PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEBAT AKTIF
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERBICARA SISWA KELAS V SD
Gusti Ayu Ketut Triana Febryaningsih1, Ni Nyoman Garminah2, I Kadek Suartama3 1,2Jurusan PGSD, 3Jurusan TP, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: triana.id28@gmail.com1, garninnyoman@gmail.com2,
deksua@gmail.com3
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara setelah penerapan model pembelajaran active debate (debat aktif) siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali, Kecamatan Buleleng, tahun pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, serta refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 33 orang. Objek penelitian ini adalah keterampilan berbicara. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode observasi. Data dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menujukkan bahwa terjadi peningkatan persentase keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali. Berdasarkan hasil observasi, pada siklus I rata-rata keterampilan berbicara siswa yang diperoleh sebesar 73,06% (kategori “sedang”). Selanjutnya, pada siklus II keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan. Rata-rata keterampilan berbicara siswa pada siklus II sebesar 83,21% (kategori “tinggi”). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran active debate (debat aktif) dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 di SD Negeri 1 Banjar Bali, Kecamatan Buleleng.
Kata kunci: debat aktif, keterampilan berbicara.
Abstract
The purpose of this study is to improve speaking skills by applying active learning model debate (active debate) in the fifth grade students of SD Negeri 1 Banjar Bali in the academic year 2015/2016. This research is a classroom action research conducted in two cycles. Each cycle consists of planning, action, observation / evaluation, and reflection. The subjects were fifth grade students at SD Negeri 1 Banjar Bali in the academic year 2015/2016 which amounted to 33 people. The object of this study is speaking skills. Collecting data in this study conducted by the method of observation. Data were analyzed by using descriptive statistic analysis. The results study showed that an increase in the percentage of students' speaking skills class V SD Negeri 1 Banjar Bali. Based on observations, the first cycle average of students' speaking skills gained by 73.06% (category "medium"). Subsequently, in the second cycle students' speaking skills have increased. The average speaking skills of students in the second cycle of 83.21% (category "high"). Based on these results we can conclude that the application of active learning model debate (active debate) can improve students' speaking skills class V in the academic year 2015/2016 in SD Negeri 1 Banjar Bali, Buleleng district.
PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang menjadi tolak ukur perkembangan suatu negara adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Semakin tinggi kualitas sumber daya yang dimiliki suatu negara maka semakin mudah negara tersebut
bertahan dan bersaing dalam era
globalisasi seperti saat ini. Kualitas SDM yang dimiliki Indonesia masih sangat jauh dari yang diharapkan sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkannya. Hal ini didukung oleh pendapat dari Susanto
(2013) yang menyatakan bahwa,
peningkatan kualitas SDM di Indonesia saat ini jauh lebih mendesak untuk segera
direalisasikan terutama dalam
menghadapi era persaingan global. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM sejak dini merupakan hal penting yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM dari suatu negara adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan.
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan kepada peserta didik agar mampu menjalani kehidupannya sendiri tanpa bantuan orang lain. UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajan
agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal (3) tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa,
“Pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan kemampauan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermatabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa”
(Sisdiknas, 2006:6).
Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut maka diperlukan peran guru sebagai tenaga profesional pada semua jenjang pendidikan termasuk sekolah dasar. Guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting di dalamnya,
memiliki tanggung jawab untuk
mengembangkan tugas dan mengatasi segala permasalahan yang muncul. Guru
merupakan komponen yang sangat
menentukan dalam implementasi proses pembelajaran didalam kelas sebagai unsur dari suatu keberhasilan pendidikan.
