KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA DI PANTAI TUMBU DESA TUMBU
KECAMATAN TOPOYO KABUPATEN MAMUJU TENGAH DAN PENGEMBANGANNYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
Endang Trya Wulandari1, Achmad Ramadhan2, Masrianih2 1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNTAD 2Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNTAD Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keanekaragaman jenis Gastropoda di Pantai Tumbu Desa Tumbu Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah serta membuat media pembelajaran dalam bentuk buku saku. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan data menggunakan transek garis yang disebar secara purposive
sampling. Setiap stasiun terbagi menjadi tiga transek garis yang ditarik dari pinggir pantai ke
arah daerah pasang surut air laut. Sampel diambil dari plot berukuran 5x5 meter. Perhitungan keanekaragaman menggunakan rumus indeks Shannon-Wieners. Hasil penelitian menunjukan keanekaragaman gastropoda termasuk dalam kategori sedang dengan nilai H’=1,09. Jenis gastropoda yang ditemukan terdiri dari 4 Ordo, 8 Family, 12 Genus dan 15 species. Penelitian ini menghasilkan produk dalam bentuk buku saku sebagai media pembelajaran Biologi. Penilaian buku saku oleh Validator ahli isi memperoleh nilai sebesar 76%, ahli desain 89,33%, dan ahli media 80%. Penilaian oleh mahasiswa kelompok kecil memperoleh nilai sebesar 87,50% dan kelompok besar 87,63%. Skor yang diberikan oleh penilai, dapat disimpulkan bahwa buku saku layak digunakan sebagai media pembelajaran.
PENDAHULUAN
Provinsi Sulawesi Barat adalah daerah yang terletak pada sisi Barat Pulau Sulawesi yang merupakan pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi ini terbentuk pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2004 tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4422), Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat menjalankan pemerintahannya yang mencakup 6 Kabupaten 69 Kecamatan dan 649 Kelurahan/Desa sebagai satuan pemerintahan terendah. Secara geografis, Provinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Mamuju terletak antara 0012'-3038’ Lintang Selatan dan 118043'15’’-119054'3’’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara dan Selat Makassar di sebelah Barat. Batas sebelah Selatan dan Timur adalah Provinsi Sulawesi Selatan (Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat, 2015).
Kabupaten Mamuju Tengah merupakan satu Kabupaten diantara enam Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Mamuju yang disahkan dalam Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2013 pada tanggal 11 Januari 2013. Kabupaten Mamuju Tengah terdiri atas 5 (lima) kecamatan, yaitu
Kecamatan Tobadak, Kecamatan Pangale, Kecamatan Budong-Budong, Kecamatan Topoyo, dan Kecamatan Karossa dan melingkupi 56 (lima puluh enam) desa/kelurahan. Kabupaten Mamuju Tengah memiliki luas wilayah keseluruhan ±3.014,37 km2 dengan jumlah penduduk ±115.118 jiwa
pada tahun 2013 (Triana dan Darma, 2013). Daerah Mamuju Tengah memiliki wilayah pesisir yang cukup luas. Daerah pesisir merupakan daerah yang berdekatan dengan perairan sehingga terdapat banyak jenis hewan moluska. Moluska merupakan hewan lunak yang mempunyai cangkang. Moluska banyak ditemukan di ekosistem mangrove, hidup di permukaan substrat maupun di dalam substrat dan menempel pada pohon mangrove. Kebanyakan moluska yang hidup di ekosistem mangrove adalah dari spesies gastropoda dan bivalvia (Hartoni dan Agussalim, 2012). Moluska merupakan kelompok biota laut sebagai komponen penting penyusun ekosistem perairan (Arbi, 2012).
