• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA

TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER,

DAN TERSIER

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Evrita Rosari

089114066

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

Oleh :

Evrita Rosari

NIM : 089114066

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing

(3)

iii

SKRIPSI

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

Oleh :

Evrita Rosari

NIM : 089114066

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 11 Desember 2012

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Penguji I : Prof. A. Supratiknya, Ph.D. ……….

Penguji II : Dewi Soerna. A, M.Psi. ……….

Penguji III : Monica E.M, M.Psych. ……….

Yogyakarta, ………

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

T his undergraduate thesis is dedicated to

M y strength, Jesus Christ and Our Lady

M y best and lovely parents and lovely little

brother

M y mood booster, my sweetheart and his sisters

(5)

v

HALAMAN MOTTO

Kejujuran, Kesabaran, Ketekunan,

dan Kesetiaan adalah kunci

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak membuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telash disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,17 Januari 2013

Penulis

(7)

vii

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

Evrita Rosari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan melihat konsumtivisme wanita dewasa awal pada tiga wilayah konsumsi, yaitu konsumsi primer (makanan, minuman, minuman beralkohol, kopi, fast food, cemilan, es krim, rokok, dan diet); sekunder (baju, celana, rok, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh, dan salon kecantikan) dan tersier (gadget, mal, diskotik, dan olahraga). Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang wanita yang terdiri dari mahasisiwi tingkat akhir dan pekerja di wilayah Yogyakarta dan Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan non-scaled questionnaire tentang sikap konsumtif, meliputi komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Pertanyaan yang digunakan pada angket ini adalah pertanyaan terbuka. Kredibiltas angket konsumtivisme diujikan dengan mengkroscek ulang pertanyaan kepada subjek mengenai “Apakah mereka konsumtif atau tidak?”. Pengolahan data dilakukan secara manual, yaitu dengan menghitung jumlah turus dari jawaban subjek yang sudah dikelompokan atau dikategorisasikan terlebih dahulu oleh peneliti. Data kemudian dianalisis dengan mendeskripsikan frekuensi/jumlah dan prosentase jawaban yang sesuai dengan kriteria konsumtivisme. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wanita dewasa awal lebih konsumtif pada konsumsi tersier, yaitu gadget (smartphone (Blackberry) dan laptop). Kedua, konsumsi sekunder, yaitu pada (baju, celana, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh). Ketiga adalah konsumsi primer, yaitu (fast food, es krim, dan cemilan). Kemudian, hampir rata-rata responden menghabiskan uang sakunya dalam 1 bulan untuk membeli barang-barang yang dikonsumsi, seperti uang saku di atas Rp 3.000.000,00 sama besarnya dengan uang pengeluaran yaitu sebesar (10%), dan uang saku di antara Rp 1.000.000,00-Rp 3.000.000,00 sebesar (56,7%), dengan jumlah uang yang sama, pengeluarannya sebesar (46,7%).

(8)

viii

YOUNG ADULT WOMEN’S CONSUMERISM ON THREE CONSUMPTION AREAS: PRIMARY, SECONDARY, AND TERTIARY

Evrita Rosari

ABSTRACT

This research aimed to see young adult women’s consumerism on three consumption areas, the primary consumption (food, drink, alcoholic drink, coffee, fast food, snack, ice cream, cigarette, and diet), secondary (shirt, pant, skirt, lingerie, shoe, sandal, bag, accessories, facial cosmetic, hair and body cosmetic, and beauty salon), and tertiary (gadget, mall, disco, and sport). The subjects of this study were 30 women consisting of university students who were on last year and workers in Yogyakarta and Jakarta. Data collection was performed with non-scaled questionnaire about consumer attitudes including the components of cognitive, affective, and behavior. The question used in this questionnaire is an open question. The consumerism credibility questionnaire was tested by re-cross check questions to the subject of “Are they consumer or not?”. Data processing is done manually, by counting the pillar number of the subject answer that have been classified or categorized in advance by the researcher. Then, the data was analyzed to describe the frequency/number and the percentage of answer that match the consumerism criteria. The result of this research indicated that young adult women more consumptive on tertiary consumption, that is gadget (smartphone (Blackberry) and a laptop). Second, secondary consumption (shirt, pant, lingerie, shoe, sandal, bag, accessories, facial cosmetic, hair and body cosmetic). Third is the primary consumption (fast food, ice cream, and snack). Then, almost the average respondent spends her pocket money in one month to buy goods that are consumed, such as the allowance above Rp 3,000,000.00 as large as the expenditure of money that is equal to (10%), and pocket money between Rp 1,000,000.00 - Rp 3,000,000.00 amount (56.7%), with the same amount of money, expenditure amounted to (46.7%).

(9)

ix

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Evrita Rosari

NIM : 089114066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

KONSUMTIVISME WANITA DEWASA AWAL PADA TIGA WILAYAH KONSUMSI: PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain., mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin kepada saya

maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 17 Januari 2013

Yang menyatakan

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kasih dan rahmat dari Tuhan Yesus Kristus yang selalu

membimbing penulis dalam menyelesaikan skipsi ini. skripsi ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi di

Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari banyak kendala dan keterbatasan yang mengiringi

penulisan skripsi ini, namun dengan bantuan dari banyak pihak akhirnya skripsi

ini dapat diselesaikan. Sadar akan keterbatas itu, maka penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu

memberikan candaan, senyuman, bimbingan, arahan dan semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang sudah mengajar dan berbagi ilmu kepada penulis.

4. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie yang sudah membantu kelancaran

pengurusan administrasi kesekretariatan. Mas Muji dan Mas Doni yang sudah

membantu dalam praktikum dan kelengkapan bahan bacaan di Fakultas

(11)

xi

5. Ibu Wuryanti (ibu), Bapak Joko Nugoroho (ayah), Adik Petrus Tiberian Rizki

(adik) yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, semangat kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Deary Chriesna Setiyadi sebagai sahabat, teman, pacar, yang sudah mengisi

hatiku, mengajarkan aku tentang makna hidup, melatih aku untuk bersabar,

dan memberi aku semangat. I love you Gembul. Yunita dan Shinta, adik-adik

perempuanku yang menerima aku apa adanya. Sayang kalian semua *big hug

and kisses*

7. Teman-teman satu perjuangan satu bimbingan bersama ayah tercinta Agata

Dewi S yang banyak membantu aku, selalu bersama-sama menghadapi suka

dan duka, terima kasih atas semuanya. Benedictus Anggit dan Veronica Hesti,

bersama kita bisa.

8. Sahabatku dari kecil Anya, Riana, Yuli, Keke, Dewi, yang sudah membantu

aku untuk menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman yang lain, yang juga

sudah bersedia terlibat dalam skripsiku.

9. Teman-teman REMPONGERS Sita, Noni, Bora, Dian, Valle, Nina, Cik

Grace, Ledita, Selly, Devi, yang selalu rempong di manapun kita berada. I’ll

be missing you guys.

10. Teman-teman Psikologi yang selalu kompak dan suka bergosip Jose, Vincent,

Alberto, Dila, Stanley, Vivi, Fla, Stella, Lita, Ade, Arischa, Ana, Arum, mbak

Odil.

11. Teman-teman kosku Onia, Ocha, Enita, Ria, Retha, kalian yang

(12)

xii

kalian aku belajar banyak bahasa Dayak, tahu makanan khas, pakaian, dll.

Buat adikku Laras yang dari TK-kuliah satu almamater, yang suka

manja-manjaan sama aku.

