64
BAB 4 ANALISIS SOSIAL DAN LINGKUNGAN
4.1. Analisis Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan.
Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh
aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan
kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan
pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut
membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial
adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
- Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal,
dan wilayah bencana.
- Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak ditingkat nasional
dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum
- Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014
- Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan
untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk
peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan
65 - Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi
perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
- Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
- Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan
bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah Kabupaten
Minahasa Selatan terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat :
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi :
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional
66 b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan :
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di Kabupaten Minahasa
Selatan.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di Kabupaten Minahasa
Selatan.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat Kabupaten Minahasa Selatan.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat Kabupaten Minahasa Selatan berperspektif gender,
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
I. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti
adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang
disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, dan kebutuhan penanganannya.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah
tangga dikategorikan miskin, yaitu:
67 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.500.000,-
seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal
lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga
miskin.
II. Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang
Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya
meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,
Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur
Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat
(PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure
Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan
68 bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk
mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga
permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.
III. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat
penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,
pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang
Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan
terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan
milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun.
Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus
dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan
warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana
pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang
ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas
69 di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
IV. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara
sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu
tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh
penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2. Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang
Cipta Karya oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan
lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan,
penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung
70 4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak
dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen
Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal
atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten dalam
aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
71 a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan
daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten di bidang
program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
I. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
72 prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda
depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten Minahasa Selatan dengan dibantu oleh Dinas
Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS
antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya
penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan.
II. Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM
per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti
1. Perubahan iklim,
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan,
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau
7. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi
kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau
dampak terhadap isu-isu tersebut.
Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,
dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi
73 1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
Tabel 4.1 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan Lembaga
Pembuat keputusan a. Bupati
b. DPRD
Penyusun kebijakan, rencana
dan/atau program
Dinas PU-Cipta Karya
Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya
b. BPLHD
Masyarakat yang memiliki
informasi dan/atau keahlian
(perorangan/tokoh/ kelompok)
a. Perguruan tinggi atau lembaga
penelitian lainnya
b. Asosiasi profesi
c. Forum-forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup
e. Perorangan/tokoh
f. kelompok yang memiliki data dan
informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha
c. Tokoh masyarakat
d. Organisasi masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu
74 b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan
berkelanjutan:
1) Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2) Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 4.2 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air
minum. Kekeringan, menurunnya kualitas air
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh
infrastruktur yang tidak berfungsi
maksimal.
Pencemaran tanah oleh
septictank yang bocor, pencemaran
badan air oleh air limbah permukiman
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap
kualitas lingkungan.
Kawasan kumuh menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan
Ekonomi
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan
kerusakan lingkungan
Pencemaran air mengurangi
kesejahteraan nelayan di pesisir
Sosial
Isu 5: Pencemaran menyebabkan
berkembangnya wabah penyakit
Menyebarnya penyakit diare di
permukiman kumuh
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan kebijakan, rencana
dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana,
75 d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencanaprogram.
Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah
76 Tabel 4.3 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan
Perundangan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum
KLHS
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU
wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL
b) Pengertian Umum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk
aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona
lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap
lingkungan.
c) Kewajiban pelaksanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria
sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan studi
lingkungan
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPIM
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e) Mekanisme
Pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai
77
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
dan/atau program; dan
iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
iv. Menteri, gubernur, dan bupati berdasarkan rekomendasi komisi
penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau
Ketidaklayakan lingkungan
f) Muatan Studi
Lingkungan
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan
ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu
strategis terkait pembangunan berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program
i. Kerangka acuan;
ii. Andal; dan
iii. RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKLRPL.
Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati sesuai
kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk
melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan
78
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
tampung lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai
hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum
dalam RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten Minahasa Selatan i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL)
didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan
sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi
AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada
anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan
kabupaten.
j) Partisipasi Masyarakat Masyarakat adalah salah satu komponen dalam
kabupaten yang dapat mengakses dokumen
pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
i. Yang terkena dampak;
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses
AMDAL
k) Atribut Lainnya:
a. Posisi
79
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus Analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan
Berkelanjutan
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas
e. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam, pembangunan
berkelanjutan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
mengarahkan visi dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci
h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP
merupakan proses iteratif dan kontinu
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan
akhir
i. Fokus pengendalian
dampak
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan
j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan
80
III. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan
Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi
dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg
sistem Controllandfill / sanitarylandfill:
- luas kawasan TPA, atau
- Kapasitas Total
> 10 ha
> 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau
- Kapasitas Total
semua
kapasitas/besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas > 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
terpadu:
- Kapasitas > 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas > 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:
81
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
b. Kota besar,
c. Kota sedang dan kecil,
d. keperluan settlement transmigrasi
luas > 50 ha
luas > 100 ha
> 2.000 ha
C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas
penunjang:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
> 2 ha
> 11 m3/hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik,
termasuk fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau
- Kapasitasnya
> 3 ha
> 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau
- Debit air limbah
> 500 ha
> 16.000 m3/hari
D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer
dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan,
b. Kota sedang,
panjang: > 5 km
panjang: > 10 km
E. Jaringan Air Bersih Di Kota
Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan > 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- Panjang > 10 km
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
Tabel 4.5 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem
controlledlandfill atau sanitarylandfill termasuk
instansi penunjang:
82
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
• Kapasitas total < 10.000 ton ii. TPA daerah pasang surut
• Luas landfill, atau < 5 Ha • Kapasitas total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station
• Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah
Terpadu
• Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator
• Kapasitas < 500 ton/hari
vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos • Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/
Permukiman
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) termasuk fasilitas penunjang • Luas < 2 ha
• Atau kapasitas < 11 m3/hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL)
• Luas < 3 ha
• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
(sewerage/offsite sanitation system)
diperkotaan/permukiman • Luas < 500 ha
• Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
c. Drainase Permukaan
Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder • Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di
area/kawasan
pemukiman
• Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha d. Air Minum i. Pembangunan jaringan distribusi:
• luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi
83
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
• Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km • Pedesaan, Panjang : -
iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber
air permukaan lainnya (debit)
• Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps • Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap • Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk
kebutuhan:
• Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
• Kegiatan lain dengan tujuan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
e. Pembangunan Gedung i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah
tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
84
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan:
5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung pelayanan umum :
5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di
atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian,
perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan
bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2
s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan
bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d.
85
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan
yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka
wajib dilengkapi UKL dan UPL
f. Pengembangan
kawasan permukiman
baru
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya
PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja; • Jumlah hunian: < 500 unit rumah; • Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru
sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal
pedesaan (Kota Terpadu Mandiri KTM eks
transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB
di perbatasan);
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah; • Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru
dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap
Bangun/Lingkungan Siap Bangun) • Jumlah hunian: < 500 unit rumah; • Luas kawasan: < 10 ha
g. Peningkatan Kualitas
Permukiman
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan
pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basicneed)
pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan
penduduk;
• Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil,
kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil; • Luas kawasan: < 10 ha
iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk
meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan
agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan
desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP) • Luas kawasan: < 10 ha
86
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
Kumuh Perkotaan berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan
dengan pendekatan peremajaan kota (urban
renewal), disertai dengan pemindahan penduduk,
dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan
bangunan rumah susun • Luas kawasan: < 5 ha
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKLUPL tetapi wajib
dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan