i
EVALUASI
DRUG RELATED PROBLEMS
PENGGUNAAN
ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN GERIATRI DENGAN
PENINGKATAN TEKANAN DARAH DI BANGSAL RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Adra Abiyuga Yulius
NIM : 108114007
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
EVALUASI
DRUG RELATED PROBLEMS
PENGGUNAAN
ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN GERIATRI DENGAN
PENINGKATAN TEKANAN DARAH DI BANGSAL RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PANTI RINI YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Adra Abiyuga Yulius
NIM : 108114007
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini kupersembahkan untuk :
TUHAN YESUS
Karena atas segala kasih karunia dan berkat-Nya maka
segala hal terjadi dalam hidupku
Untuk papa, mama, yola dan seluruh keluarga yang selalu
memberikan semangat dan doa bagi kesuksesanku.
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, kasih, serta penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul
“
Evaluasi
Drug Related Problems
Penggunaan
Antihipertensi Pada Pasien Geriatri Dengan Peningkatan Tekanan Darah di
Bangsal Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Agustus 2013
”
dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari berbagai bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, baik dukungan berupa moral, material
dan spiritual. Oleh sebab itu penulis ingin berterima kasih kepada berbagai pihak
yang telah mendukung yaitu :
1.
dr. Y. Wibowo Soerahjo, MMR. selaku direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian di RS Panti Rini.2.
Ibu Maria Mursilah, Amd. Kep., selaku kepala bangsal rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin sehingga penulis bisamelakukan penelitian di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta.
viii
4.
Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. Selaku Dosen Pembimbing skripsi
atas perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
5.
dr. Michael Agus Prasetyo, Sp.S., dr. Sigit, dan dr. Rendy selaku dokter yang
telah membantu penulis dengan memberi bantuan dan memberi saran dalam
penyusunan skripsi ini.
6.
Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
7.
Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK sebagai dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi.
8.
Ibu Dr. Rita Suhadi M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi.
9.
Papa dan mama tersayang yang telah banyak memberikan dukungan kepada
penulis melalui doa, semangat, saran dan perhatian serta melalui dukungan
material berupa dana sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan baik.
10.
Adikku satu
–
satunya, Yolanda Frelynsischa Yulius yang senantiasa
memberi dorongan dan semangat dengan caranya sehingga penulis
termotivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik.
ix
12.
Kresensiana Yosriani yang selalu memberikan dorongan, nasihat, semangat
dan sebagai pengingat bagi penulis dalam menyelesaikan penyusunan dan
penulisan skripsi.
13.
Teman – teman baik penulis, Dino, Harris, Olek, Ejun, Leny, Septi yang telah
memberikan semangat dan bantuan selama perkuliahan, di luar perkuliahan
dan selama pengerjaan skripsi.
14.
Teman
–
teman FSM A 2010 dan FKK A 2010, terimakasih atas
kebersamaan dalam perkuliahan maupun praktikum serta pengalaman yang
diberikan kepada penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.
15.
Teman
–
teman kost krisna, Viktor, Danny, Teti, Anes, dan teman
–
teman
kost yang lain, terimakasih atas bantuan dan saran selama proses penulisan
skrispi, terimakasih atas segala keceriaan yang penulis dapatkan bersama
kalian.
16.
Teman
– teman angkatan 2008
– 2012 yang penulis kenal yang telah
memberikan bantuan kepada penulis selama proses penyusunan dan penulisan
skripsi.
17.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
x
berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
terutama demi kemajuan pengetahuan di bidang kesehatan khususnya Farmasi.
Yogyakarta, 14 Maret
2014
xi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...
A.
Hipertensi...
B.
Antihipertensi...
C.
Geriatri...
D.
Drug Related Problems
(DRPs)...
xii
BAB III. METODE PENELITIAN...
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian...
B.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...
C.
Subyek Penelitian...
D.
Bahan Penelitian...
E.
Waktu dan Lokasi Penelitian...
F.
Tata Cara Penelitian...
1.
Pengurusan ijin penelitian...
2.
Analisis Situasi...
3.
Pengambilan Data...
4.
Pengolahan Data...
a.
Profil Subyek Penelitian...
b.
Profil Peresepan...
c.
Profil Peresepan Antihipertensi...
d.
Evaluasi
Drug Related Problems
(DRPs)...
G.
Penyajian dan Pembahasan Hasil...
H.
Keterbatasan dan Kesulitan Penelitian...
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...
A.
Profil Subyek Penelitian...
1.
Profil Usia dan Jenis Kelamin Subyek Penelitian...
2.
Profil Subyek Penelitian Berdasarkan Diagnosa Masuk...
.
B.
Profil Peresepan...
...
...
C.
Profil Peresepan Antihipertensi...
D.
Evaluasi
Drug Related Problems
(DRPs)...
1.
Indikasi Tanpa Obat...
2.
Obat Tanpa Indikasi...
3.
Dosis Sub-terapi...
4.
Efek Samping Obat dan Interaksi Obat...
5.
Dosis Berlebih...
6.
Ketidakpatuhan...
E.
Rangkuman Evaluasi
Drug Related Problems
...
xiii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...
A.
Kesimpulan...
B.
Saran...
DAFTAR PUSTAKA...
LAMPIRAN...
BIOGRAFI PENULIS...
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Klasifikasi Hipertensi Menurut
The Seventh Report of the
Joint National Committee on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure
tahun 2003...
Penyebab Hipertensi Sekunder...
Perubahan Gaya Hidup Untuk Mencegah dan Mengurangi
Hipertensi menurut JNC7 tahun 2003...
Profil Diagnosa Masuk Subyek Penelitian...
Profil Pengobatan Pasien Geriatri Dengan Peningkatan
Tekanan Darah Di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
Periode Agustus 2013...
Profil Peresepan Antihipertensi Pada Pasien Geriatri dengan
Peningkatan Tekanan Darah di Bangsal Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode 2013...
Jenis DRPs Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien Geriatri
Dengan Peningkatan Tekanan Darah di Rumah Sakit Panti
Rini Yogyakarta Periode Agustus 2013...
Hasil Evaluasi DRPs dan Status Keluar Pasien Geriatri
Dengan Peningkatan Tekanan Darah di Rumah Sakit Panti
Rini Yogyakarta Periode Agustus 2013...
8
13
15
39
40
41
44
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Algoritma Penanganan Hipertensi menurut JNC7 tahun
2003...
Rekomendasi Antihipertensi Pada Indikasi Penyerta Menurut
JNC7 tahun 2003...
Jenis Diuretik dan Tempat Kerjanya...
Skema Pemilihan Subyek Penelitian di RS Panti Rini
Yogyakarta Periode Agustus 2013...
Persentase Pengelompokkan Usia Pasien Geriatri Dengan
Peningkatan Tekanan Darah di Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta Periode Agustus 2013 Berdasarkan WHO
(2003)...
Perbandingan Jumlah Pasien Geriatri Dengan Peningkatan
Tekanan Darah Berdasarkan Kelompok Usia di Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta Periode Agustus 2013...
17
18
19
30
37
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Profil Peresepan Pada Pasien Geriatri Dengan Peningkatan
Tekanan Darah Di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
Periode Agustus 2013...
...
...
Evaluasi
Drug Related Problems
(DRPs) Penggunaan
Antihipertensi Pada
Pasien Geriatri Dengan Peningkatan
Tekanan Darah di Rumah Sakit Panti rini Yogyakarta
Periode Agustus 2013...
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Rumah
Sakit Panti Rini Yogyakarta...
Hasil Wawancara Peneliti dengan Dokter di Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta Mengenai Standar Pengobatan Pasien
Hipertensi...
59
62
120
xvii
INTISARI
Tekanan darah umumnya akan meningkat seiring bertambahnya usia.
Pasien geriatri umumnya telah mengalami penurunan fungsi organ serta menerima
banyak obat untuk mengatasi masalah kesehatannya. Dengan demikian, geriatri
rentan untuk mengalami
Drug Related Problems
(DRPs). Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs yang terjadi pada pasien geriatri dengan
peningkatan tekanan darah di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode
Agustus 2013.
Penelitian ini bersifat observasional deskriptif evaluatif dengan
pengambilan data secara prospektif. Data diambil dari rekam medis meliputi data
tekanan darah, hasil pemeriksaan laboratorium, asuhan keperawatan, serta terapi
obat yang diterima oleh pasien. Pasien yang menjadi subyek penelitian harus
memenuhi kriteria
inklusi yaitu berusia ≥60
tahun, memiliki tekanan darah
≥
140/90 mmHg, serta menerima diuretik dalam terapinya. Kriteria eksklusi yang
diberlakukan adalah pasien yang tidak memiliki data serum kreatinin. Data
dievaluasi secara deskriptif evaluatif.
Antihipertensi yang paling banyak diberikan pada pasien geriatri dengan
peningkatan tekanan darah adalah furosemid sebanyak 94,4%. Antihipertensi lain
yang diberikan adalah amlodipin sebesar 66,7%; klonidin sebesar 33,3%;
valsartan sebesar 16,7%; losartan sebesar 5,6%. Dari 18 pasien yang menjadi
subyek penelitian ditemukan 26 kejadian DRPs. Efek samping obat dan interaksi
obat sebesar 83,3%; dosis berlebih sebesar 33,3%; dosis sub-terapi sebesar 16,7%;
serta indikasi tanpa obat sebesar 11,1%.
xviii
ABSTRACT
Blood pressure will be increased along with age. Organ function in
geriatric patients generally have been decreased. Geriatric patients received many
drugs to maintain their health. Thus, geriatric prone to experiencing Drug Related
Problems ( DRPs ). The aims of this study are to identify and evaluate the DRPs
that occurred in geriatric patients with hypertension in the Panti Rini Hospital
Yogyakarta in the period of August 2013.
This is a descriptive-evaluative observational study with prospective data
collection. Data retrieved from medical records includes blood pressure data,
laboratory test results, nursing care, as well as drug therapy received by patients.
Patients whose become the subject of this study have to fullfil the inclusion and
exclusion criteria. They have to 60 years old or more, had elevated blood pressure
(≥140/90
mmHg), and received diuretic drug in their treatment. Moreover, the
exclusion criteria is the patient who don’t have creatinine serum data.
The data
were evaluated descriptively evaluative.
Most widely prescribed antihypertensive drug is furosemid (94,4%). The
other antihypertensive drugs are amlodipine (66,7%), clonidine (33,3%), valsartan
(16,7%), and losartan (5,6%). There were 26 cases of DRPs found from the study
subject. The cases are adverse drug reaction and drugs interactions (83,3%);
dosage to high (33,3%); dosage too low (16,7%) and need additional therapy
(11,1%).
1
BAB I
PENGANTAR
A.
Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang sering disebut
sebagai “
silent killer
”, hipertensi tanpa disadari dapat menimbulkan komplikasi
terhadap organ-organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal (Depkes, 2006).
Menurut
The Seventh Report of the Joint National Committee on the Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC7) tahun 2003 serta
European Society of Hypertension and of the European Society of Cardiology
(ESH/ESC) tahun 2007 tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg telah
tergolong hipertensi tingkat I.
melihat angka
–
angka di atas maka bisa dikatakan bahwa hipertensi merupakan
masalah kesehatan yang cukup sering terjadi di masyarakat pada umumnya.
Beberapa
guideline
seperti JNC7 (2003) dan ESC/ESH (2007)
merekomendasikan perubahan gaya hidup untuk mengontrol tekanan darah
dengan tujuan menghindari terjadinya
cardiovascular event.
The Seventh Report
of the Joint National Commite on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure
(JNC7) tahun 2003, juga merekomendasikan
beberapa golongan antihipertensi, yaitu: diuretik tipe thiazid, penghambat reseptor
angiotensin II, penghambat kanal kalsium, penghambat beta serta penghambat
enzim pengubah angiotensinogen sebagai lini pertama untuk mengatasi hipertensi
tingkat I. Pasien dengan hipertensi tingkat II serta memiliki kondisi patologis yang
lain, diuretik thiazid dan diuretik golongan lain masih dapat digunakan tetapi
dikombinasikan dengan antihipertensi lain.
Populasi khusus seperti geriatri lebih rentan terhadap terjadinya DRPs
sebab geriatri telah mengalami penurunan fungsi organ, serta rata
–
rata menerima
peresepan lebih dari 6 jenis obat (Aronow
et al
, 2011). Organ yang umumnya
mengalami penurunan pada geriatri adalah ginjal. Salah satu cara mengestimasi
fungsi ginjal pada pasien adalah dengan menggunakan perhitungan klirens
kreatinin (Saseen dan MacLaughlin, 2008). Estimasi fungsi ginjal pada pasien
geriatri perlu dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian dosis obat dan jenis
antihipertensi dengan kondisi ginjal pasien geriatri. Penggunaan antihipertensi
bersama dengan obat lain pada pasien geriatri memiliki potensi untuk terjadinya
mengenai Evaluasi Terapi Diuretik pada Pengobatan Pasien Gagal Jantung yang
Menjalani Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menemukan bahwa
DRPs yang terjadi berkaitan dengan penggunaan diuretik cukup besar (Aronow
et
al
, 2011).