12. Kepada kota Yogyakarta, khususnya Universitas Sanata Dharma, di sini aku

jadi punya banyak teman dari berbagai suku, agama, dan ras, belajar mandiri,

belajar peduli dan saling berbagi kepada sesama.

13. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih

atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu

penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menunjang

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat dan

pembaca sekalian.

Yogyakarta,

Penulis

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Teoritis... 8

2. Manfaat Praktis ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

(14)

xiv

1. Pengertian Konsumtivisme ... 10

2. Kriteria Konsumtif dan Kriteria Tidak Konsumtif ... 11

3. Konsumtivisme Berdasarkan Teori Sikap ... 12

4. Konsumtivisme Pada Tiga Wilayah Konsumsi ... 13

5. Wanita Dewasa Awal Sebagai Sasaran Produsen Benda-Benda Konsumsi ... 17

B. Pencarian Identitas Pada Wanita Dewasa Awal ... 19

C. Konsumtivisme Pada Wanita Dewasa Awal ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Jenis Penelitian ... 23

B. Fokus Penelitian ... 23

C. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian ... 26

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 27

E. Pertanggung Jawaban Mutu Alat Pengumpulan Data ... 29

F. Teknik Mengolah dan Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Pelaksanaan Penelitian ... 33

B. Deskripsi Subjek ... 34

C. Hasil Penelitian ... 34

D. Pembahasan ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

(15)

xv

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini dunia sedang mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam

bidang konsumsi meliputi produk seperti information technology (teknologi informasi), fashion, hiburan, olahraga dan sebagainya. Produk-produk tersebut seperti handphone, laptop, iPad, iPhone, baju, celana, tas, sepatu, kosmetik (Baudrillard, 2011). Barang-barang mahal dari luar negeri yang bermerek terkenal

saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya pusat

pembelanjaan seperti mal, kini masyarakat mudah memenuhi keinginan

berbelanjanya dengan bebas. Oleh karena itu, banyak masyarakat mudah terjebak

dalam pembelian yang berlebihan dan hanya memenuhi keinginan sesaat tanpa

memperhatikan kebutuhannya. Dalam hal ini, tindakan seperti itu lebih dikenal

dengan sebutan konsumtivisme (Soedjatmiko, 2008).

Konsumtivisme adalah berkonsumsi dengan tidak lagi atas pilihan yang

rasional berdasarkan kebutuhan, tetapi lebih memperturutkan keinginan (Prehati,

dalam Sulaksono, 2012). Penjelasan tersebut juga sejalan dengan penjelasan yang

diutarakan oleh Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) yang memberikan

pengertian bahwa konsumtivisme adalah pola hidup manusia yang dikendalikan

dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan

(17)

Soejatmiko (2008) menjelaskan bahwa konsumtivisme merupakan

motivasi seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan

dasariah yang ia perlukan, melainkan terkait dengan hal lain, yakni identitas.

Erikson (dalam Santrock, 2002) percaya bahwa pencarian identitas adalah

mengejar siapa diri kita, apa sebenarnya kita, dan ke mana kita akan menuju

dalam hidup. Jadi, saat ini seseorang mengkonsumsi suatu produk lebih

mengutamakan untuk pencarian identitas diri, karena jati diri manusia terukur dari

kemampuan memperoleh sesuatu (Soedjatmiko, 2008).

Oleh karena itu, pengertian konsumtivisme yaitu sikap atau perilaku

membeli secara mendadak karena hanya berdasarkan keinginan sesaat tanpa

mempertimbangkan kebutuhan utama.

Ada beberapa kriteria konsumtivisme menurut beberapa ahli. Kriteria

konsumtivisme tersebut sebagai berikut; menurut Grinder (dalam Lina & Rosyid,

1997) apabila seseorang mengkonsumsi barang hanya karena keinginan dan

kesenangan semata; Sumartono (dalam Sari, 2009) mengkonsumsi barang dengan

harga yang mahal, karena gengsi, dan untuk menjaga penampilan; Heggelson dan

Suphelen (dalam Ferinadewi, 2008) suka barang yang bermerek dan mengikuti

mode; dan menurut Mahdalena (1998) membeli barang konsumsi lebih dari 4 kali

dalam 1 bulan.

Dalam pemenuhan kebutuhan untuk mengkonsumsi, manusia tidak lepas

dari tiga kebutuhan utama yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Douglas

dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008) mendefinisikan kelas-kelas konsumsi

(18)

benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim, dan lainnya). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi, pakaian, pakaian

dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan). Ketiga, kelompok

waktu senggang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi (gadget), dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga).

Di dalam pemenuhan ketiga wilayah konsumsi, ada mekanisme mental

yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, yang akan

menentukan kecenderungan perilaku manusia terhadap sesuatu yang sedang

dihadapi, yang disebut dengan fenomena sikap (Azwar, 2010). Sikap merupakan

keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang saling

berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek

Secord dan Backman (dalam Azwar, 2010). Mann (dalam Azwar, 2010)

menjelaskan ketiga komponen sikap tersebut, yaitu komponen kognitif berisi

persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu.

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkut masalah emosi. Komponen perilaku berisi kecenderungan untuk

bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Sikap yang dimiliki konsumen khususnya wanita, menurut Lindzey (dalam

Sulistyowati, 1989) menjelaskan bahwa wanita lebih mudah terpengaruh

disebabkan karena penerimaan berita yang lebih efektif pada wanita, sebab pada

(19)

memperhatikan dan memahami kata-kata yang diucapkan atau ditulis. Oleh

karena itu, wanita cenderung sangat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual.

Di dalam masyarakat tertanam citra bahwa kaum wanita sangat lekat

dengan konsumtivisme. Ada dua alasan wanita lekat dengan konsumtivisme yaitu

pertama, konstruksi sosial menempatkan wanita harus berpenampilan cantik dan

menarik, dengan menjaga pola makan, memakai pakaian yang menunjang

penampilan, merawat wajah dan tubuhnya. Kedua, banyak produk yang

ditawarkan untuk wanita, karena wanita adalah konsumen yang terbesar sehingga

menjadi potensi pasar yang menguntungkan bagi produsen (Sulaksono, 2010).

Oleh karena itu, banyak produk-produk yang diperuntukkan wanita beredar di

pasaran. Contohnya, seperti produk kecantikan dengan berbagai macam jenis

merek seperti Pond’s, Maybelline, Sari Ayu, Mustika Ratu, dan lainnya untuk

produk kosmetik wajah, kosmetik untuk rambut dan tubuh. Kemudian, merek

Logo, Levi’s, Zara, Executive, Nevada, Pierre Cardin dan lainnya untuk pakaian,

pakaian dalam, alas kaki, tas dengan berbagai macam jenis dan mode. Selain itu,

tempat-tempat salon kecantikan seperti Johhny Andrean, Larissa, London Beauty

Center, dan lainnya yang dapat menunjang penampilan mereka.

Untuk pemasaran benda-benda konsumsi, para produsen menyebarluaskan

produknya lewat berbagai macam bentuk media, yaitu melalui media cetak

maupun media elektronik. Berbagai macam majalah fashion kini banyak dijumpai hampir di setiap pesisir toko yang ditata apik, rapi, dan menarik oleh para penjual,

sehingga membuat masyarakat tertarik untuk membelinya (Baudrillard, 2011).

