Bab 3
ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA
STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG
CIPTA KARYA
3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan
Penataan Ruang
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam
pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga
kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting
dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya
3.1.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN2005-2025 yang ditetapkanmelalui UU No. 17 Tahun 2007,
arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan
secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut,
ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang
Mandiri, Maju, Adil dan makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN
mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang
Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan
dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan
sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,
pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap
kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu
dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya
air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum
dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset
(asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2)
pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi
masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang
kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber
pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata
dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh
masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran
pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan
pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam
penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama
untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada
setiap tahapan RPJMN, yaitu: RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing
perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan
infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah
dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh
masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan
perumahan jangkapanjang dan berkelanjutan, efisien, dan
akuntabel. Kondisi itusemakin mendorong terwujudnya kota tanpa
permukiman kumuh. RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
3.1.1.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional III
(2015-2019)
RPJMN 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan nasional
jangka menengah hasil penjabaran tahapan ketiga dari RPJPN 2005-2025
yang kemudian disandingkan dengan Visi, Misi, dan Agenda Presiden/Wakil
Presiden (Nawa Cita). RPJMN III ditetapkan melalui Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015. Arahan sesuai dengan Target
RPJMN III yang didukung Infrastruktur Bidang Cipta Karya yakni dalam
pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
Sasaran pembangunan kawasan permukiman yang tercantum
dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya pengentasan permukiman kumuh perkotaan menjadi 0
persen;
2. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk
Indonesia;
3. Optimalisasi penyediaan layanan air minum;
4. Peningkatan efisiensi layanan air minum dilakukan melalui penerapan
prinsip jaga air, hemat air dan simpan air secara nasional;
5. Penciptaan dokumen perencanaan infrastruktur permukiman yang
mendukung;
6. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah
domestik, sampah
dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan
7. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung termasuk
keserasiannya terhadap lingkungan
Sasaran pembangunan perkotaan yang tercantum dalam RPJMN
2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan 5 kawasan metropolitan baru di luar Pulau Jawa-Bali
sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang diarahkan menjadi pusat
investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya
guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa;
2. Peningkatan peran dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen
pembangunan di 7 kawasan perkotaan metropolitan yang sudah ada
untuk diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berskala global
guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi;
3. Pengembangan sedikitnya 20 kota otonom di luar Pulau Jawa – Bali
khususnya di KTI yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus
urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percotohan (best
practices) perwujudan kota berkelanjutan;
4. Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar
kota atau kawasan perkotaan metropolitan yang diperuntukkan bagi
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan
sebagai pengendali (buffer) urbanisasi di kota atau kawasan perkotaan
metropolitan;
5. Perwujudan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat
10 Kota Baru 20 Kota Sedang 7 Kawasan Metropolitan
Eksisting
39 Pusat Pertumbuhan
Baru 5 Kawasan
Metropolitan Baru
Sasaran pembangunan perkotaan yang didukung oleh
infrastruktur permukiman bidang Cipta Karya yakni diprioritaskan pada: 5
Kawasan Metropolitan Baru, 7 Kawasan Metropolitan Eksisting, 20 Kota
Sedang, 39 Pusat Pertumbuhan Baru, 10 Kota Baru.
Gambar 3.1 Sasaran Pembangunan Perkotaan
3.1.1.3 Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya 2015-2019
Tujuan dan Sasaran Strategis Ditjen Cipta Karya merupakan
turunan dari visi Kementerian PUPR tahun 2015-2019, yaitu “Terwujudnya
Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang Handal dalam
Mendukung Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong”. Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat yang handal diartikan sebagai tingkat dan kondisi
ketersediaan, keterpaduan, serta kualitas dan cakupan pelayanan
cerdas, berkeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat,
menyeimbangkan pembangunan, memenuhi kebutuhan dasar, serta
berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat
yang lebih sejahtera.
Berdasarkan Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 sasaran
strategis yang fokus perhatian Ditjen Cipta Karya adalah meningkatnya
kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan
dan perdesaan. Adapun indikator kinerja outcome-nya Direktorat Jenderal
Cipta Karya meliputi:
1. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum
bagi masyarakat.
2. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan
permukimanyang layak.
3. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi
masyarakat
Adapun peta strategi Kementerian PU-PR dalam mewujudkan visi
Gambar 3.2
Peta Strategi Kementerian PUPR 2015-2019
Berdasarkan arahan kebijakan serta memperhatikan peluang dan
tantangan yang ada dalam pembangunan infrastruktur permukiman, maka
tujuan yang akan dicapai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam
periode lima tahun ke depan adalah:
1. Melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam
bidang Cipta Karya dengan mengedepankan prinsip keterpaduan,
inklusifitas, dan berkelanjutan.
2. Melaksanakan keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman
berdasarkan penataan ruang di kabupaten/kota/kawasan strategis.
3. Menyediakan infrastruktur permukiman di perkotaan dan perdesaan
dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
4. Meningkatkan kemandirian pemerintah daerah serta mendorong
kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha dalam
5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM
yang profesional dengan menerapkan prinsip good governance.
Gambar 3.3
Strategi Gerakan Nasional 100-0-100
Untuk mewujudkan sasaran strategis tersebut, maka sasaran
program Ditjen Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum
bagi masyarakat, dengan indikator persentase peningkatan cakupan
pelayanan akses air minum
b. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan
permukiman yang layak, dengan indikator persentase penurunan
luasan permukiman kumuh perkotaanMeningkatnya kontribusi
terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat, dengan indikator
Tabel 3.1
Sasaran Program Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya
Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur keciptakaryaan,
Ditjen Cipta Karya menggunakan tiga strategi pendekatan yaitu
membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah Daerah Provinsi, Kota dan
Kabupaten, serta memberdayakan masyarakat melalui program-program
pemberdayaan masyarakat. Dalam membangun sistem, Ditjen Cipta Karya
memberikandukungan pembangunan infrastruktur dengan
memprioritaskan sistem infastruktur Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam hal
fasilitasi Pemerintah Daerah, bentuk dukungan yang diberikan adalah
fasilitasi kepada Pemerintah Daerah dalam penguatan kelembagaan,
keuangan, termasuk pembinaan teknis terhadap tugas dekonsentrasi dan
pembantuan. Untuk pemberdayaan masyarakat, bentuk dukungan yang
diberikan adalah pembangunan infrastruktur keciptakaryaan melalui
Pada dasarnya untuk bidang Cipta Karya, hampir semua tugas
pembangunan dikerjakan bersama pemerintah daerah, baik pemerintah
Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Olehkarena itu, peran pemerintah pusat,
dalam hal ini Ditjen Cipta Karya lebih terfokus kepada tugas pengaturan,
pembinaan dan pengawasan (Turbinwas). Tugas pengaturan dilakukan
melalui penyusunan kebijakan dan strategi, penyusunan Norma, Standar,
Pedoman dan Kriteria (NSPK), penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
serta tugas-tugas lain yang bersifat penyusunan perangkat peraturan.
Sedangkan tugas pembinaan dilakukan dalam bentuk dukungan
perencanaan, pemberian bantuan administrasi dan teknis, supervisi serta
konsultasi. Untuk tugas pengawasan, peran pemerintah pusat dilakukan
dalam bentuk monitoring dan evaluasi kinerja. Keseluruhan tugas
pengaturan, pembinaan dan pengawasan ini didanai oleh Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN), disertai dukungan dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Meskipun fokus melakukan tugas Turbinwas, Ditjen Cipta Karya
juga melakukan kegiatan pembangunan infrastruktur Cipta Karya.
Berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah, Ditjen Cipta Karya
diamanatkan melakukan pembangunan infrastruktur skala nasional (lintas
provinsi), serta infrastruktur untuk kepentingan nasional. Di samping itu,
Ditjen Cipta Karya juga melakukan kegiatan pembangunan dalam rangka
pemenuhan SPM sebagai stimulan bagi Pemerintah Daerah untuk
Cipta Karya. Pemda juga bertanggung jawab atas operasional dan
pemeliharaan infrastruktur yang terbangun.
Ditjen Cipta Karya juga menyelenggarakan pembangunan dengan
pendekatan pola pemberdayaan khususnya kegiatan yang mendorong peran
serta masyarakat dalam pembangunan lingkungannya. Untuk tugas
pembangunan juga ada melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk
memenuhi target pencapaian SPM berupa bantuan khusus yang diberikan
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya dengan kriteria-kriteria teknis tertentu. Selain itu terdapat
pola hibah, yaitu bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan strategis nasional yang
mendesak.
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, proses perencanaan
perlu diselenggarakan dengan mengacu kepada amanat perundangan
(Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden), baik
spasial maupun sektoral. Selain itu, perencanaan pembangunan
infrastruktur Bidang Cipta Karya juga memperhatikan kondisi eksisting, isu
strategis, serta potensi daerah.Keterpaduan pembangunan bidang Cipta
Karya diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah pada Wilayah
Pengembangan Strategis (WPS). WPS merupakan wilayah-wilayah yang
dipandang memerlukan prioritas pembangunan yang didukung keterpaduan
penyelenggaraan infrastruktur dan meningkatkan peran serta seluruh
Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan
berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep
perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang
terintegrasi dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM)
Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan
pembangunan di kabupaten/kota. RPIJM Bidang Cipta Karya disusun oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi yang
mengintegrasikan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota,
baik kebijakan spasial maupun sektoral. RPIJM, selain mengacu pada
rencana spasial dan arah pembangunan nasional/daerah, juga
mengintegrasikan rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana
Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK),
serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dalam rangka
mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang berkelanjutan.
Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan keterpaduan
pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan
keuangan daerah.
Dalam mewujudkan sasaran 100-0-100 diperlukan peningkatan
pendanaan yang signifikan dalam bidang Cipta Karya. Diperkirakan
kebutuhan dana mencapai mencapai Rp. 830 Triliun untuk mencapai
sasaran tersebut dalam jangka waktu 5 tahun. Pemerintah Pusat yang
selama ini mendominasi pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya pada
mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Berdasarkan prakiraan maju, baseline pendanaan pemerintah hanya cukup
memenuhi 15% kebutuhan pendanaan tersebut. Berdasarkan skenario
optimis maka pemerintah pusat dapat berkontribusi terhadap 30- 35% dari
porsi pendanaan tersebut.
Untuk mengatasi gap pendanaan, maka sumber-sumber
pendanaan alternatif dari para pemangku kepentingan lainnya perlu
ditingkatkan. Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak penyelenggaraan
pembangunan bidang Cipta Karya perlu meningkatkan komitmen sehingga
kontribusi pendanaannya meningkat dari 14,7% menjadi 25% pada periode
2015-2019. Sektor swasta dan perbankan yang selama ini hanya berperan
dalam 2,25% dari total pembangunan bidang Cipta Karya, perlu didorong
melalui skema KPS maupun CSR sehingga peranannya meningkat
signifikan menjadi 15%. Masyarakat juga dapat berkontribusi melalui
kegiatan pemberdayaan masyarakat ataupun kegiatan swadaya masyarakat
sehingga diharapkan dapat berkontribusi 15% terhadap porsi pendanaan.
Dukungan pinjaman dan hibah luar negeri juga akan dimanfaatkan,
meskipun porsi kontribusinya dikurangi dari 16,09% menjadi 10% pada
tahun 2015-2019 untuk mengurangi beban hutang negara. Kebijakan
kemitraan dan peningkatan partisipasi para stakeholder merupakan strategi
Gambar3.4
Strategi Pembiayaan Gerakan 100-0-100
Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan
Nasional 100-0-100perlu juga sinergi kemitraan dengan
Kementerian/Lembaga lainnya, antara lain:
• Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait perbaikan
rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa di kawasan
permukiman kumuh;
• Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan air
baku dan penanganan kawasan rawan genangan;
• Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan
perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional
bidang perumahan dan permukiman serta bidang perkotaan dan
perdesaan;
• Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih dan
• Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas
Pemerintah Daerah;
• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait pengelolaan
persampahan;
• Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan kawasan
permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;
• Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan
pembangunan berdasarkan RTRW dan RDTR;
• Badan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait
pengembangan kawasan perbatasan
3.1.2 Arahan Penataan Ruang
3.1.2.1 Arahan Strategis Rencana Tata Ruang Kabupaten Biak Numfor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Biak NumforTahun
Tahun 2011 – 2031
Mengacu pada PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, draft RTRW
Provinsi Papua, draft RPJP Kabupaten Biak Numfor 2009-2029, serta
berlandaskan pada potensi, permasalahan, dan peluang pembangunan,
maka tujuan penataan ruang Kabupaten Biak Numfor adalah:
A. KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Tujuan penataan ruang tersebut dijabarkan secara lebih operasional dalam
kebijakan dan strategi sebagai berikut:
1. Kebijakan pengembangan prasarana dan sarana jasa komersial,
dijabarkan dalam strategi berikut:
a. Mengoptimalkan prasarana dan sarana perhubungan darat, laut, dan
udara;
b. Mengembangkan prasarana dan sarana jasa pariwisata, perdagangan,
serta pendukung sektor kelautan dan perikanan.
2. Kebijakan pelestarian ekosistem pulau kecil, dijabarkan dalam strategi
berikut:
a. Melestarikankawasan yang berfungsi lindung;
b. Mewujudkan kawasan hutan dalam satu wilayah pulau dengan luas
paling sedikit 70% dari luas pulau atau sesuai dengan kondisi
ekosistemnya;
c. Mengembangkan potensi sumberdaya alam sesuai daya dukung dan
daya tampung ekosistem pulau;
d. Mengembangkan potensi sumberdaya alam secara optimal dan
berkelanjutan;
e. Mengelola sumberdaya air secara berkelanjutan;
f. Meningkatkan kemampuan ekosistem pulau dari tekanan perubahan
tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya;
g. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam di kawasan berfungsi
lindung secara bijaksana untuk menjamin keberlanjutan ekosistem
pulau.
3. Kebijakan pengembangan pariwisata, kelautan dan perikanan,
dijabarkan dalam strategi berikut:
a. Mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumberdaya
pariwisata unggulan, kelautan dan perikanan sebagai penggerak
utama perekonomian wilayah;
b. Meningkatkan iklim investasi yang kondusif;
c. Mengoptimalkan promosi peluang investasi;
d. Meningkatkan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya
di darat dan laut;
e. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia dalam
pengelolaan kegiatan ekonomi.
4. Kebijakan pengembangan manajemen resiko bencana, dijabarkan dalam
strategi berikut:
a. Menetapkan zona bahaya dan zona aman pada kawasan rawan
bencana;
b. Mengembangkan perencanaan sesuai zona kerawanan bencana;
c. Mengembangkan sistem pencegahan sesuai sifat dan jenis bencana,
serta karakteristik wilayah;
e. Mengembangkan upaya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana;
f. Mengembangkan sistem penanganan pasca bencana.
5. Kebijakan pengembangan aksesibilitas antar pulau, dijabarkan dalam
strategi berikut:
a. Meningkatkan aksesibilitas transportasi penyeberangan, laut, dan
udara hingga ke pulau–pulau kecil yang berpenghuni;
b. Membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antar kawasan dan
antara kawasan dengan pusat-pusat kegiatan.
6. Kebijakan pemantapan fungsi pusat-pusat kegiatan sesuai dengan
struktur dan hirarkinya, dijabarkan dalam strategi berikut:
a. Memantapkan Biak sebagai Pusat Kegiatan Nasional;
b. Memantapkan dan mengembangkan potensi perkotaan Biak sebagai
ibukota kabupaten;
c. Mengembangkan pusat kegiatan baru untuk menunjang pemerataan
pengembangan wilayah;
d. Menetapkan fungsi pusat kegiatan sesuai dengan pelayanannya;
e. Menetapkan kegiatan utama pada pusat-pusat kegiatan agar masing –
masing dapat berkembang sesuai potensinya;
f. Meningkatkan keterkaitan antara kawasan perkotaan dan distrik di
sekitarnya untuk mendukung percepatan pertumbuhan wilayah;
g. Mengembangkan eksistensi masyarakat kampung dan sosial budaya;
h. Menyediakan sarana sosial ekonomi sesuai standar pelayanan
i. Meningkatkan sarana sosial ekonomi di pusat-pusat kegiatan sesuai
dengan fungsi dan hirarki pelayanannya.
7. Kebijakan peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana telekomunikasi, energi, dan sumber daya air, dijabarkan
dalam strategi berikut:
a. Meningkatkan pelayanan jaringan telekomunikasi di seluruh wilayah
hingga ke pulau-pulau kecil;
b. Meningkatkan jaringan energi di seluruh wilayah dan memanfaatkan
energi terbarukan sebagai sumber energi alternatif secara optimal
serta berdaya guna, dan mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan
tenaga listrik;
c. Meningkatkan pelayanan sumber daya air di seluruh wilayah.
8. Kebijakan pengendalian fungsi kawasan lindung, dijabarkan dalam
strategi berikut:
a. Meningkatkan dan mengendalikan fungsi hutan lindung;
b. Memulihkan kawasan lindung yang telah menurun fungsinya;
c. Meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung setempat;
d. Meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung tanpa mengabaikan
fungsi perlindungan melalui kegiatan pariwisata yang ramah
lingkungan;
e. Mengatur pola penggunaan lahan di sekitar kawasan lindung;
f. Meningkatkan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan
g. Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan
kawasan lindung.
9. Kebijakan pengembangan dan peningkatan kawasan budidaya untuk
mendukung perekonomian wilayah sesuai daya dukung lingkungan,
serta mendukung fungsi pertahanan dan keamanan negara, dijabarkan
dalam strategi berikut:
a. Mempertahankan dan mengendalikan perubahan fungsi kawasan
hutan produksi;
b. Mengembangkan budidaya tanaman pangan dan perkebunan,
termasuk sumberdaya lokal;
c. Mengembangkan sistem pemasaran hasil perikanan dan pertanian;
d. Mengembangkan kegiatan pertambangan yang ramah lingkungan;
e. Mengembangkan kegiatan industri terutama diarahkan pada industri
pendukung perikanan dan pertanian;
f. Mengembangkan dan meningkatan kegiatan pariwisata alam, buatan,
dan sejarah secara terintegrasi;
g. Mengembangan permukiman yang aman, nyaman, dan seimbang
serta mempertimbangkan daya dukung lingkungan;
h. Mengembangkan kegiatan budidaya yang mendukung fungsi
pertahanan dan keamanan negara.
10. Kebijakan pengembangan kawasan yang diprioritaskan untuk
mendukung sektor ekonomi potensial, pengembangan sosial budaya, dan
a. Mendorong pengembangan sentra ekonomi pendukung pariwisata dan
pengolah hasil kelautan dan perikanan;
b. Mendorong pengembangan pengelolaan aset sosial budaya;
a. Mengendalikan kualitas lingkungan hidup.
3.1.2.2 Struktur Ruang Wilayah
A. Perkotaan
Pusat kegiatan di wilayah kabupaten merupakan simpul pelayanan
sosial, budaya, ekonomi, dan/atau administrasi masyarakat di wilayah
kabupaten, yang secara umum terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) promosi yang berada di wilayah
kabupaten;
b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang berada di wilayah kabupaten;
c. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang berada di wilayah kabupaten;
d. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang berada di wilayah
kabupaten;
e. Pusat-pusat lain di dalam wilayah kabupaten yang wewenang
penentuannya ada pada pemerintah daerah kabupaten, yaitu:
o Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) merupakan kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala distrik atau
beberapa desa; dan
o Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman
Rencana sistem pusat kegiatan Kabupaten Biak Numfor, terdiri atas:
1. PKN promosi:perkotaan Biak
PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Dalam PP No.
27/2008 tentang RTRWN, Biak ditentukan sebagai PKW. Karena
potensi serta prospek perkembangannya, dalam RTRW Provinsi
Papua, perkotaan Biak diusulkan menjadi PKN promosi. PKN adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
Biak merupakan pusat dari SWP III Provinsi Papua dengan wilayah
pengembangan Kabupaten Supiori, Kabupaten Yapen, dan Kabupaten
Waropen.
2. PKL: perkotaan Yemburwo (Distrik Numfor Timur), perkotaan
Orkhdori (Distrik Swandiwe), perkotaan Andei (Distrik Biak Utara),
perkotaan Yomdori (Distrik Biak Barat), dan perkotaan Pasi (Distrik
Aimando).
PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten atau beberapa distrik. Beberapa pusat
distrik di Kabupaten Biak Numfor diusulkan menjadi PKL, sesuai
potensi dan prospek pengembangan masing-masing:
o Perkotaan Yemburwo: memiliki bandara, yang merupakan
prasarana transportasi utama penghubung Pulau Numfor dengan
o Perkotaan Orkhdori: merupakan distrik perbatasan dengan
Kabupaten Supiori, sehingga pertumbuhannya perlu didorong agar
mengimbangi perkembangan yang berlangsung di Kabupaten
Supiori.
o Perkotaan Andei, Yomdori, dan Pasi: memiliki pelabuhan sebagai
prasarana transportasi angkutan orang dan barang, penghubung
Kepulauan Padaido dengan Pulau Biak.
3. PPK: Sandauw (Distrik Bruyadori), Yereboy (Distrik Warsa), Yendidori
(Distrik Yendidori), Wadibu (Distrik Oridek)
PPK merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala distrik atau beberapa kampung.
Sebagai PPK, perkotaan Sandauw, Yereboy, Yendidori, dan Wadibo
tidak memiliki fasilitas prasarana transportasi penting (kecuali
Sandauw yang memiliki pelabuhan, yaitu Pelabuhan Manggari) dan
sarana perdagangan dalam skala kabupaten. Namun perkotaan
tersebut memiliki fasilitas permukiman yang dapat melayani kegiatan
skala distrik atau beberapa kampung, seperti fasilitas pendidikan
serta fasilitas kesehatan.
4. PPL: Kansai (Distrik Numfor Barat), Rawar (Distrik Orkeri), Andei
(Distrik Poiru), Bosnik (Distrik Biak Timur), Roidifu (Distrik Andey),
Soor (Distrik Yawosi), Sansudi (Distrik Bondifuar), Pai (Distrik
Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar kampung.
Pusat-pusat pelayanan di PPL memiliki fasilitas permukiman dasar
(sarana pendidikan dan kesehatan) yang dapat melayani kegiatan
skala antar kampung. Pusat pelayanan di Distrik Yawosi dari Yawosi
dipindahkan ke Soor, dikarenakan faktor fisik dasar dan pencegahan
terhadap terjadinya bencana.
Tabel 3.2
Rencana Penetapan Hirarki dan Fungsi Pusat Pelayanan Kabupaten Biak Numfor
PKNp • Pusat perdagangan dan jasa internasional, nasional, dan
PKL • Pusat perdagangan dan
Pusat dan laut skala antar distrik
Pasi Aimando Hirarki
PPK • Pusat pemerintahan distrik
Yereboy Warsa Hirarki
PPL • Pusat pemerintahan distrik
Pusat
Catatan: *pusat Distrik Yawosi dari Yawosi dipindahkan ke Soor dengan alasan faktor fisik
3.1.2.3 Sistem Perwilayahan
Karakter perkembangan wilayah di Kabupaten Biak Numfor
cenderung linier, mengikuti kawasan pesisir, di mana antara wilayah pesisir
timur dan pesisir barat dipisahkan oleh kawasan hutan di bagian
tengahnya. Sistem jaringan jalan juga berpola mengikuti perkembangan
kawasan permukiman.
Berdasarkan kondisi geografis seperti di atas serta hirarki pusat-pusat
kegiatan maka rencana sistem perwilayahan di Kabupaten Biak Numfor
sebagai berikut:
1. SSWP I
o Pusat kegiatan: PKN promosi Biak(perkotaan Biak)
o Wilayah pelayanan: Distrik Biak Kota, Samofa, Biak Timur, dan
Kegiatan utama: perdagangan dan jasa (komersial, sosial,
pemerintahan), industri, transportasi, konservasi, pariwisata,
kehutanan, pertanian, minapolitan, serta permukiman.
2. SSWP II
o Pusat kegiatan: PKL Biak Barat(perkotaan Yomdori)
o Wilayah pelayanan: Distrik Biak Barat, Yendidori
Kegiatan utama: transportasi, kehutanan, pertanian, minapolitan,
serta industri.
3. SSWP III
o Pusat kegiatan: PKL Biak Utara(perkotaan Andey)
o Wilayah pelayanan: Distrik Biak Utara, Andey, Yawosi, dan Warsa
Kegiatan utama: konservasi, kehutanan, minapolitan, pertanian, serta
transportasi.
4. SSWP IV
o Pusat kegiatan:PKL Swandiwe (perkotaan Orkhdori)
Orkhdori merupakan pusat kegiatan dengan fasilitas minimum
dibanding dengan pusat-pusat kegiatan yang lain. Mengingat bahwa
orkhdori berada di kawasan perbatasan dengan Kabupaten Supiori
maka perkembangan Orkhdori perlu menjadi prioritas dalam rencana
pembangunan struktur ruang.
o Wilayah pelayanan: Distrik Swandiwe, Bondifuar
5. SSWP V
o Pusat kegiatan: PKL Numfor Timur (perkotaan Yemburwo)
o Wilayah pelayanan: Distrik Numfor Timur, Numfor Barat, Orkeri,
Bruyadori, dan Poiru
Kegiatan utama: minapolitan, kehutanan, pariwisata, serta
transportasi.
6. SSWP VI
o Pusat kegiatan: PKL Aimando(perkotaan Pasi)
o Wilayah pelayanan: Distrik Aimando dan Padaido
Kegiatan utama: konservasi, minapolitan, serta pariwisata.
3.1.2.4 Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD)
Arah Kebijakan, Strategi dan Program Pengembangan Kota
Visi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Biak
Numforadalah:“Mewujudkan Biak Numfor Bangkit, Mandiri, Sejahtera
Untuk Perubahan”
Misi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Biak
Numfor, mencakup:
1) Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih dan Akuntabel;
3) Mewujudkan Kualitas SDM yang Cerdas, Inovatif dan Kreatif;
4) Meningkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat;
5) Meningkatkan Suasana Aman dan Damai Dalam Masyarakat dilandasi
Nilai Keagamaan dan Nilai Adat Istiadat;
6) Meningkatkan Pembangunan Insfrastruktur yang Berbasis Tata Ruang
dan Lingkungan Hidup.
Strategi dan kebijakan Pembangunan Jangka Menengah
Kabupaten Biak Numfor yaitu:
Strategi Pembangunan Daerah
A. Strategi Pokok Pembangunan Daerah
Strategi pembangunan daerah merupakan pendekatan utama
mengenai upaya-upaya pembangunan yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat guna mewujudkan visi
pembangunan daerah. Untuk mewujudkan visi pembangunan daerah maka
ditetapkan 6 (enam) misi pembangunan daerah yang dilaksanakan melalui 5
(lima) Strategi Pokok pembangunan daerah yaitu kemitraan, keberlanjutan,
peningkatan dan percepatan, pemberdayaan masyarakat dan keterpaduan
sektor.
B. Strategi Kemitraan
Pemerintahan Kabupaten mengemban misi representasi Provinsi
dan pemerintah Pusat dan sekaligus sebagai daerah otonom. Karenanya,
untuk mengembangkan kemitraan secara internal dan eksternal. Kemitraan
internal adalah solidaritas dan komitmen yang sama untuk mewujudkan
kemajuan bersama serta mengurangi kesenjangan antar wilayah, sedangkan
kemitraan antar kabupaten, LSM, regional dan nasional merupakan bentuk
kemitraan eksternal.
C. Strategi Berkelanjutan
Program pembangunan yang digulirkan merupakan rangkaian
yang tak terpisahkan dari berbagai program pembangunan yang telah
dicanangkan dan dilaksanakan pada masa-masa sebelumnya. Melalui
proses pengkajian dan evaluasi yang akurat, dipetik hikmah dan
pengalaman untuk menata program-program pembangunan selanjutnya
dan tetap merangkainya sebagai suatu jalinan yang bermanfaat bagi rakyat.
Pembangunan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri.
D. Strategi Peningkatan dan Percepatan
Pembangunan diarahkan untuk dapat mencapai perubahan dari
kondisi pembangunan yang saat ini sedang berkembang dan belum optimal
menuju kondisi perkembangan pembangunan yang lebih pesat, berkualitas
dan bermanfaat bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk
mencapai perubahan dimaksud, maka perlu dilakukan peningkatan dan
percepatan melalui program dan kegiatan yang berdaya ungkit besar dan
pro rakyat sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pembangunan yang dijalankan bertujuan untuk meningkatkan
peran dan akses masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan. Untuk itu perlu dikembangkan birokrasi
dengan pelayanan publik yang cepat dan murah melalui penataan
kelembagaan dan kultur untuk mewujudkan anggaran pembangunan yang
lebih besar berpihak pada kepentingan rakyat (belanja publik) dari pada
untuk belanja pemerintah (belanja aparatur), dengan mengoptimalkan
pemerintahan yang katalis.
F. Strategi Keterpaduan Antar Sektor
Keberhasilan pembangunan membutuhkan keterlibatan seluruh
sektor pembangunan dan komponen bangsa baik pemerintah, swasta,
akademisi, masyarakat maupun pemangku kepentingan terkait. Tiap
komponen yang terkait mewakili berbagai kepentingan dan sektor yang
menjadi kewenangannya, karena itu dibutuhkan payung integrasi guna
menciptakan keterpaduan agenda pembangunan yang ditetapkan dalam
upaya percepatan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Arah Kebijakan Pembangunan
Arah kebijakan pembangunan dilaksanakan untuk megoptimalkan
5 (lima) strategi pokok pembangunan yang menjadi landasan seluruh
Program dan Kegiatan Pembangunan. Sehubungan dengan itu ditetapkan
arah kebijakan umum pembangunan yang mendukung strategi
pembangunan yang selanjutnya dijabarkan dalam arah kebijakan
A. Peningkatan Investasi Pembangunan
Arah kebijakan pembangunan untuk mendukung strategi
kemitraan pembangunan dilaksanakan melalui peningkatan investasi
pembangunan dengan melibatkan seluruh pelaku pembangunan.
Peningkatan investasi dilaksanakan melalui peningkatan jumlah dan
kualitas penggunaan dana investasi pada 6 (enam) agenda pembangunan
daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan
harapan tersebut maka strategi kemitraan pembangunan melalui
peningkatan investasi pembangunan diwujudkan melalui penggalian dana,
peningkatan kualitas dan peningkatan pengelolaan investasi pembangunan.
1. Penggalian Sumber Dana Investasi Pembangunan
Penggalian sumber-sumber investasi pembangunan dilaksanakan
melalui dukungan perencanaan pembangunan yang berkualitas sesuai
kebutuhan daerah. Sumber-sumber dana investasi pembangunan yang
perlu didorong dan digerakkan peningkatannya untuk mendukung 6
(enam) agenda pembangunan yaitu; (1) Dana Dekonsentrasi, (2) Dana
Tugas Pembantuan, (3) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (4) Dana
Perimbangan, (5) Lain-lain pendapatan yang sah, (6) Hibah kerjasama
bilateral dan multilateral, NGO Internasional, CSR BUMN, Kerjasama
pemerintah Swasta dan sumber-sumber investasi pembangunan
lainnya. Peningkatan investasi pembangunan juga dilaksanakan
melalui optimalisasi kerjasama pembangunan yaitu kerjasama dengan
Kabupaten se-kawasan Teluk Cenderawasih, Kerjasaama kota kembar
dalam pengelolaan Asset, penyertaan Modal pada Bank Papua , Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) Peningkatan kualitas investasi
pembangunan dimaksudkan bahwa untuk setiap pembiayaan harus
mampu memberikan daya ungkit besar dan mampu menyelesaiakan
permasalahan yang dapat menghambat pencapaian yang optimal 6
(enam) agenda pembangunan. Untuk mewujudkan kualitas investasi
pembangunan maka perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
pendanaan investasi dilaksanakan dengan prinsip transparan,
responsive, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan,
berdaya ungkit besar dengan tetap berwawasan lingkungan untuk
menjamin kesinambungannya.
2. Peningkatan Pengelolaan Hasil Investasi Pembangunan
Pengelolaan hasil investasi pembangunan yang dapat meningkatkan
produktifitas masyarakat dan kesinambungan pembangunan harus
dilaksanakan dengan baik agar berfungsi optimal. Untuk menjamin
setiap hasil investasi pembangunan berfungsi optimal maka pemangku
kepentingan yang mengelola, memelihara, membina, mengendalikan
dan memberikan pengawasan harus jelas standar operasi prosedurnya
Sejak selesai pembangunan hingga pengelolaannya. Sehubungan
sumber dana pembangunan dari berbagai sumber dengan prosedur
yang berbeda maka setiap hasil pembangunan dilaksanakan
pencatatan secara baik dilengkapi dengan standar prosedur yang akan
dipergunakan secara bersama sebagai kartu kendali.
Kabupaten Biak Numfor sebagai Kabupaten dengan laju pertumbuhan
ekonomi agregat tahun 2012 yaitu mencapai 7,28 persen, serta belum
optimalnya kontribusi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Biak Numfor
terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional hal ini disebabkan
oleh karena potensi unggulan belum dikelola dengan baik dan
rendahnya infrastruktur fasilitas pelayanan dasar. Sehubungan dengan
itu strategi peningkatan dan percepatan pembangunan dilaksanakan
melalui; (i). peningkatan kinerja potensi unggulan yang sudah dikelola;
(ii). Perluasan dan percepatan pengelolaan potensi yang belum dikelola;
dan (iii). peningkatan dan percepatan dukungan pembangunan
infrasruktur wilayah dan infrastruktur pelayanan sosial dasar. Untuk
mewujudkan capaian tersebut maka arah kebijakan pembangunan
dalam rangka mewujudkan strategi peningkatan dan percepatan
pembangunan difokuskan pada pembangunan sumberdaya manusia,
ekonomi wilayah, konektifitas wilayah, air bersih dan kelistrikan serta
reformasi birokrasi.
a. Pembangunan Sumber Daya Manusia
Peningkatan mutu sumberdaya manusia agar berdaya saing tinggi
didukung pembangunan pendidikan, kesehatan dan pelatihan
kompetensi secara reguler didukung kebijakan peningkatan dan
percepatan yaitu :
Pembangunan pendidikan dan kebudayaan melalui
penerapan manajemen pengelolaan pendidikan yang
Sekolah (BOS), beasiswa, peningkatan kompetensi guru,
tutor, pamong belajar, seniman, budayawan, dan peningkatan
prasarana dan sarana pendidikan yang berbasis teknologi
serta peningkatan prasarana dan sarana pendidikan;
Pembangunan kesehatan masyarakat didukung Revolusi
Kesehatan Ibu dan Anak (Revolusi KIA) yang disinergikan
dengan Biaya Operasional Kesehatan (BOK), Sanitasi Total
berbasis Masyarakat (STBM), Jaminan Kesehatan
masyarakat, peningkatan kualitas, jumlah dan distribusi
tenaga kesehatan, Peningkatan gizi masyarakat melalui
mandiri pangan yang didukung pengelolaan pangan lokal dan
Pembangunan Rumah sakit Rujukan Tipe B;
Peningkatan daya saing sumberdaya manusia dilaksanakan
melalui pelatihan kompetensi tenaga kerja berbasis
kewirausahaan untuk mendukung pencapaian jumlah
wirausaha.
b. Pembangunan Ekonomi
Peningkatan, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita
maka akan dilaksanakan melalui sinergi pembangunan ekonomi
daerah dengan kebijakan pembangunan afirmatif Nasional di
Kabupaten Biak Numfor yaitu; (i). Direktif Presiden untuk
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua
NASIONAL dan Optimalisasi Kawasan Ekonomi Khusus yang
terintegrasi dengan kawasan Pelabuhan Perikanan sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi; (iii). Mendorong Percepatan Biak sebagai
Destinasi Wisata Nasional melalui penetapan Biak sebagai
Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan
Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI).
c. Peningkatan Konektifitas Wilayah
Pembangunan ekonomi, pelayanan sosial dan kemasyarakatan
perlu didukung konektifitas wilayah. Sehubungan dengan itu
pembangunan infrastruktur dipacu jumlah dan kualitasnya.
Pembangunan infrastruktur berdaya ungkit besar yang akan
dibangun yaitu; (i). Pengembangan Bandara Internasional Frans
Kaisepo, (ii). Peningkatan kualitas jalan Nasional, Provinsi dan
Kabupaten (iii). Pembangunan jembatan (iv). Peningkatan
transportasi terpadu antar modal dan (v) Peningkatan prasarana
transportasi ke pulau-pulau.
d. Peningkatan Perumahan Air Bersih dan Kelistrikan
Percepatan pembangunan daerah juga dilaksanakan melalui
penyediaan pelayanan sosial daerah yaitu rumah layak huni, air
bersih dan listrik. Sehubungan dengan itu akan dilaksanakan
upaya terobosan pembangunan melalui; (i). Pembangunan
perumahan layak huni integrasi program kampung mandiri,
pembangunan rumah swadaya, (ii). Peningakatan layanan air
dari mata air dan sistem pengeboran (iii). Pelayanan listrik melalui
optimalisasi pengembangan energi baru dan terbarukan
e. Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Pelayanan Publik
Reformasi birokrasi untuk meningkatkan tatakelola pemerintahan
yang baik merupakan tatanan pengelolaan manajemen yang
ditandai dengan penerapan prinsip-prinsip tertentu, antara lain:
keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, supremasi
hukum, keadilan, dan partisipasi. Penerapan tata kelola
pemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan
mempunyai peranan yang sangat penting bagi tercapainya sasaran
pembangunan dan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang
dihadapi secara efektif dan efisien. Terbangunnya tatakelola
pemerintahan yang baik dalam manajemen pemerintahan akan
tercermin dari berkurangnya tingkat korupsi, makin banyaknya
keberhasilan pembangunan diberbagai bidang, dan terbentuknya
birokrasi pemerintahan yang professional dan berkinerja tinggi.
Penerapan tatakelola pemerintah yang baik tersebut harus
dilakukan pada seluruh aspek manajemen penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendaliannya. Penerapan tatakelola
pemerintahan yang baik diharapkan terwujud dalam
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, pelayanan publik yang
berkualitas, dan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
pembangunan. Pelayanan publik juga merupakan hal yang
penting karena kewajiban utama pemerintah adalah memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada masyarakatnya agar dapat
hidup lebih aman, nyaman dan sejahtera. Upaya peningkatan
tatakelola pemerintahan dan pelayanan publik dilaksanakan
melalui penyiapan peraturan daerah yang dapat melindungi
hak-hak sipil, peningkatan keterbukaan informasi, peningkatan akses
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan dan pelaksanaan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) secara konsisten, penandatanganan pakta integritas,
Pelaksanaan E-procrument dalam pengadaan barang dan jasa,
dan meningkatkan pendelegasian pelaksanaan kegiatan secara
swakelola langsung oleh masyarakat, lembaga swasdaya
mansyarakat dan perguruan tinggi sesuai dengan kompetensinya
serta pembentukan Tim Pengendali Mutu Pelaksanaan dan
Pengendali Pelaksanaan Kegiatan pada seluruh SKPD.
3.1.2.5 Arahan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung
A. Ketentuan fungsi bangunan gedung
Fungsi Bangunan Gedung di Wilayah Kabupaten Biak Numfor di
golongkan ke dalam fungsi hunian, keagamaan, usaha, social dan
budaya serta fungsi khusus.
Menurut Fungsinya, Bangunan Gedung di Kabupaten Barito Selatan di
• Bangunan Rumah Tinggal dan sejenisnya
• Bangunan Kelembagaan/Kantor
• Bangunan Fasilitas Umum
• Bangunan Perdagangan dan jasa
• Bangunan Pendidikan
• Bangunan Industry
• Bangunan Sosial
• Bangunan Fungsi Khusus
• Bangunan Campuran
B. Persyaratan bangunan gedung
• Setiap bangunan gedung harus dapat di bangun, dimanfaatkan,
dilestarikan dan bongkar sesuai persyaratan bangunan gedung
yang diatur dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung dan Pelaksanaannya, termasuk pedoman dan
standard teknisnya
• Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administrasi agar gedung dapat dimanfaatkan sesuai fungsi yang
ditetapkan
• Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan teknis,
baik persyaratan tata bangunan laik fungsi dan laik huni, serasi
dan selaras dengan lingkungan
• Pemenuhan persyaratan teknis di sesuaaikan dengan fungis,
klasifikasi dan permanensi bangunan gedung
• Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi pembangunan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran
• Dalam penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana yang
dimaksud pada point satu penyelenggara berkewajiban memenuhi
persyaratan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam BAB
III Peraturan Daerah Kabupaten Biak Numfor tentang Bangunan
Gedung
• Penyelenggaraan gedung terdiri atas pemilik bangunan gedung,
penyedia jasa konstruksi dan pengguna bangunan gedung
• Pemilik bangunan gedung yang belum memiliki persyaratan
sebagaimana di maksud dalam Bab IIIPeraturan Daerah
Kabupaten Biak Numfor tentang Bangunan Gedung harus tetap
memenuhi ketentuan tersebut secara bertahap
D. Peran Masyarakat
• Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, masyarakat dapat
berperan untuk memantau dan menjaga ketertiban, baik dalam
kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun
kegiatan pembokaran bangunan gedung
• Pemantauan sebagaimana pada point satu dilakukan secara
objektif, dengan penuh tanggung jawab, dan dengan tidak
menimbulkan gangungan dan/atau kerugian bagi pemilik
dan/atau penggunan bangunan gedung, masyarakat dan
• Masyarakat melakukan pemantauan melalui kegiatan
pengamatan, penyampaian masukan, usulan dan, pengaduan
dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
• Dalam pelaksanaan pemantauan sebagaimana yang dimaksud
pada poin satu, masyarakat dapat melakukan secara perorangan,
kelompok, organisasi kemasyarakatan, maupun melalui tim ahli
bangunan gedung.
• Berdasarkan pemantauannya, masyarakat melaporkan secara
tertulis kepada pemerintah dan/atau pemerintah Kabupaten
terhadap:
1. Indikasi bangunan gedung yang tidak layak fungsi dan/atau
2. Bangunan gedung yang pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian, dan/atau pembongkarannya berpotensi
menimbulkan gangguan dan/atau bahaya bagi pengguna,
masyarakat, dan lingkungannya.
3.1.2.6 Arahan Strategi Sanitasi Kota
A. Arahan Pengembangan Air Limbah
PengelolaanAir Limbah Domestik
Sistem pengelolaan limbah meliputi:
a. sistem pengelolaan komunal di kawasan perkotaan, kawasan
pengembangan permukiman baru, dan kawasan industri;
c. pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Distrik
Samofa;
d. pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kawasan
industri.
B. Arahan Pengembangan Persampahan
Kondisi pengelolaan persampahan pada tahun penyusunan rencana;
TPA berada di Kampung Maryendi Distrik Samofa dengan luas 4 Ha.
TPA tersebut hanya mampu melayani 2 distrik (Distrik Biak Kota dan
Samofa). Sistem pengumpulan sampah, sampah dari masyarakat
langsung dipindahkan ke TPA tanpa ada proses pengolahan terlebih
dahulu di tingkat masyarakat. Pengangkutan sampah menggunakan
truk dengan armada terbatas dan usia kendaraan 10 tahun lebih.
Sistem pembuangan akhir masih menggunakan sistem open dumping.
Sementara itu di permukiman pada tingkat kampung pada umumnya
sampah dibakar di halaman rumah.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumber daya.
Arahan pengelolaan sampah di Kabupaten Biak Numfor dilakukan
melalui upaya pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan
pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.
Sedangkan kegiatan pemilahan meliputi:
1. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
2. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan
sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara
atau tempat pengolahan sampah terpadu;
3. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari
tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat
pemrosesan akhir;
4. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah; dan/atau
5. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman.
Arahan pemrosesan akhir sampah di Kabupaten Biak Numfor:
a. Rencana pembangunan TPST (Tempat Pengelolaan Sementara
Terpadu) di beberapa lokasi yakni Kelurahan Mandala Distrik Biak
Kota, di Kelurahan Samofa, Kelurahan Karang Mulya, Kelurahan
Brambaken, dan Kelurahan Sumberker Distrik Samofa, dengan
Aktivitas di TPST diarahkan pada composting dan daur ulang. Sisa
sampah hasil composting dan daur ulang diangkut ke TPA
menggunakan armada truk pengangkut.
b. Lokasi TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) tetap diarahkan pada
lokasi TPA yang telah ada (yaitu di Samofa Distrik Samofa), namun
ditingkatkan lagi fungsinya.
Arahan pengembangan sistem pengelolaan sampah di TPA adalah
menggunakan sistemsanitarylandfill.
c. Composting serta daur ulang sampah dapat dilakukan oleh
masyarakat pada tingkat permukiman melalui pendampingan dari
pemerintah daerah. Pemerintah daerah melalui dinas yang
bersangkutan dapat menyediakan pendamping (penyuluh) melalui
kerjasama dengan LSM.
C. Arahan Pengembangan Drainase
Rencana sistem jaringan drainase terutama ditujukan pada kawasan
perkotaan. Rencana pengembangan sistem jaringan drainase meliputi
wilayah perkotaan Biak, Waroi dan Bosnik.
Drainase primer juga dikembangkan dengan memanfaatkan badan
sungai Korem di Distrik Biak Utara, sungai Wari di Distrik Andey,
sungai Wardo di Distrik Biak Barat, sungai Napi dan Orek di Distrik
Rencana sistem drainase diarahkan pada revitalisasi saluran drainase
yang telah ada dan pembuatan saluran baru. Untuk merencanakan
sistem drainase batasan yang digunakan adalah sebagai berikut:
o Sedapat mungkin memanfaatkan saluran alam agar sistem yang
direncanakan lebih ekonomis
o Arah pengaliran mengikuti garis kontur sehingga dapat mengalir
secara gravitasi tanpa memerlukan pemompaan.
o Dimensi saluran drainase disesuaikan dengan lebar jalan dan
tergantung pada curah hujan setempat, sedangkan untuk saluran
drainase yang berfungsi sebagai saluran pematusan dimensinya
tergantung pada jumlah penduduk yang dilayani.
Sarana prasarana sistem jaringan drainase, meliputi:
1. Badan penerima air
Prasarana meliputi: sumber air di permukaan tanah (laut, sungai,
danau) serta sumber air di bawah permukaan air tanah (air tanah
akifer)
2. Bangunan pelengkap
Prasarana meliputi: gorong-gorong, pertemuan saluran, bangunan
terjunan, jembatan,street inlet, pompa, pintu air.
3.1.2.7 Arahan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Kawasan peruntukan permukiman, meliputi kawasan peruntukan
permukiman perkotaan dan peruntukan permukiman kampung.
Permukiman perkotaan meliputi perkotaan Biak-Samofa-Yendidori-Biak
Timur. Kawasan perkotaan ini merupakan perkotaan kecil. Kawasan
perkotaan kecil adalah kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk yang
dilayani paling sedikit 50.000 jiwa dan paling banyak 100.000 jiwa. Sebagai
ibukota Kabupaten Biak Numfor, saat ini tercatat berpenduduk lebih
kurang 60.000 jiwa, dan diperkirakan akan mendekati 100.000 jiwa dalam
kurun waktu 20 tahun yang akan datang.
Kawasan permukiman kampung dibedakan berdasarkan
lokasinya, yaitu kampung yang berada di dataran tinggi dan kampung yang
berada di pantai. Kawasan perkampungan di dataran tinggi pola
kehidupannya dipengaruhi oleh sistem ladang, sedangkan pola kehidupan
kampung di pantai berbentuk permukiman pesisir dan kawasan nelayan.
Kawasan permukiman merupakan kawasan di luar kawasan
lindung yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian masyarakat yang berada di wilayah perkotaan dan perdesaan
Kabupaten Biak Numfor, dengan mempertimbangkan kelestarian
lingkungan yang memiliki areal seluas 21580,77 ha yang sesuai dengan
pola ruang direncanakan lokasi permukiman akan berada tetap di
sepanjang pesisir pantai yang tersebar di 19 distrik Kabupaten Biak Numfor.
Berdasarkan perkembangan permukiman di atas diperlukan
arahan pengelolaan sebagai berikut:
konservasi/lindung.
b. Pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan
untuk permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat,
mempunyai akses untuk kesempatan berusaha dan dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan ketersediaan permukiman,
mendayagunakan fasilitas dan utilitas disekitarnya serta meningkatkan
sarana dan prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang
ada.
c. Pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan
menyediakan fasilitas dan infrastruktur secara berhirarki sesuai
dengan fungsinya.
d. Pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap
menjaga fungsi dan hirarki kawasan perkotaan.
e. Pengembangan kawasan pusat Kota Biak untuk kegiatan yang memiliki
nilai ekonomi tinggi.
f. Perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk
pelayanan wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah
sekitarnya.
g. Permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat
peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru
sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi,
sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah
3.1.2.8 Integrasi Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota dan Sektor
Penyusunan RPIJM pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penyiapan program pembangunan kota yang penekanannya pada
pengembangan dan peningkatan prasarana perkotaan. Kegiatan ini
merupakan tindak lanjut dari kegiatan perencanaan pembangunan wilayah
kabupaten yang biasa dikenal dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Dengan demikian, penyusunan RPIJMKabupaten Biak Numfor ini adalah
suatu arahan kegiatan penyusunan program investasi pengembangan dan
peningkatan prasarana kota dalam jangka menengah untuk mendukung
kebijaksanaan pembangunan wilayah kabupaten.
Konsep dasar rencana pengembangan dan pembangunan wilayah
dalam RPIJM Kabupaten Biak Numfor menguraikan arah dan strategi
pengembangan kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun sesuai
dengan RTRW kabupaten, dengan memperhatikan hasil revisi lima tahunan
RTRW tersebut. Skenario ini mencerminkan kondisi perkembangan
kabupaten atau lingkungan strategisnya saat RPIJM dibuat dan perkiraan
lima sampai dua puluh tahun kedepan.
Fungsi Skenario Pengembangan Wilayah merupakan suatu analisa
strategi pengembangan Wilayah yang ditekankan pada penentuan prioritas
pengembangan kawasan-kawasan di dalam wilayah Kabupaten Biak Numfor
kedalam RPIJM yang sejalan dengan kebijaksanaan perencanaan tata ruang
wilayah Kabupaten Biak Numfor. Adapun skenario pengembangan wilayah
Kabupaten Biak Numfor merupakan suatu tindak lanjut kebijakan yang
maupun global dalam rangka peningkatan prasarana wilayah regional dan
urban, selanjutnya, skenario pembangunan wilayah Kabupaten Biak
Numfor ini akan menjadi dasar/pedoman bagi penentuan investasi
pengembangan dan peningkatan prasarana Kabupaten Biak Numfor
(penyusunan program investasi) dalam jangka menengah (RPIJM Kabupaten
Biak Numfor).
Berdasarkan konsep pemikiran di atas, diharapkan penyusunan
investasi pembangunan perkotaan (terutama pengembangan dan
peningkatan prasarana kota) yang dilakukan melalui penyusunan RPIJM
dapat dilaksanakan secara terpadu dan efisien sehingga pembangunan
perkotaan dalam jangka menengah dapat mencapai sasaran secara optimal.
Biak Kota adalah merupakan Ibu Kota Kabupaten Biak Numfor
secara geografis terletak di bagian tengah Papua yang berjarak ± 555 km
arah Barat Laut dari Ibu Kota Provinsi Papua (Jayapura). Dalam konteks
regional pengembangan wilayah Papua, Biak Kota merupakan sub pusat
pengembangan Kabupaten Biak Numfor.
Faktor-faktor yang mendukung pengembangan adalah letak
geografis yang diapit oleh wilayah kabupaten disekitarnya dan terletak di
tengah-tengah, potensi ekonomi meliputi, pertanian, tanaman pangan,
perkebunan, kelautan dan perikanan, perdagangan dan transportasi serta
pariwisata yang merupakan salah satu kawasan andalan pemerintah
provinsi Papua. Pembangunan Wilayah Kabupaten Biak Numfor mempunyai
tujuan utama, yakni memberdayakan seluruh lapisan san kelompok
kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, hukum, dan politik. Kondisi
masyarakat yang berdaya dalam segala bidang merupakan tujuan yang
hendak dicapai dalam jangka panjang dimana proses untuk mencapai
tujuan akhir tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi,
potensi dan kendala yang dihadapi.
3.2 Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya Biak
Numfor
Perubahan pendekatan pembangunan dari sentralisasi
kedesentralisasi secara monumental ditandai dengan lahirnya
Undang-Undang No. 22/1999 yang memberikan inplikasi terhadap sistem dan
praktek penyelenggaraan pembangunan, khususnya di daerah kabupaten
Biak Numfor. Hal tersebut, paling tidak dapat diamati dari (i); proses dan
mekanisme perencanaan akan lebih bernuansa bottom–up planning, dimana
masyarakat akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk terlibat dalam
secara langsung dalam perumusan dan implementasi berbagai konsep
perencanaan dan aktivitas pembangunan; (ii) semakin terbukanya ruang
bagi tumbuh kembangkan kreativitas, prakarsa, dan inisiatif dari
pemerintah lokal (kabupaten/kota) untuk mengembangkan daerahnya
masing-masing sesuai dengan karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah
dan (iii) tuntutan masyarakat tentang kinerja pemerintahan, seperti
akuntanbilitas publik, transparansi, pelayanan, profesionalisme aparat akan
Guna mengantisipasi kemungkinan yang bakal terjadi dalam
perubahan tersebut, maka setiap daerah dituntut untuk mengembangkan
kapasitas kelembagaan (capacity building), meningkatkan kualitas sumber
daya aparat atau memperbaiki kinerja aparatur pemerintahan,
mengembangkan akuntabilitas publik, mendorong partisipasi masyarakat
mengembangkan kerjasama wilayah dan sebagainya.
Untuk itulah Rencana strategi (Renstra) Kabupaten Biak Numfor
perlu segera diimplementasikan, sehingga pemerintah daerah dapat
memiliki acuan/pedoman dalam mengoptimalisasi penyelenggaraan
Desentralisasi Otonomi Daerah (DESTODA).
3.2.1 Rencana Induk Penyediaan Air Minum (RISPAM)
Air merupakan kebutuhan pokok penduduk yang vital, misalnya
untuk air minum, memasak, mencuci, mandi dan lain-lain. Untuk
keperluan air minum penduduk Kabupaten Biak Numfor biasanya
memperoleh yang bersumber dari air hujan, sungai, sumur gali dan sumur
bor. Dari gambaran ini maka Kabupaten Biak Numfor sangat membutuhkan
Investasi Prasarana dan Sarana Air Minum (PSAM) sehingga penduduk
Kabupaten Biak Numfor bisa mendapatkan pelayanan air minum yang baik
dan layak untuk dikomsumsi.
Sub Bidang Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang
bertujuan meningkatkan pelayanan Air Minum di perdesaan maupun
itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi dalam
pembangunan Prasarana dan Sarana Air Minum (PSAM) di perkotaan.
Sasaran Penyediaan dan Pengelolaan Prasarana dan sarana (PS)
Air Minumdi Kabupaten Biak Numfor sampai saat ini belum tersedia,
karena Prasarana dan Sarana air bersih masih dalam tahap pembangunan.
Hanya di Distrik Biak Kota saja yang baru mulai dibangun PS air bersih
tersebut.
Pemda Kabupaten Biak Numfor berharap pada tahun 2014 telah
dapat melayani ketersediaan air bersih hingga sampai kerumah masyarakat
sebanyak 40% di distrik Biak Kota, Distrik Samofa dan 17 (Tujuh Belas)
Distrik lainnya.
Aspek pendanaan dalam pengelolaan sistem jaringan bersih di
Kabupaten Biak Numfor selama ini masih dibiayai oleh Dana dari APBD
Kabupaten Biak Numfor
3.2.2 Strategi Sanitasi Kota (SSK),
A. Air Limbah
Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman
(municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik ( Rumah
Tangga )yang berasal dari air sisa mandi,cuci, dapur dan dan tinja manusia
dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang
Kondisi sistem pengelolaan air limbah yang ada pada saat ini
adalah sistem On site yaitu sistem pembuangan setempat dimana fasilitas
pembuangan air limbah yang berada di dalam daerah persil pelayanannya
(batas tanah yang dimiliki).
Sasaran Pengelolaan (PS) Air Limbah,mengingat pentingnya
kesehatan masyarakat dan kemampuan masyarakat untuk pengelolaan air
limbah di perlukan bantuan untuk pembuatan prasarana sarana air limbah
yaitu dengan cara pembuatan septik tank atau cubluk untuk masyarakat
yang kurang mampu atau belum mempunyai PS air limbah. Untuk menjaga
kesehatan dan perlindungan lingkungan terutama SD air permukaan
maupun air tanah, perlu dilakukan menyebarluaskan informasi tentang
pengelolaan air limbah yang sesuai baku mutu lingkungan.
Melihat kondisi pengelolaan air limbah dan permasalahan yang
ada di Kabupaten Biak Numfor, baik dari aspek teknis maupun non teknis
serta melihat kondisi sosial dan budaya masyarakat maka usulan program
atau kegiatan yang perlu untuk dilakukan dalam jangka pendek maupun
jangka panjang adalah sebagai berikut:
- Penyusunan Master Plan Pengelolaan Air Limbah
- Penyusunan/Pembuatan Study Kelayakan Pembangunan Sarana Air Limbah
- Penyusunan DED Sarana Air Limbah dan IPLT
Pembiayaan Pengelolaandalam rangka pelaksanaan pembangunan
dan pengelolaan air limbah, maka perlu didukung oleh pembiayaan
pengelolaan yang bersumber dari APBN maupun APBD.
B. Persampahan
Sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat,
setengah padat yang merupakan hasil sisa aktivitas manusia/masyarakat,
tidak terpakai, dapat bersifat organik maupun non-organik, karena
membahayakan kesehatan lingkungan harus di
buang/disingkirkan/dikelola dari lingkungan.
Sistem Pengelolaan Persampahan yang ada saat ini di Kabupaten
Biak Numfor adalah Sistem skala individual yaitu sistem pengelolaan yang
dilakukan oleh satu sumber atas sampah yang dihasilkan sendiri oleh
sumber tersebut.
Masyarakat mengolah sampahnya sendiri dengan cara dibakar
dan sebagian besar masyarakat mengolah sampahnya sembarangan dengan
cara membuang di pinggir rumah dan di kali/sungai.
Sasaran Penyediaan Prasarana dan Sarana Pengelolaan
Sampahyang ingin dicapai dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten
Biak Numfor adalah:
• Tercapainya kondisi kota dan lingkungan yang bersih;
• Pencapaian pengurangan kuantitas sampah sebesar 20%;