Masalah kesehatan pada usia lanjut timbul akibat interaksi proses menua,
dimana hal ini dapat menurunkan fungsi organ dan penyakit pada satu individu.
Perubahan fisiologik akibat proses menua, multipatologik, presentasi penyakit
yang tidak spesifik, serta penurunan status fungsional dari tubuh pasien geriatri
dapat berpengaruh terhadap terapi obat yang berujung pada problem yang
berkaitan dengan obat (
Drug Related Problems
) (Pramantara, 2007).
Munculnya DRPs dapat dipicu oleh semakin bertambahnya jenis dan
jumlah obat yang harus dikonsumsi oleh pasien untuk mengatasi berbagai
penyakit yang diderita oleh pasien (Aronow
et al
, 2011). Dengan kondisi
demikian maka kelompok pasien usia lanjut lebih rentan terhadap timbulnya
masalah-masalah yang berkaitan dengan terapi obat (
Drug Related Problems
)
(Pramantara, 2007). Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang lebih terhadap
DRPs yang terjadi pada geriatri.
1.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
b.
Seperti apa profil peresepan obat dan profil peresepan antihipertensi yang
diresepkan pada pasien geriatri dengan peningkatan tekanan darah di bangsal
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Agustus 2013?
c.
Apakah terjadi DRPs terhadap pasien geriatri dengan peningkatan tekanan
darah yang mendapat diuretik di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
periode Agustus 2013?
2.
Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terkait DRPs yang pernah dilakukan antara lain :
a.
Setiawan (2006) melakukan penelitian mengenai evaluasi terapi diuretik pada
pengobatan pasien gagal jantung yang menjalani rawat inap di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta periode Januari
–
Desember 2006. Penelitian yang
dilakukan bersifat non
–
eksperimental dengan jenis deskriptif evaluatif dan
rancangan
case-series
serta menggunakan data yang bersifat retrospektif.
Penelitian ini ingin memberikan gambaran penggunaan diuretik pada pasien
gagal jantung serta memberi gambaran DRPs terkait obat diuretik yang terjadi
ditinjau dari ketepatan indikasi, ketepatan dosis serta keamanan terapi. Hasil
penelitian yang didapatkan adalah diuretik paling sering diberikan secara
tunggal, yaitu furosemid (78%). Kombinasi diuretik dan diuretik yang
diberikan adalah kombinasi diuretik lengkung dan diuretik hemat kalium
(21%) dan kombinasi diuretik lengkung dan diuretik tiazid (1%). Gambaran
DRPs yang paling banyak terjadi adalah
adverse effect
(29,41%), interaksi
b.
Ikawati,dkk. (2008) melakukan peneliti
an tentang “Kajian Keamanan
Pemakaian Obat Antihipertensi di Poliklinik Usia Lanjut Instalasi Rawat
Jalan RS dr. Sardjito”.
Penelitian tersebut mengkaji keamanan antihipertensi
yang meliputi interaksi obat dan efek samping yang terjadi pada pasien
geriatri. Penelitian dilakukan dengan rancangan deskriptif dengan
menggunakan data yang diambil secara prospektif. Hasil dari penelitian
menunjukkan ada 27,5% pasien menerima antihipertensi yang justru tidak
menguntungkan terhadap kondisi klinis pasien. Terdapat 41,3% pasien yang
menerima obat dengan potensi terjadi interaksi antar obat. Sebanyak 33,8%
pasien mengalami sedikitnya satu efek samping yang berkaitan dengan
antihipertensi yang dikonsumsi.
c.
Putri (2011) melakukan
penelitian tentang “Penggunaan Obat Anti
-Hipertensi
pada Pasien Dengan Penyakit Gagal Ginjal Kronis di Bangsal Penyakit
Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang”. Penelitian tersebut meneliti DRPs yang
terjadi berkaitan dengan peresepan antihipertensi pada pasien dengan
penyakit gagal ginjal kronis. Penelitian dilakukan dengan jenis deskriptif
evaluatif dengan alur penelitian dan data yang bersifat prospektif. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa dari 7 pasien yang diteliti, terdapat 6 pasien yang
menerima antihipertensi yang kontraindikasi dengan kondisi pasien dan tidak
sesuai dengan standar terapi.
prospektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18% pasien stroke iskemik
mengalami kejadian indikasi tanpa obat, 9% mengalami ketidaktepatan
pemilihan obat, 11% mengalami kelebihan dan kekurangan dosis obat, 24%
mengalami efek samping obat, dan 52% pasien mengalami kegagalan
memperoleh obat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui DRPs yang terjadi pada pasien
geriatri dengan peningkatan tekanan darah berkaitan dengan antihipertensi di
bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Agustus 2013. Penelitian
bersifat observasional, dengan jenis deskriptif
–
evaluatif. Cara pengambilan data
secara prospektif. Data yang diambil merupakan data sekunder. Perbedaan
penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian sejenis yang telah diuraikan di
atas terletak pada subyek penelitian, jenis obat yang diteliti, waktu dan tempat
penelitian. Adapun persamaan penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian di
atas terletak pada pokok permasalahan yaitu DRPs.
Berdasarkan informasi yang didapatkan penulis, penelitian mengenai
“
Evaluasi
Drug Related Problems
Penggunaan Antihipertensi Pada Pasien
Geriatri Dengan Peningkatan Tekanan Darah di Bangsal Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rini Yogyakarta
”
belum pernah dilakukan sebelumnya.
3.
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat teoretis
pada pasien geriatri yang menjalani rawat inap yang telah ada di D.I.
Yogyakarta.
b.
Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi dokter dalam pemilihan serta peresepan antihipertensi bagi pasien
geriatri dengan peningkatan tekanan darah.
B.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Memberikan gambaran profil pasien geriatri dengan peningkatan tekanan
darah yang dirawat di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode
Agustus 2013.
2.
Memberikan gambaran profil peresepan obat dan profil peresepan
antihipertensi pada pasien geriatri dengan peningkatan tekanan darah di
bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Agustus 2013.
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Hipertensi
1.
Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai
silent killer
.
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau
diastolik yang tidak normal dan persisten (Saseen dan MacLaughlin, 2008).
Menurut JNC7 (2003), yang dikatakan hipertensi bila tekanan sistolik
≥
140
mmHg dan tekanan diastolik
≥90 mmHg. Hipertensi juga merupakan penyakit
degeneratif (Depkes, 2006). Gejala
–
gejala akibat hipertensi seperti : pusing,
gangguan penglihatan, sakit kepala, seringkali terjadi bila tekanan darah telah
mencapai angka tertentu yang bermakna (Saseen dan MacLaughlin, 2008).
Penggolongan tingkat keparahan hipertensi dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. *Klasifikasi Hipertensi Menurut
The Seventh Report of the Joint
National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High
Bloood Pressure
tahun 2003
Klasifikasi tekanan darah Tekanan sistolik Tekanan diastolik
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Hipertensi tingkat 1 140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Keterangan: *Diadaptasi dari The Seventh Report of the Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Bloood Pressure tahun 2003
2.
Epidemiologi
wanita yang memiliki tekanan darah tinggi hampir berimbang. Sedangkan setelah
melewati usia 65 tahun, wanita dengan tekanan darah tinggi memiliki persentase
yang lebih besar dibandingkan pria. Wanita dengan tekanan darah tinggi di atas
usia 60 tahun kebanyakan telah menderita hipertensi tingkat II (Aronow
et al
,
2011). Data dari
US National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) tahun 1995 menemukan beberapa faktor yang berkontribusi atas
buruknya kendali terhadap tekanan darah lansia wanita antara lain : obesitas
sentral, kenaikan nilai kolesterol total serta penurunan nilai HDL kolesterol.
Kontribusi perubahan hormonal pada wanita setelah menopause terhadap
kenaikan tekanan darah masih kontroversial. Peranan hormon sex dalam
pengaturan tekanan darah sangat kompleks, sebab juga dipengaruhi oleh efek
penuaan serta faktor risiko yang lain seperti berat badan dan kadar lipid (Keenan
dan Rosendorf, 2011; Aronow
et al
, 2011).
Di kawasan Asia Tenggara, diketahui sekitar 35% dari populasi
menderita hipertensi (Khrisnan, 2013). Kasus hipertensi yang terjadi di Indonesia
sendiri telah didata oleh Depkes melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada
tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%
(Departemen Kesehatan, 2012). Untuk provinsi D.I. Yogyakarta khususnya,
hipertensi merupakan 3 penyakit teratas yang diderita oleh warga setelah diare
dan influenza (Dinkes D.I. Yogyakarta, 2013)
dari tahun 1997
–
2007 sebesar 17% ditempati oleh hipertensi (
Khrisnan et al
,
2013).
3.
Etiologi
Ada dua jenis hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi
primer atau esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer dialami lebih dari
90% pada penderita hipertensi dan kebanyakan penyebabnya tidak diketahui
dengan pasti. Hipertensi sekunder terjadi kurang dari 10% pada penderita
hipertensi. Penyebab dari hipertensi sekunder dapat teridentifikasi dan dapat
disembuhkan secara potensial. Penyebabnya dapat obat – obatan yang dikonsumsi
seperti kortikosteroid, NSAID, estrogen, antidepresan dan penyakit komorbid
seperti
penyakit
ginjal
kronis,
renovaskular,
sindroma
Cushing
,
hiperaldosteronisme primer, tiroid atau paratiroid (Saseen dan MacLaughlin,
2008).
a.
Hipertensi Esensial/Primer
Lebih dari 90% individu dengan hipertensi mengalami hipertensi primer.
Kebanyakan individu dengan hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya
secara pasti. Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol.
(Saseen dan MacLaughlin, 2008). Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan
hipertensi primer antara lain :
i.
Hiperaktivitas Sistem Saraf Simpatik
menyebabkan takikardi dan peningkatan
cardiac output
, sehingga terjadi
hipertensi
(Tierney, 2002).
ii.
Sistem Renin
–
Angiotensin
–
Aldosteron
Insidensi hipertensi dan komplikasinya mungkin meningkat pada
individu dengan genotipe DD dari
allele coding
untuk
angiotensin
–
converting
enzyme
. Meskipun berperan dalam sistem pengaturan tekanan darah, hal tersebut
mungkin tidak berperan besar dalam patogenesis kebanyakan hipertensi esensial
(Tierney, 2002).
iii.
Kecacatan Pada Sistem Natriuresis
Individu normal meningkatkan ekskresi sodium renalnya sebagai respon
terhadap peningkatan tekanan arteri dan terhadap peningkatan atau pemasukan
sodium. Pasien hipertensi, khususnya ketika tekanan darah mereka normal,
menunjukkan penurunan kemampuan ekskresi sodium. Kecacatan ini dapat
menyebabkan peningkatan volume plasma dan hipertensi. Namun, pada hipertensi
kronik, pemasukan sodium biasanya dapat ditangani secara normal (Tierney,
2002).
iv.
Kandungan Natrium dan Kalsium Dalam Sel
v.
Faktor lain
Beberapa faktor lain yang dihubungkan dengan kejadian hipertensi
primer antara lain obesitas, konsumsi garam, konsumsi alkohol, konsumsi kalium
serta merokok. Konsumsi garam yang berlebihan dipercaya dapat meningkatkan
tekanan darah, namun korelasinya dengan hipertensi masih menjadi kontroversi.
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah. Mekanisme peningkatan
tekanan darah mungkin diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin dalam
darah. Merokok meningkatkan tekanan darah dengan cara meningkatkan kadar
norepinefrin dalam plasma. Polisitemia, baik primer ataupun karena berkurangnya
volume plasma, meningkatkan viskositas darah dan mungkin meningkatkan
tekanan darah. Obat antiinflamasi non-steroid menghasilkan kenaikan tekanan
darah rata
–
rata sebesar 5 mmHg (Tierney, 2002).
b.
Hipertensi Sekunder
penyakit) (Saseen dan MacLaughlin, 2008). Tabel 2
menunjukkan beberapa
penyakit dan obat
–
obatan yang menjadi penyebab hipertensi sekunder.
Tabel 2. Penyebab Hipertensi Sekunder (Saseen dan MacLaughlin, 2008)
Penyakit Obat yang Berhubungan dengan Hipertrensi pada Manusia
Penyakit ginjal kronis
Steroid adrenal (prednisolon, fludrokortison) Amfetamin (fentermin, sibutramin)
Antivascular endothelin growth factor agents (bevacizumab,
sorafenib, sunitinib), estrogen (kontrasepsi oral) Calcineurin inhibitor (siklosporin, trakolimus)
Dekongestan (fenilpropanolamin)
Stimulan eritropoiesis (eritropoietin, darbepoietin) OAINS, COX-2 inhibitor
Lain – lain: venlafeksin, bromokriptin, bupropion, buspiron, karba,azepin, klozapin, desulfran, ketamin, metoklopramid Situasi khusus : Penghambat beta atau agonis alfa-2 sentral
(penghentian tiba – tiba)
Obat bebas dan senyawa alam Kokain dan penghentian kokain
Alkaloid efedra (Ma-Huang), “herbal ecstasy”, analoh
fenilpropanolamin lain
Penghentian nikotin, anabolic steroids, penghentian narkotika,
metilfenidat, pensiklidin, ketamin, ergotamin. Bahan makanan
Natrium Etanol
Licorice
Tyramin (jika menerima obat monoamine oxidase inhibitor)
4.
