• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Lada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Lada"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Lada

Lada merupakan tanaman rempah yang menjadi komoditas penting dari zaman dahulu sampai sekarang. Diantara rempah-rempah lainnya, lada mendapat julukan sebagai “raja rempah-rempah” (The King of Spice) (Sutarno 2000). Lada yang mempunyai kasiat untuk menghangatkan badan, lada sangat diperlukan oleh masyarakat di negara-negara subtropis.

Tanaman lada bukanlah tanaman asli Indonesia melainkan dari India. Keberadaan tanaman lada sudah dikenal secara luas di India pada tahun 100-400M, ditemukan tumbuh secara liar di hutan-hutan belukar sekitar Malabar sampai daerah Ghat Barat (Sarpian 2003). Pada abad ke-6 SM, tanaman ini masuk ke Indonesia dibawa oleh saudagar-saudagar Hindu dari India melaui Selat Sunda. Di pesisir Selat Sunda, terutama Banten dan sekitarnya, tanaman ini dibudidayakan (Sutarno 2000).

Tanaman lada termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, sub kelas Dicotyledoneae, ordo Piperales, famili Piperaceae, genus Piper, dan merupakan spesies Piper nigrum L. Lada tumbuh baik di daerah dengan ketinggian 0-500 mdpl. Hal ini berkaitan dengan suhu udara yang berpengaruh terhadap usia menghasilkan dan produktivitas tanaman (Wahid 1996). Tingkat kemiringan maksimal untuk pertumbuhan lada 15%, tekstur tanah yang dikehendaki liat berpasir. Tanaman lada dapat tumbuh pada tanah podsolik, andosol, latosol, grumosol, regosol yang memiliki drainase yang baik. Drainase yang kurang baik akan mengakibatkan perkembangan jamur lebih cepat. Untuk dapat berproduksi dengan baik tanaman lada menghendaki tanah yang subur dengan solum yang dalam dan mempunyai daya menahan air yang cukup tinggi. Tanaman lada dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik memerlukan jumlah pupuk yang relatif banyak (rakus unsur hara). Kandungan hara yang sesuai untuk tanaman lada adalah 0,266% N, 0,29% P2O5, 0,4% K2O, 0,18% MgO dan 0,5% CaO dengan kemasaman tanah antara 5,5 – 6,9 (Direktorat Budidaya Tanaman Rempah dan Penyegar 2010).

(2)

Tanaman lada dapat tumbuh pada suhu antara 20˚C sampai 34˚C. Suhu optimum berkisar antara 23˚C sampai 32˚C dengan suhu rata-rata siang hari 29˚C. Adapun suhu tanah yang dikehendaki berkisar antara 25˚C samapi 30˚C pada kedalam 10 cm, kebutuhan suhu tanah optimal untuk pertumbuhan akar adalah 26˚C sampai 28˚C. Kelembaban optimal yang dibutuhkan adalah antara 60% sampai 80% (Zaubin 1979).

Varietas lada yang tersebar di Indonesia sampai saat ini tidak kurang dari 50 jenis varietas, diantaranya Varietas Cunuk, Jambi, Lampung Daun Lebar, Bangka, Kuching, dan Lampung Daun Kecil. Varietas yang sering ditanam oleh petani adalah Varietas Lampung Daun Lebar, karena varietas ini lebih banyak menghasilkan buah dibandingkan dengan varietas lain. Berdassarkann hasil penelitian dari Balittro Bogor ternyata ada 4 varietas lada unggul, yaitu Natar I, Natar II, Petaling I, dan Petaling II. Diantara varietas tersebut, Petaling I yang tahan terhadap penyakit kuning.

Produk utama yang diperoleh dari tanaman lada dan memiliki nilai komersial adalah buah yang sudah tua dan masak. Buah yang sudah tua diolah menjadi lada hitam, sedangkan buah yang dipanen saat masak akan diolah menjadi lada putih. Secara garis besar, pemanfaatan lada dibedakan menjadi lima, yaitu sebagai bumbu masak, sebagai bahan campuran obat-obatan, sebagai bahan campuran pembuatan minuman kesehatan dan penghangat tubuh, serta sebagai bahan pembuatan parfum (Sarpian 2003).

Penyakit Kuning

Penyakit kuning merupakan penyakit yang menimbulkan kerugian besar pada pertanaman lada. Penyakit kuning dapat dijumpai di Bangka dan Kalimantan. Penyebab penyakit ini adalah Radopholus similis, Meloidogyne incognita, dan Fusarium oxysforum, serta kesuburan dan kelembaban tanah yang rendah. Serangan nematoda R. similis dan M. incognita berlangsung secara bersamaan. Luka akibat serangan nematoda akan memudahkan infeksi cendawan F. oxysporum, serta menyebabkan tanaman peka kekeringan dan kekurangan unsur hara (Anonim 2007), serta keadaan lingkungan yang kurang baik (Mustika

(3)

Nematoda dewasa R. similis panjang sekitar 0,6-0,7 mm. nematoda betina mudah dikenali karena mempunyai bibir yang mendatar dan posisi vulva agak kebelakang dari pertengahan badan. Nematoda jantan mempunyai kepala yang membulat dan stilet yang kurang berkembang. Telur diletakkan satu-satu didalam akar, telur menetas setelah beberapa hari, dan larva yang keluar berkembang menjadi nematoda dewasa dalam 4-5 minggu. Nematoda jantan muncul agak lambat dan khusus di tempat-tempat yang paling sedikit nematodanya telah berkembang satu generasi. Jika jaringan akar telah rusak, nematoda betina meninggalkan akar yang terinfestasi dan bermigrasi melalui tanah ke akar atau tanaman lain yang masih sehat (Semangun 2000).

R. similis adalah nematoda luka akar yang semi-endoparasit, teutama hidup di dalam akar, tetapi dapat migrasi melalui tanah ke tanaman lain. Nematoda betina dewasa dapat hidup lama di dalam tanah yang lembab, tetapi dalam kondisi ini larva akan segera mati. Infestasi primer dilakukan oleh nematoda betina yang memasuki ujung rambut akar, kemudian membuat terowongan longitudinal melalui parenkim. Sel-sel yang sakit segera mati dan tampaklah bercak-bercak luka yang gelap. Nematoda juga bergerak ke akar-akar pokok dan membinasakannya dengan semua macam parenkim. Investasi ini segera diikuti oleh kerusakan sekunder karena nematoda, bakteri, dan jamur saprofit yang menyebabkan busuk akar.

Infeksi R. similis dibagian akar menyebabkan gejala penyakit kuning yang khas dan akan diperjelas apabila diikuti oleh infeksi M . incognita. serangan R. similis pada akar menyebabkan akar berlubang kecil-kecil (luka). Serangan M. incognita menyebabkan terbentuknya puru atau benjolan akar yang merupakan kumpulan dari nematoda tersebut. Akibat serangan nematoda tersebut akar menjadi tidak berfungsi, dan karena adanya luka yang dibuatnya, maka akan menjadi tempat masuknya cendawan F. oxysporum. Di lapangan, serangan kedua nematoda tersebut dapat berlangsung secara bersamaan.

Daur hidup M. incognita adalah 35 hari. Stadia larva nematoda betina 17 hari dan jantan 29 hari. Masa praoviposisi adalah 9 hari, jumlah telur yang dihasilkan nemaoda betina sampai 290 butir. Stadia telur 9 hari. Gejala puru akar mulai tampak 8 hari setelah inokulasi (Wiryadiputra et al. 1993).

(4)

Gejala yang nampak yaitu terjadinya penghambatan pertumbuhan tanaman, daun menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus dan makin lama akan makin mengarah ke batang. Daun-daun yang menguning tidak layu, tetapi sangat rapuh sehingga secara bertahap daun-daun tersebut gugur. Buah-buah akan lebih lama melekat pada tangkainya, dibandingkan daun. Cabang-cabang secara bertahap juga akan gugur, sehingga tanaman semakin gundul. Umumnya serangan penyakit kuning terjadi secara bekelompok, sehingga pada suatu areal kebun yang sakit terdapat kelompok tanaman yang masih sehat dan kelompok tanaman sakit pada berbagai stadia (Puslitbang Tanaman Perkebunan 2009).

Pengendaian Hayati

Agensia hayati adalah organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen. Definisi terakhir mempunyai pengertian bahwa agensia hayati tidak hanya digunakan untuk mengendalikan OPT, tetapi juga mencakup pengertian penggunaannya untuk mengendalikan jasad pengganggu pada proses produksi dan

pengolahan hasil pertanian. Menurut Agrios (2005) pengendalian hayati

merupakan perlindungan pada tanaman dari patogen tanaman termasuk mikroorganisme antagonis pada saat setelah atau sebelum terjadinya infeksi patogen. Mekanisme biokontrol organisme yaitu dalam melemahkan atau membunuh patogen tanaman dengan perlawanan yaitu memparasit patogen secara langsung, memproduksi antibiotik (toksin), dan kemampuannya dalam kompetisi ruang dan nutrisi, produksi enzim untuk melawan komponen sel patogen, menginduksi respon ketahanan tanaman, dan produksi metabolisme tanaman dalam menstimulasi perkecambahan spora patogen.

Pengendalian hayati dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya dengan manipulasi lingkungan, introduksi agen antagonis, introduksi patogen avirulen alami serta mikroorganisme endofit untuk menginduksi sistem ketahanan tanaman inang (Cook dan Baker 1983). Pemanfaatan mikroorganisme endofit menjadi salah strategi satu pengendalian yang ramah lingkungan.

(5)

Keberhasilan pengembangan agensia hayati untuk pengendalian patogen tanaman adalah ketepatan dalam pemilihan jenis dan sumber agensia hayati yang akan dikembangkan. Pada umumnya jenis agensia hayati yang dikembangkan adalah mikroba alami, baik yang hidup sebagai saprofit di dalam tanah, air dan bahan organik, maupun yang hidup di dalam jaringan tanaman (endofit) yang bersifat menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi dengan patogen sasaran, atau bersifat menginduksi ketahanan tanaman. Tahap pertama dalam pengembangan agensia hayati adalah seleksi agensia hayati nonpatogen. Seleksi dilakukan dengan mengisolasi calon agensia hayati dari populasi alaminya, seperti kelompok mikroba saprofit atau non patogen dari tanah atau dari bagian tanaman.

Bakteri Endofit

Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman tersebut dan dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang sudah disteilisasi permukaannya atau diekstrak dari jaringan tanaman bagian dalam (Hallmann et al. 1997). Hasegawa et al. (2006) mengemukakan bahwa bakteri endofit yang mengkolonisasi jaringan tanaman memperoleh nutrisi dan perlindungan dari tanaman inangnya. Bakteri ini dapat hidup pada bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan buah (Simartama et al; Bacon & Hinton 2006). Bakteri endofit gram positif dan gram negatif telah diisolasi dari beberapa jenis jaringan dalam berbagai jenis tumbuhan. Populasi bakteri endofit melimpah dan beragam. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman terutama melalui zona akar, bagian tanaman, seperti bunga, batang, dan kotiledon. Bakteri endofit dapat bersifat obligat ataupu fakultatif dalam mengkolonisasi inangnya. Meskipun bakteri ini memiliki kisaran inang yang luas, namun ada beberapa bakteri endofit yang hanya dapat berasosiasi dengan inang dari famili tertentu. Simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit bersifat netral, mutualisme, atau komensalisme (Bacon & Hinton 2006).

Simbiosis mutualisme antara endofit dan tanaman, dalam hal ini bakteri endofit mendapatkan nutrisi dari hasil metabolisme dari tanaman dalam melawan patogen, sedangkan tanaman mendapat derivat nutrisi dan senyawa aktif yang

(6)

diperlukan selama hidupnya (Tanaka et al 1999 dalam Simarmata et al. 2007). Karena tumbuh dalam jaringan tanaman, dimana tanaman yang satu tentunya berbeda dengan tanaman lainnya, maka tempat hidup bakteri sangat unik sifatnya. Bahkan, fisiologi tumbuhan tinggi termasuk yang berasal dari spesies yang sama akan beda di lingkungan yang berbeda. Karena itu keanekaragaman bakteri endofit sangatlah tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut endofit dapat menjadi sumber berbagai metabolit sekunder baru yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang medis, pertanian, dan industri.

Bakteri endofit yang hidup di dalam jaringan tanaman yang tidak merugikan bagi tanaman tersebut dapat digunakan sebagai kandidat yang baik untuk pengendalian secara biologi bagi beberapa hama dan penyakit. Bakteri endofit dapat berperan sebagai agensia pengendali hayati jika bakteri telah berasosiasi dengan tanaman sebelum patogen menyerang tanaman tersebut (Bacon & Hinton 2006). Banyak spesies dari bakteri endofit yang bersifat antagonis diantaranya: Bacillus subtilis, Ralstonia solanacearum, Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas putida, Agrobacterium radiobacter, Agrobacterium tumifaciens, Erwinia herbicola, dan Serratia marcescens. Cara kerja dari bakteri endofit sebagai agensia pengendali hayati diantaranya: memproduksi bahan campuran antimikroba, kompetisi ruang dan nutrisi; kompetisi mikronutrisi seperti zat besi dan produksi siderofor; serta dapat menyebabkan tanaman inang menjadi resisten (Bacon & Hinton 2006). Disamping itu beberapa bakteri endofit juga menghasilkan senyawa antibiotik seperti phenazines, pyrolnitrin, pycocyanin, dan phloroglucianol dan enzim ekstraselluler serta asam pseudomonat. Keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya cara kerja yang mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut (Bacon & Hinton 2006).

Enzim ekstraselluler yang dihasilkan bakteri endofit diantaranya adalah kitinase, protease, dan selulase. Enzim kitinase merupakan enzim penting yang dihasilkan oleh bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen tular tanah, karena enzim ini dapat mendegradasi dinding sel patogen yang terdiri dari kitin seperti dinding sel cendawan, nematoda, dan serangga. Enzim protease yang

(7)

dihasilkan oleh bakteri selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk melakukan penetrasi secara aktif ke dalam jaringan tanaman. Benhamou et al. (1996) melaporkan enzim selulase dan pektinase yang dihasilkan Pseudomonas fluorescens dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk mengkolonisasi daerah interselluler jaringan korteks akar, sehingga terjadi penghambatan invasi patogen. Supramana et al. (2008) menyatakan bahwa Pseudomonas putida dapat menekan perkembangan penyakit tanaman dengan persaingan ruang dan nutrisi (unsur karbon), merangsang pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Huili et al (2009) melaporkan bahwa Bacillus sp. strain CHM1 dapat menghambat pertumbuhan miselium Fusarium oxysporum dan Rhizoctonia solani dalam uji in vitro. Satu agen biokontrol mungkin memiliki lebih dari satu mekanisme.

Referensi

Dokumen terkait

Seberapa besar Struktur Modal (DER) perusahaan dipengaruhi oleh total asset turnover (TATO), return on investment (ROI) dan Earning per Share (EPS) pada Industri Dasar

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari

analisis yang lebih objektif terhadap kinerja intellectual capital (VAIC TM ) dan RGEC ( Risk Profile, GCG, Earnings, Capital ) berdasarkan masing- masing jenis bank.. Pada

Sumber belajar yang seharusnya dibuat guru Kurangnya kemampuan guru dalam menentukan sumber belajar pada RPP sesuai dengan hasil wawancara keenam guru bahwa guru hanya

Setiap pergerakan dari objek tersebut difoto (frame individual), di dalam teknik Stopmotion terdapat bentuk animasi boneka (puppet) animasi ini melibatkan tokoh

Pada titik usia tertentu penghasilan akan lebih rendah dari penghasilan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi, sehingga tenaga kerja yang melakukan investasi di bidang

Sebelum perang dunia I, negara menggunakan standar emas, sehingga mata uang dikonversi ke emas pada keseimbangan ( parity ) yang tetap. Setelah perang dunia, terjadi