KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA
TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER,
DAN TERSIER
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Evrita Rosari
089114066
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii SKRIPSI
KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER
Oleh :
Evrita Rosari
NIM : 089114066
Telah Disetujui Oleh :
Pembimbing
iii
SKRIPSI
KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER
Oleh :
Evrita Rosari
NIM : 089114066
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 11 Desember 2012
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Penguji I : Prof. A. Supratiknya, Ph.D. ……….
Penguji II : Dewi Soerna. A, M.Psi. ……….
Penguji III : Monica E.M, M.Psych. ……….
Yogyakarta, ………
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
T his undergraduate thesis is dedicated to
M y strength, Jesus Christ and Our Lady
M y best and lovely parents and lovely little
brother
M y mood booster, my sweetheart and his sisters
v
HALAMAN MOTTO
Kejujuran, Kesabaran, Ketekunan,
dan Kesetiaan adalah kunci
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak membuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telash disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,17 Januari 2013
Penulis
vii
KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER
Evrita Rosari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan melihat konsumtivisme wanita dewasa awal pada tiga wilayah konsumsi, yaitu konsumsi primer (makanan, minuman, minuman beralkohol, kopi, fast food, cemilan, es krim, rokok, dan diet); sekunder (baju, celana, rok, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh, dan salon kecantikan) dan tersier (gadget, mal, diskotik, dan olahraga). Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang wanita yang terdiri dari mahasisiwi tingkat akhir dan pekerja di wilayah Yogyakarta dan Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan non-scaled questionnaire tentang sikap konsumtif, meliputi komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Pertanyaan yang digunakan pada angket ini adalah pertanyaan terbuka. Kredibiltas angket konsumtivisme diujikan dengan mengkroscek ulang pertanyaan kepada subjek mengenai “Apakah mereka konsumtif atau tidak?”. Pengolahan data dilakukan secara manual, yaitu dengan menghitung jumlah turus dari jawaban subjek yang sudah dikelompokan atau dikategorisasikan terlebih dahulu oleh peneliti. Data kemudian dianalisis dengan mendeskripsikan frekuensi/jumlah dan prosentase jawaban yang sesuai dengan kriteria konsumtivisme. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wanita dewasa awal lebih konsumtif pada konsumsi tersier, yaitu gadget (smartphone (Blackberry) dan laptop). Kedua, konsumsi sekunder, yaitu pada (baju, celana, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh). Ketiga adalah konsumsi primer, yaitu (fast food, es krim, dan cemilan). Kemudian, hampir rata-rata responden menghabiskan uang sakunya dalam 1 bulan untuk membeli barang-barang yang dikonsumsi, seperti uang saku di atas Rp 3.000.000,00 sama besarnya dengan uang pengeluaran yaitu sebesar (10%), dan uang saku di antara Rp 1.000.000,00-Rp 3.000.000,00 sebesar (56,7%), dengan jumlah uang yang sama, pengeluarannya sebesar (46,7%).
viii
YOUNG ADULT WOMEN’S CONSUMERISM ON THREE CONSUMPTION AREAS: PRIMARY, SECONDARY, AND TERTIARY
Evrita Rosari
ABSTRACT
This research aimed to see young adult women’s consumerism on three consumption areas, the primary consumption (food, drink, alcoholic drink, coffee, fast food, snack, ice cream, cigarette, and diet), secondary (shirt, pant, skirt, lingerie, shoe, sandal, bag, accessories, facial cosmetic, hair and body cosmetic, and beauty salon), and tertiary (gadget, mall, disco, and sport). The subjects of this study were 30 women consisting of university students who were on last year and workers in Yogyakarta and Jakarta. Data collection was performed with non-scaled questionnaire about consumer attitudes including the components of cognitive, affective, and behavior. The question used in this questionnaire is an open question. The consumerism credibility questionnaire was tested by re-cross check questions to the subject of “Are they consumer or not?”. Data processing is done manually, by counting the pillar number of the subject answer that have been classified or categorized in advance by the researcher. Then, the data was analyzed to describe the frequency/number and the percentage of answer that match the consumerism criteria. The result of this research indicated that young adult women more consumptive on tertiary consumption, that is gadget (smartphone (Blackberry) and a laptop). Second, secondary consumption (shirt, pant, lingerie, shoe, sandal, bag, accessories, facial cosmetic, hair and body cosmetic). Third is the primary consumption (fast food, ice cream, and snack). Then, almost the average respondent spends her pocket money in one month to buy goods that are consumed, such as the allowance above Rp 3,000,000.00 as large as the expenditure of money that is equal to (10%), and pocket money between Rp 1,000,000.00 - Rp 3,000,000.00 amount (56.7%), with the same amount of money, expenditure amounted to (46.7%).
ix
LEMBAR PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Evrita Rosari
NIM : 089114066
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain., mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya
maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya,
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 17 Januari 2013
Yang menyatakan
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kasih dan rahmat dari Tuhan Yesus Kristus yang selalu
membimbing penulis dalam menyelesaikan skipsi ini. skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi di
Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari banyak kendala dan keterbatasan yang mengiringi
penulisan skripsi ini, namun dengan bantuan dari banyak pihak akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan. Sadar akan keterbatas itu, maka penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
memberikan candaan, senyuman, bimbingan, arahan dan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang sudah mengajar dan berbagi ilmu kepada penulis.
4. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie yang sudah membantu kelancaran
pengurusan administrasi kesekretariatan. Mas Muji dan Mas Doni yang sudah
membantu dalam praktikum dan kelengkapan bahan bacaan di Fakultas
xi
5. Ibu Wuryanti (ibu), Bapak Joko Nugoroho (ayah), Adik Petrus Tiberian Rizki
(adik) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Deary Chriesna Setiyadi sebagai sahabat, teman, pacar, yang sudah mengisi
hatiku, mengajarkan aku tentang makna hidup, melatih aku untuk bersabar,
dan memberi aku semangat. I love you Gembul. Yunita dan Shinta, adik-adik
perempuanku yang menerima aku apa adanya. Sayang kalian semua *big hug
and kisses*
7. Teman-teman satu perjuangan satu bimbingan bersama ayah tercinta Agata
Dewi S yang banyak membantu aku, selalu bersama-sama menghadapi suka
dan duka, terima kasih atas semuanya. Benedictus Anggit dan Veronica Hesti,
bersama kita bisa.
8. Sahabatku dari kecil Anya, Riana, Yuli, Keke, Dewi, yang sudah membantu
aku untuk menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman yang lain, yang juga
sudah bersedia terlibat dalam skripsiku.
9. Teman-teman REMPONGERS Sita, Noni, Bora, Dian, Valle, Nina, Cik
Grace, Ledita, Selly, Devi, yang selalu rempong di manapun kita berada. I’ll
be missing you guys.
10. Teman-teman Psikologi yang selalu kompak dan suka bergosip Jose, Vincent,
Alberto, Dila, Stanley, Vivi, Fla, Stella, Lita, Ade, Arischa, Ana, Arum, mbak
Odil.
11. Teman-teman kosku Onia, Ocha, Enita, Ria, Retha, kalian yang
xii
kalian aku belajar banyak bahasa Dayak, tahu makanan khas, pakaian, dll.
Buat adikku Laras yang dari TK-kuliah satu almamater, yang suka
manja-manjaan sama aku.
12. Kepada kota Yogyakarta, khususnya Universitas Sanata Dharma, di sini aku
jadi punya banyak teman dari berbagai suku, agama, dan ras, belajar mandiri,
belajar peduli dan saling berbagi kepada sesama.
13. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih
atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu
penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menunjang
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat dan
pembaca sekalian.
Yogyakarta,
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
1. Manfaat Teoritis... 8
2. Manfaat Praktis ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
xiv
1. Pengertian Konsumtivisme ... 10
2. Kriteria Konsumtif dan Kriteria Tidak Konsumtif ... 11
3. Konsumtivisme Berdasarkan Teori Sikap ... 12
4. Konsumtivisme Pada Tiga Wilayah Konsumsi ... 13
5. Wanita Dewasa Awal Sebagai Sasaran Produsen Benda-Benda Konsumsi ... 17
B. Pencarian Identitas Pada Wanita Dewasa Awal ... 19
C. Konsumtivisme Pada Wanita Dewasa Awal ... 20
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Jenis Penelitian ... 23
B. Fokus Penelitian ... 23
C. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian ... 26
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 27
E. Pertanggung Jawaban Mutu Alat Pengumpulan Data ... 29
F. Teknik Mengolah dan Analisis Data ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Pelaksanaan Penelitian ... 33
B. Deskripsi Subjek ... 34
C. Hasil Penelitian ... 34
D. Pembahasan ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
xv
DAFTAR PUSTAKA ... 60
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini dunia sedang mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam
bidang konsumsi meliputi produk seperti information technology (teknologi informasi), fashion, hiburan, olahraga dan sebagainya. Produk-produk tersebut seperti handphone, laptop, iPad, iPhone, baju, celana, tas, sepatu, kosmetik (Baudrillard, 2011). Barang-barang mahal dari luar negeri yang bermerek terkenal
saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya pusat
pembelanjaan seperti mal, kini masyarakat mudah memenuhi keinginan
berbelanjanya dengan bebas. Oleh karena itu, banyak masyarakat mudah terjebak
dalam pembelian yang berlebihan dan hanya memenuhi keinginan sesaat tanpa
memperhatikan kebutuhannya. Dalam hal ini, tindakan seperti itu lebih dikenal
dengan sebutan konsumtivisme (Soedjatmiko, 2008).
Konsumtivisme adalah berkonsumsi dengan tidak lagi atas pilihan yang
rasional berdasarkan kebutuhan, tetapi lebih memperturutkan keinginan (Prehati,
dalam Sulaksono, 2012). Penjelasan tersebut juga sejalan dengan penjelasan yang
diutarakan oleh Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) yang memberikan
pengertian bahwa konsumtivisme adalah pola hidup manusia yang dikendalikan
dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan
Soejatmiko (2008) menjelaskan bahwa konsumtivisme merupakan
motivasi seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan
dasariah yang ia perlukan, melainkan terkait dengan hal lain, yakni identitas.
Erikson (dalam Santrock, 2002) percaya bahwa pencarian identitas adalah
mengejar siapa diri kita, apa sebenarnya kita, dan ke mana kita akan menuju
dalam hidup. Jadi, saat ini seseorang mengkonsumsi suatu produk lebih
mengutamakan untuk pencarian identitas diri, karena jati diri manusia terukur dari
kemampuan memperoleh sesuatu (Soedjatmiko, 2008).
Oleh karena itu, pengertian konsumtivisme yaitu sikap atau perilaku
membeli secara mendadak karena hanya berdasarkan keinginan sesaat tanpa
mempertimbangkan kebutuhan utama.
Ada beberapa kriteria konsumtivisme menurut beberapa ahli. Kriteria
konsumtivisme tersebut sebagai berikut; menurut Grinder (dalam Lina & Rosyid,
1997) apabila seseorang mengkonsumsi barang hanya karena keinginan dan
kesenangan semata; Sumartono (dalam Sari, 2009) mengkonsumsi barang dengan
harga yang mahal, karena gengsi, dan untuk menjaga penampilan; Heggelson dan
Suphelen (dalam Ferinadewi, 2008) suka barang yang bermerek dan mengikuti
mode; dan menurut Mahdalena (1998) membeli barang konsumsi lebih dari 4 kali
dalam 1 bulan.
Dalam pemenuhan kebutuhan untuk mengkonsumsi, manusia tidak lepas
dari tiga kebutuhan utama yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Douglas
dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008) mendefinisikan kelas-kelas konsumsi
benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim, dan lainnya). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi, pakaian, pakaian
dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan). Ketiga, kelompok
waktu senggang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi (gadget), dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga).
Di dalam pemenuhan ketiga wilayah konsumsi, ada mekanisme mental
yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, yang akan
menentukan kecenderungan perilaku manusia terhadap sesuatu yang sedang
dihadapi, yang disebut dengan fenomena sikap (Azwar, 2010). Sikap merupakan
keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek
Secord dan Backman (dalam Azwar, 2010). Mann (dalam Azwar, 2010)
menjelaskan ketiga komponen sikap tersebut, yaitu komponen kognitif berisi
persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu.
Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi. Komponen perilaku berisi kecenderungan untuk
bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Sikap yang dimiliki konsumen khususnya wanita, menurut Lindzey (dalam
Sulistyowati, 1989) menjelaskan bahwa wanita lebih mudah terpengaruh
disebabkan karena penerimaan berita yang lebih efektif pada wanita, sebab pada
memperhatikan dan memahami kata-kata yang diucapkan atau ditulis. Oleh
karena itu, wanita cenderung sangat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual.
Di dalam masyarakat tertanam citra bahwa kaum wanita sangat lekat
dengan konsumtivisme. Ada dua alasan wanita lekat dengan konsumtivisme yaitu
pertama, konstruksi sosial menempatkan wanita harus berpenampilan cantik dan
menarik, dengan menjaga pola makan, memakai pakaian yang menunjang
penampilan, merawat wajah dan tubuhnya. Kedua, banyak produk yang
ditawarkan untuk wanita, karena wanita adalah konsumen yang terbesar sehingga
menjadi potensi pasar yang menguntungkan bagi produsen (Sulaksono, 2010).
Oleh karena itu, banyak produk-produk yang diperuntukkan wanita beredar di
pasaran. Contohnya, seperti produk kecantikan dengan berbagai macam jenis
merek seperti Pond’s, Maybelline, Sari Ayu, Mustika Ratu, dan lainnya untuk
produk kosmetik wajah, kosmetik untuk rambut dan tubuh. Kemudian, merek
Logo, Levi’s, Zara, Executive, Nevada, Pierre Cardin dan lainnya untuk pakaian,
pakaian dalam, alas kaki, tas dengan berbagai macam jenis dan mode. Selain itu,
tempat-tempat salon kecantikan seperti Johhny Andrean, Larissa, London Beauty
Center, dan lainnya yang dapat menunjang penampilan mereka.
Untuk pemasaran benda-benda konsumsi, para produsen menyebarluaskan
produknya lewat berbagai macam bentuk media, yaitu melalui media cetak
maupun media elektronik. Berbagai macam majalah fashion kini banyak dijumpai hampir di setiap pesisir toko yang ditata apik, rapi, dan menarik oleh para penjual,
sehingga membuat masyarakat tertarik untuk membelinya (Baudrillard, 2011).
Yes, Cosmopolitan, Gadis dan lain-lain, menampilkan model pakaian dan sepatu
yang bermerek terkenal dan mahal dari luar negeri. Akan tetapi, para wanita bisa
mendapatkan pakaian dan sepatu yang sedang trend itu di berbagai macam butik dan pusat perbelanjaan seperti mall yang ada di Indonesia. Tempat-tempat tersebut memberikan model pakaian yang hampir sama dengan pakaian dari
majalah tersebut dengan harga yang “miring” dan kualitas yang tidak kalah
dengan pakaian yang mahal. Kini masyarakat tak lagi mementingkan
kebutuhannya dalam membeli barang, tetapi mereka membeli barang-barang yang
sedang in saat ini karena gengsi, status sosial, maupun sekedar gaya hidup (life style) (Soedjatmiko, 2008).
Zaman sekarang ini wanita yang menjadi korban konsumtivisme sudah
mengidap shopaholic sebutan bagi mereka yang keranjingan belanja. Tidak banyak wanita yang dapat mengelak godaan untuk berbelanja saat digelar obral
atau diskon besar-besaran, melihat tulisan besar yang memampangkan diskon
dengan jumlah besar, setumpuk pakaian di keranjang dengan harga “miring”
siapapun orangnya akan tergoda dan menghampiri (YLKI, 2011).
Selanjutnya, ada beberapa contoh peristiwa yang berkaitan dengan
konsumtivisme. Contoh pertama, pada hari Jumat tanggal 25 November 2011
telah terjadi peristiwa di sebuah mall dibilangan Jakarta Pusat, yaitu sekitar 90 orang lebih mengantri Blackberry Bellagia atau 9790 murah di Pacific Place,
dirawat di ruang medis di belakang loket penjualan. Hal itu terjadi karena mereka
tidak kuat dengan kondisi yang berdesak-desakkan penuh orang (Lampost, 2011).
membludak di depan Sony Ericsson Flagship Store di Senayan City Jakarta.
Mereka rela mengantri hanya untuk mendapatkan ponsel Xperia Play yang pada
hari itu resmi dijual perdana di Indonesia (Chip, 2011).
Jumlah korban yang banyak pada antrian Blackberry “murah” dan ponsel
Sony Erricson xperia Play tersebut merupakan gambaran masyarakat yang
terjebak dalam konsumtivisme dalam konsumsi tersier, yaitu gadget. Pengantri tersebut tidak hanya berasal dari kalangan dewasa, namun juga berasal dari
kalangan remaja baik perempuan maupun laki-laki. Salah satu yang
mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli adalah iklan produk yang
berlabelkan merek barang mahal dan kecanggihan-kecanggihan teknologi yang
semakin diperbaharui dengan harga yang “miring”, yang ditampilkan di media
cetak maupun media elektronik.
Dari contoh fenomena-fenomena di atas, terlihat bahwa budaya
konsumtivisme semakin lama semakin merasuk dan erat dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Saat ini, orang berbelanja bukan lagi karena pertimbangan
rasional, tetapi karena emosional seperti gengsi. Berbelanja adalah salah satu
perilaku yang menunjukkan dasar keeksistensian manusia dan karakteristik
manusia yang hidup di zaman sekarang (Soedjatmiko, 2008). Seperti fenomena
pembelian Blackberry dan Sony Ericsson Experia Play, hasrat untuk memiliki
produk yang terbaru mendorong orang-orang memiliki gadget tersebut.
Dari penjelasan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat bagaimana
konsumtivisme yang terjadi pada wanita dewasa awal pada tiga wilayah
yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim, dan lainnya). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait
dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi seperti mobil dan motor;
pakaian, alas kaki, pakaian dalam, tas, asesoris, kosmetik, salon kecantikan).
Ketiga, kelompok benda informasi yang terkait dengan produksi yang bersifat
tersier (benda-benda informasi dan komunikasi; dan pencarian kesenangan seperti
ke mal, diskotik, dan olahraga).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti sampaikan di atas, maka
peneliti ingin mengetahui :
1. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok benda baku
yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, dan
lain-lain)?
2. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok teknologi dan
peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi
seperti motor dan mobil; pakaian, pakaian dalam, alas kaki, tas, asesoris,
kosmetik, dan salon kecantikan) ?
3. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok waktu luang
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui konsumtivisme
pada wanita dewasa awal, dalam tiga kelompok benda konsumsi, yaitu:
1. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan,
minuman, fast food, es krim dan lainnya).
2. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi
sekunder (alat transportasi seperti motor dan mobil; pakaian, pakaian dalam,
alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan).
3. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi seperti gadget, dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan tambahan wacana yang berkaitan dengan ilmu psikologi
konsumen dan psikologi perkembangan dewasa awal.
b. Memperkaya pengetahuan pembaca mengenai konsumtivisme wanita
dewasa awal pada ketiga kelompok benda konsumsi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat untuk subjek
Wanita pada dewasa awal khususnya yang masih memiliki sifat labil, bisa
keputusan dan bertindak dalam mengonsumsi suatu barang, dan supaya
10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsumtivisme
1. Pengertian Konsumtivisme
Konsumtivisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan
“isme”. Konsumtif adalah kata sifat yang memiliki kata dasar “consumptus”
(Latin), “consume” (Inggris), konsumsi (Indonesia). Konsumtif adalah sifat
mengkonsumsi, memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu. Di dalam
bahasa Inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan penggunaan
sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus
(Ishlahuddin, 2010). Oleh karena itu, konsumtivisme adalah berkonsumsi
dengan tidak lagi atas pilihan yang rasional berdasarkan kebutuhan, tetapi
lebih memperturutkan keinginannya Prehati (dalam Sulaksono, 2012).
Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) memberikan pengertian
konsumtivisme sebagai pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong
oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesengan semata-mata.
Soejatmiko (2008) menjelaskan bahwa konsumtivisme dalam artian
mengubah “konsumsi yang seperlunya” menjadi “konsumsi yang
mengada-ada”. Hal ini mengartikan bahwa konsumtivisme merupakan motivasi
seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan dasariah
yang ia perlukan sebagai manusia, melainkan terkait dengan hal lain, yakni
melainkan merek ternama yang terkandung di dalam barang tersebut. Jati diri
manusia terukur dari kemampuan memperoleh sesuatu.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
konsumtivisme adalah suatu sikap yang dimiliki individu dalam
mengkonsumsi produk berdasarkan hasrat, keinginan sesaat secara
berlebih-lebihan, dan boros, tanpa mementingkan kebutuhan yang utama.
2. Kriteria Konsumtif dan Kriteria Tidak Konsumtif
Ada beberapa kriteria konsumtivisme menurut beberapa ahli.
