BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak. Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjuan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak tidak langsung atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam daerah Pabean. Pajak konsumsi adalah pajak yang dikenakan atas pengurangan yang ditujukan untuk konsumsi (Irlan 2013).
Pajak pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung, artinya atas beban pajak yang timbul tersebut dialihkan kepada pihak lain, sepanjang pihak yang mengalihkan pajak tersebut telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Oleh karenanya pemungutan PPN selalu menyertai dalam setiap terjadinya transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (Value Added Tax/VAT) di Indonesia dilakukan sejak tanggal 1 April 1985 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sampai saat ini telah dilakukan beberapa kali perubahan dengan perubahan terakhir pada Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009.
Perubahan undang-undang tersebut antara lain mencakup tentang kepastian hukum, meningkatkan daya saing, menghindari pengenaan pajak berganda dengan pajak daerah atas objek yang sama, penambahan fasilitas di bidang Pajak Pertambahan Nilai, pemberi hak restitusi kepada turis asing, dan memberikan perlakuan-perlakuan yang sama atas jasa keuangan oleh siapapun, serta pengaturan kembali mengenai ketentuan tentang tanggung renteng Pajak Pertambahan Nilai.
1. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
Mardiasmo (2011) menyebutkan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai, sebagai berikut:
a. Pajak Objektif
Yang dimaksud dengan pajak objektif suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektif, yaitu keadaan, peristiwa, atau perubahan hukum yang dikenakan pajak juga disebut dengan nama objek pajak. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan adanya objek pajak. Kondisi subjek pajak tidak ikut menentukan.
b. Pajak Tidak langsung
Sebagai Pajak Tidak Langsung, Pajak Pertambahan Nilai memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Secara ekonomis, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.
2) Secara yuridis, tanggungjawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada di tangan pihak yang memikul beban pajak.
c. Multi Stage Tax
Multi Stage Tax adalah karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan
barang menjadi objek PPN mulai tingkat pabrikan kemudian ditingkat pedangan besar atau distributor sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.
d. Tarif Tunggal
Secara umum tarif PPN 10% (sepuluh persen) atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di Dalam Negeri dan 0% (nol persen) atas transaksi ekspor.
e. Mekanisme Pemungutan PPN Menggunakan Faktur Pajak
Dalam hal terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak maka Pengusaha Kena Pajak wajib memungut PPN yang terutang dan memberikan faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak. Dalam ketentuan yang baru ini faktur pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan. Faktur Pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran, dalam hal pembayaran terjadinya sebelum penyerahan.
f. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
Sebagai pajak atas konsumi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan dalam negeri. Sebagai pajak atas konsumsi sebenarnya
tujuan akhir PPN adalah mengenakan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi, baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh badan baik badan swasta maupun badan Pemerintah dalam belanja barang atau jasa yang dibebankan pada APBN.
2. Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), tidak termasuk Pengusaha Kecil (B. Ilyas 2010).
a. Pengusaha
Pengertian Pengusaha menurut Djuanda dan Irwansyah (2002): Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
1) Pengusaha Kena Pajak
Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) menurut Irlan (2013): Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau ekspor Barang Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, namun tidak termasuk Pengusaha Kecil kecuali Pengusaha Kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Berdasarkan Pasal 3A ayat (1) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang
Kena Pajak atau mengekspor Barang Kena Pajak (PKP), Kewajiban Pengusaha Kena Pajak yaitu:
a) Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP); b) Memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang;
c) Menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran Lebih Besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan PPnBM yang terutang;
d) Melaporkan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang. 2) Pengusaha Kecil
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
68/PMK/03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak
Pertambahan Nilai, yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Tidak ada kewajiban bagi Pengusaha Kecil untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali dengan alasan dan tujuan
tertentu, atas penerimaan sendiri Pengusaha Kecil dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
B. Faktur Pajak
Waluyo (2011) mendefinisikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang Kena Pajak digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan di dalam daerah Pabean atau ekspor Barang Kena Pajak dan untuk setiap penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam daerah Pabean. Pembuatan Faktur Pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena Faktur Pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak dibuat saat pembayaran. Bila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka terutangnya pajak terjadi pada saat penerimaan pembayaran. Oleh karena itu, Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Apabila pembayaran tersebut dilakukan sebagian-sebagian atau merupakan pembayaran uang muka sebelum dilakukan penyerahan, maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran sebagian-sebagian atau penyerahan uang muka tersebut.
