Tujuan dari kelompok adalah memberikan kehangatan, lingkungan yang dipercaya dapat membuka fikiran seseorang tentang masalah yang dihadapi. Perhatian dan penghargaan kepada yang lain merupakan hal utama yang dilihat (Liebmann, 2004).

Tahapan dalam terapi membatik berdasar tahapan dalam group art therapy oleh Diane Waller (2003):

a. a. Pembangunan rapor.

b. Membuat kerangka kerja selama proses terapi. Kerangka kerja dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan klien, termasuk di dalamnya akan membuat jadwal pertemuan terapi.

c. Menyiapkan materi terapi. Dalam penelitian ini yang perlu dipersiapkan adalah peralatan membatik.

d. Proses terapi membatik yaitu mulai dari membuat pola sampai pewarnaan pada kain yang telah disediakan.

e. Bercerita tentang gambar yang dihasilkan. f. Kristalisasi dan penutupan. Dalam kristalisasi

ini dilakukan dengan bercerita, diskusi tentang proses membatik

4. Pengaruh Terapi Membatik terhadap

Peningkatan Regulasi Emosi pada Remaja

Terapi membatik adalah suatu bentuk terapi psikologi yang menggunakan membatik sebagai media terapinya. Membatik dalam penelitian ini dimasukkan dalam art therapy

gambar. Manfaat dari terapi membatik dalam meningkatan regulasi emosi adalah sebagai berikut :

1. Media ekspresi emosi.

Seperti yang diungkapkan Rogers (2004)

art therapy menggunakan berbagai jenis seni –

gerakan, menggambar, melukis, patung, musik, suara, dan improvisasi- membantu meningkatkan pengalaman dan mengekpresikan perasaan. Buchalter (2004) menggambar dengan spontan memberi kesempatan seseorang

(8)

commit to user

untuk mengekpresikan masalah, perasaan, ketakutan, harapan. Expressive art therapy

dalam hal ini adalah membatik yang menggunakan seni dan hasil karya untuk membantu meningkatkan kesadaran, mendorong perkembangan emosi (Malchiodi, 2003).

2. Media untuk mengetahui perasaan dan pengalaman yang dialami.

Hal yang tidak disadari yang sebelumnya tersembunyi, dapat digambarkan dalam banyak gambar (Buchalter, 2004). Dalam art therapy, keindahan dari hasil bukan menjadi hal yang utama, seni digunakan untuk ekspresi diri dan meningkatkan pengetahuan (Rogers, 2004). Pengetahuan dari perasaan dan pengalaman yang terjadi dapat diungkapkan melalui menggambar yang dalam penelitian ini menggunakan membatik, hal ini seperti yang disebutkan oleh Steele (2003) bahwa menggambar dapat memberikan gambaran dari pengalaman.

3. Media untuk mengontrol emosi

Tahap setelah membuat pola ada mencanting. Mencanting adalah memberi cairan malam pada pola batik yang telah dibuat. Sebelumnya malam telah dipanaskan sehingga tetap cair saat diambil dengan canting. Memegang canting dengan ujung-ujung ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah dengan tangkai canting horizontal. Posisi seperti ini agar malam tidak tumpah (Hamzuri, 1989).

Mencanting ini memiliki cara dan tahapan tertentu. Dalam hubungannya dengan regulasi

emosi ialah bahwa seseorang perlu melakukan tahapan tersebut selama membatik, proses ini pun dilakukan berulang sampai kain awalnya kosong sudah terisi dengan pola batik yang telah dicanting. Mencanting ini membutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam melakukannya. Seseorang yang sedang mencanting memerlukan kemampuan untuk mengontrol tindakannya selama mencanting, mengikuti aturan dan

Proses ini membantu dalam meregulasi emosi sesuai yang diungkapkan Gratz dan Roemer (2004) bahwa regulasi emosi adalah kesadaran dan pemahaman terhadap emosi yang dialami dan dapat mengatur tingkah laku saat emosi terjadi sesuai tujuan yang diinginkan. Saat mencanting mungkin seseorang mengalami emosi yang bermacam, namun ada aturan dan tahapan yang harus dilakukan sehingga seseorang akan tetap meneruskan proses membatik tersebut hingga selesai, dan jika dilakukan berulang akan menjadi sarana belajar dalam regulasi emosi.