(20)

Yes, Cosmopolitan, Gadis dan lain-lain, menampilkan model pakaian dan sepatu

yang bermerek terkenal dan mahal dari luar negeri. Akan tetapi, para wanita bisa

mendapatkan pakaian dan sepatu yang sedang trend itu di berbagai macam butik dan pusat perbelanjaan seperti mall yang ada di Indonesia. Tempat-tempat tersebut memberikan model pakaian yang hampir sama dengan pakaian dari

majalah tersebut dengan harga yang “miring” dan kualitas yang tidak kalah

dengan pakaian yang mahal. Kini masyarakat tak lagi mementingkan

kebutuhannya dalam membeli barang, tetapi mereka membeli barang-barang yang

sedang in saat ini karena gengsi, status sosial, maupun sekedar gaya hidup (life style) (Soedjatmiko, 2008).

Zaman sekarang ini wanita yang menjadi korban konsumtivisme sudah

mengidap shopaholic sebutan bagi mereka yang keranjingan belanja. Tidak banyak wanita yang dapat mengelak godaan untuk berbelanja saat digelar obral

atau diskon besar-besaran, melihat tulisan besar yang memampangkan diskon

dengan jumlah besar, setumpuk pakaian di keranjang dengan harga “miring”

siapapun orangnya akan tergoda dan menghampiri (YLKI, 2011).

Selanjutnya, ada beberapa contoh peristiwa yang berkaitan dengan

konsumtivisme. Contoh pertama, pada hari Jumat tanggal 25 November 2011

telah terjadi peristiwa di sebuah mall dibilangan Jakarta Pusat, yaitu sekitar 90 orang lebih mengantri Blackberry Bellagia atau 9790 murah di Pacific Place,

dirawat di ruang medis di belakang loket penjualan. Hal itu terjadi karena mereka

tidak kuat dengan kondisi yang berdesak-desakkan penuh orang (Lampost, 2011).

(21)

membludak di depan Sony Ericsson Flagship Store di Senayan City Jakarta.

Mereka rela mengantri hanya untuk mendapatkan ponsel Xperia Play yang pada

hari itu resmi dijual perdana di Indonesia (Chip, 2011).

Jumlah korban yang banyak pada antrian Blackberry “murah” dan ponsel

Sony Erricson xperia Play tersebut merupakan gambaran masyarakat yang

terjebak dalam konsumtivisme dalam konsumsi tersier, yaitu gadget. Pengantri tersebut tidak hanya berasal dari kalangan dewasa, namun juga berasal dari

kalangan remaja baik perempuan maupun laki-laki. Salah satu yang

mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli adalah iklan produk yang

berlabelkan merek barang mahal dan kecanggihan-kecanggihan teknologi yang

semakin diperbaharui dengan harga yang “miring”, yang ditampilkan di media

cetak maupun media elektronik.

Dari contoh fenomena-fenomena di atas, terlihat bahwa budaya

konsumtivisme semakin lama semakin merasuk dan erat dalam kehidupan

masyarakat Indonesia. Saat ini, orang berbelanja bukan lagi karena pertimbangan

rasional, tetapi karena emosional seperti gengsi. Berbelanja adalah salah satu

perilaku yang menunjukkan dasar keeksistensian manusia dan karakteristik

manusia yang hidup di zaman sekarang (Soedjatmiko, 2008). Seperti fenomena

pembelian Blackberry dan Sony Ericsson Experia Play, hasrat untuk memiliki

produk yang terbaru mendorong orang-orang memiliki gadget tersebut.

Dari penjelasan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat bagaimana

konsumtivisme yang terjadi pada wanita dewasa awal pada tiga wilayah

(22)

yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim, dan lainnya). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait

dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi seperti mobil dan motor;

pakaian, alas kaki, pakaian dalam, tas, asesoris, kosmetik, salon kecantikan).

Ketiga, kelompok benda informasi yang terkait dengan produksi yang bersifat

tersier (benda-benda informasi dan komunikasi; dan pencarian kesenangan seperti

ke mal, diskotik, dan olahraga).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti sampaikan di atas, maka

peneliti ingin mengetahui :

1. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok benda baku

yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, dan

lain-lain)?

2. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok teknologi dan

peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi sekunder (alat transportasi

seperti motor dan mobil; pakaian, pakaian dalam, alas kaki, tas, asesoris,

kosmetik, dan salon kecantikan) ?

3. Bagaimana konsumtivisme wanita dewasa awal pada kelompok waktu luang

(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui konsumtivisme

pada wanita dewasa awal, dalam tiga kelompok benda konsumsi, yaitu:

1. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan,

minuman, fast food, es krim dan lainnya).

2. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi

sekunder (alat transportasi seperti motor dan mobil; pakaian, pakaian dalam,

alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan).

3. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi seperti gadget, dan pencarian kesenangan seperti ke mal, diskotik, dan olahraga).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Memberikan tambahan wacana yang berkaitan dengan ilmu psikologi

konsumen dan psikologi perkembangan dewasa awal.

b. Memperkaya pengetahuan pembaca mengenai konsumtivisme wanita

dewasa awal pada ketiga kelompok benda konsumsi.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat untuk subjek

Wanita pada dewasa awal khususnya yang masih memiliki sifat labil, bisa

(24)

keputusan dan bertindak dalam mengonsumsi suatu barang, dan supaya

(25)

10

BAB II LANDASAN TEORI

A. Konsumtivisme

1. Pengertian Konsumtivisme

Konsumtivisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan

“isme”. Konsumtif adalah kata sifat yang memiliki kata dasar “consumptus”

(Latin), “consume” (Inggris), konsumsi (Indonesia). Konsumtif adalah sifat

mengkonsumsi, memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu. Di dalam

bahasa Inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan penggunaan

sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus

(Ishlahuddin, 2010). Oleh karena itu, konsumtivisme adalah berkonsumsi

dengan tidak lagi atas pilihan yang rasional berdasarkan kebutuhan, tetapi

lebih memperturutkan keinginannya Prehati (dalam Sulaksono, 2012).

Grinder (dalam Lina & Rosyid, 1997) memberikan pengertian

konsumtivisme sebagai pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong

oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesengan semata-mata.

Soejatmiko (2008) menjelaskan bahwa konsumtivisme dalam artian

mengubah “konsumsi yang seperlunya” menjadi “konsumsi yang

mengada-ada”. Hal ini mengartikan bahwa konsumtivisme merupakan motivasi

seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan dasariah

yang ia perlukan sebagai manusia, melainkan terkait dengan hal lain, yakni

(26)

melainkan merek ternama yang terkandung di dalam barang tersebut. Jati diri

manusia terukur dari kemampuan memperoleh sesuatu.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

konsumtivisme adalah suatu sikap yang dimiliki individu dalam

mengkonsumsi produk berdasarkan hasrat, keinginan sesaat secara

berlebih-lebihan, dan boros, tanpa mementingkan kebutuhan yang utama.

2. Kriteria Konsumtif dan Kriteria Tidak Konsumtif

Ada beberapa kriteria konsumtivisme menurut beberapa ahli.

Kriteria konsumtivisme tersebut sebagai berikut; menurut Grinder (dalam

Lina & Rosyid, 1997) apabila seseorang mengkonsumsi barang hanya karena

keinginan dan kesenangan semata; Sumartono (dalam Sari, 2009)

mengkonsumsi barang dengan harga yang mahal, karena gengsi, dan untuk

menjaga penampilan; Heggelson dan Suphelen (dalam Ferinadewi, 2008)

suka barang yang bermerek dan mengikuti mode; dan menurut Mahdalena

(1998) membeli barang konsumsi lebih dari 4 kali dalam 1 bulan. Maka,

dapat disimpulkan kriteria konsumtivisme adalah :

1. Mengkonsumsi barang berdasarkan keinginan mendadak atau sesaat

2. Mengkonsumsi barang hanya karena rasa senang atau tertarik

3. Mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal

4. Mengkonsumsi barang demi menjaga penampilan dengan mengikuti mode

(27)

Dalam penelitian ini, seseorang dikatakan konsumtivisme apabila

memiliki atau memenuhi sekurangnya 2 dari 5 kriteria konsumtivisme yang

sudah ditentukan.