Hipertensi Pada Geriatri
Hipertensi merupakan penyakit degeneratif, oleh karena itu semakin
bertambahnya usia maka tekanan darah juga akan semakin meningkat. Hipertensi
terjadi pada sebagian besar geriatri (≥65 tahun). Populasi geriatri yang memiliki
hipertensi memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
cardiovascular
disease
(CVD) (Aronow
et al
, 2011).
peningkatan kecepatan aliran darah. Peningkatan kecepatan aliran darah akan
menyebabkan peningkatan tekanan sistolik dan meningkatkan kebutuhan oksigen
otot
–
otot jantung (Aronow
et al
, 2011).
Hipertensi yang muncul pada geriatri umumnya merupakan hipertensi
sistolik terisolasi. Hipertensi sistolik terisolasi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan darah diastolik (sistolik :
≥
140 mmHg;
diastolik : <90 mmHg) (Chobanian
et al
, 2003; Saseen dan MacLaughlin, 2008;
Aronow
et al
, 2011). Penatalaksanaan terapi hipertensi pada geriatri sebagian
besar sudah direkomendasikan oleh beberapa
guideline
dan studi
– studi, namun
dengan perhatian yang lebih terhadap kemungkinan efek samping dan DRPs yang
mungkin terjadi. Perhatian yang lebih perlu diberikan terhadap penatalaksanaan
hipertensi pada geriatri karena terjadinya perubahan kemampuan organ pada
geriatri. Hal ini juga akan mempengaruhi farmakokinetika dan farmakodinamika
antihipertensi yang diberikan kepada geriatri dengan hipertensi (Midlov
et al
,
2009; Aronow
et al
, 2011).
5.
Penatalaksanaan Hipertensi
a.
Tujuan Terapi
b.
Terapi Non
–
Farmakologi
Semua
pasien
dengan
pre-hipertensi
dan
hipertensi
harus
direkomendasikan merubah gaya hidup. Pendekatan ini untuk terapi hipertensi
telah direkomendasikan bail oleh JNC7 (2003) dan AHA (2011). Perubahan gaya
hidup dapat memberikan penurunan tekanan darah ringan sampai moderat.
Disamping menurunkan tekanan darah bagi pasien yang hipertensi, perubahan
gaya hidup juga dapat mengurangi perkembangan orang yang masih dalam tahap
pre-hipertensi menuju tahap hipertensi (Chobanian
et al
, 2003; Aronow
et al
,
2011; Saseen dan MacLaughlin, 2008). Perubahan gaya hidup yang
direkomendasikan oleh JNC7 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perubahan Gaya Hidup Untuk Mencegah dan Mengurangi
Hipertensi menurut JNC7 tahun 2003
Modifikasi
Rekomendasi
Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah
Penurunan berat badan Menjaga berat badan ideal
(BMI 18,5 – 24,9 kg/m2) 5 – 20 mmHg Mengadopsi diet ADSH Mengonsumsi banyak buah,
sayur dan olahan susu rendah lemak jenuh dan lemak total.
8 – 14 mmHg
Mengurangi asupan natrium Mengurangi asupan natrium sampai kurang dari 100 mmol/hari (2,4 g natrium atau 6 g NaCl)
2 – 8 mmHg
Aktifitas fisik Melaksanakan aktifitas fisik secara reguler
4 – 9 mmHg Pembatasan konsumsi alkohol Membatasi konsumsi alkohol
sampai menjadi kurang dari 2 gelas perhari (pria), dan kurang dari 1 gelas perhari (wanita)
2 – 4 mmHg
BMI: Body Mass Index
Perubahan gaya hidup dapat menolong penderita hipertensi untuk
mengontrol tekanan darahnya. Kombinasi dari dua (atau lebih) perubahan gaya
hidup seperti yang tertera pada Tabel 3 bahkan dapat menghasilkan
outcome
yang
pasien dengan hipertensi sangat direkomendasikan untuk berhenti atau tidak
merokok (Chobanian
et al
, 2003).
c.
Terapi Farmakologi
Pemberian dosis awal antihipertensi kepada pasien geriatri dengan
hipertensi harus dimulai dengan dosis terkecil kemudian ditingkatkan sesuai
dengan respon serta toleransi pasien terhadap dosis tertinggi antihipertensi. Jika
respon yang antihipertensi yang diberikan pasien terhadap obat lini pertama tidak
adekuat untuk menurunkan dan mengontrol tekanan darah pasien, maka obat
kedua dari golongan lain harus ditambahkan ke dalam terapi (Lacy
et al
, 2011;
Aronow
et al
, 2011)
Diuretik biasanya merupakan lini pertama pengobatan hipertensi. Jika
bukan diuretik yang pertama kali diberikan, maka biasanya diuretik adalah
golongan obat kedua yang ditambahkan jika tidak dicapai efek yang diinginkan.
Jika respon antihipertensi tidak adekuat setelah mencapai dosis penuh dari dua
golongan obat pertama, maka obat ketiga dari golongan ketiga harus ditambahkan
ke dalam terapi (Aronow
et al
, 2011)
vasodilator arterial (hidralazin, minoksidil) (Kasper, 2005; Saseen dan
MacLaughlin, 2008). Secara umum, antihipertensi yang sering digunakan adalah 5
golongan antihipertensi yang disebutkan paling awal di atas. Algoritma
penanganan hipertensi diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Algoritma Penanganan Hipertensi menurut JNC7 tahun 2003
ACEI: Angiotensin Converting Enzym Inhibitor/Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin, BB: Beta Blocker/Penghambat Beta, ARB: Angiotensin II Reseptor Blocker/ Penghambat Reseptor Angiotensin II, CCB: Calcium Channel Blocker/Penghambat Kanal Kalsium.
