IMPLEMENTASI METODE SORENSEN COEFFICIENT DALAM MENENTUKAN DAERAH BERPOTENSI RAWAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH
(STUDI KASUS : KOTA PONTIANAK) Dede Rachmat
Program Studi Teknik Informatika
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura matematicer@gmail.com
ABSTRACT
Pontianak city is one of the areas in Indonesia which is prone and endemic to dengue fever. Since 2002 until the year 2013, dengue fever has become a remarkable incident in the city for several times. Various prevention efforts have been made, but the number of cases of dengue fever is still quite high, so the appropriate handling required by knowing the area that has the potential of dengue disease-prone in months to come. Thus the proper prevention efforts can be planned by the Government or the relevant parties to support the efforts of disease prevention of dengue. Determination of areas potentially vulnerable to dengue fever is usually done by the health service area of prevention and mitigation of disease, manually based on frequency of occurrence data of dengue fever that occurred in previous years. Therefore, this research aims to produce a system that can determine areas of potentially dengue fever with features (indicators) that have the specified in the amount of precipitation, air temperature, air humidity, the number of health facilities, overcrowding and the frequency of occurrence of dengue. The system was built in determining areas of potentially dengue fever using case-based reasoning or called by Case Base Reasoning (CBR). To generate an output in the form of insecurity level status using the similarity value, the method used is Sorensen Coefficient Method. The output of this system is the status of insecurity, which is no dengue fever prone, prone, and very prone. This system can create data features (indicators) and the data cases of dengue fever.
Keywords:Dengue Fever, Status Insecurity, Case-Based Reasoning, Sorensen Coefficient, Testing Forms.
1. PENDAHULUAN
Kota Pontianak merupakan daerah rawan dan endemis untuk penyakit demam berdarah. Demam berdarah beberapa kali menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di kota ini. Menurut data Badan Pusat Statistik
Kota Pontianak, jumlah kasus DBD pada tahun 2002 berjumlah 1.713, tahun 2006 berjumlah 1.288 dan tahun 2009 berjumlah 3.893.
Kasus DBD yang terjadi setiap tahunnya ini telah ditangani dan dicegah oleh Pemerintah Kota Pontianak dan pihak-pihak terkait dengan berbagai usaha, diantaranya dengan fogging (pengasapan), abatesasi, dan 3M (menguras bak air, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas). Akan tetapi, jumlah kasus DBD masih cukup tinggi, sehingga diperlukan penanganan yang sesuai dengan mengetahui daerah yang memiliki potensi rawan penyakit demam berdarah pada bulan yang akan
datang. Dengan demikian, dapat
direncanakan upaya pencegahan yang tepat oleh pemerintah atau pihak-pihak terkait
untuk mendukung upaya pencegahan
penyakit demam berdarah.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu sistem yang dapat menentukan daerah
berpotensi rawan penyakit demam
berdarah. Sistem yang akan dikembangkan untuk menentukan daerah berpotensi rawan penyakit demam berdarah menggunakan penalaran berbasis kasus atau disebut dengan case base reasoning (CBR). Untuk
menghasilkan solusi suatu masalah
menggunakan nilai similaritas, metode yang digunakan yaitu metode sorensen
coefficient. Perhitungan similaritas
digunakan untuk menghasilkan nilai
kemiripan antara kasus baru dengan kasus sebelumnya sehingga dapat dipilih sebagai sebuah solusi.
2. TEORI DASAR
2.1 Case Based Reasoning (CBR)
Case Based Reasoning (CBR) merupakan salah satu penalaran yang digunakan dalam pemecahan masalah dengan mencari solusi dari suatu kasus
yang baru, sistem akan melakukan
pencarian terhadap solusi dari kasus lama yang memiliki permasalahan yang sama dan sudah pernah terjadi sebelumnya. Terdapat dua prinsip dasar pada metode CBR, prinsip pertama adalah setiap permasalahan yang sama akan memiliki solusi yang sama pula. Prinsip kedua adalah setiap permasalahan dapat terjadi berulang kali. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa masalah yang akan muncul di masa yang akan datang memiliki kesamaan dengan masalah yang pernah terjadi sebelumnya. (Hapnes Toba, 2011).
Secara umum metode ini terdiri dari 4 langkah yaitu (Hapnes Toba, 2011):
Alur proses CBR dalam memecahkan masalah didefinisikan dalam 4 langkah yaitu :
Gambar 1. Alur Proses Case Base Reasoning (CBR)
Sumber : (Emha Taufiq Luthfi, 2010) Keterangan :
1. Retrive, mengambil kasus yang paling serupa.
2. Reuse, menggunakan kembali kasus untuk mencoba memecahkan masalah. 3. Revise, merevisi solusi yang diajukan
jika perlukan.
4. Retain, menyimpan solusi baru sebagai bagian dari kasus baru.
2.2 Metode Sorensen Coefficient
Salah satu cara untuk menghitung similaritas dua objek yang bersifat biner
adalah dengan menggunakan metode
sorensen coefficient. Formula untuk menghitung similaritas antara dua objek x dan y adalah sebagai berikut :
( )
( ) ( )Sumber : (Murien Nugraheni, 2012) Keterangan :
x : kasus lama y : kasus baru
M11 : jumlah atribut biner, x=1 dan y=1 M10 : jumlah atribut biner, x=1 dan y=0 M01 : jumlah atribut biner, x=0 dan y=1 M00 : jumlah atribut biner, x=0 dan y=0
2.3 Unified Modeling Language (UML)
Menurut M. Salahuddin dan Rosa A.S (2013) UML merupakan bahasa visual
untuk pemodelan dan komunikasi
mengenai sistem dengan menggunakan diagram dan teks-teks pendukung. UML
muncul karena adanya kebutuhan
pemodelan visual untuk menspesifikasikan,
menggambarkan, membangun dan
dokumentasi dari sistem perangkat lunak.
2.3.1 Use Case Diagram
Diagram use case merupakan
pemodelan untuk kegiatan (behavior) sistem informasi yang akan dibuat. Use
case mendeskripsikan sebuah interaksi
antara satu atau lebih aktor dengan sistem informasi yang akan dibuat.
Ada dua hal utama dalam use case yaitu :
a) Aktor merupakan orang, proses atau
sistem lain yang berinteraksi dengan sistem yang akan dibuat.
b) Use case merupakan fungsionalitas yang disediakan sistem sebagai unit – unit yang saling bertukar pesan antar unit atau aktor.
2.3.2 Class Diagram
Diagram kelas mengambarkan
kelas-kelas yang akan dibuat untuk membangun sistem. Kelas memiliki atribut dan metode atau operasi.
Atribut merupakan variabel-variabel
yang dimiliki oleh suatu kelas.
Operasi atau metode adalah
fungsi-fungsi yang dimiliki oleh suatu kelas. Susunan struktur kelas yang baik pada diagram kelas sebaiknya memiliki jenis-jenis kelas berikut :
a) Kelas Main
b) Kelas yang menangani tampilan sistem (view)
c) Kelas yang diambil dari pendefinisian
use case (controller)
d) Kelas yang diambil dari pendefinisian data (model)
2.3.3 Activity Diagram
Diagram aktivitas menggambarkan
workflow (aliran kerja) atau aktivitas dari
sebuah sistem atau proses bisnis. Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa diagram aktivitas menggambarkan aktivitas sistem bukan apa yang dilakukan aktor, jadi aktivitas yang dapat dilakukan oleh sistem
2.3.4 Sequence Diagram
Diagram sekuen menggambarkan
kelakuan objek pada use case dengan mendeskripsikan waktu hidup objek dan
message yang dikirimkan dan diterima
antar objek.
3. PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Use Case
Terdapat dua aktor yang berinteraksi pada sistem penentuan daerah berpotensi rawan demam berdarah, yaitu:
1. Nama Aktor : Staff
Staff merupakan pegawai yang berada di Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak, BMKG Maritim Kota Pontianak, dan BPBD Kota Pontianak. 2. Nama Aktor : Kabid P3
Kabid P3 merupakan Kepala Bidang
Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Dinas Kesehatan Kota
Pontianak.
Gambar 2. Use Case Diagram
Keterangan :
Validasi : proses pengecekan hak akses
pengguna terhadap sistem.
Penentuan Daerah Berpotensi DBD :
proses yang didalamnya terdapat proses lihat data kejadian DBD, penentuan daerah berpotensi DBD, dan simpan kasus baru.
Kelola Data Fitur : proses yang
didalamnya terdapat proses tambah data fitur, ubah data fitur dan hapus data fitur.
Kelola Data Kasus : proses yang
didalamnya terdapat proses lihat tabel kasus, tambah data kasus, ubah data kasus, dan hapus data kasus.
Kelola Data Pengguna : proses yang
didalammnya terdapat proses tambah data pengguna, ubah data pengguna, dan hapus data pengguna.
3.2 Rancangan Struktur Sistem Kabid P3
Struktur antarmuka sistem yang
dirancang untuk bagian Kabid P3 adalah sebagai berikut:
System
Staff Diskes
Login
Kelola Data Kasus Penentuan Daerah
Berpotensi DBD
Simpan Kasus Baru
Kabid P3
Kelola Data Pengguna
Logout
Kelola Data Fitur
Hapus Data Fitur Tambah Data Fitur Ubah Data Fitur
Lihat Tabel Kasus Staff BMKG
Staff Disdukcapil Staff BPBD
Lihat Data Kejadian DBD
Tambah Data Kasus Ubah Data Kasus Hapus Data Kasus
Tambah Data Pengguna
Ubah Data Pengguna Hapus Data Pengguna Validasi <<include>> <<include>> <<include>> <<include>> <<extend>> Penentuan Potensi DBD
Data Kejadian DBD
Tambah Data Pengguna Tambah Data Fitur Login Menu Utama Kelola Data Fitur
Penentuan Daerah Berpotensi DBD
Logout Kelola Data Pengguna
Data Kasus DBD
Penentuan Daerah Berpotensi DBD Simpan Kasus Baru
Ubah Data Kasus Tambah Data Kasus
Hapus Data Kasus Lihat Tabel Kasus
Ubah Data Fitur Hapus Data Fitur
Ubah Data Pengguna Hapus Data Pengguna
Gambar 3. Rancangan Struktur Antarmuka
Sistem Kabid P3
4. HASIL DAN ANALISIS 4.1 Hasil Perancangan
Tahapan retrieve adalah menemukan kembali kasus yang paling mirip dengan kasus baru. Tahapan pada retrieve yaitu : 1. Membandingkan kasus baru dengan
semua kasus lama yang sudah tersimpan
dalam basis kasus. Gambar 4.
merupakan proses input kasus baru.
Gambar 4. Proses Input Kasus Baru
Berikut ini adalah proses
membandingkan kasus baru dengan semua kasus lama yang sudah tersimpan dalam basis kasus. Gambar 5. merupakan proses perbandingan kasus baru dengan semua kasus lama
Gambar 5. Proses Perbandingan Kasus
Baru Dengan Kasus Lama
2. Mencari tingkat kemiripan antara kasus baru dengan kasus-kasus dalam basis pengetahuan, seperti tampak pada Gambar 6. berikut:
Gambar 6. Tingkat Kemiripan Kasus Baru
dan Kasus Lama.
Tahapan reuse adalah menggunakan kembali informasi atau pengetahuan yang telah tersimpan pada basis kasus untuk memecahkan masalah kasus. Gambar 7. merupakan kasus lama yang digunakan sebagai hasil dari perbandingan antara kasus baru dan kasus lama.
Gambar 7. Kasus Lama Yang Digunakan
Tahapan revise adalah meninjau kembali solusi yang telah didapatkan dari kasus yang lama apakah solusi tersebut akan diterapkan pada kasus yang baru atau solusi tersebut perlu diperbaiki terlebih dahulu. Gambar 8. merupakan tahapan revisi kasus.
Gambar 8. Tahapan Revisi Kasus
Tahapan retain adalah menyimpan pengetahuan yang nantinya akan digunakan untuk memecahkan masalah kedalam basis kasus yang ada. Gambar 9. merupakan tabel kasus sebelum dilakukan proses
retain dan Gambar 10. merupakan tabel
kasus setelah dilakukan proses retain.
Gambar 9. Tabel Kasus Sebelum Proses Retain
Gambar 10. Tabel Kasus Setelah Proses Retain
4.2 Pengujian Sistem
Pengujian metode sorensen coefficient
dilakukan dengan cara dengan
menyamakan hasil perhitungan kasus baru yang dilakukan oleh sistem terhadap data-data tingkat kerawanan demam berdarah yang ada di Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Kas us Sim ilar itas Hasil Status Sistem Status Data Dinkes Kesesuai an Hasil 1 0,6 Tidak Rawan Tidak Rawan Sesuai 2 0,8 Tidak Rawan Tidak Rawan Sesuai 3 0,2 Tidak Rawan Tidak Rawan Sesuai 4 0,8 Sangat Rawan Sangat Rawan Sesuai 5 0,4 Sangat Rawan Sangat Rawan Sesuai 6 0,4 Tidak Rawan Rawan Tidak Sesuai . . . . . . . . . . . . . . . 20 1 Rawan Rawan Sesuai Untuk mengetahui hasil tingkat akurasi
sistem pada kasus diatas, maka
perhitungannya sebagai berikut :
Nilai keakuratan= Jumlah yang sesuai x 100% Jumlah kasus
Nilai keakuratan = 19 x 100% 20 = 95 %
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan
pengujian terhadap program aplikasi
penentuan daerah berpotensi rawan
penyakit demam berdarah, dapat
disimpulkan bahwa:
a) Sistem yang dihasilkan dapat
menentukan daerah berpotensi rawan penyakit demam berdarah.
b) Sistem yang dihasilkan menggunakan Metode Sorensen Coefficient dapat
digunakan untuk menghasilkan
keluaran berupa status tingkat
kerawanan demam berdarah.
c) Berdasarkan data yang ada, secara umum Kota Pontianak dikategorikan daerah tidak rawan DBD. Namun pada bulan Oktober terdapat daerah yang dikategorikan sangat rawan Demam
Berdarah Dengue (DBD) yaitu
Kecamatan Pontianak. Kecamatan
yang dikategorikan daerah rawan DBD adalah Kecamatan Pontianak Utara
yaitu pada bulan Oktober dan
November.
Referensi
[1] Hapnes Toba dan Sylvia Tanadi. 2011.
Pengembangan Case Based Reasoning pada Aplikasi Pemesanan Kain Berdasarkan Studi Kasus pada CV. Mitra KH Bandung. Jurnal Penelitian.
Bandung : Fakultas Teknologi
Informasi Universitas Kristen
Maranatha. https://www.academia.edu/ 521743/Pengembangan_Case_Based_ Reasoning_pada_Aplikasi_Pemesanan _Kain_Berdasarkan_Studi_Kasus_pad a_CV._Mitra_KH_Bandung diakses 26 Maret 2014.
[2] Luthfi, Emha Taufiq. 2010. Penerapan
Case Based Reasoning Dalam Mendukung Penyelesaian Kasus.
Yogyakarta : STMIK AMIKOM. http://download.portalgaruda.org/articl e.php?article=91891&val=5002 diakses 26 Maret 2014
[3] Nugraheni, Murien. 2012. Rancangan
Case-Based Reasoning Menggunakan Sorenson Coefficient. Yogyakarta :
Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan.http://jifo.uad.ac.id/upload/mak alah/rancangan_case_based_reasonin_ menggunakan_sorenson_coefficient.pd f diakses 4 Desember 2013.
[4] Shalahuddin, M. dan Rosa A.S. 2013. Rekayasa Perangkat Lunak Terstruktur dan Berorientasi Objek. Bandung : Informatika.
Biografi
Dede Rachmat, lahir di Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia, 05 Februari 1992. Mahasiswa Program Studi Teknik
Informatika Universitas Tanjungpura
Pontianak. Telah menerima gelar ST pada 15 Juli 2014.