BAB IV
RENCANA PROGRAM INVESTASI
INFRASTRUKTUR
4.1 Rencana Pengembangan Permukiman
4.1.1 Petunjuk Umum
Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan termpat tinggal atau lingkungan hunian atau termpat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU RI No.4/1992).
Menurut Sumaatmadja (1981), permukiman atau tempat kediaman penduduk
(settlement) diartikan sebagai bagain permukiman yang dihuni manusia dengan segala
sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan penduduk, yang menjadi satu kesatuan
dengan tempat tinggal yang bersangkutan
Pengembangan permukiman, baik di perkotaan maupun di perdesaan pada
hakekatnya adalah mewujudkan konsisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni
(livable), aman, nyaman, damai, dan sejahtera serta berkelanjutan.
Permukiman merupakan salah satu kebituhan dasar manusai. Perintah wajib
memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman ini meliputi
pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang
terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses enyelenggaraan
lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.
Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbagkan aspek-aspek
sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangnya dapay sesuai dengan konsidi
masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial bidaya ini dapat meliputi desain, pola
dan struktur , serta bahan material yang dohimlan. Beberapa hal uang perlu diperhatikan
dalam pembagunagan permukian diantaranya adalah :
1. Peran Kabupaten/ Kota dalam pengembangan wilayaj
2. Rencana pembangan Kabupaten/ Kota
3. Memperhatika kondisi alamiah dan ipologi Kabupaten/ Kota bersangkutan, seperti
struktur dan morfologi tanah, topografi
4. pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan
4.1.2 Profil Pembangunan Permukiman
4.1.2.1 Kondisi Umum
4.1.2.1.1. Gambaran Umum
Permukiman perdesaan dalam hal ini pada dasarnya dianalogikan dengan
erminologi wilayah belakang (hinterland) pada konsep pusat-wilayah belakang
(center-hinterland). Pusat adalah kawasan perkotaan yang dicieikan oleh
dominasi kegiatan non pertanian, baik dalam aktivitas ekonomi maupun sosial.
Sedangkan hinterland adalah kawasan “di luar” kawasan perkotaan. Kawasan
yang berada di luar kawasan perkotyaan tersebut, tentunya adalah kawasan
perdesaan, dimana kegiatan pertanian sangat dominan.
Sesuai dengan arahan yang tertuang di dalam RTRWN, sistem permukiman
perdesaan dikembangkan sebagai pusat kegiatan kawasan perdesaan atau
hinterland. Dengan demikian, dalam konteks Jawa Tengah pengembangan
sistem permukiman perdesaan dapat diarahkan kepada hal-hal sebagai berikut:
o Permukiman perdesaan akan menjadi penyeimbang pertumbuhan pusat dan
wilayah belakang, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang semakin melebar
antara perdesaan dan perkotaan.
o Permukiman perdesaan diarahkan sebagai media transformasi fungsi
perkotaan kepada kawasan Perdesaan.
o Permukiman perdesaan menjadi pusat distribusi dan koleksi 9pengumpul)
sumberdaya yang diperlukan bagi pengembangan wilayah perdesaan.
o Lebih lanjut pengembangan pusat permukiman perdesaan tertuang dalam
RTRW Kabupaten (RTRWK). Di dalam RTRWK tergambar pusat prmukiman
perdesaan yang potensial secara fungsional sebagai Desa pusat
Pertumbuhan (DPP).
Jumlah rumah tangga di wilayah studi tahun 2008 sebanyak 352.949 KK.
Jumlah rumah tangga paling banyak terdapat di Kecamatan Bayat sebayak
23.144 KK. Sedangkan rumah tangga paling sedikit terdapat di Kecamatan
Kebonarum sebanyak 5.626 KK. Sejak tahun 2003 (5 Tahun) telah terjadi
peningkatan jumlah KK sebanyak 22.077 KK.
Dari beberapa kecamtan yang ada, persentase peningkatan jumlah rumah
tangga tertinggi terjadi di Kecamatan Bayat dengan peningkatan jumlah rumah
tangga sebanyak 7.888 KK. Sedangkan beberapa kecamatan mengalami
penurunan jumlah KK. Tetapi terbesar berada di Kecamatan Delanggu, denga
Tabel IV-1
Kebutuhan Perumahan Di Kabupaten Klaten
NO KABUPATEN
PROYEKSI KOEFISIEN PROYEKSI KEBUTUHAN KEBUTUHAN
Kebutuhan fasilitas perumahan di Kabupaten Klaten akan mengikuti
perkembangan jumlah penduduk. Besaran tipe rumah pun bervariasi menurut
kemampuan pemiliknya.
o Rumah permanen
Dinding rumah terbuat dari batu bata, bersifat permanen dan kokoh, lantai
rumah dilapisi oleh semen dan ubin.
o Rumah semi permanen
Dinding rumah terbuat dari sebagian tembok, sebagian berupa bahan kayu
atau bahan bambu, bersifat kokoh dan permanen, lantai rumah dilapisi oleh
semen dan ubin.
o Rumah non permanen
Dinding rumah terdiri dari bahan kayu atau bahan bambu, bersifat non
permanen, lantai rumah masih berupa tanah atau tanah liat (tidak berlapis
semen ataupun ubin).
Tabel IV .2
Jumlah Rumah Berdasarkan Permanensi Bangunan
NO KECAMATAN KONDISI RUMAH JUMLAH
PERMANEN SEMI PERMANAN TEMPORER RUMAH
1 Prambanan 7285 3284 0 10569
2 Gantiwarno 8623 555 444 9622
3 Wedi 8088 2943 529 11560
4 Kebonarum 4313 77 6 4396
5 Jogonalan 11316 846 400 12562
6 Manisrenggo 4404 886 3924 9214
7 Karangnongko 6257 1121 224 7602
8 Kemalang 3568 3296 1790 8654
9 Klaten Selatan 8878 79 100 9057
10 Klaten Tengah 11900 538 258 12696
11 Klaten Utara 8558 760 0 9318
12 Ceper 20545 293 131 20969
13 Jatinom 10397 1384 1783 13564
14 Kalikotes 7485 186 70 7741
15 Karanganom 10503 152 21 10676
16 Karangdowo 8661 2378 678 11717
17 Ngawen 8487 901 314 9702
19 Tulung 11402 1286 0 12688
20 Wonosari 14074 873 0 14947
21 Cawas 10926 1607 0 12533
22 Trucuk 14127 1793 1970 17890
23 Pedan 7006 1616 329 8951
24 Bayat 8521 2532 4284 15337
25 Juwiring 11156 1910 0 13066
26 Delanggu 13646 3411 0 17057
JUMLAH 250000 34766 17277 302043
Sumber : Data Isian Pokjanis 2005, Diolah.
Pada RTRW Kabupaten Klaten dikatakan bahwa proyeksi kebutuhan rumah
di Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut:
o Pada tahun 2004 jumlah rumah eksisting sebanyak 284.327 unit.
o Pada tahun 2010 diperkirakan dibutuhkan perumahan sebanyak 290.248
unit.
o Sedangkan tahun 2015 memerlukan 295.276 unit rumah.
Dalam perkembangannya, pembangunan perumahan diarahkan lebih dapat
berbentuk kumpulan yang menyebar tidak hanya di kiri-kanan jalan. Sehingga
pla linier yang ada sekarang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan
pemukiman yang berkembang jauh ke dalam membentuk kantung-kantung
dengan memiliki fasilitas dan utilitas pemukiman yang terpadu/komunal. Dengan
demikian pemakaian, perawatan dan pemeliharaan infrastruktur yang ada dapat
lebih efektif dan efesien.
Permukiman yang selama ini berkembang di wilayah Kabupaten Klaten
lebih bersifat sporadis terutama pada kawasan pedesaan. Sedangkan pada
kawasan perkotaan sudah cenderung teratur mengikuti pola jaringan jalan.