Tidak mencapai target tekanan darah (<140/90 mmHg) (<130/80 mmHg untuk
pengidap diabetes dan penyakit ginjal kronis)
Dengan indikasi lain Tidak ada indikasi lain
Hipertensi Tingkat I
(SBP 140-159 atau DBP 90-99 mmHg) Diuretik tipe Tiazid. Bisa dipertimbangkan
ACEI, ARB, BB, CCB atau kombinasi
Hipertensi Tingkat II
(SBP ≥160 atau DBP ≥100 mmHg)
Kombinasi dua antihipertensi (biasanya
Tiazid dan ACEI, atau ARB, atau, BB, atau,
CCB)
Antihipertensi dengan indikasi lain menyesuaikan.
(terdapat dalam gambar 2).
Optimasi dosis obat atau menambahkan antihipertensi lain sampai target tekanan darah
tercapai. Perubahan Gaya Hidup
Terapi Obat Awal
d.
Pemilihan Antihipertensi
Ada enam indikasi lain yang diidentifikasi oleh JNC7 (2003). Indikasi
lain yang diidentifikasi merepresentasikan kondisi komorbiditas yang telah ada uji
kliniknya untuk penggunaan antihipertensi dari kelas dan golongan tertentu.
Indikasi penyerta yang telah diidentifikasi oleh JNC7 (2003) adalah : gagal
jantung sistolik,
post-myocardial infarction
, penyakit arteri koroner, diabetes
mellitus, penyakit ginjal kronis, serta pencegahan stroke berulang (Chobanian
et
al
, 2003; Saseen dan MacLaughlin, 2008). Indikasi penyerta pasien geriatri
dengan hipertensi perlu diidentifikasi untuk mengetahui rencana terapi yang tepat
agar hasil dari terapi menjadi lebih baik. Indikasi penyerta serta antihipertensi
yang direkomendasikan dapat dilihat di Gambar 2.
Gambar 2. Rekomendasi Antihipertensi Pada Indikasi Penyerta Menurut
JNC7 tahun 2003
*Diadaptasi dari Saseen dan MacLaughlin (2008)
ACEI: Angiotensin Converting Enzym Inhibitor/Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin, BB: Beta Blocker/Penghambat Beta, ARB: Angiotensin II Reseptor Blocker/ Penghambat Reseptor Angiotensin II, CCB: Calcium Channel Blocker/Penghambat Kanal Kalsium, LVH: Left Ventricular Hypertrophy.
LVH
Indikasi penyerta
Infark
Miokard Penyakit Koroner Diabetes Melit
us
Penyakit
Ginjal Kronis Stroke Ulang Pencegahan
Diuretik dan
aldosteron diuretik CCB, Diuretik
B.
Antihipertensi
1.
Diuretik
Diuretik adalah golongan obat yang mengurangi volume cairan
ekstraseluler, meningkatkan ekskresi sodium klorida urine, dan meningkatkan
volume urine yang terekskresi oleh ginjal. Diuretik utamanya digunakan untuk
mencegah dan meringankan edema dan
ascites
. Kondisi ini muncul pada penyakit
jantung, ginjal dan hati (Gennaro, 2000). Diuretik merupakan salah satu strategi
lini pertama dalam penanganan hipertensi
Banyak diuretik bekerja pada spesifik pada
protein transport
sel epitel
tubulus ginjal. Beberapa diuretik lain bekerja melalui efek osmotik yang
mencegah reabsorpsi air (manitol), menghambat enzim (azetolamide), atau
bekerja dengan menghambat reseptor hormon yang ada di sel epitel ginjal
(antagonis aldosteron) (Katzung
et al
, 2009).
Diuretik golongan azetolamid bekerja dengan cara menghambat enzim
carbonic anhydrase.
Enzim
carbonic anhydrase
terdapat di beberapa tempat di
nefron, tetapi paling banyak terdapat di membran luminal. Kerja dari enzim ini
adalah membantu reaksi dehidrasi dari H
2CO
3. Dengan dihambatnya enzim ini
maka reabsorpsi NaHCO3 juga dihambat sehingga terjadi efek diuresis. Diuretik
golongan ini biasa digunakan dalam terapi glaukoma, pembasaan urin, terapi pada
alkalosis metabolik, dan sebagai adjuvan dalam terapi epilepsi (Katzung
et al
,
2009).
Diuretik selanjutnya ada golongan diuretik lengkung. Salah satu obat
golongan ini adalah furosemid (Saseen dan MacLaughlin, 2008). Diuretik
lengkung bekerja dengan menghambat reabsorpsi Na
+/K
+/2Cl
-secara selektif
yang terjadi di
thick ascending limb
(TAL) yang terdapat di lengkung henle. Pada
pemberian secara IV, furosemid cenderung meningkatkan aliran darah ginjal
tanpa disertai kenaikan nilai laju filtrasi glomerulus (Tanu, 2009). Furosemid
biasa digunakan dalam terapi hiperkalemia, gagal ginjal akut, edema refrakter,
serta gagal jantung (Katzung
et al
, 2009; Tanu, 2009). Selain digunakan untuk
indikasi yang telah disebutkan sebelumnya, furosemid juga memiliki efek
antihipertensi. Furosemid digunakan sebagai antihipertensi pada pasien yang
memiliki nilai klirensi kreatinin <30 ml/menit (Aronow
et al
, 2011; Saseen dan
MacLaughlin, 2008).
Efek natriuresis dan klorouresis dari tiazid disebabkan oleh penghambatan
mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubulus distal (Katzung
et al
, 2009).
Diuretik golongan Tiazid sering digunakan sebagai terapi lini pertama pada
pasien hipertensi (Aronow
et al
, 2011; Saseen dan MacLaughlin, 2008). Cara
kerja antihipertensi Tiazid bukan hanya karena efek diuresis yang disebabkannya,
tetapi juga karena efek vasodilatasi langsung terhadap arteriol sehingga dapat
menurunkan tekanan darah (Tanu, 2009). Kegunaan diuretik tiazid utamanya
sebagai antihipertensi, terapi pada pasien gagal jantung, terapi diabetes insipidus
yang bersifat nefrogenik (Katzung
et al
, 2009; Saseen dan MacLaughlin, 2008;
Aronow
et al
, 2011).
Diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid, klortalidon, dan bendrofluazid
merupakan agen antihipertensi yang sering diberikan sebagai terapi lini pertama
bagi pasien geriatri dengan hipertensi. Diuretik tiazid dipilih sebagai lini pertama
antihipertensi karena dapat dengan cepat menurunkan volume intravaskular,
menurunkan resintensi perifer, menurunkan tekanan darah pada lebih dari 50%
pasien, dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien, serta harganya relatif terjangkau
(Aronow
et al
, 2011).
karena dikatakan lebih efektif dibanding diuretik tiazid sebagai antihipertensi
(BPOM, 2008; Saseen dan MacLaughlin, 2008; Lacy
et al
, 2011)
Sebagian besar diuretik menghambat reabsorpsi sodium dan/atau klorida
pada tubulus ginjal. Hasilnya akan menyebabkan natriuresis dan diuresis. Akan
tetapi, mekanisme bagaimana diuretik menghambat reabsorpsi dan tempat aksinya
bervariasi; diuretik dapat bekerja pada tubulus proksimal, lengkung Henle,
tubulus distal, tubulus kolektivus, atau kombinasi dari tempat-tempat tersebut
(Gennaro, 2000).