Faktur Pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak. Oleh karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya. Namun demikian, apabila Faktur Pajak telah dibuat oleh orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut, jumlah pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak harus disetorkan ke Kas Negara.
1. Faktur Pajak Elektronik
a. Dasar Hukum Faktur Pajak Elektronik
1) Undang-undang PPN Pasal 13 (8) UU PPN tentang Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan PMK.
2) PMK Pasal 19 PMK 151/PMK.03/2013
3) PERDIRJEN
a) PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Membuat Faktur Pajak elektronik dengan Aplikasi atau Sistem DJP, Saat Pembuatan Faktur Pajak elektronik, Pelaporan Faktur Pajak dan approval
DJP).
b) PER-17/PJ/2014 yaitu Perubahan Kedua PER-24/PJ/2012 tentang Pemberian nomor seri Faktur Pajak dapat melalui Petugas Khusus di KPP dan website DJP atau e-NOFA online.
4) KEPDIRJEN KEP-136/PJ/2014 tentang Tahapan implementasi e -faktur.
b. Pengertian Faktur Pajak Elektronik
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PER-16/PJ/2014 yang dimaksud dengan Faktur Pajak Elektronik (e-faktur) adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/ atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
c. Kewajiban Membuat Faktur Pajak Elektronik
1) Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2) Dirjen Pajak telah menetapkan 45 PKP yang membuat e-faktur mulai 1 Juli 2014 (Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014).
Tabel 2.1
45 PKP yang membuat e-faktur mulai 1 Juli 2014
No PKP NPWP
1 PT Pama Persada Nusantara 01.338.618.0-091.000
2 PT Goodyear Indonesia Tbk 01.002.075.8-092.000
3 PT Ramajaya Pramukti 01.445.062.1-092.000
4 PT Aneka Tambang 01.001.663.2-051.000
5 PT Bukit Asam (Persero) Tbk 01.000.011.5-051.000
6 PT Telekomunikasi Indonesia 01.000.013.1-093.000
7 PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) 01.718.327.8-093.000
8 PT Sucofindo 01.300.992.3-093.000
9 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia 02.239.283.1-093.000
10 PT Monier 01.000.120.4-052.000 11 PT Misung Indonesia 01.069.162.4-052.000 12 PT Kurita Indonesia 01.061.554.0-052.000 13 PT Foseco Indonesia 02.026.485.9-052.000 14 PT Patra SK 02.593.932.3-052.000 15 PT BP Petrochemicals Indonesia 01.070.909.5-052.000 16 PT Sanken Indonesia 01.824.407.9-055.000
17 PT Sanyo Jaya Components Indonesia 01.000.147.7-055.000
18 PT Akashi Wahana Indonesia 02.519.842.5-055.000
19 PT Akebono Brake Astra Indonesia 01.060.616.8-055.000
20 PT NS Bluescope Indonesia 01.070.743.8-055.000
21 PT Sony Indonesia 01.707.574.8-056.000
22 PT Penta Valent 01.305.436.6-056.000
23 PT Elegant Textile Industry 01.001.773.9-057.000
24 PT DongII Indonesia 01.068.034.6-057.000
25 PT Du Pont Indonesia 01.061.736.3-058.000
26 PT Yokogawa Indonesia 01.070.870.9-058.000
27 PT Erm Indonesia 01.869.736.7-058.000
28 PT Kuala Pelabuhan Indonesia 01.070.939.2-058.000
29 PT ISS Indonesia 01.070.680.2-059.000
30 PT Daya Kobelco Construction Machinery
Indonesia 02.005.464.9-059.000
31 PT Mulia Intipelangi 01.348.430.8-059.000
32 PT Manggala Gelora Perkasa 01.610.717.9-059.000
33 PT IndoRama Synthetics Tbk 01.001.680.6-054.000
34 PT Fortune Indonesia Tbk 01.303.912.8-054.000
35 PT Tunas Baru Lampung Tbk 01.139.219.8-054.000
36 Shimizu Corporation 01.001.475.1-053.000
38
Lanjutan Tabel 2.1
PT Dowell Anadrill Schlumberger 01.061.608.4-081.000
39 PT Schlumberger Geophysics Nusantara 01.061.617.5-081.000
40 PT Radiant Utama Interinsco Tbk 01.371.814.3-081.000
41 PT Trans Power Marine Tbk 02.435.712.1-073.000
42 PT Inti Ganda Perdana 01.060.617.6-007.000
43 PT Royal Sutan Agung 01.735.097.6-007.000
44 PT Halim Sakti Pratama 01.772.284.4-038.000
45 PT Lea Sanent 01.303.009.3-038.000
Sumber: www.pajak.go.id
d. Transaksi Yang Dibuatkan Faktur Pajak Elektronik
1) Faktur Pajak elektronik dibuat untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/ atau Pasal 16D UU PPN) dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN). 2) Kecuali atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena
Pajak:
a) yang dilakukan pedagang eceran (Pasal 20 PP No. 1 Tahun 2012) b) yang dilakukan oleh PKP Toko Retail kepada orang pribadi
pemegang paspor luar negeri (Pasal 16E UU PPN)
c) yang bukti pungutan PPNnya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak (Pasal 13 ayat (6) UU PPN)
e. Saat Pembuatan Faktur Pajak Elektronik
Saat pembuatan Faktur Pajak elektronik berdasarkan Pasal 3 PER-16/PJ/2014:
1) Saat penyerahan Barang Kena Pajak 2) Saat penyerahan Jasa Kena Pajak
3) Saat penerimaan pembayaran (dalam hal penerimaan pembayaran BKP dan/ atau JKP)
4) Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
f. Pembuatan Faktur Pajak Elektronik
Informasi didalam Faktur Pajak elektronik paling sedikit harus memuat beberapa hal dibawah ini:
1) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP 2) Nama, alamat, dan NPWP yang pembeli BKP atau penerima JKP 3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, potongan
harga PPN yang dipungut 4) PPnBM yang dipungut
5) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
Gambar 2.1
Gambar Umum Pembuatan Faktur Pajak Elektronik Sumber: KPP Pratama Karanganyar
Pengusaha Kena Pajak Direktorat Jenderal
PKP menutup kontrak/ kesepakatan penyerahan, membuat Faktur Pajak dan melakukan pencatatan baik secara manual/ dengan sistem
PKP memasukkan data Faktur Pajak secara manual/ dengan impor data ke aplikasi e-Faktur
DJP memberikan persetujuan/ approval Faktur Pajak
PKP melaporkan Faktur Pajak via e-Faktur + online DJP melakukan pengelolaan data e-Faktur untuk pelayanan dan pengawasan Proses 1 Proses 2 Proses 3 Proses 4 PKP dapat create PDF dan cetak e-Faktur PKP membuat SPT PPN dalam aplikasi e-Faktur PKP melaporkan SPT PPN langsung ke KPP/ via e-filling KPP membuat tanda terima SPT Masa PPN Proses 5 Proses 9 Proses 7 Proses 6 Proses 8
g. Faktur Pajak Elektronik Pengganti
Menurut Pasal 6 PER-16/PJ/2014 Faktur Pajak elektronik pengganti dibuat setiap terdapat Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar. Faktur Pajak elektronik pengganti dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/ atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.
h. Pembatalan Faktur Pajak Elektronik
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang Fakturnya telah dibuat, PKP yang membuat e-Faktur harus melakukan pembatalan e-e-Faktur melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak
(Pasal 7 PER-16/PJ/2014). Setiap pembatalan e-Faktur maka harus
didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain.
Dalam hal pembatalan e-Faktur Pajak belum melaporkan dalam SPT
maka tetap melaporkan e-Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN
dengan mencantumkan nilai 0 (nol) dalam kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
Dalam hal pembatalan e-Faktur Pajak sudah melaporkan dalam SPT
bersangkutan, dengan cara tetap melaporkan e-Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
i. Faktur Pajak Elektronik Rusak atau Hilang
Atas hasil cetak e-Faktur Pajak yang rusak atau hilang, PKP yang
membuat e-Faktur Pajak dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi
atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 8 ayat (1) PER-16/PJ/2014).
Atas data e-Faktur Pajak yang rusak atau hilang, PKP dapat
mengajukan permintaan data e-Faktur Pajak ke Direktorat Jenderal Pajak
melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat
Permintaan data e-Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran
PER-16/PJ/2014 (Pasal 8 ayat (2) PER-PER-16/PJ/2014). Permintaan data e-Faktur
ini terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah (upload) ke Direktorat
Jenderal Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. (Pasal 8 ayat (3) PER-16/PJ/2014). Dalam hal PKP diwakili atau menunjuk kuasa, Petugas Khusus menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku (Huruf E angka 3 SE-21/PJ/2014).
j. Keadaan Tertentu
Yang menyebabkan PKP tidak membuat e-Faktur Pajak yaitu keadaan tertentu seperti keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya diluar kuasa PKP yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. PKP diperkenankan membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).
Apabila keadaan tertentu ditetapkan telah berakhir, data Faktur Pajak
hardcopy yang dibuat dalam keadaan tertentu diunggah ke DJP oleh PKP
melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP untuk mendapatkan persetujuan.
C. Sertifikat Elektronik dan Akun PKP 1. Pengertian Sertifikat Elektronik
Sertifikat elektronik merupakan sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikat elektronik (SE-20/PJ/2014).
2. Fungsi Sertifikat Elektronik
Sertifikat elektronik sebagai prasyarat untuk mendapatkan layanan perpajakan secara elektronik (melalui akun PKP) dalam melaksanakan ketentuan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai seperti penggunaan
aplikasi e-Faktur, permintaan nomor seri Faktur Pajak secara online dan layanan lainnya (SE-20/PJ/2014).
3. Cara Memperoleh Sertifikat Elektronik
PKP dapat memperoleh sertifikat elektronik dengan cara mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik. Selanjutnya petugas di KPP akan memandu PKP untuk melakukan prosedur berikutnya. Untuk lebih jelas, dapat diperhatikan gambar berikut:
Aplikasi e-NOFA online Aplikasi RA KPP
Aplikasi e-NOFA KPP
Gambar 2.2
Proses Permintaan Digital Certificate PKP Sumber: KPP Pratama Karanganyar Download Digital Certificate
Download PDF Passphrase
Membaca/ menyetujui Eula Penerimaan DC
PKP
Download Digital Certificate
Download PDF Passphrase
Cetak tanda terima DC
Persetujuan Petugas Khusus Merekam Permohonan DC Merekam Permohonan DC Insert data ke tabel sertifikat PKP Mengirim e-mail pemberitahuan
4. Persyaratan dan Ketentuan yang Berlaku untuk Meminta Digital Sertifikat
a. Surat permintaan serifikat elektronik ditandatangani dan disampaikan oleh pengurus PKP yang bersangkutan secara langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan ke pihak lain. b. Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah:
1) Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU KUP; dan
2) Namanya tercantum dalam SPT tahunan PPh Badan tahun pajak sebelum tahun diajukannya surat permintaan sertifikat elektronik c. SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada huruf b yang telah
jatuh tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik harus sudah disampaikan ke KPP dengan dibuktikan asli SPT Tahunan PPh Badan beserta bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT d. Dalam hal pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf b namanya tidak
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan, maka pengurus tersebut harus menunjukkan asli surat pengangkatan pengurus yang bersangkutan dan menunjukkan asli akta pendirian perusahaan atau asli penunjukan sebagai
BUT/permanent establisment dari perusahaan induk di luar negeri dan
e. Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a harus menunjukkan asli kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan asli Kartu Keluarga (KK), serta menyerahkan fotocopy dokumen tersebut.
f. Dalam hal pengurus merupakan Warga Negara Asing harus menunjukkan asli paspor, asli Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau asli Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), dan menyerahkan fotocopy dokument tersebut. g. Menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan dalam compact
disc (CD) sebagai kelengkapan surat permintaan sertifikat elektronik.
h. Seluruh berkas persyaratan di atas disampaikan ke Petugas Khusus yang bertugas di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP tempat PKP dikukuhkan.
5. Pengertian Akun PKP
Akun PKP merupakan wadah layanan secara elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mempermudah pemberian layanan secara elektronik dalam hal ini adalah pemberian digital sertifikat dan pemberian nomor seri Faktur Pajak melalui website.
Fungsinya untuk mempermudah pelayanan kepada PKP sekaligus memberikan keamanan. Setiap PKP yang memenuhi syarat akan dibuatkan Akun PKP oleh DJP. Untuk dapat menggunakan Akun PKP, PKP harus mengaktifkan Akun tersebut.
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu
-24/Pj/2012 Tentang Faktur Pajak
dan Pmk-151/Pmk.011/2013 Tentang E-Faktur Pajak di KPP Pratama Sukoharjo
mengungkapkan sosialisasi penerapan PMK-151/PMK.011/2013 tentang e-Faktur Pajak di KPP Pratama Sukoharjo. Hasil penelitian menyatakan bahwa Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo belum melakukan sosialisasi e-Faktur Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang ada di wilayahnya pada tahun 2014. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah meninjau secara langsung kesiapan dari Pengusaha Kena Pajak sehingga tidak hanya meninjau kesiapan dari segi Kantor Pelayanan Pajak.