Sedangkan kriteria tidak konsumtif menurut Kusumo (2010)

adalah sebagai berikut:

1. Mengkonsumsi barang sesuai dengan kebutuhan

2. Mengkonsumsi barang tidak hanya berdasarkan keinginan sesaat

3. Konsumtivisme Berdasarkan Teori Sikap

Salah satu pendekatan psikologis pada konsumtivisme adalah

sikap. Sikap merupakan keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif,

dan perilaku yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan

berperilaku terhadap suatu objek (Secord & Backman, dalam Azwar, 2010).

Mann (dalam Azwar, 2010) menjelaskan ketiga komponen sikap

tersebut dibawah ini:

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang

dimiliki individu mengenai sesuatu.

2. Komponen Afektif

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkut masalah emosi.

3. Komponen Perilaku

Komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak atau untuk

(28)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu

pemikiran, fakta, dan keyakinan yang dimiliki seseorang tentang suatu objek,

dan dipengaruhi oleh seluruh perasaan atau emosi yang dimiliki seseorang

terhadap pemikirannya tersebut untuk menilai suatu objek yang

diinginkannya, maka akan memunculkan suatu perilaku dari orang tersebut

untuk bereaksi atau bertindak terhadap objek tersebut (Azwar, 2010).

4. Konsumtivisme Pada Tiga Wilayah Konsumsi

Orang-orang mengkonsumsi barang tidak lagi untuk kebutuhan

yang utama pada sekarang ini. Mereka mengkonsumsi barang karena

keinginan mendadak atau sesaat, dan rasa senang atau tertarik. Lalu,

mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal, demi

menjaga penampilan dengan mengikuti mode, dan mengkonsumsi barang

lebih dari 4x dalam 1 bulan. Kriteria tersebut saat ini dijadikan orang-orang

sebagai “gaya hidup” (lifestyle). Istilah “gaya hidup” ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang stilistik (gaya)

(Featherstone, 2008). Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang,

pilihan makanan dan minuman, kendaraan, pilihan hiburan, dan seterusnya

dipandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari

pemiliki/konsumen (Featherstone, 2008).

Baudrillard (2011) mengatakan bahwa sesungguhnya manusia

tidak pernah terpuaskan secara aktual, sehingga segala kebutuhannya pun

(29)

Douglas dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008) menyatakan

bahwa kelas-kelas konsumsi didefinisikan dalam hubungannya dengan

konsumsi tiga kelompok benda, yaitu:

a. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer

(makanan, minuman, dan lainnya).

1. Makanan memiliki fungsi utama sebagai sumber energi untuk tubuh,

sedangkan memberikan rasa enak adalah fungsi tambahan dari

makanan. Maka, makanan enak adalah keinginan, bukan kebutuhan

(Kusumo, 2010). Berikut ini adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria

konsumtif:

 Tidak konsumtif : Jika seseorang mengkonsumsi makanan yang

sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan pengeluaran tanpa

mengorbankan kebutuhan lain, seperti makan masakan ibu di

rumah, dan tidak makan di restoran .

 Konsumtif : Apabila seseorang mengkonsumsi makanan yang

sesuai dengan hasrat/keinginan yang sesaat dan mengorbankan

pengeluaran untuk kebutuhan yang lain, seperti makan di restoran

atau kafe yang mewah, jajan makanan kecil, minuman ringan atau

ketika berada di mal belanja makanan yang banyak.

b. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor

produksi sekunder, yaitu (alat transportasi seperti motor dan mobil; baju,

celana, pakaian dalam, rok, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah,

(30)

1. Menggunakan alat transportasi adalah salah satu alat yang membantu

kegiatan manusia untuk berpergian (Kusumo, 2010). Berikut ini adalah

kriteri tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:

 Tidak konsumtif : Apabila seseorang mempunyai dan

menggunakan kendaraan tersebut sesuai dengan kebutuhannya.

 Konsumtif : Apabila seseorang mempunyai membeli kendaraan

dengan harga yang mahal karena gengsi, tanpa digunakan sesuai

dengan kebutuhan.

2. Sandang adalah kebutuhan kita agar terlindung dari cuaca (Kusumo,

2010). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:

 Tidak konsumtif : Apabila seseorang membeli pakaian, pakaian

dalam, alas kaki, dan asesoris dengan tidak mementingkan hasrat

semata, dan sesuai dengan kebutuhan.

 Konsumtif : Jika seseorang membeli pakaian, pakaian dalam, alas

kaki, dan asesoris hanya karena keinginan sesaat, gengsi dengan

merek terkenal dan mahal, menjaga penampilan dengan mengikuti

mode, dan membeli lebih dari 4x dalam 1 bulan.

3. Kosmetik dan salon kecantikan adalah kebutuhan untuk merawat diri

(Kusumo, 2010). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria

konsumtif:

 Tidak konsumtif : Apabila seseorang membeli kosmetik dan pergi

ke salon sesuai dengan kebutuhannya, digunakan untuk merawat

(31)

 Konsumtif : Apabila seseorang menggunakan kosmetik dan pergi

ke salon karena gengsi dengan merek terkenal dan mahal, menjaga

penampilan dengan mengikuti mode, dan hanya memenuhi

keingianan sesaat.

c. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier (benda-benda informasi dan komunikasi; dan pencarian

kesenangan).

1. Benda-benda informasi atau lebih sering didengar dengan sebutan

gadget (alat yang praktis) seperti handphone, tab (tablet), laptop yang disertai aplikasi dan fitur Wi-Fi yang memudahkan para penggunanya

untuk browsing dan searching informasi yang sedang uptodate

(Baudrillard, 2011). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria

konsumtif:

 Tidak konsumtif : Jika membeli sesuai dengan kebutuhan dan

cenderung tidak ganti model.

 Konsumtif : Apabila seseorang membeli gadget dengan merek terkenal dan harga yang mahal, karena gengsi, dan sering ganti

mengikuti model produk yang baru.

2. Saat ini, olahraga dapat dikatakan sebagai sarana “pencarian

kesenangan”. Artinya, bahwa kini orang tidak lagi memandang bahwa

olahraga itu penting untuk kesehatan, tetapi untuk mempercantik diri

(32)

(Baudrillard, 2011). Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria

konsumtif:

 Tidak konsumtif : Olahraga untuk kebutuhan kesehatan dan

cenderung tidak mengeluarkan biaya seperti jogging, naik sepeda,

sit-up, push-up.

 Konsumtif : Olahraga sebagai “gaya hidup” dengan harga yang

mahal karena gengsi, tempat yang nyaman dan bagus, seperti

fitness, pilates, bellydance, salsa, aerobik, dan bukan lagi hanya

sekedar sehat, tetapi juga sebagai ajang untuk “tampil” diri dan

karena gengsi.

3. Selain itu, pergi ke kafe, restoran, diskotik, nonton film di bioskop,

tempat karaoke, dan mall adalah sebagai tempat pencarian kesenangan

dan sudah menjadi “gaya hidup” saat kini (Soedjatmiko, 2008).

Berikut adalah kriteria tidak konsumtif vs kriteria konsumtif:

 Tidak konsumtif : Apabila pergi ke kafe, restoran, diskotik,

bioskop, karaoke, mall tidak lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.

 Konsumtif : Jika pergi ke kafe, restoran, diskotik, bioskop, mall

hanya untuk keinginan sesaat, dan gengsi harus main bersama

teman di mal.

5. Wanita Dewasa Awal Sebagai Sasaran Produsen Benda-Benda Konsumsi

Bagi produsen, wanita adalah salah satu pasar yang potensial.

Alasannya antara lain, karena perempuan Indonesia usia 20-an mulai

(33)

makeup. Polesan kosmetik tersebut gunanya untuk mencari kelebihan pada wajah dan menutupi kekurangannya (Zakiya, 2012). Wanita yang berumur

antara 17-24 tahun memiliki perilaku serta cara hidup outer-directed yaitu fase hidup dimana mereka mempunyai perilaku bergejolak dan biasanya

hanya sebentar. Konsumen ini sifatnya hanya sebagai conformers dan

innovator dan suka mencoba produk baru (Nandityasari, 2009). Dittmar (dalam Fitriana & Koentjoro, 2009) menjelaskan bahwa beberapa orang

wanita dewasa, kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan,

yaitu sebagai alat untuk mengatur emosi, cara untuk mengekspresikan atau

membangun identitas diri.

Di dalam pemasaran produk, produsen akan menentukan

segmentasi pasar untuk membidik sasarannya. Segmentasi pasar dapat

didefinisikan sebagai proses membagi pasar menjadi irisan-irisan konsumen

yang khas yang mempunyai kebutuhan atau sifat yang sama dan kemudian

memilih satu atau lebih segmen yang akan dijadikan sasaran bauran

pemasaran yang berbeda (Kasip, 2008). Beberapa contoh produk melalui

iklan yang mengarah ke segmen pasar wanita, yaitu kosmetik (merek

Maybelin, Pond’s, Red-A, dan lain); pakaian (merek Logo, Lea, dan

lain-lain); sepatu (merek New Era, Eagle, dan lain-lain-lain); alat telekomunikasi

(handphone Blackberry, Samsung, Nokia, Sony Erricson, dan lain-lain) yang memiliki fitur kamera, jejaring sosial, musik, yang mendukung

keeksistensialan wanita; dan alat transportasi (motor dan mobil) yang di

(34)

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa,

konsumtivisme menawarkan kebebasan individu untuk memenuhi aspirasi

keinginannya tersebut, sehingga para wanita terjebak dalam budaya

konsumtivisme yang secara tidak langsung diciptakan oleh produsen.

B. Pencarian Identitas Pada Wanita Dewasa Awal

Masa dewasa awal (early adulthood) dimulai pada usia 20 tahun sampai 40 tahun (Papalia, Olds, Feldman, 2009). Kenniston (dalam Santrock,

2002) berpendapat bahwa kaum muda tidak menetapkan pertanyaan-pertanyaan

yang jawabannya suatu saat akan menentukan masa dewasanya,

pertanyaan-pertanyaan tentang hubungan seseorang dengan masyarakat, tentang pekerjaan,

tentang peran sosial, dan gaya hidup. Dalam hal ini, kaum muda dapat dikatakan

masih dalam perkembangan pencarian identitas.

Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) menjelaskan

bahwa krisis identitas jarang terselesaikan secara penuh di masa remaja, isu-isu

yang berkaitan dengan identitas akan muncul lagi berulang kali sepanjang

kehidupan masa dewasa.

Zakiya (2012) menuturkan bahwa survei yang dilakukan pada

3.000 perempuan di 9 kota besar (Medan, Palembang, Jabodetabek, Bandung,

Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makasar) menunjukkan hasil

bahwa di awal usia 20 – 24 tahun, perempuan Indonesia mulai memperhatikan

(35)

kosmetik tersebut gunanya untuk mencari kelebihan pada wajah dan menutupi

kekurangannya.

Terkait penelitian ini, pencarian identitas terfokus pada wanita

dewasa awal dengan rentang usia 20 – 24 tahun. Sulaksono (2012) menuturkan

bahwa meskipun konsumtivisme dapat terjadi pada wanita maupun pria, namun

seolah-olah sudah tertanam citra dalam masyarakat bahwa wanita selama ini lekat

dengan konsumtivisme. Menurutnya, ada beberapa alasan wanita lekat dengan

pola hidup konsumtif. Pertama, konstruksi sosial menempatkan perempuan harus

selalu berpenampilan cantik dan menarik untuk mencapai identitas dirinya. Oleh

karena itu, banyak produk yang dibutuhkan terkait tiga benda konsumsi (primer,

sekunder, dan tersier), seperti produk untuk diet, kosmetik, fashion (pakaian, alas kaki, tas, aksesoris) , ke salon, gadget, berbagai macam bentuk olahraga (aerobic,

bellydance, salsa, dan lain-lain). Kedua, banyak produk yang ditawarkan pada wanita.

C. Konsumtivisme Pada Wanita Dewasa Awal

Kini, manusia mengkonsumsi bukan lagi hanya sekedar memakai

atau menggunakan produk suatu barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan. Akan

tetapi, saat ini manusia mengkonsumsi barang berdasarkan 5 kriteria

konsumtivisme, yaitu (1) menggunakan suatu barang atau jasa karena hasrat dan

keinginan semata. (2) mengkonsumsi barang hanya karena rasa senang atau

tertarik, (3) mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal, (4)

(36)

(5) mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1. Barang konsumsi apa yang

mereka pahami, rasakan, akan menentukan perilaku mereka dalam mengkonsumsi

suatu barang (Azwar, 2010).

Konsumtivisme juga sudah melekat pada kaum wanita. Hal ini

dikarenakan terdapat konstruksi sosial yang mengharuskan wanita berpenampilan

cantik dan menarik dalam rangka pencarian identitas diri (Sulaksono, 2012).

Dengan demikian, wanita rawan terjebak konsumtivisme. Lindzey (dalam

Sulistyowati, 1989) menjelaskan bahwa wanita lebih mudah terpengaruh

disebabkan karena penerimaan berita yang lebih efektif pada wanita, sebab pada

kenyataannya wanita umumnya lebih bersifat verbal, lebih cenderung

memperhatikan dan memahami kata-kata yang diucapkan atau ditulis. Di dalam

pengukuran konsumtivisme, ketiga komponen sikap tersebut akan dilihat

berdasarkan tiga bentuk atau wilayah konsumsi menurut Douglas dan Isherwood

(dalam Featherstone, 2008), yaitu:

1. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan,

minuman, fast food, es krim dan lainnya).

2. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi

sekunder (alat transportasi seperti motor dan mobil, dan pakaian, pakaian

dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan).

(37)

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana

konsumtivisme wanita dewasa awal dengan rentang usia 20-24 tahun. Menurut

Zakiya (2012) wanita pada usia tersebut masih mencari identitas dirinya terhadap

tiga wilayah benda konsumsi seperti, pertama kelompok benda baku yang terkait

dengan sektor produksi primer (makanan, minuman, fast food, es krim, dan lain-lain). Kedua, kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor

produksi sekunder , yaitu alat transportasi seperti motor dan mobil; dan pakaian,

pakaian dalam, alas kaki, tas, asesoris, kosmetik, dan salon kecantikan. Ketiga,

kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi yang bersifat tersier, yaitu benda-benda informasi dan konsumsi (gadget); dan pencarian kesenangan (ke mal, diskotik, olahraga).

Alur pemikiran di atas membentuk kerangka konseptual penelitian

ini yang dapat disajikan secara visual dalam gambar 1.