Guru professional dituntut untuk memiliki empat kompetensi mengajar
diantaranya: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional. Permendiknas No 16 Tahun 2007 pasal (1),(2), dan (3) tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru berbunyi bahwa, “Pada kompetensi pedagogik,
guru dituntut diterapkan berbagai
pendekatan, strategi, metode,dan teknik
pembelajaran yang mendidik secara
kreatif dalam 5 mata pelajaran SD/MI yaitu matematika, IPA, Bahasa Indonesia, PKn, dan IPS” (Permendiknas, 2007:9). Salah satu dari mata pelajaran tersebut yang diajarkan di sekolah dasar adalah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang diajarkan dalam setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Ruang lingkup mata pelajaran
Bahasa Indonesia mencangkup
komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi
aspek-aspek sebagai berikut: (1)
menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Empat keterampilan harus dikuasai oleh siswa, hal ini terlihat dari “bagaimana seorang anak akan bisa
menceritakan sesuatu setelah ia
membaca ataupun setelah ia
mendengarkan. Begitupun dengan
menulis tidak lepas dari kemampuan menyimak, membaca dan berbicara anak (Susanto, 2014). Apabila salah satu keterampilan tidak dikuasai oleh siswa dapat memengaruhi hasil belajar siswa.
Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti dengan di SD Negeri 1 Banjar Bali pada siswa kelas V saat pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung, suasana belajar siswa kurang kondusif. Beberapa siswa yang duduk di bagian belakang masih bermain dengan temannya dan membicarakan hal-hal diluar konteks pelajaran yang sedang dipelajari. Siswa
cenderung tidak memperhatikan
penjelasan guru. Komunikasi yang
dilakukan guru juga masih satu arah yaitu dari guru ke siswa, sehinggga siswa hanya mendengarkan penjelasan guru.
Selain observasi, juga dilakukan wawancara dengan guru pengasuh mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD Negeri 1 Banjar Bali. Dari hasil wawancara, keterampilan berbicara siswa masih perlu ditingkatkan. Dari keempat keterampilan yang harus dimiliki siswa agar mampu berbahasa yang baik hanya tiga keterampilan yang terus dilatih yaitu (1) keterampilan membaca, (2) menulis, dan (3) menyimak. Jarang sekali guru
melatih siswa untuk berani
mengemukakan pendapat didepan umum secara lisan, sehingga banyak ditemukan siswa yang pasif dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan waktu yang dimiliki guru sangat terbatas dalam pembelajaran. Selain itu siswa juga merasa takut untuk
menyampaikan pendapatnya, padahal
siswa telah memahami hal yang
disampaikan oleh guru.
Munculnya
permasalahan-permasalahan Bahasa Indonesia
khususnya keterampilan berbicara
tersebut, disebabkan oleh pelaksanaan pembelajaran masih kurang variatif,
proses pembelajaran memiliki
kecenderungan pada metode tertentu (konvensional) dan tidak memperhatikan
seberapa tingkat pemahaman siswa
terhadap informasi yang telah
disampaikan. Siswa kurang aktif dalam proses belajar, siswa lebih banyak mendengar dan menulis, menyebabkan hasil pembelajaran hanya bersifat hafalan, sehingga siswa tidak memahami konsep yang sebenarnya. Dalam pembelajaran guru jarang mengadakan kerja kelompok, padahal kerja kelompok sangat penting dilakukan untuk melatih kerjasama siswa dalam memecahkan suatu permasalahan. Selain itu pembelajaran masih memfokus pada guru (teacher centered) sebagai sumber utama pengetahuan.
Sejumlah permasalahan terdahulu akan berdampak pada hasil belajar siswa yang masih rendah. Hal ini terbukti dari nilai Ujian Tengah Semester (UTS) siswa pada semester 1 berada di bawah kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang
ditetapkan sejumlah 68. Berdasarkan nilai Ujian Tengah Semester (UTS) yang diperoleh dari guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali dari 33 siswa hanya 17 orang (51,5%) yang memperoleh nilai di atas KKM yang telah ditetapkan, dan 16 orang (48,5%) memperoleh nilai di bawah KKM.
Berkaitan dengan masalah yang dihadapi, maka peningkatan keterampilan berbicara siswa dapat dilakukan dengan
melaksanakan perubahan dalam
pembelajaran. Proses pembelajaran
hendaknya dirancang agar siswa dilatih
membangun pengetahuannya sendiri.
Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan keterampilan
berbicara siswa adalah dengan
menerapkan model pembelajaran yang relevan.
Model pembelajaran relevan yang dimaksud adalah model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membangun
pengetahuannya sendiri serta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
sehingga memudahkan siswa untuk
ditingkatkan keterampilan berbicara.
Model pembelajaran yang dimaksud
adalah model pembelajaran Active Debate
(Debat Aktif).
Model pengajaran ini dirancang khusus untuk meningkatkan kemampuan
berbicara siswa. Melalui model
pembelajaran debat aktif siswa di bagi menjadi dua kelompok “pro” dan “kontra” untuk dilatih mengutarakan pendapat atau
pemikirannya dan bagaimana
mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis (Shoimin, 2014).
Dalam model pembelajaran ini guru
hanya sebagai fasilitator proses
pembelajaran, sedangkan siswa
ditempatkan sebagai pusat perhatian utama dalam kegiatan pembelajaran
melalui tahapan-tahapannya. Dalam
model pembelajaran ini siswa akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok “pro” dan “kontra” untuk menyampaikan pendapatnya secara lisan, sehingga siswa diberikan kesempatan secara aktif dalam
membangun pengetahuannya sendiri
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dipandang perlu diadakan penelitian tentang Penerapan Model Pembelajaran Active Debate (debat aktif)
Untuk Meningkatkan Keterampilan
Berbicara Siswa Kelas V Tahun Pelajaran 2015/2016 di SD Negeri 1 Banjar Bali Kecamatan Buleleng.
METODEPENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SD Negeri 1 Banjar Bali dengan jumlah populasi 33 orang, terdiri dari siswa laki-laki 19 orang dan siswa perempuan 14 orang. Peneitian ini merupakan penelitian tindakan kelas karena bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang bermuara pada peningkatan keterampilan berbicara siswa. Pelaksanaan penelitian berlangsung dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari 3 (tiga) kali pertemuan. Rancangan penelitian tindakan yang dilakukan memiliki empa tahapan yaitu
(1) perencanaan, (2) Pelaksanaan
tindakan, (3) observasi/evaluasi, dan (4)
refleksi. Pelaksanaan penelitian
berlangsung dalam dua siklus. Alur tahapan PTK yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Rancangan Penelitian
Tindakan
Kelas
Agung (2014:141)
Tahapan tindakan siklus dijelaskan sebagai berikut.
Perencanaan, beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan perencanaan adalah sebagai berikut: (1) menyamakan persepsi dengan guru kelas terkait dengan pelaksanaan tindakan kelas, (2) menentukan materi-materi yang akan
dibahas dalam penelitian, yang sesuai dengan silabus yang ada, (3) menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP, LKS, instrument penilaian berupa rubrik untuk mengukur keterampilan berbicara dan (4) menyiapkan media yang sesuai dengan materi yang akan dibahas yaitu media teks dan gambar.
Pelaksanaan Tindakan, pelaksanaan tindakan disusun sesuai dengan sintaks dari model pembelajaran debat aktif . Setiap tindakan siklus dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Setiap akhir siklus, guru mengadakan tes dalam bentuk tes perbuatan yang dinilai berdasarkan rubrik penilaian keterampilan berbicara yang telah disiapkan.
Observasi/evaluasi, yang dilakukan adalah (1) mengobservasi keterampilan berbicara siswa pada proses pembelajaran setiap pertemuan dengan lembar observasi yang telah ditentukan kriteria-kriteria yang akan diukur, (2)
mengevaluasi kendala-kendala serta
kesulitan yang ditemukan selama
pelaksanaan tindakan siklus I untuk nantinya dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya, dan (3) mendokumentasikan hal-hal penting yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Refleksi, dilakukan untuk merenungkan dan mengkaji hasil tindakan selama berlangsung siklus I. Hasil renungan dan kajian ini, menjadi acuan
untuk kegiatan berikutnya sebagai
alternatif tindakan baru yang diduga lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Alternatif tindakan ini akan ditetapkan menjadi tindakan baru pada rencana tindakan dalam penelitian tindakan kelas siklus berikutnya.
Pengumpulan data dalam
peneitian ini menggunakan metode
observasi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data keterampilan berbicara siswa menggunakan instrument berupa lembar observasi sesuai dengan aspek yang akan dinilai yaitu (1) pelafalan, (2) Intonasi, (3) kelancaran, (4) struktur kalimat, dan (5) pemahaman.
