• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi suhu dan volume dalam proses perkolasi daun Stevia rebaudiana Bertonii M.dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi suhu dan volume dalam proses perkolasi daun Stevia rebaudiana Bertonii M.dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Diaju Memp

UN

ukan untuk M peroleh Gela Program

NIM

FAKUL NIVERSITA YO

i SKRIPSI Memenuhi Sa

ar Sarjana F Studi Ilmu F

Oleh : Febrian M : 058114

LTAS FARM AS SANATA

GYAKART 2009

alah Satu Sy armasi (S.Fa Farmasi

131

MASI A DHARMA TA

yarat arm)

(2)

Diaju Memp

UN

ukan untuk M peroleh Gela Program

NIM

FAKUL NIVERSITA YO

ii SKRIPSI Memenuhi Sa

ar Sarjana F Studi Ilmu F

Oleh : Febrian M : 058114

LTAS FARM AS SANATA

GYAKART 2009

alah Satu Sy armasi (S.Fa Farmasi

131

MASI A DHARMA TA

yarat arm)

(3)
(4)
(5)

v

 

Biarlah seseorang mengorbankan hartanya demi menyelamatkan anggota tubuhnya,

Biarlah ia mengorbankan anggota tubuhnya demi menyelamatkan hidupnya,

Tetapi biarlah ia mengorbankan hartanya, anggota tubuhnya, dan segalanya,

Meskipun juga hidupnya, demi kebenaran Dhamma.

(Khuddaka Nikaya, Jataka 28/147

)

Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri. Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan

(ATTA VAGGA 160- Diri Sendiri)

Karya ini kupersembahkan kepada :

Apa, Ama, Ace, dan Akoku

(6)

vi

(7)

vii 

 

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Optimasi Suhu dan Volume Akuades dalam Proses Perkolasi Daun Stevia rebaudiana Bertonii M. dengan Aplikasi Desain Faktorial” ini tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tak lepas dari bantuan dan dukungan baik berupa materiil, moral maupun spiritual dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. PHKA3 atas bantuan dan kesempatan yang diberikan.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya membimbing, memberi saran dan kritik sejak penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.

4. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun selama penelitian.

(8)

viii

 

7. Apa, Ama, Ace, dan Ako atas dukungan, perhatian, nasehat, kasih sayang, dan cintanya yang senantiasa menyertai penulis.

8. Team Stevia Maniez : Siska, Diana, Nia, Tias, Retha, Lia, Ferri, Totok sebagai teman satu tim atas bantuan, kerjasama, masukan, dan dukungannya.

9. Vihāra Vidyāloka dan Vidyāsenā yang telah menjadi tempat dan organisasi dalam belajar dan memahami Buddha, Dhamma, dan Sangha bagi penulis selama menempuh kuliah di Yogyakarta.

10.Ester, Leo, Agung, Sisca, Hendra, Ermin, Donald, Roni, Jovan, yang selama ini telah membantu, menemani, mendukung dan menyemangati penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman angkatan 2005 terutama kelompok E dan F atas suka dan duka yang kita lewati bersama.

12.Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Bimo, Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Sarwanto, Mas Ottok, serta laboran-laboran lain yang telah memberikan masukan, bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya selama penelitian.

13.Zainal Xaperius atas bantuannya dari awal hingga akhir penulis kuliah di Yogyakarta.

(9)

ix

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih memiliki kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi orang lain yang membutuhkan.

Semoga dengan keyakinan kepada Sang Tiratana sebagai pedoman hidup untuk meningkatkan kebajikan melalui badan, ucapan, dan pikiran akan mengkondisikan tercapainya akhir seorang umat Buddha, yaitu Nibbana.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

(10)

x

(11)

xi

 

INTISARI

Steviarebaudiana Bertonii M. merupakan tanaman yang dapat dijadikan pemanis makanan rendah kalori yang digunakan untuk penderita diabetes. Steviosida adalah komponen manis utama dari S. rebaudiana, dengan tingkat kemanisan 110 – 270 kali dibandingkan gula. Karena di Indonesia proses isolasi senyawa ini masih secara tradisional, maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapat proses yang optimum dalam menghasilkan steviosida.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental yang bertujuan untuk memperoleh suhu pemanasan dan volume akuades yang optimum pada perkolasi daun S. rebaudiana untuk menghasilkan steviosida dengan kadar lebih dari 7 %. Kadar steviosida yang diperoleh dari masing-masing variasi suhu dan volume akuades yang digunakan, dianalisis dengan metode desain faktorial sehingga diperoleh persamaan desain faktorial dan dibuat contour plot-nya. Dari contour plot dihasikan area optimum bagi suhu dan volume akuades dalam menghasilkan kadar steviosida pada range yang dipersyaratkan, yaitu lebih dari 7 % dari bobot serbuk kering daun S. rebaudiana.

Pada analisis ekstrak diperoleh hasil bahwa pemanasan pada suhu 50 0C dan penggunaan volume akuades sebesar 375 ml menghasilkan kadar steviosida paling tinggi (9,4986 % b/b) dari 30 g serbuk kering daun S. rebaudiana.

Berdasarkan perhitungan Yate’s Treatment dan desain faktorial diperoleh interaksi antara suhu dan volume akuades dalam meningkatkan kadar steviosida.

(12)

xii

 

ABSTRACT

Stevia rebaudiana Bertonii M. was a plant used as low calories food sweetener for diabetic patients. Stevioside was the major sweet taste from Stevia rebaudiana M., its 110 – 270 times sweet compared to sugar. The traditionally isolation process of this compound was used in Indonesia, so its necessary to determine the optimum process that produce stevioside.

The aim of this research were to determine the optimum aquadest volume and temperature on the percolation of S. rebaudiana leaves to produce more than 7 % stevioside concentration. Stevioside concentration got from each level of temperature and aquadest volume were analyzed using factorial design method, then the contour plot was made by the factorial design equation. The contour plot showed the optimum area of stevioside concentration on the range more than 7 % from dried powder.

The result show that the 375 ml aquadest volume and 50ºC temperature had the highest stevioside concentration (9,4986 % w/w) from 30 g dried leaves of

S. rebaudiana. Yate’s treatment and factorial design analysis show that interaction between temperature and aquadest volume influence stevioside’s concentration. Key words : Stevia rebaudiana Bertonii M., stevioside, percolation, factorial

(13)

xiii

 

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

(14)

xiv

 

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Stevia rebaudiana Bertonii M. ... 6 

1. Uraian tanaman ... 6

2. Ekologi dan penyebaran ... 7

3. Kandungan kimia ... 7

B. Steviosida ... 8

C. Penyarian ... 9

D. Perkolasi ... 10

E. Ekstrak ... 11

F. Akuades ... 11

G. Kromatografi Lapis Tipis ... 12

H. Desain Faktorial ... 14

I. KLT Densitometri ... 16

J. Image J ... 17

K. Landasan Teori ... 18

L. Hipotesis ... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 20

1. Klasifikasi variabel ... 20

2. Definisi operasional ... 20

(15)

xv

 

D. Alat Penelitian ... 22

E. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Pembuatan serbuk simplisia S. rebaudiana . ... 22

a. Pengumpulan Bahan ... 22

b. Sortasi Kering ... 22

c. Pembuatan Serbuk ... 23

2. Pembuatan ekstrak daun S. rebaudiana ... 23

a. Defatisasi serbuk simplisia ... 23

b. Ekstraksi serbuk simplisia secara perkolasi dengan adanya variasi suhu dan volume akuades ... 23

3. Analisis kualitatif ekstrak daun S. rebaudiana . ... 24

4. Analisis kuantitatif ekstrak daun S. rebaudiana ... 25

a. Pembuatan larutan standar steviosida 2 mg/ml ... 25

b. Pembuatan kurva baku ... 25

c. Penetapan kadar steviosida dalam ekstrak S. rebaudiana secara KLT dengan Program Image J ... 25

d. Analisis kadar steviosida secara statistik ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Determinasi Tanaman ... 28

B. Pemilihan Simplisia dan Pembuatan Serbuk ... 28

(16)

xvi

 