Gambar 1 : Bagan Kerangka Konseptual

Makanan

WANITA IDENTITAS KONSUMTIVISME Teknologi

(38)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah

penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari

satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang

pokok (Effendi & Tukiran, 2012). Penelitian survei ini digunakan untuk

mengetahui konsumtivisme pada wanita dewasa dalam tiga wilayah konsumsi,

yaitu primer, sekunder, dan tersier dengan rentang usia 20 sampai 24 tahun.

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah

konsumtivisme pada wanita dewasa awal dalam tiga wilayah konsumsi, yaitu

primer, sekunder, dan tersier dalam rangka pencarfian identitas diri.

Konsumtivisme adalah suatu sikap yang dimiliki individu dalam mengkonsumsi

barang karena keinginan mendadak atau sesaat, mengkonsumsi barang hanya

karena rasa senang atau tertarik, mengkonsumsi barang demi gengsi karena

bermerek dan mahal, mengkonsumsi barang demi menjaga penampilan dengan

mengikuti mode, dan mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1 bulan. Erikson

(39)

terselesaikan secara penuh di masa remaja, isu-isu yang berkaitan dengan identitas

akan muncul lagi berulang kali sepanjang kehidupan masa dewasa.

Hal ini yang menyebabkan kaum muda khususnya wanita masih

mencari identitas dirinya yang mudah terjebak pada hasrat/keinginan daripada

kebutuhan rasional. Oleh sebab itu, wanita cenderung konsumtif, yang

berkonsumsi secara berlebih-lebihan, boros dalam penggunaan uang, dan membeli

produk hanya karena keinginan semata.

Wanita dikatakan konsumtif apabila memiliki sekurangnya 2 dari 5

kriteria sebagai berikut: (1) mengkonsumsi barang karena keinginan mendadak

atau sesaat, (2) mengkonsumsi barang hanya karena rasa senang atau tertarik, (3)

mengkonsumsi barang demi gengsi karena bermerek dan mahal, (4)

mengkonsumsi barang demi menjaga penampilan dengan mengikuti mode, dan

(5) mengkonsumsi barang lebih dari 4x dalam 1 bulan.

Di dalam pemenuhan ketiga wilayah konsumsi, ada mekanisme

mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, yang

akan menentukan kecenderungan perilaku manusia terhadap sesuatu yang sedang

dihadapi, yang disebut dengan fenomena sikap (Azwar, 2010). Sikap merupakan

keteraturan komponen-komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang saling

berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek

Secord & Backman (dalam Azwar, 2005). Penelitian ini akan menggali lebih

dalam mengenai bentuk-bentuk konsumtif berdasarkan tiga wilayah konsumsi,

yaitu primer, sekunder, dan tersier yang dilihat berdasarkan komponen sikap yaitu

(40)

menunjukkan konsumtivisme ini berdasarkan pada jenis/bentuk wilayah konsumsi

menurut Douglas dan Isherwood (dalam Featherstone, 2008), yaitu :

1. Kelompok benda baku yang terkait dengan sektor produksi primer (makanan

kesukaan, makanan pokok, minuman kesukaan, kopi, minuman beralkohol, fast food, ngemil, ice cream, merokok, dan diet).

2. Kelompok teknologi dan peralatan dasar yang terkait dengan sektor produksi

sekunder (kendaraan, helm, baju, celana, rok, pakaian dalam, sepatu, sandal,

tas, asesoris, kosmetik wajah, kosmetik rambut dan tubuh, dan salon

kecantikan).

3. Kelompok waktu luang (leisure time) yang terkait dengan produksi tersier (gadget, mal, diskotik, dan olahraga)

Konsumtivisme pada tiga wilayah konsumsi, yaitu primer, sekunder,

dan tersier, dapat diungkap berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait

komponen-komponen sikap. Pertama, komponen kognitif dapat diungkap dari

benda-benda apa saja yang dikonsumsi, merek yang digunakan, dan harga barang.

Kedua adalah komponen afektif atau perasaan yang dapat diungkap dari suka dan

tidaknya mengonsumsi barang, alasan mengonsumsi barang, dan alasan

menggunakan merek. Kemudian, yang ketiga adalah komponen perilaku yang

dapat diungkap dari frekuensi atau jangka waktu mengkonsumsi, jumlah

mengkonsumsi, jumlah yang dimiliki, membeli secara mendadak atau tidak, dan

tempat membeli.

Peneliti juga menambahkan pertanyaan pada kuesioner tentang uang

(41)

seberapa konsumtif atau borosnya subjek penelitian. Apabila uang saku dengan

uang pengeluaran sama besarnya, maka dapat dikatakan subjek tersebut

konsumtif. Selain itu, peneliti juga menambah pertanyaan untuk mengkroscek

ulang kepada subjek mengenai konsumtif atau tidaknya diri mereka untuk

mempertanggungjawabkan hasil penelitian tersebut.

C. Subjek Penelitian dan Lokasi Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa awal yang terdiri

dari mahasiswi tingkat akhir dan pekerja. Pemilihan subyek dilakukan dengan

menggunakan tekhnik sampel bola salju, yaitu merupakan metode penentuan

sampel yang pada awalnya sangat kecil jumlahnya karena keterbatasan informasi.

Kemudian sampel yang pertama kali dipilih disuruh menyebutkan rekan-rekannya

yang memiliki karakteristik yang sama dengan mereka (Effendi dan Tukiran,

2012). Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa awal

dengan rentang usia 20 sampai 24 tahun, mahasiswi tingkat akhir, dan pekerja.

Dalam penelitian ini mengambil 30 subyek. Subjek penelitian ini terdiri dari

mahasiswi tingkat akhir dan wanita pekerja yang berada di wilayah Yogyakarta

dan Jakarta. Di wilayah Jakarta, peneliti menyebarkan angketnya melalui email, sedangkan di Yogyakarta dengan menyebarkan angket secara langsung. Peneliti

memilih sasaran penelitian di wilayah Yogyakarta dan Jakarta, karena kepraktisan

(42)

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam mengumpulkan

data adalah kuesioner atau angket. Azwar (2009) menjelaskan bahwa angket

adalah data faktual atau yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh

subjek dan pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung terarah kepada

informasi mengenai data yang hendak diungkap. Angket yang digunakan dalam

penelitian ini dengan menggunakan pertanyaan terbuka, dimana responden

diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini berisikan

pertanyaan-pertanyaan terbuka tentang tiga wilayah konsumsi, yaitu primer, sekunder, dan

tersier yang dikaitkan dengan komponen sikap, yaitu komponen kognitif, afektif,

dan perilaku. Angket penelitian ini terdiri dari 27 aitem pokok yang terdiri dari

makanan kesukaan, makanan pokok, minuman kesukaan, kopi, minuman

beralkohol, fast food, ngemil, es krim, merokok, diet, kendaraan, helm, baju, celana, rok, pakaian dalam, sepatu, sandal, tas, asesoris, kosmetik wajah, salon

kecantikan, kosmetik rambut dan tubuh, gadget, mal, diskotik, dan olahraga. Kemudian ditambahkan 2 aitem mengenai uang saku/pendapatan per bulan dan

pengeluaran per bulan.