Dalam penelitian tindakan kelas digunakan teknik analisis statistik deskriptif kuantitatif. Metode analisis deskriptif kuantitatif ialah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan
jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif dan atau persentase, mengenai suatu objek yang diteliti, sehingga
diperoleh kesimpulan umum
(Agung,2012). Metode analisis deskriptif
kuantitatif ini digunakan untuk
menentukan keterampilan berbicara siswa yang dikonversikan ke dalam penilaian
acuan patokan (PAP) skala lima
sebagaimana disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Kriteria Penggolongan Data Keterampilan Berbicara Siswa
Persentase (%) Kategori Tingkat Keterampilan Berbicara
90 – 100 Sangat Tinggi 80 – 89 Tinggi 65 – 79 Sedang 55 – 64 Rendah 0 – 54 Sangat Rendah (Sumber : Agung, 2014:118) Kriteria yang digunakan untuk
keberhasilan tindakan ini adalah terjadi peningkatan keterampilan berbicara siswa ≥ 80% dengan kategori ”Tinggi”. Apabila indikator keberhasilan pada keterampilan berbicara siswa sudah tercapai maka penelitian akan dihentikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Berdasarkan analisis data
penelitian tindakan kelas pada siklus I, keterampilan berbicara siswa sebesar 73,06%. Setelah dikonversikan pada pedoman PAP skala 5, persentase tersebut berada pada kategori “sedang”. Setelah diadakan perbaikan pada siklus II, terjadi peningkatan persentase rata-rata keterampilan berbicara siswa menjadi 83,21%. Setelah dikonversikan pada pedoman PAP skala 5, persentase tersebut berada pada kategori “Tinggi”. Ini menunjukkan bahwa tingkat peningkatan sebesar 10,15% dari siklus I ke siklus II.
Siklus I dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu dua kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali
pertemuan untuk melaksanakan tes
keterampilan berbicara Bahasa Indonesia.
Penelitian pada pertemuan pertama
dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2016, pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 26 Pebruari 2016, dan tes keterampilan berbicara Bahasa Indonesia dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2016.
Kegiatan observasi dilaksanakan
selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Dalam kegiatan observasi,
dilaksanakan pengamatan terhadap
proses kegiatan belajar mengajar. Hasil pengamatan dituangkan dalam bantuk catatan-catatan kecil yang digunakan
sebagai refleksi untuk perbaikan
pembelajaran selanjutnya.
Hasil observasi yang diperoleh pada siklus I, yaitu (1) guru sudah menyiapkan ruang, alat dan media pembelajaran dengan baik, (2) guru sudah memberikan apersepsi sesuai materi yang akan dibahas, (3) guru menyampaikan tujuan dan langkah-langkah pembelajaran
dengan jelas, (4) langkah-langkah
pembelajaran sudah dilaksanakan sesuai dengan RPP dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (5) media yang digunakan guru yaitu teks peristiwa yang teradi di sekitar kurang menarik untuk
diperdebatkan, (6) bahasa yang
digunakan guru sudah jelas dan lancar, (7) dalam pembelajaran berlangsung, dari 33 orang siswa, hanya 16 orang yang aktif menjawab pertanyaan yang diajukan guru dan aktif saat debat, (8) belum terlihat pemberian reward dari guru kepada siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran, (9) saat kegiatan diskusi, dalam 1 kelompok siswa, hanya 2 sampai 3 orang yang terlihat tekun mengerjakan tugas,
sementara siswa yang lain hanya
mengandalkan temannya untuk
mengerjakan tugas yang diberikan.
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi selama pemberian tindakan pada siklus I,
terdapat beberapa masalah yang
menyebabkan keterampilan berbicara
siswa berada pada kategori cukup baik. Setelah dilakukan analisis dan refleksi
ditemukan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
Berdasarkan hasil keterampilan berbicara siswa siklus I, penerapan model
pembelajaran debat aktif dapat
meningatkan keterampilan berbicara
siswa. Walaupun terjadi peningkatan, tetapi masih ada beberapa siswa yang belum mampu mengikuti pencapaian keterampilan berbicara sesuai kriteria yang ditargetkan. Berdasarkan hasil observasi/evaluasi dan diskusi dengan guru bidang studi Bahasa Indonesia selama tindakan siklus I, ditemukan
beberapa kendala dalam proses
pembelajaran. Kendala tersebut dapat dijelaskan secara rinci, yaitu sebagai berikut: (1) siswa belum dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran debat aktif secara maksimal. Hal tersebut terjadi karena siswa terbiasa mendengar dan mencatat, (2) teks peristiwa yang diperdebatkan kurang menarik, sehingga
pendapat yang diberikan tidak
menimbulkan perdebatan, (3) siswa
kurang aktif dalam pembelajaran. Dari 33 siswa hanya 16 orang yaitu (48,5%) saja yang aktif menjawab pertanyaan guru ataupun mengajukan pertanyaaan kepada guru serta aktif dalam kegiatan debat, (4) Belum terlihat pemberian reward kepada siswa yang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, (5) dalam kegiatan diskusi, kebanyakan siswa masih kurang aktif. Hal ini terlihat dari dalam 1 kelompok siswa, hanya 2 sampai 3 orang yang terlihat tekun mengerjakan tugas, sementara siswa yang lain hanya mengandalkan temannya untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
Bertolak dari kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I, maka perbaikan tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) menjelaskan
langkah-langkah pembelajaran menggunakan
model pembelajaran debat aktif yang belum dipahami siswa, sehingga kegiatan belajar lebih efektif, (2) pada saat pelaksanaan debat aktif guru selalu memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang timbulnya
pendapat-pendapat yang menarik untuk
diperdebatkan, (3) guru mempersiapkan materi debat yang lebih menarik dan
dapat merangsang pendapat siswa.
Selain materi debat, guru juga
memberikan gambar-gambar yang
mendukung pelaksanaan debat yang
dilakukan, (4) guru memberikan
kesempatan mejawab kepada seluruh siswa dengan menunjuk nomor urut
siswa,(5) guru membimbing setiap
kelompok agar bisa bekerja bersama
dalam berdiskusi dan memberikan
motivasi kepada siswa yang kurang aktif. (6) guru memberikan reward secara verbal dan non verbal, berupa pujian “benar”, “benar sekali”, tepuk tangan dan poin tambahan kepada siswa yang aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil refleksi
terhadap pelaksanaan siklus I, disusun rancangan tindakan siklus II ini didasarkan atas adanya kendala-kendala pada siklus I. Oleh karena itu, adanya perbaikan pada siklus II diakukan untuk mengupayakan peningkatkan hasil keterampilan bericara sisa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali.
Siklus II dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu dua kali pertemuan untuk pelaksanaan tindakan dan satu kali
pertemuan untuk melaksanakan tes
keterampilan berbicara Bahasa Indonesia.
Penelitian pada pertemuan pertama
dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2016, pertemuan kedua dilaksanakan pada
tanggal 11 Maret 2016, dan tes
keteramilan berbicara Bahasa Indonesia dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2016.
Kegiatan observasi dilaksanakan
selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Dalam kegiatan observasi
dilaksanakan pengamatan terhadap
proses kegiatan belajar mengajar yang
digunakan sebagai refleksi untuk
perbaikan pembelajaran selanjutnya. Adapun pemaparan hasil observasi yang diperoleh pada siklus II, yaitu: (1) guru sudah menyiapkan ruang, alat dan media pembelajaran dengan baik, (2) guru sudah memberikan apersepsi sesuai dengan materi yang akan dibahas, (3) guru
menyampaikan tujuan dan
langkah-langkah pembelajaran dengan jelas, (4)
langkah-langkah pembelajaran sudah
dilaksanakan sesuai dengan RPP dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (5) siswa sangat antusias dalam mengikuti
pembelajaran. Hal ini terlihat ketika guru mengajukan pertanyaan, 26 orang dari 33 orang siswa siswa mau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru dan aktif saat debat, (6) media dan materi debat yang digunakan sudah divariasikan dengan menggunakan media gambar, (7) guru sudah menggali pendapat siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan sesuai materi yang diperdebatkan, (8) guru sudah memberikan reward berupa pujian, tepuk tangan dan poin tambahan kepada siswa yang mau menjawab pertanyaan, (9) saat kegiatan diskusi,
semua siswa terlihat tekun dalam
mengerjakan tugas yang diberikan.
Melalui perbaikan proses
pembelajaran dan pelaksanaan tindakan siklus I maka pada pelaksanaan siklus II telah mengalami peningkatan proses pembelajaran yang dapat dilihat dari peningkatan keterampilan berbicara. Temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut : (1) secara umum, proses pembelajaran telah dapat berjalan sesuai dengan rancangan pembelajaran yang
direncanakan sehingga keterampilan
berbicara yang diharapkan dapat tercapai
dan berjalan optimal, (2) kondisi pembelajaran pada siklus II tampak lebih kondusif, hal ini dikarenakan siswa sudah
dapat beradaptasi dengan proses
pembelajaran model pembelajaran debat aktif dan guru sudah memvariasikan media dan materi yang digunakan, (3) dari 33 orang siswa, 26 orang siswa yaitu (78,8%) sudah berani dan antusias dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru dan aktif dalam debat tanpa menunjuk nomor urut siswa, (4) dalam
berdiskusi dan menyampaikan hasil
diskusi, masing-masing anggota kelompok sudah mampu bekerja sama dengan baik, (5) guru memberikan reward berupa pujian, tepuk tangan dan poin tambahan kepada siswa yang aktif dan kelompok yang mendapat nilai tertinggi, (6) tes hasil akhir siklus II menunjukkan keerampilan berbicara siswa sudah mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Dari pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan dengan menggunakan
model pembelajaran debat aktif,
keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali, Kecamatan Buleleng dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil Penelitian Pada Siklus I dan Siklus II
Tahap Persentase Keterampilan Berbicara Kategori
Siklus I 73,06% Sedang
Siklus II 83,21% Tinggi
Hasil analisis terhadap keterampilan berbicara siswa dengan metode observasi pada siklus I dan II ditampilkan dalam grafik berikut ini.
Gambar 2. Rekapitulasi Hasil Analisis
Keterampilan siswa Pada
Siklus I dan II
Berdasarkan refleksi dari siklus II, penerapan model pembelajaran debat aktif dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali.
Hai ini berarti keterampilan berbicara Bahasa Indonesia telah memenuhi kriteria
keberhasilan yang ditetapkan
sebelumnya, sehingga penelitian
dihentikan.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
debat aktif dapat meningkatkan
keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 1 Banjar Bali. Keterampilan berbicara siswa setelah diadakan tindakan siklus I dan siklus II
mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari siklus I, persentase rata-rata keterampilan
berbicara Bahasa Indonesia siswa
mencapai 73,06%. Bila dikonversikan
berdasarkan PAP skala 5, maka
keterampilan berbicara yang diperoleh pada siklus I dapat dikategorikan “sedang”. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis data siklus II, diperoleh
persentase sebesar 83,21%. Jika
dikonvesikan ke PAP, maka angka
tersebut masuk dalam kategori
“tinggi”.Berdasarkan data di atas, ada
peningkatan keterampilan berbicara
Bahasa Indonesia siswa dari siklus I ke siklus II. Peningkatan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, penerapan model
pembelajaran debat aktif yang
dilaksanakan sesuai prosedur sangat
berperan meningkatkan keterampilan
berbicara Bahasa Indonesia siswa.
Penerapan model pembelajaran ini
membuat siswa berani untuk
mengemukakan pendapatnya secara lisan
di depan umum. Dalam model
pembelajaran debat aktif, siswa dilatih
mengutarakan pendapat atau
pemikirannya dan bagaimana
mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat dipertanggung-jawabkan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sani (2014)
yang menyatakan bahwa model
pembelajaran debat aktif merupakan
model pembelajaran yang sangat
potensial untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi siswa”.
Lebih lanjut, selain dilatih untuk mengutarakan pendapatnya secara lisan, siswa juga dilatih untuk berperan sebagai
pencatat dan pembuat kesimpulan.
Sehingga, dalam penerapan model
pembelajaran debat aktif ini semua siswa terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas
bukan hanya yang berdebat saja.
Keterlibatan siswa secara penuh di dalam
pembelajaran menyebabkan kegiatan
belajar menjadi lebih baik dan
menyenangkan, sehingga dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar. Jika siswa sudah aktif maka mereka akan merasa senang dengan
kegiatan belajar yang terjadi, sehingga belajar menjadi bermakna. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Suratiyanti (2015) yang menemukan bahwa, “Penerapan model pembelajaran debat aktif terhadap motivasi belajar siswa
lebih efektif diterapkan dalam
pembelajaran. Dapat terlihat dari antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran, siswa berani mengungkapkan pendapat, dapat menyusun strategi balasan secara berkelompk dengan baik”.
Selanjutnya, faktor kedua adalah guru menciptakan komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah dalam pembelajaran. Komunikasi banyak arah ini melibatkan komunikasi yang dinamis antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa sehingga dapat melibatkan semua siswa aktif dalam pembelajaran. Cara yang digunakan guru agar komunikasi banyak arah ini dapat berjalan dengan optimal adalah dengan menunjuk nomor urut siswa ketika siswa kurang berpartisipasi
untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan guru maupun pertanyaan yang datang dari siswa. Dengan menunjuk nomor urut siswa secara arak, diharapkan
siswa akan lebih terfokus pada
pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan minat siswa untuk
mengikuti kegiatan belajar. Adanya minat yang tinggi akan menumbuhkan motivasi pada diri siswa. Rasa senang mengikuti proses pembelajaran membuat siswa termotivasi dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Suwatra, dkk (2007:156) yang menyatakan bahwa, “Supaya siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran diperlukan tingkah motivasi yang cukup kuat. Motivasi menunjukkan suatu keadaan bertenaga dalam diri siswa yang mengarahkan perilaku siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Ketiga, penggunaan media
pembelajaran yang berupa teks dan
gambar yang menarik sangat
mempengaruhi peningkatan keterampilan
berbicara siswa. Dalam model
pembelajaran debat aktif media yang digunakan harus dsesuaikan dengan karakteristik siswa. Media teks peristiwa dan persoalan yang menjadi topik untuk
diperdebatkan harus menarik agar pendapat-pendapat siswa dapat terus
dikembangkan. Media pembelajaran
dapat menjadi perantara yang digunakan
guru agar mempermudah dalam
menyampaikan materi yang akan dibahas.
Selain mempermudah guru media
pembelajaran dapat mempermudah siswa memahami materi pembelajaran. Belajar menggunakan media pembelajaran dapat
menarik perhatian siswa dalam
pembelajaran. Kemudahan dan kesan ini menyebabkan siswa menjadi termotivasi untuk belajar, sehingga siswa dapat
berperan aktif selama kegiatan
pembelajaran. Dengan demikian, media pembelajaran dapat membantu siswa memahami pembelajaran dengan mudah,
dapat mengaktifkan siswa dalam
pembelajaran, dan dapat menarik
perhatian siswa dalam pembelajaran. Pendapat ini sejalan dengan Daryanto (2010) yang mengatakan bahwa secara umum media memiliki kegunaan, antara lain, (1) memperjelas pesan agar tidak
terlalu verbalitas; (2) mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan tenaga dan daya indra; (3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara
murid dengan sumber belajar; (4)
memungkinkan anak belajar mandiri
sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya, dan (6) proses pembelajaran mengandung lima
komponen komunikasi, guru
(komunikator), bahan pembelajaran,
media pembelajaran, siswa (komunikan) dan tujuan pembelajaran.
Faktor terakhir adalah pemberian
penghargaan (reward). Pemberian
penghargaan kepada siswa dapat
memotivasi siswa untuk terus mengulangi tindakannya dan lebih aktif selama
pembelajaran. Penghargaan yang
diberikan dapat berupa tepuk tangan, pujian, ataupun pemberian hadiah (poin). Dalam hal ini Reward diberikan kepada siswa yang aktif dalam pembelajaran dan kelompok yang mendapat nilai tertinggi. Reward yang diberikan berupa tepuk tangan, pemberian poin, dan pujian secara langsun. Dalam kegiatan belajar mengajar, reward dapat mendorong siswa mengulangi dan meningkatkan usahanya dalam kegiatan belajar sehingga hasil
belajar dapat meningkat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Sanjaya (dalam Soli, 2009) yang mengatakan bahwa setiap tingkah laku yang dilakukan dengan baik diberi penguatan positif berupa reward agar tingkah laku tersebut terus diulang-ulang dan agar termotivasi untuk mencapai tingkah laku puncak yang diharapkan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini dikatakan telah berhasil
karena kriteria yang ditetapkan
sebelumnya telah terpenuhi. Jadi, dapat diinterpretasikan bahwa penerapan model
pembelajaran debat aktif dapat
meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 1 Banjar Bali, Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas V SD Negeri
1 Banjar Bali, penerapan model
pembelajaran debat aktif dapat
meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Negeri 1 Banjar Bali Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016. Pada siklus I, rata-rata keterampilan berbicara siswa adalah 73,06 dengan persentase rata-rata secara
klasikal sebesar 73,06% (predikat
“sedang”). Pada siklus II, terjadi
peningkatan rata-rata keterampilan
berbicara menjadi 83,21 dengan
persentase rata-rata secara klasikal sebesar 83,21% (predikat “tinggi”). Selisih peningkatan keterampilan berbicara siswa pada siklus I dan siklus II adalah 10,15%.
Untuk menunjang hasil penelitian ini, juga dilakukan observasi selama
pembelajaran berlangsung. Ternyata
keaktifan siswa juga meningkat. Yang terbukti dari keaktifan siswa pada siklus I adalah 48,5 %. Pada siklus II terjadi peningkatan keaktifan menjadi 78,8%. Selisih peningkatan keaktifan siswa pada siklus I dan II adalah 30,3%.
Adapun saran yang dapat
disampaikan berdasarkan hasil penelitian tindakan ini, yaitu (1) seluruh siswa kelas V SD Negeri 1 Banjar Bali agar lebih aktif mengikuti pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keterampilan berbicara, (2) guru yang mengajar di kelas V SD Negeri
1 Banjar Bali hendaknya mampu
melanjutkan menerapkan model
pembelaaran debat aktif sebagai suatu
alternatif dalam meningkatkan
keterampilan berbicara siswa, (3) bagi sekolah, sosialisasi penerapan model
pembelajaran debat aktif sangat
diperlukan untuk meningkatkan
keterampilan berbicara siswa yang
nantinya sangat berguna untuk kehidupan sehari-hari, dan (4) bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti lebih lanjut penggunaan model pembelajaran debat aktif, penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salah satu referensi pelaksanaan
penelitian.
DAFTAR RUJUKAN
Abimanyu, Soli dkk. 2009. Bahan Ajar Cetak Strategi Pembelajaran. TT: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Agung, A. A. Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. ---, 2014. Buku Ajar Metodologi
Penelitian Pendidikan. Singaraja: Aditya Media Publishing.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yagyakarta: Gava Media.
Permendiknas. 2007. Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru.
Jakarta: Permendiknas.
Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Inovasi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model
Pembelajaran Inovatif dalam
Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Sisdiknas. 2006. Himpunan
Perundang-Undangan Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Bandung:
Fokusmedia.
Suratiyanti, Ita. 2015. “Keefektifan Penerapan Metode Debat Aktif Terhadap Motivasi Belajar Siswa
Kelas V SDN Petinggen
Yogyakarta”. Tersedia pada
http://journal.student.uny.ac.id/jurnal /artikel/13930/99/1433.html (diakses tanggal 11 Januari 2016).
Susanto, Ahmad. 2013. Teri Belajar &
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Prenada Media Group. Suwatra, I Wayan.dkk. 2007. Modul
Belajar dan Pembelajaran.