BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia, bersama
seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih
terpadu, efisien, efektif serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat. Salah
satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang
disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
Pendayagunaan sumber daya yang lebih optimal diharapkan ada diharapkan mampu mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan pembangunan di berbagai daerah, penciptaan lapangan
kerja dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan.
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang
akurat dan komprehensif serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang
dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan
permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat
Kabupaten/Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan.
Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya
berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga
dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang
disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya.
Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang
berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah.
Perencanaan ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang
berdurasi waktu 5 (lima) tahun, yang memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
kebijakan umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana
dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja,
dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Untuk mewujudkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan program infrastruktur yang dapat
mendukung kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpadu yaitu perencanaan program yang
dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya sebagai embrio terwujudnya perencanaan program
infrastruktur yang lebih luas. Dengan adanya Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang
PU/Cipta Karya diharapkan Kabupaten/Kota dapat menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk
memenuhi kebutuhannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan
serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable).
RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan tindak lanjut dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019.
serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kota. Sedangkan Rencana Strategis
Departemen Pekerjaan Umum 2015–2019 menjadi acuan kegiatan sektoral bidang cipta Karya.
Rencana Program Infrastruktur Bidang PU/Cipta Karya yang akan disusun daerah harus
mempertimbangkan kemampuan keuangan/pendanaan dan kelembagaan dalam memenuhi kebutuhan
pembangunannya. Disamping itu, RPIJM perlu memperhatikan aspek kelayakan program masing-masing
sektor dan kelayakan spasialnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan
lingkungannya.
1.2 Maksud dan Tujuan.
Penyusunan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya di Kabupaten Kutai Barat sebagai upaya untuk
mensukseskan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kutai Barat secara terpadu, efektif dan efisien
sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat luas. Diharapkan para pelaku pembangunan termasuk
konsultan dapat memahami kedudukan, arti pentingnya dokumen RPIJM Pemerintah Daerah Kabupaten
Kutai Barat. Tersusunnya RPIJM pada akhirnya dapat menjadi dokumen Program/Anggaran Kerja antara
Pemerintah Pusat, Propinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai Barat yang kelayakannya dapat
dipertanggungjawabkan.
1.3 Dasar Hukum.
RPIJM Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Kutai Barat 2016-2021 disusun dalam kerangka
pembangunan daerah dapat terintegrasi dengan pembangunan nasional. Atas dasar hal tersebut, RPIJM
disusun berdasarkan landasan sebagai berikut:
a. Landasan Idiil : Pancasila
b. Landasan Konstitusional : UUD 1945
c. Landasan Operasional :
1) UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman;
2) UU Nomor 47 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan kota Bontang sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 500 (Lembaran Negara Tahun 500 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962);
3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Replubik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
5) UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air;
6) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundangundangan
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389):
7) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Replubik Indonesia
Nomer 4421);
8) UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;
9) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4438);
10) UU No. 38/2004 tentang Jalan;
11) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005-2025 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 33,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);
12) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
13) UU Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Mahakam Ulu Di Provinsi
Kalimantan Timur;
14) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
15) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
16) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 150,Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4585);
17) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten (Lembaran
Negara Replubik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Replubik
Indonesia nomor 4737):
18) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tenteng Pengelolaan Uang Negara/Daerah
(Lembaran Negara Replubik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Lembaran Negara Replubik
Indonesia Nomor 4738);
19) Peraturan Pemerintah Replubik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Negara Replubik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Lembaran Negara
Replubik Indonesia Nomor 4741);
20) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara
Replubik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21,Tambahan Lembaran Negara Replubik Indonesia
Nomor 4817);
21) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah;
22) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;
23) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019;
24) Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP)
Perumahan dan Permukiman, bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan
diselenggarakan secara berencana dan terpadu;
25) Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KSNP)
Sistem Penyediaan Air Minum;
26) Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
(KSNP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan;
27) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
28) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan , Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
29) Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Barat Nomor 32 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2011-2031;
1.4 Konsep Pembangunan Bidang PU/Cipta Karya.
Sidang umum Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada 25 September 2015 lalu di New York,
Amerika Serikat, secara resmi telah mengesahkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs sebagai
kesepakatan pembangunan global. Sekurangnya 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Jusuf
Kalla, turut mengesahkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 untuk Indonesia.
Mulai tahun 2016, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2015–2030 secara resmi
menggantikan Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs) 2000–2015. SDGs berisi seperangkat tujuan
transformatif yang disepakati dan berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali. SDGs berisi 17 Tujuan.
Salah satu Tujuan adalah Tujuan yang mengatur tata cara dan prosedur yaitu masyarakat yang damai tanpa
kekerasan, nondiskriminasi, partisipasi, tata pemerintahan yang terbuka serta kerja sama kemitraan multi–
pihak.
Indonesia telah memiliki prioritas pembangunan, sesuai dengan program dan prioritas dalam
Nawacita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015–2019. Terdapat konvergensi dan
divergensi antara SDGs dan Nawacita. Dalam hal pembangunan manusia dan upaya penurunan
ketimpangan, kedua dokumen selaras berjalan. Dalam hal pembangunan ekonomi, keduanya juga teman
seiring. Namun, dalam hal keberlanjutan, ekologi dan konservasi lingkungan hidup, maka Nawacita dan
RPJMN harus melakukan banyak penyesuaian (konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, penurunan
kerusakan hutan, manajemen air, laut, dan sebagainya).
Meski begitu, secara keseluruhan banyak pihak sepakat bahwa terdapat beberapa fokus SDGs yang
dapat menjadi panduan pembangunan serta sesuai dengan sembilan agenda prioritas Presiden Joko
Widodo (Nawacita) di antaranya:
1. Keberlanjutan agenda pembangunan manusia seperti kemiskinan, kelaparan, keadilan gender, serta
pemenuhan akses terhadap air dan sanitasi sebagai isu yang senantiasa strategis.
2. Peningkatan kesejahteraan dan pendidikan sesuai dengan agenda prioritas peningkatan kualitas
hidup manusia melalui jaminan sosial, pendidikan, kesehatan serta reformasi agraria.
3. Pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan isu baru yang akan difokuskan pada pertumbuhan
ekonomi inklusif, serta industrialisasi yang berkelanjutan dan pembangunan hunian serta kota yang
4. Akses energi yang terjangkau, sebagai fokus baru yang dikombinasikan dengan pembangunan
infrastruktur seperti pembangunan pembangkit listrik, penggunaan biofuel, bendungan, serta jalur
transportasi. Pengalihan kepada sumber energi terbarukan serta transparansi pengelolaan sektor
energi turut menjadi fokus penting serta tanggung jawab sosial sebagai bagian dari upaya lebih luas
untuk menerapkan tata kelola sumber daya berkelanjutan.
5. Perubahan iklim, di mana Indonesia telah secara sukarela menyatakan komitmennya untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca. Komitmen inidituangkan dalam Rencana Aksi Nasional
Penurunan Gas Rumah Kaca melalui Perpres No. 61/ 2011 dan 33 Rencana Aksi Daerah yang
ditetapkan melalui peraturan gubernur. Langkah penurunan emisi diiringi dengan langkah adaptasi.
Pelaksanaan rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di berbagai bidang terkait dituangkan di
dalam program lintas bidang dalam RPJMN 2015–2019 dengan target penurunan emisi gas rumah
kaca (GRK) sekitar 26 persen pada tahun 2019 dan peningkatan ketahanan perubahan iklim di
daerah.
Keselarasan SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 dengan visi dan misi Presiden Joko
Widodo–Jusuf Kalla “Nawacita” diharapkan dapat mengakselarasi pencapaian RPJMN 2014–2019 sekaligus melengkapi prioritas strategi pembangunan terutama terkait dengan tujuan–tujuan yang berkaitan dengan
lingkungan, energi bersih serta upaya menangani perubahan iklim.
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya Kutai Barat
merupakan penjabaran dari perspektif RPJMD Kutai Barat 2016-2021. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kutai Barat 2016-2021 merupakan dokumen yang menjabarkan visi dan misi
kepala daerah terpilih dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan daerah.
Dengan demikian, RPJMD Kutai Barat 2016-2021 merupakan bagian dari upaya kepala daerah terpilih
dalam memenuhi janji politik, untuk mewujudkan visi dan misi Kutai Barat 2016-2021. Adanya RPJMD Kutai
Barat ini akan memudahkan eksekutif dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi perencaaan dan
implementasi pembangunan daerah. RPJMD juga memungkinkan Kutai Barat menyusun berbagai program
sesuai dengan skala prioritas beserta indikator keberhasilan untuk alat evaluasi. Program-program yang
tersusun dalam RPJMD dilaksanakan secara koordinatif atas SKPD, sehingga diharapkan masing-masing
program akan saling melengkapi dan saling mendukung, sehingga menghindari kemungkinan adanya
overlapping.
Rencana Program Investasi (Infrastruktur) Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten
Kutai Barat 2016 – 2021 atau disingkat sebagai RPIJM Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Kutai Barat 2016 –
Sebagai dokumen teknis, RPIJM menekankan proses partisipasi melalui dialog kebijakan dengan
pihak-pihak terkait, masyarakat, profesional dan lain-lain pada tahap penyusunan rencana pembangunan
Kabupaten Kutai Barat dan melalui dialog investasi dengan masyarakat dan dunia usaha maupun
pihak-pihak yang terkait pada tahap penyusunan prioritas program/kelayakan program investasi. Dengan
demikian, RPIJM yang bersifat sektoral dan terpadu merupakan Consolidated FS yang dapat diterima semua pihak sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah.
1.5 Metode Pendekatan.
Pendekatan penyusunan RPIJM pada hakekatnya perlu mempertimbangkan beberapa hal antara
lain:
1. Proses Perencanaan yang Partisipatif: Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan
pembangunan Kabupaten Kutai Barat yang dinamis membutuhkan penyediaan fasilitas
infrastruktur, dan yang layak, memadai, terjangkau, adil, serta bagi masyarakat luas. Untuk
itu diperlukan perencanaan program investasi yang partisipatif;
2. Membangun Transparansi dan Persepsi Bersama: Permasalahan yang dihadapi Kabupaten
Kutai Barat baik persoalan ekonomi, sosial, budaya, lingkungan maupun persoalan kapasitas
institusi agar menjadi persepsi bersama;
3. Keterpaduan dan Keberlanjutan: Perencanaan Program Investasi Jangka Menengah Bidang
PU/Cipta Karya Kabupaten Kutai Barat mengacu pada prinsip pengembangan wilayah,
RTRW Kabupaten Kutai Barat 2011 - 2031, RPJMN, RPJMD Kabupaten Kutai Barat 2016 -
2021, dan Renstra PU/Cipta Karya, Dinas Terkait, Masterplan Sektor, Strategi Pembangunan Kabupaten Kutai Barat, maupun Peraturan Perundangan yang berlaku;
4. Kelayakan Teknis, Sosial, Ekonomi dan Lingkungan: Penentuan prioritas program dan
kegiatan perlu mengacu pada hasil Studi Kelayakan (FS/DED), kelayakan ekonomi dan sosial
serta lingkungan;
5. Credit Worthiness dan Akuntabilitas; Perhitungan kemampuan penyediaan dana perlu didasarkan pada hasil analisis keuangan. Demikian pula kemampuan pelaksanaan perlu
diperhitungkan dari hasil analisis kelembagaannya serta perlu mempertimbangkan
keberlanjutan pembangunan.
1.6 Kedudukan.
Kedudukan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Kutai Barat yaitu berada di bawah kebijakan
hakekatnya merupakan operasionalisasi dari RPJMN dan RPJMD Kabupaten Kutai Barat. Kebijakan spasial
dalam RPIJM Kutai Barat mengacu pada RTRW Nasional, Propinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai
Barat sedangkan kebijakan sektoral/program dalam RPIJM mengacu pada RPJMN dan RPJMD Kutai Barat
2016-2021 atau lanjutannya serta Masterplan sektor yang ada. Bilamana suatu daerah belum mempunyai Rencana Tata Ruang maupun Masterplan Sektor (RIS) masih dapat dilakukan assessment berdasarkan kebijakan tata ruang maupun kebijakan sektoral yang ada.
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Sistem berpikir di dalam proses penyusunan RPIJM pada prinsipnya mengacu kepada diagram alir proses perencanaan dan penyusunan sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.3
Gambar 1.3
1.7 Sistematika Pembahasan.