Setiap aitem pokok tersebut akan diungkap berdasarkan komponen

sikap dan sesuai dengan kriteria konsumtivisme. Pertama yaitu, komponen

kognitif dapat diungkap dari benda-benda apa saja yang dikonsumsi, merek yang

digunakan, dan harga barang. Jawaban akan sesuai dengan kriteria konsumtivisme

(43)

komponen afektif atau perasaan yang dapat diungkap dari suka dan tidaknya

mengkonsumsi barang, alasan mengkonsumsi barang, dan alasan menggunakan

merek. Jawaban akan sesuai dengan kriteria konsumtivisme apabila alasannya

karena keinginan sesaat, karena rasa senang atau tertarik, karena gengsi, dan

untuk menjaga penampilan. Kemudian, yang ketiga adalah komponen perilaku

yang dapat diungkap dari frekuensi atau jangka waktu mengkonsumsi, jumlah

mengkonsumsi, jumlah yang dimiliki, membeli secara mendadak atau terencana,

dan tempat membeli. Jawaban akan sesuai dengan kriteria konsumtivisme apabila

membeli secara mendadak, membeli lebih dari 4x dalam 1 bulan, dan jumlah

barang yang dimiliki banyak. Berikut ini akan disajikan blue print angket konsumtivisme :

Table 3.1

Blue Print Angket Konsumtivisme

Wilayah Konsumsi

Primer Sekunder Tersier K

dikonsumsi 1. Makanan kesukaan

(44)

waktu

mengkonsumsi

13. Salon kecantikan 2.Jumlah

mengkonsumsi 3.Jumlah yang

dimiliki

4. Membeli secara mendadak atau terencana 5. Tempat membeli

Dalam pengisian angket konsumtivisme ini, peneliti menggunakan

pertanyaan terbuka. Peneliti menggunakan 2 cara untuk menyebarkan angket

tersebut, yaitu dengan menyebarkan secara langsung kepada 15 subjek (wilayah

Yogyakarta) dan melalui email kepada 15 subjek lain (wilayah Jakarta) dengan angket yang sama. Peneliti melakukan print out angket-angket yang melalui

email, agar mempermudah peneliti dalam pengoreksian bersama dengan 15 angket yang disebar secara langsung. Kemudian, cara mengerjakannya yaitu,

subjek mengisi angket tersebut dengan menulis atau mengetik jawaban sesuai

dengan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti .

E. Pertanggung Jawaban Mutu Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian kuantitatif, kualitas data dipertanggung jawabkan

lewat kualitas instrumen dengan cara menguji validitas dan reliabilitas kuesioner:

1. Validitas

Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur itu

mengukur apa yang ingin diukur (Effendi & Tukiran, 2012). Validitas yang

(45)

alat pengukur yang ditentukan oleh sejauhmana isi alat pengukur tersebut

mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Effendi

& Tukiran, 2012). Pada penelitian ini, alat pengukuran yaitu berupa angket

yang dibuat sesuai dengan aspek kerangka konsep tiga wilayah konsumsi

(primer, sekunder, dan tersier) yang berdasarkan pada teori sikap (kognitif,

afektif, dan perilaku), yang tercetak pada blue print. 2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Effendi & Tukiran,

2012). Reliabilitas alat pengumpulan data pada kuesioner ini tidak diujikan

secara formal, karena bukan skala dan tidak dapat terukur dengan angka

(Wardhani, 2007). Pengujian reliabilitas kuesioner konsumtivisme dalam

penelitian ini dilakukan dengan mengkroscek jawaban subjek. Kroscek

jawaban subjek dilakukan dengan memberikan 3 pertanyaan tambahan, yaitu:

(1) Apakah mereka konsumtif atau tidak? (2) Berapa uang saku atau

pendapatan dalam 1 bulan? (3) Berapa pengeluaran dalam 1 bulan?

F. Teknik Mengolah dan Analisis Data

Dalam pengolahan angket penelitian yang bertujuan untuk

mengungkap konsumtivisme pada wanita dengan rentang usia 21-25 tahun

berdasarkan kriteria konsumtivisme, dapat diolah dengan menggunakan cara

(46)

1. Mengelompokkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga

barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan

menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang

dimiliki, membeli secara mendadak atau tidak, dan tempat membeli pada setaip

wilayah tiga konsumsi yaitu primer, sekunder, dan tersier.

2. Membuat turus berdasarkan jawaban responden mengenai jenis benda

konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga barang, suka atau tidak suka

mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan menggunakan merek, jangka

waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang dimiliki, membeli secara

mendadak atau tidak, dan tempat membeli pada setiap wilayah tiga konsumsi

yaitu primer, sekunder, dan tersier yang sudah dikelompokkan terlebih dahulu .

3. Memilih data mengenai jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga

barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan

menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang

dimiliki, dan tempat membeli yang sudah dibuat turus sesuai dengan kriteria

konsumtivisme.

3. Mengelompokkan wilayah konsumsi apa saja yang paling banyak dikonsumsi

oleh para responden yang sesuai dengan kriteria konsumtivisme.

Selanjutnya, data hasil penelitian survei konsumtivisme akan

dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi. Keseluruhan data yang telah

disusun dan diolah akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

persentasenya, sehingga peneliti dapat mendeskripsikan dan menganalisa hasil

(47)

Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

mendeskripsikan hasilnya dari frekuensi dan prosentase dari aitem/kategori tiga

wilayah konsumsi:

1. Mendeskripsikan hasil tabel frekuensi dan prosentase dari wilayah konsumsi

primer berdasarkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga

barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan

menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang

dimiliki, dan tempat membeli yang paling banyak jumlahnya dan sesuai

dengan kriteria konsumtivisme.

2. Mendeskripsikan hasil tabel frekuensi dan prosentase dari wilayah konsumsi

sekunder berdasarkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga

barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan

menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang

dimiliki, dan tempat membeli yang paling banyak jumlahnya dan sesuai

dengan kriteria konsumtivisme.

3. Mendeskripsikan hasil tabel frekuensi dan prosentase dari wilayah konsumsi

tersier berdasarkan jenis benda konsumsi, merek yang dikonsumsi, harga

barang, suka atau tidak suka mengkonsumsi, alasan mengkonsumsi, alasan

menggunakan merek, jangka waktu, jumlah mengkonsumsi, jumlah yang

dimiliki, dan tempat membeli yang paling banyak jumlahnya dan sesuai

dengan kriteria konsumtivisme.

4. Menarik kesimpulan dengan mengurutkan wilayah konsumsi apa yang paling

(48)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 2 Agustus 2012 sampai

tanggal 12 September 2012. Penelitian dilakukan di dua daerah, yaitu Yogyakarta

dan Jakarta. Subjek penelitian ini adalah wanita dewasa awal dengan rentang usia

20 tahun sampai 24 tahun. Subjek penelitian ini berlatar belakang mahasiswi

tingakt akhir maupun yang sudah bekerja. Subjek penelitian ini terdiri dari 30

orang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner

konsumtivisme di tiga wilayah konsumsi, yaitu konsumsi primer, sekunder, dan

tersier.

Dalam melakukan pengambilan data, peneliti melakukan dua teknik

penyebaran angket, yaitu melalui email dan menyebarkan secara langsung kepada sasaran penelitian. Peneliti membagi menjadi dua bagian, yaitu 15 orang melalui

email dengan lokasi di Jakarta, sedangkan 15 orang melalui sebaran angket secara langsung dengan lokasi di Yogyakarta. Peneliti juga meminta bantuan kepada

subjek di daerah Yogyakarta untuk memberikan angket kepada teman subjek yang

memiliki karakteristik subjek penelitian, yaitu memiliki usia antara 20 – 24 tahun,

mahasiswi tingkat akhir, dan pekerja. Angket yang diberikan kepada subjek

berupa pertanyaan terbuka, yang dapat diisi secara langsung dan bebas dalam

menjawab pertanyaan yang diberikan. Setelah pengisian angket tersebut, subjek

(49)

B. Deskripsi Subjek

Subjek penelitian ini adalah wanita dewasa awal dengan rentang usia

20 tahun sampai 24 tahun. Subjek ini berjumlah 30 orang yang diantaranya

seorang mahasiswi dan pekerja. Pemilihan subjek penelitian ini berdasarkan

kriteria penelitian yaitu wanita dewasa awal dengan rentang usia 20-24 tahun,

mahasiswi, dan pekerja.

Subjek yang dipilih juga memiliki lokasi di daerah Jakarta dan

Yogyakarta. Hal ini dikarenakan alasan kepraktisan peneliti dalam mencari

subjek. Identitas subjek dapat disajikan lebih jelas di bawah ini:

Table 4.2 Identitas Subjek

Wilayah Usia Status Jumlah

Pekerja Mahasiswi

Jakarta 21-22 tahun 3 12 15 Yogyakarta 21-24 tahun - 15 15

Total 3 27 30

C. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian survei yang dilakukan bahwa 1 subjek bisa

menjawab lebih dari 1 jawaban atau tidak semua subjek menjawab, dan diperoleh

hasil konsumtivisme terkait tiga wilayah konsumsi, yaitu konsumsi primer,

sekunder, dan tersier sebagai berikut.

1. Konsumsi Benda Primer

(50)

jenis-jenis makanan kesukaan sebagai berikut; (1) gorengan (tempe, tahu

goreng, dan lainnya) sebesar ( 9 atau 35%); (2) pasta (spaghetti, pizza, dan

lainnya) sebesar ( 6 atau 23%); (3) bakmi dan bakso sebesar (5 atau 19%);

(4) Japanese food, Chinese food, kue, coklat, dan sayur sebesar (3 atau 11%); (5) western food (steak, smoked beef) sebesar (2 atau 8%); dan (6) sate sebesar (1 atau 4%). Dari sejumlah 36 respon, diperoleh harga makanan

tersebut paling banyak berkisar di bawah Rp 10.000,00 ( 16 atau 44%) dan

diantara Rp 10.000,00 – Rp 50.000,00 (16 atau 44%). Responden paling

banyak membeli makanan tersebut karena enak, yaitu ( 22 atau 64,7%) dari

34 respon. Dalam frekuensi mengkonsumsi makanan tersebut, responden

paling banyak mengkonsumsi 1 kali dalam 1 hari, yaitu sebesar ( 9 atau

32%) dari 28 respon. Tempat yang sering dikunjungi responden untuk

mengkonsumsi makanan tersebut adalah di warung makan, yaitu sebesar (15

atau 44%) dari 34 respon. Dalam mengkonsumsi makanan kesukaan, paling

banyak responden membeli secara terencana, yaitu (18 atau 60%) dari 30

respon.

b. Wilayah konsumsi primer yang kedua adalah makanan pokok. Dari 30 subjek, sebanyak 38 respon yang diperoleh dari hasil jenis-jenis makanan

pokok yang disukai, yaitu (1) nasi putih (20 atau 52%); (2) lauk (ayam,

tempe, tahu, dll) (8 atau 21%); (3) nasi goreng (4 atau 11%); (4) sayur (3

atau 8%); (5) nasi merah, nasi kuning, dan oatmeal (3 atau 8%). Dari sejumlah 35 respon, diperoleh harga untuk makanan tersebut paling banyak

(51)

responden suka pada makanan tersebut paling banyak karena membuat

kenyang, yaitu sebesar (15 atau 56%) dari 27 respon. Dalam mengkonsumsi,

responden paling banyak mengkonsumsi makanan tersebut 2 kali dalam 1

hari (15 atau 42%) dari 36 respon. Tempat yang sering dikunjungi

responden untuk mengkonsumsi makanan tersebut adalah di rumah makan

dan rumah pribadi, yaitu sebesar 14 (58%) dari 24 respon.

c. Wilayah konsumsi primer yang ketiga adalah minuman kesukaan. Dari 30 subjek, sebanyak 37 respon yang diperoleh dari jenis- jenis minuman

kesukaan yang disukai, yaitu (1) air putih (10 atau 27%); (2) es teh (6 atau

16%); (3) jus buah (5 atau 13%); (4) es jeruk dan susu (8 atau 22%); (5)

green tea (3 atau 9%); (6) minuman coklat, es kelapa, coffemix, lemon tea,

dan cocktail (5 atau 13%). Dari sejumlah 31 respon, diperoleh harga untuk minuman tersebut paling banyak berkisar antara Rp 1.000,00 – Rp

10.000,00 (23 atau 74%). Responden suka minuman tersebut alasannya

paling banyak karena sehat dan segar , yaitu (12 atau 48%) dari 25 respon.

Frekuensi mengkonsumsi minuman tersebut paling banyak 1 kali dalam 1

hari, yaitu sebesar 13 (43,3%) dari 30 respon. Tempat yang sering

dikunjungi responden untuk mengkonsumsi minuman tersebut adalah di

warung makan (15 atau 58%) dari 26 respon. Dalam mengkonsumsi

minuman kesukaan, paling banyak responden membeli secara terencana,

yaitu sebesar 17 (63%) dari 27 respon.

(52)

sejumlah 11 respon, subjek paling banyak suka mengkonsumsi kopi karena

rasanya enak (5 atau 45%). Dari sejumlah 19 respon, diperoleh harga kopi

tersebut paling banyak di bawah Rp 10.000,00, yaitu sebanyak 12 (63%).

Dalam mengkonsumsi kopi, responden paling banyak mengkonsumsi 1 kali

dalam 1 hari (6 atau 55%) dari 11 respon. Tempat yang sering digunakan

responden untuk meminum kopi adalah di kos, yaitu sebanyak 5 (50%) dari

10 respon. Dalam mengkonsumsi kopi, paling banyak responden membeli

secara mendadak, yaitu 12 (40%) dari 21 respon.

e. Wilayah konsumsi primer yang kelima adalah minuman beralkohol. Dari 30 subjek, subjek yang suka atau pernak minum minuman beralkohol sebanyak

17 (56,7%). Responden yang suka atau pernah minum minuman beralkohol

dengan alasan paling banyak karena ingin mencoba, yaitu sebanyak 11

(65%) dari 17 respon. Dari sejumlah 32 respon, jenis minuman beralkohol

yang dikonsumsi adalah (1) vodka (11 atau 34%); (2) wine dan beer (9 atau 28%); (3) cocktail (5 atau 16%); (4) whisky (4 atau 13%); (5) teaquilla (2 atau 6%); dan (6) tuak (1 atau 3%). Dari 49 respon, diperoleh jenis merek

minuman alkohol tersebut adalah (1) Jack Daniel dan Beer Bintang (14 atau

29%); (2) Mix Max (5 atau 10%); (3) Heineken dan Topi Miring (6 atau

13%); (4) Johnny Walker, Baileys, Sparkling, Red Label, Absolute Blue,

dan Martini (12 atau 24%); dan (5) Chivas, Black Label, Portwine,

Mansions, Bakardi, King Robert, Soju, Cosmopolitan, Cointreau, Myer’s

Rhum, Yellow Tail, dan Greensands (12 atau 24%). Dari sejumlah 20

Gambar

Gambar 1 : Bagan Kerangka Konseptual
Blue Print Table 3.1 Angket Konsumtivisme
Table 4.2 Identitas Subjek
Table 1. Pertanyaan Kuesioner
+2

Referensi

Dokumen terkait

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Gorontalo pada Triwulan I-2015 sebesar 95,18, yang berarti kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 menurun dari triwulan

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil