• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINOPSIS RENCANA TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINOPSIS RENCANA TESIS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SINOPSIS RENCANA TESIS

“Hubungan Pengetahuan dengan Sikap pada Masyarakat Awam Khusus Terhadap Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Penggunaan Automated

External Defibrilator (AED) di Fasilitas Publik di Wilayah Kabupaten Sleman

Yogyakarta”

Oleh:

(2)

I. LATAR BELAKANG

Hasil survei dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 menyebutkan bahwa saat ini telah terjadi transisi epidemiologi dan perubahan pola antara penyakit menular dengan penyakit tidak menular terutama di negara berkembang. Penyakit tidak menular saat ini merupakan penyebab utama kematian secara global. Data WHO pada tahun 2008 menyebutkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di seluruh dunia, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh penyakit tidak menular. Hal ini diperkuat oleh data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2012 yang menyebutkan bahwa penyakit tidak menular merupakan penyebab 29% kematian pada penduduk yang berusia kurang dari 60 tahun di negara-negara dengan tingkat ekonomi lemah dan menengah serta 13% kematian pada penduduk di negara-negara maju.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Depkes RI pada tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN) pada tahun 1995 dan 2001 diketahui bahwa selama 12 tahun terakhir jumlah kematian akibat penyakit tidak menular mengalami peningkatan. SKRTN (2001) menyebutkan bahwa 10 tahun terakhir angka kematian akibat penyakit jantung cenderung meningkat. Pada tahun 1991 kematian akibat penyakit jantung adalah sebesar 16% yang kemudian meningkat menjadi 26,4% pada tahun 2001 dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat hingga mencapai 53,5% per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2030.

Penyakit Cardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu, yakni penyebab 39% dari seluruh kematian di dunia (Depkes RI, 2012), dimana 60% diantaranya adalah penyakit jantung iskemik (WHO, 2011). Setelah penyakit Cardiovaskuler penyebab kematian terbanyak di dunia selanjutnya adalah penyakit Kanker 27%, Diabetes Melitus 4% dan penyakit pernafasan kronis, pencernaan, serta penyakit lain sebanyak 30%. Data dalam Profil Kesehatan Provinsi D.I Yogyakarta pada tahun 2013 juga menunjukkan hasil yang sama bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduknya dengan jumlah penderita penyakit cardiovaskuler mencapai 29.546 kasus dan penyakit ini termasuk dalam 10 besar penyebab kematian tertinggi di

(3)

wilayah ini karena kejadian cardiac arrest atau henti jantung yang sering kali terjadi secara tiba-tiba pada penderita penyakit cardiovaskuler (Depkes, 2013).

Cardiac arrest atau henti jantung merupakan suatu kondisi dimana kerja jantung tiba-tiba terhenti akibatnya kerja jantung untuk memompa darah tidak berfungsi yang kemudian menyebabkan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ vital dalam tubuh tidak terpenuhi. Apabila hal tersebut terjadi lebih dari 4 menit maka dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian pada seluruh organ vital tubuh hanya dalam waktu 10 menit (AHA, 2010). Tingginya angka kematian akibat cardiac arrest menyadarkan kita mengenai pentingnya penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana. Dalam hal ini pemerintah dan segenap masyarakat turut bertanggung jawab dalam memelihara dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi angka kematian dan kecacatan akibat cardiac arrest,diperlukan adanya penanganan secara cepat, tepat dan cermat (Pusbankes 118 DIY, 2013)

Saat ini di Indonesia sudah terdapat sebuah sistem penanganan kegawat daruratan baik sehari-hari maupun bencana yang dikenal dengan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Dimana sistem ini terdiri atas Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Sehari-hari sering disingkat dengan SPGDT-S dan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Bencana sering disingkat dengan SPGDT-B. SPGDT adalah suatu sistem pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, intra rumah sakit, dan antar rumah sakit dimana pelayanan ini berpedoman pada respon cepat yang menekankan pada time saving is life saving dan melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, layanan ambulans gawat darurat serta sistem komunikasi (Kemenkes, 2013). Penanganan korban dengan kasus henti jantung termasuk dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Sehari-hari (SPGDT-S). Kejadian ini bisa terjadi dimana saja, kapan saja, pada siapa saja (Pusbankes 118 DIY, 2013).

Salah satu kegiatan dari SPGDT-S adalah pelayanan pra rumah sakit, dimana pelayanan pra-rumah sakit ini merupakan salah satu unsur yang sangat penting dan menentukan berapa lama korban dapat bertahan (Hazinski, 2010). Pada korban dengan

(4)

henti jantung kemampuan untuk bertahan akan berkurang 7-10% setiap menitnya, sedangkan untuk meminta bantuan dan menunggu sampai dengan tenaga medis datang memerlukan waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu diperlukan pertolongan segera dan sebaiknya orang yang berada disekitar korban dapat melakukan pertolongan pertama tersebut secara cepat dan tepat. Saat ini di negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang yang sudah mengembangkan sistem kegawat daruratan pra rumah sakit dan ketersediaan Automated External Defibrillator (AED) di semua fasilitas umum seperti bandara, stasiun kereta, terminal, pusat perbelanjaan dan sekolah-sekolah sejak tahun 2000 sedangkan di Jepang sejak tahun 2001 (Mitamura, 2008). Saat ini sistem penanggulangan gawat darurat di tatanan pra rumah di kedua negara tersebut sudah sangat maju. Tidak hanya tenaga medis akan tetapi masyarakat awam khusus seperti polisi, petugas keamanan, petugas bandara, pemadam kebakaran dan masyarakat awam umum seperti siswa di sekolah-sekolah dan masyarakat di wilayah tersebut sudah banyak yang memperoleh pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan cara penggunaan Automated External Defibrillator (AED) . Adanya kualitas sumber daya manusia yang baik didukung dengan fasilitas yang memadai terbukti dapat menurunkan angka kematian pada korban dengan henti jantung di kedua negara ini (Taniguchiet al,2013).

Di Indonesia sistem pelayanan gawat darurat terutama di tatanan pra rumah sakit sedang dikembangkan. Untuk mengakses layanan ambulans gawat darurat dan pertolongan medis kita bisa mengakses layanan telepon 118. Di Wilayah D.I Yogyakarta pemerintah mempunyai sebuah program berupa layanan ambulans gawat darurat untuk penanganan kegawat daruratan baik karena kecelakaan maupun penyakit medis yang mengancam jiwa dengan harapan dapat melakukan respon cepat dan tepat untuk mengurangi angka kematian dan kecacatan. Hal ini tercantum dalam peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 45 tahun 2008 yang disahkan pada tanggal 12 November 2008 (Kemenkes, 2013).

Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 541 tahun 2014 mengenai fasilitas di Bandar Udara Internasional dalam Pasal 14 menyebutkan bahwa salah satu standar bandara internasional adalah harus ada ketersediaan AED. Begitu pula di stasiun kereta api berdasarkan Peraturan Menteri Perbungan Nomor 47 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimum untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api

(5)

disebutkan bahwa saaat ini sedang diupayakan penambahan fasilitas berupa AED di stasiun-stasiun besar untuk menolong seseorang dengan serangan jantung (Hermanto, 2014). Di Wilayah D.I Yogyakarta kita bisa menemukan keberadaan AED di Bandara Adi Sucipto. Sedangkan di fasilitas umum lainnya seperti di pusat perbelanjaan maupun sekolah-sekolah di wilayah ini maupun di Indonesia keberadaan AED masih jarang kita jumpai.

Akan tetapi ketersediaan AED tanpa disertai dengan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan RJP dan cara penggunaan alat tersebut adalah suatu hal yang sia-sia dan tidak akan memberikan hasil yang optimal. Kita harus mengakui bahwa saat ini sistem penanggulangan gawat darurat pra hospital di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan mulai dari fasilitas AED yang terbatas, minimnya pengetahuan masyarakat awam baik awam khusus maupun umum mengenai RJP dan penggunaan AED serta pusat informasi kegawat daruratan yang tidak jarang sulit dihubungi dengan respon time yang lama, sehingga keterlambatan petugas medis untuk datang ketempat kejadian masih sering terjadi. Oleh karena itu masyarakat disekitar tempat kejadian terutama awam khusus di ruang publik sebagai pengayom masyarakat seperti petugas keamanan bandara, petugas keamanan stasiun, petugas pemadam kebakaran dan polisi lalu lintas yang terjun langsung ke lapangan sebagai petugas yang sering kali berhadapan dengan kejadian kegawatdaruratan di tempat-tempat umum hendaknya mengetahui bagaimana cara melakukan pertolongan pertama pada korban dengan henti jantung, meliputi cara melakukan RJP dan penggunaan AED sebelum tenaga medis datang, karena semakin cepat dan tepat pertolongan yang dilakukan maka akan semakin besar harapan untuk korban dapat diselamatkan (Herkutanto, 2007).

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai “Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Pada Masyarakat Awam Khusus Terhadap Tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Penggunaan Automated External Defibrilator (AED) di Fasilitas Publik di Wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta”

(6)

II. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap pada masyarakat awam khusus terhadap tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan penggunaan Automated External Defibrilator(AED) di fasilitas publik di Wilayah Kabuapten Sleman Yogyakarta” . 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengetahuan masyarakat awam khusus di fasilitas publik mengenai Resusitasi Jantung Paru (RJP)

b.Mengetahui sikap masyarakat awam khusus di fasilitas publik mengenai Resusitasi Jantung Paru (RJP)

c. Mengetahui pengetahuan masyarakat awam khusus di fasilitas publik mengenai PenggunaanAutomated External Defibrilator(AED).

d.Mengetahui sikap masyarakat awam khusus di fasilitas publik mengenai Automated External Defibrilator(AED).

III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional, yang menganalisis hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat awam khusus dalam hal ini petugas bandara, petugas pemadam kebakaran, petugas stasiun dan polisi lalu lintas yang terjun langsung ke lapangan dan erat berhadapan dengan kejadian kegawatdaruratan terhadap tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan penggunaan Automated External Defibrillator (AED) di fasilitas publik di Wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kantor-kantor penyedia layanan publik di Wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta, meliputi: Bandara Adisucipto, Stasiun Maguwoharjo, Kantor Pemadam Kebakaran dan Kantor Kepolisian lalu lintas. Untuk waktu pelaksanaan penelitian akan ditentukan kemudian.

(7)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat awam khusus yang serirngkali berhadapan dengan kejadian kegawatdaruratan dan terjun langsung ke lapangan, dalam hal ini meliputi: petugas keamanan Bandara Adisucipto, petugas keamanan Stasiun Maguwoharjo, petugas pemadam kebakaran dan polisi lalu lintas di Wilayah Kabupaten Sleman Yogyakarta. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat awam khusus di Wilayah Kabupaten Sleman yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Berpendidikan minimal sekolah menengah atas (SMA) b. Bersedia menjadi responden penelitian

c. Telah bekerja di bidangnya minimal selama ≥ 5 tahun Sebagai kriteria eksklusi adalah:

a. Petugas yang sedang menjalani cuti 2. Sampel

Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Stratified Random Sampling yakni teknik pengambilan sampel pada penelitian dimana sampel yang digunakan dalam penelitian ini tidak homogen dan berstrata secara proporsional kemudian pengambilan sampel dilakukan secara acak. Berdasarkan perhitungan sampel menurut Roscoe dalam Sugiyono (2010) apabila sampel terdiri atas beberapa kategori dengan jumlah populasi yang banyak maka anggota sampel pada setiap kategori minimal berjumlah 30. Berdasarkan rumus tersebut dengan demikian jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Petugas keamanan bandara : 30 orang b. Petugas keamanan stasiun : 30 orang c. Petugas pemadam kebakaran : 30 orang d. Polisi lalu lintas : 30 orang

Jumlah sampel total : 120 orang D. Variabel Penelitian

(8)

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas dan terikat. Sebagai variabel bebas adalah pengetahuan sedangkan sebagai variabel terikat adalah sikap masyarakat awam khusus terhadap tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan penggunaan Automated Eksternal Defibrillator(AED).

E. Definisi Operasional

1. Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk memberikan suplai oksigen ke otak dan jantung secara adekuat serta mengembalikan fungsi jatung serta pernafasan kepada kondisi normal ketika fungsinya terhenti.

2. Automated Eksternal Defibrillator (AED) adalah sebuah alat elektronik portabel yang dapat melakukan diagnosis aritmia dan takikardi pada jantung secara otomatis. Alat ini berfungsi untuk mengembalikan irama jantung kembali pada irama yang efektif dan dirancang mudah untuk digunakan bagi orang awam sebagai sarana pertolongan pertama pada krban dengan henti jantung.

3. Pengetahuan merupakan kemampuan dari masyarakat awam khusus untuk menjawab pertanyaan yang terkait dengan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan penggunaan Automated Eksternal Defibrillator (AED). Skala pengukuran yang digunakan adalah interval

4. Sikap merupakan keadaan mental dan taraf dari kesiapan dari responden yang diatur melalui pengelaman yang memberikan pengaruh dinamik dan terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengan tindakan resusitasi jantung paru (RJP) dan penggunaan Automated Eksternal Defibrillator (AED). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert.

F. Instrumen Penelitian 1. Data Umum

Untuk mengatahui informasi mengenai data diri responden menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai data demografi responden meliputi: nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, lama bekerja, pendidikan terakhir, apakah sudah pernah mengikuti pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Automated External Defibrillator (AED) serta waktu pelaksanaan pelatihan terakhir apabila sudah pernah mengikuti.

(9)

a. Tentang Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Untuk mengukur tingkat pengetahuan tentang RJP menggunakan instrumen berupa kuesioner pengetahuan dalam bentuk pertanyaan tertutup. Kuesioner pengetahuan tentang RJP menggunaan kuesioner dari Ribeiro et al(2013) dan Alam et al (2013) yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Kuesioner tersebut terdiri atas 25 item pertanyaan dengan pilihan jawaban berupa pilihan ganda yang menanyakan pengetahuan tentang RJP. Dengan pilihan jawaban a, b, c, d. Pertanyaan untuk pengetahuan tentang RJP dibuat berdasarkan pokok bahasan seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi butir pertanyaan aspek pengetahuan tentang resusitasi jantung paru

Aspek Pengetahuan Nomor Iten Pertanyaan

Pengertian Resusiasi Jantung Paru (RJP) 1, 2, 3, 21 Aktivasi sistem kegawatdaruratan 4, 5, 6, 7, 8, 9

Airway 12, 25

Breathing 10, 11, 18, 19, 22

Circulation 13, 14, 15, 16, 17, 20, 23, 24

Jumlah 25

Untuk menjawab kuesioner responden di instruksikan untuk memberi tanda silang pada pilihan jawaban yang dianggap paling sesuai, dengan interpretasi nilai sebagai berikut:

Rendah : <56% Sedang : 56-75% Tinggi : > 75%

Jika jawaban benar maka skor 1, jika salah maka skor 0. Skor berkisar antara 0-25. Pengetahuan dikatakan rendah jika skor <14. Kemudian pengetahuan dikatakan sedang jika skor 14-19 dan tinggi apabila skor >19 (Arikunto, 2002).

b. Automated External Defibrillator(AED)

Untuk mengukur tingkat pengetahuan responden tentang penggunaan Autmated External Defibrillator(AED) akan menggunakan kuesioner yang dibuat oleh Marcus et al(2009) dan Ribieroet al(2013) yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Kuesioner terdiri atas 10 item pertanyaan berupa pilihan ganda dengan pilihan jawaban a, b, c, d yang menanyakan pengetahuan responden tentang AED. Pertanyaan untuk pengetahuan mengenai AED dibuat berdasarkan pokok bahasan seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi butir pertanyaan aspek pengetahuan tentang Automated External Defibrillator

(10)

Aspek Pengetahuan Nomor Item Pertanyaan

Pengertian AED 1

Fungsi AED 2, 4,

Operasional AED 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10

Untuk menjawab kuesioner responden di instruksikan untuk memberi tanda silang pada pilihan jawaban yang dianggap paling sesuai, dengan interpretasi nilai sebagai berikut:

Rendah : <56% Sedang : 56-75% Tinggi : > 75%

Apabila jawaban benar maka skor 1, jika salah maka skor 0. Nilai berkisar antara 0-10. Pengetahuan dikatakan rendah apabila skor <6, sedang apabila skor 6-7, tinggi apabila >7 (Arikunto, 2002).

3. Sikap

a. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Untuk mengukur sikap responden terhdap tindakan RJP akan menggunakan kuesioner dari Chew (2008) yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Kuesioner ini berjumlah 10 item pertanyaan dengan bentuk jawabanfavourabledanunfavourable.

Tabel 3. Kisi-kisi instrumen kuesioner sikap terhadap resusitasi jantung paru

Indikator variabel Nomor item pertanyaan

Favourable Unfavourable

Sikap terhadap tindakan Resusitasi

Jantung Paru (RJP) 1, 2, 5, 6, 7, 10 3, 4, 8, 9

Jumlah 6 4

Alternatif jawaban pada kuesioner sikap untuk mesing-masing item menggunakan skala likert (Gayatri, 2004) dengan pilihan jawaban yaitu: Sangat setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak setuju (TS), Sangat tidak setuju (STS), dengan penilaian seperti yang tercantum pada tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Pemberian skor pada jawaban dengan skala likert Penilaian berdasarkan skala Skor item pertanyaan positif

(Favourable) Skor item pertanyaan negatif(Unfavourable)

SS 5 1

S 4 2

RR 3 3

TS 2 4

STS 1 5

(11)

silang pada kotak pilihan jawaban yang dianggap paling sesuai dengan kondisi responden, kemudian skor diberikan sesuai dengan kode angka yang sudah tertera. Interpretasi hasil pengukuran skap responden adalah sebagai berikut:

Rendah : x<(µ-1,0σ) Sedang :(µ-1,0σ)≤x<(µ+1,0σ) Tinggi :(µ-+,0σ)≤x Keterangan : µ : Mean skor σ : standar defiasi x : Nilai

Skor penialaian sikap terkait tindakan RJP berkisar antara 10-50. Sikap dikatakan rendah jika x<17, sedang jika skor 17≤x<34, dan tinggi jika skor 34≤x.

b.Automated External Defibrillator(AED)

Untuk mengukur sikap responden dalam penggunaan AED akan menggunakan kuesioner dari Marcus (2009) yang telah di modifikasi oleh peneliti. Kuesioner ini berjumlah 10 item pertanyaan dengan bentuk pertanyaan favourable dan unfavourable.

Tabel 5. Kisi-kisi instrumen kuesioner sikap terhadapAutomated external Defibrillator(AED)

Indikator variabel Nomor item pertanyaan

Favourable Unfavourable

Sikap terhadap penggunaan

Automated External Defibrillator (AED)

1, 2, 5, 6, 9, 10 3, 4, 7, 8

Jumlah 6 4

Responden diinstruksikan untuk memberi tanda silang pada kotak pilihan jawaban yang dianggap paling sesuai dengan kondisi responden, kemudian skor diberikan sesuai dengan kode angka yang sudah tertera. Alternatif jawaban pada kuesioner sikap untuk mesing-masing item menggunakan skala likert (Gayatri, 2004) yaitu: Sangat setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak setuju (TS), Sangat tidak setuju (STS), dengan penilaian sebagai berikut:

Penilaian berdasarkan skala Skor item pertanyaan positif

(Favourable) negatif (Unfavourable)Skor item pertanyaan

SS 5 1

S 4 2

(12)

TS 2 4

STS 1 5

Interpretasi hasil pengukuran skap responden adalah sebagai berikut: Rendah : x<(µ-1,0σ) Sedang :(µ-1,0σ)≤x<(µ+1,0σ) Tinggi :(µ-+,0σ)≤x Keterangan : µ : Mean skor σ : standar defiasi x : Nilai

Skor berkisar antara 10-50. Sikap dikatakan rendah jika x<17, sedang jika skor 17≤x<34, dan tinggi jika skor 34≤x.

(13)

Alam et al. 2013. Basic Life Support: A Questionnaire Survey to Assess Proficiency of Radiologists and Radiology Residents in Managing Adult Life Support in Cardiopulmonary Arrest and Acute Anaphylactic Reaction. Hindawi Publishing Corporation Emergency Medicine International: 2014(4)

Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Chewet al. 2008. A Survey on The Knowledge, Attitude and Confidence Level of Adult Cardiopulmonary Resuscitation Among Junior Doctors in Hospital Universiti Sains Malaysia and Hospital Raja Perempuan Zainab II, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia.Med Journal Malaysia:66 (1)

Depkes RI, 2001. Survei Kesehatan Nasional Rumah Tangga (SKNRT). Tersedia dalam: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/viewFile/2061/1203. Diakses pada: 20 Maret 2015.

Depkes RI, 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007.

http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007. Diakses pada: 20 Maret 2015. Depkes RI, 2012. Profil Kesehatan Republik Indonesia 2012. Tersedia dalam:

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesi a/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf. Diakses pada: 20 Maret 2015.

Depkes RI, 2013. Profil Kesehatan RI 2013.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesi a/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf. Diakses pada: 20 Maret 2015.

Hazinski, 2010. Highlights of The 2010 American Heart Association Guidelines for CPR and ACC. AHA Published.

Hennessey, Brian P. 2012. Investigation of Automated External Defibrillator (AED) and Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) Experience and Knowledge at The Ohio State University. United State of America: Ohio State University.

Herkutanto, 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Majalah Kedokteran Indonesia: 57 (2).

Kemenkes. 2013. Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kooij et al. 2004. Training of police officers as first responders with an automated external defibrillator.Elsevier Journal of Resusitation: 63(33–41).

Sayre et al. 2005. Providing automated external defibrillators to urban police officers in addition to a fire department rapid defibrillation program is not effective.

(14)

Elsevier Journal of Resusitation:66(189–196).

Kopacek et al. 2010. Pharmacy Students’ Retention of Knowledge and Skills Following Training in Automated External Defibrillator Use. American Journal of Pharmaceutical Education:74 (6).

Marcus et al. 2009. Knowledge and attitudes towards cardiopulmonary resuscitation and defibrillation amongst Asian primary health care physicians. Open Access Emergency Medicine:1(11–20)

Mitamura, Hideo. 2008. Public access defibrillation: advances from Japan. Nature clinical Practice Cardiovascular Medichine:5 (11).

Pusbankes 118. 2013. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD). Yogyakarta: Tim Pusbankes 118-PERSI DIY.

Ribeiroet al.2013. Medical Students Teaching Cardiopulmonary Resuscitation to Middle School Brazilian Students.Arq Bras Cardiol:101(328-335 ).

Sugiyono. 2010.Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta

Taniguchi et al. 2013. Attitudes toward automated external defibrillator use in Japan in 2011.Springer Journal of Anesthesy: 28(34–37)

Direktorat jenderal perhubungan, 2010. Rencana Strategis Direktorat Perhubungan 2010-2014. Tersedia dalam: http: //www. satupemerintah. net/publics/ Renstra_Kementerian_Perhubungan_2010-2014_0.pdf. Diakses pada: 20 Maret 2015.

Hermanto, 2014. Kementerian Perhubungan Atur 4 SPM Baru Kereta Api. Tersedia dalam:http://www.antaranews.com/berita/462176/kemenhub-atur-empat-spm-bar u-kereta-api. Diakses pada: 20 Maret 2015.

WHO. 2011. Data Penyakit Tidak Menular. Tersedia dalam: https://www.who.co.id/search?newwindow=1&site=&source=hp&q=data+penya kit+tidak+menular+WHO+2011&oq=data+penyakit+tidak+menular+WHO+201 1&gs_l=hp.Diakses: 20 Maret 2015.

Gambar

Tabel 1. Distribusi butir pertanyaan aspek pengetahuan tentang resusitasi jantung paru
Tabel 3. Kisi-kisi instrumen kuesioner sikap terhadap resusitasi jantung paru
Tabel 5. Kisi-kisi instrumen kuesioner sikap terhadap Automated external Defibrillator (AED)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan menguji karakteristik santan kelapa murni dan instan yang diolah dari buah kelapa yang diambil dari 3 wilayah di Sulawesi

Data itu menunjukkan bahwa sesungguhnya kosakata bahasa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menghasilkan istilah baru, baik dalam paduannya dengan kata lain

PENGARUH KADAR AIR DARI Bill TOMAT YANG DIRADIASI DENG AN SINAR GAMMA TERHADAP KEPEKAAN PERTUMBUHANNYA..

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pantai Tumbu Desa Tumbu Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah yang dibagi menjadi tiga stasiun secara purposive sampling, ditemukan 15

Dengan demikian pengetahuan tentang dokumentasi sangat diperlukan untuk menunjang tercapainya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan, semakain rendahnya pengetahuan

[r]

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka dari penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, maka penulis akan membangun sistem pakar yang dapat mendiagnosa kelainan sistem ortopedi

KEBIMBANGAN KAUM-KAUM BUKAN CINA Persahabatan erat dengan Negara China boleh menimbulkan ketakutan atau sekurang-kurangnya kebimbangan dari kaum-kaum bukan-China kerana