2. Sortasi kering ... 29

3. Pembuatan serbuk ... 29

C. Defatisasi ... 30

D. Perkolasi ... 32

E. Analisis Kualitatif dengan KLT ... 35

F. Analisis Kuantitatif ... 38

1. Pembuatan kurva baku... 38

2. Penetapan kadar steviosida dalam ekstrak S. rebaudiana secara KLT dengan program Image J ... 40

G. Analisis Hasil Kadar Steviosida ... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

LAMPIRAN ... 52

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua

level ... 15 Tabel II. Suhu pemanasan dan volume akuades yang digunakan dalam

perkolasi ... 24 Tabel III. Harga Rf masing – masing bercak dengan eluen kloroform : metanol :

aquabidest (10 : 15 : 2 v/v) dengan fase diam silika gel 60 F254 ... 37 Tabel IV. Data jumlah steviosida baku yang ditotolkan dengan AUC steviosida

baku ... 39 Tabel V. Data pengaruh suhu dan akuades terhadap jumlah steviosida yang

dihasilkan ... 40 Tabel VI. Pengaruh penggunaan suhu dan akuades terhadap respon kadar

steviosida ... 41 Tabel VII. Efek akuades, suhu, dan interaksi dalam menentukan kadar

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman S. rebaudiana... 6 Gambar 2. Struktur Steviol Glycoside ... 8 Gambar 3. Struktur steviosida ... 9 Gambar 4. Bercak kromatogram antara baku steviosida dan perkolat

S. rebaudiana deteksi vanilin asam sulfat ... 37 Gambar 5. Kurva baku antara jumlah steviosida baku (µg) dengan luas area di

bawah kurva (AUC) steviosida standar ... 39 Gambar 6. Grafik hubungan suhu dengan respon kadar steviosida ... 43 Gambar 7. Grafik hubungan volume akuades dengan respon kadar

(19)

xix

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat keterangan Determinasi ... 53

Lampiran 2. Data Penimbangan Baku Steviosida dan data Sampel ... 55

Lampiran 3. Data Desain Faktorial dan Perhitungan Nilai Efek masing – masing Faktor ... 56

Lampiran 4. Perhitungan menentukan Persamaan Desain Faktorial ... 57

Lampiran 5. Perhitungan Yate’s Treatment ... 59

Lampiran 6. Perhitungan Countour Plot Kadar Steviosida ... 62

Lampiran 7. Foto Alat ... 64

Lampiran 8. Foto larutan pereaksi semprot... 64

Lampiran 9. Foto simplisia kering dan serbuk daun Stevia rebaudiana. ... 65

(20)

1

 

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pemanis buatan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, dan hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu (Anonim, 2004). Pemanis buatan yang mengandung kalori rendah menjadi suatu kebutuhan masyarakat bagi kesehatannya, utamanya bagi penderita penyakit diabetes mellitus, pencegahan terjadinya caries pada gigi, dll. Namun, banyak pemanis buatan mempunyai efek samping yang berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsinya, contohnya adalah sakarin yang bersifat karsinogenik. Oleh karena itu banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan pemanis buatan yang tidak hanya rendah kalori, tetapi juga aman terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk kembali ke produk alam mendorong meningkatnya penelitian pada produk alam, termasuk bahan pemanis makanan.

(21)

 

Banyak penelitian terdahulu mengenai isolasi steviosida dari daun S. rebaudiana, namun belum memberikan hasil yang memuaskan karena kadar steviosida yang terekstrak masih kecil mendorong peneliti melakukan penelitian tentang optimasi proses ekstraksi daun S. rebaudiana untuk memperoleh steviosida dalam jumlah yang lebih besar. Steviosida mempunyai sifat yang mudah larut dalam air dengan kelarutan 20 mg/ml (Alupului, 2008 dan Nabors, 1986) dan stabil pada pH 3 – 9.

Penggunaan air sebagai cairan penyari dalam ekstraksi S. rebaudiana

selain karena steviosida mudah larut dalam air juga karena air murah dan mudah diperoleh, stabil, tidak mudah menguap dan terbakar, dan tidak beracun. Berdasarkan penelitian didapatkan hasil bahwa dengan peningkatan volume penyari air – etanol dan suhu dalam penyarian steviosida menggunakan metode maserasi dapat menghasilkan peningkatan kadar steviosida (Alupului, 2008).

(22)

 

menjadi 45°C akan dihasilkan peningkatan massa glikosida yang dihasilkan dari 0,1 x 103 kg menjadi 0,15 x 103 kg.

Oleh karena faktor suhu dan cairan penyari akuades berperan penting dalam proses isolasi ekstraksi tanaman secara umum dan S. rebaudiana secara khusus, maka pada penelitian ini dilakukan optimasi proses ekstraksi steviosida daun S. rebaudiana dengan menggunakan variasi suhu dan volume akuades.

Penelitian ini dimulai dengan preparasi daun S. rebaudiana meliputi sortasi kering dan penyerbukan. Kemudian dilanjutkan dengan proses defatisasi menggunakan heksan, ekstraksi menggunakan variasi suhu dan volume akuades, analisis kualitatif ekstrak steviosida secara KLT dan analisis kuantitatif ekstrak steviosida dengan program Image J secara densitometri. Optimasi proses yang dilakukan adalah secara perkolasi dengan variasi suhu dan volume pelarut akuades dengan aplikasi desain faktorial.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh suhu pemanasan dan volume akuades yang optimum pada ekstraksi secara perkolasi daun S. rebaudiana untuk menghasilkan steviosida dengan kadar lebih dari 7 % b/b dari bobot serbuk kering. Hasil dari kadar steviosida yang diperoleh dari masing-masing variasi suhu dan volume akuades yang digunakan, ditentukan efek yang paling dominan dalam meningkatkan kadar steviosida menggunakan perhitungan

Yate’s Treatment dan Desain Faktorial. Kemudian dianalisis dengan metode Desain Faktorial sehingga diperoleh persamaan Desain Faktorial dan dibuat

(23)

 

akuades dan suhu dalam menghasilkan kadar steviosida pada range yang dipersyaratkan, yaitu lebih dari 7 % b/b dari bobot serbuk kering daun.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat dipaparkan adalah

1. Bagaimana pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar steviosida yang diperoleh dari perkolasi daun S. rebaudiana ?

2. Bagaimana pengaruh peningkatan volume akuades terhadap kadar steviosida yang diperoleh dari perkolasi daun S. rebaudiana ?

3. Apakah diperoleh area suhu pemanasan dan volume akuades yang optimum pada perkolasi daun S. rebaudiana untuk menghasilkan kadar Steviosida dengan kadar lebih dari 7 % b/b dari bobot serbuk kering daun

S. rebaudiana ?

C. Keaslian Penelitian

(24)

 

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah informasi dalam ilmu kefarmasian tentang proses ekstraksi yang optimum dalam menghasilkan ekstrak steviosida dari tanaman S. rebaudiana.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai pengaruh suhu dan volume akuades terhadap kadar steviosida dalam proses perkolasi daun S. rebaudiana.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Dapat diketahui proses ekstraksi yang optimum dalam menghasilkan ekstrak steviosida dari tanaman S. rebaudiana

2. Tujuan khusus

1) Untuk mengetahui pengaruh suhu pemanasan terhadap kadar steviosida yang diperoleh dari perkolasi daun S. rebaudiana.

2) Untuk mengetahui pengaruh peningkatan volume akuades terhadap kadar steviosida yang diperoleh dari perkolasi daun S. rebaudiana.

3) Untuk memperoleh area suhu pemanasan dan volume akuades yang optimum pada perkolasi daun S. rebaudiana untuk menghasilkan kadar Steviosida dengan kadar lebih dari 7 % b/b dari bobot serbuk kering daun

(25)

6  BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Stevia rebaudiana Bertonii M. 1. Uraian tanaman

Stevia rebaudiana Bertonii M. merupakan anggota genus Stevia termasuk dalam famili asteraceae dan salah satu dari hanya dua yang menghasilkan glikosida steviol (Soejarto dkk., 1982).

Gambar 1. Tanaman Stevia rebaudiana Bertonii M. (koleksi kebun B2P2TO2T)

(26)

 

yang telah dikenal tetapi hanya satu yang secara signifikan mempunyai rasa manis (Midmore and Rank, 2002).

2. Ekologi dan penyebaran

Tanaman S. rebaudiana merupakan tanaman asli Paraguay yang tumbuh di tanah berpasir. Tanaman ini dapat mencapai tinggi 80 cm saat semua bagian matang. S. rebaudiana pertama kali dibawa ke daerah Eropa pada tahun 1887 ketika M.S Bertoni mempelajari karakteristik unik dari Indian dan Mestizos Paraguay (Lewis, 1992).

Pembudidayaan S. rebaudiana di Indonesia belum terlalu besar. Di Jawa Tengah tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah Tawang Mangu, Surakarta. Peluang perluasan penanaman tanaman ini di Indonesia terbuka lebar, mengingat banyaknya dataran tinggi yang ada. Minimnya biaya perawatan dan cepatnya masa panen (± 2 bulan) dapat menjadi pertimbangan tersendiri sebagai alternatif pertanian rakyat.

3. Kandungan kimia

Dua glikosida utama pada tanaman S. rebaudiana adalah steviosida (St) dan rebaudiosida A (R-A). Selain itu masih ada Rebaudiosida C dan Dulcosida A dan C yang merupakan minor glikosida dalam S. rebaudiana

(27)

 

S. rebaudiana, spesies yang paling manis, mengandung seluruh glikosida di daunnya, dan steviosida merupakan komponen yang paling banyak terkandung (3% - 8% dari berat kering daunnya) (Melis, 1992). S. rebaudiana

juga mengandung stigmasterol, beta-sterol, dan kampesterol (D’Agostino et al., 1984). Spesies ini juga mengandung steviol, yang dihasilkan dari hidroksilasi enzimatis dari tanaman (Kim et al., 1996).

Steviosida merupakan pemanis utama (60 – 70%) dari pemanis total dalam S. rebaudiana, dan diketahui mempunyai tingkat kemanisan 110 - 270 kali kemanisan gula. Rebaudiosida A merupakan kandungan pemanis terbesar kedua setelah steviosida yaitu 30 – 40% dari total pemanis, dan merupakan senyawa yang paling manis dengan tingkat kemanisan 180 – 400 kali kemanisan gula dan tidak menimbulkan after taste (Midmore D.J., and Rank A.H., 2002). Berikut ini adalah rumus molekul dari senyawa pemanis dalam S. rebaudiana (Geuns, 2003).

Gambar 2.Struktur Steviol Glycoside

B. Steviosida

(28)

i d m ( a t y l d b a y d ini. Senyawa dan tidak mempunyai (Alupului, 2 air pada suhu

Pen tidak dapat l yang dapat lain – lain. difusi zat ya bahan yang aktif dari tum yang harus diperoleh an

a ini stabil t dapat dim sifat yang 2008) dan da

u 20 0C 40 %

nyarian adala larut dengan larut dan za Faktor yan ang larut me mengandun mbuhan, pel dapat laru ntara zat akti

terhadap pem metabolisme

g mudah la an stabil pad % (b/b) dan m

Gambar 3

ah kegiatan p n pelarut cair at yang tidak ng mempeng elalui lapisan ng zat terseb larut harus b ut dalam pe if dan pelaru

manasan pad (Midmore arut dalam da pH 3 – 9 meningkat d

. Struktur s

C. Penyari penarikan za r. Simplisia k larut sepe garuhi kecep n – lapisan b but (Anonim berdifusi ke elarut. Mela ut yang seca

da range pH and Rank air dengan 9 (Nabors, 1 dengan temp

steviosida

ian

at yang dapa yang disari, rti serat, kar patan penya batas antara m, 1986). Un dalam sel d alui cara in ara umum sa

3 – 9, antik k, 2002). kelarutan 986). Kelaru eratur (Yatk

(29)

 

suhu, ukuran partikel, dan pergerakan pelarut di sekitar partikel (Wijesekera, 1991).

Pemanasan pada proses penyarian memberikan beberapa keuntungan, antara lain :

a. Kekentalan pelarut berkurang yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan batas.

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan berdifusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan (Anonim, 1986).

D. Perkolasi

(30)

 

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi. Bentuk perkolator ada 3 macam, yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator berbentuk paruh, dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari (Anonim,1986).

E. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari bahan nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter atau campuran etanol dan air (Ansel, 1989).

Ekstrak dapat dibuat menjadi 3 bentuk, yaitu ekstrak setengah cair atau kental seperti sirup, butir-butir atau ekstrak padat yang dibuat dengan menguapkan hampir semua pelarutnya, dan ekstrak kering (serbuk) dibuat dengan cara menguapkan semua pelarutnya (Ansel, 1989).

F. Akuades

(31)

 

G. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu cara pemisahan yang berdasarkan pada pembagian campuran senyawa dalam dua fase, dimana fase gerak terhadap fase diam dan fase diam berupa suatu bidang datar. Kromatografi lapis tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada kaca. Kromatografi lapis tipis dikenal pula sebagai kromatografi kolom terbuka. Pemisahan dapat dilakukan berdasarkan atas pembagian penyerapan atau tergantung dari jenis pelarut. Analisis dengan KLT sering digunakan karena prosedurnya sederhana, pemisahan lebih cepat dan baik serta dapat memisahkan dalam jumlah yang relatif kecil sampai beberapa mikrogram.

Dalam pemisahan suatu senyawa harus dipilih fase diam, fase gerak dan cara kerja yang sesuai. Pemisahan yang lebih baik serta dapat diperoleh dengan mengadakan perubahan – perubahan pada fase diam, fase gerak dan cara kerja yang antara lain meliputi kejenuhan, temperatur dalam bejana kromatografi, cara pengembangan dan keadaan permukaan.

(32)

 

Fase gerak adalah suatu medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Pemilihan suatu pelarut untuk digunakan sebagai fase gerak sama pentingnya dengan pemilihan suatu fase diam. Fase gerak tidak hanya tersusun sebagai sarana pengangkutan tetapi juga mempengaruhi koefisien pembagian melalui daya larutnya. Selain itu juga perlu dipertimbangkan pula persaingan antara zat terlarut dengan pelarut terhadap bidang adsorbsi pada permukaan fase diam. Pelarut yang mengelusi terlalu cepat tidak akan dapat memisahkan dengan baik, sebaliknya pelarut yang bergerak terlalu lambat akan memberikan waktu elusi yang terlalu panjang. Pemilihan fase gerak untuk KLT tergantung pada polaritas pelarut tersebut. Pelarut yang mempunyai polaritas tinggi akan mengubah kromatografi menjadi kromatografi pembagian, disamping itu pelarut tersebut dapat mempermudah lepas atau rusaknya lapisan tipis.

Harga Rf merupakan tetapan fisika yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tebal lapisan, kelembaban udara, fase gerak, bahan penyerap, dan suhu (Sastrohamidjojo, 1985).

Harga Rf merupakan hasil perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh zat dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut. Angka Rf berkisar antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dalam dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berangka 0 sampai 100 (Stahl, E., 1985).

(33)

 

dibawah lampu UV atau melihat senyawa tidak berfluoresensi dengan latar belakang berfuoresensi. Adapun cara kimia dengan penyemprotan menggunakan substansi kimia yang akan memberikan noda atau bercak baik yang terlihat pada cahaya tampak ataupun sebagai noda yang tampak pada lampu ultraviolet, sedangkan cara biologi digunakan untuk senyawa yang mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri atau campuran gelatin darah. Diantara ketiga cara tersebut cara fisika dan kimia yang paling umum digunakan (Hardjono, 1983).

H. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk (Voigt, 1994). Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level yang diteliti. Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian dengan dua faktor dan dua level (Amstrong dan James,1996).

(34)

 

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2……….(1) Y = respon hasil atau sifat yang diamati

X1, X2 = level bagian A, level bagian B

bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan bo = rata-rata hasil semua percobaan

b1, b2, b12 = koefisien yang dhitung dari hasil percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV (Tabel I) (Bolton, 1997). Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan.

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - +

a + - -

b - + -

ab + + +

Keterangan:

(-) = level rendah (+) = level tinggi

(35)

 

Berdasarkan persamaan (1) tersebut dengan substitusi secara matematis, dapat dihitung besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut :

Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2

Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2

Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).

I. KLT Densitometri

(36)

 

Metode KLT densitometri mempunyai cara kerja yang sederhana dan tepat. Pada metode KLT densitometri diperlukan adsorbens dan fase gerak yang murni. Untuk memperoleh hasil yang baik lazimnya digunakan adsorbens siap pakai yang telah mengalami prapencucian (Gritter, 1991). Pelat yang digunakan untuk KLT densitometri sebaiknya digunakan pelat buatan pabrik, namun bisa juga menggunakan pelat buatan sendiri. Penelusuran dengan KLT densitometri yaitu berupa puncak yang lebar dan kasar. Puncak yang lebar disebabkan kurang kompaknya fase diam, sedangkan puncak yang kasar disebabkan permukaan pelat yang kurang rata (Mintarsih, 1990).

J. Image J

(37)

 

K. Landasan Teori

Steviosida merupakan kandungan utama yang memberikan rasa manis paling baik pada tanaman Stevia rebaudiana Bertonii M. Steviosida merupakan golongan glikosida diterpen yang bersifat mudah larut dalam air dan pelarut organik, stabil terhadap pemanasan pada range pH 3 – 9.

Cara penyarian dapat dibedakan menjadi infudasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan (Anonim, 1986). Pada penyarian dengan cara perkolasi umumnya memberikan ekstrak dengan kadar yang lebih besar dibandingkan ketiga cara penyarian lainnya. Hal ini disebabkan karena aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga dapat meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Dengan cairan penyari yang selalu baru berlangsung suatu maserasi bertingkat. Jika pada maserasi penyarian kurang sempurna karena terjadi keseimbangan konsentrasi antara cairan penyari dengan sel simplisia, maka pada perkolasi dengan cairan penyari yang selalu baru, penyarian dapat lebih optimal sehingga kadar ekstrak yang diperoleh dapat lebih besar.

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel – sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

(38)

 

dilakukan pada daun S. rebaudiana adalah suhu pemanasan dan volume pelarut akuades yang digunakan. Karena steviosida bersifat mudah larut dalam akuades (Alupului, 2008), maka digunakan akuades sebagai cairan penyari. Digunakan variasi volume akuades diharapkan untuk dapat mengetahui perbedaan kadar steviosida yang dihasilkan pada proses perkolasi daun S. rebaudiana, sehingga dapat menentukan pengaruhnya terhadap kadar steviosida yang dihasilkan. Dari suhu pemanasan dan volume akuades yang digunakan akan didapatkan efek mana yang paling dominan dan daerah optimum dalam menghasilkan kadar steviosida pada range lebih dari 7 % dari bobot serbuk kering.

L. Hipotesis

Hi(1) : kadar steviosida pada suhu level rendah berbeda dengan kadar steviosida pada suhu level tinggi perkolasi daun S. rebaudiana

Hi(2) : kadar steviosida pada volume akuades level rendah berbeda dengan kadar steviosida pada volume akuades level tinggi perkolasi daun S. rebaudiana

(39)

20  BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental karena ada perlakuan terhadap subjek uji.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Klasifikasi variabel

a. Variabel bebas

Suhu pemanasan 300 dan 500 C dan volume akuades 150 dan 375 ml. b. Variabel tergantung

Kadar Steviosida (% b/b) yang diperoleh dari ekstraksi daun S. rebaudiana

c. Variabel pengacau terkendali

Varietas tanaman, asal simplisia, dan suhu pemanasan sokletasi.

d. Variabel pengacau tak terkendali Suhu dan lama pengeringan simplisia.

2. Definisi operasional

(40)

 

dimodifikasi menggunakan pemanas dengan suhu 300 dan 500C dengan kecepatan tetesan1 ml/menit.

b. Sampel steviosida yang dimaksud dalam penelitian ini adalah steviosida sebagai senyawa glikosida diterpen [ setara dengan stevosida baku dari Wako Jepang 196-08131 (99,2%) ] yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun

S. rebaudiana menggunakan variasi volume akuades dan suhu pemanasan secara perkolasi.

c. Penetapan kadar Steviosida merupakan suatu analisis kuantitatif dengan menghitung luas area di bawah kurva (AUC) bercak pada KLT menggunakan program Image J terhadap ekstrak steviosida hasil perkolasi, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan desain faktorial dan analisis

Yate’s Treatment.

d. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya. Dalam penelitian ini respon yang diamati adalah kadar steviosida yang diperoleh dari proses perkolasi daun S. rebaudiana.

e. Area optimum adalah area dimana suhu pemanasan dan volume akuades yang digunakan menghasilkan ekstrak steviosida dengan kadar 3 – 8% dari bobot serbuk kering S. rebaudiana.

C. Bahan Penelitian

(41)

 

(Merck), Metanol p.a (Merck), Etanol 96% teknis (Brataco Chemika), n-hexan teknis (Brataco Chemika), Aquabidest (aqua bidestilata steril) pro injection 500ml (PT. Ikapharmindo Putramas), Kalium Iodida (MKRChemical’s), Iodium Crystal (MKRChemical’s), Vanilin asam sulfat, Silika gel 60 F254 (Merck), Aquadest Produksi USD, Kertas saring.

D. Alat Penelitian

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas; Mikropipet IntraEND; perangkat KLT; seperangkat alat perkolasi; scanner; neraca analitik (Precision Balance, model GB-3002, Melter Todelo); lampu sinar ultraviolet; lemari es; dan oven Termak’s; Hotplate Magnetic Stirer Merk Cenco Instrument.b.v, alat sokhlet; Pipa kapiler 1 µl (Einmal- Mikropipetten); Ayakan dengan no mesh 50; dan perangkat lunak Image J.

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan serbuk simplisia S. rebaudiana

a. Pengumpulan bahan

Penelitian ini menggunakan simplisia daun S. rebaudiana yang diperoleh dari B2P2TO2T Tawangmangu. Tanaman dipanen setiap dua bulan.

b. Sortasi kering

(42)

  c. Pembuatan serbuk

Daun S. rebaudiana yang telah kering diserbuk menggunakan mesin penyerbuk, kemudian serbuk diayak dengan ayakan mesh 50. Proses pengayakan untuk setiap 500 gram serbuk selama 5 menit hingga diperoleh derajat kehalusan partikel yang dikehendaki.

2. Pembuatan ekstrak daun S. rebaudiana a. Defatisasi serbuk simplisia

50 g sampel yang telah halus, dipisahkan dari senyawa – senyawa non polar menggunakan pelarut heksan sejumlah 2 kali sirkulasi menggunakan soxhlet selama 2 x 8 jam, dengan jumlah sirkulasi 3 – 4 kali per 10 menit dengan range suhu 55-65 0C. Residu sampel kemudian dioven pada suhu 500C untuk menguapkan heksan, kemudian residu sampel yang telah kering siap untuk diekstraksi. Residu sampel kemudian siap untuk diekstraksi.

b. Ekstraksi serbuk simplisia secara perkolasi dengan adanya variasi suhu dan volume akuades

(43)

 

– lahan atau dengan kecepatan 1 ml/menit dan ditambahkan berulang – ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia dan diatur suhu perkolator sesuai yang diinginkan. Variasi suhu dan volume akuades yang digunakan (Tabel II).

Tabel II. Suhu pemanasan dan volume akuades yang digunakan pada perkolasi

Perlakuan Suhu ( 0C ) akuades (ml)

(1) 30 150

a 50 150 b 30 375

ab 50 375

Replikasi dilakukan sebanyak 2 kali. Larutan ekstrak yang didapat kemudian ditampung dan siap dianalisis.

3. Analisis kualitatif ekstrak daun S. rebaudiana

(44)

 

4. Analisis kuantitatif ekstrak daun S. rebaudiana a. Pembuatan larutan standar steviosida 2 mg/ml

Larutan standar steviosida kadar 2 mg/ml dibuat dengan menimbang lebih kurang seksama 10 mg baku steviosida dan dilarutkan dengan aquabidest hingga volume akhir 5 ml.

b. Pembuatan kurva baku

Larutan standar steviosida (2 mg/ml) ditotolkan pada lempeng silica gel 60 F254 dengan pipa kapiler mikro, dengan seri jumlah standar Steviosida adalah 2µg, 4µg, 6µg, 8µg, 10µg, 12 µg dan 14µg dan kemudian dikembangkan dalam fase gerak kloroform : methanol : aquabidest (10:15:2 v/v) dengan jarak pengembangan 15 cm. Selanjutnya dilakukan penelusuran bercak sehingga didapatkan harga area di bawah kurva (AUC). Hubungan antara konsentrasi dan AUC akan menghasilkan persamaan kurva baku. Persamaan kurva baku dirumuskan : y = Bx + A

c. Penetapan kadar steviosida dalam ekstrak daun S. rebaudiana secara KLT dengan program Image J

(45)

 

pada lempeng KLT kemudian diukur luas area bercaknya dengan Image J sehingga diperoleh data luas area di bawah kurva dari bercak standar yang digambarkan dengan satu puncak sekaligus dengan luas area di bawah kurva (AUC) bercak sampel. Kadar steviosida diperoleh dengan mensubstitusi AUC sampel sebagai harga Y pada persamaan kurva baku.

d. Analisis kadar steviosida secara statistik

Hasil dari kadar steviosida dalam perkolat yang diperoleh dari masing-masing variasi suhu dan volume akuades yang digunakan, dimana prosesnya dengan 2 kali replikasi, kemudian dianalisis dengan metode desain faktorial untuk menghitung koefisien a, b, ab sehingga didapatkan persamaan Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12(XA)(XB). Dari persamaan ini kemudian dapat dibuat suatu profil yang menggambarkan profil kadar Steviosida dari perkolat daun S. rebaudiana dengan adanya variasi perlakuan antara suhu dan volume akuades yang digunakan, kemudian dapat dihitung besarnya efek suhu pemanasan, volume akuades dan interaksinya sehingga dapat diketahui faktor yang dominan dalam menentukan besarnya kadar steviosida yang dihasilkan. Area kadar steviosida optimum diperoleh dari countour plot antara suhu pemanasan dan volume akuades.

(46)

 

tersebut dapat dilihat dari harga F hitung dan F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H1) menyatakan respon kadar steviosida faktor level rendah berbeda dengan respon kadar steviosida faktor level tinggi dan ada interaksi antara faktor dalam mempengaruhi respon, sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan respon kadar steviosida faktor level rendah tidak berbeda dengan respon kadar steviosida faktor level tinggi dan tidak ada interaksi antara faktor dalam mempengaruhi respon. H1 diterima dan H0 ditolak bila harga F hitung lebih besar dari F tabel yang berarti bahwa faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari Fα (numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%. Derajat bebas dan interaksi (experiment) sebagai numerator yaitu 1, dan derajat bebas

(47)

28  BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan bertujuan untuk mendapatkan kepastian kebenaran dari identitas tanaman yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi tanaman dilakukan dengan mencocokkan deskripsi tanaman dengan kunci determinasi yang berpedoman pada acuan baku (Backer, 1968).

Berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) Tawangmangu, Jawa Tengah, tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Stevia rebaudiana Bertonii. M.

B. Pemilihan Simplisia dan Pembuatan Serbuk 1. Pengumpulan bahan

(48)

  2. Sortasi Kering

Dari simplisia kering yang diperoleh, dilakukan proses sortasi kering. Tujuan dilakukan sortasi kering adalah untuk mendapatkan daun tanaman S. rebaudiana tanpa bahan lain, sehingga dilakukan pemisahan simplisia kering dari benda-benda asing, antara lain: batang, bunga, dan juga dari pengotor lain, seperti bebatuan kecil. Setelah proses sortasi kering selesai, kemudian dilakukan pengeringan lagi dengan oven sehingga nantinya benar – benar diperoleh daun S. rebaudiana kering yang siap dan mudah untuk diserbuk.

3. Pembuatan serbuk

Simplisia tanaman S. rebaudiana yang telah kering diserbuk menggunakan mesin penyerbuk, kemudian serbuk diayak dengan ayakan mesh 50. Alasan pemilihan ayakan dengan no mesh 50 adalah untuk memperoleh ukuran partikel serbuk yang lolos ayakan agar proses ekstraksi dapat berjalan baik karena range ukuran mesh penyerbukan daun Stevia rebaudiana Bertonii. M. antara 50-400 (Matsushita,1979).

(49)

 

ruang antar partikel berkurang, padahal ruang antar partikel inilah yang digunakan sebagai jalan yang mudah ditembus oleh cairan.

C. Defatisasi

Setelah diperoleh serbuk daun S. rebaudiana yang mempunyai ukuran partikel sesuai yang diinginkan, maka selanjutnya dilakukan proses defatisasi menggunakan pelarut heksan. Prinsip dari defatisasi sebenarnya juga merupakan proses ekstraksi, hanya saja yang membedakannya adalah jika pada ekstraksi yang diambil adalah larutan ekstraknya dan serbuk sisa ekstraksi dibuang. Namun pada defatisasi terjadi sebaliknya, yaitu serbuk hasil defatisasi diambil dan larutan defat-nya dibuang. Dilakukan demikian karena tujuan defatisasi adalah untuk mengurangi senyawa non polar yang terdapat dalam serbuk daun S. rebaudiana. Senyawa non polar yang terdapat dalam tanaman S. rebaudiana, antara lain:

dekanoic acid, pentacosane, octacosane, stigmasterol, lupeol, dan pentacyclic triterpene (Wallin, 2007). Serbuk setelah defatisasi jumlah senyawa non polarnya akan berkurang dan serbuk inilah yang kemudian akan diekstraksi untuk mendapatkan ekstrak steviosida (Kuznesof, 2007).

Senyawa non polar dalam serbuk S. rebaudiana perlu dihilangkan agar nantinya tidak mengganggu proses pengekstraksian menggunakan pelarut akuades dan etanol, karena secara teori dikatakan akuades dapat juga menyari senyawa lipid (Anonim, 1986).

(50)

 

penarikan senyawa lipid pada serbuk S. rebaudiana dapat optimal. Alat yang digunakan dalam defatisasi ini adalah soxhlet yang merupakan jenis dari penyarian berkesinambungan. Metode soxhletasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan volume pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Cara penyarian ini dipilih karena pelarut yang dibutuhkan lebih sedikit, serbuk disari oleh cairan penyari yang murni sehingga dapat menyari senyawa non polar lebih banyak dan penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah volume cairan penyari; dan karena selalu menggunakan pelarut yang dibuat baru maka diharapkan hasil yang diperoleh akan lebih optimal.

Volume masing – masing pelarut yang digunakan adalah sebanyak dua kali sirkulasi. Hal ini dimaksudkan agar proses ekstraksi dapat berjalan terus – menerus tanpa adanya penambahan pelarut lagi, sebab jika pelarut yang digunakan hanya sebanyak satu kali sirkulasi maka kemungkinan proses ekstraksi akan terhambat akibat kekurangan pelarut dan dikhawatirkan labu alas bulat yang digunakan akan pecah karena terlalu panas akibat tidak ada lagi pelarut dalam labu alas bulat tersebut. Namun apabila volume pelarut yang digunakan terlalu banyak maka akan semakin sulit bagi pelarut untuk mengalami penguapan sehingga tidak bisa mengekstraksi lipid dari serbuk secara optimal dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

(51)

 

proses defatisasi selesai, kemudian dikeringkan dengan oven untuk menguapkan semua sisa pelarut heksan agar diperoleh serbuk kering.

D. Perkolasi

Penyarian dengan metode perkolasi dilakukan dengan membasahi 30 g serbuk dengan larutan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup selama 3 jam. Pentingnya pembasahan dulu dengan cairan penyari adalah karena serbuk

S. rebaudiana mengandung bahan yang mudah mengembang bila terkena air dan zat aktifnya sulit disari. Bila serbuk tersebut langsung dialiri dengan cairan penyari maka cairan penyari tidak dapat menembus keseluruh sel dengan sempurna karena tidak seluruh sel mengembang. Oleh karena itu perlu dibasahi terlebih dahulu dengan cairan penyari yang cukup untuk mengembangkan sel dengan sempurna sehingga aliran penyari tidak akan mengalami hambatan. Setelah seluruh sel serbuk mengembang maka aliran cairan penyari akan merata, sehingga dapat menembus seluruh sel dengan sempurna.

Ukuran perkolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah bahan yang disari, yaitu jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi perkolator (Anonim, 1986), maka jumlah serbuk untuk setiap perkolasi adalah sebesar 30 g.

(52)

 

mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Kemudian dibiarkan menetes perlahan – lahan atau dengan kecepatan 1 ml/menit (Anonim, 1986) dan ditambahkan berulang – ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas serbuk. Dengan pertimbangan bahwa kecepatan aliran penyari menentukan hasil akhir dari jumlah kadar steviosida, maka dipilih kecepatan aliran penyari sebesar 1 ml/menit, karena jika penetesan terlalu cepat, penyarian akan kurang sempurna, sebaliknya jika terlalu lambat akan membuang waktu dan kemungkinan menguapnya larutan penyari akan semakin besar. Selama proses perkolasi harus selalu terdapat selapis cairan penyari di atas serbuk karena apabila serbuk kering akan terdapat gelembung – gelembung udara yang akan mengganggu dalam penyarian. Hal ini dikarenakan cairan penyari yang keluar tidak mampu untuk menembus sel – sel yang mengandung zat aktif karena terhalang oleh gelembung udara tersebut. Untuk memudahkan penambahan cairan penyari diatas perkolator dipasang botol cairan penyari dan kecepatan menetes cairan penyari diatur sama dengan kecepatan menetes perkolat.

(53)

 

Replikasi dilakukan sebanyak 2 kali. Larutan ekstrak yang didapat kemudian ditampung dan siap dianalisis. Alasan penggunaan variasi suhu dan volume akuades adalah untuk mendapatkan pengaruh dari dua faktor ini dalam mempengaruhi kelarutan steviosida sehingga diharapkan dapat diketahui faktor mana yang lebih dominan dalam meningkatkan kadar steviosida. Selain itu dapat juga untuk mengetahui perbandingan komposisi pelarut dan suhu yang sesuai untuk menghasilkan ekstrak dengan kadar steviosida yang optimal.

Penentuan 2 jenis volume akuades yaitu 150 ml dan 375 ml untuk digunakan sebagai level rendah dan level tinggi dalam perhitungan desain faktorial dikarenakan pada rentang volume tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang berbeda secara signifikan terhadap kadar steviosida. Pemilihan level tinggi volume akuades 375 ml diharapkan bahwa dengan peningkatan volume akuades sebanyak 2,5 kali dari volume akuades yang ditentukan sebelumnya dapat menyari semua steviosida yang terkandung dalam daun S. rebaudiana.

(54)

 

E. Analisis Kualitatif dengan KLT

Analisis kualitatif kandungan steviosida dilakukan dengan KLT menggunakan fase diam silika gel 60 F254 dan fase geraknya kloroform : metanol : aquabidest (10:15:2 v/v) yang telah dijenuhkan. Alasan pemilihan fase diam silika gel 60 F254 adalah karena bersifat polar dan fase gerak yang digunakan mempunyai kepolaran yang lebih besar dibandingkan fase diam. Sedangkan steviosida dilihat dari strukturnya juga merupakan senyawa yang mempunyai kepolaran lebih tinggi daripada fase diam. Fase gerak yang digunakan harus mempunyai kepolaran yang relatif sama dengan senyawa yang akan dipisahkan, tetapi memiliki sifat yang tidak saling campur dengan fase diam (Sastrohamidjojo, 1991). Fase gerak yang digunakan harus mempunyai kepolaran mirip dengan sampel agar dapat memisahkan senyawa aktif dalam sampel tersebut dengan baik.

Sebelum digunakan lempeng KLT tersebut harus di oven terlebih dahulu selama ± 1-3 jam pada suhu 1000C, hal ini bertujuan untuk mengaktifkan penjerap pada lempeng KLT. Dilakukan pengaktifan menggunakan oven karena dalam penjerap normal yang tidak diaktifkan, maka pada permukaan lempeng penjerap diduduki oleh molekul air yang sangat polar dan membentuk ikatan hidrogen. Molekul air tersebut harus dihilangkan dengan pemanasan agar tidak mengganggu dalam pengelusian bercak, biasanya pengaktifan dilakukan pada suhu 100-1100C paling sedikit 1 jam (Gritter, 1991)

(55)

 

mempunyai gugus non polar tetapi juga gugus polar, sehingga dengan menggunakan tiga jenis larutan pada fase gerak dapat memisahkan senyawa steviosida dengan baik. Selain itu juga karena pada sebagian besar kasus, satu pelarut menggerakkan bercak terlalu jauh dan pelarut berikut yang di atasnya (kepolaran lebih rendah) tidak dapat menggerakkannya cukup jauh. Karena itu biasanya dilakukan campuran pelarut untuk memperoleh kepolaran yang diinginkan (Gritter, 1991). Fase gerak yang digunakan terdiri dari metanol dan aquabidest yang bersifat senyawa polar dan kloroform yang bersifat non polar sehingga interaksi antar pelarut dalam fase gerak ini mempunyai kepolaran yang mirip dengan senyawa yang hendak dipisahkan yaitu steviosida.

(56)

 

Gambar 4. Bercak kromatogram antara baku steviosida dan perkolat S. rebaudiana deteksi vanilin asam sulfat

Keterangan

Fase diam : silika gel 60 F 254

Fase gerak : Kloroform : Metanol : Aquabidest (10 : 15 : 2) Deteksi : disemprot dengan vanilin-asam sulfat

a : steviosida standar

b : sampel rep 1 akuades : suhu (150 ml : 30 0C) c : sampel rep 2 akuades : suhu (150 ml : 30 0C) d : sampel rep 1 akuades : suhu (150 ml : 50 0C) e : sampel rep 2 akuades : suhu (150 ml : 50 0C) f : sampel rep 1 akuades : suhu (375 ml : 30 0C) g : sampel rep 2 akuades : suhu (375 ml : 30 0C) h : sampel rep 1 akuades : suhu (375 ml : 50 0C) i : sampel rep 2 akuades : suhu (375 ml : 50 0C)

Tabel III. Harga Rf masing – masing bercak dengan eluen kloroform : metanol : aquabidest (10 : 15 : 2 v/v) dengan fase diam silika gel 60 F 254

Baku Sampel

Bercak a b c d e f G h i

Rf 0,79 0,79 0,78 0,78 0,78 0,78 0,78 0,78 0,78 Warna

(57)

 

F. Analisis Kuantitatif 1. Pembuatan kurva baku

Perbedaan seri baku diperoleh dari jumlah totolan menggunakan mikro pipa kapiler sehingga diperoleh seri jumlah standar 2,028 µg; 4,056 µg; 6,084 µg; 8,112 µg; 10,14 µg; 12,168 µg; dan 14,196 µg. Fase gerak yang digunakan untuk pengelusian lempeng KLT (kloroform : methanol: aquabidest (10:15:2 v/v)) telah dijenuhkan terlebih dahulu.

Setelah lempeng KLT dielusi sepanjang 15 cm, kemudian dilakukan pengeringan. Lempeng KLT yang telah kering disemprot dengan pereaksi Iodium dan Vanilin-asam sulfat. Setelah itu dilakukan penampakan bercak dengan pemanasan pada suhu 1000 – 1100 C selama beberapa menit hingga nampak bercak berwarna gelap yang menunjukkan bahwa senyawa yang dielusi mengandung senyawa organik. Dengan pereaksi semprot iodium, maka akan dihasilkan bercak berwarna cokelat yang menunjukan bahwa pada senyawa organik mengandung atom Oksigen (Gritter, 1991). Sedangkan untuk pereaksi semprot vanilin asam sulfat yang dilanjutkan dengan pemanasan akan menghasilkan bercak berwarna gelap, yang menandakan terjadinya pengarangan menjadi karbon pada senyawa organik yang diuji (Gritter, 1985) dan dapat untuk mendeteksi senyawa spesifik berupa golongan diterpen (Wagner, 1984).

(58)

 

akan didapatkan nilai AUC baku yang kemudian dicari linearitas antara seri baku (µg) dan AUC untuk mendapatkan persamaan kurva baku. Persamaan kurva baku dirumuskan : y = bx + a.

Tabel IV. Data jumlah steviosida baku yang ditotolkan dengan AUC steviosida baku

A = 4,511 B = 4,7666 r = 0,9959

dengan menggunakan rumus y = Bx + A, maka:

persamaan kurva baku steviosida adalah y = 4,7666x + 4,511

Gambar 5. Kurva baku antara jumlah steviosida baku (µg) dengan luas area di bawah kurva (AUC) steviosida standar

y = 4,7666x + 4,511 R² = 0,991

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 5 10 15

A

U

C

Baku (µg)

Kurva Baku Steviosida

No. Jumlah steviosida baku (µg) AUC baku

1 2,028 13,267

2 4,056 22,933

3 6,084 32,989

4 8,112 46,391

5 10,14 54,975

6 12,168 60,721

(59)

 

2. Penetapan Kadar steviosida dalam ekstrak S. rebaudiana secara KLT dengan Program Image J

Kadar steviosida (x) dalam ekstrak diperoleh dengan mensubstitusikan AUC sampel sebagai nilai y pada persamaan kurva baku y = 4,7666x + 4,511. Rata – rata kadar dari masing – masing perlakuan diperoleh dari membagikan kadar setiap perlakuan dengan jumlah replikasi (tabel 3). Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa rata – rata kadar steviosida terbesar dihasilkan pada percobaan yang menggunakan volume akuades 375 ml dan suhu 500 C, yaitu 9,4986 % (b/b) dan kadar steviosida terendah diperoleh dari percobaan yang menggunakan akuades 150 ml dan suhu 500 C, yaitu 4,9777 % (b/b).

Tabel V. Data pengaruh suhu dan akuades terhadap jumlah steviosida yang dihasilkan

Rep Suhu akuades AUC

Jumlah (mg) dalam 30 g serbuk

% b/b Rata – rata % b/b 1 30 150 50,687 1695,2964 5,6509881

5,5719 2 30 150 49,394 1647,8255 5,4927516 1 50 150 45,440 1502,6591 5,0088638

4,9777 2 50 150 44,930 1483,9351 4,9464503 1 30 375 39,482 1834,1690 6,1138967

6,5514 2 30 375 44,487 2096,6727 6,9889089 1 50 375 58,074 2809,2875 9,3642918

(60)

 

G. Analisis Hasil Kadar Steviosida

Pada penelitian ini, untuk menentukan faktor yang dominan antara suhu, volume akuades, dan interaksi antara keduanya untuk memperoleh kadar steviosida dapat diketahui dari perhitungan, yaitu :

1. Desain faktorial, yaitu efek rata-rata dari setiap faktor maupun interaksinya untuk melihat pengaruh tiap faktor dan interaksinya terhadap besarnya respon. Perhitungan ini memuat arah respon.

2. Yate’s treatment, yaitu suatu teknik analisis secara statistik untuk menilai secara obyektif signifikansi pengaruh relatif dari berbagai faktor dan interaksi terhadap respon. Perhitungan ini tidak memuat arah respon.

Dari setiap perlakuan dengan faktor – faktor volume akuades dan suhu akan dihasilkan respon kadar steviosida yang dapat dibuat persamaan desain faktorial sehingga dapat dibuat contour plot-nya. Dari contour plot ini diperoleh kombinasi volume akuades dan suhu pemanasan untuk menghasilkan steviosida pada range kadar yang telah ditentukan, yaitu lebih dari 7 % dari bobot serbuk kering daun S. rebaudiana.

Tabel VI. Pengaruh penggunaan suhu dan akuades terhadap respon kadar steviosida

Eksperimen Suhu ( 0

C) Akuades

(ml) Interaksi Respon Kadar (b/b) A B

1 30 150 + 5,5719

a 50 150 - 4,9777

b 30 375 - 6,5514

(61)

 

Pada Tabel VI menunjukkan bahwa adanya peningkatan volume akuades sebagai cairan penyari yang digunakan berpengaruh terhadap peningkatan kadar steviosida yang diperoleh. Proses penyarian terkait dengan penembusan cairan penyari melewati dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel (Anonim, 1986). Peristiwa ini akan berlangsung terus-menerus sepanjang proses penyarian sehingga jumlah cairan penyari yang digunakan akan mempengaruhi keberlangsungan proses penyarian. Jumlah cairan penyari yang besar dapat mencegah terjadinya kejenuhan sehingga senyawa yang dapat terekstrak akan menjadi semakin besar, hal ini karena dengan jumlah penyari yang besar dapat menyediakan perbedaan konsentrasi yang sebesar-besarnya antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar sel sehingga proses penyarian akan tetap berlangsung sampai terjadi keseimbangan konsentrasi.

Tabel VII. Efek akuades, suhu, dan interaksi dalam menentukan kadar steviosida

Efek Suhu akuades Interaksi

Besaran 1,1765 2,7502 1,7707

(62)

 

Gambar 6. Grafik hubungan suhu dengan respon kadar steviosida

Gambar 7. Grafik hubungan volume akuades dengan respon kadar steviosida

Pada penggunan suhu yang ditingkatkan, kadar steviosida meningkat pada penggunaan volume akuades level tinggi, sedangkan untuk penggunaan volume akuades level rendah menurunkan kadar steviosida (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu belum tentu meningkatkan kadar steviosida. Hal ini mungkin disebabkan kelarutan steviosida pada air menurun

4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0

25 35 45 55

Kadar

steviosida

(mg)

Suhu (°C)

Grafik hubungan suhu dengan respon kadar steviosida aquadest level rendah aquadest level tinggi 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0

100 200 300 400

kada

r steviosida

(mg

)

volume aquadest (ml)

Grafik hubungan volume aquadest dengan respon kadar steviosida

(63)

 

pada penggunaan suhu diatas 45 0C karena dari penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya menggunakan range suhu 16 – 45 0C (Pasquel, A., 2008).

Pada grafik hubungan volume akuades dengan respon kadar steviosida (Gambar 7) diperoleh hasil bahwa peningkatan volume akuades baik digunakan suhu level rendah maupun level tinggi akan meningkatkan kadar steviosida yang diperoleh dari proses perkolasi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan volume akuades akan meningkatkan kadar steviosida.

Namun untuk menentukan faktor suhu atau volume akuades ataupun interaksi antara keduanya yang berperan dalam mempengaruhi kadar steviosida secara langsung, maka dibuktikan dengan perhitungan Yate’s treatment.

Hasil perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon kadar steviosida dapat dilihat pada tabel VI. Hipotesis alternatif (H1) menyatakan respon kadar steviosida faktor level rendah berbeda dengan respon kadar steviosida faktor level tinggi dan ada interaksi antara faktor dalam mempengaruhi respon, sedangkan hipotesis null (H0) merupakan negasi dari H1 yang menyatakan respon kadar steviosida faktor level rendah tidak berbeda dengan respon kadar steviosida faktor level tinggi dan tidak ada interaksi antara faktor dalam mempengaruhi respon. H1 diterima dan H0 ditolak bila F hitung lebih besar dari F tabel yang berarti bahwa faktor mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menentukan respon.

(64)

 

yang dihasilkan, sehingga hipotesis H1 diterima yang berarti respon kadar steviosida faktor level rendah berbeda secara statistik dengan respon kadar steviosida faktor level tinggi dan interaksi berpengaruh secara signifikan dalam mempengaruhi respon. Hal ini ditunjukkan dengan harga F hitung yang lebih besar dari F(1,3) tabel yaitu 10,128 dengan taraf kepercayaan 95 %.

Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s Treatment terhadap kadar steviosida

Source of variation Degrees of

freedom Sum of squares Mean squares F

Replicates 1 9.582,0732 9.582,0732

Treatment 3 2.174.959,3791 724.986,4597

Suhu 1 249.135,4925 249.135,4925 25,4055

Akuades 1 1.361.465,4923 1.361.465,4923 138,8351

Interaksi 1 564.358,3943 564.358,3943 57,5503

Experimental error 3 29.419,0581 9.806,3527

Total 7 2.213.960,5104 316.280,0729

Dominasi kedua faktor dan interaksi terhadap kadar steviosida ditunjukkan dengan perhitungan efek dan Yate’s treatment. Dari hasil perhitungan

(65)

 

dilakukan. Dan demikian juga dengan interaksi antara volume akuades dan suhu pemanasan yang digunakan dalam ekstraksi.

Pada optimasi proses ekstraksi yang dilakukan, diperoleh respon kadar steviosida. Optimasi proses yang dilakukan adalah optimasi volume akuades dan suhu pemanasan pada perkolasi serbuk S. rebaudiana Dari respon kadar yang diperoleh menghasilkan persamaan desain faktorial berikut :

Y = 9,3517 – 0,14776 A – 0,019256 B + 0,0007869AB

Melalui persamaan tersebut dapat dibuat countour plot sebagai berikut :

Gambar 8. Countour plot kadar steviosida

(66)

 

digunakan serbuk S. rebaudiana sebanyak 30 g, maka range kadar steviosidanya menjadi lebih dari 2,1 g. Range kadar tersebut kemudian digunakan untuk memperoleh proses ekstraksi yang optimum. Pada countour plot diperoleh area optimum suhu pemanasan dan volume akuades pada range kadar steviosida 7 – 9,4986 % b/b.

(67)

48  BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :

1. Suhu pemanasan dapat menurunkan kadar steviosida yang diperoleh dari perkolasi daun S. rebaudiana.

2. Peningkatan volume akuades dapat meningkatkan kadar steviosida yang diperoleh dari perkolasi daun S. rebaudiana.

3. Diperoleh area suhu pemanasan dan volume akuades pada perkolasi daun S. rebaudiana untuk menghasilkan kadar Steviosida dengan kadar lebih dari 7 % b/b dari bobot serbuk kering S. rebaudiana.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai optimasi pemilihan level atas penggunaan suhu pemanasan pada proses perkolasi daun S. rebaudiana.

(68)

 

DAFTAR PUSTAKA

Alupului. Ani., and Vasile Lavric, 2008, Ultrasound Extraction of Active Principles with Hypoglycaemic Activity from Medical Plants, 1-8, University Politehnica of Bucharest, Chemical Engineering Department, Romania

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, 96, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 16 – 21, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2004, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan

Anonim, 2008, http://www.scientistsolutions.com/t1475-image+j.html, diakses tanggal 20 Oktober 2008

Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. EdisiIV, 576 – 591, UI Press, Jakarta

Armstrong, N.A., James, K.C., 1996, Pharmaceutical Experimental Design and Interpretation, 131 – 165,Taylor and Francis, USA

Backer, C.A., and Van de Brink, R.C., 1968, Flora of Java, Volume I & II, 2, 46, Warta Tumbuhan Obat, Volume I

Bolton, S., 1997, Pharmaceutical Statistic Practical and Clinical Application, 3rd Ed., 84-85, 308-337, 533-545, Marcel Dekker Inc., New York

D'Agostino, M., S. F. De, etal., 1984, Sterols from Stevia rebaudiana, Bollettino Societa Italiana Biologia Sperimentale 60(12): 2237-2240, Italia

Gritter, R.J., Bobit, J.M Schwarting, AE., 1991, Pengantar Kromatografi, terjemaan oleh Kosasih Padmawinata, terbitan ke-2, 107 – 155, ITB, Bandung

Geuns, J.M.C., 2003, Molecules of Interest: Stevioside, Phytochemistry.

Hardjono, S., 1983, Kromatografi, 32 – 34, Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat, UGM, Yogyakarta

(69)

 

{a} Dep. Life Sci. Biotehcnol., Fac, Life Environmental Sci., Shimane Univ., Matsue, Shimane 690, Japan

Kuznesof, Paul M., 2007, Steviol Glycosides, Chemical and Technical Assessment, 1(8), JECFA

Lewis WH, 1992, Early uses of Stevia rebaudiana Asteraceae leaves as a sweetener in Paraguay, econ Bot 46 : 336-337

Martono, Y., Kristopo, Siasale, L.R., 2007, Recovery produk ekstrak steviosida sebagai bahan alternatif pengganti gula dari S. rebaudiana, Laporan Penelitian, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Satya Wacana, Salatiga

Matshushita, 1979, Separation of Sweet Component from Natural Sweet Extracts,

1-5

Megeji NW, Kumar JK, Singh V, Kaul VK, Ahuja PS, 2005, Introducing Stevia rebaudiana, a natural zero-calorie sweetener. Current Science (Bangalore) 88, 801-804. Contact: Kaul, V. K. ; Inst Himalayan Bioresource Technol, Palampur, Himachal Pradesh, 176061, India

Melis, M. S.,1992, Stevioside effect on renal function of normal and hypertensive rats, Journal Of Ethnopharmacology 36(3), 213-217, USA

Midmore, D.J., and Rank, A.H., 2002, A New Rural Industry Stevia to Replace Imported Chemical Sweeteners, RIRDC

Mintarsih, E.R.R., 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kinina dalam Akar, Batang, dan Daun Chinchona succirubra Pvon et Klotzsc dari Daera Kaliurang secara Spektrodensiometri (TLC Scanner), Skripsi, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta

Nabors ,Lyn o Brien and Robert C., Gelardi, 1986, Alternative Sweeteners, 299, Marcel Dekker In, New York, USA

Pasquel, A., 2008, Extraction of Stevia Glycosides with CO2 + Water, CO2

+ Etanol, and CO2 + Water +Etanol, 1-15, Brazilian Journal of

Chemical Engineering, Brazil

Patnark, Santosh, 2004, Using Image J for Densitometry,

http://stanxterm.aecom.yu.edu/wiki/index.php?page=Using_ImageJ, diakses pada tanggal 5 Mei 2008

Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, Ed I, 26 – 30, Liberty, Yogyakarta Soejarto DD, Kinghorn AD, Fransworth NR , 1982, Potential sweetening agents

(70)

 

Stahl, E., 1969, Thin Layer Chromatography : A Laboratory Handbook 2nd Ed., 97 – 101, Springer Verlag, Berlin

Stahl, E., 1985, Drug analysis by chromatography and microscopy : a practical supplement to pharmacopias, diterjemahkan oleh Kosasih P. Dan Soediro, 205 – 207, ITB, Bandung

Starrat, A.N., Kirby, C.W., Poes, R., Brandle, J.E., 2002, Rebaudioside F, a diterpene glycoside from S. rebaudiana, Phytocemistry 59, 367 – 370 Voigt, Rudolf, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 11-15,

Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta

Wagner H., S. Bladt, and E.M. Zgainski, 1984, Plant Drug Analysis; Thin Layer Cromatography Atlas, diterjemahkan oleh Th. A. Scott, 125,304, Springer-Verlag, New York.

Wallin, Harriet., 2007, Steviol Glycosides Chemical and Technical Assesment, 1, revised by Paul M. Kuznesof Ph.D, 68th, JECFA

Wijekesera, R.O.B., 1991, The Medicinal Plant Industry, 87 – 88, CRC Press Inc., Florida, US

Yatka, R.J., 1991, Method of Controlling Release of Stevioside in Chewing Gum and Gum Produced Thereby, http://www.wipo.int/pctdb/en/wo.jsp?IA= wo19910031478.DISPLAY=DESC, diakses tanggal 22 Desember 2008 Zeligs, Michael A., and H. Leon Bradlow, 2006, Diindolylmethane (DIM), formed

spontaneously from Indole-3-carbinol (I3C), is the dominant anti-proliferative indole in cell culture media after adding I3C,

(71)

 

(72)
(73)
(74)

 

Lampiran 2. Data Penimbangan Baku Steviosida dan data Sampel

1.

Data Penimbangan Baku Steviosida

Berat Cawan = 13.3605 g

Berat Cawan + Zat = 13.37079 g

Berat Zat = 0,01014 g

= 10,14 mg add 5 ml

Konsentrasi

Baku

Steviosida = 2,028 mg/ml

Kadar

Steviosida dalam 1µl (1 totolan ) = 2,028 µg

2.

Data Sampel

Rep

Suhu

(

0

C )

Etanol

( ml )

Akuades

( ml )

AUC

Sampel

Kadar

(3µg)

Kadar/30

g serbuk

(mg)

% b/b

Rata – rata

% b/b

1

30 375 150

50,687

9,6874

1695,2964

5,6509881

5,5719

2

30 375 150

49,394

9,4161

1647,8255

5,4927516

1

50 375 150

45,440

8,5866

1502,6591

5,0088638

4,9777

2

50 375 150

44,930

8,4796

1483,9351

4,9464503

1

30 375 375

39,482

7,3367

1834,1690

6,1138967

6,5514

2

30 375 375

44,487

8,3867

2096,6727

6,9889089

1

50 375 375

58,074

11,2372

2809,2875

9,3642918

9,4986

(75)

 

Lampiran 3. Data Desain Faktorial dan Perhitungan Nilai Efek masing – masing

Faktor

Perhitungan Desain Faktorial

Kondisi Suhu

(

0

C)

Volume

Akuades

Interaksi

Rata-rata

kadar sampel

(1)

- -

+ 5,5719

a +

- -

4,9777

b

-

+

-

Gambar

Gambar 1.  Tanaman  Stevia rebaudiana Bertonii M. (koleksi kebun B2P2TO2T)
Gambar 2.  Struktur Steviol Glycoside
Gambar 3. Struktur ssteviosida
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu peneliti ingin mencoba untuk memberikan latihan short passes exercisses with various groups dan latihan passimaniacs yang akan difokuskan dalam penelitian ini

(1) Seksi Rebabilitasi dan Pelayanan Sosial mempunyai tugas menyelenggarakan usaha-usaha rehabilitasi dan pelayanan kepada tuna sosial, penderita, cacat mental dan kesesatan,

Oleh karena itu, pendamping memiliki peran untuk mengubah keadaan tidak berdaya yang dialami ODHA tersebut menjadi berdaya kembali.

Hasil kajian menunjukkan bahawa teknik sculpturing dan melukis dapat membantu dalam penerokaan pemasalahan yang dihadapi oleh klien semasa menjalani sesi

Berdasarkan penelitian menggunakan frekuensi tabulasi dan perhitungan skor atas indikator pada akhirnya peneliti dapat melihat dan mengambil kesimpulan dari

Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kecepatan, Kelincahan Dan Kekuatan Otot Tungkai Terhadap Keterampilan Menggiring Bola Dalam Permainan Sepakbola Siswa Putra Kelas Atas SD

Tujuan negara Indonesia sebagai negara hukum yang bersifat formal tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan

Keempat: Janganlah engkau jadilah hari puasamu sama seperti hari berbukamu, maka apabila engkau puasa maka hendaklah berpuasa pendengaran dan penglihatanmu, dari