Dengan mengetahui perasaan yang dialami dan mengontrol perasaan dan tingkah laku yang dilakuan, seseorang dikatakan sedang melakukan regulasi emosi pada dirinya. Menggambar dalam penelitian ini adalah membatik dapat digunakan untuk mengetahui perasaan dan pengalaman yang dialami, serta proses yang dialami selama membatik dapat membuat seseorang untuk

(9)

commit to user

mengontrol perasaan dan bertingkah laku yang tepat dalam mengelola perasaan tersebut, sehingga membatik dapat digunakan sebagai terapi untuk meningkatkan regulasi emosi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan suatu

experimental research dengan menggunakan

model randomized pretest -post test control

group design. Populasi dalam penelitian ini

adalahremaja di SMK Batik 1 Surakarta. Dalam penelitian ini, pemilihan subjek penelitian dengan cara purposive sampling yaitu dengan kriteria tertentu yang ditetapkan peneliti untuk kebutuhan homogenitas. Adapun karakteristik subjek tersebut adalah :

1. Remaja laki-laki dan perempuan berusia 14-16 tahun

2. Memiliki orang tua yang masih lengkap 3. Menempuh pendidikan SMA atau sederajat 4. Memiliki kemampuan motorik tangan yang

dapat digunakan untuk membatik.

5. Memiliki tingkat regulasi emosi dengan tingkat sedang dan rendah berdasarkan hasil pengukuran dengan skala DERS

6. Mengisi lembar persetujuan bersedia mengikuti kegiatan terapi membatik

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan adapatasi skala DERS

(Difficulties in Emotion Regulation Scale) yang

disusun oleh  Gratz KL, Roemer L (2004). DERS terdiri atas 36 item dengan respons 1-5

tiap item. Respon (1) sangat jarang, (2) jarang, (3) kadang-kadang, (4) sering, (5) sangat sering.

Modul terapi membatik digunakan sebagai panduan dalam pemberian perlakuan pada subjek yang disusun berdasarkan materi yang disesuaikan dengan tujuan keefektifan terapi membatik untuk meningkatkan regulasi emosi pada remaja. Pemberian terapi membatik dilakukan selama enam kali pertemuan.

HASIL- HASIL

Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical

Product and Service Solutions (SPSS) versi 16.

1. Hasil Pretest dan Posttest

Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh nilai rata-rata pretest KE 80,28 dan nilai posttest

73,85. Sedangkan nilai pretest KK 74,28 dan nilai posttest 66,28. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada KE dan KK sama-sama terjadi penurunan skor DERS yang berarti terjadi peningkatan regulasi emosi . Untuk mengetahui lebih jelas mengenai besarnya perbedaan rata-rata maka perlu dilakukan uji statistik.

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik nonparametrik, yaitu uji 2 sampel independen Mann Whitney. Uji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat regulasi emosi antara dua sampel independen (two

independent samples), yaitu pada subjek yang

(10)

commit to user

dengan subjek yang tidak mendapat perlakuan (kelompok kontrol) berupa terapi membatik. Uji 2 Sampel Independen Mann Whitney dikenakan pada data yang didapatkan sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkan hasil uji statistik, yaitu uji 2 sampel independen Mann Whitney di atas diperoleh nilai signifikansi (Asymp Sig 2-tailed) sebesar 0.746. Oleh karena signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara skor tingkat regulasi emosi kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan berupa terapi membatik.

Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat perbedaaan skor sebelum terapi dan sesudah terapi maka digunakan Uji Wilcoxon. Uji ini digunakan untuk menguji perbandingan dua rata-rata sampel yang berpasangan yang biasanya situasi yang diuji adalah sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil uji statistik, yaitu uji Wilcoxon menghasilkan nilai z hitung sebesar -1,153 dan signifikansi (Asymp. Sig. 2-tailed)

0,249. Oleh karena signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor tingkat regulasi emosi sebelum pelatihan

(pretest) dan setelah pelatihan (posttest) pada

kelompok eksperimen. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa secara perhitungan statistik hasilnya adalah tidak signifikan, tetapi jika dilihat skor pretest dan postest pada kelompok eksperimen terlihat adanya perubahan skor. Hal ini berarti bahwa terapi membatik menunjukkan

berpengaruh yang tidak signifikan dalam menaikkan tingkat regulasi emosi.

PEMBAHASAN

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji gain score antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, serta menguji perbedaan tingkat regulasi emosi sebelum diberi perlakuan berupa terapi membatik (pretest) dan setelah diberi perlakuan berupa terapi membatik (posttest) pada kelompok eksperimen. Hasil uji gain score

antara kelompok eksperimen dan kontrol dengan uji 2 Sampel Independen Mann Whitney dapat dilihat pada tabel 7 yang menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat regulasi emosi antara kelompok eksperimen dan kontrol. Sedangkan hasil uji perbedaan tingkat regulasi emosi sebelum diberi perlakuan berupa terapi membatik (pretest) dan setelah diberi perlakuan berupa terapi membatik (posttest) dengan uji Wilcoxon dapat dilihat pada tabel 8 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat regulasi emosi sebelum diberi perlakuan berupa terapi membatik

(pretest) dan setelah diberi perlakuan berupa

terapi membatik (posttest).

Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan hipotesis yang menyatakan pengaruh terapi membatik terhadap peningkatan regulasi emosi pada remaja di SMK Batik 1 Surakarta ditolak . Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis dengan menggunakan uji statistik,

(11)

commit to user

yaitu uji 2 Sampel Independen Mann Whitney yang menunjukkan nilai signifikansi (Asymp Sig 2-tailed) sebesar 0.746. Oleh karena signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara skor tingkat regulasi emosi kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan berupa terapi membatik.

Selain itu, uji hipotesis juga dilakukan dengan Uji Wilcoxon untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan skor sebelum terapi dan setelah terapi pada kelompok eksperimen. Uji Wolcoxon menunjukkan menghasilkan nilai z hitung sebesar -1,153 dan signifikansi (Asymp. Sig. 2-tailed) 0,249. Oleh karena signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor tingkat regulasi emosi sebelum pelatihan (pretest) dan setelah pelatihan

(posttest) pada kelompok eksperimen. Hal ini

berarti bahwa terapi membatik menunjukkan tidak berpengaruh dalam menaikkan tingkat regulasi emosi.

Dari hasil uji hipotesis tersebut menunjukkan bahwa terapi membatik tidak berpengaruh terhadap peningkatann regulasi emosi pada remaja. Adapun hal-hal yang bisa menyebabkan hasil yang tidak signifikan adalah bila dilihat dari skor postest dan pretest nampak bahwa ada beberapa aspek yang justru mengalami kenaikan skor DERS yang berarti justru terdapat penurunan regulasi emosi pada aspek tersebut. Aspek yang turun adalah pada

aspek strategi pada pengelolaan emosi dan kemampuan dalam mengendalikan rangsangan emosi. Hal ini berarti individu semakin tidak mampu untuk mengontrol emosi yang terjadi pada dirinya sehingga ketika emosi muncul maka yang terjadi adalah peluapan emosi yang tidak terkendali dengan baik. Hasil ini menunjukkan bahwa terapi membatik tidak membuat pengontrolan emosi yang lebih baik tapi justru pengontrolan emosi semakin turun. Hal ini membuat kemampuan regulasi emosi individu pada bagian pengontrolan emosi juga menjadi turun sehingga berpengaruh pada skor skala yang diberikan. Perubahan skor menjadi lebih tinggi yang terjadi pada aspek tersebut membuat hasil statistik tidak signifikan dan berarti terapi membatik tidak berpengaruh terhadap peningkatan regulasi emosi.

Hasil yang tidak signifikan pada skor DERS mungkin disebabkan karena pada saat proses mencanting, terdapat masalah utama yang dihadapi subjek yaitu banyak lilin yang menetes dari alat mencanting sehingga cairan lilin itu membuat pola yang tidak sesuai dengan harapan subjek. Tetesan ini menyebabkan subjek menjadi naik emosinya dan beberapa subjek nampak tertekan dengan kondisi ini. Hal ini mungkin juga bisa karena waktu untuk subjek benar-benar bisa untuk mencanting dalam penelitian kurang, sehingga kemampuan subjek untuk mencanting belum maksimal, padahal proses mencanting adalah proses yang bertujuan untuk mengontrol emosi, namun yang

(12)

commit to user

terjadi adalah saat mencanting subjek justru merasa tertekan dan emosinya meninggi. Penelitian lain tentang terapi membatik menunjukkan hasil yang signifikan yaitu terapi membatik memberikan pengaruh terhadap penurunan depresi dan kecemasan, hal ini tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin disebabkan ada aspek dalam penelitian sebelumnya yang kurang mendapat perhatian dalam peneltian ini. Peneliti belum sepenuhnya membuat subjek fokus terhadap kondisi emosinya sehingga subjek kurang memaknai proses dan hasil karyanya dan kurang diberikannya materi tentang regulasi emosi dan cara untuk meningkatkan regulasi emosi pada saat terapi membatik.

Penelitian ini berjalan dengan lancar karena berbagai faktor, antara lain modul terapi yang disusun berdasar teori terapi seni dan tersusun dengan tertib sehingga dapat dijalankan dengan jelas dan lancar. Faktor yang kedua yang mendukung lancarnya penelitian ini adalah para fasilitator yang ahli di bidangnya dan mampu menyampaikan materi kepada peserta dengan baik dan dapat diterima oleh peserta. Kerja sama dari subjek untuk meluangkan waktu dan serius dalam mengikuti terapi juga membuat terapi ini berjalan lancar. Kerja sama dari Peneliti dan pihak Dalem Djimatan yang berjalan baik dan hangat membuat semakin lancarnya terapi membatik yang difasilitasi sarana dan prasarana membatik dari Dalem Djimatan Laweyan.

Penelitian yang telah berjalan lancar ini pun pasti memiliki kekurangan dalam pelaksanaannya antara lain kondisi dari masing-masing subjek yang mempengaruhi keikutsertaannya dalam penelitian, jarak antara sekolah subjek dengan tempat penelitian yang cukup jauh sehingga kadang ada kendala transportasi yang terjadi, kurangnya materi tentang regulasi emosi saat proses terapi membatik, dan tidak diberikannya tes pada setiap akhir sesi sehingga peneliti tidak bisa melihat perubahan subjek dalam setiap sesinya. Kelebihan dari penelitian ini adalah terapi membatik ini merupakan penelitian baru yaitu menggunakan membatik untuk meningkatkan regulasi emosi serta memadukan unsur budaya dan psikologis dalam penyusunan modul.

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh terapi membatik terhadap peningkatan regulasi emosi pada remaja di SMK Batik 1 Surakarta. Hal ini dapat diketahui dari analisis kuantitatif yang menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan skor regulasi emosi sebelum terapi dan sesudah terapi pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diberikan saran sebagai berikut:

(13)

commit to user

1. Bagi remaja

Remaja diharapkan mau dan bisa untuk belajar mengendalikan emosi dalam dirinya. Masa remaja memang merupakan masa dimana emosi dalam keadaan labil dan berubah-ubah, namun bukan berarti bahwa regulasi emosi ini pada masa ini sulit untuk dilakukan.

2. Bagi instansi terkait

Bagi instansi terkait seperti sekolah, masyarakat, dan tempat pelatihan membatik dapat mendapatkan pula ilmu bahwa membatik selain sebagai warisan budaya bisa sebagai sarana terapi jika dilaksanakan dengan baik dan ada kemauan dari setiap individunya.

3. Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini meskipun tidak dapat digunakan sebagai cara regulasi emosi yaitu pada bagian kontrol emosi tetapi masih bisa digunakan sebagai sarana untuk menyadari emosi yang terjadi pada individu dan sarana untuk mengekspresikan emosi tersebut. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penulisan dengan tema yang sama, diharapkan dapat mengembangkan subjek tidak hanya terbatas pada remaja. b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat

melakukan terapi dalam waktu yang lebih efektif dan jumlah sesinya ditambah

sehingga hasilnya pun akan bisa lebih baik.

c. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan evaluasi perilaku dan hasil pada kelompok eksperimen setelah terapi berakhir sehingga diketahui seberapa besar efek terapi membatik tersebut pada setiap sesinya.

d. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menyampaikan materi psikologi secara lebih mendalam yang berkaitan dengan variabel bebas penelitian.

e. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mempergunakan jenis art therapy yang lain sebagai sarana terapi psikologi misalnya puisi, menyanyi, menari, tanah liat, dan jenis terapi seni yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Berk, Laura E. 2012. Development Through The

Lifespan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Buchalter, Susan I. 2004. A Practical Art

Therapy. London&Philadelphia : Jessica

Kingsley Publisher.

Edward, David. 2004. Art Therapy. London : Sage Publications

Faridh, Ridhayati. 2008. Naskah Publikasi Hubungan antara Regulasi Emosi dengan Kecenderungan Kenakalan

Remaja. Skripsi. Universitas Islam

Indonesia Yogyakarta.

Gratz, Kim L, Lizabeth Roemer. Multidimensional Assessment of Emotion Regulation and Dysregulation: Development, Factor Structure, and

(14)

commit to user

Initial Validation of the Difficulties in Emotion Regulation Scale.. . Journal of Psychopathology and Behavioral

Assessment, Vol. 26, No. 1, March 2004.

Gross, James J. 2008. Emotion and Emotion

Regulation. American Psychological

Association.

Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan

Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung

Mulia.

Hamzuri. 1989. Batik Klasik. Jakarta : Sapdodadi.

Hartono. 2008. SPSS 16. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Hude, Darwis. 2006. Emosi. Jakarta : Erlangga Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi

Perkembangan, suatu pendekatan

sepanjang rentang kehidupan. Jakarta :

Erlangga.

Kazdin, Alan E. 2000. Psychotherapy for Children and Adolescents, directions for

research and practice. New York :

Oxford University Press.

Liebmann, Marian. 2004. Art therapy for groups, handbook for themes and

exercises. New York. Francis Library.

Malchiodi, Cathi, 2003. Handbook of Art

Therapy. GuilforPress. New York.

Monks, dkk. 2001. Psikologi Perkembangan,

pengantar dalam berbagai bagiannya.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Prasetyo, Anindito. 2010. Batik, karya agung

warisan budaya dunia. Pura Pustaka.

Prawitasari, Johana E, dkk. 2002. Psikoterapi, pendekatan konvensional dan

kontemporer. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Rasyid, Miranti. 2012. Hubungan antara Peer Attachment dengan Regulasi Emosi Remaja yang Menjadi Siswa di Boarding

School SMA Negeri 10 Samarinda.

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012

Rogers, Natalie. 2004. Foundations of

Expressive Arts Therapy. London :

Jessica Kingsley Publisher.

Safaria, Nofran, dkk. 2009. Manajemen emosi. Jakarta : Bumi Aksara.

Santrock, John W. 2002. Life-Span

Development. Jakarta : Erlangga

Seniati, Liche dkk. Psikologi Eksperimen. 2009. Jakarta : PT INDEKS

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum, dalam

lintasan sejarah. Bandung : Pustaka

Setia.

Waller, Diane. 2003. Handbook of Art

Therapy.New York : Guilford Press.

   

Referensi

Dokumen terkait

I (and my co-authors) here by assign and transfer to VEKTORA – Journal of Vector Borne and Reservoir Diseases all rights of copyright ownership and permission to the article,

Pada zona ZR1 yang terjadi pada fasa unit sikuen stratigrafi TST ( transgresive system track ) yang menunjukan bahwa pada proses pengendapan TST diiringi dengan

Maka, dengan ini kami umumkan peserta lelang yang menjadi pemenang untuk Pengadaan Jasa Kebersihan pada BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu, adalah sebagai berikut :..

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran dan verifikasi dokumen kualifikasi oleh Kelompok Kerja 2 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat

Cara mengajar merupakan hal yang sangat penting dalam proses menyampaikan pembelajaran, ada siswa yang mengatakan cara guru mengajar mata pelajaran fiqih menyenangkan

[r]

Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian asi eksklusif, pola asuh makan, riwayat penyakit infeksi, kunjungan ibu ke posyandu dan status ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Siswa dengan kemampuan matematika tinggi mengumpulkan fakta dengan mendata hal yang diketahui dan ditanyakan, menganalisis