Rencana permukiman kepadatan tinggi diarahkan pada kawasan perkotaan yang
pertumbuhannya relatif lebih pesat (Kota Klaten, Delanggu, Kalikotes, Pedan,
Cawas dan Jatinom) diatur agar tidak tumbuh linier tetapi menyebar pada setiap
simpul kota Ibukota Kecamatan. Sedangkan permukiman kepadatan rendah
diarahkan pada kawasan pedesaan dan kawasan desa-kota (menyebar pada sisi
barat dan timur wilayah Klaten) diatur agar dapat mengelompok membentuk
pola kegiatan tertentu dan tidak bersifat sporadis. Selain itu perlu dikembangkan
pembinaan permukiman agar tidak tercipta lingkungan kumuh pada kawasan
hidup sehat dan penyedian sarana dan prasarana dasar untuk memenuhi
kebutuhan penduduk. Pengaturan tentang permukiman lebih lanjut akan diatur
didalam RP4D (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman di Daerah).
Listrik
Kebutuhan energi listrik merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat
dipisahkan dalam keperluan sehari-hari masyarakat. Selain sebagai fasilitas
penerangan, energi listrik juga dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan
perdagangan. Apabila ditinjau dari jumlah desa yang mendapatkan pelayanan
listrik, pada saat ini tingkat pelayanan jaringan listrik di Kabupaten Klaten sudah
mencapai seluruh pelosok desa. Walaupun mungkin masih ada warga yang
patungan untuk pemasangan listrik PLN.
Hampir seluruh rumah tangga yang ada sudah dapat menikmati fasilitas
penerangan listrik dari sumber PLN. Namun demikian, masih ada penduduk yang
menggunakan penerangan dari sumber non PLN seperti penerangan petromak,
pelita, sentir, dan obor, yaitu hanya sekitar 2.58%. Rumah tangga yang belum
mendapatkan aliran listrik terdapat di daerah-daerah pedesaan yang wilayahnya
sulit dijangkau, seperti permukiman di Kaki Gunung Merapi.
Tabel IV.3
Jumlah Rumah Berdasarkan Sumber Penerangan
NO KECAMATAN LISTRIK LISTRIK NON JUMLAH
PLN PLN
1 Prambanan 9911 658 10569
2 Gantiwarno 7855 1767 9622
3 Wedi 10377 1183 11560
4 Kebonarum 4061 335 4396
5 Jogonalan 12562 0 12562
6 Manisrenggo 8501 713 9214
7 Karangnongko 6895 707 7602
8 Kemalang 8440 214 8654
9 Klaten Selatan 8997 60 9057
10 Klaten Tengah 12696 0 12696
11 Klaten Utara 9318 0 9318
12 Ceper 20860 109 20969
13 Jatinom 13539 25 13564
15 Karanganom 10676 0 10676
16 Karangdowo 11717 0 11717
17 Ngawen 9566 136 9702
18 Polanharjo 9955 0 9955
19 Tulung 12688 0 12688
20 Wonosari 14947 0 14947
21 Cawas 12051 482 12533
22 Trucuk 17826 64 17890
23 Pedan 8875 76 8951
24 Bayat 15016 321 15337
25 Juwiring N/A N/A N/A
26 Delanggu 17057 0 17057
JUMLAH 294244 7799 302043
Persentase % 97,42 2,58 100
Sumber : Data Isian Pokjanis,2005
Sanitasi
Secara umum penanganan limbah dan sanitasi meliputi limbah dan sanitasi
rumah tangga dan industri. Penanganan limbah dan sanitasi perlu dilaksanakan
sejak dini agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan (air, udara, estetika)
yang akan menggangu kesehatan manusia. Gangguan kesehatan yang akan
mudah muncul antara lain muntaber, diare, disentri, malaria, dan juga penyakit
degeneratif.
Pada tahun 2010 diperkirakan kebutuhan jamban keluarga sebanyak
97.959 unit, jamban komunal dengan standar 4 KK/unit 9.796 unit, dan MCK
11.755 unit untuk tiap 5 KK/unit. Pada tahun 2015 kebutuhan penanganan
limbah dan sanitasi diperkirakan meningkat, yaitu jamban keluarga 132.874 unit,
jamban komunal 13.287 unit dan MCK 15.945 unit.
Konstruksi jamban harus tidak terjadi perembesan yang dapat mencemari
sumber-sumber air (sumur atau sungai). Untuk limbah industri penghasil limbah
harus ada pengolahan limbah yang memenuhi standar, yaitu limbah yang
dibuang ke lingkungan harus tidak mengganggu lingkungan dan kesehatan.
4.1.2.1.2. Prasarana dan Sarana Dasar Permukiman
Penyediaan permukiman di suatu wilayah harus juga diimbangi dengan
permukiman di perkotaan memang memudahkan dalam penyediaan sarana dan
prasarana. Namun apabila perkembangannya cukup pesat dan tidak terkendali
akan melampui daya dukung lahan yang tersedia, sehingga berakibat pada
penurunan kualitas lingkungan.
4.1.2.1.3. Aspek Pendanaan
Pengembangan perumahan dan permukiman sebagian besar
pendanaannya masih bertumpu pada anggaran dari pemerintah, baik APBN,
APBD provinsi, maupun APBD Kabupaten Klaten. Hal ini karena pengembangan
KTP2D masih relatif dlam tahap pengembangan awal yaitu pada pembangunan
fisik yang memerlukan biaya besar. Tetapi dukungan dari pihak
swasta/pengembang serta swadaya masyarakat tetap harus ditingalkan
sehingga memaksimalkan hasil dari pembangunan itu sendiri.
4.1.2.1.5. Aspek Kelembagaan
Faktor kelembagaan berperan penting dalam pengembangan permukiman.
Faktor ini berfungsi sebagai pendukung kebijakan oleh karena itu perintah
membentuk perum perumnas dan BTN sebagai lembaga pendukung dalam hal
penyaluran kredit pemilikan rumah ( KPR ). Saat ini penyediaan perumahan tidak
saja dilakukan oleh perum perumnas namun juga oleh developor swasta dengan
beragam kelas perumahan sesuai dengan diverivikasi kebutuhan konsumen dari
kelas atas hingga kelas bawah. Sebagian kecil masih ada yang dilakukan sendiri
oleh masyarakat.
4.1.2.2 Sasaran
Sasaran pengembangan di Kabupaten Klaten terintegrasi dengan permasalahan
dan kendala yang menghambat pelayanan terhadap masyarakat sehingga perlu ada
upaya peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana dasar bagi kawasan
perumahan/pemukiman, terutama kawasan perumahan sederhana maupun pemukiman
masyarakat miskin. Sasaran yang perlu mendapatkan perhatian adalah
rehabilitasi/perbaikan terhadap rumah – rumah yang tidak layak huni maupun relokasi
permukiman yang berada di daerah rawan bencana.
4.1.3. Permasalahan Pembangunan Permukiman
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk wilayah perkotaan,
dalam hal ini adalah Kabupaten Klaten akan berdampak pada peningkatan kebutuhan
akan permukiman besrta sarana dan prasarana penduduknya, dimana permukiman
merupakan kebutuhan dasar ( basic need) penduduk selain sandang dan pangan.
Secara garis besar dan permukiman di Propinsi Jawa tengah dikelompokkan dalam
dua kelompok makro berdasarkan wilayahnya, yaitu:
1. Permukiman perkotaan diarahkan untuk membentuk ketergantungan (
interdependency ) dan keterkaitan ( literacy ) antar kota secara
hirarkis.
2. Permukiman perdesaan diarahkan sebagai pusat kegiatan dari
kawasan perdesaan atau hinterland
Dan secara umum permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan permukiman
Kabupaten Klaten sendiri adalah sebagai berikut :
1. Kesenjangan pembangunan antar perkotaan dan pedesaan sehingga
membutuhkan adanya alternative pusat pertumbuhan yang baru,yang akan
ditujukan kepada daerah Gemblegan dan Peran serta pengembangan
perumahan di desa Gergunung.
2. Pemenuhan kebutuhan permukiman terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
3. Rendahnya kualitas lingkungan permukiman, baik ditinjau dari tata letak dan
kondisi bangunan maupun ditinjau dari segi kesehatan, keindahan, sosial
budaya dan lingkunganhidup.
4. Penyediaan sarana dan prasarana permukiman yang memadaidan
berkelanjutan
Sedangkan permasalahan utama dalam pengembangan permukiman di daerah
perkotaan Kabupaten Klaten yaitu perkembangan perumahan dan pemukimanyang tidak
terkendali sehingga memunculkan kawasan slum dan squatter dengan kualitas lingkungan
permukiman yang tidak sehat. Kawasan slum dan squatter ini terdapat di sepadan sungai
atau daerah yang tidak sesuai peruntukannya. Sedangkan permasalahan pembangunan
permukiman di daerah pedesaan Kabupaten Klaten yaitu adanya kesenjangan dalam
penyediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman di daerah pedesaan dan
pedesaan Kabupaten Klaten yaitu adanya kesenjangan dalam penyediaan sarana
prasarana pendukung permukiman antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.
Berdasarkan analisis permasalah yang sudah diuraikan tersebutdi atas,
maka alternatif pemecahan masalah pembangunan permukiman di Kabupaten
Klaten,yaitu sebagai berikut:
1. Perkembangan dan pembangunan permukiman baru
2. Pembangunan permukiman tersebut dilakukan dengan memperhatikan
kawasan rawan bencana yang meliputi kawaan bantaran sungai, bantaran rel
KA dan jalur tegangan tinggi.
3. Penyiapan Kawasan Siap Bangun ( Kasiba ) dan Lingkungan Siap Bangunan (
Lisiba ) di kawasan pedesaan untuk pengembangan perumahan dn
permukiman, sehingga dapat mengurangi kepadatan bangunan di perkotaan
sehingga terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat perdesaan.
4. Membatasi tingkat kapadatan di pusat –pusat kegiatan dengan cara
mengembangkan kawasan hunia bau dengan dukungan PSD yang memadai
dan terencana.
5. Peningkatan kualitas permukiman melalui penyapan rencaana penataan
lingkungan/ RP4D dan melalui program penanggulangan kemiskinan berbasi
masyarakat dalam program P2KP ( Program Penanggulangan Kemiskinan
perktaan ).
6. Mengidentifikasi lokasi – lokasi kawasan terpilih pusat pengembangan desa (
KTP2D ) di Kabupaten Klaten beserta rencana pengembangannya.
7. Pengelolaan dan pemeliharaan PSD di permukiman perkotaan dan
pembangunan PSD yang memadai di permukiman baru.
4.1.4. Usulan Pembangunan Permukiman
4.1.4.1.Sistem Infrastruktur Permukiman yang Diusulkan
Pada akhir tahun perencanaan RPIJM Kabupaten Klaten diharapkan telah tersedia
permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang layak huni dengan harga yang
terjangkau. Disamping itu juga dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha.
Disamping pembangunan permukiman baru untuk masyarakat berpenghasilan
rendah, juga dilakukan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan terutama di kawasan
kumuh dan banturan sungai,maupun kawasan pedesaan terutama di desa
tertinggi/miskin. Upaya peningkatan kualitas lingkungan ini dilakukan dengan partisipasi
4.1.4.2. Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Prasarana dan Sarana
Permukiman
Program pembnagunan prasarana dan saranan dasar permukiman di Kabupaten
Klaten dapat dikelompokkan sebagai berikut :
A. PROGRAM PENGEBANGAN PERMUKIMAN PERKOTAAN
Program pembangunan permukiman perkotaan yang diarahkan untuk penyediaan
perumahan guna memenuhi kebutuhan rumah atau tempat tinggal yang ditunjukkan
untuk masyarakat berpenghasilan rendah serta peningkatan kualits permukiman
perkotaan di lingkungan masyarakat miskin. Program – program pengembangan
permukiman di kawasan perkotaan berdasarkan prioritas program, berdasarkan
kebijakannya yaitu antara lain :
1. Kebijakan Pengembangan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Baru
Kebijakan ini meliputi beberapa program antara lain :
Penentuan lokasi perumahan dan permukiman baru berupa LISIBA Gemblengan
dan Pereng serta pengembangan permukiman baru di Desa Gergunung
Penyusunan rencana pembanguna LISIBA dan permukiman baru
Penyiapan lahan dan alokasi dana APBD dalam penunjangan pembangunan
Mengalokasikan subsidi pengelolaan LISIBA dan permukiman baru per tahun
melalui APBD
Penyediaan sarana prasarana pendukung
2. Kebijakan pengembangan dan pemantapan pola pembiayaan khusus bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan memanfaatkan dana
pemerinyah dan masyarakat.
Kebijakan ini meliputi beberapa program antara lain :
Penentuan lokasi dan peserta program yang diprioritaskan Sosialisasi program pembiayaan perumahan bagi MBR
Implementasi,monitoring dan evaluasi program pembiayaan perumahan bagi MBR.
3. Kebijakan Program peningkatan kualitas perumahan dan permukiman
Kebijakan ini meliputi beberapa program antara lain :
Redefinisi melalui Gentrifikasi untuk penangan perumahan dan Permukiman di
Bawah Jalur tegangan Tinggi/SUTET
Rehabilitasi dan renovasi perumahan dan permukiman rawan genangan sepanjang
Program Preservasi dan Konservasi Kawasan Perumahan dan Permukiman
lama/bersejarah
Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain :
Penyiapan rencana penataan lingkungan/RP4D sebagai acuan pengembangan
perumahan permukiman
Peningkatan kualitas lingkungan permukiman bagi warga miskin melalui Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan ( P@KP )
Pemfasilitasi Kredit Mikro Perumahankepada Keluarga Berpenghasilan Rendah (
KBR)
Pembangunan Infrastruktur Permukiman bagi KBR
Peningkatan kapasitas Pemerintah Darah dan masyarakat melalui kegiatan
Pelatihan dan pendampingan
4. Program Pembangunan Infrastruktur Perkotaan
Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain :
Pembangunan sarana dan prasarana pendukung permukiman
Perbaikan sarana dan prasarana pendukung permukiman
5. Program Penyediaan Air Minum dan Air Bersih
Program ini berupa kegiatan penyediaan sistem jaringan air minum berbasis masyarakat (
PAMSIMAS ) wilayah perkotaan
6. Program Pemberdayaan Komonitas Perumahan
Progarm ini berupa kegiatan memfasilitasi pembangunansarana dan prasarana dasar
permukiman yang berbasis masyarakat
7. Program Perbaikan Perumahan Akibat Bencana Alam
Program ini berupa kegiatan fasilitas dan stimulasi rehabilitasi rumah akibat bencana
alam.
B. PROGRAM PEMBANGUNAN PERMUKIMAN PEDESAAN
Program pengembangan permukiman pedesaan diarahkan untuk penyediaan
perumahan guna memenuhi kebutuhan rumah atau tempat tinggal yang ditunjukkan
untuk masyarakat pedesaan dan peningkatan kualitas permukiman pedesaan. Program –
program pengembangan permukiman di kawasan perdesaan yaitu dengan
Pengembangan kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa ( KTP2D),yaitu meliputi:
1. Program Penentuan lokasi KTP2D
Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain:
2. Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan
Program ini meliputi beberapa kegiatan antara lain :
Penataan Lingkungan di Desa Tertinggi
Penataan Lingkungan Permukiman Penduduk Pedesaan
3. Program Penyehatan Lingkungan
Penyuluh mengenai lingkungan sehat kepada masyarakat oleh dinas atau
instansi atau terkait tentang pentingnya penyediaaan prasarana
pembuangan limbah menusia.
Pembangunan MCK komunal di kawasan perdesaan Sanimas ( Sanitasi
Berbasis Partisipasi Masyarakat).
Peningkatan PSD dan pelayaan persampahan ( penambahan TPS baru )
Peningkatan pelayanan focum truck dan instalasi pengelolaan lumpur tinja.
Penyuluhan 3R (reuse, reduse, recycle), yaitu pemakaian ulang/
kembali,penyusutan sampah dan pemanfaatan sampah.
4. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih
Studi penyelidikan geolitrik untuk menyelidiki lapisan tanah guna
menetukan daerah untuk pembangunan sumur dalam di daera rawan air
bersih.
Pembuatan sumur dalam dengan cara bekerja sama dengan PDAM di desa
rawan air bersih.
Pembuatan hidrant umum
Pembuatan tandon air/terminal air baru di dekat mata air.
Program pamsimas ( Penyedian Air minum berbasis partisipasi masyarakat)
4.1.4.3. Usulan dan Prioritas Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Permukiman
Pembiayaan program pembangunan permukiman berasal dari berbagai
sumber yaitu anggaran pemerintah ( Kabupaten, Propinsi, dan Pusat ),
Investasi pihak swasta serta swadaya masyarakat. Ketiga komponen
pembiayaan tersebut diharapkan dapat saling melengkapi dan mendukung
pembangunan guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Dari pihak pemerintah, harus dilakukan pengembangan dan perluasan
pendapatan daerah meliputi PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman daerah dan
penerimaan lain – lain yang sah. Sedangkan dari pihak swasta mereka harus
dirangsang untuk dapat menggerakkan pengembangan pasar perumahan yang
masyarakat harus mau dan termotivasi untuk menyediakan sumber – sumber
dana swadaya seperti dana masyarakat sendiri, dana tabungan khusus
masyarakat, memanfaatkan dana perbankan serta dana subsidi dan juga
mendukung kebijakan pemerintah.
4.2. Rencana Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan
4.2.4. Petunjuk Umum
4.2.4.3. Penataan Bangunan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang
diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk
mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun di pedesaan, khususnya wujud
fisik bangunan gedung dan lingkungan.
Bangunan gedung menurut Undang – undang Nomor 28 tahun 2002 adalah
wujud hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagaian
atau seluruhnya berada diatas atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunia atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung
dan lingkungan yang layak huni dan berjatidiri, sedangkan misinya adalah : (1)
Memperdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak
huni, berjati diri, serasi dan selaras, (2) Memperdayakan masyarakat agar mandiri dalam
penataan lingkungan yang produkti dan berkelanjutan.
4.2.1.1.1. Permasalahan dan Penataan Bangunan
Permasalahan dan tantangan dalam penataan bangunan dan lingkungan
pada umumnya antara lain :
a) Permasalahan dan tantangan di Bangunan Gedung meliputi:
Kurang ditegakannya aturan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan bangunan Gedung termasuk pada daerah – daerah
rawan bencana.
Prasaranan dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak
berfungsi dan kurang mendapatkan perhatian.
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di
daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan.
b) Permasalahan dan tantangan di bidang Gedung dan Bangunan Negara
Banyaknya bangunan gedung negara yang belum memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang
tertib dan efisien.
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan
baik.
c) Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan
Masih adanya permukiman kumuh di daerah perkotaan.
Kurang ada perhatian terhadap permukiman – permukiman
tradisional dan bangunan gedung bersejarah, padahal memeliki
potensi wisata.
Terjadinya degradasi kawasan strategis, walaupun memiliki potensi
ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.
Sarana lingkungan hijau/open space atau publik space , seperti :
Sarana olah raga, dll yang kurang mendapatkan perhatian di
Kabupaten Klaten.
4.2.1.1.2. Landasan Hukum
Undang – undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang – undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman
4.2.1.2.Penataan Lingkungan
Sasaran kegiatan penataan lingkungan adalah tersedianya panduan rancangan
bangunan kawasan tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
perwujudan kualitas lingkungan yang layak huni, berjatidiri dan produktif.
