SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Mayland Yee Sewa
NIM : 068114087
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Mayland Yee Sewa
NIM : 068114087
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii
RINI YOGYAKARTA PERIODE JUNI-JULI 2009 (Kajian Penggunaan Obat Saluran Cerna)
Oleh: Mayland Yee Sewa
NIM : 068114087
Skripsi ini telah disetujui oleh :
Pembimbing
v
Disaat ku tak berdaya, kuasaMu yang sempurna
Ketika ku percaya mukjizat itu nyata
Bukan karena kekuatan namun rohMu ya Tuhan
Ketika ku berdoa mukjizat itu nyata.
Kupersembahkan karya ini bagi:
Tuhan Yesus Penebusku, sebab kasih dan perlindunganNya
sepanjang hidupku
Kedua orang tuaku tercinta atas doa dan kasih sayang selama ini
&
vi
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Mayland Yee Sewa
Nomor Mahasiswa : 068114087
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“Evaluasi Ketaatan Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang Diberi Informasi versus Informasi Plus Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat Saluran Cerna)”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 15 Februari 2010 Yang menyatakan
vii
yang berjudul “Evaluasi Ketaatan Antara Pasien Yang Diberi Informasi vs Informasi plus Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak Terapinya Pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009 (Kajian Penggunaan Obat Saluran Cerna)”dengan baik.
Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada program studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam penyusunan skripsi ini.
viii
memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan data untuk penelitian ini.
6. Bapak Harry selaku Kepala Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Panti Rini beserta staf karyawan yang telah mengijinkan dan membantu peneliti dalam pengambilan data.
7. Ayahanda Apolos Sewa dan Ibunda Marike Jitmau yang telah melahirkan, merawat, menjaga, mengasihi, serta mendukung penulis dalam setiap langkah di kehidupan penulis.
8. Adikku yang terkasih Samri Sewa dan Mariado Sewa atas perhatian, kasih sayang, serta dukungannya kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
9. Kakak Simon yang telah memberikan perhatian, dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.
10. Dewi, Olin, Vero, Mbak Rian, Sheila, Tiara, dan Arum atas kekompakkan dan kebersamaan selama proses penyusunan skripsi ini.
11. Manik dan Anna atas dukungan, semangat, canda tawa selama penyusunan skripsi dan atas persahabatan selama ini.
ix
ini. Segala keterbatasan baik tenaga, pikiran dan waktu yang membuat penulisan skripsi ini kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 09 November 2009
x
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian daftar dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 09 November 2009 Penulis
xi
dalam memberikan informasi tentang penggunaan obat. Pemberian informasi perlu diinovasi dengan memberikan alat bantu ketaatan untuk meningkatkan ketaatan pasien. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui ketaatan pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta antara pasien yang diberi informasi versus informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 (kajian terhadap penggunaan obat golongan saluran cerna).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental semu dengan rancangan analitik deskriptif. Data dianalisis dengan statistik parametrik menggunakan uji T dan bila non parametrik menggunakan Mann Whitney. Jika data variabel kategorik menggunakan uji Chi Square. Seluruh pasien yang menggunakan obat golongan saluran cerna berjumlah 43 pasien. Sembilan belas pasien kelompok perlakuan dan 24 pasien kelompok kontrol. Perlakuan ialah pasien yang menerima informasi obat plus alat bantu sedangkan kontrol ialah pasien yang hanya menerima informasi obat.
Ketaatan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang dihitung berdasarkan jumlah unit obat golongan saluran cerna non infeksi yang diminum berbeda tidak bermakna (p=0,447), berdasarkan cara pakai obat berbeda tidak bermakna (p=1,000) dan aturan pakai pada kelompok taat dan kelompok tidak taat berbeda tidak bermakna (p= 0,997 dan 0,998).
xii
necessarily innovated by giving extra information of medical equipment that will further enhance the use of gastrointestinal drugs. The main purpose of this research is to know the compliance of outpatient of Yogyakarta Panti Rini Hospital among patients who given information versus extra information of medical equipment and effect of therapy during june to july 2009 (for the using of gastrointestinal drugs).
This research is a kind of quasi-experimental research with a desccriptive analytic design. Data analyzed if parametric statistic using T test and if the non parametric use mann whitney. If variable of data is categoric using Chi Square test. All the patients who use gastrointestinal drug amounted to 43 patients. Nineteen patients the treatment group and 24 patient control group. Treatment group are patients who given extra information of medical equipments innovation while control are patient who given information
Compliance between the treatment group and control group calculated based on the number of drug classess non–infectious gastrointestinal tract taken did not differ significantly (p=0,447) , compliance based on how to use drug did not differ significantly (p=1,000) and the rule of use gastrointestinal drug resulted for the compliance patients and non-compliance patients did not differ significantly (p=0,997 and 0,998).
xiii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
PRAKATA... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... x
INTISARI... xi
ABSTRACT... xii
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xviii
DAFTAR GAMBAR... . xxi
DAFTAR LAMPIRAN... xxii
BAB I PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang... 1
1. Permasalahan... 3
2. Keaslian penelitian... 3
3. Manfaat penelitian... 4
B. Tujuan Penelitian... 4
1. Tujuan umum... 4
2. Tujuan khusus... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6
xiv
B. Pharmaceutical Care... 10
C. Ulkus Peptikum... 12
1. Definisi... 12
2. Epidemiologi... 13
3. Etiologi... 13
4. Patofisiologi... 13
5. Manifestasi klinik... 13
6. Penatalaksanaan terapi... 14
D. Refluks Gastroesofagus... 15
1. Definisi... .. 15
2. Epidemiologi... 16
3. Etiologi... 16
4. Patofisiologi... 16
5. Manifestasi klinik... 17
6. Penatalaksanaan terapi... 17
E. Diare... 18
1. Definisi... 18
2. Epidemiologi... 18
3. Etiologi... 18
xv
1. Definisi... 21
2. Etiologi... 21
3. Patofisiologi... 22
4. Penatalaksanaan terapi... 23
G. Landasan Teori... 23
H. Hipotesis... 24
BAB III METODE PENELITIAN... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 25
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 26
C. Subyek Penelitian... 28
D. Bahan Penelitian... 30
E. Instrumen Penelitian... 30
F. Lokasi Penelitian... 31
G. Tata Cara Pengumpulan Data... 31
1. Analisis situasi... 31
2. Pembuatan alat bantu ketaatan... 31
3. Pengumpulan data... 32
4. Wawancara... 32
5. Tahap penyelesaian data... 33
xvi
1. Berdasarkan jenis kelamin... 39
2. Berdasarkan umur... 40
3. Berdasarkan tingkat pendidikan... 41
B. Profil Terapi Pasien... 42
1. Profil terapi pasien secara umum... 42
2. Profil terapi pasien secara khusus... 47
C. Evaluasi Perbedaan Ketaatan Antara Pasien yang Diberi Informasi versus Informasi plus Alat Bantu Ketaatan... 52
1. Berdasarkan jumlah obat yang digunakan pasien... 52
2. Berdasakan aturan pakai obat... 54
3. Berdasarkan cara pakai obat... 55
D. Dampak Terapi... 56
E. Evaluasi Peresepan... . 57
1. Kelompok perlakuan... 58
2. Kelompok kontrol... 59
E. Rangkuman Pembahasan... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 63
A. Kesimpulan... 63
B. Saran... 64
xviii
terjadi... 12 Tabel III Gambaran profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 berdasarkan jenis kelamin... 40 Tabel IV Gambaran profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta Juni-Juli 2009 berdasarkan umur... 40 Tabel V Gambaran profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini
Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 berdasarkan tingkat pendidikan... 41 Tabel VI Profil jumlah unit obat yang diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit
xix
Tabel XI Pengelompokan pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang menerima obat gangguan saluran cerna periode Juni-Juli 2009 berdasarkan jumlah unit obat... 48 Tabel XII Golongan dan jenis obat gangguan saluran cerna yang digunakan
pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009………... 50 Tabel XIII Penggolongan obat saluran cerna yang diterima pasien rawat jalan
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 menurut Bentuk Sediaannya... 51 Tabel XIV Perbandingan ketaatan penggunaan obat golongan saluran cerna pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode Juni-Juli 2009... 53 Tabel XV Pengelompokkan ketaatan penggunaan obat saluran cerna pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 berdasarkan aturan pakai obat ... 55 Tabel XVI Pengelompokkan ketaatan penggunaan obat saluran cerna pasien rawat
xx
xxi
xxii
1
A. Latar Belakang
Saluran cerna adalah saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsorbsi makanan dan mengeluarkan sisa-sisa pencernan tersebut (Mara dan Sunito, 1993). Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, penyakit yang berhubungan dengan saluran cerna termasuk dalam 10 peringkat penyakit terbesar pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit selama tahun 2007. Diare dan gastroenteritis menduduki peringkat ke-2 diikuti dispepsia dan faringitis akut yang menduduki peringkat 4 dan 5 (Dinkes, 2008).
Data tahun 2005 di Rumah Sakit Panti Rini menunjukkan bahwa dalam 10 peringkat penyakit terbesar, penyakit yang berhubungan dengan saluran cerna seperti gastroenteritis dan dispepsia menduduki peringkat 2 dan 8.
Melihat kejadian di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan suatu penelitian yang dapat meningkatkan ketaatan pasien dalam menggunakan obat golongan saluran cerna sehingga kejadian DTP yang berkaitan dengan ketaatan dapat berkurang dan outcome terapi dapat tercapai. Salah satu hal yang dapat dilakukan farmasis untuk meningkatkan ketaatan penggunaan obat pada pasien adalah dengan memberikan edukasi atau informasi obat yang jelas dan lengkap tentang terapi pasien. Pemberian informasi ini perlu diinovasi dengan menggunakan suatu alat bantu yang dapat meningkatkan ketaatan penggunaan obat golongan saluran cerna.
Berdasarkan uraian di atas, dirasakan perlu untuk melakukan penelitian mengenai peranan pemberian informasi obat yang efektif oleh farmasis terhadap ketaatan penggunaan obat dan akhirnya diusulkan suatu judulEvaluasi Ketaatan Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Antara Pasien Yang
Diberi Informasi versus Informasi Plus Alat Bantu Ketaatan Serta Dampak
Terapinya Periode Juni-Juli 2009 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat
1. Permasalahan
Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah: ”Seperti apakah ketaatan pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogjakarta antara pasien yang diberi informasi versus informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 (kajian terhadap penggunaan obat saluran cerna)?” serta beberapa sub permasalahan tambahan, yaitu :
a. Apakah ada perbedaan profil pasien yang menggunakan obat golongan saluran cerna antara pasien yang diberikan informasi dengan pasien yang diberikan informasi plus alat bantu ketaatan?
b. Apakah ada perbedaan profil terapi yang digunakan antara pasien yang diberikan informasi dengan pasien yang diberikan informasi plus alat bantu ketaatan?
c. Apakah terjadi masalah dalam evaluasi peresepan pada pasien yang menggunakan obat golongan saluran cerna antara pasien yang diberikan informasi dengan pasien yang diberikan informasi plus alat bantu ketaatan? 2. Keaslian penelitian
3. Manfaat penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk mendeskripsikan ketaatan penggunaan obat golongan saluran cerna serta dampak terapinya pada pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta serta dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti lainnya. Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care, secara khusus di Rumah Sakit Panti Rini dan secara umum Rumah Sakit di Indonesia agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
a. Menggambarkan profil pasien (jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan) yang menerima obat golongan saluran cerna di Rumah Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009.
b. Menggambarkan profil terapi pasien umum dan khusus (jumlah dan jenis obat, aturan pakai obat, bentuk sediaan) yang menerima obat golongan saluran cerna di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009.
c. Mengevaluasi peresepan pada pasien pengguna golongan obat saluran cerna di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009. 2. Tujuan khusus
6
A. Saluran Cerna 1. Pengertian
Saluran cerna adalah saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsorbsi makanan dan mengeluarkan sisa-sisa pencernan tersebut. Saluran cerna terdiri atas mulut, kerongkongan (esogafus), lambung, usus halus, usus besar dan anus (Mara dan Sunito, 1993).
Saluran cerna adalah saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsorbsi zat-zat gizi, dan mengekskresi sisa-sisa pencernaan. Saluran cerna terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Manifestasi yang terjadi pada pasien gangguan saluran cerna dapat berupa disfagia, dispepsia, diare, konstipasi, hematemesis, melena, dan hematokesia (Sunito, 1987).
2. Anatomi dan fisiologi saluran cerna
Gambar 1. anatomi saluran pencernaan manusia
Struktur sistem pencernaan terdiri atas bagian-bagian berikut, yaitu oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulum/gaster/maag (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar), rectum dan anus. Intestinum minor terdiri atas duodenum (usus 12 jari), jejenum, dan ileum. Intestinum mayor terdiri atas sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid ( Priyanto dan Lestari, 2008).
1. Mulut
proses penguraian zat pati sudah mulai efektif disini. Sebaliknya pencernaan protein belum efektif karena protein memerlukan keasaman yang tinggi. (Gunawan, 2006)
2. Faring
Organ ini merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus. Di bagian organ ini terletak persimpangan antara saluran pernapasan dan saluran pencernaan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan ke jalan napas dan pada saat yang bersamaan jalan napas ditutup sementara ( Priyanto dan Lestari, 2008). 3. Esofagus
Esofagus merupakan saluran yang panjangnya kira-kira 25 cm, memanjang mulai dari faring sampai ke lambung. Kontraksi otot-otot dinding faring menyebabkan kontraksi otot yang bergelombang berirama, kuat pada dinding esofagus yang disebut peristalsis. Gerakan ini mendorong makanan turun ke lambung. Saluran dari esofagus menuju ke lambung dikendalikan oleh sebuah otot polos berbentuk cincin, disebut sphincter. Secara normal, lubang ini tertutup, ia membuka secara refleks hanya bila ada gelombang kontraksi dalam esofagus yang menekan gumpalan makanan untuk mendorongnya (Basoeki, 1988).
4. Lambung
oleh usus dengan semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidroklorida; mengubah protein menjadi pepton oleh pepsin; membekukan susu dan kasein yang dikeluarkan oleh renin (Priyanto dan Lestari, 2008).
5. Usus halus
Usus halus berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan yang berfungsi untuk tubuh (Priyanto dan Lestari, 2008).
6. Usus besar
Usus besar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu caecaum atau usus buntu, kolon, dan rektum. Antara 5 sampai 7,5cm pertama adalah bagian usus besar yang disebut usus buntu. Usus buntu ini terletak dikuadran kanan bawah abdomen ( Basoeki, 1988).
3. Gangguan saluran cerna
Gangguan pencernaan dan absorpsi dapat terjadi pada proses menelan, absorpsi zat gizi, pengosongan lambung, dan proses defekasi ( buang air besar). Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada pasien penderita gangguan pencernaan adalah disfagia, dispepsia, diare, konstipasi, hematemetis, melena, dan hematokesia (Mara dan Sunito, 1993).
Berbagai macam gejala dapat timbul dengan adanya disfungsi saluran cerna. Pada umumnya gejala yang termasuk dalam gangguan saluran cerna meliputi mulas, nyeri perut, dispepsia, mual, muntah, diare, sembelit, dan perdarahan gastrointestinal (DiPiro, 2009).
mendadak, kadang-kadang disertai nyeri kepala; nausea dan muntah-muntah yang diikuti diare; dapat disertai atau tanpa demam (Darmadi, 2008).
Manifestasi klinis ini dapat muncul setelah beberapa penderita mengonsumsi makanan/minuman yang disajikan. Sebagai sindrom gastroenteritis, penyebabnya dapat berupa virus, protozoa, bakteri, jamur atau parasit. Namun sebagai penyebab tersering adalah bakteri atau tokinnya seperti Salmonella, Escherichia coli, sedangkan toksin berasal dari Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum (Damadi, 2008).
B. Pharmaceutical Care
Programpharmaceutical care dapat menurunkan kejadian merugikan pada penggunaan obat, terutama obat untuk penyakit jangka panjang. Dilaporkan Pharmaceutical care meningkatkan kesadaran pasien akan efek merugikan dari obat (Fischeret.al., 2002) dan pencegahan serta pengatasan DTPs adalah langkah penting dalampharmaceutical care.
Tabel I. Penyebab-penyebabdrug related problems (DRPs) (Strandet.al., 2004)
No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP
1
Ada indikasi tanpa obat (need for additional drug therapy)
•Timbulnya kondisi medis baru memerlukan tambahan obat baru
•Kondisi kronis memerlukan terapi lanjutan terus-menerus
•Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi
•Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu terapi profilaksi.
•Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu
•Terapi dengan dosis toksik
•Penyalah-gunaan obat, merokok, dan alkohol
•Terapi sebaiknya non-farmakologi
•Polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal
Lanjutan Tabel I
No Jenis DRP Contoh Penyebab DRP
3
Pemilihan obat salah (wrong drug)
•Obat yang digunakan bukan yang efektif /paling efektif
•Pasien alergi atau kontraindikasi
•Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman
•Obat sudah resisten terhadap infeksi
•Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh perlu mengganti obat
•Kombinasi obat yang salah.
4
Dosis terlalu rendah (dose too low)
•Dosis terlalu rendah
•Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis antibiotika untuk operasi
•Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien
•Obat diberikan terlalu cepat
•Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu
•Pasien alergi atau reaksi indiosinkrasi
•Bioavalibilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau makanan.
•Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium
6
Dosis terlalu tinggi (dose too high)
•Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan
•Dosis dinaikkan terlalu cepat
•Obat akumulasi karena terapi jangka panjang
•Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk pasien
•Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu diberikan terus
•Pasien gagal menerima obat yang sesuai karenamedication error
•Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya
•Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya
kekuatan interaksi; dan dokumentasi yang menggambarkan kejadian interaksi secara klinis.Tatro, 2006).
Tabel II Nilai signifikansi dari interaksi obat yang terjadi (Tatro, 2006)
Penilaian signifikansi
Kekuatan Dokumentasi
1 Besar Diduga atau >
2 Sedang Diduga atau >
3 Kecil Diduga atau >
4 Besar/Sedang Mungkin
5
Kecil Mungkin
Sedikit Tidak mungkin
Besar: efeknya potensial terjadi atau dapat menyebabkan kerusakan permanen. Sedang: efeknya mungkin dapat menyebabkan keburukan pada status klinis pasien. Terapi tambahan, masuk rumah sakit atau perpanjangan tinggal di rumah sakit mungkin diperlukan. Kecil : efek biasanya ringan; akibatnya menyusahkan atau tidak diperhatikan tetapi tidak signifikan mempengaruhi outcome terapi. Terapi tambahan biasanya tidak dibutuhkan.
Diduga: mungkin terjadi; beberapa data menunjukan; membutuhkan studi lebih lanjut. Mungkin: dapat terjadi, tetapi data yang ada sangat terbatas. Tidak mungkin: ragu-ragu; tidak ada bukti dalam merubah efek klinis(Tatro, 2006).
C. Ulkus Peptikum 1. Definisi
2. Epidemiologi
Sekitar 10 % orang Amerika mengalami ulkus peptikum sepanjang hidup mereka. kejadian bervariasi dengan tipe ulkus, umur, jenis kelamin dan lokasi geografis. Ras, pekerjaan, faktor genetika, dan faktor sosial berperan kecil dalam patogenesis ulkus. Yang berperan banyak dalam kejadian peptic ulcer disease adalah infeksi H.Pylori dan penggunaan obat antiinflamasi non-steroid (Dipiro, 2009).
3. Etiologi
Sebagian besar tukak lambung terjadi karena kehadiran asam dan pepsin ketikaH. Pylori , obat antiinflamasi non-steroid, dan faktor lainnya mengganggu pertahanan mukosa dan mekanisme penyembuhan. Hipersekresi asam merupakan faktor utama dalam keadaan hipersekretori termasuk ZES. Lokasi tukak terkait dengan beberapa faktor etiologi. Tukak lambung ringan dapat terjadi dimana saja pada perut, kebanyakan tukak usus dua belas jari terjadi pada bagian pertama oleh usus dua belas jari (Dipiro, 2009).
4. Patofisiologi
Tukak lambung terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan mekanisme yang menjaga integritas mukosa (pertahanan mukosa dan perbaikan) (Dipiro, 2009).
5. Manifestasi klinik
Gambaran klinik ulkus duodenum yang dapat terjadi adalah dispepsia: nyeri abdomen adalah gejala klasik, khas memburuk pada malam hari dan sering kali berkurang dengan makan; Muntah bisa menunjukkan adanya edema atau stenosis pilorus; Perdarahan gastrointestinal merupakan keluhan utama pada ulkus peptikum; Perforasi disertai peritonitis kadang-kadang merupakan keluhan utama atau tanda komplikasi. Pada ulkus gaster sama saja cuman sekresi asam menurun sehingga kemungkinan terjadinya dispepsia lebih kecil (Patrick, 2005).
6. Penatalaksanaan terapi a. Non-Farmakologi
Pasien dengan tukak lambung harus mengurangi atau menghilangkan stress psikologi, merokok, dan penggunaan obat antiinflamasi non-steroid. Pasien juga harus menghindari makanan yang pedas, mengandung kafein dan alkohol atau makanan yang dapat memperburuk gejala tukak lambung. Makan yang teratur juga dapat mengimbangi asam lambung yang diproduksi (Dipiro, 2009).
b. Farmakologi
1) Antagonis reseptor H2
Ada 3 jenis reseptor histamine. Mediator yang kedua inilah yang mensekresi asam melaui sel parietal lambung dan dapat dihambat oleh obat-obatan yang mengeblok reseptor H2 ( Beringer, 2005).
2) Penghambat pompa proton
menjadi potassium. Contoh obat ini adalah lansoprazol, pantoprazol sodium, esomeprazol magnesium, omeprazol, dan rabeprazol sodium ( Beringer, 2005)
3) Sukralfat
Mekanisme kerjanya melibatkan pengikatan selektif ke jaringan ulkus nekrotik, tempat dimana ia bisa bekerja bagi sawar asam, pepsin dan empedu (Katzung, 1989).
4) Antasida
Antasida lambung merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam klorida untuk membentuk garam dan air. Kegunaannya dalam ulkus peptikum adalah untuk mengurangi keasaman lambung, dan untuk mengurangi aktivitas pepsin Karena pepsin tidak aktif pada pH di atas 4. Antasida yang banyak digunakan adalah kombinasi garam aluminium, kalsium, dan magnesium (Katzung, 1989).
D. Refluks Gastroesofagus 1. Definisi
2. Epidemiologi
Gastroesofagus refluks dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Mortalitas yang disebabkan oleh gastroesofagus refluks kira-kira 1 kematian per 100.000 pasien. Kejadian gastroesofagus refluks sulit untuk diketahui karena banyak pasien yang tidak melakukan terapi menggunakan obat-obatan, simptom tidak selalu berhubungan dengan penyakit ini, tidak ada metode standar yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit. Kira-kira 40% orang amerika bertahan dari gejala gastroesofagus refluks selama 1 bulan, dan lebih dari 20% bertahan dari simptom pada tiap minggunya. Angka kejadian meningkat pada orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun (Dipiro, 2009).
3. Etiologi
Refluks gastroesofagus terutama disebabkan oleh gaya hidup. Obesitas dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Merokok, stres, dan faktor makanan (makanan berlemak, kue kering, alkohol, cokelat) semuanya menurunkan tekanan pada stringter bawah esofagus dan mengakibatkan refluks (Patrick, 2005).
4. Patofisiologi
termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreatin (Dipiro, 2009).
5. Manifestasi klinik
Refluks asam lambung kebagian bawah esofagus yaang mengalami peradangan dapat menyebabkan rasa seperti terbakar pada retrostenal pada saat pasien sedang berbaring datar. Pada kasus kronis, rasa sakit bisa menetap dan disfagia dapat terjadi akibat terbentuknya striktur fibrosa. Dalam kasus berat, refluks ke dalam faring dapat menyebabkan batuk spasmodik dan serak ( Guyton dan Hall, 2007).
6. Penatalaksanaan terapi a. Non farmakologi
Perubahan gaya hidup. Sebagian besar pasien dengan gejala refluks akan mengalami perbaikan yang signifikan bila berhenti merokok dan membatasi konsumsi alkohol, menurunkan berat badan, makan teratur (terutama sarapan) dan menghindari makan di larut malam ( Patrick, 2005).
b. Farmakologi
E. Diare 1. Definisi
Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal. Frekuensi dan konsistensi BAB bervariasi antara individu satu dengan lainnya. (Anonim, 2008a).
2. Epidemiologi
Epidemiologi diare bervariasi disetiap negara. Di Amerika Serikat, penyakit diare biasanya tidak dilaporkan ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit kecuali terkait dengan wabah atau organisme atau kondisi yang tidak biasanya. Di negara berkembang, diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak-anak. Sekitar 1,3 milyar peristiwa terjadi setiap tahunnya dan 4 juta kematian terjadi akibat diare di negara tersebut. Faktor yang mempengaruhi terjadinya diare meliputi sanitasi yang buruk, dan gizi buruk (DiPiro, 2009). 3. Etiologi
Etiologi mual dan muntah bervariasi sesuai dengan umur pasien. Etiologi umum muntah pada anak-anak adalah Gastroenteritis Virus disebabkan oleh rotavirus. muntah pada bayi mungkin berhubungan dengan sesuatu sederhana seperti kekenyangan, cepat makan, bersendawa tidak memadai, atau berbaring terlalu cepat setelah menyusui (DiPiro, 2009).
4. Patofisiologi
oleh penurunan absorbsi Natrium klorida atau peningkatan sekresi; Perubahan motilitas usus; Peningkatan osmolaritas lumen; Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
Mekanisme ini terkait dengan 4 kelompok klinis diare yaitu sekretorik, osmotik, eksudatif dan mengubah transit usus (mengubah motilitas usus) (DiPiro, 2009).
Diare Sekretorik terjadi ketika terdapat senyawa yang strukturnya mirip ( sebagai contoh: vasoactive intestinal peptide (VIP) atau toksin bakteri) meningkatkan eksresi atau menurunkan absorbsi air dan elektrolit dalam jumlah yang besar. Diare osmotik disebabkan oleh absorbsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestinal. Diare eksudatif disebabkan oleh terjadinya infeksi saluran pencernaan yang menyebabkan keluarnya mukus, protein dan darah ke dalam saluran pencernaan. Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus halus, pengosongan usus besar yang lebih cepat (prematur), dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan (Anomin, 2008a). 5. Manifestasi klinik
6. Penatalaksanaan terapi
Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah pengaturan diet; mencegah pengeluran air, elektrolit dan gangguan asam basa; menyembuhkan simptom; mengatasi penyebab diare; mengatur gangguan sekunder yang menyebabkan diare (DiPiro, 2009).
a. Nonfarmakologi
Pengaturan diet adalah prioritas utama dalam pengobatan diare. Kebanyakan dokter menyarankan untuk menghentikan konsumsi makanan padat dan produk yang mengandung susu selama 24 jam. Minum air yang banyak serta asupan elektrolit juga dibutuhkan untuk menjaga komposisi tubuh normal (DiPiro, 2009).
Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan dan minuman, dianjurkan menghindari masukan makanan. Muntah psikogenik mungkin diatasi dengan intervensi psikologik ( Anonim, 2008a).
b. Farmakologi
F. Mual dan Muntah 1. Definisi
Muntah merupakan suatu cara dimana saluran pencernaan membersihkan dirinya dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus Gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang. Distensi yang berlebihan menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah (Guyton dan Hall, 2007 ).
Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medula yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah dan mual dapat disebabkan oleh impuls iritasi yang datang dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bagian bawah yang berhubungan denganmotion sickneess (Guyton dan Hall, 2007 ).
2. Etiologi
Mual dan muntah dapat dikasifikasikan secara sederhana dan kompleks. Yang termasuk klasifikasi sederhana yaitu muntah yang dijabarkan dalam kriteria berikut : Muncul kadang-kadang dan dapat sembuh sendiri atau dengan penggunaan obat antiemetik; Pada pasien yang mengalami gangguan kesehatan ringan seperti ketidakseimbangan cairan elektrolit, nyeri atau yang tidak patuh terhadap terapi; Yang bukan disebabkan oleh pemberian atau penggunaan zat-zat berbahaya (Anonim, 2008a).
tidak patuh dalam menjalani terapi atau yang disebabkan oleh zat-zat berbahaya dan keadaan psikogenik (Anonim, 2008a).
3. Patofisiologi
Muntah dipicu oleh impuls aferen ke pusat muntah, inti sel berada dalam medula. Impuls yang diterima dari pusat-pusat sensoris, seperti chemoreceptor zona pemicu, serebral korteks, dan viseral aferen dari faring dan saluran pencernaan. Ketika bersemangat, impuls aferen diintegrasikan oleh pusat muntah, menghasilkan impuls eferen ke pusat air liur, pernapasan pusat, dan faring, gastrointestinal, dan otot-otot perut, yang menyebabkan muntah (DiPiro, 2009).
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang pertama adalah bernapas dalam, naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas supaya terbuka, penutupan glotis, pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior.
4. Penatalaksanaan terapi a. Non Farmakologi
Terapi mual dan muntah bervariasi tergantung pola diet, dan faktor psikologi.
b. Farmakologi
1) Antasida lambung
Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam klorida untuk membentuk garam dan air. Kegunaannya dalam ulkus peptikum adalah untuk mengurangi keasaman lambung, dan untuk mengurangi aktivitas pepsin karena pepsin tidak aktif pada pH diatas 4 (Dipiro, 2009).
2) Stimulan antimotilitas
Domperidon merupakan antagonis dopamin yang kerjanya memblok reseptor dopamin sentral pada chemoreceptor trigger zone. Obat ini menghasilkan efek sebagai antimual (Neal, 2006).
G. Landasan Teori
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh hasil interaksi dirinya dengan lingkungannya. Perilaku seorang pasien dalam penggunaan obat salah satunya karena mendapat informasi dari referensi tertulis maupun dari tenaga kesehatan yang bertanggung dengan pemahamannya akan penggunaan obat yang benar.
dengan beberapa cara, yaitu informasi verbal, demonstrasi dengan alat visual, multimedia, maupun dengan form kepatuhan.
Penggunaan alat visual dan form kepatuhan dapat memberikan hasil yang lebih baik dari pada pemahaman hanya dengan informasi verbal karena melibatkan lebih banyak indera. Form kepatuhan akan memungkinkan seorang pasien diingatkan penggunaan obat lebih teratur. Dengan demikian pemberian informasi obat yang disertai alat bantu akan meningkatkan ketaatan penggunaan obat. Ketaatan penggunaan obat akan mengurangi biaya terapi, memberikan hasil terapi yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
H. Hipotesis
25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi ketaatan pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta antara pasien yang diberi informasi versus informasi plus alat bantu ketaatan serta dampak terapinya periode Juni-Juli 2009 (kajian terhadap penggunaan obat saluran cerna) termasuk eksperimental semu dengan rancangan penelitian analitik dengan pola searah. Penelitian eksperimental semu ialah bila peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel luar, sehingga perubahan yang terjadi pada efek tidak sepenuhnya oleh pengaruh perlakuan (Pratiknya, 1986).
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah adanya tambahan alat bantu ketaatan.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah ketaatan pasien dalam meminum obat.
2. Definisi Operasional
a. Ketaatan penggunaan obat yang dimaksud di sini dapat dilihat dari jumlah obat yang digunakan, aturan pakai obat, dan cara pakai obat yang dibandingkan antara perlakuan dan kontrol.
b. Pasien dikatakan taat apabila seluruh obat dihabiskan (jika tidak ada keterangan lain seperti kalau perlu, minum jika nyeri), menuruti aturan pakai dan cara pakai obat.
c. Alat bantu ketaatan berupa kotak obat yang dirancang sedemikian rupa, untuk mempermudah pasien setiap mengkonsumsi obat, dan dilengkapi dengan tabel ketaatan yang dicentang setiap pasien meminum obat agar pasien menjadi lebih taat dalam mengkonsumsi obat yang diresepkan.
e. Perlakuan ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini dan diberi alat bantu ketaatan yang dirancang sedemikian rupa, selanjutnya dilakukanhome visit terhadap pasien minimal dua kali. Jumlah perlakuan sebanyak 19 pasien. f. Kontrol ialah pasien yang setuju mengikuti penelitian ini, namun tidak diberi
alat bantu ketaatan. Pasien di home visit satu kali saat obat habis dan digunakan sebagai pembanding kelompok perlakuan. Jumlah kontrol sebanyak 24 orang.
g. Profil pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
h. Profil obat meliputi jumlah unit obat yang diresepkan, jumlah unit obat golongan saluran cerna yang diresepkan, golongan dan jenis obat golongan saluran cerna, serta golongan dan jenis obat selain obat golongan saluran cerna.
i. Dalam evaluasi obat, digunakan nama generik tetapi jika nama generik dalam atu obat terdiri dari 2 atau lebih nama generik maka digunakan nama paten. j. Evaluasi peresepan yang dilakukan meliputi evaluasi dosis baik dosis berlebih
maupun dosis kurang, interaksi obat danadverse drug reaction yang merugikan menggunakan sumber referensiDrug Information Handbook(Lacy,et.al., 2006), Drug Interaction Fact (Tatro, 2006) dan MIMS Indonesia (Anonim, 2008b). k. Dampak terapi (outcome) dalam penelitian ini diamati dari perkembangan
kondisi pasien setelah terapi.
l. Periode Juni-Juli 2009 yang dimaksud pada penelitian ini yaitu tanggal 8 Juni 2009 – 28 Juli 2009 pada pukul 08.00-14.30 WIB tiap hari kecuali hari sabtu
m. Pasien home visit merupakan subyek penelitian yang bertempat tinggal di Daerah Kalasan dan sekitarnya yang telah menerima dan menyetujui informed- consent.
n. Obat golongan saluran cerna yang diukur ketaatan berdasarkan jumlah obat yang digunakan ialah obat yang berbentuk sediaan padat dan digunakan secara oral dalam bentuk padat juga sehingga dapat dihitung jumlah obat yang digunakan yang menjadi parameter ketaatan seorang pasien. Sedangkan obat golongan saluran cerna yang berbentuk cair tidak dapat diukur ketaatan berdasarkan jumlah obat yang digunakan karena tidak dimungkinkan untuk menghitung jumlah yang diminum sehingga ketaatannya dievaluasi berdasarkan aturan pakai dan cara pakai obat.
C. Subyek Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang terdiri atas 8 subjudul yaitu 6 kajian golongan obat dan 2 penelitian sosial. Pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama dan dibagi berdasasarkan kajian masing-masing, satu pasien bisa menjadi pasien beberapa peneliti. Home visit juga dilakukan secara bersama-sama sehingga tiap peneliti dapat melakukan home visit tidak hanya pasiennya saja tapi dapat melakukan home visit terhadap pasien dengan kajian lain. Jumlah keseluruhan pasien yang diperoleh sebanyak 156 pasien yaitu 78 pasien kontrol dan 78 pasien perlakuan. Untuk kajian golongan obat golongan saluran cerna sendiri berjumlah 43 pasien yaitu 24 pasien kontrol dan 19 pasien perlakuan.
Gambaran mengenai ruang lingkup penelitian ini dalam penelitian payung dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2. Bagan Ruang Lingkup Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan Obat Golongan Saluran Cerna dalam Penelitian Payung
Evaluasi Ketaatan Pasien Rawat Jalan RS Panti Rini Yogyakarta antara Pasien yang Diberi Informasi VS Informasi Plus Alat Bantu Ketaatan
Serta Dampak Terapinya Periode Bulan Juni-Juli 2009.
Perbedaan karakteristik pasien dan karakteristik obat terhadap ketaatan penggunaan obat pada pasien rawat jalan RS Panti Rini Yogyakarta
Obat Evaluasi perbedaan tingkat
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik pasien rawat jalan atau pulang rawat inap yang menerima obat golongan saluran cerna yang dilayani oleh farmasis klinis Rumah Sakit Panti Rini periode Juni-Juli 2009 yang ditulis oleh dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil home visit pasien yang dilakukan minimal dua kali untuk kelompok perlakuan dan sekali untuk kelompok kontrol digunakan untuk membantu menggambarkan ketaataan pasien dalam menggunakan obat serta dampak terapinya.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan (1) alat-alat sederhana yang dirancang untuk membantu ketaatan penggunaan obat pasien yaitu pil dispenser, dan tabel
ketaatan, (2) alat-alat untuk monitoring tanda vital dan data lab sederhana. Tidak ada alat untuk mengukur dampak terapi setelah menggunakan obat golongan saluran cerna sehingga dampak terapi hanya diukur berdasarkan perubahan kondisi yang dirasakan oleh subjek uji, (3) Panduan wawancara terstruktur.
F. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di instalasi Farmasi dan ruang tunggu pasien Rumah Sakit Panti Rini dan dilanjutkan di rumah pasien untuk kegiatan pemantauan.
G. Tata Cara Pengumpulan Data
1. Analisis situasi
a. Analisis situasi meliputi diskusi dengan pihak Manajemen Rumah Sakit Panti Rini mengenai ketidaktaatan pasien yang sering muncul dan studi pustaka. Menyusun teknis pelaksanaan dengan unit Farmasi.
b. Penetapan kajian penelitian dan penetapan kriteria inklusi serta eksklusi sebagai dasar untuk menentukan subyek penelitian secara prospektif selama
Juni-Juli 2009.
2. Pembuatan alat bantu ketaatan
a. Perancangan alat bantu ketaatanberdasarkan studi pustaka dan wawancara dengan beberapa ahli. Alat bantu yang dirancang adalah pil dispenser berupa kotak bersekat. Kotak dibagi menjadi 21 bagian agar dapat digunakan untuk pengobatan sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari. Alat ini dilengkapi dengan tabel ketaatan bergambar ayam berkokok (pagi hari), matahari (siang hari), dan bulan (malam hari). Tabel ini harus diberi tanda ( ) setelah pasien minum obat.
3. Pengumpulan data
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung pasien dan medical record pasien. Bila diperlukan, data dapat dikonfirmasi dengan wawancara dengan pasien/keluarga dan/atau tenaga kesehatan. Sebelum memilih subjek uji, dibuat suatu aturan main untuk menentukan siapa yang menjadi kontrol dan siapa yang mendapat perlakuan.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan subyek adalah semi random, dimana pasien yang ditemui pada minggu pertama digunakan sebagai perlakuan dan minggu berikutnya sebagai kontrol. Begitu seterusnya secara berselang-seling.
b. Pasien yang terpilih sebagai subjek uji, sebelumnya diminta mengisi inform consent sebagai tanda persetujuan mengikuti penelitian. Informed-consent ditanda tangani oleh subjek uji dan saksi (keluarga/kerabat dekat, namun jika tidak ada saat itu, peneliti bisa menjadi saksi).
c. Pasien yang telah setuju, untuk perlakuan diberi alat bantu ketaatan seperti kotak tempat obat dan kartu pengingat lalu peneliti membantu pasien menatakan obat yang telah diresepkan kedalam kotak obat dan meminta pasien untuk mencentang label pengingat setiap meminum obat. Sedangkan untuk kontrol tidak diberi alat bantu, cukup informasi verbal mengenai ketaatan penggunaan obat dari apoteker di rumah sakit.
4. Wawancara
penggunaan obat. Wawancara mengenai pemahaman pasien tentang penggunaan obat diberikan di awal, sedangkan wawancara dampak terapi dan kepuasan pasien terhadap informasi, dan alat bantu, diberikan di akhir pengambilan data.
5. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Semua data yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu selanjutnya dikelompokkan lagi untuk memperoleh data dengan kajian golongan obat saluran cerna. Data tersebut memuat data rekam medis pasien yaitu keluhan, diagnosa, identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, nomor RM, alamat, hasil wawancara pasien mengenai perkembangan kondisi pasien dan kepuasan pasien terhadap alat bantu, dicatat pula obat yang diresepkan, dosis obat, aturan pakai, dan untuk melihat ketaatan pasien dihitung berapa jumlah yang obat yang digunakan. Data tersebut dibandingkan antara kelompok kontrol dan perlakuan.
b. Evaluasi data
c. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan ketaatan antara pasien yang menerima informasi plus alat bantu dibandingkan pasien yang menerima informasi saja, pada penggunaan obat golongan saluran cerna berdasarkan uji statistik dengan taraf kepercayaan 90%.
H. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara analitik dengan uji statistik dan secara deskriptif dengan bantuan tabel
1. Persentase jenis kelamin pasien pada kelompok kontrol maupun perlakuan dikelompokkan menjadi 2, yaitu pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol dihitung dengan
cara menghitung jumlah pasien pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan pasien yang menggunakan obat golongan saluran cerna kemudian dikalikan 100%. Perlu uji statistik, untuk mengetahui apakah jenis kelamin antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda bermakna atau tidak, taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Uji yang digunakan adalah uji nonparametrik Chi-Square, bila p<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila p>0,1 artinya berbeda tidak bermakna.
2. Persentase tingkat pendidikan pasien baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol dikelompokkam berdasarkan masing-masing pendidikan pasien, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada tiap kelompok tingkat
antara kelompok perlakuan dan kontrol dilakukan uji statistik non parametrik Kolmogorov Smirnov, taraf kepercayaan yang digunakan 90%. bila p<0,1 artinya berbeda bermakna, sedangkan bila p>0,1 artinya berbeda tidak bermakna.
3. Perbandingan umur pasien antara kelompok perlakuan dan kontrol yang digunakan sebagai baseline, dapat dihitung menggunakan SPSS, diuji dengan uji statistik. Bila sebaran data normal digunakan uji parametrik T-test sedangkan jika sebaran data tidak normal digunakan uji nonparametrik Mann-Whitney. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%. Jika p>0,1 artinya berbeda tidak bermakna, sedangkan jika p<0,1 artinya berbeda bermakna. 4. Persentase jumlah unit obat yang digunakan oleh pasien baik pada kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol dihitung berdasarkan jumlah seluruh obat yang diterima pasien dibagi jumlah pasien dikali 100%.
5. Persentase jenis obat (selain obat golongan saluran cerna) yang digunakan oleh pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan suatu jenis obat dibagi jumlah obat dikali 100%.
6. Persentase golongan dan jenis obat golongan saluran cerna yang digunakan oleh pasien dihitung berdasarkan jumlah penggunaan golongan dan jenis obat tiap golongan obat saluran cerna dibagi jumlah penggunaan dikali 100%. 7. Persentase jumlah dan jenis obat golongan saluran cerna yang digunakan
8. Persentase jumlah masalah evaluasi peresepan dihitung berdasarkan jumlah pasien yang memiliki masalah dalam evaluasi peresepan dibagi jumlah pasien kemudian dikalikan 100%.
9. Evaluasi perbedaaan ketaatan pasien berdasarkan jumlah obat yang diminum dihitung dengan mencari % ketaatan pada masing-masing pasien yaitu:
% Ketaatan = x100%
resep dalam obat Jumlah
digunakan yang
obat Jumlah
Selanjutnya ketaatan antara kelompok perlakuan dan kontrol dihitung dengan membandingkan persentase ketaatan antara kedua kelompok tersebut menggunakan uji statistik. Jika sebaran data normal digunakan uji parametrik T-test namun, jika sebaran data tidak normal digunakan uji statistik non parametrikMann-Whitney. Taraf kepercayaan yang digunakan 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak bermakna namun jika p<0,1 berarti berbeda bermakna. 10.Evaluasi ketaatan berdasarkan aturan pakai dibandingkan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol, diuji menggunakan statistika yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 90%, jika p>0,1 berarti berbeda tidak bermakna namun jika p<0,1 berarti berbeda bermakna.
12. Evaluasi dampak terapi pasien berdasarkan perubahan kondisi pasien setelah menjalani terapi antara kelompok perlakuan dan kontrol. Evaluasi dampak terapi pasien dibahas secara deskriptif.
13.Hipotesis : Pasien yang diberikan informasi plus alat bantu lebih taat menggunakan obat golongan saluran cerna dibandingkan pasien yang hanya menerima informasi.
h null : Pasien yang diberikan informasi plus alat bantu tidak lebih taat menggunakan obat golongan saluran cerna dibandingkan pasien yang hanya menerima informasi.
p>0,1 : h null diterima artinya Pasien yang diberikan informasi plus alat bantu tidak lebih taat menggunakan obat golongan saluran cerna dibandingkan pasien yang hanya menerima informasi.
p<0,1 : h null ditolak artinya Pasien yang diberikan informasi plus alat bantu lebih taat menggunakan obat golongan saluran cerna dibandingkan pasien yang hanya menerima informasi.
I. Kesulitan Penelitian
Dalam proses pengambilan data pasien, peneliti mengalami beberapa kesulitan, antara lain bahan untuk merancang alat bantu yang sulit diperoleh karena jumlahnya terbatas sehingga penelitian sedikit tertunda karena menunggu alat bantu tersebut, untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti memesan bahan jauh-jauh hari dalam jumlah banyak. Kesulitan yang sering dijumpai yaitu
yang bersedia mengikuti penelitian tidak menentu. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut peneliti berusaha menarik pasien dengan bahasa yang menarik serta memberi souvenir agar pasien bersedia mengikuti penelitian ini.
39
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketaatan penggunaan obat saluran cerna antara kelompok perlakuan dan kontrol sehingga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketaatan selain penggunaan alat bantu ketaatan dapat dikontrol atau memiliki perbedaan yang tidak bermakna. Faktor yang dapat mempengaruhi ketaatan penggunaan obat saluran cerna adalah profil pasien dan profil terapi pasien.
Pada penelitian ini, diharapkan keadaan base line yang meliputi profil pasien dan profil terapi pasien pada kedua kelompok jika dihitung secara statistika berbeda tidak bermakna (p>0,1; taraf kepercayaan 90%) yang berarti bahwa
terdapat perbedaan yang tidak bermakna antarabase linekelompok perlakuan dan kelompok kontrol sehingga hasil penelitian tidak terpengaruh oleh profil pasien maupun profil terapi pasien melainkan oleh karena ada tidaknya alat bantu ketaatan.
A. Profil Pasien
Profil pasien yang dapat mempengaruhi ketaatan penggunaan obat golongan saluran cerna antara satu pasien dengan pasien lainnya meliputi jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan.
1. Berdasarkan jenis kelamin
perlakuan terdapat 9 laki-laki dan 10 perempuan, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 laki-laki dan 12 perempuan.
Tabel III Gambaran profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 berdasarkan jenis kelamin Kriteria Kelompok perlakuan Kelompok kontrol Nila p
(90%)
(n=19) % (n=24) %
Jenis kelamin
Laki-laki = 9 Wanita = 10
52,63 47,37
Laki-laki = 12 Wanita = 12
50 50
0,864
Diperoleh harga p = 0,864 (p>0,1) yang berarti jenis kelamin antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol berdasarkan jumlahnya berbeda tidak bermakna sehingga pada penelitian ini, faktor jenis kelamin pada pasien kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda tidak bermakna.
2. Berdasarkan umur
Umur pasien yang masuk dalam penelitian ini yaitu lebih dari 17 tahun dengan umur terendah 19 tahun dan umur tertinggi yaitu 90 tahun pada kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol, umur terendah 25 tahun dan umur tertinggi 80 tahun.
Tabel IV Gambaran profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta pJuni-Juli 2009 berdasarkan umur
Kriteria Kelompok perlakuan Kelompok kontrol Nilai p (90%)
(n=19) Nilai (n=24) Nilai
Umur 49,58 ± 16,205 53,21 ± 17,742 0,493
3. Berdasarkan tingkat pendidikan
Pasien yang menerima obat golongan saluran cerna di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 berasal dari berbagai latar belakang pendidikan. Ada 5 pembagian latar belakang pendidikan pasien yaitu tidak bersekolah (tidak ada), SD, SLTP, SMA dan Perguruan Tinggi. Berdasarkan tabel I diatas, sebagian besar pasien kelompok perlakuan memiliki pendidikan akhir SMA (36,84%) dan Perguruan Tinggi (36,84%), sedangkan jumlah pasien paling sedikit memiliki pendidikan akhir SLTP (10,53%). Pada kelompok kontrol, sebagian besar pasien memiliki pendidikan akhir SD (29,17%) sedangkan yang paling sedikit adalah yang tidak memiliki pendidikan akhir atau tidak bersekolah (8,33%).
Tabel V Gambaran profil pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 berdasarkan tingkat pendidikan Kriteria Kelompok perlakuan Kelompok control Nilai p
(90%)
Diperoleh nilai p sebesar 0,383 (p>0,1). Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda tidak bermakna sehingga pada penelitian ini, tingkat pendidikan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak mempengaruhi ketaatan pasien dalam menggunakan obat golongan saluran cerna.
menunjukkan bahwa profil pasien pada kedua kelompok tersebut berbeda tidak bermakna sehingga disimpulkan bahwa profil pasien tidak mempengaruhi ketaatan penggunaan obat golongan saluran cerna pada pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009.
B. Profil Terapi Pasien
Profil terapi pasien dapat digolongkan menjadi 2, yaitu profil terapi pasien secara umum dan profil terapi pasien secara khusus. Profil terapi pasien secara khusus ialah profil terapi yang digunakan oleh pasien baik obat golongan saluran cerna dan obat selain golongan saluran cerna sedangkan profil terapi secara khusus hanya meliputi obat golongan saluran cerna. Profil terapi pasien juga turut mempengaruhi ketaatan penggunaan obat golongan saluran cerna. Profil terapi
pasien yang mempengaruhi ketaatan penggunaan obat saluran cerna ialah jumlah unit obat yang diterima pasien baik jumlah unit obat secara umum maupun jumlah unit obat golongan saluran cerna. Semakin banyak jumlah unit obat yang diterima maka ketaatan pasien cenderung semakin rendah.
Berdasarkan hasil home visit, ada beberapa pasien yang mengeluhkan malas menggunakan obat karena jumlahnya yang banyak. Hal ini sangat mempengaruhi ketaatan penggunaan obat golongan saluran cerna.
1. Profil terapi pasien secara umum
Terapi pasien secara umum yang dibahas meliputi semua jenis obat yang diterima pasien termasuk obat golongan saluran cerna dan juga golongan dan jenis
diperoleh minimal 2 unit obat dan maksimal 7 unit obat sedangkan jumlah unit obat yang diterima pasien pada kelompok kontrol diperoleh minimal 2 unit obat dan maksimal 10 jenis obat. Banyaknya obat yang diterima oleh pasien dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ketaatan pasien dalam meminum obat sehingga pada keadaan base line ini diharapkan jumlah unit obat antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda tidak bermakna sehingga ketaatan pasien tidak dipengaruhi oleh jumlah unit obat yang diterima pasien melainkan dipengaruhi oleh ada tidaknya alat bantu ketaatan.
Tabel VI Profil jumlah unit obat yang diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009
Jumlah Obat
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Jumlah
Jumlah 19 100 24 100
Jumlah unit obat yang paling sering diterima oleh pasien kelompok perlakuan adalah 4 jenis obat (31,58%). Sedangkan pada kelompok kontrol, jumlah obat yang paling sering diterima adalah 3 jenis obat (45,83%).
Tabel VII Gambaran profil terapi pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 berdasarkan jumlah unit obat Kriteria Kelompok perlakuan Kelompok kontrol Nilai p
(90%)
(n=19) Nilai (n=24) Nilai
Profil Terapi Jumlah
unit obat 3,00(2-7)* 3,50 (2-10)* 0,315
Keterangan:
Diperoleh nilai p sebesar 0,315 yang berarti bahwa jumlah unit obat yang diterima pasien antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berbeda tidak bermakna.
Tabel VIII Golongan dan jenis obat yang diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta selain obat golongan saluran cerna
periode Juni-Juli 2009
Kelas terapi Obat Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Generik
Obat kelas terapi antiinfeksi Penisilin
amoksisilin 1 2,56
Kuinolon
pefloksin 1 3,03
siprofloksasin 2 5,13
Sefalosporin
sefadroksil 2 6,06
Kloramfenikol
tiamfenikol 1 2,56
Jumlah 3 9,09 4 10,25
Obat kelas terapi endokrin Obat antidiabetes
glikazid 1 3,03
glikuidon 1 2,56
salbutamol 1 2,56
Jumlah 1 3,03 2 5,12
Obat kelas terapi kardovaskular Obat kardiovaskular golongan lain
adenosin trifosfat 1 3,03 1 2,56
Antikoagulan, antiplatelet, & fibrinolitik (trombolitik)
cilostazol 1 3,03 1 2,56
Obat jantung
digoksin 1 3,03
Antagonis kalsium
diltiazem HCl 3 9,09 4 10,26
Vasodilator perifer & activator serebral
flunarizine 1 3,03
Diuretik
furosemid 2 6,06 2 5,13
hidroklorotiazid 1 2,56
Obat dislipidemia
gemfibrosil 1 3,03
simvastatin 1 3,03 1 2,56
Lanjutan Tabel VIII
Kelas terapi Obat Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Generik
isosorbid dinitrat 1 3,03 1 2,56
ACE inhibitor
kaptopril 1 2,56
Antagonis kalsium
nifedipine 1 2,56
Jumlah 12 36,36 14 33,31
Obat golongan sistem saraf pusat Ansiolitik
alprazolam 1 3,03
Analgesik (non opiat) & antipiretik
Analsik® 1 3,03 1 2,56
Analgesik (opiat)
dimenhidrinat 1 2,56
Obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
kalium diklofenak 1 2,56
ketoprofen 1 2,56
meloksikam 2 6,06
Analgesik (non opioat) & antipiretik
parasetamol 1 3,03 3 7,69
Jumlah 5 15,15 7 17,93
Obat kelas terapi sistem muskoskeletal Obat hiperurrisemia
& gout
allopurinol 1 3,03
Jumlah 1 3,03
Obat golongan respirasi Obat Batuk & pilek
ambroksol 1 3,03
dekstrometorfan 1 3,03 1 2,56
Preparat antiasma & PPOK
fenoterol HBr 1 2,56
Dekongestan nasal & preparat nasal lain
Tuzalos® 1 2,56
Intunal F® 2 6,06
Jumlah 4 12,12 3 7,68
Obat golongan hormon Hormon-hormon tropik & preparat sintetiknya
6- -metilprednisolon 1 3,03
Hormon kortikosteroid
Lanjutan Tabel VIII
Jumlah 1 3,03 1 2,56
Obat golongan alergi dan sistem imun antihistamin dan
alergi
cetirizine HCl 1 3,03
mebhydrolin napadisylate
1 2,56
Jumlah 1 3,03 1 2,56
Obat golongan sistem kemih kelamin Antiseptik saluran
kemih
Nephrolit® 1
Vitamin dan mineral Vitamin &/ mineral
Becom C® 1 3,03
KCl 1 3,03 1 2,56
Megazing® 2 5,13
Renapar® 1 3,03
Vitamin B kompleks / dengan vitamin C
Neurodex® 2 6,06 3 7,69
Jumlah 5 15,15 6 15,38
Golongan nutrisi
Elektrolit
Oralit 1 2,56
Jumlah - - 1 2,56
Berikut ini adalah golongan dan jenis obat yang diterima pasien selain
obat golongan saluran cerna. Pada kelompok kontrol dan perlakuan sama-sama menggunakan obat golongan antiinfeksi, golongan endokrin, golongan kardiovaskular, golongan sistem saraf pusat, golongan respirasi, golongan hormon, golongan vitamin dan mineral. Pada kelompok kontrol terdapat beberapa golongan tambahan yaitu golongan sistem kemih kelamin, golongan alergi & sistem imun, dan golongan nutrisi.
diterima pasien ialah golongan kardiovaskular dengan persentase 36,36% pada kelompok perlakuan dan 33,31% pada kelompok kontrol.
2. Profil terapi pasien secara khusus
a. Berdasarkan jumlah dan jenis obat golongan saluran cerna yang diberikan
Pasien rawat jalan yang menggunakan obat golongan saluran cerna di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 dibagi kedalam 3 kelompok yaitu pasien yang menerima 1 jenis obat golongan saluran cerna, pasien yang menerima 2 jenis obat golongan saluran cerna, pasien yang menerima 3 jenis obat golongan saluran cerna, dan pasien yang menerima 4 jenis obat golongan saluran cerna.
Tabel IX Profil jumlah unit obat gangguan saluran cerna yang diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli
2009 Jumlah
Obat
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Jumlah Pasien (%) Jumlah Pasien (%)
1 9 47,36 15 62,50
2 5 26,32 7 29,17
3 4 21,05 2 8,33
4 1 5,26 0
-Jumlah 19 100 24 100
golongan saluran cerna (62,50%), diikuti 2 jenis obat yang diterima pasien (29,17%) dan 3 jenis obat yang diterima pasien (8,33%).
Tabel X Gambaran profil terapi pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 berdasarkan jumlah unit obat saluran
cerna
Kriteria Kelompok perlakuan Kelompok kontrol Nilai p (90%)
(n=19) Nilai (n=24) Nilai
Jumlah obat
saluran cerna 2,00(1-4) 1,00(1-3) 0,190
Keterangan:
*Jumlah obat saluran cerna memiliki sebaran data yang tidak normal: median (minimum-maksimum)
Diperoleh nilai p sebesar 0,190. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah obat saluran cerna yang diterima pasien antara kelompok perlakuan berbeda tidak bermakna dengan kelompok kontrol.
Tabel XI Pengelompokan pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta yang menerima obat gangguan saluran cerna periode
Juni-Juli 2009 berdasarkan jumlah unit obat Jumlah unit Obat Perlakuan Kontrol
Jumlah 1 unit Obat
antasida 1 5,26
Dexanta® 1 5,26
domperidon 1 5,26 1
Enzyplex® 1 5,26 1 4,17
klidinium bromide 1 4,17
lansoprazol 4 21,05 5 20,83
Magard FA® 2 8,33
omeprazol 3 12,5
Spasmium ® 1 4,17
Tripanzym® 1 5,26 1 4,17
2 unit obat
omeprazol, rebamipide 1 5,26
omeprazol, Plantacid® 1 5,26
klidinium bromida, Magard FA®
2 5,26
omeprazol, Tripanzym® 1 5,26 1 4,17
Lanjutan tabel XI
omeprazol, sukralfat 1 4,17
hyoscine N-butilbromide, ranitidine
1 4,17
lansoprazol, sukralfat 1 4,17
3 unit Obat
Farmacrol F®, klidinium bromida, ranitidine
attapulgit, Bio GI®, omeprazol, Sanmag®
1 5,26
b. Berdasarkan golongan dan jenis obat gangguan saluran cerna yang diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009
Obat golongan saluran cerna yang diterima oleh pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta dikelompokkan berdasarkan golongan, jenis, jumlah dan persentase baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan. Golongan obat gangguan saluran cerna yang diterima pasien terdiri dari 5 golongan yaitu antasida, obat antirefluks & antiulserasi; antidiare; antispasmodik; digestan; ;regulator GIT (gastrointestinal), antiflatulen, antiinflamasi.
Tabel XII Golongan dan jenis obat gangguan saluran cerna yang digunakan pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta
periode Juni-Juli 2009 No Kelas Terapi Jenis Obat Kelompok
Perlakuan
antasida 1 2,86
Al(OH)3+
Mg(OH)2+
simetikon
5 14,29
Magard FA® 2 5,71 3 8,82
Sanmag® 1 2,86
lanzoprazol 5 14,29 7 20,59
omeprazol 6 17,14 5 14,71
ranitidine 1 2,86 2 5,88
rebamipide 1 2,86
sukralfat 1 2,86 2 5,88
Jumlah 23 65,73 19 55,88
2. Antidiare attapulgit 1 2,86 1 2,94
Jumlah 1 2,86 1 2,94
3. Antispasmodik Spasmium® 2 5,88
hyoscine N-butilbromide
1 2,94
klidinium bromide 3 8,57 2 5,88
mebeverine HCl 1 2,94
Jumlah 3 8,57 6 17,64
4. Digestan Enzyplex® 2 5,71 2 5,88
Tripanzym® 4 11,43 4 11,76
Jumlah 6 17,14 6 17,64
5. Regulator GIT, antiflatulen, aniinflamasi
domperidon 1 2,94
Farmacrol F® 1 2,86
Bio GI® 1 2,86
otilonium bromide 1 2,94
Jumlah 2 5,72 2 5,84
c. Berdasarkan bentuk sediaan obat golongan saluran cerna yang diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009
Bentuk sediaan obat Golongan saluran cerna yang digunakan oleh pasien di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode Juni-Juli 2009 dikelompokkan menjadi 2, yaitu bentuk sediaan cair dan padat.
Tabel XIII Penggolongan obat saluran cerna yang diterima pasien rawat jalan Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta periode
Juni-Juli 2009 menurut Bentuk Sediaannya Komposisi
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Jumlah
Antasida 1 2,86
Al(OH)3 + Mg(OH)2+ simetikon 1 2,86
Enzyplex® 2 5,71 2 5,88
attapulgit 1 2,86 1 2,94
domperidon 1 2,86 1 2,94
Magard FA® 2 5,71 3 8,82
Spasmium® 2 5,88
hyoscine N-butilbromide 1 2,94
klidinium bromide 3 8,57 2 5,88
lanzoprazole 5 14,29 7 20,59
BIO GI® 1 2,86
mebeverine HCl 1 2,94
Farmacrol F® 1 2,86
omeprazole 6 17,14 5 14,72
otilonium bromide 1 2,94
Tripanzym® 4 11,43 4 11,77
rebamipide 1 2,86
ranitidine 1 2,86 2 5,88
sukralfat 1 2,94
Jumlah 30 85,73 33 97,06
Sediaan Cair
Al(OH)3 + Mg(OH)2+ simetikon 4 11,43
Sanmag® 1 2,86
sukralfat 14,29 1 2,94
Jumlah 5 28,58 1 2,94