PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE INKUIRI PADA MATA
PELAJARAN IPA KELAS V SD BUDYA WACANA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh: Trisno Nugroho
091134230
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE INKUIRI PADA MATA
PELAJARAN IPA KELAS V SD BUDYA WACANA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh: Trisno Nugroho
091134230
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2011
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Lebih baik seker at r ot i yang ker ing diser t ai dengan ket ent r aman, dar ipada makanan daging ser umah diser t ai dengan per bant ahan.
(Amsal 17 : 1)
Tinggi hat i mendahului kehancur an, t et api ker endahan hat i mendahului kehor mat an.
(Amsal 18 : 12)
Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Bapak dan ibuku yang selalu memberi kasih
sayang, mendukungku, dan senantiasa mendoakanku.
2. Kakak dan adikku yang selalu memberi semangat.
v
vii ABSTRAK
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE INKUIRI PADA MATA
PELAJARAN IPA KELAS V SD BUDYA WACANA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2010/2011
Trisno Nugroho Universitas Sanata Dharma
2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterlibatan siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SD Budya Wacana semester genap tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dengan 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Pada siklus I dan siklus II dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri dengan subyek penelitian adalah siswa kelas V. Data dikumpulkan menggunakan observasi dan hasil evaluasi pada setiap akhir siklus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas V di SD Budya Wacana. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata siswa pada kondisi awal 81,71 dengan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM 83,3%, mengalami peningkatan nilai rata-rata pada akhir siklus I menjadi 83,13 dengan persentase siswa yang mencapai KKM sebesar 84,2% dan meningkat lagi pada siklus II yaitu nilai rata-rata 86,00 dengan persentase siswa yang mencapai KKM 94,74%. (2) penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri dapat meningkatkan keterlibatan siswa kelas V di SD Budya Wacana. Hal tersebut ditunjukkan dari kondisi awal keterlibatan siswa 43,75% mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 75,99% dan pada siklus II menjadi 79,61%.
Kata kunci : Prestasi belajar, keterlibatan siswa, pendekatan kontekstual dan metode inkuiri
viii ABSTRACT
THE IMPROVEMENT OF STUDENT LEARNING ACHIEVEMENT BY CONTEXTUAL APPROACH THROUGH INQUIRY METHOD ON THE
FIFTH GRADE NATURAL SCIENCE (IPA) OF BUDYA WACANA PRIMARY SCHOOL IN THE SECOND SEMESTER OF
2010/2011 ACADEMIC YEAR Trisno Nugroho
Sanata Dharma University 2011
The research is intended to know whether the use of contextual approach through inquiry method can improve students’ learning achievement and the participation of students on the fifth grade natural science of Budya Wacana Primary School in the second semester of 2010/2011 academic year.
This is a Class Action Research which is done in two cycles. Each of cycles consists of two learning hours. On the first and the second cycles, learning is done by means of contextual approach through inquiry method on the fifth grade as the research subject. Data is collected by observation and evaluation result at the end of the cycles.
The result of the research shows that (1) the use of contextual approach through inquiry method can improve the learning achievement on the fifth grade Natural Science of Budya Wacana Primary School. It can be proved by the students average score on 81,71 of the initial condition with 83,3% of the percentage numbers of students who are above the Minimal Successful Criteria (KKM), experiencing an improvement at the end of the first cycle to be 83,13 with 84,2% of the percentage numbers of students who are above the Minimal Successful Criteria (KKM), and experiencing an improvement at the end of the second cycle to be 86,00 with 94,74% of the percentage numbers of students who are above the Minimal Successful Criteria (KKM), (2) the use of contextual approach through inquiry method can improve the participation of the fifth grade students of Budya Wacana Primary School. It can be proved by 43,75% of students participation on the initial condition, experiencing an improvement on the first cycle to be 75,99% and on the second cycle to be 79,61%
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahan rahmat dan kasihNya Skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selain itu, Skripsi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penguasaan materi, memahami peserta didik, dan pembelajaran peserta didik sebagai usaha untuk memenuhi kompetensi seorang guru.
Penulisan Skripsi ini dapat selesai karena berkat, keterlibatan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan tulus hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih, kepada:
1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Drs. Puji Purnomo, M.Si. selaku Ketua Prodi PGSD Universitas Sanata Dharma.
3. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan saran yang berguna bagi penulis.
4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan saran yang berguna bagi penulis.
5. Dra. Magdalena Sri Susanti selaku Kepala SD Budya Wacana Yogyakarta
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
ABSTRAK ... vii
xii
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Pembelajaran, Hakekat Belajar, dan Hasil Belajar ... 7
B. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching Learning, CTL) ... 11
C. Metode Inkuiri ... 18
D. Hakekat IPA ... 22
E. Sifat-sifat Cahaya ... 24
F. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan kontekstual melalui Metode Inkuiri ... 28
G. Kerangka berpikir ... 30
H. Hipotesis Tindakan ... 30
BAB III. METODE PENELITIAN ... 31
A. Jenis Penelitian ... 31
B. Setting Penelitian ... 31
C. Prosedur Penelitian ... 32
D. Pengumpulan Data dan Instrumen ... 40
E. Penyusunan Instrumen ... 42
F. Analisis Data ... 45
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Deskripsi Penelitian ... 50
1. Siklus I ... 50
2. Siklus II ... 57
xiii
1. Siklus I ... 63
2. Siklus II ... 66
C. Pembahasan ... 69
BAB V. PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
LAMPIRAN ... 78
xiv
Halaman
Tabel 1. Jadwal Penelitian ...
30
Tabel 2. Peubah data dan pengumpul data ………..
40
Tabel 3. Kisi-kisi soal siklus I ……….
41
Tabel 4. Kisi-kisi soal siklus II ………....
42
Tabel 5. Peubah dan indikator ketercapaian siswa...
44
Tabel 6. Rubrik penilaian proses ...
46
Tabel 7. Perbandingan nilai rata-rata kondisi awal dan siklus 1………..
61
Tabel 8. Persentase siswa yang mencapai KKM siklus I………..
62
Tabel 9. Persentase keterlibatan siswa siklus I………..
63
Tabel 10. Perbandingan nilai rata-rata kondisi awal, siklus I dan siklus II…………
64
Tabel 11. Persentase siswa yang mencapai KKM siklus II……….
65
Tabel 12. Persentase keterlibatan siswa siklus II……….
66
Tabel 13. Perbandingan nilai keterlibatan siswa siklus I dan siklus II………...
67
Tabel 14. Perbandingan nilai evaluasi siklus I dan siklus II………
68
Tabel 15. Perbandingan nilai rata-rata siklus I dan siklus II………
70
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Cahaya merambat lurus... 25
Gambar 2. Cahaya menembus benda bening ... 25
Gambar 3. Jenis pemantulan………. 26
Gambar 4. Cahaya dibiaskan………. 27
Gambar 5. Diagram nilai rata-rata kondisi awal dan siklus I………….. 61
Gambar 6. Diagram nilai rata-rata kondisi awal, siklus I dan siklus II… 64
xvi
Lampiran 10 Lembar soal evaluasi siklus I ……….. 117
Lampiran 11 Lembar soal evaluasi siklus II ………. 120
Lampiran 12 Kunci jawaban soal evaluasi siklus I ……….. 123
Lampiran 13 Kunci jawaban soal evaluasi siklus II ………. 124
Lampiran 14 Kondisi awal siswa ………... 125
Lampiran 15 Nilai rata-rata siswa siklus I ………. 127
Lampiran 16 Nilai keterlibatan siswa siklus I ………... 128
Lampiran 17 Nilai rata-rata siswa siklus II ……… 129
Lampiran 18 Nilai keterlibatan siswa siklus II ……….. 130
Lampiran 19 Lembar observasi keterlibatan siswa ………... 131
Lampiran 20 Contoh hasil LKS siklus 1 pertemuan 1………... 133
Lampiran 21 Contoh hasil LKS siklus 1 pertemuan 2 ……….. 137
Lampiran 22 Contoh hasil LKS siklus 1I pertemuan 1……….. 140
Lampiran 23 Contoh hasil LKS siklus 1I pertemuan 2 ………. 145
Lampiran 24 Contoh hasil evaluasi siklus 1 ……….. 148
Lampiran 25 Contoh hasil evaluasi siklus II ………. 151
Lampiran 26 Surat permohonan izin penelitian ………. 154
Lampiran 27 Surat keterangan telah melakukan penelitian ……….. 155
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Mengajar dapat dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Meskipun
proses belajar mengajar berlangsung di luar kelas, tidak akan mengurangi
kualitas belajar mengajar. Bahkan, pembelajaran yang dilakukan di luar kelas
akan lebih menarik dan berkesan bagi siswa, dimana siswa diajak mengenal
objek di sekitarnya dengan mengkaitkan pada materi sifat-sifat cahaya.
Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) merupakan salah satu disiplin ilmu yang
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan,
sehingga dapat membantu peserta didik memperoleh pengalaman langsung
dan pemahaman untuk mengembangkan kemampuannya agar dapat
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Materi sifat-sifat cahaya merupakan salah satu materi pembelajaran yang
ada dalam cabang IPA yaitu fisika. Dalam materi sifat-sifat cahaya,
kebanyakan siswa kelas V SD Budya Wacana masih mengalami kesulitan
dalam memahami dan mempelajari materi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan
perolehan nilai ulangan IPA materi cahaya masih ada nilai siswa di bawah
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 75. Nilai rata-rata siswa untuk
materi sifat-sifat cahaya adalah 81,71 dengan persentase dari total siswa yang
nilainya belum mencapai KKM adalah 16,67% SD Budya Wacana. Proses
belajar mengajar hendaknya bersifat mendidik dan mengembangkan. Guru
tidak hanya menyampaikan materi akan tetapi sebagai model yang dapat
merangsang perkembangan siswa. Siswa sebaiknya diajak untuk berlatih
menemukan sendiri pengetahuannya agar dapat menumbuhkan kemampuan
berpikir, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya.
Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mengolah proses belajar
mengajar yang baik. Guru yang mampu mengolah kelas saat proses belajar
mengajar berlangsung akan memberikan hasil belajar yang optimal. Siswa
akan lebih tertarik pada materi jika materi tersebut dikemas ke dalam kegiatan
yang menarik pula. Bagaimana membuat kegiatan menarik? Dengan metode
yang bervariasi, siswa akan bergairah, termotivasi belajar secara inovatif dan
kreatif. Metode mengajar yang digunakan guru dalam interaksi belajar
mengajar merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan
kelancaran proses pembelajaran. Siswa akan bosan jika metode yang
digunakan monoton.
Dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran, siswa dilatih melakukan
kegiatan yang dilakukan para ahli dalam memperoleh ilmu pengetahuan untuk
menemukan konsep-konsep serta menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep jika belajar dengan
3
akan lebih menyenangkan dibandingkan siswa hanya didikte beribu-ribu
informasi oleh guru. Banyak siswa sering menggunakan konsep-konsep
tertentu tetapi siswa tersebut tidak tahu makna dari konsep itu sendiri.
Melihat permasalahan seperti itu, pendekatan kontekstual melalui metode
pembelajaran inkuiri akan membantu siswa lebih aktif dalam suasana yang
menarik dan gembira. Peningkatan hasil belajar siswapun akan dapat
dirasakan. Dengan demikian penulis mengangkat sebuah judul “ Peningkatan
prestasi belajar siswa dengan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri
pada mata pelajaran IPA Kelas V SD Budya Wacana Semester Genap Tahun
Ajaran 2010/2011”
B.
Pembatasan Masalah
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis hanya dibatasi pada
kompetensi dasar 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya. Dalam penelitian ini
akan digunakan salah satu model pembelajaran inovatif yaitu model
pembelajaran
kontekstual
melalui
metode
inkuiri.
Dengan
model
pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, sehingga prestasi belajar siswa khususnya dalam mata pelajaran
IPA dapat meningkat.
C.
Perumusan Masalah
1.
Apakah dengan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri pada mata
pelajaran IPA kelas V semester genap SD Budya Wacana dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa?
2.
Apakah dengan pendekatan kontekstual melalui metode inkuiri pada mata
pelajaran IPA kelas V semester genap SD Budya Wacana dapat
meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran?
D.
Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan prestasi belajar dan keterlibatan siswa diperlukan
beberapa komponen pendukung pembelajaran. Pendukung itu adalah
pendekatan kontekstual dan metode inkuiri. Melalui metode pembelajaran ini,
siswa lebih termotivasi belajar sehingga diharapkan dapat meningkatkan
prestasi belajar dan keterlibatan siswa, khususnya pada mata pelajaran IPA
kelas V materi tentang sifat-sifat cahaya.
E.
Batasan Pengertian
1.
Pembelajaran adalah suatu rangkaian kejadian yang mempengaruhi siswa
sedemikian rupa, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan
mudah.
2.
Belajar adalah proses yang didalamnya terbentuk tingkah laku atau terjadi
perubahan tingkah laku melalui praktik atau latihan.
3.
Hasil belajar siswa adalah pencapaian tujuan belajar oleh siswa dan
terlihat pada perubahan-perubahan kemampuan siswa.
4.
Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan suatu konsepsi yang
membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia
5
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga,
warga Negara, dan tenaga kerja.
5.
Metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya
menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam
proses
pembelajaran
ini
siswa
lebih
banyak
belajar
sendiri,
mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.
F.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apakah penggunaan pendekatan kontekstual melalui
metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran IPA yang nampak pada nilai rata-rata siswa dan persentase
jumlah siswa yang mencapai KKM kelas V SD Budya Wacana semester
genap tahun ajaran 2010/2011.
2.
Untuk mengetahui apakah penggunaan pendekatan kontekstual melalui
metode inkuiri dapat meningkatkan persentase keterlibatan siswa kelas V
SD Budya Wacana semester genap tahun ajaran 2010/2011.
G.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Siswa
Siswa memperoleh kebebasan untuk menemukan hal-hal baru bagi
dirinya didalam pembelajaran IPA yang bersifat nyata, konkret secara
menyenangkan sehingga mempermudah memahami materi yang
diberikan guru.
2.
Bagi Guru
Dapat meningkatkan profesionalisme guru dengan bertambahnya
metode baru dan membantu guru dalam memecahkan masalah yang
sama dengan yang dilakukan oleh peneliti.
3.
Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman, menambah wawasan, pengetahuan dan
keterampilan dalam merancang metode yang tepat dan menarik serta
mempermudah proses pembelajaran melalui metode inkuiri.
4.
Bagi sekolah
Memberikan masukan kepada sekolah bahwa penggunaan pendekatan
kontekstual melalui metode inkuiri adalah salah satu upaya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dan keterlibatan siswa. Selain itu,
memberi inspirasi dan memacu guru untuk melakukan penelitian yang
sama atau yang berbeda.
5.
Bagi Prodi PGSD
Menambah referensi bacaan tentang bagaimana meningkatkan prestasi
belajar siswa dengan menggunakan pendekatan kontekstual melalui
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pembelajaran, Hakikat Belajar, dan Hasil Belajar
1.
Pengertian Pembelajaran
Menurut Gagne dan Briggs dalam modul kuliah Perkembangan dan Belajar
Peserta Didik yang ditulis oleh Wens Tanlain (2007:20), “pembelajaran adalah
suatu rangkaian kejadian yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga
proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah”.
Dalam pembelajaran, guru berfungsi sebagai fasilitator yaitu orang yang
menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat
mewujudkan kemampuan belajarnya sehingga dapat mengubah tingkah laku siswa
menjadi lebih baik.
Menurut Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono (2006 : 14), pembelajaran
terdiri dari empat langkah berikut.
a.
Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri.
b.
Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut.
c.
Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan
yang menunjang proses pemecahan masalah.
d.
Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan
melakukan revisi.
Jadi dapat disimpulkan pembelajaran adalah suatu rangkaian kejadian yang
mempengaruhi tingkah laku siswa dimana guru sebagai fasilitator.
2.
Hakekat Belajar
Pengertian belajar dapat diartikan bermacam-macam. Dalam modul mata
kuliah Perkembangan dan Belajar Peserta Didik yang ditulis oleh Wens Tanlain
(2007:20), arti belajar secara umum dikemukakan oleh Hilgard, 1948: “Belajar
adalah proses yang didalamnya terbentuk tingkah laku atau terjadi perubahan
tingkah laku melalui praktik atau latihan”.
Menurut Kimble dan Garmezy dalam Mohamad Ali (1984 :5), sifat perubahan
perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat
diidentifikasikan dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen,
dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama.
Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat dari interaksi dengan
lingkungan. Interaksi ini biasanya berlangsung secara disengaja. Kesengajaaan itu
sendiri tercermin dari adanya faktor-faktor berikut :
a.
Kesiapan (
readiness
); yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk
melakukan sesuatu.
b.
Motivasi; yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk meakukan sesuatu.
c.
Tujuan yang dicapai
Ketiga faktor di atas merupakan pendorong seseorang untuk melakukan proses
9
Dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:9), Skinner berpandangan bahwa belajar
adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.
Menurut penulis, belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan yang baru berdasarkan pengalaman secara praktik maupun teori.
Belajar adalah proses perubahan perilaku yang berkaitan dengan pengalaman
dan latihan. Perilaku dikategorikan menjadi tiga yaitu:
a.
Kognitif (kecerdasan berpikir)
b.
Afektif (sikap, perasaan, emosi)
c.
Psikomotorik ( keterampilan)
Faktor yang mempengaruhi belajar sebagai berikut:
a.
Faktor dari dalam
Faktor dari dalam adalah faktor yang mempengaruhi belajar dari dalam diri
siswa. Faktor ini meliputi: kondisi fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis
meliputi kesehatan badan, faktor gizi, dan kondisi panca indera. Sedangkan
faktor psikologis meliputi kecerdasan, bakat, minat, emosi, motivasi, dan
perasaan.
b.
Faktor dari luar
Faktor dari luar yaitu faktor yang mempengaruhi proses belajar dan hasil
belajar yang berasal dari luar diri anak atau siswa yang belajar. Faktor ini
meliputi faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan meliputi
lingkungan alam, fisik, dan lingkungan sosial. Sedangkan faktor instrumental
meliputi kurikulum, program pendidikan, sarana, dan prasarana serta faktor
guru atau tenaga pengajar.
3.
Hasil Belajar
Dalam modul kuliah Perkembangan dan Belajar Peserta Didik, ditulis oleh
Wens Tanlain (2007 :6), hasil belajar siswa dapat diartikan pencapaian tujuan
belajar oleh siswa dan terlihat pada perubahan-perubahan kemampuan siswa. Jika
hasil belajar siswa diperbandingkan dengan tujuan belajar siswa, maka ada tiga
kemungkinan hasil belajar siswa yaitu:
a.
Hasil belajar siswa belum mencapai seluruh tujuan belajar
b.
Hasil belajar siswa sama dengan tujuan belajar siswa
c.
Hasil belajar siswa melebihi tujuan belajar siswa
Menurut penulis, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
oleh siswa setelah mengalami aktivitas pembelajaran.
Hal-hal yang dapat digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa yaitu:
a.
proyek atau kegiatan dan laporan
b.
PR
c.
kuis
d.
karya siswa
e.
presentasi atau penampilan siswa
f.
demonstrasi
g.
laporan
11
i.
hasil tes tertulis.
B.
Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual (
Contextual Teaching
Learning
, CTL)
Menurut
Us. Departemen of Education the national School-to-Work Office
dalam Trianto (2009:104), pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan suatu
konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi
dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara,
dan tenaga kerja.
Menurut penulis, CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang merumuskan
dan memecahkan masalah dalam konten mata pelajaran dengan mengaitkan situasi
atau masalah dunia nyata.
Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk siswa belajar
dan mengalami, bukan sekedar mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa.
Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar
pengetahuan yang kuat dan mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman
masalah dan cara penyelesaiannya. Dalam hal ini siswa perlu mengerti makna
belajar dan manfaatnya bagi kehidupan dan bagaimana cara mencapainya, mereka
harus sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya, sehingga
mereka dapat menempatkan diri sendiri untuk membekali diri di dalam hidupnya.
Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya
mencapainya. Dalam upaya ini, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan
pembimbing.
Menurut Trianto (2009:104), fungsi dan peranan guru hanya sebagai
mediator-siswa lebih proaktif merumuskan sendiri tentang fenomena yang
berkaitan dengan fokus secara kontekstual bukan tekstual.
Dari pernyataan di atas, guru hanya membantu atau memfasilitator. Tugas
guru lebih banyak berkaitan dengan strategi daripada memberi informasi,
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan keterampilan dapat ditemukan oleh siswa,
bukan dari apa kata guru.
Dalam Trianto (2009:111), pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh
komponen utama, yaitu konstruktivisme (
Constructivism
), menemukan
(Inquiry),
bertanya (
Questioning
), masyarakat-belajar (
Learning Community
), pemodelan
(Modeling
), refleksi (
Reflection
), dan penilaian yang sebenarnya (
Authentic
Assesment
).
Menurut Trianto (2009:111), secara garis besar langkah-langkah penerapan
CTL dalam kelas sebagai berikut:
1.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya.
13
3.
Kembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya.
4.
Ciptakan masyarakat belajar ( belajar dalam kelompok-kelompok).
5.
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Dalam ( Doantara Yasa, http:/ipotes.wordpress.com/2008/05/13/pendekatan-
kontekstual-atau contextual-teaching-and-learning-ctl/), adapun tujuh komponen
tersebut sebagai berikut:
1.
Konstruktivisme (
Constructivism
)
Teori belajar tentang konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
membangun pengetahuan di dalam pikiran mereka sendiri. Setiap pengetahuan
dapat dikuasai dengan baik jika siswa secara aktif mengubah pengetahuannya
menjadi pengetahuan yang baru. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep
atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Siswa harus mengubah pengetahuan itu
dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu pengetahuan
menjadi proses membangun bukan menerima pengetahuan. Dalam pandangan
konstruktivisme, strategi lebih diutamakan daripada seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan:
a.
Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
b.
Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
c.
Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2.
Menemukan (
inquiry
)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri. Guru selalu
merangsang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi
yang diajukan. Siklus
inquiry
yaitu merumuskan masalah, observasi, bertanya,
mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan.
3.
Bertanya (
Questioning
)
Questioning
atau bertanya adalah salah satu strategi pembentukan pendekatan
kontekstual. Bagi guru, bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong
siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh
informasi, membimbing dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa, bertanya
merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis
inquiry.
4.
Permodelan (
Modelling
)
Modelling
atau permodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan
untuk membahasakan ide yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita
menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita
inginkan. Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu
selalu ada model yang dapat dicontoh dan diamati siswa. Guru memberi model
tentang “bagaimana cara belajar” misalnya guru memberi contoh tentang cara
belajar sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Dalam pendekatan CTL guru
siswa-15
siswa ditunjuk untuk memberi contoh temannya mendemonstrasikan keterampilan
tertentu.
5.
Masyarakat Belajar
(Learning Community
)
Konsep
Learning Community
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari diskusi dengan
teman, antar kelompok, antara yang tahu dengan yang belum tahu. Dalam kelas
kontekstual guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok
belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen.
6.
Refleksi (
Reflection
)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Siswa menyimpan apa yang
telah dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan
pengayaan atau pembetulan dari pengatahuan yang baru diterima. Kegiatan pada
akhir pembelajaran, guru memberi waktu sebentar agar siswa melakukan refleksi
berupa:
a.
pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu,
b.
catatan di buku siswa,
c.
kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,
d.
diskusi,
e.
hasil kerja.
7.
Penilaian yang sebenarnya (
Authentic Assesment
)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi
gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran itu perlu diperoleh guru agar
dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.
Apabila data yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa siswa
mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang
tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Penilaian dilakukan bersama dari
kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan harus dari kegiatan yang nyata
yang dikerjakan siswa pada proses pembelajaran. Jika guru ingin mengetahui
perkembangan siswa, maka guru harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata
saat siswa melakukan kegiatan atau percobaan. Penilaian autentik didasarkan pada
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa.
Karakteristik penilaian sebenarnya dilakukan sebagai berikut.
a.
Dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran
b.
Dapat digunakan untuk formatif atau sumatif
c.
Yang diukur adalah keterampilan dan kinerja bukan mengingat fakta atau
konsep
d.
Berkesinambungan
e.
Dapat digunakan sebagai
feed back
Dalam Doantara Yasa (http:/ipotes.wordpress.com/2008/05/13/pendekatan-
kontekstual-atau contextual-teaching-and-learning-ctl/), pengajaran kontekstual
17
(
relating
),mengalami
(experiencing)
menerapkan
(applying),
bekerjasama
(cooperating)
dan mentransfer
(transferring).
1.
Mengaitkan
adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti
konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia mengkaitkan
konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian,
mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2.
Mengalami
merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan
sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi
peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3.
Menerapkan
. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan
latihan yang realistis dan relevan.
4.
Kerjasama
. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu
kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok
sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan.
Pengalaman kerjasama tidak hanya membantu siswa mempelajari bahan ajar,
tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5.
Mentransfer
. Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman belajar
dengan fokus pada pemahaman bukan hafalan.
C.
Metode inkuiri
1.
Sejarah Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri dikemukakan oleh Richard Suchman. Ia
menginginkan siswa bertanya, mengapa suatu peristiwa terjadi kemudian siswa
melakukan kegiatan untuk mencari jawaban. Adapun data-data yang didapat
diproses secara logis sehingga siswa dapat menemukan jawaban yang tepat
atas pertanyaannya.
2.
Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri
Dalam
(http://www.scribd.com/doc/17110823/PTKPenerapan-Metode-
Inkuiri-Dalam-Pembelajaran-IPA-Di-SD-Untuk-Meningkatkan-Hasil-Belajar-SiswaPada-Konsep-Cahaya), menurut beberapa ahli inkuiri dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Menurut Ahmadi, (1999:76) Inkuiri berasal dari kata
inquiry
yang berarti
menanyakan, meminta keterangan atau penyelidikan, dan inkuiri berarti
penyelidikan.
Menurut Koes, (2003:12) inkuiri adalah suatu yang dipergunakan dalam
pembelajaran (fisika/sains) dan mengacu pada salah satu cara untuk
mempertanyakan, mencari pengetahuan atau informasi atau mempelajari suatu
gejala.
Menurut Sumantri (1998/1999:164), metode inkuiri adalah cara penyajian
pelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
19
dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Metode inkuiri
memungkinkan para peserta didik menemukan sendiri informasi-informasi
yang diperlukan untuk tujuan belajarnya.
Inkuiri ini sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk
memperoleh informasi. Inkuiri juga dinyatakan sebagai kegiatan pembelajaran
yang melibatkan siswa secara maksimal dalam mencari dan menyelidiki suatu
fenomena secara sistematis, kritis, logis, dan analitis. Dengan demikian inkuiri
adalah suatu penyelidikan untuk menemukan prinsip dan konsep yang dipandu
dengan pertanyaan ilmiah.
Menurut peneliti, inkuiri merupakan suatu proses untuk memecahkan
suatu masalah dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk
memperjelas pemahaman dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi
model pembelajarn inkuiri merupakan suatu kegiatan pengajaran yang
menekankan pada pemecahan persoalan melalui observasi dan eksperimen.
Metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya
menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam
proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan
kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan
sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode
inquiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih
masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun
dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa.
Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam
rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih
diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan
masalah harus dikurangi.
Dalam Amien (1987 :127), mengatakan bahwa seseorang sedang
melakukan suatu kegiatan inkuiri jika ia merumuskan problemnya sendiri,
merancang eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik
kesimpulan.
Menurut Amien (1987: 131) bahwa proses inkuiri akan berlangsung terus
hingga jumpaan baru mempunyai makna bagi siswa yang terlibat. Guru di
dalam kelas harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk mendorong
keegiatan inkuiri. Suchman dalam Amien (1987: 131) menyarankan bahwa
guru harus :
1.
Menciptakan kemerdekaan untuk memiliki dan mengekspresikan ide-ide
dan mengetes ide-ide tersebut dengan data.
2.
Menyediakan suatu lingkungan yang responsif sehingga:
a.
Setiap ide/ gagasan didengar dan dimengerti
b.
Setiap siswa dapat memperoleh data yang ia perlukan
3.
Membantu siswa menemukan suatu pengarahan untuk bergerak maju;
21
3.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Inkuiri
Dalam Trianto (2009), ada beberapa langkah atau siklus dalam model
pembelajaran inkuri, yaitu :
a.
Observasi (
Observation)
b.
Bertanya (
Questioning)
c.
Mengajukan dugaan
(hyphotesis)
d.
Pengumpulan data (
Data gathering)
e.
Penyimpulan (
Conclussion)
Dalam hal ini, guru membimbing siswa untuk mendapatkan suatu
kesimpulan. Guru merangsang anak dengan pertanyaan-pertanyaan yang
mengarah ke dalam suatu kesimpulan yang telah di lakukan dalam
pembelajaran.
4.
Kelebihan dan kekurangan metode inkuri
Menurut suryobroto (http://susilofy.wordpress.com/2010/09/28/
metode-inkuiri-dalam-pembelajaran-matematika/) ada beberapa kelebihan dan
kelemahan inkuiri antara lain:
Kelebihan metode inkuiri
a.
Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan
penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.
b.
Membangkitkan gairah pada siswa.
c.
Siswa terlibat langsung dalam belajar sehingga termotivasi untuk belajar.
d.
Strategi ini berpusat pada siswa
Kelemahan metode inkuiri
a.
Pembelajaran ini kurang berhasil dalam kelas besar, misalnya sebagian
waktu hilang karena membantu siswa menemukan teori tertentu.
b.
Harapan yang ditumpahkan pada metode ini mungkin mengecewakan
siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pembelajaran secara
tradisional jika guru tidak menguasai pembelajaran inkuiri.
5.
Tujuan metode inkuiri
Adapun tujuan dari penggunaan metode inkuiri adalah:
a.
Memberi pengalaman belajar seumur hidup.
b.
Melatih peserta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan.
c.
Mengurangi ketergantungan peserta didik kepada guru.
d.
Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan
memproses bahan palajaran.
D.
Hakekat IPA
Pengalaman-pengalaman mengajar telah membangkitkan kesadaran kita
tentang adanya berbagai macam problem yang selalu menantang kita. Di antara
problem-problem ini ialah problem pendidikan IPA.
Beberapa rumusan mengenai definisi IPA dalam Moh. Amien (1987:4)
sebagai berikut:
Fisher (1975) menyatakan: IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
23
Carin (1985) menyatakan : IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara sistematik, yang didalam penggunaanya secara umum terbatas
pada gejala-gejala alam.
Ilmu Pengetahuan Alam dapat dilihat dari hakikatnya dapat dibagi menjadi :
1.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Produk
IPA sebagai produk nampak pada bahan mata pelajaran atau materi.
Bentuk Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk adalah fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah
pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada, atau
peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasikan secara
obyektif. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA.
Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep
IPA. Contohnya: udara yang dipanaskan memuai adalah prinsip yang
menghubungkan konsep-konsep udara, panas, dan pemuaian.
2.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Proses
Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh
para ilmuwan di antaranya adalah mengamati, mengukur, menarik
kesimpulan, mengendalikan variabel, merumuskan hipotesis, membuat grafik
dan tabel data, membuat definisi operasional, dan melakukan eksperimen.
3.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Sikap
Dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap, dan cara berpikir.
Kemajuan IPA pesat disebabkan oleh proses ini. Karena sering dikatakan
bahwa proses mendapatkan IPA merupakan bagian IPA yang tidak dapat
dipisahkan dari IPA itu. IPA tidak hanya fakta tapi juga proses. Dalam
memecahkan suatu masalah seorang ilmuwan sering berusaha mengambil
sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan.
Sikap itu dikenal dengan nama sikap ilmiah dalam IPA.
Beberapa ciri sikap ilmiah itu ialah :
a.
Obyektif terhadap fakta. Obyektif artinya tidak dicampuri oleh perasaan
senang atau tidak senang terhadap sesuatu.
b.
Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang
mendukung kesimpulan itu.
c.
Berhati terbuka. Artinya bersedia mempertimbangkan pendapat atau
penemuan orang lain, sekalipun pendapat atau penemuan itu bertentangan
dengan penemuannya sendiri.
d.
Tidak mencampur adukan fakta dengan pendapat.
e.
Bersifat hati-hati.
f.
Ingin menyelidiki.
E.
Sifat-sifat Cahaya
Cahaya merupakan sejenis energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang
bisa dilihat dengan
mata
dan gelombang ini tentunya membawa energi. Jadi
sebenarnya cahaya itu sendiri merupakan salah satu bentuk energi. Energi ini
25
Adapun sifat-sifat cahaya adalah sebagai berikut:
1.
Cahaya merambat lurus
Cahaya merambat lurus dapat dika buktikan ketika kita menyalakan lampu
senter. Cahaya dari lampu senter akan merambat lurus. Percobaan lain yang
sering dilakukan untuk membuktikan bahwa cahaya merambat lurus adalah
sebagai berikut:
Gambar 1. Cahaya merambat lurus
2.
Cahaya dapat menembus benda bening
Cahaya menembus benda bening dapat terlihat jika kita menerawangkan
plastik bening ke arah sinar lampu. Sinar tersebut dapat kita lihat karena
cahaya dapat menembus benda bening. Jika cahaya mengenai benda yang
gelap (tidak bening) misalnya pohon, tangan, mobil, maka akan membentuk
bayangan.
Gambar 2. Cahaya menembus benda bening
3.
Cahaya dapat dipantulkan
a. Pengertian pemantulan
Pemantulan atau pencerminan (refleksi) merupakan proses memantulnya
atau terpancarnya kembali cahaya dari suatu permukaan benda yang terkena
cahaya. Artinya jika suatu benda terkena cahaya, maka cahaya yang mengenai
benda tadi dipantulkan kembali oleh benda tadi dan hanya sebagian kecil yang
diserap atau dibiaskan. Benda yang dapat memantulkan cahaya dengan baik
adalah benda yang memiliki permukaan yang rata dan mengkilap misalnya
cermin.
b. Hukum pemantulan
Ada dua butir hukum pemantulan cahaya dikemukakan oleh W. Snellius,
menurutnya apabila seberkas cahaya mengenai permukaan bidang datar yang
rata, maka akan berlaku aturan-aturan sebagai berikut:
1)
Sinar datang (sinar jatuh), garis normal dan sinar pantul terletak pada satu
bidang datar
2)
Sudut sinar datang (sinar jatuh) selalu sama dengan sudut sinar pantul.
c. Macam atau ragam pemantulan
Ada dua jenis bentuk pemantulan menurut bentuk dan hasil pemantulan,
hal ini dipengaruhi oleh bentuk atau rata tidaknya suatu permukaan benda
27
Gambar 3. Jenis pemantulan
1) Pemantulan teratur
Ciri-ciri dalam pemantulan teratur sebagai berikut:
a)
Pemantulan teratur akan dapat terjadi apabila permukaan bidang
pantulnya licin dan rata.
b)
Sinar-sinar yang datang akan dipantulkan dengan sejajar.
c)
Hampir semua sinar pantulan akan masuk ke dalam mata pengamat.
2) Pemantulan baur (difus)
Ciri-ciri pemantulan baur adalah sebagai berikut :
a)
Pemantulan baur akan terjadi apabila permukaan dalam bidang
pantulnya kasar atau tidak rata.
b)
Sinar-sinar yang datang akan dipantulkan secara acak.
c)
Hanya sebagian saja dari sinar pantul yang akan masuk ke dalam mata
pengamat.
4.
Cahaya dapat dibiaskan
Cahaya dapat dibiaskan (dibelokkan) jika melaui medium yang berbeda,
misalnya ketika kita mencelupkan pensil ke air, maka bagian pensil yang
berada di air akan tampak bengkok.
.
Gambar 4. Cahaya dibiaskan
5.
Cahaya dapat diuraikan
Cahaya dapat diuraikan, dapat juga disebut cahaya mengalami disfersi cahaya.
Cahaya mengalami difraksi sehingga dapat menimbulkan banyak warna yaitu
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Warna tersebut dinamakan
dengan spektrum warna. Spektrum warna jika diputar dalam satu bidang maka
warna itu akan berubah menjadi warna putih.
F.
Pembelajaran IPA tentang sifat-sifat cahaya dengan pendekatan kontekstual
melalui metode inkuiri untuk meningkatkan prestasi belajar dan
keterlibatan siswa.
Dalam pembelajaran IPA mengenai sifat-sifat cahaya dengan pendekatan
kontekstual lebih mengutamakan dan lebih memberdayakan siswa. Pendekatan
29
penerapannya tidak perlu mengubah kurikulum, apalagi sekarang ini sudah
menggunakan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP), pendekatan
kontekstual sesuai dengan KTSP. Selama pembelajaran ini berlangsung guru
mengutamakan kegiatan siswa untuk mengutamakan sendiri konsep IPA
mengenai sisfat-sifat cahaya, siswa memecahkan sendiri masalah dalam
kehidupan sehari-hari sesuai konten mata pelajaran yang dihadapinya, sebagai
contoh ketika siswa dalam kegelapan, siswa memerlukan sumber cahaya, senter
atau lilin, kita tidak harus menoleh kebelakang saat naik motor karena sudah ada
spion yang mementulkan benda yang ada dibelakang kita, dll.
Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksikan sendiri pengetahuan
dan keterampilan baru. Mengembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara
bertanya, ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok),
hadirkan contoh model pembelajaran, lakukan refleksi pada akhir pembelajaran
dan penilaian otentik yang betul-betul menunjukan kemampuan siswa.
Untuk melihat kemajuan belajar siswa, kita melakukan tes, observasi, dan
wawancara. Dengan pendekatan kontekstual dalam memberdayakan siswa lebih
berfokus pada siswa sehingga kelas lebih hidup, kondusif, dan menyenangkan.
Dalam hal inipun siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Siswa
dapat belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi
serta pembelajarannyapun dikaitkan dengan kehidupan nyata.
Melihat kondisi seperti itu, siswa dapat meningkat dalam hal prestasi belajar
dan keterlibatan siswa setelah mempergunakan penekatan kontekstual melalui
metode inkuiri.
G.
Kerangka Berpikir
Untuk meningkatkan prestasi belajar diperlukan beberapa komponen
pendukung pembelajaran. Salah satunya adalah pendekatan dan metode
pembelajaran yang digunakan guru yang tentunya sesuai dengan materi yang akan
diajarkan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kontekstual dan
metode inkuiri. Dengan model pembelajaran ini, guru dapat mengarahkan proses
pembelajaran, sementara antar siswa dapat bekerjasama dalam belajar.
Melalui metode pembelajaran ini, siswa lebih termotivasi belajar sehingga
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya pada mata
pelajaran IPA kelas V materi tentang sifat-sifat cahaya.
H.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas, penelitian ini
dilakukan memiliki harapan bahwa
dengan menggunakan pendekatan kontekstual
melalui metode inkuiri, prestasi belajar dan ketelibatan siswa pada mata pelajaran
IPA kelas V SD Budya Wacana semester genap tahun ajaran 2010/2011 materi
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan Penelitian Tindakan Kelas,
mengacu model pendekatan kontekstual melalui metode Inkuiri. Dalam penelitian
ini, terbagi dalam empat bagian yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
B.
Setting Penelitian
1.
Tempat penelitian
: SD Budya Wacana Jl. Kranggan No. 11
2.
Subjek penelitian
: Siswa kelas V, berjumlah 19 anak yang terdiri dari
Putra 10 dan Putri 9
3.
Objek penelitian
: Peningkatan prestasi belajar IPA dan keterlibatan
siswa.
4.
Waktu penelitian
: Semester Genap Tahun pelajaran 2010/2011
Pengambilan data
: Januari, Februari, Maret, April, Mei
Tabel 1. Jadwal penelitian
No
.
Kegiatan
Tahun 2011
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
1.
Observasi
2.
Identifikasi
masalah
3.
Mempersiapkan
proposal
4.
Mempersiapkan
instrumen
5.
Siklus 1
6.
Siklus 2
7.
Pengolahan data
8.
Penyusunan
laporan
9.
Ujian
10. Revisi
C.
Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian tindakan kelas ini disusun sebagai berikut:
1.
Persiapan
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan
diantaranya.
a.
Permintaan ijin kepada Kepala SD Budya Wacana.
b.
Observasi sebelum kegiatan wawancara.
33
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengidentifikasi masalah
tentang prestasi belajar siswa tentang materi
sifat-sifat cahaya
Semester
genap Tahun Pelajaran 2010/2011. Hal ini untuk mengetahui
permasalahan pembelajaran IPA khususnya pada materi pokok tersebut.
Dari hasil studi pendahuluan diperoleh informasi bahwa prestasi siswa
pada materi pokok tersebut masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil
ulangan pada pembelajaran pertama.
Untuk memecahkan permasalahan tersebut peneliti merencanakan dan
menerapkan sebuah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
melalui metode inkuiri pada mata pelajaran IPA siswa kelas V di SD
Budya Wacana mengkaji Kompetensi Dasar dan Materi pokok
pembelajaran. Kompetensi dasar yang mengalami permasalahan adalah
KD : Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
d.
Mempersiapkan Silabus
Silabus disusun dengan mengambil satu Kompetensi Dasar semester
Genap, mata pelajaran IPA yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
e.
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )
Langkah berikutnya adalah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). RPP dibuat tiap siklus.
f.
Menyiapkan Instrumen Penelitian
g.
Membuat soal untuk tes atau evaluasi pada siklus I dan siklus II.
2.
Rencana tindakan setiap siklus
Siklus I
Siklus I terdiri dari 2 pertemuan.
Pertemuan 1 membahas tentang sifat cahaya dapat merambat lurus dan
menembus benda bening.
Pertemuan 2 membahas tentang sifat cahaya dapat diuraikan dan evaluasi
siklus I
Pertemuan 1
a.
Rencana tindakan
Peserta didik melakukan tanya jawab bersama guru tentang cahaya
berdasarkan pengetahuan awal siswa
( Kontruktivisme)
Peserta didik membentuk kelompok kecil
(masyarakat belajar)
Guru melakukan demonstrasi tentang sifat cahaya merambat lurus,
kemudian siswa menirukan cara kerja yang serupa dengan media yang
berbeda
(pemodelan)
Peserta didik mendengarkan petunjuk cara kerja dalam kelompok
Peserta didik melakukan percobaan tentang sifat cahaya merambat
lurus sesuai langkah-langkah dalam kelompok
(inkuiri)
Observasi atau pengamatan terhadap fenomena alam
Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi
Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban
35
Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data
Guru melakukan pengamatan terhadap proses percobaan yang
dilakukan siswa
(penilaian nyata)
Peserta didik melakukan percobaan tentang sifat cahaya dapat
menembus benda bening sesuai langkah-langkah dalam kelompok
Guru melakukan pengamatan terhadap proses percobaan yang
dilakukan siswa
(penilaian nyata)
Peserta didik melakukan tanya jawab dengan guru mengenai hasil
percobaan yang dilakukan
(Bertanya)
Peserta didik menyebutkan contoh peristiwa sehari-hari yang meliputi
sifat cahaya yang telah dipelajari
Peserta didik bersama guru menarik kesimpulan mengenai materi yang
telah dipelajari
Peserta didik bersama guru melakukan refleksi
(Refleksi)
b.
Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana tindakan.
c.
Observasi
Mengamati kegiatan siswa.
d.
Refleksi
Kesulitan-kesulitan yang masih dialami oleh siswa.
Pertemuan 2
a.
Rencana tindakan
Peserta didik melakukan tanya jawab bersama guru tentang cahaya
berdasarkan pengetahuan awal siswa
( Kontruktivisme)
Peserta didik membentuk kelompok kecil
(masyarakat belajar)
Guru melakukan demonstrasi tentang sifat cahaya dapat diuraikan,
kemudian siswa menirukan cara kerja yang serupa
(pemodelan)
Peserta didik mendengarkan petunjuk cara kerja dalam kelompok
Peserta didik melakukan percobaan tentang sifat cahaya dapat
diuraikan sesuai langkah-langkah dalam kelompok
(inkuiri)
Observasi atau pengamatan terhadap fenomena alam
Mengajukan pertanyaan tentang fenomena yang dihadapi
Mengajukan dugaan atau kemungkinan jawaban
Mengumpulkan data berkait dengan pertanyaan yang diajukan
Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data
Guru melakukan pengamatan terhadap proses percobaan yang
dilakukan siswa
(penilaian nyata)
Guru melakukan pengamatan terhadap proses percobaan yang
dilakukan siswa
(penilaian nyata)
37
Peserta didik menyebutkan contoh peristiwa sehari-hari yang meliputi
sifat cahaya yang telah dipelajari
Peserta didik bersama guru menarik kesimpulan mengenai materi yang
telah dipelajari
Peserta didik bersama guru melakukan refleksi
(Refleksi)
Peserta didik mengerjakan soal evaluasi siklus I
b.
Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana tindakan.
c.
Observasi
Mengamati kegiatan siswa.
d.
Refleksi
Kesulitan-kesulitan yang masih dialami oleh siswa.
Siklus II
Siklus II terdiri dari 2 pertemuan. Pertemuan 3 membahas mengenai sifat cahaya
dapat dipantulkan.
Pertemuan 2 membahas mengenai sifat cahaya dapat dibiaskan dan evaluasi
siklus II
Pertemuan 3
a.
Rencana tindakan