Diuretik cukup sering diresepkan secara berlebihan. Peresepan yang
berlebihan dapat merugikan pasien, terlebih jika diresepkan berlebihan terhadap
pasien geriatri. Pasien geriatri lebih rentan terhadap efek samping obat
dikarenakan fungsi organnya yang telah mengalami penurunan. Sebaiknya
pemberian diuretik pada pasien geriatri diawali dengan dosis yang rendah terlebih
dahulu. Disamping itu, dosis pemberian diuretik terhadap lansia juga harus
disesuaikan dengan kondisi ginjal pasien (BPOM, 2008; Aronow
et al
, 2011;
Midlov
et al
, 2009)
2.
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
(ACEI)/Penghambat
Enzim Pengubah Angiotensin
Golongan obat penghambat enzim pengubah angiotensin dapat
digunakan sebagai monoterapi atau dalam regimen terapi kombinasi dengan
antihipertensi golongan penghambat beta
,
penghambat kanal kalsium, atau
diuretik. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antihipertensi golongan ini
jarang. Efek samping yang diketahui termasuk ruam, angioedema, proteinuria,
atau leukopenia, terutama pada pasien dengan kenaikan serum kreatinin (Kasper,
et al.
, 2005).
3.
Angiotensin II
–
Receptor Blockers
(ARB)/Penghambat Reseptor
Angiotensin II
Golongan obat penghambat reseptor angiotensin II bekerja menahan
langsung reseptor angiotensin tipe 1 yang memperantarai efek angiotensin II,
namun tidak seperti ACEI, antihipertensi golongan ini tidak menginduksi
keluarnya bradikinin sehingga menggurangi efek samping batuk. Contoh
antihipertensi dari golongan penghambat reseptor angiotensin II adalah valsartan
(Saseen dan MacLaughlin, 2008).
4.
Beta
–
Blockers
/Penghambat Beta
Mekanisme kerja dari antihipertensi golongan penghambat beta belum
begitu jelas dipahami. Penghambat beta
diketahui dapat menginhibisi pelepasan
renin dari ginjal. Contoh obat dari golongan ini adalah yaitu atenolol, labetalol,
dan propanolol (Saseen dan MacLaughlin,
2008). Penghambat beta umumnya
efektif pada pasien muda dengan sirkulasi hiperkinetik. Penggunaannya dimulai
dari dosis rendah (contohnya atenolol 25 mg per hari) dan dikontraindikasikan
pada pasien dengan bronkospasme,
AV block,
bradikardi, dan diabetes tergantung
mencegah
cardiovascular event
pada pasien yang sebelumnya telah mengalami
infark miokard dan pada pasien dengan gagal jantung (Mancia
et al
, 2013).
5.
Calcium Channel Blockers
(CCB)/Penghambat Kanal Kalsium
Obat golongan penghambat kanal kalsium menyebabkan relaksasi
jantung dan otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap
tegangan, sehingga mengurangi masuknya ion kalsium ke dalam sel. Relaksasi
otot polos vaskular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi
tekanan darah. Contoh obatnya adalah verapamil (Saseen dan MacLaughlin,
2008). Veparamil dan diltiazem dapat menyebabkan bradikardi dan
AV block,
sehingga kombinasi dengan penghambat beta
umumnya dihindari (Kasper,
et al.
,
2005).
C.
Geriatri
Pembagian terhadap populasi berdasarkan usia meliputi tiga tingkatan
(menurut WHO), yaitu (Walker, 2003) :
a)
Lansia (
elderly
) dengan kisaran usia 60-75 tahun,
b)
Tua (
old
) dengan kisaran usia 76-90 tahun,
c)
Sangat tua (
very old
) dengan kisaran usia > dari 90 tahun
Pasien geriatri merupakan pasien merupakan pasien dengan profil yang
khusus. Pada pasien geriatri telah terjadi penurunan massa dan fungsi organ serta
sistem organ (David, 2010; Aronow
et al
, 2011). Penurunan massa dan fungsi
dari segi efek samping yang kemungkinan besar dapat terjadi (David, 2010;
Kimble dkk., 2008).
D.
Drug Related Problems
Drug Related Problems
(DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan
dialami pasien saat terapi yang disebabkan oleh obat atau diduga disebabkan oleh
obat yang kemudian dapat menghalangi tercapainya tujuan terapi. Sejak 2002,
sebanyak 3,3 miliar resep diberikan oleh apotek di Amerika Serikat dan lebih dari
44.000 pasien rawat inap meninggal tiap tahun dikarenakan kesalahan medikasi.
Meskipun ada ribuan obat yang beredar di pasaran, miliaran resep dikeluarkan
tiap tahun, dan banyak penyakit akut dan kronis yang ditangani dengan produk
obat tetapi hanya ada 7 kategori dari DRPs (Cipolle, 2004).
Drug Related
Problems
(DRPs) sendiri sangat perlu diperhatikan pada pasien geriatri. Hal ini
dikarenakan geriatri telah mengalami penurunan fungsi organ serta pasien geriatri
cenderung menerima banyak obat (>6 jenis) untuk mengobati berbagai masalah
medis yang dialami (Aronow
et al
, 2011; Midlov
et al
, 2009).
Cipolle (2004) membagi DRPs menjadi 7 kategori yaitu : indikasi tanpa
obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis sub-terapi, efek samping dan interaksi
obat, dosis berlebih, serta kategori ketidakpatuhan pasien. Sama seperti kasus
klinis kebanyakan, DRPs tidak dapat diselesaikan atau dicegah tanpa mengetahui
apa penyebabnya. Penyebab umum DRPs dari tiap kategori menurut Cipolle
(2004), antara lain:
risiko dari suatu kondisi klinis yang bertambah parah, serta diperlukannya
tambahan terapi obat untuk mendapatkan efek aditif atau sinergis dengan terapi
obat yang telah diterima sebelumnya.
b.
