• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR PENGUKUR KUAT MEDAN ELEKTROMAGNETIK UNTUK SISTEM PEMETAAN DAN PENGAWASAN FREKUENSI RADIO FM BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TUGAS AKHIR PENGUKUR KUAT MEDAN ELEKTROMAGNETIK UNTUK SISTEM PEMETAAN DAN PENGAWASAN FREKUENSI RADIO FM BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGUKUR KUAT MEDAN ELEKTROMAGNETIK

UNTUK SISTEM PEMETAAN DAN PENGAWASAN

FREKUENSI RADIO FM

BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Elektro

Oleh :

ARI WIBOWO

NIM : 065114007

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

ELECTROMAGNETIC FIELD STRENGTH MEASUREMENT

FOR MAPPING AND MONITORING SYSTEM

OF FM RADIO FREQUENCY

BASED ON GEOGRAPHICAL INFORMATION SYSTEM

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Electrical Engineering Study Program

By :

ARI WIBOWO

NIM : 065114007

ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 September 2010 Penulis

Ari Wibowo

(6)

vi

(7)

vii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : ARI WIBOWO

Nomor Mahasiswa : 065114007

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGUKUR KUAT MEDAN ELEKTROMAGNETIK

UNTUK SISTEM PEMETAAN DAN PENGAWASAN FREKUENSI RADIO FM BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 28 September 2010

(8)

viii

Keterbatasan alokasi frekuensi radio FM dan jumlah pengguna frekuensi yang banyak menyebabkan penggunaan frekuensi radio FM harus diatur sesuai dengan aturan dari International Telecommunication Union (ITU). Berdasarkan aturan tersebut, diperlukan suatu sistem pemetaan dan pengawasan spektrum frekuensi radio FM berbasis SIG (Sistem Informasi Geografis). Sistem ini memberikan informasi data-data pengukuran, letak dan pemetaan stasiun radio FM. Diharapkan sistem ini dapat mempermudah dalam pengawasan dan penertipan pengguna frekuensi radio sesuai dengan aturan yang berlaku.

Salah satu bagian dari sistem pemetaan dan pengawasan spektrum frekuensi radio FM berbasis SIG adalah pengukur kuat medan elektromagnetik. Alat ini bekerja dengan menerima gelombang radio menggunakan FM tuner. Sinyal IF (intermediate frequency) keluaran FM tuner berupa tegangan analog diubah ke dalam format digital oleh mikrokontroler. Data digital tersebut kemudian dikirimkan ke komputer dikonversi ke dalam dBm, dBµV, dBµV/m dan disimpan dalam database.

Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik untuk sistem pemetaan dan pengawasan radio FM berbasis SIG berhasil dibuat namun tidak sempurna. Rangkaian penyangga tegangan pada alat ukur kuat medan elektromagnetik tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga berpengaruh pada kemampuan alat dalam mendeteksi level tegangan sinyal IF (intermediate frequency) dan hasil konversi program visual pada komputer.

(9)

ix

Limitations of the FM radio frequency allocation and the numbers of users that causes many user radio frequency should be set in accordance with the rules of the International Telecommunication Union (ITU). Based on these rules, we need a system of mapping and monitoring FM radio frequency spectrum based on GIS (Geographic Information System). This system provides information on measurement data, the location and mapping of the FM radio station. This system is expected to facilitate the supervision and control the radio frequency users according to the rules and regulations.

A part of the mapping and monitoring system for the FM radio frequency spectrum based on GIS is electromagnetic field strength meter. This tool works by receiving radio waves using the FM tuner. IF (intermediate frequency) signal produced by FM tuner in the form of anolog voltage converted into digital format by the microcontroller. Digital data is transmitted then to the computer, converted into dBm, dBµV, dBµV/m and stored in the database.

Electromagnetic Field Strength Meter for mapping and monitoring system for the FM radio-based on GIS was successfully created but not perfect. Voltage buffer circuit in the electromagnetic field strength measuring instrument can not work properly, thus affect the ability of equipment to detect voltage level signal IF (intermediate frequency) and the conversion of visual program on the computer.

(10)

x

Puji dan syukur penulis haturkan pada Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik Untuk Sistem Pemetaan Dan Pengawasan Frekuensi Radio FM Berbasis Sistem Informasi Geografis”.

Penulis menyadari mulai dari proses perancangan, pengujian alat dan proses penyusunan skripsi ini tidak dapat lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Augustinus Bayu Primawan, S.T., M.Eng., Selaku dosen pembimbing yang menyumbangkan pemikiran, ide, tenaga dan memberikan saran serta kritik yang membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini dari awal hingga selesai.

3. Seluruh dosen teknik elektro dan laboran yang memberikan ilmu dan membantu selama perkuliahan

4. Kedua orang tua tercinta. Terimakasih atas perhatian, dukungan dan kesabaran dalam mendidik penulis.

5. Maria Esti Windarti . Terimakasih atas dukungan dan motivasinya.

6. Teman-teman teknik elektro angkatan 2006. Terimakasih atas bantuannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan, kelemahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan tugas akhir ini. Terimakasih.

Yogyakarta, 28 September 2010 Penulis

(11)

xi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTO HIDUP ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Metodologi Penelitian ... 2

BAB II. DASAR TEORI ... 5

2.1 Kuat Medan Elektromagnetik ... 5

2.2 Antena Yagi 2 Elemen ... 5

2.3 Balun ... 6

2.4 FM Tuner dan FM Display ... 7

2.5 Penyangga dan Penyearah Tegangan ... 7

2.6 Mikrokontroler ATMega8535 ... 9

2.6.1 Analog to Digital Converter (ADC) ... 10

2.6.2 Komunikasi Serial USART ... 12

2.7 Liquid Cristal Display (LCD) ... 14

2.8 Komunikasi Serial RS232 ... 15

(12)

xii

3.1 Prinsip Kerja Sistem ... 21

3.2 Perancangan Perangkat Keras ... 22

3.2.1 Antena Yagi 2 Elemen ... 22

3.2.2 Balun Koaksial ... 23

3.2.3 Penyangga dan Penyearah Tegangan ... 24

3.2.4 Sistem Minimum Mikrokontroler ATMega8535 ... 24

3.2.5 Komunikasi Serial RS232 ... 25

3.3 Perancangan Perangkat Lunak ... 26

3.3.1 Diagram Alir Program mikrokontroler ATMega8535 ... 26

3.3.1 Diagram Alir Program Visual Pada Komputer ... 27

3.4 Kit FM Tuner dan FM Display ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Bentuk Fisik Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik ... 32

4.2 Pengujian Antena Yagi 2 Elemen ... 34

4.3 Pengujian Rangkaian Penyangga dan Penyearah Tegangan ... 36

4.4 Pengujian Rangkaian MAX232 ... 39

4.5 Pengujian ADC ATMega8535 ... 40

4.6 Pembahasan Program Mikrokontroler ATMega8535 ... 40

4.7 Pembahasan Program Visual ... 44

4.8 Pembahasan Database ... 47

4.9 Pembahasan Hasil Pengukuran ... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(13)

xiii

Gambar 1.1 Sistem Pemetaan dan Pengawasan Frekuensi Radio FM Berbasis SIG ... 3

Gambar 1.2 Blok Model Sistem Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik ... 3

Gambar 2.1 Pola Radiasi Antena Yagi 2 Elemen ... 4

Gambar 2.2 Konfigurasi Balun Koaksial ... 5

Gambar 2.3 FM Tuner ... 7

Gambar 2.4 FM Display ... 7

Gambar 2.5 Rangkaian Penyangga ... 8

Gambar 2.6 Drop Tegangan pada Dioda ... 8

Gambar 2.7 Penyearah Setengah Gelombang ... 8

Gambar 2.8 Bentuk Gelombang dengan Penapis Kapasitor ... 9

Gambar 2.9 Konfigurasi Pin IC ATMega8535 ... 9

Gambar 2.10 Konfigurasi ADMUX ... 10

Gambar 2.11 Konfigurasi ADCSRA ... 11

Gambar 2.12 Konfigurasi SFIOR ... 11

Gambar 2.13 Konfigurasi UBRR ... 12

Gambar 2.14 Konfigurasi UCSRB ... 13

Gambar 2.15 Konfigurasi UCSRC ... 13

Gambar 2.16 LCD 2x16 Karakter ... 14

Gambar 2.17 Konfigurasi Konektor DB9 ... 16

Gambar 2.18 Konfigurasi IC MAX232 ... 17

Gambar 2.19 Perbedaan Level Tegangan TTL dan RS232 ... 17

Gambar 2.20 Interface Pemrograman Visual ... 20

Gambar 2.21 Komponen Standar Dalam Toolbox ... 20

Gambar 3.1 Sistem Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik ... 21

Gambar 3.2 Perancangan Antena Yagi 2 Elemen ... 22

Gambar 3.3 Perancangan Balun Koaksial ... 23

Gambar 3.4 Perancangan Penyangga dan Penyearah Tegangan ... 24

Gambar 3.5 Perancangan Sistem Minimum mikrokontroler ATMega8535 ... 25

Gambar 3.6 Perancangan Komunikasi Serial RS232 ... 26

(14)

xiv

Gambar 3.10 Kit FM Tuner ... 31

Gambar 3.11 Kit FM Display ... 31

Gambar 4.1 Antena Yagi 2 Elemen ... 32

Gambar 4.2 Pengukur Kuat Medan (Tampak Atas dan Tampak Depan) ... 32

Gambar 4.3 Rangakain MAX232 ... 33

Gambar 4.4 Penyangga dan Penyearah Tegangan ... 33

Gambar 4.5 Sistem Minimum ATMega8535 ... 33

Gambar 4.6 FM Display dan FM Tuner ... 33

Gambar 4.7 Jamming 3,9 div f=86 MHz ... 35

Gambar 4.8 Jamming 6,7 div f=99 MHz ... 35

Gambar 4.9 Jamming 3,8 div f=113 MHz ... 35

Gambar 4.10 Grafik Pengujian Antena ... 36

Gambar 4.11 Sinyal Masukan ... 38

Gambar 4.12 Sinyal Keluaran ... 38

Gambar 4.13 Terminal CodeVisionAvr ... 39

Gambar 4.14 Tampilan LCD Pengukur Kuat Medan ... 43

Gambar 4.15 Tampilan Program Visual Pengukur Kuat Medan ... 44

Gambar 4.16 Pesan Kegagalan Pembukaan Port ... 45

Gambar 4.17 Pesan Kegagalan Perhitungan ... 47

Gambar 4.18 Form Bantuan Pada Program Visual………...…..47

Gambar 4.19 Tabel Penyimpan Hasil Pengukuran ke Database ... 48

Gambar 4.20 Pesan Kegagalan Menghubungkan Database ... 49

Gambar 4.21 Pesan Kegagalan Menyimpan Data Ke Database ... 50

Gambar 4.22 Data Query Pengukur Kuat Medan ... 51

Gambar 4.23 Hubungan Tabel dengan Data Query ... 52

Gambar 4.24 Grafik Pengukuran dBm Berlokasi di Terminal Condong Catur ... 54

Gambar 4.25 Grafik Pengukuran dBµV/m Berlokasi di Terminal Condong Catur ... 54

Gambar 4.26 Grafik Pengukuran dBm Berlokasi di Terminal Manisrenggo Klaten ... 55

Gambar 4.27 Grafik Pengukuran dBµV/m Berlokasi di Terminal Manisrenggo Klaten 56 Gambar 4.28 Grafik Pengukuran dBm Berlokasi di Balai Desa Banaran Playen ... 57

(15)

xv

Tabel 2.1 Rumus Perhitungan UBRR ... 11

Tabel 2.2 Fungsi Pin LCD 2x16 Karakter ... 13

Tabel 2.4 Konfigurasi Pin dan Nama Bagian Konektor Serial DB9 ... 14

Tabel 3.1 Nama Komponen Program Visual ... 28

Tabel 3.2 Level Sinyal IF ... 30

Tabel 3.2 (Lanjutan) Level Sinyal IF ... 31

Tabel 4.1 Daya Sinyal Jamming Terukur ... 34

Tabel 4.1 (Lanjutan) Daya Sinyal Jamming Terukur ... 35

Tabel 4.2 Pengujian Rangkaian Penyangga ... 36

Tabel 4.2 (Lanjutan) Pengujian Rangkaian Penyangga ... 37

Tabel 4.3 Pengujian Penyearah tegangan ... 38

Tabel 4.4 Pengujian ADC ATMega8535 ... 40

Tabel 4.5 Kordinat Lokasi Pengukuran dan Stasiun Radio FM ... 48

Tabel 4.6 Jarak Lokasi Stasiun Radio dengan Lokasi Pengukuran……….48

Tabel 4.7 Pengukuran Balai Monitoring D.I.Yogyakarta ………..53

Tabel 4.8 Pengukuran Berlokasi di Terminal Condong Catur ... 53

Tabel 4.9 Pengukuran Berlokasi di Terminal Manisrenggo Klaten ... 55

(16)

1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kehadiran stasiun siaran radio menjadi sangat penting karena memberikan informasi berupa audio. Alokasi frekuensi stasiun radio FM adalah 87 – 108 MHz dan AM adalah 530 – 1700 kHz. Dibandingkan dengan radio AM, Radio FM memiliki banyak keunggulan, yaitu rentang frekuensi lebar, hemat daya, tahan terhadap noise, dan kualitas suara yang baik sehingga radio FM lebih banyak digunakan. Jumlah stasiun siaran radio FM yang banyak, serta keterbatasan alokasi frekuensi radio FM menyebabkan penggunaan alokasi frekuensi radio FM harus diatur sesuai dengan aturan dari International Telecommunication Union (ITU). Berdasarkan aturan tersebut, diperlukan suatu sistem pemetaan dan pengawasan spektrum frekuensi radio FM berbasis SIG (Sistem Informasi Geografis). Sistem ini memberikan informasi data-data pengukuran secara periodik, letak dan pemetaan stasiun radio FM agar mempermudah dalam pengawasan dan penertipan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan yaitu pembuatan web SIG yang diaplikasikan untuk manajemen informasi stasiun radio [1]. Data spasial pada web SIG diperoleh dari laporan pihak stasiun radio swasta kepada kantor pusat informasi. Data spasial tersebut diolah menjadi peta digital yang memberikan informasi status siar tiap stasiun radio, baik dilihat dari aktif atau tidak stasiun radio tersebut melakukan siaran, perpindahan lokasi pemancar maupun yang lainnya. Sebagai contoh web SIG manajemen informasi stasiun radio yang digunakan di Cina untuk membantu proses pendirian stasiun radio siaran sehingga efisien dalam proses administrasi dan pengawasan

(17)

pengukuran dari SPA, GPS dan pengukur kuat medan disimpan dan diolah dalam database yang kemudian disajikan dalam sistem monitoring frekuensi radio FM berbasis SIG

Berdasarkan hal diatas, bagian yang akan dirancang dalam penelitian ini adalah pengukur kuat medan. Sistem ini bekerja dengan menerima dan memilih radiasi dari sinyal Radio Frequency (RF) diudara menggunakan FM tuner. Level sinyal IF keluaran FM tuner disearahkan dan diubah kedata digital menggunakan mikrokontoler. Data digital dikirimkan ke komputer yang selanjutnya data tersebut dikonversi ke dalam dBm (desibel miliWatt), dBµV dan dBµV/m. Hasil pengukuran ditampilkan oleh program visual pada komputer.

1.2

Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan suatu alat yang dapat mengukur kuat medan elektromagnetik dari pemancar stasiun radio FM. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai alat untuk pengukuran kuat medan elektromagnetik bagi stasiun radio FM maupun dinas pengawasan frekuensi radio.

1.3

Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Rentang pita frekuensi radio yang diukur adalah 87 MHz – 108 MHz. b. Antena yang digunakan antena Yagi 2 elemen.

c. Menggunakan kabel koaksial 50 . d. Menggunakan FM Tuner dan FM Display. e. Menggunakan penguat operasional. f. Menggunakan ADC ATMega8535.

g. Menggunakan RS232 untuk komunikasi serial dengan komputer. h. Merancang visualisasi Graphical User Interface (GUI) pada komputer.

1.4

Metodologi Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan metode sebagai berikut :

(18)

b. Perancangan model sistem. Blok model secara keseluruhan sistem pengawasan dan pemetaan frekuensi radio FM berbasis SIG ditunjukkan pada Gambar 1.1. Di dalam blok model sistem ini terdapat blok model pengukur kuat medan elektromagnetik. Gambar 1.2 memperlihatkan blok model yang akan dirancang.

Gambar 1.1. Sistem Pemetaan dan Pengawasan Frekuensi Radio FM Berbasis SIG

Gambar 1.2. Blok Model Sistem Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik

c. Perancangan perangkat keras dan perangkat lunak. Berdasarkan Gambar 1.2, antena Yagi menerima sinyal RF di udara dan mentransmisikan ke balun. Sinyal RF tersebut ditala FM tuner dimana frekuensi tertala ditampilkan FM display. Sinyal IF keluaran FM tuner di searahkan dan diubah ke data digital melalui ADC. Data digital tersebut ditransmisikan ke komputer melalui RS232, yang selanjutnya program pada komputer mengkonversi ke dalam dBm, dBµV dan dBµV/m. Hasil pengukuran kemudian divisualisasikan dengan Graphical User Interface (GUI) pada komputer.

(19)

d. Proses pengujian alat. Pengujian alat dilakukan perbagian dengan menguji antena, ADC, program, dan menguji alat yang dirancang dengan mengukur kuat medan elektromagnetik dari antena pemancar stasiun radio FM.

e. Pengambilan data. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran kuat medan elektromagnetik dari 10 stasiun radio FM di wilayah D.I. Yogyakarta. Lokasi pengukuran berada di Balai Desa Banaran Playen Gunung Kidul, Terminal Manisrenggo Klaten dan Terminal Condong Catur Yogyakarta.

(20)

5

DASAR TEORI

Bab ini membahas dasar teori pengukur kuat medan elektromagnetik, meliputi definisi kuat medan elektromagnetik, antena, balun, FM tuner, FM display, penyangga dan penyearah tegangan, mikrokontroler ATMega8535, RS232, LCD, dan pemrograman visual. Bab ini juga membahas Analog Digital Converter (ADC) dan komunikasi data

antara mikrokontroler ATMega8535 dengan komputer.

2.1 Kuat Medan Elektromagnetik

Medan elektromagnetik adalah sebuah medan yang terdiri dari dua medan vektor yang berhubungan yaitu medan listrik dan medan magnet. Medan listrik dan medan magnet memiliki sebuah nilai yang didefinisikan pada setiap titik ruang dan waktu. Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang merambat secara periodik dan saling tegak lurus dengan arah rambatannya. Gelombang elektromagnetik memiliki frekuensi 102 Hz sampai 108 Hz dan membawa energi dalam perambatannya.

Energi rata-rata per satuan luas yang dirambatkan oleh gelombang elektromagnetik disebut dengan intensitas gelombang elektromagnetik [2]. Intensitas tersebut sebanding dengan harga maksimum medan magnet dan sebanding dengan harga maksimun medan listriknya. Pada jarak yang jauh dari sumber gelombang, amplitudo dari getaran medan akan mengecil terhadap jarak. Amplitudo dari level getaran gelombang elektromagnetik dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur kuat medan elektromagnetik.

2.2 Antena Yagi 2 Elemen

(21)

ratio sebesar 7 sampai 15 dB [3]. Pola radiasi antena Yagi 2 elemen ditunjukkan pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Pola Radiasi Antena Yagi 2 Elemen [4]

Persamaan untuk menghitung panjang elemen dan jarak antar elemen (spacing) antena Yagi 2 elemen sebagai berikut [3]:

Driven Elemen=145/f(MHz) (2.1)

Director=137/f (MHz) (2.2)

Spacing=36.6/f (MHz) (2.3)

2.3

Balun

Balun (balance-to-unbalance) berfungsi sebagai sebuah rangkaian antarmuka yang

menghubungkan titik keluaran yang bersifat balance dengan masukan yang bersifat unbalance, atau sebaliknya (unbalance output-to-balance input). Balun dapat dirancang dengan menggunakan kabel koaksial. Balun koaksial dapat menyesuaikan impedansi antara antena yang balance dengan feeder line yang unbalance seperti kabel koaksial. Konfigurasi balun Koaksial ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Konfigurasi Balun koaksial [5]

(22)

Balun koaksial 1:4 dapat digunakan untuk menjodohkan kabel koaksial 50 dengan feedpoint 200 pada Log Periodic Antenna atau kabel koaksial 75 dengan feedpoint folded dipole 300 [3]. Perancanagan balun koaksial mengacu pada persamaan

(2.4) dimana L adalah panjang kabel koaksial dan f adalah frekuensi [6].

2.4

FM

Tuner

dan FM

Display

FM tuner digunakan untuk tala radio FM pada frekuensi 88 MHz sampai dengan 108 MHz. Konfigurasi FM tuner ditunjukkan pada Gambar 2.3. Di dalam konfigurasi FM tuner terdapat oscilator, RF amplifier, mixer, IF amplifier dan AGC sedangkan pin keluaran FM tuner antara lain ground, tegangan vcc, IF output, OSC, dan AFC.

Gambar 2.3. FM Tuner [7] Gambar 2.4. FM Display [8]

FM tuner bekerja dengan mencampur sinyal yang berasal dari penguat RF tertala dengan sinyal yang berasal dari osilator lokal. Hasil mixer 2 buah sinyal tersebut adalah sinyal Intermediate Frecuency (IF). FM display menggunakan IC Sanyo LC7265 dengan penampil 7 segmen. FM display dapat menampilkan frekuensi 88 MHz sampai dengan 108 MHz, dimana masukan FM display berasal dari keluaran OSC FM tuner. Konfigurasi FM display ditunjukkan pada Gambar 2.4.

2.5

Penyangga dan Penyearah Tegangan

Rangkaian penyangga tegangan menggunakan penguat operasional seperti Gambar 2.5. Rangkaian penyangga digunakan sebagai penyangga tegangan agar beban yang terpasang tidak membebani rangkaian utama. Keluaran penyangga tegangan mempunyai keluaran sama dengan tegangan masukan. Komponen resistor dapat dipasang pada feedback masukan inverting secara seri. Komponen resistor yang terpasang berguna untuk

(23)

komponennya. Secara umum komponen resistor ini tidak dipasang agar arus dapat maksimal sesuai dengan kemampuan penguat operasionalnya.

Gambar 2.5. Rangkaian Penyangga [9]

Rangkaian penyearah setengah gelombang digunakan untuk menyearah sinyal IF (intermediate Frequency) dari keluaran FM tuner yang berupa gelombang sinusoidal menjadi tegangan positif agar dapat dibaca oleh ADC mikrokontroler ATMega8535. Rangkaian penyearah setengah gelombang seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6. Secara teori perhitungan drop tegangan dan bentuk sinyal keluaran sebagai berikut:

Gambar 2.6. Drop Tegangan pada Dioda [10]

Untuk menentukan tegangan rata-rata DC yang melewati beban, terlebih dahulu tegangan drop pada dioda harus dihitung. Drop tegangan yang melewati dioda silikon arah maju adalah 0,7 volt, sehingga akan mengurangi tegangan puncak (Vp). Tegangan rata-rata untuk penyearahan setengah gelombang dapat dihitung dengan menggunakan rumus [10]:

0,318. 2.5

(24)

Gambar 2.8. Bentuk Gelombang dengan Penapis Kapasitor[11]

Penyearah setengah gelombang pada Gambar 2.7 menggunakan penapis kapasitor untuk membentuk bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8. Prinsip filter kapasitor adalah proses pengisian dan pengosongan kapasitor. Saat dioda bias maju, kapasitor terisi dan tegangannya sama dengan periode ayunan tegangan sumber. Pengisian berlangsung sampai nilai maksimum, dimana tegangan kapasitor sama dengan Vp. Pada ayunan turun pada saat kondisi bias mundur, kapasitor akan mengosongkan muatannya.

2.6

Mikrokontroler ATMega8535

Mikrokontroler AVR memiliki arsitektur Reduced Instruction Set Computing (RISC) 8 bit [12]. Secara umum, AVR dikelompokkan menjadi keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan AT86RFxx. Hal yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsi. Pada ATMega8535 memiliki konfigurasi pin seperti ditunjukkan Gambar 2.6. Fungsi pin-pin ATMega 8535 sebagai berikut :

(25)

a. VCC merupakan pin input catu daya. b. GND merupakan pin ground.

c. Port A (PA0-PA7) merupakan pin input/output (I/O) dua arah dan pin input ADC. d. Port B (PB0-PB7) merupakan pin input/output (I/O) dua arah dan pin fungsi khusus,

yaitu Timer/Counter, komparator analog, dan SPI.

e. Port C (PC0-PC7) merupakan pin input/output (I/O) dua arah dan pin fungsi khusus, yaitu TWI, komparator analog, dan Timer Oscilator.

f. Port D (PD0-PD7) merupakan pin input/output (I/O) dua arah dan pin fungsi khusus, yaitu komparator analog, interupsi eksternal dan komunikasi serial.

g. RESET merupakan pin yang digunakan untuk melakukan reset pada mikrokontroler. h. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin input untuk clock eksternal.

i. AVCC merupakan pin input tegangan untuk ADC.

j. AREF merupakan pin input tegangan referensi untuk ADC

2.6.1

Analog to Digital Converter

(ADC)

ATMega8535 merupakan tipe AVR yang dilengkapi 8 saluran ADC internal dengan fidelitas 10 bit. Mode operasi ADC ATMega8535 dapat dikonfigurasi sebagai single ended maupun differential input. Selain itu ADC ATMega8535 memiliki

konfigurasi pewaktuan, tegangan referensi, mode operasi, dan kemampuan tapis derau yang fleksibel [12].

Proses inisialisasi ADC meliputi penentuan clock, tegangan referensi, format output data, dan mode pembacaan. Register yang perlu di setting adalah ADMUX, ADCSRA, dan SFIOR. ADMUX adalah register 8 bit yang berfungsi menentukan tegangan referensi ADC, format data output dan saluran ADC yang digunakan. Konfigurasi ADMUX seperti pada Gambar 2.10. Bit penyusun ADMUX dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. REFS[0..1] merupakan bit pengatur tegangan referensi ADC ATMega8535 b. ADLAR merupakan bit pemilih mode data keluaran ADC.

c. MUX[0..4] merupakan bit pemilih saluran pembacaan ADC.

REFS1 REFS0 ADLAR MUX4 MUX3 MUX2 MUX1 MUX0

(26)

ADCSRA merupakan register 8 bit yang digunakan untuk manajemen sinyal kontrol dan status ADC. Konfigurasi ADCSRA seperti pada Gambar 2.11. Bit penyusun ADCSRA dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. ADEN merupakan bit pengatur aktivasi ADC. b. ADCS merupakan bit penanda mulai konversi ADC.

c. ADATE merupakan bit pengatur aktivasi picu otomatis operasi ADC. d. ADIF merupakan bit penanda akhir suatu konversi ADC.

e. ADIE merupakan bit pengatur aktivasi interupsi yang berhubungan dengan akhir konversi ADC.

f. ADPS[2..0] merupakan bit pengatur clock ADC.

ADEN ADCS ADATE ADIF ADIE ADPS2 ADPS1 ADPS0

Gambar 2.11. Konfigurasi ADCSRA

SFIOR merupakan register 8 bit pengatur sumber picu konversi ADC. Susunan SFIOR adalah seperti pada Gambar 2.12. Bit penyusun SFIOR dijelaskan sebagai berikut :

a. ADTS[2..0] merupakan bit pengatur picu eksternal operasi ADC. b. ACME, PUD, PSR2 dan PSR10 tidak diaktifkan.

ADTS2 ADTS1 ADTS0 - ACME PUD PSR2 PSR10

Gambar 2.12. Konfigurasi SFIOR

Dalam proses pembacan hasil konversi ADC, dilakukan pengecekan terhadap bit ADIF pada regiter ADCSRA. ADIF bernilai 1 jika konversi selesai dilakukan dan data hasil konversi disimpan dalam register ADCH dan ADCL. Masukkan tegangan ADC harus lebih besar 0 Volt dan lebih kecil dari tegangan referensi. Untuk hasil perhitungan ADC 8 bit ATMega8535 dapat diperoleh dengan persamaan (2.5) [12].

!"# $%& # ' ( )*⁄ + , 255 2.6

ADC bekerja dengan pengubahan sinyal analog kenilai diskrit sehingga terdapat error kuantisasi pada ADC. Pada ATMega8535 terdapat mode operasi free running dan single conversion. Mode free running memungkinkan untuk mengkonversi 1 kali

(27)

2.6.2 Komunikasi Serial USRT

Komunikasi data serial memerlukan suatu kecepatan data yang sesuai, baik disisi komputer maupun disisi mikrokontroler. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada mikrokontroler adalah setingan boud rate, format data stop bit, dan pengaturan register seperti RXEN, TXEN, dan RXCIE [12].

Dalam proses inisialisai ada beberapa buah register yang perlu diperhatikan antara lain UBRR, UCSRB, dan UCSRC. UBRR merupakan register 16 bit yang berfungsi melakukan penentuan kecepatan transmisi data yang digunakan.UBRR dibagi menjadi dua seperti pada Gambar 2.13. Bit penyusun UBRR dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. URSEL merupakan bit pemilih antara akses UBRR dan UCSRC.

b. UBRR[11..0] merupakan bit penyimpan konstanta kecepatan komunikasi serial.

URSEL - - - UBRR[11..8] UBRRH UBRRL UBRR[7..0]

Gambar 2.13. Konfigurasi UBRR

UBRRH menyimpan 4 bit data seting boud rate dan UBRRL menyimpan data bit sisa. Data yang dimasukkan ke UBRRH dan UBRRL dihitung sesuai Tabel 2.1. U2X merupakan merupakan bit pada register UCSRA.

Tabel 2.1. Rumus Perhitungan UBRR

Mode Operasi Rumus nilai UBRR

Asinkron mode kecepatan normal (U2X=0)

/011 16 5 '( # 6" 7 1234

Asinkron mode kecepatan ganda (U2X=1)

/011 8 5 '( # 6" 7 1234

Sinkron

/011 2 5 '( # 6" 7 1234

UCSRB merupkan register 8 bit yang mengatur aktivasi penerimaan dan pengiriman USART. Komposisi UCSRB seperti Gambar 2.14. Bit penyusun UCSRB dapat dijelaskan sebagai berikut :

(28)

b. TXCIE mengatur aktivasi interupsi pengiriman data serial.

c. UDRIE mengatur aktivasi interupsi yang berhubungan dengan kondisi bit UDRE pada UCSRA.

d. RXEN merupakan bit pengatur aktivasi penerima serial ATMega8535. e. TXEN merupakan bit pengatur aktivasi pengirim serial ATMega8535. f. UCSZ2 menentukan ukuran karakter serial yang dikirimkan.

RXCIE TXCIE UDRIE RXEN TXEN UCSZ2 RXB8 TXB8 Gambar 2.14. Konfigurasi UCSRB

UCSRC merupakan register 8 bit yang digunakan untuk mengatur mode dan kecepatan komuniksi serial. Komposisi UCSRC seperti pada Gambar 2.15. Bit penyusun UCSRC dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. URSEL merupakan bit pemilih akses antara UCSRC dan UBRR.

b. UMSEL merupakan bit pemilih komunikasi serial antara sinkron dan asinkron. c. UPM[1..0] merupakan bit pengatur paritas.

d. USBS merupakan bit pemilih ukuran bit stop.

e. UCSZ1 dan UCSZ0 merupakan bit pengatur jumlah karakter serial.

f. UCPOL merupakan bit pengatur hubungan antara perubahan data keluaran data masukkan serial dengan clock sinkronisasi

URSEL UMSEL UPMI UPM0 USBS UCSZ1 UCSZ2 UCPOL Gambar 2.15. Konfigurasi UCSRC

Proses pengiriman data serial dilakukan per byte data dengan menunggu register UDR kosong terlebih dahulu. Proses tersebut menggunakan bit yang ada pada register UCSRA, yaitu bit UDRE. Bit UDRE merupakan indikator register UDR. Jika UDRE bernilai 1, maka register UDR kosong dan siap diisi.

(29)

2.7

Liquid Cristal Display

(LCD)

LCD (Liquid Crystal Display) merupakan suatu tampilan yang terdiri dari bahan cairan kristal yang dioperasikan dengan menggunakan sistem dot matrix. LCD yang banyak dipasaran umumnya menggunakan driver controller HD44780. LCD ini dapat menampilkan angka-angka, abjad, dan simbol. Kontroler HD44780 memerlukan 3 jalur kontrol dan 4 atau 8 jalur untuk data. LCD 2x16 karakter ditunjukkan oleh Gambar 2.16, sedangkan konfigurasi pin LCD 2x16 ditunjakakn pada Tabel 2.2.

Gambar 2.16. LCD 2X16 Karakter [13]

Tabel 2.2 Fungsi Pin LCD 2X16 Karakter[13]

No Pin Simbol Fungsi

1 Vss Ground

2 Vcc Vcc +5V

3 VEE Pengatur Kontras

4 RS Register Select

5 R/W Read/Write

6 E Enable

7 DB0 Data Bit 0

8 DB1 Data Bit 1

9 DB2 Data Bit 2

10 DB3 Data Bit 3

11 DB4 Data Bit 4

12 DB5 Data Bit 5

13 DB6 Data Bit 6

14 DB7 Data Bit 7

15 BPL Back Plane Light

16 GND Ground

(30)

logika low “0” dan set pada dua jalur kontrol yang lain RS dan RW. Ketika dua jalur yang lain telah siap, set EN dengan logika “1” dan tunggu untuk sejumlah waktu tertentu (sesuai dengan datasheet dari LCD tersebut) dan berikutnya set EN ke logika low “0” lagi.

Jalur RS adalah jalur Register Select. Ketika RS berlogika low “0”, data akan dianggap sebagai sebuah perintah atau instruksi khusus (seperti clear screen, posisikursor, dll). Ketika RS berlogika high “1”, data yang dikirim adalah data text yang akan ditampilkan pada display LCD. Sebagai contoh, untuk menampilkan huruf “1” pada layer LCD maka RS harus diset logika high “1”, jalur R/W adalah jalur control Read/Write. Ketika RW berlogika low (0), maka informasi pada bus data akan dituliskan pada layar LCD. Ketika RW berlogika high ”1”, maka program akan melakukan pembacaan memori dari LCD. Sedangkan pada aplikasi umum pin R/W selalu diberi logika low “0”. Pada akhirnya, bus data terdiri dari 4 atau 8 jalur (bergantung pada mode operasi yang dipilih oleh user). Pada kasus bus data 8 bit, jalur diacukan sebagai DB0 s/d DB7.

2.8

Komunikasi Serial RS232

RS-232 (Recomended Standart 232) adalah sebuah Standard yang ditetapkan oleh Electronic Industry Association dan Telecomunication Industry Association pada tahun 1962 [14]. Karakteristik sinyal yang diatur pada RS232 meliputi level tegangan sinyal, kecuraman perubahan tegangan (slew rate) dari level tegangan ‘0’ menjadi ‘1’ dan sebaliknya. Beberapa parameter yang ditetapkan EIA (Electronics Industry Association) antara lain :

a. Level tegangan antara +3 sampai +15 Volt pada input line receiver sebagai level tegangan ‘0’, dan tegangan antara –3 sampai –15 Volt sebagai level tegangan ‘1’. b. Level tegangan output line driver antara +5 sampai +15 Volt untuk menyatakan

level tegangan ‘0’, dan antara –5 sampai –15 Volt menyatakan level tegangan ‘1’. c. Beda level tegangan sebesar 2 Volt disebut sebagai sebagai noise margin dari

komunikasi RS232.

(31)

Tabel 2.3. Konfigurasi Pin dan Nama Bagian Konektor Serial DB9 [14]

Gambar 2.17. Konfigurasi Konektor DB9 [14]

Pada umumnya komunikasi serial menggunkan komponen IC MAX232. IC MAX232 berfungsi sebagai buffer pada mode transmisi asynchronous antara komputer dengan IC keluarga TTL. Konfigurasi IC MAX232 ditunjukkan pada Gambar 2.18. IC MAX232 mempunyai dua receiver yang berfungsi sebagai pengubah level tegangan dari level RS232 ke level TTL dan dua drivers yang berfungsi mengubah level tegangan dari level TTL ke level RS232. Perbedaan Level tegangan RS232 dengan level tegangan TTL ditunjukkan pada Gambar 2.19.

No

pin

Nama

pin Deskripsi Fungsi

1 DCD Data Carrier

Detect

Saluran sinyal ini akan diaktifkan ketika DTE mendeteksi suatu carrier dari DCE.

2 RXD Received Data Sebagai penerimaan data serial.

3 TXD Transmit Data Sebagai pengiriman data serial.

4 DTR Data Terminal

Ready

Dengan saluran ini, DTE memberitahukan kesiapan terminal.

5 GND Ground Saluran ground.

6 DSR Data Set Ready Dengan saluran ini, DTE memberitahukan bahwa siap melakukan komunikasi.

7 RST Request To Send Dengan saluran ini , DCE diminta mengirim data oleh DTE.

8 CTS Clear To Send Dengan saluran ini, DCE memberitahukan bahwa DTE

boleh mulai mengirim data.

9 RI Ring Indicator Dengan saluran ini, DCE memberitahukan ke DCE

(32)

Gambar 2.18. Konfigurasi IC MAX232 [15]

Gambar 2.19. Perbedaan Level Tegangan TTL dan RS232 [16].

(33)

2.8

Konversi Volt ke dBm, dBuV, dan dBuV/m

Mikrokontroler digunakan untuk melakukan konversi tegangan analog yang berasal dari sinyal IF (intermediate frequency) keluaran FM tuner ke data digital. Data digital keluaran mikrokontroler diolah dan dikonversi oleh komputer kedalam dBm, dBµV, dan dBµV/m dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(08 10 9 :/ 1 < => 2.7

Konversi tegangan (Volt) ke daya dalam (dBm) diberikan pada persamaan (2.7) [17]. R adalah beban impedansi, secara umum dalam system RF adalah 50 ohm, P0 adalah

daya referensi sebesar 1mW atau 1x10-3 watt, sedangkan V adalah tegangan maksimum.

(0@ (08 A 107 2.8

Konversi dBm ke dalam dBµV diberikan pada persamaan (2.8) [18]. Persamaan (2.8) di atas hanya berlaku pada sistem 50 , dimana dBµV dapat diperoleh dari hasil konversi tegangan ke dBm yang ditambahkan dengan 107.

B 66 10 CDEFGH /IH 2.9 J '8"# K 10 CD)/IH 2.10

! 8⁄ L30 < B 66 < 9 '8"# M8"6"# 2.11 (0@ 8 20 9 ! 8 A 120⁄ ⁄ 2.12

dBµV/m merupakan besar kuat medan elektromagnetik yang diterima tanpa memperhitungkan besarnya Lbf (loss basic free space ) di udara. dBµV/m diperoleh dengan menggunakan formula pada persamaan (2.9) [19], persamaan (2.10) [19], persamaan (2.11) [19] dan persamaan (2.12) [19].

$N 9,73

λ√G 2.13

AF adalah antenna factor. AF diperoleh menggunakan persamaan (2.13) [20] , dimana λ adalah panjang gelombang dalam perancangan antena dalam meter sedangkan G adalah penguatan antena. AF digunakan untuk mengetahui besarnya dBi antena penerima.

(0 20 log T U A $N A 29,79 2.14

(34)

VW1= X'6 '6 ' 6 T"( (0' /8 7 N""("# (0

AJ $ 6" (0 2.15

EIRP (Effective Isotropic Radiated Power). EIRP adalah energi efektif yang didapat pada main lobe dari antena pengirim. Menghitung EIRP adalah dengan mengurangkan besarnya kuat medan dengan penguatan antena (dalam satuan dBi) yang ditambah loss feeder (dalam satuan dB) sesuai persamaan (2.15) [21].

5 32,45 A 20 log T U A 20 9 ( 8 2.16

Lbf adalah loss basic free space atau redaman di udara dalam dB. Pada saat sinyal radio berpropagasi di udara akan mengalami redaman dari udara. Besarnya redaman yang terjadi dapat dihitung secara empiris. Formula yang digunakan adalah pada persamaan (2.16) [21], dimana d adalah adalah jarak stasiun pemnacar dari lokasi test point dalam km dan F adalah frekuensi kerja dalam MHz.

& VW1= 7 5 7 J1YZ.[2* 2.17

C adalah field strength atau kuat medan elektromagnetik yang diterima pada lokasi test point dalam dBµV/m. C diperoleh dengan menggunakan persamaan (2.17) [21],

dimana GRSt.Mon adalah Gain antenna receiver station mobile dalam dB.

2.10 Basis Data dan Program Visual

Sistem manajemen basis data (DBMS) adalah kumpulan data yang saling berhubungan dan kumpulan program untuk mengakses data. Tujuan utama sistem manajemen basis data adalah menyediakan cara menyimpan dan mengambil informasi basis data secara mudah dan efisien.

Visual merupakan bahasa pemrograman yang sangat mudah dipelajari, dengan

teknik pemrograman visual yang memungkinkan penggunanya untuk berkreasi lebih baik dalam menghasilkan suatu program aplikasi. Ini terlihat dari dasar pembuatan visual adalah form, dimana pengguna dapat mengatur tampilan form kemudian dijalankan dalam script

(35)

Pembuatan program aplikasi menggunakan Visual dilakukan dengan membuat tampilan aplikasi pada form, kemudian diberi script program di dalam komponen-komponen yang diperlukan. Form disusun oleh komponen-komponen yang berada di [Toolbox], dan setiap komponen yang dipakai harus diatur propertinya lewat jendela [Property].

Menu pada dasarnya adalah operasional standar di dalam sistem operasi Windows, seperti membuat form baru, membuat project baru, membuka project dan menyimpan project, di samping itu terdapat fasilitas-fasilitas pemakaian visual pada menu [22].

Toolbox berisi komponen-komponen yang bisa digunakan oleh suatu project aktif,

artinya isi komponen dalam toolbox sangat tergantung pada jenis project yang dibangun. Adapun komponen standar dalam toolbox dapat dilihat pada gambar 2.21.

Gambar 2.20 Interface program Visual [22]

(36)

21

RANCANGAN PENELITIAN

Bab ini memaparkan konfigurasi dan prinsip kerja sistem dan perancangan bagian-bagian sistem pengukur kuat medan elektromagnetik, meliputi perancangan perangkat lunak dan perancangan perangkat keras.

3.1

Prinsip Kerja Sistem

Konfigurasi sistem pengukur kuat medan elektromagnetik ditunjukkan pada Gambar 3.1. Bagian-bagian pengukur kuat medan elektromagnetik meliputi antena, balun, FM tuner, FM display, penguat operasional, penyearah, ADC Atmega 8535, RS232, dan antarmuka program visual pada komputer.

Gambar 3.1. Sistem Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik

(37)

ADC ATMega8535 pada sistem ini digunakan untuk konversi tegangan analog dari sinyal IF yang telah diubah ke sinyal DC ke data digital. Data dari ATMega8535 kemudian dikirim ke komputer melalui RS232. Pemrograman visual pada komputer mengkonversi data dari ATMega8535 ke dalam dBm, dBµV dan dBµV/m yang kemudian disajikan dalam sistem pengawasan dan pemetaan frekuensi radio FM berbasis SIG.

3.2

Perancangan Perangkat Keras

Perancangan perangkat keras mencakup perancangan antena Yagi 2 elemen, balun koaksial, penyangga tegangan, penyearah tegangan, sistem minimum ATMega8535, dan RS232.

3.2.1 Antena Yagi 2 Elemen.

Perancangan antena Yagi 2 elemen ditunjukkan pada Gambar 3.2. Driven element dan director pada Antena Yagi 2 elemen dapat dirancang menggunakan pipa alumunium berdiameter 1 cm. Antena ini dihubungkan dengan FM tuner dan digunakan untuk menangkap sinyal radio FM pada frekuensi 87.5 MHz sampai 108 MHz. Perancangan antena Yagi 2 elemen menggunakan frekuensi tengah yaitu 100 MHz sebagai acuan desain antena.

Gambar 3.2. Perancangan Antena Yagi 2 Elemen

Mengacu pada persamaan (2.1), (2.2), dan (2.3) maka konfigurasi panjang setiap elemen antena dan jarak antar elemen antena sebagai berikut :

Driven element = 145/100 = 1,45 m

Director = 137/100 = 1,37 m

(38)

3.2.2

Balun

Koaksial

Perancangan balun menggunakan kabel koaksial Belden RG58 A/U. Konfigurasi balun koaksial ditunjukkan pada Gambar 3.3. Frekuensi acuan yang digunakan untuk

perancangan balun adalah 100 MHz. Perhitungan panjang balun mengacu pada persamaan (2.4), dimana panjang kabel yang digunakan adalah

143

100 0.95 1,35 8

Gambar 3.3. Perancangan Balun Koaksial

Inti kabel koaksial 1 pada konfigurasi pengkabelan balun koaksial Gambar 3.3, dihubungkan ke salah satu sayap antena, sedangkan sayap yang lain dihubungkan ke salah satu ujung dari inti kabel Koaksial 2. Kabel serabut pembungkus kabel inti koaksial 1 dan koaksial 2 saling dihubungkan. Kabel Koaksial 2 dapat digulung berbentuk gulungan dengan diameter sekitar 10 -20 cm.

3.2.3 Penyangga dan Penyearah Tegangan

(39)

Penguat operasional yang digunakan dalam perancangan ini adalah LF357. LF357 memiliki bandwith 20 MHz dan dapat bekerja dengan level tegangan \12V. Perancangan penyearah tegangan menggunakan diode bridge 1 A. Konfigurasi penyangga tegangan dan penyearah tegangan ditunjukkan Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Penyangga dan Penyearah Tegangan

3.2.4 Sistem Minimum Mikrokontroler ATMega8535

Perancangan sistem minimum pengendali mikrokontroler terdiri dari IC pengendali mikrokontroler ATMega8535, untai osilator pengendali mikrokontroler ATMega8535, untai reset pengendali mikrokontroler ATMega8535. Untai osilator terdiri dari sebuah kristal dan dua buah kapasitor. Untai ini dihubungakan dengan XTAL1 dan XTAL2, nilai kapasitor yang dipakai sebesar 22 pF dan kristal yang digunakan mempunyai nilai 12 MHz. Untai reset yang direalisasikan memiliki kemampuan power-on reset, yang juga disertai dengan tombol reset, untai ini terdiri dari sebuah kapasitor, sebuah resistor dan sebuah push botton. Nilai kapasitor yang dipakai 10 nF nilai resistor yang dipakai 1 K .

Perancangan sistem minimum untuk ADC ATMega8535 ditunjukkan pada Gambar 3.5. Penggunaan port pada minimum sistem ATMega8535 adalah sebagai berikut:

a. Port A[0] digunakan sebagai masukan ADC.

b. Port B[0…7] digunakan sebagai saluran display LCD 2x16 karakter.

c. Port D[0] digunakan sebagai masukkan dari komunikasi serial RS-232 antara komputer dengan mikrokontroler.

(40)

Gambar 3.5.Perancangan Sistem Minimum ATMega8535.

3.2.5 Komunikasi Serial RS232

Komunikasi data antara mikrokontroler dengan komputer memerlukan rangkaian komunikasi serial, agar level tegangan dari mikrokontroler dapat disesuaikan dengan level tegangan RS232 pada komputer. Komunikasi dilakukan secara asinkron dengan jumlah data 8 bit, noparity, dan menggunakan baud rate sebesar 9600 bps, untuk pengiriman data digunakan fasilitas yang ada pada pengendali mikrokontroler yaitu fasilitas pada port D[0] (RXD), port D[1] (TXD) dan GND.

Perancangan rangkaian komunikasi serial menggunakan MAX232 seperti pada Gambar 3.6. Nilai komponen kapasitor C1, C2, C3,dan C4 adalah 1µF sesuai dengan

datasheet MAX232. Penggunaan port pada rangkaian komunikasi serial adalah sebagai berikut:

a. Port 11 (T1IN) digunakan sebagai masukan data dari mikrokontroler ke MAX-232. b. Port 12 (R1OUT) digunakan sebagai jalur keluaran data dari MAX-232 ke

mikrokontroler.

(41)

Gambar 3.6. Perancangan RS232

3.3

Perancangan Perangkat Lunak

Perancangan perangkat lunak meliputi perancangan program ADC ATMega8535 dan perancangan program visual pada komputer. Program pada ATMega8535 digunakan untuk mengubah tegangan analog hasil pengukuran sinyal IF kedata digital, sedangkan program pada komputer untuk konversi tegangan ke dBm, dBµV, dan dBµV/m..

3.3.1 Diagram Alir Program Mikrokontroler ATMega8535

Mikrokontroler ATMega8535 digunakan untuk mengubah data analog ke data digital. Sinyal IF melewati penyangga tegangan dan penyearah tegangan sebelum menjadi masukan ADC mikrokontroler ATMega8535. Data digital keluaran ATMega8535 merupakan data pengukuran kuat medan elektromagnetik dalam satuan volt. Diagram alir program ADC ATMega8535 ditunjukkan pada Gambar 3.7.

(42)

Gambar 3.7. Diagram Alir Program Mikrokontroler ATMega8535

3.3.2 Diagram Alir Program

Visual

pada Komputer

(43)

Gambar 3.8. Tampilan Program Visual

Tabel 3.1. Nama Komponen Program Visual

No Komponen Keterangan

1 Label 1 Label Judul Program

2 Label 2 Label Masukan

3 Textbox 1 Masukan Data Mikro

4 Textbox 2 Masukan Jarak

5 Textbox 3 Masukan Frekuensi

6 Label 3 Label Data Mikro

7 Label 4 Label Jarak

8 Label 5 Label Frekuensi

9 Label 6 Label Keluaran

10 Textbox 4 Keluaran Volt

11 Textbox 5 Keluaran dBm

12 Textbox 6 Keluaran dBµV/m

13 Textbox 7 Keluaran dBu/m

14 Label 7 Label Volt

15 Label 8 Label dBm

16 Label 9 Label dBµV/m

17 Label 10 Label dBµV/m

18 Command Button 1 Tombol Ukur

19 Command Button 2 Tombol Reset

20 Command Button 3 Tombol Simpan

21 Command Button 4 Tombol Query

22 Command Button 5 Tombol Bantuan

23 Command Button 6 Tombol Keluar

24 Label 11 Label Nama Database

(44)
(45)

Prinsip kerja diagram alir program Gambar 3.9 adalah dimulai dengan melakukan proses inisialisasi varibel yang digunakan. Selanjutnya pengecekan kondisi masukan pada textbox 1 yang berasal dari mikrokontroler. Jika kondisi masukan sudah terpenuhi, maka

dilanjutkan pengecekan kondisi berikutnya. Jika kondisi ini tidak terpenuhi maka program melakukan pengecekan kondisi secara berulang sampai kondisi masukan pada textbox 1 terpenuhi.

Langkah berikutnya dilakukan pengecekan kondisi masukan pada textbox 2 yang berasal dari masukan user berupa jarak antara antena RX dan TX serta pengecekan kondisi masukan pada textbox 3 yang berasal dari masukan user berupa frekuensi radio yang akan diukur. Jika semua kondisi masukan sudah terpenuhi maka dilakukan pengecekan kondisi tombol jalan pada command button 1. Jika kondisi ini terpenuhi maka konversi volt ke dBm, dBµV , dan dBµV/m akan dijalankan. Pengecekan kondisi tombol jalan dilakukan secara berulang apabila kondisi ini tidak terpenuhi. Hasil konversi ditampilkan pada textbox 10 untuk tegangan, textbox 11 untuk dBm, textbox 12 untuk dBµV dan textbox 13

untuk dBµV/m . Langkah program berikutnya adalah pengecekan kondisi simpan pada command button 3. Jika kondisi simpan terpenuhi maka data hasil pengukuran akan

disimpan ke database. .

3.4

Kit FM

Tuner

dan FM

Display

FM tuner adalah penala gelombang radio FM untuk frekuensi 87.5 MHz sampai dengan 108 MHz. FM tuner pada pengukur kuat medan elektromagnetik dikonfigurasikan sebagai pemilih frekuensi. Kelueran osilator pada FM tuner digunakan sebagai masukan FM display untuk menampilkan frekuensi penalaan. Keluaran sinyal Intermediate Frekuensi (IF) pada FM tuner digunakan sebagai masukan rangkaian penyangga. Level sinyal IF selanjutnya disearahkan dan dikonversi ke dalam bentuk data digital. Level sinyal IF keluaran FM tuner seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Level Sinyal IF No Frek. (MHz) Level IF (Vpp)

1 87.6 0,7

2 88 2

(46)

Tabel 3.2.(Lanjutan) Level Sinyal IF

4 90 0,5

5 91 2,4

6 92 1,4

7 93 1

8 94 1,2

9 95 4,2

10 96 1,5

11 97 1,4

12 98 0,8

13 99 0,6

2 100 0,5

15 101 0,4

16 102 0,5

17 103 0,8

18 104 0,4

19 105 0,6

20 106 1,6

21 107 0,9

22 108 0,5

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas level tegangan tertinggi sinyal IF adalah 4,2 Vpp atau 2,1 Vp, sedangkan level terendahnya adalah 0,4 Vpp atau 0,2 Vp. Level tegangan sinyal IF yang telah disearahkan sudah dapat dibaca oleh ADC mikrokontroler ATMega8535. Konfigurasi Kit FM tuner dan FM display ditunjukkan pada Gambar 3.10 dan Gambar 3.11. Kit FM display dan kit FM tuner dapat bekerja pada tegangan 9 V sampai 12 V.

(47)

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi bentuk fisik alat pengukur kuat medan elektromagnetik, pembahasan bagian alat yang dirancang, pembahasan program mikrokontroler ATMega8535, pembahasan program visual, pembahasan database, dan pembahasan data hasil pengukuran di lapangan.

4.1

Bentuk Fisik Pengukur Kuat Medan Elektromagnetik

Perangkat keras pengukur kuat medan elektromagnetik tersusun atas antena, sistem minimum ATMega8535, FM display, FM tuner, LCD, rangkaian MAX232, rangkaian penyangga dan penyearah tegangan. Bentuk fisik perangkat keras secara keseluruhan dapat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

Gambar 4.1. Antena Yagi 2 Elemen

(48)

Keterangan Gambar 4.2 1. Rangkaian MAX232 2. Transformator

3. Penyangga dan penyearah tegangan 4. Rangkaian catu daya

5. Sistem minimum ATMega8535 6. LCD dan FM display

7. FM tuner

Gambar 4.3. Rangkaian MAX232 Gambar 4.4. Penyangga dan Penyearah Tegangan

Gambar 4.5. Sistem Minimum ATMega8535 Gambar 4.6. FM Display dan FM Tuner

(49)

4.2 Pengujian Antena Yagi 2 Eleman

Pengujian antena Yagi 2 elemen dilakukan dengan menggunakan spectrum analyzer Meguro-4912. Antena Yagi 2 elemen pada pengujian ini diposisikan sebagai penerima sinyal jamming. Sinyal Jamming dipancarkan menggunakan antena monopole, dimana panjang antena adalah 1/4 panjang gelombang dari frekuensi yang digunakan. Spectrum analizer pada pengujian antena ini digunakan sebagai pengukur daya yang

diterima. Hasil pengujian antena berupa spektrum frekuensi pada Gambar 4.7, Gambar 4.8, dan Gambar 4.9, sedangkan Tabel 4.1 menunjukan daya sinyal jamming yang diterima mulai dari frekuensi 80 MHz sampai dengan 120 MHz.

Tabel 4.1. Daya Sinyal Jamming Terukur

No F. Jamming (MHz)

Antena Monopole

(1/4) λ (cm)

Spectrum Analyzer

Sinyal (div) dBµ/div dBµ

1 80 60 4,2 90 378

2 81 60,75 4,0 90 360

3 82 61,5 4,6 90 414

4 83 62,25 4,5 90 405

5 84 63 4,1 90 369

6 85 63,75 4,2 90 378

7 86 64,5 3,9 90 351

8 87 65,25 4,0 90 360

9 88 66 4,1 90 369

10 89 66,75 4,2 90 378

11 90 67,5 4,5 90 405

12 91 68,25 4,7 90 423

13 92 69 5,0 90 450

14 93 69,75 5,4 90 486

15 94 70,5 5,7 90 513

16 95 71,25 5,8 90 522

17 96 72 6,0 90 540

18 97 72,75 6,2 90 558

19 98 73,5 6,5 90 585

20 99 74,25 6,7 90 603

21 100 75 6,4 90 576

22 101 75,75 6,2 90 558

23 102 76,5 5,3 90 477

24 103 77,25 5,1 90 459

25 104 78 5,0 90 450

26 105 78,75 4,8 90 432

27 106 79,5 4,7 90 423

28 107 80,25 4,5 90 405

(50)

Tabel 4.1. (Lanjutan) Daya Sinyal Jamming Terukur

No F. Jamming (MHz)

Antena monopole

(1/4) λ (cm)

Spectrum Analyzer

Sinyal (div) dBµ/div dBµ

30 109 81,75 4,3 90 387

31 110 82,5 4,2 90 378

32 111 83,25 4,2 90 378

33 112 84 4,0 90 360

34 113 84,75 3,8 90 342

35 114 85,5 4,2 90 378

36 115 86,25 4,3 90 387

37 116 87 4,4 90 396

38 117 87,75 4,2 90 378

39 118 88,5 4,0 90 360

40 119 89,25 3,8 90 342

41 120 90 3,7 90 333

Gambar 4.7. Jamming 3,9 div f=86 MHz Gambar 4.8. Jamming 6,7 div f=99 MHz

Gambar 4.9. Jamming 3,8 div f=113 MHz Sinyal jamming

minimum3,9

div f=86MHz

Sinyal jamming

maksimum 6,7

div f=99MHz

Sinyal jamming

minimum3,8 div

(51)

Gambar 4.10. Grafik Pengujian antena

Spektrum frekuensi pada Gambar 4.7 dan pada Gambar 4.9 menujukkan level sinyal jamming minimum dan Gambar 4.8 menunjukkan level sinyal jamming maksimum yang diterima oleh spectrum analyzer . Berdasarkan spektrum frekuensi tersebut dan daya sinyal jamming terukur Tabel 4.1 diperoleh grafik pengujian antena pada Gambar 4.10. Pengaturan panjang antena monopole untuk setiap frekuensi pada Tabel 4.1 bertujuan agar daya sinyal jamming yang dipancarkan sama untuk setiap frekuensi. Hal ni dimaksudkan agar kharakteristik sebenarnya dari antena Yagi 2 Elemen yang dirancang dapat diketahui.

Perancangan antena yagi 2 elemen menggunakan frekuensi 100 MHz sebagai acuan desain. Berdasarkan hal tersebut secara teori level sinyal jamming tertinggi yang diterima pada frekuensi 100 MHz, sedangkan prakteknya level sinyal jamming tertinggi pada frekuensi 99 MHz. Perbedaan yang terjadi baik secara teori maupun pengujian disebabkan oleh panjang driven element antena. Panjang gelombang (λ) dari frekuensi 100 MHz adalah 3 meter, dimana (1/2) λ adalah 1,5 meter. Pada perancangan antena Yagi 2 elemen, panjang driven elemen antena adalah 1,45 meter lebih pendek 5 cm. Panjang driven elemen antena yang kurang dari (1/2) λ menyebabkan level daya yang diterima antena pada frekuensi 100MHz kurang maksimal.

Berdasarkan grafik pengujian antena Gambar 4.10, rentang frekuensi kerja antena Yagi 2 elemen yang dirancang pada frekuensi 86 MHz sampai dengan 113 MHz. Berdasarkan grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa antena Yagi 2 Elemen yang dirancang dapat menerima gelombang Radio FM, karena alokasi frekuensi radio FM berada di dalam rentang frekuensi kerja antena Yagi 2 elemen.

310 620

70 80 90 100 120 130 140

MHz dBµ

110

MHz

350 400 450 500 550 600

(52)

4.3

Pengujian Rangkaian Penyangga dan Penyearah Tegangan

Rangkaian penyangga digunakan agar keluaran sinyal IF (Intermediate frequency) pada FM tuner tidak terbebani ketika dipasang penyearah tegangan. Rangkaian penyangga secara teori mempunyai penguatan sama dengan satu, dimana sinyal masukan sama dengan sinyal keluaran. Pengujian rangkaian penyangga menggunakan sinyal IF (Intermediate frequency) yang berasal dari FM tuner sebagai masukan, sedangkan pengukuran keluaran

rangkaian penyangga menggunakan osiloskop. Hasil pengujian rangkaian penyangga ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Pengujian Rangkaian Penyangga

No Frek. Tala FM Tuner (MHz)

Masukan (Vpp)

Keluaran (Vpp) Error

(%) Pengujian Teori

1 87.6 0,7 5 0,7 86.0

2 88 2 5,8 2 65.5

3 89 1,2 5,2 1,2 76.9

4 90 0,5 5,1 0,5 90.2

5 91 2,4 5,2 2,4 53.8

6 92 1,4 5,4 1,4 74.1

7 93 1 4,5 1 77.8

8 94 1,2 5,4 1,2 77.8

9 95 4,4 5,6 4,4 21.4

10 96 1,5 5 1,5 70.0

11 97 1,4 4,2 1,4 66.7

12 98 0,8 3,8 0,8 78.9

13 99 0,6 3,9 0,6 84.6

14 100 0,5 3,8 0,5 86.8

15 101 0,4 3,9 0,4 89.7

16 102 0,5 4 0,5 87.5

17 103 0,8 4,1 0,8 80.5

18 104 0,4 4 0,4 90.0

19 105 0,6 4,2 0,6 85.7

20 106 1,6 4,4 1,6 63.6

21 107 0,9 4,2 0,9 78.6

22 108 0,5 4,6 0,5 89.1

(53)

Gambar 4.11. Sinyal Masukan Gambar 4.12. Sinyal Keluaran

Dari hasil pengujian pada Tabel 4.2 dan berdasarkan keluaran sinyal pada Gambar 4.12 diketahui bahwa nilai error yang diperoleh sangat besar, dimana level tegangan dan bentuk sinyal keluaran rangkaian penyangga tidak sama dengan sinyal IF (Intermediate frequency) yang dikonfigurasikan sebagai masukan. Kegagalan utama perancangan

rangkaian penyangga terletak pada penggunaan komponen penguat operasional LF357. Pada datasheet penguat operasional LF357 tidak dirancang untuk diaplikasikan sebagai penguat sinyal RF (Radio Frequency) atau untuk penguat sinyal IF (Intermediate frequency). LF357 dirancang untuk diaplikasikan sebagai integrators, logarithmic

amplifier, sample and hold circuits, fast D/A and A/D converter.

Rangkaian penyearah digunakan untuk menyearahkan sinyal IF (Intermediate frequency) agar dapat terbaca olehADC ATMega8535. Pengujian rangkaian penyearah

setengah gelombang menggunakan sinyal keluaran dari rangkaian penyangga yang dikonfigurasikan sebagai masukan. Hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3. Pengujian Penyearah Tegangan

No Masukan (Vpp)

Keluaran (V) Error

(%) Pengujian Teori

1 5 2,57 1,8 30.0

2 5,8 2,26 2,2 14.1

3 5,2 2,31 1,9 27.2

4 5,1 2,25 1,85 30.2

5 5,2 2,50 1,9 24.0

6 5,4 2,48 2,0 19.4

7 4,5 2,63 1,55 41.1

8 5,4 2,64 2,0 24.2

9 5,6 2.80 2,1 25.0

10 5 2,65 1,8 31.8

(54)

Tabel 4.3. (Lanjutan) Pengujian Penyearah Tegangan

No Masukan (Vpp)

Keluaran (V) Error

(%) Pengujian Pengujian

12 3,8 2,25 1,2 46.7

13 3,9 2,28 1,25 45.2

14 3,8 2,18 1,2 45.0

15 3,9 2,23 1,25 43.9

16 4 2,10 1,3 38.1

17 4,1 2,65 1,35 49.1

18 4 2,06 1,3 36.9

19 4,2 2,25 1,4 37.8

20 4,4 2,13 1,5 29.6

21 4,2 2,11 1,4 33.6

22 4,6 2,20 1,6 27.3

Rangkaian penyearah setengah gelombang mempunyai tegangan breakdown 0,7 V pada diode silikon. Secara teori tegangan breakdown ini akan mengurangi tegangan masukannya. Berdasarkan hasil pengujian Tabel 4.3 diketahui bahwa nilai error cukup besar, dimana tegangan breakdown dioda tidak mengurangi tegangan keluarannya. Error yang terjadi disebabkan karena penggunaan dioda silikon pada frekuensi tinggi kurang sesuai dan interfrensi derau terhadap sinyal IF (Intermediate frequency) mempengaruhi hasil pengukuran. Penggunaan dioda pada frekuensi tinggi sebaiknya menggunkan dioda germanium yang diaplikasikan khusus untuk bekerja pada frekuensi tinggi.

4.4

Pengujian Rangkaian MAX232

Rangkaian MAX232 digunakan untuk komunikasi serial yang menghubungkan mikrokontroler dengan program visual pada komputer. Pengujian rangkaian MAX232 menggunakan terminal CodeVisionAVR seperti ditunjkkan pada Gambar 4.13.

(55)

Terminal CodeVisionAVR dapat di setting sebagai pengirim atau penerima baik dalam format ASCII maupun dalam format Heksadesimal. Terminal CodeVisionAVR pada Gambar 4.13 difungsikan sebagai penerima. Data yang diterima berupa data Hexsadesimal yang berasal dari ADC mikrokontroler ATMega8535. Baud rate terminal CodeVisonAVR di setting 9600 dengan 8 bit data, disesuaikan baud rate pada UART mikrokontroler. Data yang diterima pada terminal CodeVisionAVR adalah 00 dan 47. Data 00 dan 47 muncul bersamaan setiap sekali pengiriman data dari mikrokontroler. Data 00 menunjukkan bahwa pada kondisi awal variabel yang digunakan untuk pengiriman data tidak terisi, sedangkan data 47 merupakan data Heksadesimal sebagai hasil konversi level tegangan sinyal IF dari format analog ke dalam format digital.

4.5

Pengujian ADC ATMega8535

Pengujian ADC menggunakan tegangan analog yang divariabelkan dengan potensiometer sebagai masukan port A[0] sistem minimum ATMega8535. Data hasil konversi kemudian ditampilkan pada penampil LCD. Hasil pengujian ADC ditunjukkan pada Tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.4. Pengujian ADC ATMega8535

No. Tegangan Analog (V)

Data Digital Error

(%) Pengujian Teori

1 0,5 26 25,5 1,9

2 1 53 51 1,9

3 1,5 77 76,5 0,6

4 2 103 102 1,0

5 2,5 129 127,5 1,2

6 3 155 153 1,3

7 3,5 179 178,5 0,3

8 4 206 204 1,0

9 4,5 232 229,5 1,1

10 4,75 244 242,25 0,7

(56)

4.6

Pembahasan Program Mikrokontroller ATMega8535

Mikrokontroler pada pengukur kuat medan elektromagnetik difungsikan sebagai konversi tegangan analog ke digital, pengendali tampilan LCD, dan pengirim data ke program visual pada komputer. Program yang tertanam pada mikrokontroler terdiri dari program untuk pengiriman data, program untuk konversi dan program untuk penampil ke LCD. Listing program yang mendukung proses kerja mikrokontroler antara lain sebagai berikut:

1: const long int osilator=12000000; 2: unsigned long int UBRR;

3: void InisialisasiUART( unsigned long int baud_rate) 4: {

5: UBRR = (osilator/(16*baud_rate))-1; 6: UCSRA=0x00;

7: UCSRB=0x18; 8: UCSRC=0x86; 9: UBRRH=UBRR>>8; 10: UBRRL=UBRR; 11: }

Listing program diatas adalah penyetingan UART untuk membangun komunikasi

antara mikrokontroler dengan program visual pada komputer. Listing program diatas terdapat deklarasi osilator sebesar 12 MHz dan deklarasi variabel UBBR. Variabel UBBR pada Listing program baris 5 digunakan sebagai penyimpan sementara hasil perhitungan program. Register UCSRB pada program diatas berisi data 0x18 yang berarti bit RXEN dan bit TXEN di setting “1”, sehingga mengaktifkan mode penerimaan dan pengiriman data. Register UCSRC pada baris 8 berisi data 0x86 yang berarti mengatur mode komunikasi serial dengan format 1-bit start, 8-bit data, 1-bit stop dan tidak ada paritas.

Program pada baris 9 diatas digunakan untuk mengisi register UBRRH dengan byte ke-2 UBRR. Jika UBRR digeser ke kanan 8 kali, maka posisi byte ke-2 akan berpindah menjadi byte ke-1. Program baris 10 digunakan untuk mengisi register UBRRL dengan byte ke-1 UBRR. Ukuran register UBRRL hanya 1 byte sementara ukuran register UBRR

(57)

12: unsigned char read_ADC(unsigned char ADC_input) 13: {

14: ADMUX=ADC_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff); 15: delay_us(10);

16: ADCSRA|=0x40;

17: while ((ADCSRA & 0x10)==0); 18: ADCSRA|=0x10;

19: return ADCH; 20: }

Listing program diatas merupakan penyetingan ADC. ADC pada pengukur kuat

medan digunakan untuk mengubal level tegangan analog sinyal IF kedalam format digital. Fungsi read_ADC digunakan untuk mengkonversi data analog. Program pada baris 16 digunakan untuk meng-OR-kan register ADCSRA dengan data 0x40. Hal ini berarti bit ADSC pada register ADCSRA di setting ”1” yang digunakan untuk memulai proses konversi ADC. Program baris 17 digunakan untuk menunggu proses konversi ADC selesai yang ditandai dengan bit ADIF pada register ADCSRA bernilai “1”. Program baris 18 digunakan untuk mereset bit ADIF agar bernilai “0”. Program baris 19 digunakan untuk mengambalikan nilai balik fungsi read_ADC degan data register ADCH. Register ini merupakan data digital 8-bit hasil konversi ADC.

21: while (1) 22: {

23: data1=read_adc(0);

24: tegangan=((data1*100)/51); 25: while(a==0)

26: {

27: putchar (data1); 28: a=1;

29: }

30: while(h==1) 31: {

32: PV=tegangan; 33: if(tegangan<100) 34: {i=0;h=0;} 35: else

36: {

37: while(PV>100) 38: {PV=PV-100;i++;} 39: h=0;

40: } 41: }

(58)

43: lcd_putsf("LEVEL SINYAL IF="); 44: delay_ms(180);

45: sprintf(ad0,"V=%d",i);

46: lcd_gotoxy(0,1);lcd_puts(ad0); 47: delay_ms(180);

48: lcd_gotoxy(3,1);lcd_putsf(","); 49: sprintf(ad1,"%d",PV);

50: lcd_gotoxy(4,1);lcd_puts(ad1); 51: delay_ms(180);

52: sprintf(baris,"ADC=%d",data1); 53: lcd_gotoxy(9,1);lcd_puts(baris); 54: delay_ms(180);

55: h=1;i=0; 56: };

Listing program pada baris 21 sampai baris 56 merupakan program utama yang

tertanam pada mikrokontroler. Program baris 21 sampai 41 merupakan perintah untuk melakukan pembacaan ADC, sedangkan baris 42 sampai baris 56berisi program penampil pada LCD. Listing Program data1= read_ADC(0) baris 23 berarti bahwa

Gambar

Gambar 2.2. Konfigurasi Balun koaksial [5]
Gambar 2.8. Bentuk Gelombang dengan Penapis Kapasitor[11]
Gambar 2.16. LCD 2X16 Karakter [13]
Gambar 2.17. Konfigurasi Konektor DB9 [14]
+7

Referensi

Dokumen terkait

i) untuk mengetahui bagaimanakah guru memilih contoh matematik untuk digunakan sewaktu pengajaran dan pembelajaran. ii) mengkaji bagaimana guru menggunakan contoh

Model 4 menggambarkan hubungan antara kekerasan dalam pacaran dengan kecemasan dengan melibatkan sumber informasi. Hasil analisis menunjukkan kekerasan dalam pacaran memiliki

Setelah dilaksanakan Pembukaan Dokumen SPSE pada Website LPSE Polda Sumsel dari 5 (Lima) calon penyedia yang mendaftar paket pengadaan Bahan Suku Cadang/Spare Part dan

Kolori orimet metri ri adal adalah ah sua suatu tu met metode ode anai anaisa sa kim kimia ia yan yang g did didasar asarkan kan pad padaa tercapainya kesamaan

bahwa dalam rangka mensinkronisasi pengaturan mengenai penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Menteri dan Pejabat Tertentu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24

Dalam film ini terdapat konstruksi sosial yang divisualisasikan antara kelompok mayoritas dengan minoritas yang juga dikaitkan dengan sebuah permainan kekuasaan

Dengan adanya Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 978/Pdt.G/2011/PA.Sda anak yang dilahirkan akibat pembatalan perkawinan tersebut tetap mempunyai hubungan hukum

Dalam penelitian ini rata-rata faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan ibu memberikan imunisasi campak dengan tepat wak- tu sesuai anjuran yaitu pada usia (9- 11 bulan)