• Tidak ada hasil yang ditemukan

BPS PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BPS PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

No. 05/01/32/Th. XIX , 3 Januari 2017

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2016

 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada September 2016 sebesar 4,17 juta jiwa (8,77 persen). Dibandingkan dengan Maret 2016 sebesar 4,22 juta jiwa (8,95 persen), jumlah penduduk miskin September 2016 mengalami penurunan sebesar 56,2 ribu jiwa(0,18 persen).

 Jumlah penduduk miskin September 2016 untuk daerah perkotaan sebanyak 2,54 juta jiwa (7,55 persen terhadap jumlah penduduk perkotaan) sedangkan di daerah perdesaan sebanyak 1,62 juta jiwa (11,72 persen terhadap total penduduk perdesaan). Dibandingkan dengan Maret 2016 terjadi penurunan persentase penduduk miskin baik di perkotaan maupun di perdesaan. Di perkotaan turun sebesar 0,12 persen yaitu dari 7,67 persen menjadi 7,55 persen. Sedangkan di perdesaan terjadi penurunan sebesar 0,08 persen yaitu dari 11,80 persen menjadi 11,72 persen.

 Garis kemiskinan Jawa Barat September 2016 sebesar Rp. 332.119,- per kapita per bulan atau mengalami peningkatan sebesar 2,19 persen dibandingkan dengan garis kemiskinan bulan Maret 2016 sebesar Rp. 324.992,- per kapita per bulan.

 Untuk daerah perkotaan garis kemiskinan September 2016 sebesar Rp. 332.145,- per kapita per bulan atau naik 2,19 persen dari kondisi Maret 2016 sebesar Rp. 325.017 per kapita per bulan. Garis kemiskinan di daerah perdesaan mengalami peningkatan yang lebih rendah yaitu 1,94 persen menjadi sebesar Rp. 331.237,- per kapita per bulan dibandingkan dengan kondisi Maret 2016 yaitu sebesar Rp. 324.937,- per kapita per bulan.

 Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) sebesar 70,44 persen untuk daerah perkotaan. Sedangkan di daerah perdesaan sebesar 75,56 persen. Secara total peranan komoditi makanan terhadap GK adalah sebesar 71,95 persen. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan keadaan Maret 2016 yang sebesar 72,04 persen.

 Pada periode Maret - September 2016 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) sama-sama menunjukkan kecenderungan penurunan. Ini mengindikasikan adanya perbaikan kondisi pada penduduk miskin. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 1,489 pada keadaaan Maret 2016 menjadi 1,280 pada keadaan September 2016, atau turun sebesar 0,209 poin. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) turun dari 0,372 pada keadaan Maret 2016 menjadi 0,276 pada keadaan September 2016 atau turun sebesar 0,096 poin.

(2)

1.

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI JAWA BARAT

MARET– SEPTEMBER 2016

Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat September 2016 sebesar 4,17 juta jiwa (8,77 persen). Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 56,2 ribu jiwa (0,18 persen) dibandingkan kondisi pada Maret 2016 sebesar 4,22 juta jiwa (8,95 persen).

Dalam kurun waktu enam bulan terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan turun sebesar 0,08 persen (11,80 persen menjadi 11,72 persen). Begitu juga di daerah perkotaan turun 0,12 persen (dari 7,67 persen menjadi 7,55 persen). Secara absolut selama periode

Maret – September 2016, penduduk miskin di perdesaan berkurang 101,9 ribu jiwa (dari 1,73 juta jiwa menjadi 1,62 juta jiwa). Sementara itu di perkotaan secara absolut mengalami peningkatan sebanyak 45,7 ribu jiwa (dari 2,50 juta jiwa menjadi 2,54 juta jiwa).

Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan pada September 2016 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 38,98 persen. Ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret 2016 (40,88 %). Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada September 2016 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 61,02 persen. Ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2016 (59,12 %).

Tabel 1

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Di Jawa Barat Menurut Daerah Maret – September 2016

Daerah/Tahun

Garis Kemiskian (Rp/kapita/bulan) Jumlah Persentase

Makanan Bukan

Makanan Total

Penduduk Penduduk Miskin (%) Miskin (juta jiwa)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] Perkotaan Maret 2016 228.191 96.826 325.017 2,50 7,67 September 2016 233.953 98.192 332.145 2,54 7,55 Perdesaan Maret 2016 246.605 78.332 324.937 1,73 11,80 September 2016 250.274 80.963 331.237 1,62 11,72 Perkotaan + Desa Maret 2016 234.108 90.884 324.992 4,22 8,95 September 2016 238.945 93.174 332.119 4,17 8,77

(3)

Grafik 1

Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Maret 2015 – September 2016

Sumber : Susenas 2016

2. PERUBAHAN GARIS KEMISKINAN MARET - SEPTEMBER 2016

Dalam proses penghitungan, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Batasan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.

Selama Maret – September 2016, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,19 persen yaitu dari Rp. 324.992,- pada Maret 2016 menjadi Rp. 332.119,- pada September 2016. Apabila dilihat

berdasarkan tipe daerah, GK perkotaan kenaikannya lebih tinggi yaitu sebesar 2,19 persen dari

Rp. 325.017,- pada Maret 2016 menjadi Rp. 332.145,- pada September 2016, sedangkan GK perdesaan mengalami kenaikan sebesar 1,94 persen dari Rp 324.937,- menjadi Rp. 331.237,-

Garis Kemiskinan terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Pada September 2016, Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp 238.945,- sedangkan

jika dibedakan antara perkotaan dan perdesaan, Garis Kemiskinan Makanan di perdesaan (Rp 250.274,-) lebih tinggi dibandingkan Garis Kemiskinan Makanan di perkotaan (Rp 233.953,-250.274,-). Tetapi sebaliknya,

untuk Garis Kemiskinan Non Makanan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan

(Rp 98.192,-) berbanding Rp 80.963,-. Garis Kemiskinan Non Makanan secara total sebesar Rp 93.174,-

Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sangat dominan dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Hal ini menunjukkan

bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran kebutuhan makanan dibandingkan non makanan. Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) sebesar 70,44 persen untuk daerah perkotaan. Sedangkan di daerah

4,44 4,49 4,22 4,17 9,53 9,57 8,95 8,77 4 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 8,2 8,4 8,6 8,8 9 9,2 9,4 9,6 9,8

Mar 2015 Sept 2015 Mar 2016 Sept 2016

(4)

daerah perkotaan adalah beras yaitu sebesar 19,67 persen, rokok kretek filter 11,65 persen, daging sapi 4,67 persen, telur ayam ras 3,69 persen dan daging ayam ras sebesar 3,66 persen. Sedangkan lima komoditi makanan penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perdesaan secara

berturut- turut adalah beras yaitu sebesar 26,76 persen, rokok kretek filter 8,70 persen, telur ayam ras 3,67 persen, daging ayam ras sebesar 3,64 persen, dan daging sapi 3,25 persen.

Tabel 2

Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, September 2016

Komoditi Kota Komoditi Desa

(1) (2) (3) (4)

Makanan

1 Beras 19.67 Beras 26.76

2 Rokok kretek filter 11.65 Rokok kretek filter 8.70

3 Daging sapi 4.67 Telur ayam ras 3.67

4 Telur ayam ras 3.69 Daging ayam ras 3.64

5 Daging ayam ras 3.66 Daging sapi 3.25

Non Makanan 1 Perumahan 11.09 Perumahan 9.67 2 Listrik 2.47 Bensin 1.77 3 Bensin 2.32 Listrik 1.65 4 Angkutan 2.20 Pendidikan 1.26 5 Pendidikan 2.06 Angkutan 1.14

Komoditi bukan makanan yang memberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan di daerah perkotaan adalah perumahan yaitu sebesar 11,09 persen, listrik 2,47 persen, bensin 2,32 persen,

angkutan 2,20 persen dan pendidikan sebesar 2,06 persen. Sedangkan lima komoditi bukan makanan penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan di daerah perdesaan secara berturut- turut adalah perumahan yaitu sebesar 9,67 persen, bensin 1,77 persen, listrik 1,65 persen, pendidikan sebesar 1,26 persen, dan angkutan 1,14 persen.

(5)

Grafik 2

Garis Kemiskinan Maret - September 2016

Sumber : Susenas 2016

Grafik 3

Peranan Komoditi Makanan dan Non Makanan Terhadap Garis Kemiskinan September 2016

(6)

Persentase Penduduk Miskin (P0), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Dirinci Menurut Daerah Perkotaan dan Perdesaan Di

Provinsi Jawa Barat Maret 2016 dan September 2016

Bulan

Kota Desa Kota+Desa

P0 P1 P2 P0 P1 P2 P0 P1 P2 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Maret 2016 7,67 1,171 0,259 11,80 2,197 0,624 8,95 1,489 0,372 September 2016 7,55 1,076 0,238 11,72 1,773 0,370 8,77 1,280 0,276 Perubahan -0,12 -0,095 -0,021 -0,08 -0,424 -0,254 -0,18 -0,209 -0,096 Sumber : Susenas 2016

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.

Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain

harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa

mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret - September 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan

(P1) turun dari 1,489 pada keadaaan Maret 2016 menjadi 1,280 pada keadaaan September 2016

demikian pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga menunjukkan penurunan dari 0,372

pada keadaan Maret 2016 menjadi 0,276 pada keadaan September 2016. Penurunan nilai indeks ini

mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati dari garis

kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran antar penduduk miskin juga cenderung menyempit. Untuk

wilayah perdesaan indeks kedalaman kemiskinan (P1) mengalami penurunan yaitu dari 2,197 pada

bulan Maret 2016 turun menjadi 1,773 pada bulan September 2016 atau turun-0,424 poin. Sedangkan

tingkat keparahan kemiskinan (P2) di wilayah perdesaan turun dari 0,624 pada Maret 2016 turun

menjadi 0,370 pada September 2016 atau turun -0,254 poin. Untuk wilayah perkotaan Indeks

kedalaman kemiskinan (P1) mengalami penurunan yaitu dari 1,171 pada Maret 2016 turun menjadi

1,076 pada September 2016 atau turun-0,095 poin. Sedangkan tingkat keparahan kemiskinan (P2) di

wilayah perkotaan turun dari 0,259 pada Maret 2016 turun menjadi 0,238 pada September 2016 atau

Referensi

Dokumen terkait

UNAIR NEWS – Mahasiswa Fakultas Kedoktean Hewan (FKH) Universitas Airlangga dalam penelitiannya menemukan bahwa wortel (Daucus carota L) dapat digunakan sebagai bahan

Sebelum PPL dilaksanakan, terlebih dahulu praktikan berkonsultasi dengan guru pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak sekolah mengenai pelaksanaan praktik

Pada tahun Anggaran 2015, BPBD Kabupaten Magelang melaksanakan 43 (empat puluh tiga) kegiatan dengan pencapaian rata-rata sesuai dengan harapan atau dapat

Hasil yang didapatkan dari metode integrasi AHP-TOPSIS pada tabel 17 menunjukan, pemberian presentasi atau pelatihan merupakan strategi yang paling ideal dengan

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan berfokus pada modifikasi model bisnis atas layanan produk yang ditawarkan oleh

(2) Perorangan atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11 dan atau Pasal 12 dikenakan sanksi berupa penarikan

Radiasi adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Pada radiasi kalor atau energi yang merambat tanpa membutuhkan zat perantara, berbeda dengan

Membangun suatu perangkat lunak untuk mengidentifikasi karakter pada suatu file gambar yang berasal dari hardcopy dokumen atau dari sumber lainnya, dengan