Obat tanpa indikasi, disebabkan oleh ada terapi obat yang tidak memiliki
indikasi terhadap kondisi klini pasien, ada pemberian beberapa obat untuk
menterapi suatu kondisi klinis yang sebenarnya hanya memerlukan satu jenis
obat saja, kondisi medis pasien lebih cocok untuk di terapi dengan terapi non
–
obat daripada dengan terapi obat, terapi obat yang dipilih memiliki efek
samping yang sebenarnya bisa dihindari, penyalahgunaan obat.
c.
Obat salah, disebabkan oleh terapi obat yang dipilih bukan merupakan obat
yang paling efektif bagi kondisi medis pasien, kondisi medis yang dialami
pasien bertolak belakang dengan indikasi terapi obat yang dipilih, bentuk
sediaan terapi obat tidak cocok dengan kondisi pasien.
d.
Dosis sub-terapi, disebabkan oleh dosis terapi obat yang diberikan terlalu
rendah untuk menghasilkan efek terapi yang diharapkan, frekuensi pemberian
obat terlalu jarang untuk menghasilkan efek terapi yang diharapkan, interaksi
obat yang menyebabkan berkurangnya bioavailabilitas salah satu atau kedua
obat, durasi kerja obat terlalu singkat untuk menghasilkan efek terapi yang
diharapkan.
terapi obat menyebabkan reaksi alergi, terapi obat kontraindikasi dengan
kondisi pasien.
f.
Dosis berlebih, disebabkan oleh dosis obat yang diberikan terlalu tinggi,
frekuensi pemberian obat terlalu sering, durasi kerja obat terlalu panjang,
interaksi obat yang menghasilkan efek toksik, dosis obat diberikan terlalu
cepat.
g.
Ketidakpatuhan, disebabkan oleh pasien yang tidak mengerti instruksi cara
penggunaan obat, pasien memilih untuk tidak mengonsumsi obat, pasien lupa
untuk mengonsumsi obat, produk obat tidak terjangkau oleh pasien, pasien
tidak dapat menggunakan atau menggunakan obat secara mandiri.
Dari 7 kategori tersebut, bisa dikerucutkan kembali menjadi 4 kategori
besar, yaitu aspek : 1) Indikasi; terdiri dari indikasi tanpa obat, dan obat tanpa
indikasi; 2) Efektivitas; terdiri dari obat inefektif dan dosis sub-terapi; 3)
Keamanan; terdiri dari efek samping obat dan interaksi obat serta dosis berlebih;
4) Ketidakpatuhan (Cipolle, 2004).
E.
Keterangan Empiris
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai “Evaluasi
Drug Related Problems
Penggunaan
Antihipertensi Pada Pasien Geriatri Dengan Peningkatan Tekanan Darah di
Bangsal Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Agustus 2013
”
merupakan jenis penelitian observasional dengan jenis deskriptif evaluatif dan
rancangan
case-series
serta waktu pengambilan data secara prospektif. Data yang
diambil pada penelitian ini merupakan data sekunder. Pengambilan data dilakukan
dengan cara mencatat perkembangan pasien geriatri dengan hipertensi melalui
lembar rekam medis dan di bangsal Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta selama
periode penelitian yaitu pada bulan Agustus tahun 2013.
Penelitian observasional dilakukan dengan mengamati sejumlah variabel
dari subyek penelitian tanpa adanya intervensi perlakuan terhadap subyek
penelitian (Imron, 2010). Jenis penelitian deskriptif evaluatif dalam penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan profil pasien, profil pengobatan pasien dan
mengevaluasi DRPs peresepan antihipertensi pada pasien geriatri. Rancangan
penelitian
case-series
adalah sebuah studi deskriptif terhadap suatu kelompok
yang memiliki paparan yang sama atau penyakit yang sama untuk mengetahui
outcome
dari paparan atau penyakit tersebut. Pengambilan data bersifat
per tanggal 1
–
31 Agustus 2013. Data yang digunakan merupakan data dari
lembar rekam medis pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta.
B.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.
Profil pasien meliputi jenis kelamin, usia, serta diagnosa masuk rumah
sakit pasien.
2.
Profil peresepan yang diterima pasien meliputi kelas terapi, golongan obat,
dan jenis obat. Misal: kelas terapi analgetika, golongan obat OAINS, jenis
obat Parasetamol.
3.
Antihipertensi merupakan golongan obat yang dapat mengobati hipertensi.
Antihipertensi yang dievaluasi dalam penelitian ini meliputi antihipertensi
golongan diuretik (
i.e.
hidroklorotiazid dan furosemid), penghambat kanal
kalsium (misal : amlodipin), penghambat reseptor angiotensin II (misal :
valsartan), penghambat enzim pengubah angiotensin (misal : kaptopril),
penghambat beta (misal : propanolol) dan antihipertensi golongan lain
(misal : klonidin).
4.
Drug Related Problems
(
DRPs)
dalam penelitian ini adalah DPRs menurut
Cipolle (2004).
C.
Subyek Penelitian
Agustus 2013. Kriteria inklusi yang diberlakukan adalah pasien dengan usia 60
tahun keatas dengan
dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg
dan tekanan diastolik
≥90 mmHg
serta menerima terapi obat diuretik. Obat diuretik dijadikan sebagai
salah satu kriteria inklusi sebab pada awalnya penelitian akan berfokus pada
DRPs berkaitan dengan obat diuretik saja, tetapi untuk mendapatkan hasil
evaluasi yang lebih komprehansif maka evaluasi DRPs melibatkan semua
antihipertensi sebagai fokus penelitian. Kriteria eksklusi yang diberlakukan adalah
tidak adanya data serum kreatinin. Data serum kreatinin diperlukan untuk menilai
fungsi ginjal pasien. Fungsi ginjal pasien yang menurun pada akhirnya dapat
mempengaruhi dosis dan pemilihan antihipertensi yang diresepkan kepada pasien.
Selama periode penelitian ditemukan 23 pasien yang memiliki dengan
tekanan sistolik ≥140 mmHg
dan tekanan diastolik ≥90 mmHg.
Empat pasien
tidak diikutkan dalam penelitian sebab usianya belum mencapai 60 tahun,
sehingga ada 19 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Setelah diberlakukan
kriteria eksklusi, 1 pasien tereksklusi karena ternyata selama pasien dirawat
pasien tidak memiliki data serum kreatinin, sehingga total jumlah pasien yang
menjadi subyek penelitian adalah sebanyak 18 pasien.
Gambar 4. Skema Pemilihan Subyek Penelitian di RS Panti Rini Yogyakarta
Periode Agustus 2013
23 pasien dengan tekanan darah
≥140/90 mmHg
Subyek penelitian sebanyak 18 Pasien