Kriteria konsumtivisme tersebut sebagai berikut; menurut Grinder (dalam
Lina & Rosyid, 1997) apabila seseorang mengkonsumsi barang hanya karena
keinginan dan kesenangan semata; Sumartono (dalam Sari, 2009)
mengkonsumsi barang dengan harga yang mahal, karena gengsi, dan untuk
menjaga penampilan; Heggelson dan Suphelen (dalam Ferinadewi, 2008)
suka barang yang bermerek dan mengikuti mode; dan menurut Mahdalena
(1998) membeli barang konsumsi lebih dari 4 kali dalam 1 bulan. Maka,
dapat disimpulkan kriteria konsumtivisme adalah :
1. Mengkonsumsi barang berdasarkan keinginan mendadak atau sesaat
2. Mengkonsumsi barang hanya karena rasa senang atau tertarik
3. Mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal
4. Mengkonsumsi barang demi menjaga penampilan dengan mengikuti mode
Dalam penelitian ini, seseorang dikatakan konsumtivisme apabila
memiliki atau memenuhi sekurangnya 2 dari 5 kriteria konsumtivisme yang
sudah ditentukan.
Sedangkan kriteria tidak konsumtif menurut Kusumo (2010)
adalah sebagai berikut:
1. Mengkonsumsi barang sesuai dengan kebutuhan
2. Mengkonsumsi barang tidak hanya berdasarkan keinginan sesaat
3. Konsumtivisme Berdasarkan Teori Sikap
Salah satu pendekatan psikologis pada konsumtivisme adalah
sikap. Sikap merupakan keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif,
dan perilaku yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan
berperilaku terhadap suatu objek (Secord & Backman, dalam Azwar, 2010).
Mann (dalam Azwar, 2010) menjelaskan ketiga komponen sikap
tersebut dibawah ini:
1. Komponen Kognitif
Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang
dimiliki individu mengenai sesuatu.
2. Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi.
3. Komponen Perilaku
Komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu
pemikiran, fakta, dan keyakinan yang dimiliki seseorang tentang suatu objek,
dan dipengaruhi oleh seluruh perasaan atau emosi yang dimiliki seseorang
terhadap pemikirannya tersebut untuk menilai suatu objek yang
diinginkannya, maka akan memunculkan suatu perilaku dari orang tersebut
untuk bereaksi atau bertindak terhadap objek tersebut (Azwar, 2010).
4. Konsumtivisme Pada Tiga Wilayah Konsumsi
Orang-orang mengkonsumsi barang tidak lagi untuk kebutuhan
yang utama pada sekarang ini. Mereka mengkonsumsi barang karena
keinginan mendadak atau sesaat, dan rasa senang atau tertarik. Lalu,
mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal, demi
menjaga penampilan dengan mengikuti mode, dan mengkonsumsi barang
lebih dari 4x dalam 1 bulan. Kriteria tersebut saat ini dijadikan orang-orang
sebagai “gaya hidup” (lifestyle). Istilah “gaya hidup” ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang stilistik (gaya)
(Featherstone, 2008). Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang,
pilihan makanan dan minuman, kendaraan, pilihan hiburan, dan seterusnya
dipandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari
pemiliki/konsumen (Featherstone, 2008).
Baudrillard (2011) mengatakan bahwa sesungguhnya manusia
tidak pernah terpuaskan secara aktual, sehingga segala kebutuhannya pun
Douglas dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008) menyatakan
bahwa kelas-kelas konsumsi didefinisikan dalam hubungannya dengan
konsumsi tiga kelompok benda, yaitu:
a. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer
(makanan, minuman, dan lainnya).
1. Makanan memiliki fungsi utama sebagai sumber energi untuk tubuh,
sedangkan memberikan rasa enak adalah fungsi tambahan dari
makanan. Maka, makanan enak adalah keinginan, bukan kebutuhan
(Kusumo, 2010). Berikut ini adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria
konsumtif:
Tidak konsumtif : Jika seseorang mengkonsumsi makanan yang
sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan pengeluaran tanpa
mengorbankan kebutuhan lain, seperti makan masakan ibu di
rumah, dan tidak makan di restoran .
Konsumtif : Apabila seseorang mengkonsumsi makanan yang
sesuai dengan hasrat/keinginan yang sesaat dan mengorbankan
pengeluaran untuk kebutuhan yang lain, seperti makan di restoran
atau kafe yang mewah, jajan makanan kecil, minuman ringan atau
ketika berada di mal belanja makanan yang banyak.
b. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor
produksi sekunder, yaitu (alat transportasi seperti motor dan mobil; baju,
celana, pakaian dalam, rok, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah,
1. Menggunakan alat transportasi adalah salah satu alat yang membantu
kegiatan manusia untuk berpergian (Kusumo, 2010). Berikut ini adalah
kriteri tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:
Tidak konsumtif : Apabila seseorang mempunyai dan
menggunakan kendaraan tersebut sesuai dengan kebutuhannya.
Konsumtif : Apabila seseorang mempunyai membeli kendaraan
dengan harga yang mahal karena gengsi, tanpa digunakan sesuai
dengan kebutuhan.
2. Sandang adalah kebutuhan kita agar terlindung dari cuaca (Kusumo,
2010). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:
Tidak konsumtif : Apabila seseorang membeli pakaian, pakaian
dalam, alas kaki, dan asesoris dengan tidak mementingkan hasrat
semata, dan sesuai dengan kebutuhan.
Konsumtif : Jika seseorang membeli pakaian, pakaian dalam, alas
kaki, dan asesoris hanya karena keinginan sesaat, gengsi dengan
merek terkenal dan mahal, menjaga penampilan dengan mengikuti
mode, dan membeli lebih dari 4x dalam 1 bulan.
3. Kosmetik dan salon kecantikan adalah kebutuhan untuk merawat diri
(Kusumo, 2010). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria
konsumtif:
Tidak konsumtif : Apabila seseorang membeli kosmetik dan pergi
ke salon sesuai dengan kebutuhannya, digunakan untuk merawat
Konsumtif : Apabila seseorang menggunakan kosmetik dan pergi
ke salon karena gengsi dengan merek terkenal dan mahal, menjaga
penampilan dengan mengikuti mode, dan hanya memenuhi
keingianan sesaat.
c. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi; dan pencarian
kesenangan).
1. Benda-benda informasi atau lebih sering didengar dengan sebutan
gadget (alat yang praktis) seperti handphone, tab (tablet), laptop yang disertai aplikasi dan fitur Wi-Fi yang memudahkan para penggunanya
untuk browsing dan searching informasi yang sedang uptodate
(Baudrillard, 2011). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria
konsumtif:
Tidak konsumtif : Jika membeli sesuai dengan kebutuhan dan
cenderung tidak ganti model.
Konsumtif : Apabila seseorang membeli gadget dengan merek terkenal dan harga yang mahal, karena gengsi, dan sering ganti
mengikuti model produk yang baru.
2. Saat ini, olahraga dapat dikatakan sebagai sarana “pencarian
kesenangan”. Artinya, bahwa kini orang tidak lagi memandang bahwa
olahraga itu penting untuk kesehatan, tetapi untuk mempercantik diri
(Baudrillard, 2011). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria
konsumtif:
Tidak konsumtif : Olahraga untuk kebutuhan kesehatan dan
cenderung tidak mengeluarkan biaya seperti jogging, naik sepeda,
sit-up, push-up.
Konsumtif : Olahraga sebagai “gaya hidup” dengan harga yang
mahal karena gengsi, tempat yang nyaman dan bagus, seperti
fitness, pilates, bellydance, salsa, aerobik, dan bukan lagi hanya
sekedar sehat, tetapi juga sebagai ajang untuk “tampil” diri dan
karena gengsi.
3. Selain itu, pergi ke kafe, restoran, diskotik, nonton film di bioskop,
tempat karaoke, dan mall adalah sebagai tempat pencarian kesenangan
dan sudah menjadi “gaya hidup” saat kini (Soedjatmiko, 2008).
Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:
Tidak konsumtif : Apabila pergi ke kafe, restoran, diskotik,
bioskop, karaoke, mall tidak lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.
Konsumtif : Jika pergi ke kafe, restoran, diskotik, bioskop, mall
hanya untuk keinginan sesaat, dan gengsi harus main bersama
teman di mal.
5. Wanita Dewasa Awal Sebagai Sasaran Produsen Benda-Benda Konsumsi
Bagi produsen, wanita adalah salah satu pasar yang potensial.
Alasannya antara lain, karena perempuan Indonesia usia 20-an mulai
makeup. Polesan kosmetik tersebut gunanya untuk mencari kelebihan pada wajah dan menutupi kekurangannya (Zakiya, 2012). Wanita yang berumur
antara 17-24 tahun memiliki perilaku serta cara hidup outer-directed yaitu fase hidup dimana mereka mempunyai perilaku bergejolak dan biasanya
hanya sebentar. Konsumen ini sifatnya hanya sebagai conformers dan
innovator dan suka mencoba produk baru (Nandityasari, 2009). Dittmar (dalam Fitriana & Koentjoro, 2009) menjelaskan bahwa beberapa orang
wanita dewasa, kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan,
yaitu sebagai alat untuk mengatur emosi, cara untuk mengekspresikan atau
membangun identitas diri.
Di dalam pemasaran produk, produsen akan menentukan
segmentasi pasar untuk membidik sasarannya. Segmentasi pasar dapat
didefinisikan sebagai proses membagi pasar menjadi irisan-irisan konsumen
yang khas yang mempunyai kebutuhan atau sifat yang sama dan kemudian
memilih satu atau lebih segmen yang akan dijadikan sasaran bauran
pemasaran yang berbeda (Kasip, 2008). Beberapa contoh produk melalui
iklan yang mengarah ke segmen pasar wanita, yaitu kosmetik (merek
Maybelin, Pond’s, Red-A, dan lain); pakaian (merek Logo, Lea, dan
lain-lain); sepatu (merek New Era, Eagle, dan lain-lain-lain); alat telekomunikasi
(handphone Blackberry, Samsung, Nokia, Sony Erricson, dan lain-lain) yang memiliki fitur kamera, jejaring sosial, musik, yang mendukung
keeksistensialan wanita; dan alat transportasi (motor dan mobil) yang di
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
konsumtivisme menawarkan kebebasan individu untuk memenuhi aspirasi
keinginannya tersebut, sehingga para wanita terjebak dalam budaya
konsumtivisme yang secara tidak langsung diciptakan oleh produsen.
B. Pencarian Identitas Pada Wanita Dewasa Awal
Masa dewasa awal (early adulthood) dimulai pada usia 20 tahun sampai 40 tahun (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Kenniston (dalam Santrock,
2002) berpendapat bahwa kaum muda tidak menetapkan pertanyaan-pertanyaan
yang jawabannya suatu saat akan menentukan masa dewasanya,
pertanyaan-pertanyaan tentang hubungan seseorang dengan masyarakat, tentang pekerjaan,
tentang peran sosial, dan gaya hidup. Dalam hal ini, kaum muda dapat dikatakan
masih dalam perkembangan pencarian identitas.
Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) menjelaskan
bahwa krisis identitas jarang terselesaikan secara penuh di masa remaja, isu-isu
yang berkaitan dengan identitas akan muncul lagi berulang kali sepanjang
kehidupan masa dewasa.
Zakiya (2012) menuturkan bahwa survei yang dilakukan pada
3.000 perempuan di 9 kota besar (Medan, Palembang, Jabodetabek, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makasar) menunjukkan hasil
bahwa di awal usia 20 – 24 tahun, perempuan Indonesia mulai memperhatikan
kosmetik tersebut gunanya untuk mencari kelebihan pada wajah dan menutupi
kekurangannya.
Terkait penelitian ini, pencarian identitas terfokus pada wanita
dewasa awal dengan rentang usia 20 – 24 tahun. Sulaksono (2012) menuturkan
bahwa meskipun konsumtivisme dapat terjadi pada wanita maupun pria, namun
seolah-olah sudah tertanam citra dalam masyarakat bahwa wanita selama ini lekat
dengan konsumtivisme. Menurutnya, ada beberapa alasan wanita lekat dengan
pola hidup konsumtif. Pertama, konstruksi sosial menempatkan perempuan harus
selalu berpenampilan cantik dan menarik untuk mencapai identitas dirinya. Oleh
karena itu, banyak produk yang dibutuhkan terkait tiga benda konsumsi (primer,
sekunder, dan tersier), seperti produk untuk diet, kosmetik, fashion (pakaian, alas kaki, tas, aksesoris) , ke salon, gadget, berbagai macam bentuk olahraga (aerobic,
bellydance, salsa, dan lain-lain). Kedua, banyak produk yang ditawarkan pada wanita.
C. Konsumtivisme Pada Wanita Dewasa Awal
Kini, manusia mengkonsumsi bukan lagi hanya sekedar memakai
atau menggunakan produk suatu barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan. Akan
tetapi, saat ini manusia mengkonsumsi barang berdasarkan 5 kriteria
konsumtivisme, yaitu (1) menggunakan suatu barang atau jasa karena hasrat dan
keinginan semata. (2) mengkonsumsi barang hanya karena rasa senang atau
tertarik, (3) mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal, (4)
(5) mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1. Barang konsumsi apa yang
mereka pahami, rasakan, akan menentukan perilaku mereka dalam mengkonsumsi
suatu barang (Azwar, 2010).
Konsumtivisme juga sudah melekat pada kaum wanita. Hal ini
dikarenakan terdapat konstruksi sosial yang mengharuskan wanita berpenampilan
cantik dan menarik dalam rangka pencarian identitas diri (Sulaksono, 2012).
Dengan demikian, wanita rawan terjebak konsumtivisme. Lindzey (dalam
Sulistyowati, 1989) menjelaskan bahwa wanita lebih mudah terpengaruh
disebabkan karena penerimaan berita yang lebih efektif pada wanita, sebab pada
kenyataannya wanita umumnya lebih bersifat verbal, lebih cenderung
memperhatikan dan memahami kata-kata yang diucapkan atau ditulis. Di dalam
pengukuran konsumtivisme, ketiga komponen sikap tersebut akan dilihat
berdasarkan tiga bentuk atau wilayah konsumsi menurut Douglas dan Isherwood
(dalam Featherstone, 2008), yaitu:
1. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan,
minuman, fast food, es krim dan lainnya).
2. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi
sekunder (alat transportasi seperti motor dan mobil, dan pakaian, pakaian
dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan).
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana
konsumtivisme wanita dewasa awal dengan rentang usia 20-24 tahun. Menurut
Zakiya (2012) wanita pada usia tersebut masih mencari identitas dirinya terhadap
tiga wilayah benda konsumsi seperti, pertama kelompok benda baku yang terkait
dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim, dan lain-lain). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor
produksi sekunder , yaitu alat transportasi seperti motor dan mobil; dan pakaian,
pakaian dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan. Ketiga,
kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier, yaitu benda-benda informasi dan konsumsi (gadget); dan pencarian kesenangan (ke mal, diskotik, olahraga).
Alur pemikiran di atas membentuk kerangka konseptual penelitian
ini yang dapat disajikan secara visual dalam gambar 1.
Gambar 1 : Bagan Kerangka Konseptual
Makanan
WANITA IDENTITAS KONSUMTIVISME Teknologi
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari
satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok (Effendi & Tukiran, 2012). Penelitian survei ini digunakan untuk
mengetahui konsumtivisme pada wanita dewasa dalam tiga wilayah konsumsi,
yaitu primer, sekunder, dan tersier dengan rentang usia 20 sampai 24 tahun.
B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah
konsumtivisme pada wanita dewasa awal dalam tiga wilayah konsumsi, yaitu
primer, sekunder, dan tersier dalam rangka pencarfian identitas diri.
Konsumtivisme adalah suatu sikap yang dimiliki individu dalam mengkonsumsi
barang karena keinginan mendadak atau sesaat, mengkonsumsi barang hanya
karena rasa senang atau tertarik, mengkonsumsi barang demi gengsi karena
bermerek dan mahal, mengkonsumsi barang demi menjaga penampilan dengan
mengikuti mode, dan mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1 bulan. Erikson
terselesaikan secara penuh di masa remaja, isu-isu yang berkaitan dengan identitas
akan muncul lagi berulang kali sepanjang kehidupan masa dewasa.
Hal ini yang menyebabkan kaum muda khususnya wanita masih
mencari identitas dirinya yang mudah terjebak pada hasrat/keinginan daripada
kebutuhan rasional. Oleh sebab itu, wanita cenderung konsumtif, yang
berkonsumsi secara berlebih-lebihan, boros dalam penggunaan uang, dan membeli
produk hanya karena keinginan semata.
Wanita dikatakan konsumtif apabila memiliki sekurangnya 2 dari 5
kriteria sebagai berikut: (1) mengkonsumsi barang karena keinginan mendadak
atau sesaat, (2) mengkonsumsi barang hanya karena rasa senang atau tertarik, (3)
mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal, (4)
mengkonsumsi barang demi menjaga penampilan dengan mengikuti mode, dan
(5) mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1 bulan.
Di dalam pemenuhan ketiga wilayah konsumsi, ada mekanisme
mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, yang
akan menentukan kecenderungan perilaku manusia terhadap sesuatu yang sedang
dihadapi, yang disebut dengan fenomena sikap (Azwar, 2010). Sikap merupakan
keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek
Secord & Backman (dalam Azwar, 2005). Penelitian ini akan menggali lebih
dalam mengenai bentuk-bentuk konsumtif berdasarkan tiga wilayah konsumsi,
yaitu primer, sekunder, dan tersier yang dilihat berdasarkan komponen sikap yaitu
menunjukkan konsumtivisme ini berdasarkan pada jenis/bentuk wilayah konsumsi
menurut Douglas dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008), yaitu :
1. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan
kesukaan, makanan pokok, minuman kesukaan, kopi, minuman beralkohol, fast food, ngemil, ice cream, merokok, dan diet).
2. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi
sekunder (kendaraan, helm, baju, celana, rok, pakaian dalam, sepatu, sandal,
tas, asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh, dan salon
kecantikan).
3. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi tersier (gadget, mal, diskotik, dan olahraga)
Konsumtivisme pada tiga wilayah konsumsi, yaitu primer, sekunder,
dan tersier, dapat diungkap berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait
komponen-komponen sikap. Pertama, komponen kognitif dapat diungkap dari
benda-benda apa saja yang dikonsumsi, merek yang digunakan, dan harga barang.
Kedua adalah komponen afektif atau perasaan yang dapat diungkap dari suka dan
tidaknya mengonsumsi barang, alasan mengonsumsi barang, dan alasan
menggunakan merek. Kemudian, yang ketiga adalah komponen perilaku yang
dapat diungkap dari frekuensi atau jangka waktu mengkonsumsi, jumlah
mengkonsumsi, jumlah yang dimiliki, membeli secara mendadak atau tidak, dan
tempat membeli.
Peneliti juga menambahkan pertanyaan pada kuesioner tentang uang
seberapa konsumtif atau borosnya subjek penelitian. Apabila uang saku dengan
uang pengeluaran sama besarnya, maka dapat dikatakan subjek tersebut
konsumtif. Selain itu, peneliti juga menambah pertanyaan untuk mengkroscek
ulang kepada subjek mengenai konsumtif atau tidaknya diri mereka untuk
mempertanggungjawabkan hasil penelitian tersebut.
C. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa awal yang terdiri
dari mahasiswi tingkat akhir dan pekerja. Pemilihan subyek dilakukan dengan
menggunakan tekhnik sampel bola salju, yaitu merupakan metode penentuan
sampel yang pada awalnya sangat kecil jumlahnya karena keterbatasan informasi.
Kemudian sampel yang pertama kali dipilih disuruh menyebutkan rekan-rekannya
yang memiliki karakteristik yang sama dengan mereka (Effendi dan Tukiran,
2012). Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa awal
dengan rentang usia 20 sampai 24 tahun, mahasiswi tingkat akhir, dan pekerja.
Dalam penelitian ini mengambil 30 subyek. Subjek penelitian ini terdiri dari
mahasiswi tingkat akhir dan wanita pekerja yang berada di wilayah Yogyakarta
dan Jakarta. Di wilayah Jakarta, peneliti menyebarkan angketnya melalui email, sedangkan di Yogyakarta dengan menyebarkan angket secara langsung. Peneliti
memilih sasaran penelitian di wilayah Yogyakarta dan Jakarta, karena kepraktisan
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam mengumpulkan
data adalah kuesioner atau angket. Azwar (2009) menjelaskan bahwa angket
adalah data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh
subjek dan pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung terarah kepada
informasi mengenai data yang hendak diungkap. Angket yang digunakan dalam
penelitian ini dengan menggunakan pertanyaan terbuka, dimana responden
diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini berisikan
pertanyaan-pertanyaan terbuka tentang tiga wilayah konsumsi, yaitu primer, sekunder, dan
tersier yang dikaitkan dengan komponen sikap, yaitu komponen kognitif, afektif,
dan perilaku. Angket penelitian ini terdiri dari 27 aitem pokok yang terdiri dari
makanan kesukaan, makanan pokok, minuman kesukaan, kopi, minuman
beralkohol, fast food, ngemil, es krim, merokok, diet, kendaraan, helm, baju, celana, rok, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah, salon
kecantikan, kosmetik rambut dan tubuh, gadget, mal, diskotik, dan olahraga. Kemudian ditambahkan 2 aitem mengenai uang saku/pendapatan per bulan dan
pengeluaran per bulan.
Setiap aitem pokok tersebut akan diungkap berdasarkan komponen
sikap dan sesuai dengan kriteria konsumtivisme. Pertama yaitu, komponen
kognitif dapat diungkap dari benda-benda apa saja yang dikonsumsi, merek yang
digunakan, dan harga barang. Jawaban akan sesuai dengan kriteria konsumtivisme
komponen afektif atau perasaan yang dapat diungkap dari suka dan tidaknya
mengkonsumsi barang, alasan mengkonsumsi barang, dan alasan menggunakan
merek. Jawaban akan sesuai dengan kriteria konsumtivisme apabila alasannya
karena keinginan sesaat, karena rasa senang atau tertarik, karena gengsi, dan
untuk menjaga penampilan. Kemudian, yang ketiga adalah komponen perilaku
yang dapat diungkap dari frekuensi atau jangka waktu mengkonsumsi, jumlah
mengkonsumsi, jumlah yang dimiliki, membeli secara mendadak atau terencana,
dan tempat membeli. Jawaban akan sesuai dengan kriteria konsumtivisme apabila
membeli secara mendadak, membeli lebih dari 4x dalam 1 bulan, dan jumlah
barang yang dimiliki banyak. Berikut ini akan disajikan blue print angket konsumtivisme :
Table 3.1
Blue Print Angket Konsumtivisme
Wilayah Konsumsi
Primer Sekunder Tersier K
dikonsumsi 1. Makanan kesukaan
waktu
mengkonsumsi
13. Salon kecantikan 2.Jumlah
mengkonsumsi 3.Jumlah yang
dimiliki
4. Membeli secara mendadak atau terencana 5. Tempat membeli
Dalam pengisian angket konsumtivisme ini, peneliti menggunakan
pertanyaan terbuka. Peneliti menggunakan 2 cara untuk menyebarkan angket
tersebut, yaitu dengan menyebarkan secara langsung kepada 15 subjek (wilayah
Yogyakarta) dan melalui email kepada 15 subjek lain (wilayah Jakarta) dengan angket yang sama. Peneliti melakukan print out angket-angket yang melalui
email, agar mempermudah peneliti dalam pengoreksian bersama dengan 15 angket yang disebar secara langsung. Kemudian, cara mengerjakannya yaitu,
subjek mengisi angket tersebut dengan menulis atau mengetik jawaban sesuai
dengan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti .
E. Pertanggung Jawaban Mutu Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian kuantitatif, kualitas data dipertanggung jawabkan
lewat kualitas instrumen dengan cara menguji validitas dan reliabilitas kuesioner:
1. Validitas
Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur itu
mengukur apa yang ingin diukur (Effendi & Tukiran, 2012). Validitas yang
alat pengukur yang ditentukan oleh sejauhmana isi alat pengukur tersebut
mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Effendi
& Tukiran, 2012). Pada penelitian ini, alat pengukuran yaitu berupa angket
yang dibuat sesuai dengan aspek kerangka konsep tiga wilayah konsumsi
(primer, sekunder, dan tersier) yang berdasarkan pada teori sikap (kognitif,
afektif, dan perilaku), yang tercetak pada blue print. 2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Effendi & Tukiran,
2012). Reliabilitas alat pengumpulan data pada kuesioner ini tidak diujikan
secara formal, karena bukan skala dan tidak dapat terukur dengan angka
(Wardhani, 2007). Pengujian reliabilitas kuesioner konsumtivisme dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengkroscek jawaban subjek. Kroscek
jawaban subjek dilakukan dengan memberikan 3 pertanyaan tambahan, yaitu:
(1) Apakah mereka konsumtif atau tidak? (2) Berapa uang saku atau
pendapatan dalam 1 bulan? (3) Berapa pengeluaran dalam 1 bulan?
F. Teknik Mengolah dan Analisis Data
Dalam pengolahan angket penelitian yang bertujuan untuk
mengungkap konsumtivisme pada wanita dengan rentang usia 21-25 tahun
berdasarkan kriteria konsumtivisme, dapat diolah dengan menggunakan cara
1. Mengelompokkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga
barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan
menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang
dimiliki, membeli secara mendadak atau tidak, dan tempat membeli pada setaip
wilayah tiga konsumsi yaitu primer, sekunder, dan tersier.
2. Membuat turus berdasarkan jawaban responden mengenai jenis benda
konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga barang, suka atau tidak suka
mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan menggunakan merek, jangka
waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang dimiliki, membeli secara
mendadak atau tidak, dan tempat membeli pada setiap wilayah tiga konsumsi
yaitu primer, sekunder, dan tersier yang sudah dikelompokkan terlebih dahulu .
3. Memilih data mengenai jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga
barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan
menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang
dimiliki, dan tempat membeli yang sudah dibuat turus sesuai dengan kriteria
konsumtivisme.
3. Mengelompokkan wilayah konsumsi apa saja yang paling banyak dikonsumsi
oleh para responden yang sesuai dengan kriteria konsumtivisme.
Selanjutnya, data hasil penelitian survei konsumtivisme akan
dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi. Keseluruhan data yang telah
disusun dan diolah akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
persentasenya, sehingga peneliti dapat mendeskripsikan dan menganalisa hasil
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
mendeskripsikan hasilnya dari frekuensi dan prosentase dari aitem/kategori tiga
wilayah konsumsi:
1. Mendeskripsikan hasil tabel frekuensi dan prosentase dari wilayah konsumsi
primer berdasarkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga
barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan
menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang
dimiliki, dan tempat membeli yang paling banyak jumlahnya dan sesuai
dengan kriteria konsumtivisme.
2. Mendeskripsikan hasil tabel frekuensi dan prosentase dari wilayah konsumsi
sekunder berdasarkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga
barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan
menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang
dimiliki, dan tempat membeli yang paling banyak jumlahnya dan sesuai
dengan kriteria konsumtivisme.
3. Mendeskripsikan hasil tabel frekuensi dan prosentase dari wilayah konsumsi
tersier berdasarkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga
barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan
menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang
dimiliki, dan tempat membeli yang paling banyak jumlahnya dan sesuai
dengan kriteria konsumtivisme.
4. Menarik kesimpulan dengan mengurutkan wilayah konsumsi apa yang paling
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 2 Agustus 2012 sampai
tanggal 12 September 2012. Penelitian dilakukan di dua daerah, yaitu Yogyakarta
dan Jakarta. Subjek penelitian ini adalah wanita dewasa awal dengan rentang usia
20 tahun sampai 24 tahun. Subjek penelitian ini berlatar belakang mahasiswi
tingakt akhir maupun yang sudah bekerja. Subjek penelitian ini terdiri dari 30
orang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner
konsumtivisme di tiga wilayah konsumsi, yaitu konsumsi primer, sekunder, dan
tersier.
Dalam melakukan pengambilan data, peneliti melakukan dua teknik
penyebaran angket, yaitu melalui email dan menyebarkan secara langsung kepada sasaran penelitian. Peneliti membagi menjadi dua bagian, yaitu 15 orang melalui
email dengan lokasi di Jakarta, sedangkan 15 orang melalui sebaran angket secara langsung dengan lokasi di Yogyakarta. Peneliti juga meminta bantuan kepada
subjek di daerah Yogyakarta untuk memberikan angket kepada teman subjek yang
memiliki karakteristik subjek penelitian, yaitu memiliki usia antara 20 – 24 tahun,
mahasiswi tingkat akhir, dan pekerja. Angket yang diberikan kepada subjek
berupa pertanyaan terbuka, yang dapat diisi secara langsung dan bebas dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan. Setelah pengisian angket tersebut, subjek
B. Deskripsi Subjek
Subjek penelitian ini adalah wanita dewasa awal dengan rentang usia
20 tahun sampai 24 tahun. Subjek ini berjumlah 30 orang yang diantaranya
seorang mahasiswi dan pekerja. Pemilihan subjek penelitian ini berdasarkan
kriteria penelitian yaitu wanita dewasa awal dengan rentang usia 20-24 tahun,
mahasiswi, dan pekerja.
Subjek yang dipilih juga memiliki lokasi di daerah Jakarta dan
Yogyakarta. Hal ini dikarenakan alasan kepraktisan peneliti dalam mencari
subjek. Identitas subjek dapat disajikan lebih jelas di bawah ini:
Table 4.2 Identitas Subjek
Wilayah Usia Status Jumlah
Pekerja Mahasiswi
Jakarta 21-22 tahun 3 12 15 Yogyakarta 21-24 tahun - 15 15
Total 3 27 30
C. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian survei yang dilakukan bahwa 1 subjek bisa
menjawab lebih dari 1 jawaban atau tidak semua subjek menjawab, dan diperoleh
hasil konsumtivisme terkait tiga wilayah konsumsi, yaitu konsumsi primer,
sekunder, dan tersier sebagai berikut.
1. Konsumsi Benda Primer
jenis-jenis makanan kesukaan sebagai berikut; (1) gorengan (tempe, tahu
goreng, dan lainnya) sebesar ( 9 atau 35%); (2) pasta (spaghetti, pizza, dan
lainnya) sebesar ( 6 atau 23%); (3) bakmi dan bakso sebesar (5 atau 19%);
(4) Japanese food, Chinese food, kue, coklat, dan sayur sebesar (3 atau 11%); (5) western food (steak, smoked beef) sebesar (2 atau 8%); dan (6) sate sebesar (1 atau 4%). Dari sejumlah 36 respon, diperoleh harga makanan
tersebut paling banyak berkisar di bawah Rp 10.000,00 ( 16 atau 44%) dan
diantara Rp 10.000,00 – Rp 50.000,00 (16 atau 44%). Responden paling
banyak membeli makanan tersebut karena enak, yaitu ( 22 atau 64,7%) dari
34 respon. Dalam frekuensi mengkonsumsi makanan tersebut, responden
paling banyak mengkonsumsi 1 kali dalam 1 hari, yaitu sebesar ( 9 atau
32%) dari 28 respon. Tempat yang sering dikunjungi responden untuk
mengkonsumsi makanan tersebut adalah di warung makan, yaitu sebesar (15
atau 44%) dari 34 respon. Dalam mengkonsumsi makanan kesukaan, paling
banyak responden membeli secara terencana, yaitu (18 atau 60%) dari 30
respon.
b. Wilayah konsumsi primer yang kedua adalah makanan pokok. Dari 30 subjek, sebanyak 38 respon yang diperoleh dari hasil jenis-jenis makanan
pokok yang disukai, yaitu (1) nasi putih (20 atau 52%); (2) lauk (ayam,
tempe, tahu, dll) (8 atau 21%); (3) nasi goreng (4 atau 11%); (4) sayur (3
atau 8%); (5) nasi merah, nasi kuning, dan oatmeal (3 atau 8%). Dari sejumlah 35 respon, diperoleh harga untuk makanan tersebut paling banyak
responden suka pada makanan tersebut paling banyak karena membuat
kenyang, yaitu sebesar (15 atau 56%) dari 27 respon. Dalam mengkonsumsi,
responden paling banyak mengkonsumsi makanan tersebut 2 kali dalam 1
hari (15 atau 42%) dari 36 respon. Tempat yang sering dikunjungi
responden untuk mengkonsumsi makanan tersebut adalah di rumah makan
dan rumah pribadi, yaitu sebesar 14 (58%) dari 24 respon.
c. Wilayah konsumsi primer yang ketiga adalah minuman kesukaan. Dari 30 subjek, sebanyak 37 respon yang diperoleh dari jenis- jenis minuman
kesukaan yang disukai, yaitu (1) air putih (10 atau 27%); (2) es teh (6 atau
16%); (3) jus buah (5 atau 13%); (4) es jeruk dan susu (8 atau 22%); (5)
green tea (3 atau 9%); (6) minuman coklat, es kelapa, coffemix, lemon tea,
dan cocktail (5 atau 13%). Dari sejumlah 31 respon, diperoleh harga untuk minuman tersebut paling banyak berkisar antara Rp 1.000,00 – Rp
10.000,00 (23 atau 74%). Responden suka minuman tersebut alasannya
paling banyak karena sehat dan segar , yaitu (12 atau 48%) dari 25 respon.
Frekuensi mengkonsumsi minuman tersebut paling banyak 1 kali dalam 1
hari, yaitu sebesar 13 (43,3%) dari 30 respon. Tempat yang sering
dikunjungi responden untuk mengkonsumsi minuman tersebut adalah di
warung makan (15 atau 58%) dari 26 respon. Dalam mengkonsumsi
minuman kesukaan, paling banyak responden membeli secara terencana,
yaitu sebesar 17 (63%) dari 27 respon.
sejumlah 11 respon, subjek paling banyak suka mengkonsumsi kopi karena
rasanya enak (5 atau 45%). Dari sejumlah 19 respon, diperoleh harga kopi
tersebut paling banyak di bawah Rp 10.000,00, yaitu sebanyak 12 (63%).
Dalam mengkonsumsi kopi, responden paling banyak mengkonsumsi 1 kali
dalam 1 hari (6 atau 55%) dari 11 respon. Tempat yang sering digunakan
responden untuk meminum kopi adalah di kos, yaitu sebanyak 5 (50%) dari
10 respon. Dalam mengkonsumsi kopi, paling banyak responden membeli
secara mendadak, yaitu 12 (40%) dari 21 respon.
e. Wilayah konsumsi primer yang kelima adalah minuman beralkohol. Dari 30 subjek, subjek yang suka atau pernak minum minuman beralkohol sebanyak
17 (56,7%). Responden yang suka atau pernah minum minuman beralkohol
dengan alasan paling banyak karena ingin mencoba, yaitu sebanyak 11
(65%) dari 17 respon. Dari sejumlah 32 respon, jenis minuman beralkohol
yang dikonsumsi adalah (1) vodka (11 atau 34%); (2) wine dan beer (9 atau 28%); (3) cocktail (5 atau 16%); (4) whisky (4 atau 13%); (5) teaquilla (2 atau 6%); dan (6) tuak (1 atau 3%). Dari 49 respon, diperoleh jenis merek
minuman alkohol tersebut adalah (1) Jack Daniel dan Beer Bintang (14 atau
29%); (2) Mix Max (5 atau 10%); (3) Heineken dan Topi Miring (6 atau
13%); (4) Johnny Walker, Baileys, Sparkling, Red Label, Absolute Blue,
dan Martini (12 atau 24%); dan (5) Chivas, Black Label, Portwine,
Mansions, Bakardi, King Robert, Soju, Cosmopolitan, Cointreau, Myer’s
Rhum, Yellow Tail, dan Greensands (12 atau 24%). Dari sejumlah 20