Hewan anggota kelas gastropoda berjalan dengan perutnya. Kepala jelas terlihat, mempunyai satu atau dua pasang tentakel. Sepasang diantaranya bersifat rektraktil dan dilengkapi sebuah mata pada ujungnya. Organ internal biasanya bersifat simetris dan terletak di dalam cangkangnya. Cangkang tunggal umumnya amat beragam, atau ada juga jenis-jenis yang tidak bercangkang. Arah putaran
cangkang kebanyakan kearah kanan (dekstral) dan umumnya mempunyai operkulum (operculum). Tipe cangkang yang berputar kearah kiri (sinistral) kebanyakan dijumpai pada jenis-jenis yang hidup di darat. Mantel berupa membran tipis yang menyekresikan bahan cangkang. Banyak diantara jenis-jenis Gastropoda mempunyai arti ekonomi penting bagi manusia dan beberapa jenis di antaranya sudah dibudidayakan (Wardhana, 1990).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Menggunakan metode
purposive sampling dengan melihat kondisi
pantai yang dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat. Sampel diambil dari 3 stasiun yaitu:
Stasiun 1 : Daerah kawasan wisata Stasiun 2 : Daerah kawasan perumahan
penduduk
Stasiun 3 : Daerah kawasan yang jarang terkunjungi
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rol meter, tali rafia, plastik sampel, kertas label, kuas, pensil, pH meter, thermometer, salinometer, DO meter, spesimen Gastropoda, kapas, Alkohol 70% dan buku identifikasi Gastropoda.
Prosedur penelitian ini terdiri dari observasi lokasi penelitian atau area penelitian sebagai tahap awal, mempersiapkan administrasi, penelitian/pengambilan sampel
dan juga mengukur faktor fisik-kimia lingkungan selanjutnya mengidentifikasi sampel dan yang terakhir pembuatan media pembelajaran.
Analisis nilai indeks keanekaragaman (H’) Gastropoda menggunakan rumus indeks Shannon-Wienner (Bengen, 2000) :
Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman Shannon Wienner
Ni = Jumlah individu satu jenis N = Jumlah total individu
Menurut Brower dkk (1990) dalam Litaay (2014) besarnya indeks keanekaragaman Shanon-Wiener sebagai berikut:
1. Jika H’ < 1 : keanekaragaman jenis rendah 2. Jika 1 ≤ H’ ≤ 3 : keanekaragaman jenis sedang
3. Jika H’ > 3 : keanekaragaman jenis Tinggi
Kelayakan media pembelajaran dihitung dengan menggunakan persentasi. Kelayakan tesebut dinilai berdasarkan dari hasil penilaian kuisioner yang hasilnya dinyatakan dalam beberapa kategori sesuai dengan nilai persentasi yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus serta kategori persentase
kelayakan media pembelajaran sebagai berikut (Arikunto, 1996): Rumus = X 100% 76% - 100% Layak 56% - 75% Cukup layak 40% - 55% Kurang layak 0% - 39% Tidak layak HASIL PENELITIAN
Kondisi fisik-kimia lingkungan
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tumbu dengan mengukur kondisi fisik-kimia lingkungan yang selanjutnya pengambilan sampel. Berdasarkan hasil pengukuran kondisi fisik-kimia lingkungan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
tabel 1. Hasil pengukuran kondisi fisik-kimia lingkungan.
Dari tabel di atas menunjukkan hasil pengukuran disetiap satuan berbeda-beda. Stasiun II merupakan stasiun yang memiliki
kondisi fisik-kimia lingkungan yang berkualitas rendah.
Hasil Pengamatan Gastropoda di Pantai Tumbu Desa Tumbu
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tiga stasiun, secara keseluruhan ditemukan gastropoda yang terdiri dari 4 ordo, 8 famili, 12 genus dan 15 species. untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini:
tabel 2. Jenis-Jenis Gastropoda di Pantai Tumbu Desa Tumbu
Kehadiran Gastropoda di Setiap Stasiun Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terdapat perbedaan jumlah jenis gastropoda yang ditemukan pada setiap stasiun. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Kehadiran Gastropoda Disetiap Stasiun
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat Pada stasiun 1 ditemukan 14 jenis gastropoda, yang paling banyak ditemukan pada stasiun 1 adalah jenis Nassarius bimaculosus sebanyak 24. Pada stasiun ini tidak ditemukan Latiaxis
pilsbryi. Stasiun I merupakan stasiun yang
dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat untuk berwisata.
Pada stasiun 2 ditemukan 12 jenis gastropoda, jenis gastropoda yang paling banyak ditemukan yaitu Telescopium telescopium sebanyak 27. Pada stasiun tidak
ditemukan Latiaxis pilsbryi, Mauritia eglantina dan Oliva oliva. Kondisi lingkungan Pantai pada stasiun ini dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat yang berada didekat pantai.
Pada stasiun 3 ditemukan 15 jenis gastropoda, yang paling banyak ditemukan adalah jenis Telescopium telescopium sebanyak
24. Pada stasiun ini paling banyak terdapat jenis gastropoda karena kondisi lingkungan pantai pada stasiun 3 ini masih tergolong alami, sehingga baik bagi kelangsungan hidup gastropoda.
Indeks Keanekaragaman Gastropoda
Analisis mengenai tingkat
keanekaragaman jenis gastropoda di Pantai Tumbu menggunakan indeks keanekaragaman
Shannon-Wienner dapat dilihat pada tabel 4
berikut:
Tabel 4. Indeks keanekaragaman
H’ = -⅀ (Pi. Ln Pi)
= - (- 1,091) = 1,091
(Tingkat keanekaragaman sedang)
Perhitungan Indeks Keanekaragaman yang dilakukan pada tiap stasiun menjukkan hasil yang berbeda antara stasiun satu dan lainnya. Sehingga, dapat dilihat adanya perbandingan masing-masing hasil perhitungan indeks, seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram keanekaragaman Hasil Uji Coba Media Pebelajaran
Berdasarkan hasil penilaian media pembelajaran buku saku, yang dilakukan oleh tim ahli (Dosen) yang terdiri dari ahli isi, desain dan media menyatakan bahwa media pembelajaran berupa buku saku tersebut layak digunakan. Data tersebut disajikan pada table 5 di bawah ini:
Tabel 5. Hasil Penilaian Tim Ahli
Setelah di lakukan validasi oleh tim ahli/Dosen yang meliputi ahli desain, ahli media, dan ahli isi. Selanjutnya media pembelajaran dalam bentuk buku saku ini diisi oleh kelompok mahasiswa yang terbagi atas mahasiswa kelompok besar (berjumlah 20 orang) dan mahasiswa kelompok kecil (berjumlah 10 orang). Hasil dari penilaian oleh mahasiswa tersebut disajikan dalam tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil penilaian mahasiswa
PEMBAHASAN
Jenis-jenis gastropoda yang ditemukan di Pantai Tumbu
Gastropoda merupakan salah satu jenis hewan yang banyak terdapat di kawasan pantai. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pantai Tumbu Desa Tumbu Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah yang dibagi menjadi tiga stasiun secara purposive sampling, ditemukan 15 jenis gastropoda yang termasuk dalam 4 ordo: Mesogastropoda, Neogastropoda, Archeogastropoda, Pulmonata dan 8 family: Muricidae, Cypraidae, Neritidae, Amphibolidae, Potamididae, Nassariidae, Olividae dan Littorinidae.
Pada stasiun 1 ditemukan 14 jenis gastropoda yaitu Mauritia eglantina, Bedeva
paivae, Nerita trifasciata, Nerita piratica, Nerita litterata, Salinator frangilis,
Nassarius bimaculosus, Axymene traversi, Oliva oliva, Littorina angulifera, Pirenella cingulata, dan Nassarius camelus. Stasiun 1
merupakan daerah kawasan wisata.
Pada stasiun II ditemukan 12 jenis gastropoda yaitu Bedeva paivae, Nerita trifasciata, Nerita piratica, Nerita litterata, Salinator frangilis, Telescopium telescopium, Lataxoena blosvillei, Nassarius bimaculosus, Axymene treversi, Littorina angulifera, Pirenella cingulata dan Nassarius camelus.
Stasiun II ini berdekatan dengan area perumahan warga.
Pada stasiun III ditemukan 15 jenis gastropoda yaitu Latiaxis pilsbryi, Mauritia
eglantina, Bedeva paivae, Nerita trifasciata, Nerita piratica, Nerita litterata, Salinator frangilis, Telescopium telescopium, Lataxoena blosvillei, Nassarius bimaculosus, Axymene traversi, Oliva oliva, Littorina angulifera, Pirenella cingulata,dan Nassarius camelus.
Stasiun ini adalah kawasan pantai yang masih kurang terpengaruhi oleh aktivitas masyarakat atau kawasan pantai yang masih tergolong alami.
Dari tiga stasiun jenis gastropoda yang paling banyak ditemukan yaitu: Nassarius
bimaculosus pada stasiun I sebanyak 24,
stasiun II sebanyak 15 dan stasiun III sebanyak 17, Nassarius camelus di stasiun I sebanyak 19, stasiun II sebanyak 12 dan stasiun III sebanyak 18 (family Nassariidae). Serta Pirenella
cingulata di stasiun I sebanyak 15, stasiun II 26
dan stasiun III sebanyak 16, Telescopium
telescopium di stasiun I sebanyak 19, stasiun II
sebanyak 27 dan stasiun III sebanyak 24 (family potamididae). Keadaan pantai pada stasiun I lebih didominasi oleh substrat berpasir, stasiun II didominasi oleh sustrat berlumpur sedangkan pada stasiun III didominasi oleh kawasan mangrove yang bersubstrat pasir dan pasir berlumpur. Melihat dari keadaan pantai sesuai dengan pernyataan Islami (2015), bahwa family Nassariidae berhabitat di pasir namun dapat juga ditemukan pada substrat berlumpur yang berada di kawasan intertidal. Serta Arbi (2014) mengungkapkan family Potamididae berhabitat di substrat berlumpur disekitaran Mangrove. Dengan demikian keadaan pantai dengan keberadaan gastropda yang ditemukan berbanding lurus.
Berdasakan pada penelitian yang dilakukan di stasiun, gastropoda jenis Latiaxis
pilsbryi tidak ditemukan pada stasiun I dan II.
Diduga keadaan pantai tidak sesuai dengan gastropoda tersebut. Menurut Karyanto dkk (2004), bahwa family Muricidae pada umumnya berhabitat di batu karang, daerah berbatu dan berlumpur. Dilihat dari bentuk cangkang gastropoda tersebut merupakan Muricidae yang berhabitat di batu karang. Hal ini juga didukung oleh keadaan pantai di stasiun III terdapat bebatuan karang mati yang sebagian tertutup serasah daun mangrove. Selain Latiaxis pilsbryi di stasiun II juga tidak ditemukan Oliva oliva dan Mauritia eglantina,
menurut Islami (2015) family Olividae berhabitat di substrat berpasir dan memiliki daya survival rendah. Ditambahkan oleh Mujiaono (2015) bahwa family cypraidae hidup di substrat berpasir dan merupakan hewan nokturnal. Dengan demikian keadaan pantai berbanding lurus dengan keberadaan gastropoda.
Keanekaragaman Jenis Gastropoda di
Pantai Tumbu
Keanekaragaman pada setiap jenis makhluk hidup sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada pada setiap komunitas seperti suhu, derajat keasaman (pH), salinitas dan oksigen terlarut. Faktor tersebut sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan jenis gastropoda sehingga, apabila gastropoda tersebut tidak mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada, maka keanekaragaman akan lebih rendah. Indeks keanekaragaman adalah nilai yang dapat menunjukkan keseimbangan keanekaragaman dalam suatu pembagian jumlah individu tiap species. Sedikit atau banyaknya keanekaragaman species dapat dilihat dengan menggunakan indeks keanekaragaman (H’). Keanekaragaman mempunyai nilai terbesar jika semua individu berasal dari genus atau species yang berbeda-beda (Odum,1993).
Adapun nilai suhu yang diperoleh dari ketiga stasiun masih dalam keadaan normal pada stasiu I yaitu 30 oC, stasiun II yaitu 31oC
mengungkapkan bahwa kisaran suhu yang layak untuk pertumbuhan dan reproduksi gastropoda pada umumnya adalah 25-32oC.
Salinitas yang diperoleh pada stasiun I yaitu 30%, stasiun II yaitu 26% dan stasiun III yaitu 32%. Hasil pengukuran tersebut masih dalam kisaran toleransi gastropoda yaitu 25% -40%. (Hutabarat & Evans, 1986).
Derajat keasaman (pH) yang terukur pada pengamatan 7,5 pada satsiun I, 6,9 pada stasiun II dan 7,9 pada staiun III. Gundo (2010) pada umumnya pH air laut sedikit basa, untuk ukuran pH yang bagus bagi kelangsungan hidup gastropoda berkisar antara 6,8-8,5.
Pengukuran oksogen terlarut (DO) pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 5,78-7,09 mg/L. Odum (1993) mengungkapkan bahwa konsentrasi oksigen terlarut untuk kehidupan gastropoda pada kisaran 5-8 mg/L. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai keanekaragaman jenis gastropoda di Pantai Tumbu Desa Tumbu Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah, memperoleh nilai indeks keanekaragaman di staiun I H’=2,39, stasiun II H’=1,93 dan stasiun III H’=2,44. Apabila melihat dari nilai H’ disetiap stasiun kondisi fisik-kimia lingkungan dapat mempengaruhi
keberadaan gastropoda. Sehingga nilai H’ berbanding lurus dengan kondisi fikik-kimia lingkungan, dimana kondisi fisik-kimia dari ketiga stasiun yang terendah terdapat di stasiun II. Hal tersebut didukung oleh Islami (2015), keberadaan individu dipengaruhi oleh kondisi fisik-kimia lingkungan begitu pula terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Diperkuat dengan keberadaan family potamididae yaitu Telescopium telescopium yang berukuran lebih kecil dibandingkan family potamididae di stasiun I dan III.
Nilai indeks keanekaragaman (H’) gastropoda di Pantai Tumbu Desa Tumbu Kecamata Topoyo secara keseluruhan yaitu 1,09, karena H’= 1 < H’ >3, hal ini berarti kondisi lingkungan perairan tersebut masih dapat ditolerir oleh gastropoda dan mendukung untuk keberhasilah hidup dan reproduksi. Dengan demikian menunjukkan bahwa ekosistem di Pantai Tumbu masuk kategori sedang. Diversitas atau keanekaragaman species tergantung pada stabilitas habitat, semakin baik dan stabil kondisi suatu habitat akan lebih banyak ragam species dan kekayaan biota yang hidup di dalamnya. Sebaliknya keanekaragaman cenderung berkurang dalam komunitas biotik yang tertekan/labil. Dengan kata lain kekayaan species berbanding terbalik dengan tingkat ganguan, dan berbanding lurus dengan jumlah radiasi sinar matahari, tersedianya bahan makan di suatu habitat. (Kharisma, 2012) mengatakan keanekaragaman
mengekspresikan variasi species yang ada dalam suatu ekosistem ketika suatu ekosistem memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi maka ekosistem tersebut cenderung seimbang, sebaliknya jika sesuatu ekosistem memiliki indeks keanekaragaman rendah maka mengindikasikan ekosistem tersebut dalam keadaan tertekan atau terdegredasi.
Peranan Hasil Penelitian Gastropoda Sebagi Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperluas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik dan sempurna (Kustandi dan Sutjipto, 2013). Ditambahkan oleh Sadiman (2002), bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan serta merangsang siswa untuk belajar, contoh buku, film bingkai film kaset dannn lain-lain. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud pengajaran, maka media itu disebut media pembelajaran.
Buku saku merupakan salah satu media yang dapat membantu memberikan rangsangan pada proses pembelajaran. Buku saku ini dirancang sedemikian rupa dengan desain yang lebih menarik, ringkas dan padat agar mempermudah pembaca dalam memahami isi buku saku tersebut. Buku saku ini dibuat oleh peneliti telah diuji oleh 3 dosen Program Studi Pendidikan Biologi yang terdiri dari ahli isi,
desain dan media serta kelompok mahasiswa sebanyak 30 orang terdiri dari 10 orang kelompok kecil dan 20 kelompok besar yang telah memperprogramkan mata kuliah Zoologi Invertebrata.
Adapun hasil penilian media pembelajaran oleh masing-masing dosen yang telah ditunjuk menjadi tim validator yaitu dengan persentase isi 76%, desain 89,33% dan media 80%. Penilaian dari mahasiswa kelompok kecil 87,5% dan mahasiswa kelompok besar 87,63%. Dari hasil persentase tersebut dapat dinyatakan bahwa media pembelajaran yang telah dibuat telah layak digunakan sebagai media pembelajaran.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pantai Tumbu Desa Tumbu Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Keanekaragaman jenis gastropoda di Pantai Tumbu Desa Tumbu Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah diperoleh H’=1,091 yang menunjukkan keanekaragaman sedang.
2. Hasil penelitian tentang keanekaragaman gastropoda dapat dijadikan media pembelajaran dalam bentuk buku saku. Analisis persentase menunjukkan buku saku layak digunakan.
SARAN
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dan bahan informasi dalam upaya pengembangan potensi sumber daya kelautan di Kabupaten Mamuju Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Arbi, U. Y. (2012). “Komunitas Moluska Di Padang Lamun Pantai Wori Sulawesi Utara’’. Bumi Lestari. 12 (1): 55 – 65. Arbi, U. Y. (2014). “Taksonomi dan Filogeni
famili potamididae (Gastropoda: Moluska) di Indonesia Berdasarkan Karakteristik Morfologi’’. Bumi Lestari. 5 (2): 221-234. Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
cipta
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Barat. Mamuju [online]. Tersedia: https://www.google.co.id/u. [04 November 2016].
Gundo, M. T. (2010). “Kerapatan, Keanekaragaman Dan Pola Penyebaran Gastropoda Air Tawar Di Perairan Danau Poso”. Dalam jurnal media litbang sulteng. 3 (2): 91-97.
Hutabarat, S. and Evans, S. M. (1986). Kunci
Identifikasi Zooplankton. Jakarta:
UI-Press
Islami, M. M. (2015). Distribusi Spasial Gastropoda dan Kaitannya dengan Karakteristik Lingkungan di Pesisir Pulau Nusalaut Maluku Tengah. Ilmu dan
Kelautan Tropis. 7 (1): 365-378.
Karyanto, P. M. dan Indrowati, M. (2004). Variasi Cangkang Gastropoda Ekosistem Pantai Cilacap sebagai Alternatif Sumber
Pembelajaran Gastropoda. Bio Edukasi. 1(1): 1-6.
Kharisma. (2012). Keanekaragaman Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Sepanjang Garis Pantai Carita, Pandeglang. Dalam
jurnal skripsi Fakultas MIPA IPB Bogor.
[Online].1-72 halaman. Tersedia: http//www.google.com (24 juli 2017). Kustandi, C. dan Sutjipto,B. (2013). Media
Pembelajaran; Manual dan Digital.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Litaay, M. (2014). “Struktur Komunitas Bivalvia Di Kawasan Mangrove Perairan Bontolebang Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan”. dalam Jurnal
Skripsi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin. [Online], 1-8
halaman. Tersedia:
http://repository.unhas.ac.id. [18 Januari 2015].
Mujiono, N. (2015). Gastropoda dari Kepulauan Seribu Jakarta Berdasarkan Koleksi Spesimen Zoologi Bogor. Pros
Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1(8):
1771-1784.
Odum, E. P. (1993). Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sadiman, A. S. (2002). Media Pendidikan:
Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekom Dikbud dan Raja Grafindo Persada.
Triana, R. L Dan Darma, S. W. (2013). “Tipologi Desa Di Kabupaten Mamuju Tengah Berdasarkan Potensi Sosial Ekonomi”. Dalam Jurnal Potensi Wilayah Mamuju Tengah. [online]. Tersedia: http://wwwkabupatenmamuju. [06 November 2016]
Wardhana, W. dan Oemarjati, S. B. (1990).
Taksonomi Avertebrata: Pengantar Praktikum Laboratorium. Jakarta: