• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek antiinflamasi benzoil eugenol secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit jantan Galur Swiss - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek antiinflamasi benzoil eugenol secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit jantan Galur Swiss - USD Repository"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Paulina Maya Octasari NIM : 078114126

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

karena atas berkat, rahmat dan cinta-Nya yang diberikan, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efek Antiinflamasi Benzoil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki yang Diinduksi Formalin 0,5% pada Mencit Jantan Galur Swiss”.

Dalam proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi yang merupakan tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S. Farm.), program Studi Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, penulis ingin. Maka ucapan terima kasih yang tulus khususnya penulis tujukan kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas dukungan yang diberikan.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah mengarahkan, mendampingi, dan meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama penulis selama proses penelitian, penyusunan, hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan waktu, saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah

memberikan waktu, saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

(8)

viii

7. Yustinus Bambang Suliestyo dan Yuliana Dwi Lestari atas doa, kesabaran, nasehat dan dukungannya yang tidak pernah terlewatkan sehingga penulis dapat semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Adikku Sebastianus Harya Anggana, Valentina Yunita Lestiani, dan Yohanes Guntur Sutirto yang memberikan semangat dan doa.

9. Pius Perwita Setyo Hadi terima kasih atas doa, kesabaran, kasih sayang, pendapat, perhatian dan dukungannya.

10. Temanku Dani, Devi, Dika, Yosephine dan Yudi untuk kerjasama selama melakukan dan menyelesaikan skripsi.

11. Dita, Olive, dan Frissa yang telah memberikan semangat dan dukungan. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi perkembangan ilmu kefarmasian.

(9)

ix

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Inflamasi ... 6

(10)

x

B. Antiinflamasi ... 13

C. Formalin ... 14

D. Etil Asetat ... 15

E. HealthyCoR F. Eugenol ... 16

Virgin Coconut Oil (VCO) ... 15

G. Benzoil Eugenol ... 17

H. Penghantaran Obat secara Topikal ... 18

I. Metode Pengujian Antiinflamasi ... 19

J. Landasan Teori ... 19

K. Hipotesis ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22

B. Variabel Penelitian ... 22

C. Definisi Operasional ……... 23

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 23

1. Bahan ... 23

2. Alat ... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 25

(11)

xi

6. Pengamatan ... 28

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Orientasi Rentang Waktu Pengolesan Senyawa pada Edema Kaki Mencit, Konsentrasi Kontrol Positif, dan Pelarut Benzoil Eugenol ... 30

1. Hasil orientasi rentang waktu pengolesan senyawa pada edema kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5% ... 30

2. Hasil orientasi konsentrasi kontrol positif eugenol secara topikal .. 34

3. Hasil orientasi pelarut benzoil eugenol dan peringkat konsentrasinya ... 37

B. Hasil Daya Antiinflamasi Benzoil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki Mencit yang Diinduksi Formalin 0,5% ... 40

C. Hasil Uji Hubungan Linieritas antara Konsentrasi Benzoil Eugenol terhadap Daya Antiinflamasi ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(12)
(13)

xiii

Tabel II. Hasil analisis paired T-test orientasi rentang waktu pengolesan setiap jam selama 5 jam pengamatan ... 32 Tabel III. Hasil analisis paired T-test orientasi rentang waktu pengolesan

setiap 10 menit selama 1 jam pengamatan ... 33 Tabel IV. Hasil analisis AUC total ketiga konsentrasi eugenol menggunakan

One-Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% ... 35 Tabel V. Hasil orientasi pelarut dan konsentrasi tertinggi yang didapatkan

dari masing-masing pelarut non polar yang diuji ... 38 Tabel VI. Rata-rata nilai AUC total pada mencit yang diinduksi formalin

0,5% selama 6 jam pengamatan ... 42 Tabel VII. Nilai persentase penghambatan inflamasi (tebal edema kaki

mencit) yang diinduksi formalin 0,5% selama 6 jam pengamatan... 46 Tabel VIII. Nilai persentase daya antiinflamasi benzoil eugenol 25% b/v;

(14)

xiv

tromboksan yang dihasilkan akibat perombakan fosfolipid ... 7

Gambar 2. Pembentukan prostaglandin H2 dari substrat asam arakidonat oleh enzim COX-2 ... 8

Gambar 3. Turunan karboksiklis dan heterosiklis yang terikat visinal dengan moieties aril ... 10

Gambar 4. Perbandingan penghambatan penempelan asam arakidonat pada COX-2 dengan COX-1 saat diberikan obat yang selektif terhadap COX-2 ... 11

Gambar 5. Struktur asam amino valin 523 ... 11

Gambar 6. Struktur etil asetat ... 15

Gambar 7. Struktur eugenol ... 16

Gambar 8. Struktur benzoil eugenol ... 17

Gambar 9. Skema penghantaran obat secara transdermal ... 18

Gambar 10. Skema jalannya penelitian ... 27

Gambar 11. Diagram batang orientasi konsentrasi eugenol sebagai kontrol positif ... 35

Gambar 12. Grafik rata-rata tebal edema kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5% selama 6 jam pengamatan ... 41

(15)

xv

Gambar 15. Bagian sifat lipofil dan rantai pendek karboksil pada benzoil eugenol ... 48 Gambar 16. Interaksi antara benzoil eugenol dengan asam amino valin ... 49 Gambar 17. Grafik hubungan linieritas konsentrasi benzoil eugenol 6,25%

b/v; 12,5% b/v; 25% b/v terhadap persen penghambatan

(16)

xvi

a.Grafik senyawa menggunakan Gas Chromatography ... 59

b.Pencarian bobot molekul senyawa ... 60

c.Elusidasi struktur menggunakan IR ... 61

d.Elusidasi struktur menggunakan NMR ... 62

Lampiran 2. Surat Keterangan Pembelian Mencit di LPPT-Universitas Gajah Mada (UGM) ... 63

Lampiran 3. a. Sertifikasi Kalibrasi Caliper merk Mitutoyo ... 64

b. Tabel presisi jangka sorong merk Mitutoyo ... 66

Lampiran 4. Skema orientasi konsentrasi kontrol positif eugenol ... 66

Lampiran 5. a. Orientasi rentang waktu pengolesan edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% dengan pengukuran setiap jam selama lima jam pengamatan ... 67

b. Orientasi rentang waktu pengolesan edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% dengan pengukuran setiap 10 menit selama 1 jam pengamatan ... 70

(17)

xvii

kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe ... 74 Lampiran 7.

a.

b.

Perhitungan konsentrasi benzoil eugenol menggunakan pelarut non polar etanol 96% ... 77

c.

Perhitungan konsentrasi benzoil eugenol menggunakan pelarut non polar kloroform ... 77

Lampiran 8.

Perhitungan konsentrasi benzoil eugenol menggunakan pelarut non polar etil asetat ... 77 Perhitungan peringkat konsentrasi benzoil eugenol menggunakan pelarut etil asetat ...

Lampiran 9.

... 77 Hasil Analisa Tebal Edema Kaki Mencit yang diinduksi Formalin

0,5% menggunakan

Lampiran10.

One-Way ANOVA tingkat kepercayaan

95% kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe ... 78

a. Contoh perhitungan data tebal edema menjadi nilai AUC

b.

... 87

Hasil Analisa AUC total Setiap Kelompok Perlakuan menggunakan

(18)

xviii

Lampiran 12.Hasil analisa persentase penghambatan inflamasi menggunakan

Lampiran 13.

One-Way ANOVA tingkat kepercayaan 95% kemudian

dilanjutkan dengan uji Scheffe ... 92

a. Perhitungan persentase daya antiinflamasi benzoil eugenol ... 95

b. Hasil analisa persentase daya antiinflamasi benzoil eugenol menggunakan

Lampiran 14.

One-Way ANOVA tingkat kepercayaan 95%

kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe ... 95

(19)

xix

merupakan hasil benzoilasi yang memiliki kecocokan dengan sisi aktif enzim siklooksigenase-2 sehingga diduga memiliki aktivitas antiinflamasi dengan menghambat biosintesis prostaglandin. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara in vivo efek antiinflamasi benzoil eugenol secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit galur Swiss.

Pengujian aktivitas antiinflamasi benzoil eugenol dilakukan menggunakan formalin 0,5% dengan metode pengukuran jangka sorong setiap jam selama enam jam pengamatan setelah injeksi subplantar. Hewan uji dibagi menjadi tujuh kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif formalin, etil asetat,

VCO, kontrol positif eugenol 50% v/v, benzoil eugenol 25% b/v; 12,5% b/v; dan 6,25% b/v. Persentase penghambatan inflamasi benzoil eugenol dibandingkan dengan kontrol negatif formalin, etil asetat, dan kontrol positif eugenol 50% v

Hasil persentase penghambatan inflamasi benzoil eugenol 25%

/v. Semua pemberian senyawa uji dilakukan secara topikal.

b

/v; 12,5% b

/v; dan 6,25% b/v secara berturut-turut sebesar 35,612%; 29,438%; dan 4,851%. Berdasarkan uji Regresi Linier semakin meningkatnya konsentrasi benzoil eugenol maka dapat meningkatkan % penghambatan inflamasi. Dari persamaan regresi linier tersebut didapatkan nilai EC50 sebesar 41,67%.

(20)

xx

benzoyl eugenol can be an anti-inflammatory agent through inhibit prostaglandins biosynthesis. This study aims to prove that benzoyl eugenol really has in vivo anti-inflammatory effect in formaldehyde-induced hind paw oedema in mice.

Benzoyl eugenol was studied in formaldehyde-induced hind paw oedema in mice and the paw oedema was measured by vernier caliper every hour during six hour after subplantar injection. Mice divided into seven groups. There are negative control of formaldehyde, ethyl acetate, VCO, eugenol 50% v/v, benzoyl eugenol 25% b/v; 12.5% b/v; dan 6.25% b/v . Degree of anti-inflammatory of benzoyl eugenol was compared with negative control, ethyl acetate and positive control eugenol 50% v

The percentage of anti-inflammatory activity of benzoyl eugenol 25% /v. All of them were administered topically.

b /v; 12.5% b/v; and 6.25% b/v are 35.612%; 29.438%; and 4.851%. According to the linier regression’s result, the increment of concentration benzoyl euge nol will cause the increment of anti-inflammatory effect. The effective concentration of benzoyl eugenol is 41.67%.

(21)

1 BAB I PENGANTAR

A.Latar Belakang

Peradangan atau inflamasi merupakan hal yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Yang dimaksud dengan peradangan atau inflamasi adalah respon kompleks lokal terhadap benda asing, misalnya bakteri atau pada keadaan tertentu terhadap bahan yang dihasilkan dari dalam tubuh. Respon inflamatoris adalah respon secara patofisiologi pada jaringan mamalia akibat terkena infeksi organisme, substansi kimia, luka fisik sehingga timbul bengkak yang diikuti akumulasi lokal cairan plasma dan sel darah (Sobota, Szwed, Kasza, Bugno, and Kordula, 2000). Peristiwa inflamasi ini ditandai dengan beberapa gejala yang khas seperti calor, rubor, tumor (edema), dolor, dan functio lesa (Kee and Hayes, 1996).

Dua senyawa yang dapat menimbulkan inflamasi antara lain formalin dan karagenin, dimana formalin dapat memberikan gejala inflamasi berupa edema dan kemerahan terlihat lebih nyata dibandingkan dengan karagenin (Joseph, George, and Nair, 2005). Formalin merupakan larutan formaldehid 37% yang menimbulkan inflamasi dengan mekanisme bifasik yang terdiri dari fase nosiseptif sebagai fase awal dan fase inflamasi sebagai fase kedua. Pada fase kedua ini terjadi pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti serotonin, prostaglandin, bradikinin, dan histamin (Juma’a, Ahmed, and Hussain, 2009).

(22)

antiinflamasi non steroid dapat mengiritasi lambung karena ketidakselektifan terhadap enzim siklooksigenase (COX). Hampir semua obat AINS bekerja pada kedua isoform dari enzim siklooksigenase sehingga senyawa proteksi lambung yang seharusnya dihasilkan oleh enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dihambat pembentukannya (Schror and Meyer-Kirchrath, 2000). Maka salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah mengubah jalur pemberian secara per oral menjadi secara topikal.

Menurut Sadeghian, Seyedi, Saberi, Arghiani, and Riazi (2008), eugenol

(4-allyl-2-methoxyphenol) merupakan salah satu senyawa alam yang

(23)

enzim 5-lipooksigenase yang telah terbukti secara in vitro (Sadeghian et al., 2008) sehingga diduga memiliki aktivitas antiinflamasi.

1. Permasalahan

a. Apakah benzoil eugenol memiliki efek antiinflamasi secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss?

b. Berapakah persentase penghambatan inflamasi benzoil eugenol sebagai agen antiinflamasi terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss?

c. Berapakah persentase daya antiinflamasi benzoil eugenol sebagai agen antiinflamasi terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss?

d. Berapakah konsentrasi efektif (EC50) benzoil eugenol sebagai agen antiinflamasi terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss?

2. Keaslian penelitian

(24)

antiinflamasi dengan persentase penghambatan (45,10 + 11,18)% lebih kecil dari Na diklofenak emulgel yang memiliki persentase penghambatan (76.47+13,16)% (p=0,002).

Selain itu, penelitian yang berjudul Design and Synthesis of Eugenol Derivatives, as Potent 15-lipoxygenase Inhibitors oleh Sadhegian et al., 2008 menunjukkan bahwa benzoil eugenol dapat menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dengan rentang penghambatan yang besar secara kimia komputasi.

Penelitian mengenai Efek Antiinflamasi Benzoil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki yang diinduksi Formalin 0,5% pada Mencit Jantan Galur Swiss sejauh pengetahuan penulis belum pernah ada yang melakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pengujian efek antiinflamasi benzoil eugenol secara topikal terhadap edema yang diinduksi formalin 0,5%.

b. Manfaat praktis

(25)

B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi bahwa benzoil eugenol memiliki aktivitas antiinflamasi.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi secara topikal dari benzoil eugenol terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss.

b. Mengetahui persentase penghambatan inflamasi benzoil eugenol sebagai agen antiinflamasi topikal terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss.

c. Mengetahui persentase daya antiinflamasi benzoil eugenol sebagai agen antiinflamasi topikal terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss.

(26)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Inflamasi 1. Definisi

(27)

2. Mekanisme

Pada gambar 1 menunjukkan mekanisme terjadinya inflamasi akibat adanya pelepasan mediator-mediator inflamasi oleh enzim siklooksigenase. Fosfolipid yang terdapat di dalam membran dipecah oleh fosfolipase A2 ketika dipicu oleh adanya neurotransmiter, neuromodulator, dan neurohormon. Salah satu hasil pemecahan tersebut adalah asam arakidonat. Asam arakidonat merupakan substrat bagi enzim siklooksigenase untuk menghasilkan prostanoid berupa prostasiklin, tromboksan A2, prostaglandin E2, prostaglandin D2, dan prostaglandin F (Fitzgerald and Patrono, 2001).

Gambar 1. Diagram mediator-mediator inflamasi, prostaglandin dan tromboksan yang dihasilkan akibat perombakan fosfolipid melalui enzim siklooksigenase

(28)

Asam arakidonat masuk ke dalam siklooksigenase melewati knob hidrofobik yang merupakan penghubung antara protein ke membran. Asam arakidonat masuk ke dalam sisi aktif siklooksigenase, dimana terjadi penambahan dua molekul oksigen sehingga terbentuk prostaglandin endoperoksida (PGG2). Prostaglandin endoperoksida masuk ke dalam sisi aktif peroksidase dimana gugus heme membantu menghilangkan satu atom oksigen dari bentuk peroksida sehingga menjadi prostaglandin H2 (PGH2) yang meninggalkan enzim siklooksigenase dan berperan dalam penggumpalan darah, sensitivitas nyeri, dan reaksi alergi (Gambar 2) (Amasino et al., 1996).

Gambar 2. Pembentukan prostaglandin H2 dari substrat asam arakidonat oleh enzim COX-2 (Amasino et al., 1996)

(29)

merah dan hangat. Vasodilatasi ini membuat sirkulasi darah menjadi melambat dan terjadi peningkatan permeabilitas vaskular meningkat sehingga terjadi stasis. Kemudian terjadi marginasi leukosit dan keluarnya cairan yang menyebabkan terjadinya edema. Peristiwa penting yang kedua adalah terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular sehingga menyebabkan kebocoran endotel. Peristiwa ini akan meningkatkan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan koloid osmotik protein (Harijadi, 2009).

3. Siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2

(30)

Menurut Dannhardt et al. (2000) senyawa yang termasuk dalam penghambat enzim COX-2 adalah senyawa yang bersifat lipofil dan asam. Secara struktural terdapat beberapa golongan inhibitor selektif COX-2, yaitu: (1) turunan karbosiklis dan heterosiklis yang terikat visinal dengan moieties aril (Gambar 3), (2) turunan diaril- atau aril/heteroaril-eter dan –tioeter, (3) turunan cis-stilben, serta (4) keton diaril dan aril/heteroaril. Senyawa yang terdiri dari dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh rantai pendek akan berpotensi untuk menghambat kerja enzim COX-2 dalam proses biosintesis prostaglandin (Dewhirst, 1980).

Gambar 3. Turunan karboksiklis dan heterosiklis yang terikat visinal dengan

(31)

Gambar 4. Perbandingan penghambatan penempelan asam arakidonat pada COX-2 dengan COX-1 saat diberikan obat yang selektif terhadap COX-COX-2

Pada gambar 4 menunjukkan bahwa senyawa yang memiliki struktur yang lebih besar akan lebih selektif terhadap enzim COX-2 karena jarak ‘mulut’ enzim COX-2 yang lebih besar dibandingkan dengan COX-1 (Vane et al., 1996). Senyawa yang termasuk dalam penghambat selektif enzim COX-2 akan masuk melalui knob hidrofobik pada protein siklooksigense kemudian menduduki sisi aktif enzim dan berinteraksi dengan salah satu asam amino, valin 523 (Gambar 5) sehingga mencegah masuknya asam arakidonat yang mengakibatkan terhambatnya pelepasan mediator kimia inflamasi seperti prostaglandin (Amasino

et al., 1996). Senyawa-senyawa yang termasuk di dalamnya akan bekerja sebagai antiradang yang setara dengan obat-obat antiinflamasi bukan steroid tetapi dengan toksisitas yang lebih ringan terhadap saluran gastrointestinal (Emran, 2002).

NH2

CH3

H3C O

OH

(32)

4. Gejala

Secara garis besar, Kee et al. (1996) menyebutkan beberapa gejala yang dapat dikenali dalam proses inflamasi antara lain adanya rubor (kemerahan), edema (pembengkakan), kolor (panas), dolor (nyeri), dan functio laesa (hilangnya fungsi).

Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang megalami peradangan yang disebabkan adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan (Kee et al., 1996). Dengan vasodilatasi maka aliran darah yang menuju ke daerah tersebut akan semakin banyak

sehingga terlihat warna kemerahan dan panas yang dirasakan (Karch, 2003).

Gejala paling nyata dari peradangan akut yang mungkin terjadi adalah

edema lokal. Gejala ini timbul karena adanya migrasi cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di

daerah peradangan disebut eksudat. Pada awal peradangan, sebagian besar isi dari

eksudat adalah cairan plasma, tetapi kemudian sel-sel darah putih akan meninggalkan

aliran darah kemudian tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price and Wilson, 1995).

Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh adanya perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang

ujung-ujung nosiseptor. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin, prostaglandin, dan

serotonin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang nosiseptor. Selain itu,

(33)

Gangguan fungsi (fungsiolaesa), merupakan reaksi peradangan yang terlihat mudah untuk dimengerti, mengapa bagian yang bengkak terasa nyeri dan berfungsi secara abnormal. Namun, sebetulnya tidak diketahui secara mendalam bagaimana mekanisme terganggunya fungsi jaringan oleh adanya peradangan (Price et al., 1995).

B. Antiinflamasi

Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS) populer dengan menghambat baik sistem enzim siklooksigenase maupun lipooksigenase intraseluler, yang nantinya akan berpengaruh pada respon inflamasi yang terjadi dan menurunkan produksi berbagai komponen prostaglandin (Babb, 1992). Penggunaan obat AINS jangka panjang memiliki efek pada gastrointestinal seperti dispepsia dan rasa nyeri pada abdomen, tidak jarang terjadi perforasi atau pendarahan pada lambung atau duodenum (Fitzgerald et al., 2001). Salah satu solusi untuk mencegah terjadinya iritasi lambung adalah dengan pemberian obat secara topikal. Selain mencegah terjadinya iritasi lambung, sistem penghantaran secara topikal bertujuan untuk menghindari berbagai masalah absorbsi pada saluran cerna seperti deaktivasi oleh enzim pencernaan. Pemberian obat melalui transdermal juga dapat meningkatkan bioavaibilitas dan efikasi obat dengan menghindari first-pass elimination pada hati (Gunani, 2009).

(34)

aqueous agar permeasi optimal. Sekalipun kadar plasma dari pemberian OAINS topikal relatif lebih rendah daripada pemberian OAINS secara oral, akan tetapi studi komparatif yang dilakukan dengan zat aktif diklofenak menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang signifikan dengan rute pemberian oral maupun topikal dalam terapi osteoartritis (Moore, 2004).

C. Formalin

Formalin adalah larutan formaldehid sekitar 37% yang larut dalam air. Secara seketikan, formaldehid menghasilkan gugus hidroksimetil yang reaktif pada asam amino seperti lysine (K), arginine (R), tyrosine (Y), asparagine (N), histidine (H), glutamine (Q), and serine (S) (Sompuram, Vani, Messana, dan Bogen, 2004). Asam-asam amino tersebut berikatan dengan protein dan molekul besar. Formaldehid memiliki nilai koefisien difusi sebesar 0,79. Kecepatan penetrasi jaringan oleh formaldehid relatif cepat, kurang lebih 1 mm/jam (Goldstein et al., 2003). Kandungan unsur aldehida yang terdapat di dalam formalin akan mudah bereaksi dengan protein sehingga menyebabkan kematian sel (Hasyim, Hamam, dan Akil, 2006).

(35)

sebagai fase kedua. Selama fase kedua, formalin memicu terjadinya pelepasan serotonin, histamin, bradikinin, dan prostaglandin.

D. Etil Asetat

Etil asetat merupakan salah satu pelarut non polar yang memiliki rumus kimia C4H8O2 (Gambar 6). Senyawa ini tidak berwarna, larut dalam air dingin maupun hangat, aseton, dietil eter, alkohol, dan benzen.

CH3 O

O H2 C H3C

Gambar 6. Struktur etil asetat

Etil asetat menguap pada suhu 770C. Senyawa ini sangat berbahaya jika tertelan sehingga tidak dipergunakan untuk pelarut oral. Sifat iritasi dari etil asetat pada kulit sangatlah sedikit tetapi jika terjadi kontak kulit yang berlangsung berulang akan menyebabkan iritasi yang cukup serius (MSDS, 2008).

E. HealthyCo®

Virgin Coconut Oil (VCO) diperoleh dari biji matang dan segar dari kelapa secara mekanik maupun natural dengan atau tanpa pemanasan dan bahan tambahan apapun. Di dalam masyarakat, VCO bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengeluarkan semua racun dan lemak jahat (LDL kolesterol dan trigliserid), membunuh semua bakteri yang menyebabkan penyakit, membunuh virus yang dikapsul lemak, dan meningkatkan kecantikan kulit serta rambut (Yunus, 2009). Kandungan yang terdapat dalam VCO antara lain dapat

(36)

dilihat pada tabel I. Dari komponen-komponen yang tercantum dalam tabel I, asam lemak yang paling dominan di dalam HealthyCo®

Tabel I.Komposisi HealthyCo

Extra Virgin Coconut Oil

adalah asam laurat, yang mempunyai keunggulan dapat membentuk munolaurin di dalam tubuh (Enig, 2001).

®

Extra Virgin Coconut Oil yang digunakan sebagai kontrol negatif (Yunus, 2009)

Komposisi Jumlah

Gliserol Asam Laurat 48,74%

Gliserol Asam Miristat 16,31%

Gliserol Asam Kaprilat 10,91%

Gliserol Asam Kaprat 8,10%

Gliserol Asam Palmiat 7,38%

Gliserol Asam Palmitoleat 5,56%

Gliserol Asam Stearat 1,76%

Gliserol Asam Kaproat 1,24%

Vitamin E 3000 ppm

F. Eugenol

Eugenol (C10H12O2) (Gambar 7) merupakan isomer dari posisi betelfenol yang ditemukan di tanaman Myrtaceae dan Lauraceae. Eugenol berwarna kekuningan dan berbentuk cair (Gildemeister, 2009).

Gambar 7. Struktur eugenol (Gildemeister, 2009)

(37)

ditemukan dalam bentuk glukosida yang dihasilkan dari proses hidrolisis, yaitu hasil fermentasi (Gildemeister, 2009).

Menurut Sadeghian et al. (2008), eugenol (4-alil-2-metoksifenol) merupakan senyawa alam yang menunjukkan aktivitas sebagai antispasmodik, antipiretik, antibakteri (Ayoola et al., 2008), dan antiinflamasi (Ozturk et al., 2005). Aktivitas antiinflamasi eugenol dengan beberapa mekanisme, antara lain: menghambat kemotaksis leukosit yang dimiliki oleh setiap senyawa fenolik (Azuma et al., 1986) dan menekan ekspresi COX-2 (

Eugenol memiliki titik didih 253

Magalhaes et al., 2010) pada makrofag RAW 264,7 (Otzurk et al., 2005).

0

C dan titik lebur sebesar -90C. Senyawa yang berbau cengkeh ini mudah terbakar, memiliki kestabilan yang cukup tinggi tetapi akan mudah teroksidasi dengan adanya agen pengoksidasi yang kuat. Senyawa ini berbahaya bila ditelan dan memiliki LD50 sebesar 2680 mg/kg BB tikus. (MSDS, 2007).

G. Benzoil Eugenol

Benzoil eugenol (Gambar 8) merupakan senyawa derivat eugenol, senyawa atsiri dalam minyak tumbuhan cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan memiliki nama kimia 4-alil-2-metoksifenil benzoat (JECFA, 2005).

(38)

Benzoil eugenol memiliki rumus kimia C17H16O3 dengan berat molekul 268,31 g/mol. Senyawa ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam minyak dan etanol, merupakan komponen yang tidak berwarna, tidak berbau, dan berasa pahit. Umumnya senyawa ini sebagai flavouring agent (JECFA, 2009) dan secara in vitro dapat menghambat aktivitas enzim 5-lipooksigenase (Sadeghian et al.,

2008).

H. Penghantaran Obat secara Topikal

(39)

Obat yang diberikan secara transdermal akan masuk ke sirkulasi darah melalui difusi pasif dari lapisan terluar kulit hingga masuk ke dalam jaringan di bawah kulit. Tujuan pemberian obat secara topikal adalah untuk menghindari berbagai masalah absorbsi pada saluran cerna, seperti deaktivasi oleh enzim pencernaan dan iritasi lambung, dapat meningkatkan bioavaibilitas dan efikasi obat dengan menghindari first-pass elimination pada hati (Gunani, 2009).

I. Metode Pengujian Antiinflamasi

Metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas antiinflamasi suatu senyawa antara lain mengukur eritema dan udem pada telinga hewan pengerat, uji edema pada kaki hewan pengerat, uji induksi artritis pada hewan pengerat (Evans and Williamson, 1996).

Telah dilakukan pengujian efek antiinflamasi dengan mengukur diameter edema pada kaki tikus yang diinduksi formalin 50µL 2,5%v/v setiap satu jam selama lima jam. Pengukuran diameter edema tersebut dilakukan menggunakan

vernier caliper (Tanko et al., 2008).

J. Landasan Teori

(40)

(20-30 menit) merupakan fase inflamasi (Lu et al., 2009). Pada fase inflamasi, formalin memicu terjadinya pelepasan mediator inflamasi berupa serotonin, prostaglandin, histamin, dan bradikinin (Tanko et al., 2008). Respon perlindungan terhadap adanya kerusakan jaringan tersebut terkadang terlalu berlebihan dan dapat berbahaya sehingga perlu penanganan secara farmakologis (Mosaddek and Rashid, 2008).

Eugenol sebagai komponen utama dari minyak cengkeh telah terbukti memiliki aktivitas antiinflamasi dengan cara menghambat kemotaksis leukosit yang dimiliki oleh setiap senyawa fenolik (Azuma et al., 1986) dan menekan ekspresi COX-2 (Magalhaes et al., 2010). Eugenol memiliki banyak derivat yang dapat disintesis menjadi senyawa tunggal dengan aktivitas antiinflamasi. Eugenol yang mengalami benzoilasi akan menghasilkan derivat senyawa berupa benzoil eugenol. Benzoil eugenol dihasilkan melalui penambahan gugus benzoat sehingga menghasilkan struktur yang lebih besar sehingga kecenderungan untuk menduduki sisi aktif enzim sikloksigenase-2 yang memiliki struktur yang lebih besar lebih besar dibandingkan senyawa induknya, eugenol.

Menurut Dannhardt et al. (2000), senyawa yang bersifat lipofil dan asam dapat menghambat ekspresi enzim siklooksigenase. Salah satu golongan senyawa yang dilaporkan memiliki keselektifan terhadap enzim siklooksigenase-2 adalah senyawa dengan turunan karbosiklis dan heterosiklis yang terikat visinal dengan

(41)

dihubungkan oleh sebuah rantai pendek dapat menghambat biosintesis prostaglandin oleh enzim COX-2.

Benzoil eugenol merupakan senyawa yang memiliki dua cincin aromatis sehingga membuat senyawa tersebut bersifat lebih lipofil dibandingkan dengan eugenol yang hanya memiliki satu cincin aromatis. Selain itu, benzoil eugenol juga merupakan golongan senyawa karboksiklis dan heterosiklis yang terikat visinal dengan moieties aril. Dua cincin aromatis yang dimiliki oleh benzoil eugenol ini dihubungkan oleh rantai pendek karboksil. Dari uraian tersebut maka dapat diduga bahwa benzoil eugenol memiliki potensi sebagai antiinflamasi.

K. Hipotesis

1. Pemberian benzoil eugenol secara topikal memiliki efek antiinflamasi terhadap edema kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5%.

2. Benzoil eugenol memiliki persentase penghambatan inflamasi secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss.

3. Benzoil eugenol memiliki persentase daya antiinflamasi secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss. 4. Benzoil eugenol memiliki konsentrasi efektif sebagai agen antiinflamasi

(42)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Efek Antiinflamasi Benzoil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki yang Diinduksi Formalin 0,5% pada Mencit Jantan Galur Swiss” merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Efek Antiinflamasi Benzoil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki yang Diinduksi Formalin 0,5% pada Mencit Jantan Galur Swiss” terdapat dua variabel, yaitu:

1. Variabel utama

Variabel utama dalam penelitian ini meliputi:

a. Variabel bebas : konsentrasi benzoil eugenol (% b b. Variabel tergantung : tebal edema kaki pada mencit (cm)

/v)

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali:

1) Subyek uji : mencit jantan galur Swiss 2) Umur subyek uji : 2-3 bulan

3) Berat badan subyek : 30-40 gram 4) Keadaan subyek : sehat

(43)

C. Definisi Operasional

1. Inflamasi merupakan respon kompleks lokal terhadap benda asing, misalnya bakteri atau pada keadaan tertentu terhadap bahan yang dihasilkan dari dalam tubuh.

2. Gejala inflamasi ditandai dengan rubor, kalor, dolor, edema, dan fungtio laesa.

Dalam hal ini yang diamati adalah edema (bengkak).

3. Benzoil eugenol adalah senyawa hasil sintesis dari bensil klorida dengan eugenol. Benzoil eugenol yang digunakan dalam penelitian ini telah melalui uji pembuktian senyawa dengan prosedur yang telah diverifikasi (Ramdani, 2011). 4. Waktu pemberian senyawa antiinflamasi dilakukan secara topikal setelah 1 jam

dari pemberian agen inflamasi.

5. Pemberian secara topikal dilakukan dengan mengoleskan senyawa ke seluruh bagian edema kaki mencit dengan merata.

6. Tebal edema merupakan tebal telapak kaki yang diukur menggunakan jangka sorong merk Mitutoyo.

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Hewan Uji

(44)

b. Formalin 0,5% merk Bratachem

Formalin 0,5% merk Bratachem ®

®

c. Eugenol merk Sigma Aldrich

yang digunakan sebagai agen penginflamasi didapatkan dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Eugenol murni merk Sigma Aldrich ®

®

d. Benzoil eugenol

yang digunakan sebagai kontrol positif didapatkan dari Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Benzoil eugenol yang digunakan didapatkan dari hasil sintesis Ramdani (2011) di Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Senyawa ini telah melewati proses pengujian senyawa melalui elusidasi struktur di Universitas Gadjah Mada dengan prosedur yang telah diverifikasi.

e. Virgin Coconut Oil (VCO) merk HealthyCo

Virgin Coconut Oil (VCO) merk HealthyCo ®

®

f. Etil asetat merk Bratachem

yang digunakan sebagai kontrol negatif didapatkan dari Apotek Sanata Dharma, Yogyakarta.

Etil asetat merk Bratachem ®

®

2. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

yang digunakan sebagai kontrol negatif diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

(45)

b. Stopwatch merk Baby-G c. Timbangan merk Ohaus d. Alat-alat gelas

e. Jangka sorong merk Mitutoyo f. Spuit injeksi subplantar

E. Tata Cara Penelitian

1. Orientasi waktu pengolesan senyawa terhadap edema kaki mencit.

Hewan uji dibagi dua kelompok ( masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor mencit) dimana kelompok I adalah kontrol (tidak diinjeksi formalin) dan kelompok II diinjeksi formalin secara subplantar. Setiap jam tebal kaki mencit diukur dan dihitung selisihnya kemudian dianalisis menggunakan paired T-test.

Waktu yang menunjukkan nilai p<0,05 merupakan waktu optimum pengolesan.

2. Orientasi konsentrasi euge nol sebagai kontrol positif

Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor). Kelompok I sebagai kontrol edema (hanya diinjeksi formalin), kelompok II, III, dan IV masing-masing diinjeksi formalin 0,5% kemudian diolesi dengan eugenol 100% v/v; 50% v/v; 25% v/v. Hasil selisih edema diolah menjadi nilai AUC total yang kemudian dianalisis menggunakan

(46)

3. Orientasi pelarut benzoil eugenol

Mengambil 10 mg benzoil eugenol dan meneteskan tetes demi tetes pelarut non polar menggunakan pipet tetes hingga kristal benzoil eugenol larut homogen. Mengkonversi jumlah tetesan ke dalam satuan mililiter.

4. Penentuan peringkat konsentrasi benzoil eugenol

Berdasarkan hasil orientasi pelarut benzoil eugenol didapatkan perbandingan antara benzoil eugenol dan pelarut non polar yang sesuai. Sebanyak 10 mg benzoil eugenol larut homogen dalam 0,04 ml etil asetat sehingga didapatkan perbandingan 1:4. Dari perbandingan tersebut didapatkan konsentrasi tertinggi yang dapat dibuat, yaitu sebesar 25% b/v (peringkat konsentrasi III). Kemudian konsentrasi tertinggi tersebut dibagi dua menjadi 12,5% b/v (peringkat konsentrasi II) dan dibagi empat sebesar 6,25% b

5. Pengelompokan hewan uji

/v (peringkat konsentrasi I).

(47)

kelompok kontrol negatif formalin. Pada kelompok kontrol negatif etil asetat diolesi etil asetat sedangkan kelompok kontrol negatif VCO diolesi VCO yang dilakukan pada daerah edema. Pada kelompok kontrol positif diolesi eugenol konsentrasi 50% v/v. Pada kelompok benzoil eugenol I diberikan benzoil eugenol 6,25% b/v, pada kelompok benzoil eugenol II diberikan benzoil eugenol konsentrasi 12,5% b/v, sedangkan pada kelompok benzoil eugenol III diberikan benzoil eugenol konsentrasi 25% b/v.

Gambar 10. Skema jalannya penelitian Keterangan:

Kel. I : Kelompok Kontrol Negatif Formalin 0,5% Kel II : Kelompok Kontrol Negatif Etil Asetat Kel. III : Kelompok Kontrol Negatif VCO Kel. IV : Kelompok Positif Eugenol 50% v Kel. V : Kelompok Benzoil Eugenol 6,25%

/v b

Kel VI : Kelompok Benzoil Eugenol 12,5% /v b

Kel VII : Kelompok Benzoil Eugenol 25% /v b

(48)

6. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur ketebalan edema kaki kiri mencit dengan menggunakan jangka sorong setiap jam selama enam jam.

F. Tata Cara Analisis Hasil

1. Analisis hasil dilakukan dengan mengukur ketebalan edema kaki kiri mencit menggunakan jangka sorong.

2. Nilai selisih edema tiap jam diukur dan dihitung nilai AUC total masing-masing perlakuan dengan rumus

Keterangan:

AUC0-6 = Area di bawah kurva dari jam ke-0 sampai ke 6 (cm2 yn-1 = Luas area pigmentase pada jam ke-(n-1) (cm

.jam) 2

yn = Luas area pigmentase pada jam ke-n (cm

) 2

xn-1 = jam ke- (n-1) (jam)

) xn = jam ke-n (jam)

(Ikawati, Supardjan, dan, Asmara, 2007) 3. Menghitung persentase penghambatan inflamasi dengan rumus

Penghambatan inflamasi (%) =

Keterangan:

(AUC 0-x)0 = rata-rata nilai AUC total kontrol negatif (cm.jam)

(49)

4. Menghitung persentase daya antiinflamasi senyawa uji dengan rumus: Daya antiinflamasi (%) =

Keterangan:

(AUC0-x)y = rata-rata nilai AUC total kontrol positif (cm2

(AUC0-x)n = nilai AUC total pada kelompok perlakuan replikasi ke- (cm .jam)

2 .jam) 5. Nilai AUC total masing-masing perlakuan dianalisis menggunakan uji

Kolmorogorof-Smirnov, dilanjutkan analisis ANOVA satu arah taraf kepercayaan 95% dan uji Scheffe.

(50)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang berjudul Efek Antiinflamasi Benzoil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki yang Diinduksi Formalin 0,5% pada Mencit Jantan Galur Swiss bertujuan untuk mengetahui apakah senyawa benzoil eugenol memiliki efek antiinflamasi secara topikal terhadap edema kaki yang diindukasi oleh formalin 0,5%. Penelitian ini merupakan bagian dari suatu rangkaian penelitian besar yang bertujuan untuk mengetahui apakah dengan penambahan gugus benzoil dapat memberikan efek antiinflamasi. Benzoil eugenol yang digunakan dalam penelitian ini telah dibuktikan melalui elusidasi struktur oleh salah satu peneliti sintesis sehingga dapat dijamin bahwa senyawa yang digunakan merupakan benzoil eugenol (lampiran 1). Dalam penelitian ini digunakan hewan uji mencit galur Swiss dengan bobot 30-40 gram (lampiran 2).

A.Hasil Orientasi Rentang Waktu Pengolesan Senyawa pada Edema Kaki Mencit, Konsentrasi Kontrol Positif, dan Pelarut Benzoil Eugenol 1. Hasil orientasi rentang waktu pengolesan senyawa pada edema kaki mencit

yang diinduksi formalin 0,5%.

(51)

untuk mengetahui dengan jelas efek penurunan edema kaki mencit dari senyawa uji yang dimiliki. Jika senyawa uji dioleskan segera setelah injeksi formalin 0,5% dimungkinkan adanya peningkatan edema meskipun senyawa tersebut berefek sebagai antiinflamasi karena pada rentang waktu tersebut memang terjadi peningkatan edema.

Dalam penelitian ini digunakan formalin yang merupakan senyawa penginflamasi yang bersifat bifasik dan cocok digunakan dalam pengujian efek antiinflamasi suatu senyawa (Tanko et al., 2008). Selain mudah didapatkan, gejala inflamasi yang terjadi lebih nyata dibandingkan jika menggunakan karagenin (Joseph et al., 2005).

(52)

penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Skema kerja yang dilakukan dalam orientasi ini dapat dilihat pada lampiran 4.

Hasil orientasi yang terdapat pada tabel II menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan edema secara bermakna pada kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5% selama 5 jam. Maka dilanjutkan orientasi dengan mengukur tebal edema kaki mencit setiap menit selama 60 menit. Hasil orientasi tersebut menunjukkan bahwa pada menit ke-50 sampai menit ke-60 memiliki nilai p<0,05 yang ditunjukkan pada tabel III dan kelengkapan data dapat dilihat pada lampiran 5a dan 5b.

Tabel II. Hasil analisis paired t-test orientasi rentang waktu pengolesan setiap jam selama 5 jam pengamatan

Kel. Tebal edema

Kelompok I : Kelompok mencit yang diukur 1 jam setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok II : Kelompok mencit yang diukur pada jam kedua setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok III : Kelompok mencit yang diukur pada jam ketiga setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok IV : Kelompok mencit yang diukur pada jam keempat setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok V : Kelompok mencit yang diukur pada jam kelima setelah diinjeksi formalin 0,5%

tb : Berbeda tidak bermakna (p>0,05) b : Berbeda bermakna (p<0,05) X : Rata-rata tebal edema

(53)

Tabel III. Hasil analisis paired t-test orientasi rentang waktu pengolesan setiap 10 menit selama 1 jam pengamatan

Kel. Tebal edema

Kelompok I : Kelompok mencit yang diukur pada menit ke-10 setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok II : Kelompok mencit yang diukur pada menit ke-20 setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok III : Kelompok mencit yang diukur pada menit ke-30 setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok IV : Kelompok mencit yang diukur pada menit ke-40 setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok V : Kelompok mencit yang diukur pada menit ke-50 setelah diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok VI : Kelompok mencit yang diukur pada menit ke-60 setelah diinjeksi formalin 0,5%

tb : Berbeda tidak bermakna (p>0,05) b : Berbeda bermakna (p<0,05) X : Rata-rata tebal edema

SE : Standar Error

(54)

2. Hasil orientasi konsentrasi kontrol positif euge nol secara topikal

Dalam penelitian ini digunakan eugenol sebagai kontrol positif karena senyawa uji yaitu benzoil eugenol merupakan senyawa turunan dari eugenol itu sendiri. Eugenol dilaporkan memiliki efek antiinflamasi yang berkaitan dengan penghambatan kerja enzim siklooksigenase-2 (Sadeghian et al., 2008). Namun belum terdapat data yang menyebutkan konsentrasi eugenol sebagai antiinflamasi yang diberikan secara topikal. Dengan demikian, orientasi konsentrasi eugenol ini perlu dilakukan untuk mengetahui konsentrasi eugenol yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Tiga peringkat konsentrasi eugenol yang diuji adalah eugenol murni 100% v/v; eugenol 50% v/v; dan eugenol 25% v

Eugenol larut dalam pelarut non polar, yakni larutan alkohol (Gildemeister, 2009). Salah satu larutan alkohol yang diuji sebagi pelarut eugenol adalah etanol 96%. Namun dalam penelitian ini tidak digunakan senyawa ini karena sifat etanol yang mudah menguap sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan konsentrasi eugenol akibat penguapan tersebut menjadi 100%. Eugenol murni yang dihasilkan akibat penguapan pelarut etanol 96% tersebut dapat menunjukkan adanya iritasi pada kaki mencit. Dengan demikian etanol 96% tidak dipilih sebagai pelarut eugenol. Maka dari itu dipilih pelarut yang paling sesuai untuk menghantarkan eugenol agar dapat berefek sebagai antiinflamasi. Pelarut yang dipilih untuk melarutkan eugenol dalam pembuatan tiga peringkat konsentrasi tersebut adalah VCO (Virgin Coconut Oil) merk HealthyCo

/v. Penentuan ketiga peringkat konsentrasi tersebut dapat dilihat pada lampiran 6a.

®

(55)

(lipofil). Hasil orientasi konsentrasi eugenol sebagai kontrol positif dapat dilihat pada tabel IV dan gambar 11. Data secara lengkap pada lampiran 6b.

Tabel IV. Hasil analisis AUC total ketiga konsentrasi eugenolmenggunakan One-Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%

Kelompok Tebal edema (cm)

tb : Berbeda tidak bermakna (p>0,05) b : Berbeda bermakna (p<0,05) X : Rata-rata AUC total

SE : Standar Error

(56)

Dari tabel IV dapat dilihat adanya perbedaan baik bermakna atau tidak bermakna pada setiap kelompok perlakuan terhadap kontrol. Pada kelompok kontrol positif eugenol konsentrasi 100% v/v terlihat bahwa penurunan edema yang dihasilkan berbeda tidak bermakna terhadap kontrol. Demikian pula pada kelompok kontrol positif eugenol konsentrasi 25% v/v. Dari ketiga peringkat konsentrasi yang diuji dalam penelitian ini, hanya eugenol dengan konsentrasi 50% v/v yang menunjukkan adanya penurunan edema kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5% secara bermakna. Hasil yang demikian kemungkinan terjadi akibat sifat eugenol murni yang dapat mengiritasi kulit. Aktvitas antiinflamasi yang dimiliki oleh eugenol konsentrasi 100% v

Sedangkan pada kelompok kontrol positif eugenol 25%

/v kemungkinan lebih kecil dibandingkan sifat iritan yang dimiliki oleh senyawa tersebut.

v

/v menunjukkan kemampuan aktivitas antiinflamasi yang rendah. Penurunan edema kaki mencit yang dihasilkan oleh eugenol 25% v

Berbeda dengan kedua kelompok kontrol positif eugenol tersebut, kelompok kontrol positif eugenol konsentrasi 50%

/v berbeda secara tidak bermakna terhadap kontrol. Ini dimungkinkan karena eugenol yang masuk ke dalam kulit belum mencukupi untuk menghambat ekspresi enzim siklooksigenase-2 sehingga mediator inflamasi seperti prostaglandin tidak dapat dihambat secara optimum.

v

(57)

Jadi, dalam orientasi konsentrasi kontrol positif eugenol didapatkan bahwa eugenol dengan konsentrasi 50% v/v dapat menurunkan edema kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5% sebesar 0,610 + 0,0328 cm dengan nilai p<0,05. Dengan demikian untuk penelitian selanjutnya, eugenol 50% v

3. Hasil orientasi pelarut benzoil eugenol dan peringkat konsentrasinya.

/v digunakan sebagai kontrol positif.

Tujuan dari orientasi pelarut benzoil eugenol adalah untuk mendapatkan pelarut yang cocok dan aplikatif untuk melarutkan benzoil eugenol sehingga dapat diaplikasikan secara topikal ke bagian edema kaki mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5%. Uji kelarutan ini dilakukan dengan menimbang 10 mg kristal benzoil eugenol dan meneteskan tetes demi tetes pelarut non polar hingga kristal tersebut larut homogen. Jumlah tetesan yang diperlukan untuk melarutkan kristal benzoil eugenol secara homogen kemudian dikonversi menjadi satuan mililiter sehingga didapatkan perbandingan antara benzoil eugenol. Satuan yang didapat dari uji kelarutan tersebut ditulis dalam % b

Benzoil eugenol yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari hasil sintesis antara benzoil klorida dan eugenol dalam suhu ruangan. Benzoil eugenol yang dihasilkan berbentuk kristal padat yang berbentuk jarum jika diamati secara mikroskopis dan berwarna putih. Benzoil eugenol merupakan senyawa turunan eugenol yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut non polar. Beberapa pelarut non polar yang diuji dalam penelitian ini adalah etanol 96%, kloroform, dan etil asetat yang umum digunakan. Hasil orientasi pelarut tersebut dapat dilihat pada tabel V.

(58)

Tabel V. Hasil orientasi pelarut dan konsentrasi tertinggi yang didapatkan dari masing-masing pelarut non polar yang diuji

Jenis pelarut Perbandingan benzoil eugenol

Pelarut non polar yang pertama diuji adalah etanol 96%. Etanol 96% dapat mengiritasi kulit dengan cara menarik air yang ada di kulit sehingga membuat kulit kering. Pemberian etanol 96% secara berulang dapat menyebabkan kulit menjadi kemerahan, gatal, inflamasi, kering dan kemungkinan terjadi alergi. Etanol 96% memiliki titik didih 78,20C dan memiliki titik leleh -1120C sehingga mudah menguap (MSDS, 2002). Dari tabel V menunjukkan bahwa dengan pelarut etanol 96%, konsentrasi tertinggi yang didapatkan hanya sebesar 2% b

Pelarut non polar yang kedua adalah kloroform. Pelarut ini sering diaplikasikan untuk keperluan pembiusan. Kloroform memiliki titik didih dan titik leleh sebesar 61

/v (lampiran 7a). Sifat dari senyawa ini yang mudah menguap dan konsentrasi yang terlalu kecil ini membuat etanol 96% tidak dipilih sebagai pelarut dalam penelitian ini. Maka dari alasan tersebut etanol 96% tidak dipilih sebagai pelarut dari benzoil eugenol.

0

(59)

(lampiran 7b). Walaupun konsentrasi yang dapat dibuat dari pelarut kloroform ini cukup besar namun berdasarkan sifat dari kloroform tersebut pelarut non polar ini tidak dipilih menjadi pelarut dari benzoil eugenol dalam penelitian ini.

Pelarut non polar terakhir yang diuji adalah etil asetat. Etil asetat memiliki titik didih 770C dan titik leleh 830

Setelah mendapatkan pelarut yang sesuai, yaitu etil asetat maka dilakukan perhitungan peringkat konsentrasi. Konsentrasi tertinggi yang dapat dibuat adalah 25%

C. Pelarut non polar ini bersifat kurang mengiritasi jika dipaparkan di kulit hanya satu kali. Iritasi akan terjadi jika pemberian etil asetat dilakukan secara berulang dan berkala (MSDS, 2008). Tingkat kelarutan benzoil eugenol dalam etil asetat sebesar 1:4 sehingga konsentrasi tertinggi yang dapat dibuat sebesar 25% (lampiran 7c). Konsentrasi yang cukup tinggi dan sifat etil asetat yang kurang mengiritasi merupakan alasan penggunaan etil asetat sebagai pelarut benzoil eugenol.

b

/v benzoil eugenol dalam etil asetat. Ini didapatkan dari perbandingan yang didapat dari uji kelarutan yang telah dilakukan, yaitu 10 mg benzoil eugenol larut homogen dalam 0,04 ml etil asetat. Dari konsentrasi tertinggi tersebut dapat dibuat tingkatan konsentrasi benzoil eugenol, yaitu 6,25% b

(60)

B.Hasil Efek Antiinflamasi Benzoil Eugenol secara Topikal terhadap Edema Kaki Mencit yang Diinduksi Formalin 0,5%

Penelitian uji efek antiinflamasi benzoil eugenol secara topikal terhadap edema kaki mencit galur swiss yang diinduksi formalin 0,5% ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi benzoil eugenol sebagai turunan eugenol yang diaplikasikan secara topikal. Aktivitas antiinflamasi dari senyawa ini dapat dilihat dari ada tidaknya kemampuan benzoil eugenol untuk menurunkan edema yang terjadi akibat induksi formalin 0,5% secara subplantar.

(61)

Gambar 12. Grafik rata-rata tebal edema kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5% selama 6 jam pengamatan

Pada gambar 12 menunjukkan bahwa dengan pengolesan benzoil eugenol 25% b/v; 12,5% b/v; dan eugenol 50% v/v dapat menurunkan tebal edema kaki dengan grafik yang lebih sempit dibandingkan grafik pada kontrol negatif formalin, etil asetat, maupun VCO. Selisih tebal edema masing-masing hewan uji dihitung nilai AUC total (lampiran 10a) kemudian dianalisis menggunakan

(62)

Tabel VI. Rata-rata nilai AUC total pada mencit yang diinduksi formalin 0,5% selama 6 jam pengamatan

Kel Rata-rataAUC total (cm.jam)

Hasil uji Scheffe Nilai AUCtotal terhadap Kelompok

X ± SE I II III IV V VI VII

Kelompok I : Kelompok mencit yang diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok II : Kelompok mencit yang diolesi etil asetat setelah 1 jam diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok III : Kelompok mencit yang diolesi VCO (Virgin Coconut Oil) setelah 1 jam diinjeksi formalin 0,5%

Kelompok IV : Kelompok mencit yang diolesi eugenol 50% v Kelompok V : Kelompok mencit yang diolesi benzoil eugenol 25%

/v setelah 1 jam diinjeksi formalin 0,5%

b

Kelompok VI : Kelompok mencit yang diolesi benzoil eugenol 12,5%

/v setelah 1 jam diinjeksi formalin 0,5%

b

Kelompok VII : Kelompok mencit yang diolesi benzoil eugenol 6,25%

/v setelah 1 jam diinjeksi formalin 0,5%

b

tb : Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

/v setelah 1 jam diinjeksi formalin 0,5%

b : Berbeda bermakna (p<0,05) X : Rata-rata AUC total

(63)

Gambar 13. Diagram batang nilai AUCtotal masing-masing perlakuan

(64)

v

/v. Secara umum dapat dikatakan bahwa aktivitas antiinflamasi benzoil eugenol konsentrasi 25% b/v; 12,5% b/v; dan eugenol 50% v

Dalam penelitian ini digunakan tiga kelompok kontrol negatif, yaitu kontrol negatif formalin, kontrol negatif etil asetat, dan kontrol negatif VCO. Kontrol negatif formalin diperlukan untuk membuktikan apakah formalin dapat menimbulkan adanya edema pada kaki mencit. Kontrol negatif etil asetat digunakan sebagai faktor koreksi dari kelompok perlakuan benzoil eugenol yang menggunakan pelarut etil asetat dalam proses aplikasi ke hewan uji. Sedangkan kelompok kontrol negatif VCO digunakan untuk faktor koreksi pada kelompok kontrol positif eugenol 50%

/v adalah sebanding. Selain itu, dari data yang ditunjukkan pada tabel VI dapat dikatakan bahwa dengan konsentrasi yang lebih rendah, benzoil eugenol dapat menurunkan edema kaki mencit yang diinduksi formalin 0,5% dibandingkan dengan eugenol. Maka pemberian benzoil eugenol dikatakan lebih efektif dibandingkan eugenol dilihat dari segi konsentrasi yang dibutuhkan.

v

(65)

Untuk mengetahui besarnya aktivitas antiinflamasi dari masing-masing senyawa maka perlu pengolahan data lebih lanjut. Nilai AUC total yang sudah didapatkan diolah menjadi persentase penghambatan inflamasi dengan perhitungan yang dapat dilihat di lampiran 11. Secara singkat, besarnya aktivitas antiinflamasi dari eugenol 50% dan ketiga peringkat konsentrasi eugenol dapat dilihat pada gambar 14 dan tabel VII dan secara detail dapat dilihat pada lampiran 12.

(66)

Tabel VII. Nilai persentase penghambatan inflamasi (tebal edema kaki mencit) yang diinduksi formalin 0,5% selama 6 jam pengamatan

Kelompok Rata-rata persentase penghambatan

edema kaki

Hasil uji Scheffe rata-rata persentase penghambatan edema kaki terhadap

kelompok

Kelompok I : Kelompok mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5% kemudian setelah 1 jam diolesi euge nol 50% v

Kelompok II : Kelompok mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5% kemudian setelah 1 jam diolesi benzoil euge nol 25%

/v b

Kelompok III : Kelompok mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5% kemudian setelah 1 jam diolesi etil asetat benzoil eugenol 12,5%

/v

b

Kelompok IV : Kelompok mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5% kemudian setelah 1 jam diolesi etil asetat benzoil euge nol 6,25%

/v b

tb : Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

/v b : Berbeda bermakna (p<0,05)

X : Rata-rata persentase penghambatan edema kaki

SE : Standar Error

Dari gambar 14 dan tabel VII menunjukkan bahwa persentase penghambatan inflamasi yang dimiliki oleh eugenol 50% v/v; benzoil eugenol 25% b

(67)

mencapai nilai 50%. Melalui data tabel ini, dapat dilihat adanya penurunan edema kaki mencit yang paling besar dimiliki oleh kelompok IV yaitu kelompok kontrol positif eugenol. Tidak hanya pada kelompok I, pada kelompok II juga memiliki nilai persentase yang secara statistik berbeda tidak bermakna. Dengan demikian dengan konsentrasi yang lebih rendah, benzoil eugenol dapat memberikan persentase penghambatan inflamasi yang setara dengan eugenol dengan konsentrasi yang lebih tinggi.

Tabel VIII. Nilai persentase daya antiinflamasi benzoil eugenol 25% b/v; benzoil eugenol 12,5% b/v; dan benzoil eugenol 6,25% b/v

Kelompok Rata-rata persentase daya antiinflamasi benzoil

eugenol

Hasil uji Scheffe rata-rata persentase daya antiinflamasi

Kelompok I : Kelompok mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5% kemudian setelah 1 jam diolesi benzoil eugenol 25% b

Kelompok II : Kelompok mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5% kemudian setelah 1 jam diolesi etil asetat benzoil euge nol 12,5%

/v

b

Kelompok III : Kelompok mencit yang diinduksi oleh formalin 0,5% kemudian setelah 1 jam diolesi etil asetat benzoil eugenol 6,25%

/v b

tb : Berbeda tidak bermakna (p>0,05)

/v b : Berbeda bermakna (p<0,05)

X : Rata-rata persentase penghambatan edema kaki

SE : Standar Error

(68)

dapat dikatakan bahwa benzoil eugenol 25% memiliki daya antiinflamasi yang besar dibandingkan eugenol 50% v/v, sedangkan benzoil eugenol 12,5% b/v; dan benzoil eugenol 6,25% b/v memiliki daya yang lebih kecil dibandingkan eugenol 50% v

Ditinjau secara struktural pada gambar 15, benzoil eugenol memiliki dua buah cincin aromatis yang menyebabkan senyawa tersebut bersifat lipofil dan asam karena merupakan derivat dari eugenol. Benzoil eugenol merupakan salah satu turunan karbosiklis dan heterosiklis yang terikat visinal dengan moieties aril sehingga dapat digolongkan sebagai senyawa yang selektif terhadap enzim COX-2. Dua cincin aromatis yang dimiliki oleh benzoil eugenol dihubungkan oleh rantai pendek, yakni rantai karboksil sehingga dapat menghambat biosintesis prostaglandin. Dengan demikian benzoil eugenol dapat dikatakan dapat menghambat biosintesis prostaglandin secara selektif terhadap enzim COX-2.

/v (lampiran 13b).

Gambar 15. Bagian sifat lipofil dan rantai pendek karboksil pada benzoil eugenol

(69)

teradapat pada sisi aktif enzim COX-2 (Gambar 16). Dengan demikian, asam arakidonat yang seharusnya diubah menjadi mediator-mediator kimia pemicu inflamasi dapat dihambat sehingga perkembangan inflamasi yang mungkin terjadi akan dihambat.

(70)

ini belum dapat dilihat apakah benzoil eugenol dapat menurunkan edema kaki mencit secara sistemik.

C.Hasil Uji Hubungan Linieritas antara Konsentrasi Benzoil Eugenol terhadap

Daya Antiinflamasi

Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui hubungan linieritas antara persen penghambatan inflamasi dengan peringkat konsentrasi benzoil eugenol. Dengan grafik linieritas tersebut dapat dihitung nilai EC50 melalui proses ekstrapolasi dari grafik tersebut. Effective Concentration 50 (EC50) merupakan konsentrasi yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek sebesar 50% dari efek maksimal dari suatu senyawa. Dengan demikian nilai EC50 antiinflamasi benzoil eugenol berarti konsentrasi benzoil eugenol yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek antiinflamasi sebesar 50% dari efek maksimal.

Gambar 17. Grafik hubungan linieritas konsentrasi benzoil eugenol 6,25% b/v; 12,5% b/v; 25% b/v terhadap persen penghambatan inflamasi

(71)

y=51,03x-32,66 dengan nilai R2

Dari ketiga peringkat konsentrasi yang diuji, nilai persentase penghambatan inflamasi oleh benzoil eugenol tidak ada yang menunjukkan penurunan edema sebesar > 50% maka perlu dilakukan ekstrapolasi untuk mendapatkan nilai EC50

=0,893. Dari persamaan tersebut didapatkan nilai r sebesar 0,945. Nilai r ini menunjukkan hubungan antara peringkat konsentrasi benzoil eugenol dengan persentase penghambatan inflamasi. Namun, nilai r tersebut lebih kecil dibandingkan r tabel yang sebesar 0,997.

(72)

52 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

1. Benzoil eugenol konsentrasi 6,25% b/v; 12,5% b/v; dan 25% b

2. Persentase penghambatan inflamasi benzoil eugenol konsentrasi 6,25% /v memiliki efek antiinflamasi secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss

b /v; 12,5% b/v; dan 25% b

3. Persentase daya antiinflamasi benzoil eugenol konsentrasi 6,25%

/v sebagai agen antiinflamasi terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss secara berturut-turut sebesar 4,851%; 29,438%; dan 35,612%.

b

/v; 12,5% b

/v; dan 25% b

4. Konsentrasi efektif (EC50) benzoil eugenol sebagai agen antiinflamasi secara topikal terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss sebesar 41,67%.

/v sebagai agen antiinflamasi terhadap edema kaki yang diinduksi oleh formalin 0,5% pada mencit jantan galur Swiss secara berturut-turut sebesar 5,806 %; -3,082 %; dan -39,194%.

B.Saran

(73)

2. Menentukkan konsentrasi eugenol secara topikal dengan rentang peringkat konsentrasi antara 50% v/v sampai dengan 100% v

3. Menguji kelarutan benzoil eugenol dengan jenis pelarut non polar yang lebih bervariasi agar didapatkan konsentrasi yang lebih tinggi.

/v.

(74)

54

DAFTAR PUSTAKA

Amasino, A., Yuting Deng, Samuel Huang, Iris Lee, Adeyinka Lesi, Yaoli Pu, et al., 1996, COX-1 And COX-2 Enzymes Synthesize Prostaglandins and Are Inhibited by NSAIDS (Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs),

Laporan Penelitian, University of Wisconsin-Madison.

Ayoola, G. A., Lawore, Adelowotan, Aibinu, Adenipekun, Coker, et. al., 2008, Chemical analysis and antimicrobial activity of the essential oil of

Syzigium aromaticum (clove), African Journal of Microbiology Research, Vol.(2) pp, 162-166.

Azuma, Ozasa, Ueda and Takagi, 1986, Pharmacological Studies on the Anti-inflammatory Action of Phenolic Compounds, J Dent Res, 65: 53.

Babb, R. R., 1992, Gastrointestinal Complications of Nonsteroidal Anti-Inlammatory Drugs, West J Med, 157, 444-447.

Banerjee, S., Sur, T. K., Mandal, S., Das, P. C., and Sikdar, S., 2000, Assessment of The Anti-Inflammatory Effects of Swertia Chirata in Acute and Chronic Experimental Models in Male Albino Rats, Indian Journal of Pharmacology, 32: 21-24.

Canon, K. E., Leurs, R., dan Hough, L.B., 2007, Activation of Peripheral and Spinal Histamine H3 Receptors Inhibits Formalin-Induced Inflammation and Nociception, Respectively, Pharmacol. Biochem. Behav., 88(1): 122–129.

Dannhardt, G., and Laufer, S., 2000, Structural Approaches to Explain the Selectivity of COX-2 Inhibitors: Is There a Common Pharmacophore?,

Current Medicinal Chemistry, 7, 1101-1112.

Dewhirst, F.E., 1980, Strucutre-Activity Relationships for Inhibitoin of Prostaglandin Cyclooxygenase by Phenolic Compounds, Vol. 20, No. 2, Department of Pharmacology and Toxicology and Department of Dental Research, New York.

Emran, R. K, 2002, Perkembangan Obat Antiradang Bukan Steroid, 17(4), 75-90. Enig, G. M. 2001, Health and Nutritional Benefits from Coconut Oil: an

(75)

Evans, F. J., and Williamson, E.M., 1996, Selection, Preparation, and Pharmacologicaly Evaluation of Plant Material, 131-137, John Willey, New York.

Evan, S. P., 2008, Antioksidan Alami di Sekitar Kita, http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/antioksidan-alami-di-sekitar-kita/, diakses tanggal 20 November 2010.

Fitzgerald, G. A., and Patrono, C., 2001, The Coxibs, Selective Inhibitors of Cyclooxygenase-2, N Engl. J. Med., Vol. 345, No. 6.

Gildemeister, F., 2009, The Volatile Oil,

Goldstein, N. S., Ferkowicz, M., PathA, Odish, E., Mani, A., and Hastah, F., 2003, Minimum Formalin Fixation Time for Consistent Estrogen Receptor Immunohistochemical Staining of Invasive Breast Carcinoma,

Am. J. Clin. Pathol., 120:86-92.

Gunani, S. B., 2009, Uji Daya Antiinflamasi Krim Tipe A/M Ekstrak Etanolik Jahe 10% (Zingiber officinale Roscoe) yang Diberikan Topikal Terhadap Udem Kaki Tikus yang Diinduksi Karagenin, Laporan Penelitian,

Surakarta.

Harijadi, 2009, Radang/Inflamasi, Juli 2010

Hasyim, M., Hamam, and Akil, S., 2006, Formalin Bukan Formalitas, CP-Buletin, Nomor 73/Tahun VII

Ikawati, Supardjan, dan, Asmara, L. S., 2007, Pengaruh Senyawa Heksagamavungn-1 (Hgv-1) terhadap Inflamasi Akut Akibat Reaksi Anafilaksis Kutaneus Aktif pada Tikus Wistar Jantan Terinduksi Ovalbumin, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

JECFA, 2005, Oleum Caryophilli, King’s American Dispensatory, http://www.inchem.org/documents/jecfa/jeceval/jec_843.htm, diakses tanggal 24 April 2010.

(76)

Joseph S. M, George M. C, dan Nair J. R, 2005, Effect of feeding cuttlefish liver oil on immune function, inflammatory response and platelet aggregation in rats. Current Sci, 88(3) :507-510.

Juma'a, K. M, Ahmed, Z. A., Numan, I. T., and Hussain, S. A. R., 2009, Dose-dependent Anti-inflammatory Effect of Silymarin in Experimental Animal Model of Chronic Inflammation, African Journal of Pharmacy and Pharmacology, Vol. 3(5). pp. 242-247.

Karch, A. M., 2003, Focus on Nursing Pharmacology, 2nd edition, Lippincot Williams dan Wilkins E Wolter Kluwer Company, New York, pp. 198,203, 209-211.

Kee. J. L. and Hayes. E. R, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, edisi 5, diterjemahkan Peter. A., 310-317, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Lu, T. C. Jung-Chun Liao, Tai-Hung Huang, Ying-Chih Lin, Chia-uLiu,Yung-jia Chiu., et. al.,Analgesic and Anti-Inflammatory Activities of the Methanol

Extract from Pogostemon cablin, eCAM,

Agustus 2010.

Maffetone, P., 2002, The ABCs of Chronic Inflammation, In Fitness and In Healthy, 1-10.

Magalhaes, C. B., Riva, D. R., DePaula, L. J., Brando-Lima, A., Koatz, V. L. G., Leal-Cardoso, J. H., et al., 2010, In vivo anti-inflammatory action of eugenol on lipopolysaccharide-induced lung injury, J. Appl. Physiol., 108: 845-851.

Moore, R. A., 2004, Topical Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs Are Effective in Osteoarthritis of the Knee, The Journal of Rheumatology, 1893-1895. Mosaddek, A. S. and Rashid, M. U., 2008, A comparative study of the

anti-inflammatory effect of aqueous extract of neem leaf and dexamethasone,

Bangladesh J. Pharmacol., 3:44-47.

MSDS, 2002, Material Safety Data Sheet Ethanol 96%,

diakses tanggal 16 November 2010.

MSDS, 2007, Kemanan Data untuk Eugenol,

(77)

MSDS, 2008, Material Safety Data Sheet Ethyl acetate MSDS, 9 November 2010.

MSDS, 2010, Material Safety Data Sheet: Chloroform, November 2010.

Mulja, M. dan Hanwar, D., 2003, Prinsip – Prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga, vol. III No. 2, Agustus 2003, halaman 71-76.

Ozturk, A. and Ozbek, H., 2005, Caryophyllata Essential Oil: An Animal Model of Anti-inflammatory Activity, Department of Pharmacology, Van Turkey.

Price, S. A. and Wilson, L. M., 1995, Clinical Concept of Disease Processes, 4th edition, 37, diterjemahkan oleh Anugerah, P., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Ramdani, E. D., 2011, Sintesis Benzoil Eugenol dari Benzoil Eugenol Klorida dengan Pelarut Piridina, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Rhen, T. and Cidlowski, J. A., 2005, Antiinflammatory Action of Glucocorticoids, New Mechanisms for Old Drugs, The New England Journal of Medicine, 353, 1711-23.

Sadeghian, H., Seyedi, S. M., Saberi, M. R., Arghiani, Z., dan Riazi, M., 2008, Design and Synthesis of Eugenol Derivatives as A Potent 15-Lipoxygenase Inhibitors, Bioorganic and Medicines Chemistry, 16: 890-901.

Schror, K. and Meyer-Kirchrath, J., 2000, Cyclooxygenase-2 Inhibition and Side-effects of Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs in the Gastrointestinal Tract, Curr. Med. Chem, 7, 1121-1129.

Sompuram, S. R, Vani, K., Messana, E., and Bogen, S. A., 2004, A Molecular Mechanism of Formalin Fixation and Antigen Retrieval, Am. J. Clin. Pathol., 121:190-199.

Gambar

Gambar 1. Diagram mediator-mediator inflamasi, prostaglandin dan tromboksan yang dihasilkan akibat perombakan fosfolipid melalui enzim siklooksigenase (Fitzgerald et al., 2001)
Gambar 2. Pembentukan prostaglandin H2 dari substrat asam arakidonat oleh enzim COX-2 (Amasino et al., 1996)
Gambar 3. Turunan karboksiklis dan heterosiklis yang terikat visinal dengan moieties aril (Dannhardt et al., 2000)
Gambar 4. Perbandingan penghambatan penempelan asam arakidonat pada COX-2 dengan COX-1 saat diberikan obat yang selektif terhadap COX-2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengarang menjelaskan bahwasannya apabila nikah tah}li@l dengan syarat ihlal (penghalalan) tiada lain nikah temporer dengan batasan waktu, berupa syarat

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah menurut penulis bahwa penjatuhan pidana oleh Hakim yang menjatuhkan pidana dibawah Minimum khusus pada Putusan No

Dari hasil analisis di atas, dapat dikatakan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dengan karakter

Pencabutan dapat juga dilakukan oleh kuasa yang ditunjuk oleh penggugat berdasarkan surat kuasa khusus yang digariskan dalam Pasal 123 HIR yang didalamnya dengan tegas diberi

Dalam penelitian ini ada terdapat beberapa responden yang memiliki pengetahuan rendah dan kinerjanya kurang hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa ada

Hasil penelitian menunjukkan penerimaan diri ketiga subjek mahasiswa tunanetra total yang meliputi tujuh indikator, yaitu: (1) positif terhadap diri, (2)

penelitian dan pengabdian masyarakat. e) Mempersiapkan bahan pelaksanaan kegiatan perkuliahan dan ujian. f) Mempersiapkan bahan penyusunan kalender pendidikan

Bersama ini kami mengajukan Permohonan Surat Keterangan Tempat Usaha atas Perusahaan/ Perorangan kami :.. Nama