1
HUBUNGAN UKURAN DAN TKG IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis Bleeker) DENGAN BERBAGAI JENIS ALAT TANGKAP YANG DIGUNAKAN DI DANAU
SINGKARAK1)
CONNECTION SIZE AND TKG BILIH FISH ( Mystacoleucus padangensis Bleeker )
WITH VARIOUS TYPES OF CAPTURE TOOLS USED IN SINGKARAK LAKE1)
MISRI YANDI2),BUKHARI3), MAS ERIZA3)
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta
Email: fpik@bung-hatta.info
ABSTRAK
Ikan Bilih ( Mystacoleucus padangensis Beelker.) merupakan ikan endemik dan berstatus langka. Fungsi ikan Bilih cukup besar bagi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar danau Singkarak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ukuran dan TKG ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) dengan berbagai jenis alat tangkap yang digunakan di danau Singkarak, ini berkaitan dengan ketersedian serta produksi dari ikan tersebut. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pengambilan ikan secara acak (random). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. Ukuran mesh size jaring insang yang digunakan 5/8” dan 3/4". Ukuran ikan yang tertangkap adalah : panjang 6,97 – 8,17 cm dan berat 3,04 – 5,21 gr. Pola pertumbuhan jenis ikan bersifat allometric negatif, terlihat nilai b yang lebih kecil dari 3 (b<3). Nilai koefisien korelasi hubungan panjang berat (r)
berkisar antara 0,83 – 0,94 dan nilai koefisien determinasi (R2) berkisar diantara 70%- 90%.
Faktor kondisi antara 0,09 – 0,955. Mesh size 3/4" TKG IV ikan yang tertangkap sebanyak 50,83%. Ikan Bilih betina yang banyak tertangkap menggunakan alat tangkap jaring dengan mesh size 3/4” dan alahan (85,83% dan 53,40%).
Kata Kunci : Ikan Bilih, jaring insang, Tingkat Kematangan Gonad, pola pertumbuhan
1) Hasil penelitian disampaikan pada forum seminar hasil penelitian Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta
2) Mahasiswa Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 3) Dosen Pembimbing Skripsi
2
ABSTRACT
Fish Bilih (Mystacoleucus padangensis Beelker.) is a fish endemic and endangered status. Function Bilih fish big enough for socio-economic communities around the Singkarak lake. This study aimed to determine the relationship of size and fish TKG Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) with various types of fishing gear used in the Singkarak lake, is related to the availability and production of the fish. Research using descriptive method with taking fish randomly (random). Data processing using Microsoft Excel. The size of gill net mesh size used 5/8 "and 3/4". The size of the fish caught are: length 6.97 to 8.17 cm and a weight of 3.04 to 5.21 g. The growth pattern of the fish are negative allometric, seen the value of b is smaller than 3 (b<3). The coefficient of correlation length of the weight (r)
ranged from 0.83 to 0.94 and the coefficient of determination (R2) ranged between 70% -
90%. Factors conditions between 0.09 to 0.955. Mesh size 3/4" TKG IV fish are caught as much as 50.83%. Bilih female fish were caught using fishing gear nets with mesh size 3/4" and Alahan (85.83% and 53.40%
Keywords: Fish Bilih, gill net, maturity level gonads, growth pattern
I. PENDAHULUAN
Di danau Singkarak hidup salah satu spesies ikan yang khas yaitu ikan Bilih
(Mystacoleucus padangensis Beelker.)
yang sifatnya endemic dan berstatus langka. Fungsi ikan Bilih cukup besar bagi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar Danau Singkarak, karena memiliki nilai ekonomis tinggi dan kesejahteraan serta gizi masyarakat yang berada dipedesaan.
Hasil tangkapan nelayan dengan
digunakannya jaring insang (gillnet),
alahan, jala serta bahan peledak
menunjukkan 90% ikan tertangkap, yaitu ikan Bilih.
Pada akhir-akhir ini jumlah hasil
penangkapan ikan Bilih di danau
Singkarak semakin menurun. Nelayan sering mengeluhkan hasil tangkapan yang kurang dibandingkan tahun sebelumnya. (Purnomo et al. ,2003). Berkurangnya hasil tangkapan nelayan tersebut diduga disebabkan kepadatan populasi ikan Bilih yang semakin menurun (Syandri, 1996)..
Syandri (1996) melaporkan ukuran mata jaring yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan Bilih terlalu
kecil, sehingga ikan Bilih banyak
tertangkap dalam kondisi bertelur dan berada pada ukuran ikan pertama kali matang gonad. Hal ini diduga salah satu penyebab penurunan produksi ikan Bilih di danau Singkarak
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui ukuran mata jaring (Mesh
size) yang digunakan dalam
penangkapan ikan Bilih
2. Mengetahui ukuran ikan Bilih yang
ditangkap menggunakan alat tangkap jaring, jala dan alahan
3. Menganalisa hubungan panjang dan
berat ikan Bilih dengan alat tangkap Jaring, jala dan alahan.
4. Mengidentifikasi TKG (Tingkat
Kematangan Gonad) ikan Bilih yang tertangkap menggunakan alat tangkap jaring, jala dan alahan.
3
II.METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 pada lima nagari yang berada di Danau Singkarak, yaitu Nagari Sumpur, Nagari Guguak Malalo dan Nagari Batu
Taba (Kecamatan Batipuah Selatan
Kabupaten Tanah Datar) serta Nagari Muaro Paninggahan dan Muaro Pingai (Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok) Sumatera Barat. Sedangkan untuk mengetahui ukuran ikan serta TKG di
lakukan di Labolatorium Perikanan
Universitas Bung Hatta.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alat tangkap gillnet dan ikan Bilih yang terdapat pada Danau
Singkarak. Sedangkan alat yang
digunakan adalah meteran, timbangan digital, pisau, gunting, penggaris/mistar, kertas milimeter dan jangka sorong.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan cara melihat langsung ke lapangan selanjutnya melihat ukuran jaring yang digunakan dalam penangkapan ikan Bilih, dan mengetahui ukuran ikan Bilih yang ditangkap dengan alat tangkap jaring, jala dan alahan. Kemudian menganalisa hubungan panjang berat ikan tersebut serta mengidentifikasi TKG ikan Bilih dengan alat penangkapan jaring, jala dan alahan. Pengambilan ikan dilakukan secara acak (random) 1 liter ikan dan dalam pengolahan data menggunakan Microsoft Excel.
2.1 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah
Pengukuran Mesh Size alat tangkap
gillnet
Pengukuran panjang total ikan yang
tertangkap kemudian dikeringkan
permukaan tubuhnya dengan
menggunakan tisu lalu ukur panjang
total ikan menggunakan penggaris atau kertas milimeter.
Perhitungan berat individu ikan tersebut
dari masing-masing ikan diukur
menggunakan timbangan dengan
ketelitian alat 10 gr (gram).
Analisis Tingkat Kematangan Gonad
(TKG) ikan Bilih yang tertangkap dengan beberapa alat tangkap yang digunakan di danau Singkarak.
Mengetahui secara deskripsi pengaruh
beberapa alat tangkap dengan TKG ikan yang ditangkap di Danau Singkarak.
2.2 Analisa Data
A.Hubungan Panjang - Berat
Data yang diperoleh disusun dalam tabel kisaran antara panjang dan berat tubuh ikan. Dari data tersebut di buat grafik scatter plot untuk mengetahui
persebaran data tersebut. Dalam
menentukan hubungan antara panjang dan berat ikan maka menggunakan metoda Regresi Linear Sederhana :
Y = a + bX Dimana :
Y : Peubah tak bebas X : Peubah bebas a : Konstan b : Kemiringan
Untuk mengetahui berbeda atau tidak nilai b=3 atau b≠3 (b>3), pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang) atau (b<3) pertambahan panjang lebih cepat dibandingan berat (Effendie, 2002).
B.Faktor kondisi
Perhitungan faktor kondisi
berdasarkan pada panjang dan berat. Faktor kondisi dapat dirumuskan dengan sistem Metrik :
4
Kn =10.000 W L3 Dimana :
Kn : Faktor Kondisi
W : berat rata-rata ikan (gram) L : panjang rata-rata ikan (mm)
Nilai Kn berkisar antara 2 – 4 menyatakan bahwa badan ikan agak pipih sedangkan apabila nilai Kn berkisar antara 1 – 3 berarti bahwa badan ikan kurang pipih.
C.Hubungan Beberapa Alat Tangkap
dengan TKG
Dalam menentukan hubungan antara beberapa alat tangkap dengan TKG ikan dilakukan secara deskriptif dari hubungan antara ukuran mata jaring, jala dan alahan dengan TKG ikan Bilih yang ditangkap didanau singkarak. Dalam mengetahui
TKG menggunakan cara morfologi
menurut Nikolsky dalam Effendi (2002).
2.3 Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data
penelitian tersebut menggunakan data primer dan data skunder. Data primer yang diambil adalah data hasil wawancara
dengan nelayan dan melakukan
pengamatan langsung terhadap hasil
tangkapan ikan, dan menghitung ukuran panjang dan berat ikan serta TKG dari ikan Bilih yang tertangkap dengan ukuran mata jaring insang yang menangkap ikan tersebut serta alat tangkap jala dan alahan di Danau Singkarak.
Data sekunder diperoleh dari data statistik, dan data yang lain mendukung objek penelitian yang diperoleh pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatra Barat, Dinas Pertanian Perikanan Dan Peternakan Kabupaten Solok dan Dinas
Peternakan dan Perikanan Tanah Datar serta instansi terkait dengan penelitian ini.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian Secara Geografis danau Singkarak
terletak di koordinat 0,36o LS dan 100,3o
BT merupakan danau terluas di Sumatra
Barat. Danau Singkarak secara
administrasi berada dalam dua wilayah kabupaten yakni Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Luas danau Singkarak yang berada di Kabupaten Solok ± 6.550 ha dan luas di Kabupaten Tanah Datar ± 6.420 ha. Danau Singkarak
mempunyai luas area 107,8 km2 dengan
panjang maksimum 21 km dan lebar 7 km.
Kecamatan Batipuah Selatan
merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Secara astronomi Kecamatan Batipuah Selatan terletak
antara 00o22’38” – 00o35’30” LS dan
100o22’36” – 100o31’14” BT. Dengan luas
daerah 82,73 km2.
Kecamatan Batipuah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Batipuh disebelah Utara, bagian Selatan Kabupaten Solok, sebelah Barat berbatasan Kabupaten Padang Pariaman, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Rambatan. Terletak pada ketinggian 500 m diatas permungkaan air laut. Jumlah nelayan
perikanan tangkap yang berada di
Kecamatan Batipuah Selatan sebanyak 245 orang (Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Datar, 2013).
Secara astronomi Kecamatan
Junjung Sirih terletak antara 00o39’23” –
00o44’55” LS dan 100o25’00” –
100o33’43” BT, dengan luas 102,59 km2
5
permungkaan laut yang berada di
Kabupaten Solok.
Jumlah nelayan perikanan tangkap pada kecamatan Junjung Sirih sebanyak 1010 orang, terdiri dari 80 orang nelayan penuh, 225 nelayan sambilan utama, 830 orang nelayan sambilan tambahan (Data Base Potensi Produk Pangan, 2013).
3.2 Nilai Produksi Ikan Bilih pada Tahun 2010-2013
Nilai Produksi adalah kegiatan yang
mentransformasikan masukan (input)
menjadi keluaran (output), mencakup
semua aktifitas atau kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa, serta kegiatan-kegiatan lain yang mendukung atau menunjang usaha untuk menghasilkan produk tersebut. (Assauri, 2004).
Gambar 2. Nilai Produksi Ikan Bilih (Statistik Perikanan Tangkap, Sumbar (2010-2013)
Data produksi ikan Bilih pada tahun 2010 - 2013 menunjukan bahwa pada tahun 2013 produksi ikan Bilih mengalami penurunan yang sangat besar dari 10.875,6 ton pada tahun 2012 menjadi 720,3 ton pada tahun 2013, hal ini membuktikan bahwa terjadi penurunan produksi ikan Bilih yang sangat drastis pada tahun tersebut.
Berkurangnya produksi dari hasil tangkapan ikan Bilih yang tertangkap mengindikasikan bahwa populasi ikan
Bilih di danau Singkarak mulai terancam punah. Ancaman kepunahan ikan Bilih antara lain disebabkan oleh penangkapan yang tidak terkendali dan berlebihan menggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring relatif kecil yaitu ¾ inchi dan 5/8 inchi, serta alat tangkap jala berukuran mata jaring ½ inchi yang dioperasikan dengan cara menghadang ikan Bilih yang akan memijah di daerah aliran sungai. Di lain pihak usaha melestarikan populasi ikan melalui kearifan lokal masyarakat di
sekitarnya belum terlaksana dengan
sempurna (Syandri et al. ,2011).
Selain itu penyebab turunnya
produksi ikan Bilih antara lain : (1) perubahan kualitas air akibat bendungan PLTA Singkarak, (2) ketergantungan masyarakat nelayan terhadap ikan Bilih sangat dominan dan (3) belum ada kawasan konservasi ikan Bilih berbasis masyarakat (Syandri, 2008)
Namun populasi ikan Bilih di Danau Toba bertumbuh dengan pesat. Pada tahun 2005 hasil tangkapan ikan Bilih di beberapa tempat sebesar 653,6 ton atau dari total hasil tangkapan ikan dari Danau Toba. Selanjutnya suatu perkiraaan total hasil tangkapan pada tahun 2008 hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan pada tahun 2005.
Berkembangnya populasi ikan Bilih di Danau Toba disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Karakteristik limnologis Danau Toba yang mirip dengan Danau Singkarak; (2) Habitat pemijahan ikan Bilih di Danau Toba tersedia dan lebih luas dari pada Danau Singkarak. Beberapa daerah pemijahan utama ikan Bilih di Danau Toba terdapat di Sungai Sipangolu di Bakara, Sungai Sipiso-piso di Tongging, Sungai Naborsahan di Ajibata; (3) Makanan alami sebagai makanan utama ikan Bilih cukup tersedia
6
dan belum seluruhnya dimanfaatkan oleh jenis ikan yang hidup di Danau Toba; dan (4) Daerah pelagis dan limnetik Danau Toba jauh lebih luas (Kartamihardja et al. ,2008) .
3.3 Ukuran Mesh Size Jaring Penangkapan Ikan Bilih
Dari penelitian yang dilakukan
ukuran mesh size jaring yang digunakan oleh nelayan dalam penangkapan ikan Bilih adalah 3/4” dan 5/8” sedangkan ukuran 1” tidak digunakan lagi karena
hasil tangkapannya sedikit sehingga
nelayan menggunakan ukuran mesh size jaring yang
Tabel 4. Spesifikasi Alat Tangkap Jaring Insang No
Bagian
Konstruksi Spesifikasi Keterangan
1 Badan Jaring Bahan Nylon Warna Putih Ukuran Mata Jaring ¾” No. Benang 0,12 mm Panjang Sebelum Dirakit 100 m ( 2 piece ) Panjang 75 m Dalam 5m Shortening 25% 2 Tali Ris Atas Bahan Polyamide Warna Putih Pilinan Z Panjang 75 m Ø 3,9 mm 3 Tali Pelampung Bahan Polyethilene Warna Biru Pilinan Z Panjang 5 m Ø 2,2 mm
4 Pelampung Bahan Plastik Warna Putih Bentuk Bulat Oval
5 Tali Pemberat Bahan Polyamide Warna Putih Pilinan Z Panjang 75 m Ø 3,9 mm
6 Pemberat Bahan Timah Warna Hitam Bentuk Bulat Oval Panjang 2 cm Ø 10 mm 7 Pelampung Tanda Bahan Plastik Bentuk Derigen
Jaring insang pada umumnya
menggunakan beberapa tali dalam proses pembuatan alat tangkap yaitu tali ris atas, tali pelampung, tali ris bawah dan tali pemberat. Namun alat tangkap yang digunakan pada lokasi penelitian hanya menggunakan tali pelampung dan tali pemberat yang difungsikan sebagai tali ris. Bahan yang digunakan untuk tali pemberat dan tali pelampung adalah polyamide dengan diameter 3,9 mm untuk tali ris atas dan 3,9 mm untuk tali pemberat.
Najamuddin dkk (2010) menyatakan
nelayan cendrung menggunakan satu tali saja pada bagian atas dan bagian bawah jaring karena pertimbangan efisien bahan.
Pemasangan tali pelampung
disambungkan langsung ke badan jaring, dan memiliki tipe pilinan Z (arah pilinan kiri). Panjang tali pelampung dilebihkan sekitar 5 - 10 m. Pemasangan tali ris pada badan jaring yang berbeda-beda didasarkan pada pertimbangan kemudahkan operasi,
penentuan target ikan sasaran dan
pertimbangan selektivitas ikan sasaran (Martasuganda, 2005).
Berdasarkan pengamatan jaring yang digunakan nelayan berbahan nylon yang warna putih dengan no. Benang 12 mm. Panjang jaring sebelum dirakit 100 m (2 piece) akan tetapi setelah dirakit menjadi 75 m itu berarti shortening dari jaring tersebut 25 %. Menurut Martasuganda (2005), ukuran mata jaring dan nomor benang pada badan jaring biasanya disesuaikan dengan tujuan biota perairan yang akan dijadikan target tangkapan.
Jenis pelampung yang digunakan pada lokasi penelitian terbuat dari plastik berbentuk bulat oval yang berwarna putih. Satu alat tangkap jaring biasanya memakai 8 -12 buah pelapung yang digunakan,
tergantung dari panjang jaring. Menurut
dan volume pelampung yang dipakai dalam satu piece akan menentukan besar kecilnya daya apung (bouyancy
kecilnya daya apung yang terpasang pada satu piece akan sangat berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan.
Pemberat yang digunakan terbuat dari timah yang berwarna hitam, berbentuk bulat oval dengan panjang 2 cm dan
berdiameter 10 mm.
Martasuganda (2005), untuk nelayan jaring insang di negara berkembang, bahan, ukuran, bentuk dan daya tenggelam dari pemberat biasanya berbeda antara satu nelayan dengan nelayan lainnya meskipun target tangkapannya sama. Nelayan pada umumnya menggunakan perkiraan saja.
Adapun hasil tangkapan dengan berbagai alat tangkap yang digunakan di lapangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 3. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jaring 3/4
Gambar 4. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jaring 5/8”
7
dan volume pelampung yang dipakai akan menentukan besar
bouyancy). Besar
daya apung yang terpasang pada akan sangat berpengaruh terhadap baik buruknya hasil tangkapan.
Pemberat yang digunakan terbuat dari timah yang berwarna hitam, berbentuk bulat oval dengan panjang 2 cm dan
berdiameter 10 mm. Menurut
(2005), untuk nelayan jaring insang di negara berkembang, bahan, ukuran, bentuk dan daya tenggelam dari pemberat biasanya berbeda antara satu nelayan dengan nelayan lainnya meskipun target tangkapannya sama. Nelayan pada umumnya menggunakan perkiraan saja.
Adapun hasil tangkapan dengan berbagai alat tangkap yang digunakan di lapangan dapat dilihat pada gambar di
Gambar 3. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jaring 3/4"
Gambar 4. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jaring 5/8”
Gambar 5. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Jala
Gambar 6. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Alahan
3.4 Ukuran Ikan Bilih dengan Alat Tangkap Berbeda
Tabel 5. Ukuran Ikan Bilih dengan Alat Tangkap Berbeda Alat Tangkap Panjang (cm) Min Max Rata rata Mata jaring 3/4” 7,50 9,10 8,17 Mata Jaring 5/8” 5,60 8,50 7,19 Jala 5,90 8,60 7,24 Alahan 5 9,5 6,97
Distribusi panjang dan berat ikan Bilih pada masing-masing alat tangkap dapat dilihat dalam Tabel
yang menggunakan jaring dengan ukuran mesh size 3/4” mempunyai rata panjang dan berat yang lebih tinggi dibandingan dengan jaring dengan ukuran 5/8”, yaitu 8,17 cm dan 5,21
tangkapan menggunakan alat tangkap jaring berukuran mesh size 5/8”,ikan yang tertangkap tidak layak tangkap karena
Bilih yang Tertangkap dengan Jala
Gambar 6. Ikan Bilih yang Tertangkap dengan Alahan
Ukuran Ikan Bilih dengan Alat Tabel 5. Ukuran Ikan Bilih dengan Alat Tangkap
Berat (gr)
Rata-rata Min Max Rata-rata 8,17 4,21 6,49 5,21 7,19 2,06 6,12 3,55 7,24 1,84 5,84 3,60 6,97 1,12 7,54 3,04
si panjang dan berat ikan masing alat tangkap Tabel 5. Alat tangkap yang menggunakan jaring dengan ukuran mesh size 3/4” mempunyai rata-rata panjang dan berat yang lebih tinggi dibandingan dengan jaring dengan ukuran 5/8”, yaitu 8,17 cm dan 5,21 gr, dari hasil tangkapan menggunakan alat tangkap jaring berukuran mesh size 5/8”,ikan yang tertangkap tidak layak tangkap karena
8
ukuran ikan tersebut berukuran kecil sehingga tidak ada peluang dari ikan tersebut untuk bertambah besar. Hal ini menyebabkan ukuran ikan Bilih di danau Singkarak lama kelamaan bertambah kecil, karena semakin besar ukuran mash size alat tangkap, semakin besar pula ikan yang tertangkap dan sebaliknya.
Alat tangkap jala mempunyai rata-rata hasil tangkapan panjang dan berat ikan sebesar 7,24 cm dan 3,60 gr, angka tersebut sama besar dari panjang dan berat alat tangkap dari jaring ukuran 5/8”. Sedangkan alat tangkap alahan mempunyai panjang dan berat terendah dengan rata 6,97 cm dan 3,04 cm akan tetapi jika dibandingan nilai maximum ikan yang tertangkap dengan alat tangkap lainnya, alat tangkap alahan mempunyai panjang dan berat maximum yang lebih tinggi yaitu 9,50 cm dan 7,54 gr, namun juga mempunyai nilai minimum terendah dibandingan dengan alat tangkap lainnya sebesar 5 cm dan 1,12 gr. Hal ini menyatakan bahwa alat tangkap alahan mempunyai variasi penangkapan ikan Bilih yang tertangkap dan rata-rata ikan yang tertangkap berukuran kecil dibandingankan dengan alat tangkap lainnya.
Secara garis besar ikan yang
tertangkap dengan alat yang alat
penangkapan berbeda tersebut ukurannya relatif kecil, karena ukuran jaring dengan mesh size 1” tidak digunakan lagi, walaupun digunakan hasil tangkapannya sangat sedikit, itu berarti telah terjadi over
fishing di danau Singkarak. Anhariah
(1988) melaporkan panjang tubuh ikan Bilih dapat mencapai 180 mm dengan berat tubuh sekitar 33 gram. Syandri (1996) menemukan ukuran tubuh ikan Bilih terpanjang berada pada ukuran 149
mm dengan berat sekitar 25 gram. Namun
dari hasil penelitian yang dilakukan ukuran
panjang dan berat maksimum yang tertangkap menggunakan alat tangkap yang
berbeda adalah 9,10 cm dan 6,96 gr,lebih
kecil jika dibandingkan dengan ukuran tahun 1996 berkisar 10-14 cm, berarti ukuran ikan yang tertangkap ukurannya relatif kecil. Menurut Purwono et al. (2003) makin kecil ukuran ikan yang
tertangkap dari tahun ketahun, ini
membuktikan tingkat eksploitasi ikan
tersebut sangat tinggi. Akibat dari
eksploitasi yang sangat tinggi, maka ketersedian dan produksi ikan Bilih semakin berkurang.
3.5 Hubungan Panjang – Berat Ikan Bilih dengan Alat Tangkap .
Hubungan Panjang – Berat Ikan Bilih
Gambar 7. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Jaring Ukuran 3/4”
Gambar 8. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Jaring Ukuran 5/8” y = 1,404x - 6,255 R² = 0,719 0 1 2 3 4 5 6 7 0 5 10 B er a t (g r ) Panjang (cm) Ukuran Jaring 3/4" y = 1,156x - 4,767 R² = 0,703 0 2 4 6 8 0,00 5,00 10,00 B e ra t (g r ) Panjang (cm) Ukuran Jaring 5/8"
9 Gambar 9. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Jala
Gambar 10. Hubungan Panjang Berat Ikan Bilih dengan Alahan
Tabel 6. Hubungan Panjang-Berat Ikan Bilih dan Hasil Pengujian Nilai b Alat Tangkap Y = a + bX r R 2 Hasil Pengujian Pola Pertumbuhan Mata jaring 3/4” Y = -6,26 + 1.40X 0,85 0,72 b < 3 Allometric Negatif Mata Jaring 5/8” Y = -4,77 + 1,16X 0,83 0,70 b < 3 Allometric Negatif Jala Y = -5,86 + 1,31X 0,89 0,79 b < 3 Allometric Negatif Alahan Y = -5,29 + 1,20X 0,94 0,90 b < 3 Allometric Negatif
Hubungan panjang dan berat ikan
Bilih dengan berbagai macam alat
penangkapan yang digunakan dalam
menangkap ikan tersebut menunjukkan pola pertumbuhan yang sama. Asumsi pola pertumbuhan dapat diketahui dengan menentukan nilai “b”. Pola pertumbuhan jenis ikan Bilih dengan berbagai macam alat penangkapan ikan bersifat allometric negatif, terlihat nilai b yang lebih kecil dari 3 (b<3). Sifat pertumbuhan allometric
negatif memberi arti bahwa pola
pertumbuhan panjang lebih cepat
dibandingkan dengan pertambahan berat ikan Bilih tersebut. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Effendi (1997) dimana ikan dengan pola pertumbuhan allometric negatif apabila nilai b<3.
Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan keter-sediaan makanan. Selain itu menurut Bagenal dalam Harmiyati (2009), faktor-faktor yang menyababkan perbedaan nilai b adalah perbedaab jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati, faktor lingkungan, perbedanya stok ikan
dalam spesies yang sama, tahap
perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut.
Hasil analisis hubungan panjang - berat populasi ikan Bilih dengan nilai r disajikan dalam Tabel 6. Nilai koefisien korelasi hubungan panjang berat (r) berkisar antara 0,83 – 0,94. Nilai koefisien korelasi yang didapat termasuk tinggi, hal ini menunjukkan hubungan yang erat antara per-tambahan berat
dengan pertambahan panjang dan
sebaliknya. Nilai koefisien determinasi
(R2) berkisar diantara 0,70 – 0,90, hal ini
bermakna bahwa 70% - 90% nilai (R2)
dari hubungan panjang berat ikan Bilih terkoleksi cukup besar, menunjukan bahwa
keragaman yang dipengaruhui oleh
variabel lain cukup kecil sedangkan keragaman hubungan antara panjang dan berat ikan sangat erat.
y = 1,305x - 5,860 R² = 0,794 0 2 4 6 8 0,00 5,00 10,00 B er a t (g r ) Panjang (cm)
Jala
y = 1,199x - 5,286 R² = 0,900 0 2 4 6 8 0,00 5,00 10,00 B e r a t (g r) Panjang (cm)Alahan
10
1.6 Faktor Kondisi Ikan Biih
Dari gambar 11 terlihat bahwa disetiap alat tangkap yang berbeda, faktor kondisi ikan Bilih berkisar antara 0,09 – 0,955 itu berarti bahwa badan ikan kurang pipih. Nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh kematangan gonad dan jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan Barus (2011) bahwa nilai
faktor kondisi betina lebih besar
dibandingkan jantan, hal ini menunjukan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baikdengan mengisi cell sex untuk proses produksinya dibandingkan ikan jantan. Nilai faktor kondisi yang mendekati 1 menggunakan alat tangkap jaring insang yang mana hasil tangkapan tersebut
kebanyakan berjenis kelamin betina
sehingga faktor kondisi ikan lebih tinggi dibandingkan alat tangkap lainnya. Hal ini sesuai dengan Suwarni (2009) bahwa ikan betina memiliki nilai faktor kondisi yang relatif lebih besar dibandingkan ikan jantan. Peningkatan nilai faktor kondisi di alat tangkap jaring insang 3/4” terdapat pada waktu gonad ikan terisi dengan jenis kelamin dan mencapai puncaknya sebelum
terjadi pemijahan. Dengan demikian
fluktuasi faktor kondisi pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh bobot gonad tetapi juga oleh aktifitas selama pematangan dan pemijahan.
3.7 Hubungan TKG dengan Alat Tangkap
Tabel 7. Hubungan TKG dengan Alat Tangkap Alat
Tangkap
Tingkat Kematangan Gonad
TKG 1 TKG II TKG III TKG IV Jml n Mata jaring 3/4" 16 7 19 61 103 120 Mata Jaring 5/8” 8 11 14 2 35 128 Jala 12 27 8 5 52 131 Alahan 8 23 11 13 55 103 n = jumlah sampel Alat Tangkap
Tingkat Kematangan Gonad (%) TKG I TKG II TKG III TKG IV Jml n Jaring 3/4" 13,33 5,83 15,83 50,83 85,83 120 Jaring 5/8” 6,25 8,59 10,94 1,56 27,34 128 Jala 9,16 20,61 6,11 3,82 39,69 131 Alahan 7,77 22,33 10,68 12,62 53,40 103
Tingkat Kematangan Gonad ikan Bilih dengan alat tangkap yang berbeda mempunyai perbedaan yang mana TKG III dan TKG IV adalah hal yang terpenting dalam menjaga populasi dan ketersedian
ikan Bilih. Alat tangkap yang
menggunakan ukuran jaring dengan mesh size 3/4” mempunyai jumlah TKG III dan TKG IV sebanyak 19 dan 61 ekor, artinya 66,66 % yang paling banyak ikan yang tertangkap sedang mengalami matang gonad, dan 85,83 % ikan yang tertangkap tersebut merupakan berjenis kelamin betina.
Semakin banyak ikan betina yang tertangkap dalam kondisi bertelur dan berada pada ukuran ikan pertama kali matang gonad, maka penambahan individu baru ke dalam perairan semakin berkurang, akibatnya terjadi penurunan produksi ikan
Bilih di Danau Singkarak. Larkin dan
Ricker (1964 dalam Badrudin, 1994) menjelaskan umur ikan yang paling kritis dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan umum adalah disekitar umur ikan pertama kali matang gonad. Dengan demikian disimpulkan, alat tangkap jaring
11
jaring berukuran mata jaring 3/4”,
merupakan salah satu penyebab penurunan produksi ikan Bilih di Danau Singkarak. Untuk ukuran mesh size 5/8” hanya 35 ekor ikan Bilih betina yang tertangkap atau sebesar 27,34 %, dengan TKG III sebanyak 14 ekor dan TKG IV 2 ekor, alat tangkap jaring 5/8” mempunyai jumlah
tangkapan ikan betina terendah
dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Dan alat tangkap jala sebesar 39,96 % ikan betina yang tertangkap dengan TKG III dan TKG IV sebanyak 8 dan 5 ekor dari segi kematangan gonad TKG III dan TKG IV alat tangkap tersebut hanya menangkap sekitar 9,93 % dan merupakan hasil tangkapan terendah dibandingkan dengan alat tangkap lain. Ikan Bilih betina yang tertangkap menggunakan Alahan pada bulan Juni 2014 sebesar 53,40 %. Rendahnya persentase ikan betina bertelur
yang ditemukan selama penelitian,
disebabkan belum puncak musim mijah ikan. Syandri (2001 dalam Ikhsan, 2005) melaporkan ikan bilih banyak memijah pada musim hujan yaitu pada bulan Desember dan Maret
Tabel 8. Persentase Jenis Kelamin Ikan yang Tertangkap
Alat Tangkap
Jenis Kelamin
Jantan Betina Jumlah Total Jml % Jml % Mata jaring 3/4 17 14,17 103 85,83 120 Mata Jaring 5/8 93 72,66 35 27,34 128 Jala 79 60,31 52 39,69 131 Alahan 46 44,66 57 55,40 103 Jumlah 235 249 482
Dari Tabel 8 terlihat bahwa alat tangkap jaring dengan ukuran mesh size 3/4” ikan Bilih yang tertangkap dengan jenis kelamin betina yaitu 85,83 % dari
jumlah sampel. Ini menandakan bahwa banyaknya ikan betina yang tertangkap akan menurunkan produksi ikan Bilih, dan menjadi salah satu berkurangnya hasil atau tangkapan nelayan didanau singkarak, sedangkan alat tangkap jaring dengan mesh size 5/8” kebanyakan ikan berjenis kelamin jantan lah yang tertangkap sebesar 72,66 % sedangkan ikan berjenis kelamin betina sebanyak 27, 34 %. Untuk alat tangkap jala jenis kelamin ikan betina yang tertangkap sebanyak 39,96 % dan janis kelamin jantan sebesar 60,31 %,berati ukuran jaring 5/8” dan jala kebanyakan ikan yang tertangkap adalah jantan dibandingkan ikan betina berarti alat tangkap tersebut kebanyakan menangkap ikan berjenis kelamin jantan dibandingkan betina.
Alat tangkap alahan yang digunakan nelayan yang biasanya dalam semalam bisa memanen ikan 1 – 3 kali , namun dikondisi sekarang alat tangkap tersebut dipanen 2 - 3 hari sekali, ini menandakan sangat berkurangnya ikan didanau Singkarak. Dari hasil penelitian terdapat sekitar 55,34 % ikan berjenis kelamin betina yang
tertangkap sedangkan ikan berjenis
kelamin jantan sebesar 44,66 %. berati meskipun kebiasaan panangkapan alahan tersebut telah berubah akan tetapi masih banyak juga ikan berjenis kelamin betina yang tertangkap menggunakan alahan tersebut, dan salah satu menjadi faktor kurangnya produksi ikan Bilih di danau Singkarak.
12
IV. KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Ukuran mata jaring (mesh size) yang
digunakan nelayan selama penelitian di danau Singkarak dalam menangkap ikan Bilih adalah 3/4" dan 5/8”
2. Ukuran ikan Bilih yang tertangkap
dengan berbagai macam alat tangkap berkisar antara ; panjang 6,97 – 8,17 cm dan berat 3,04 – 5,21 gr.
3. Pola pertumbuhan ikan Bilih bersifat
allometric negatif dengan berbagai macam alat tangkap, Sifat pertumbuhan allometric negatif memberi arti bahwa pola pertumbuhan panjang lebih cepat
dibandingkan dengan pertambahan
berat ikan Bilih.
4. Alat tangkap yang paling banyak
menangkap ikan Bilih yang akan memijah (TKG IV) adalah : jaring insang 3/4" (50,83%), alahan (12,62%), Jala (3,82%) dan jaring insang 5/8” (1,56%).
V. SARAN
1. Ukuran Gillnet yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan Bilih sebaiknya ukuran diatas 3/4"
2. Tidak melakukan penangkapan ikan Bilih yang akan melakukan pemijahan (TKG IV)
3. Perlu adanya aturan tentang alat penangkapan, pola penangkapan dan waktu penangkapan serta sosialisasi dengan nelayan setempat.
VI. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan kepada penulis diantaranya kepada :
1. Bapak Bukhari, S.Pi. , M.Si. selaku
dosen pembimbing I
2. Bapak Ir. Mas Eriza MP selaku dosen
pembimbing II
3. Keluarga tercinta dan teman-teman
seperjuang
VII.DAFTAR PUSTAKA
Anhariah, 1988. Studi Aspek Reproduksi
Ikan Bilih, Mystacoleucus
padangensis Blkr di Danau
Singkarak. Skripsi Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen
Pemasaran. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Badrudin, 1994. Konsep MSY dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Warta Perikanan Laut.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok, 2013, Statistik Kecamatan Junjung Sirih Dalam Angka. 38 hal.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Datar, 3013, Kecamatan Batipuah Selatan Dalam Angka, 58 hal
Barus, S, R, D.2011. Bioekologi Ikan Bilih
(Mystacoleucus padangensis Bleeker.) Program Magister Biologi.
13
Data Base Potensi Produksi Pangan, 2013, Pemerintah Kabupaten Solok Dinas Pertanian Perikanan dan Perikanan
Data Statistik Perikanan Tangkap,
SUMBAR (2010-2013), Dinas
Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat
Effendi, M. I. 1997. Metodologi Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 122 hal
Effendi, M. I 2002. Biologi Perikanan.
Yayasan Pustaka Nusantara:
Yogyakarta
Ikhsan, Roma, 2005, dalam jurnal, Penyabab Penurunan Poduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Danau Singkarak , UNAND
Najamuddin, M. Taufik dan M. Palo, 2010. Gill net design for flying fish in
Majene district. Proceeding
International Seminar on“ Indonesian Fisheries Development”, Makassar, 15 November 2010.
Purnomo, K., Endi, S., Kartamihardja dan
Koeshendrajana, S., 2003.
Pengelolaan Populasi Ikan Bilih,
Mystacoleucus padangensis Blkr di
Danau Singkarak Sumatera Barat.
Warta Penelitian Perikanan
Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut
di Indonesia. Jurnal Penelitian
Perikanan Laut. Jakarta. Departemen Pertanian.
Suwarni. 2009. Hubungan Panjang-Bobot
Dan Faktor Kondisi Ikan
Butana(Acanthurus Mata) yang
Tertangkap disekitar Perairan Pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten
Pangkajene Kepulauan, provinsi
Sulawesi Selatan. (Jurnal) Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassr.
Syandri, H., 1993. Ikan Bilih,
Mystacoleucus padangensis Blkr dan
Permasahannya di Danau Singkarak. Makalah yang Disampaikan pada Seminar Kerjasama Pengembangan Perikanan Indonesia dan Malaysia. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta Padang
Syandri, H. & Agustedi. 1996.
Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan untuk Usaha Budidaya yang Berwawasan Lingkungan. Makalah pada
Pertemuan Teknis Pengendalian
Budidaya Air Tawar, Ditjen
Perikanan, Deptan. Bukittinggi, 09-10 Desember 1996.
Syandri, H.1996. Aspek reproduksi ikan bilih, Mystacoleucus padangensis
Bleeker dan kemungkinan
pembenihannya di Danau Singkarak. Disertasi Program Pascasarjana IPB. 122 hal
Syandri, H. Junaidi & Azrita. 2011. PengelolaanSumberdaya ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr) berbasis kearifan lokal di Danau
Singkarak. Jurnal Kebijakan