Program/kegiatan penataan lingkungan sangat diperlukan untuk mengembalikan atau
menghidupkan kembali kawasan yang tidak berfungsi atau mengalami penurunan fungsi
agar menjadi hidup atau berfungsi kembali. Kawasan Klaten menjadi obyek yang bisa
dikembangkan kembali penataan lingkungan, mengingat kawasan tersebut merupakan
kawasan yang bernilai historis bagi wara Klaten.
4.2.1.3.Pencapaian Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Pencapaian penataan bangunan gedung dan lingkungan di Kabipaten Klaten
masih belum optimal, hal tersebut dapat ditunjukkan dengan masih terdapatnya
bangunan gedung maupun permukiman yang berada di kawasan lindung, seperti sepadan
pembangunan dengan motif ekonomi. Perkembangan suatu kegiatan dapat menarik
pertumbuhan lingkungan baru yang perlu dikendalikan. Program – program yang
digunakan untuk meningkatkan kinerja pencapaian target penataan bangunan dan
lingkungan adalah kegiatan Evaluasi Rencana detail Tata Ruang Ruang Kota.
4.2.1.4.Kebijakan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kab. Klaten
Kebijakan Penetaan Bangunan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten/Kota
meliputi beberapa strategi pembangunan yaitu:
1. Dilakukannya upaya penyebaran tingkat konsentrasi aktivitas di
perkotaan,dengann mengembangkan pusat pertumbuhan baru sesuai tingkat kebutuhan
dan pelayanan aktivitas masyarakat.
2. Mendukung konsep pembangunan berkelanjutan dan perlunya ditetapkan
pentahapan pembangunan yang jelas sesuai dengan urutan prioritas kebutuhannya.
3. Penataan bangunan dan Lingkungan yang meliputi aspek fisik dan non fisik (
ekonomi, social dan budaya ) sebagai upaya untuk mengarahkan dan mengendalikan
perkembangan fungsi – fungsi kegiatan perdagangan dan jasa sehingga sesuai dengan
peruntukan dan pemanfaatan ruang yang telah ditentukan dalam RTR Kota Klaten.
4. Mendukung keberadaan Daerah Sempadan Sungai ( DAS ) sesuai klasifikasinya
melalui pembatasan kepadatan penduduk maupun penataan lingkungan permukiman dan
pemanfaatannya sebagai green barrier kota.
5. Mengembangkan potensi – potensi kawasan yang ada, baik potensi fisik maupun
non fisik dengan memperhatikan aspek sosial budaya setempat.
4.2.2. Profil Rinci Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
4.2.2.1.Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Berdasarkan hirarki kota yang ada di RTRW Kabupaten Klaten, pusat aktivitas
Kabupaten Klaten berada di Kota Klaten mencakup Kecamatan Klaten Utara, Klaten
Tengah dan Klaten Selatan yang berfungsi sebagai pusat wilayah ( regional center0
sekaligus sebagai Ibukota Kabupaten Klaten. Kota Klaten secara umum berfungsi sebagai
pusat pelayanan pemerintah, sedangkan Kabupaten Klaten.Kota Klaten berfungsi sebagai
pusat pendidikan dengan fungsi khusus pusat pertumbuhan SWP. Klaten Tengah
berfungsi sebagai pusat pendidikan dengan fungsi khusus sebagai pusat kegiatan industri.
Dan Klaten Selatan berfungsi sebagai pusat perdagangan dan permukiman
Konsentrasi kegiatan – kegitan utama pada perkembangannya telah menjadi
kawasan strategis yang mengacu pertumbuhan kota. Kawasan- kawasan yang dapat
dikatakan sebagai CBD ( Central Bussines District ) adalah Ruas Jalan Pemuda, jalur
lingkar dalam kota klaten dan menjadi penggerak utama perkembangan kota.
Pada umumnya kondisi bangunan gedung di Kabupaten kota dapat dikatakan
relatif baik. Khusus untuk kantor – kantor pemerintahan dan kawaan perdagangan (
gedung pertokoan ), terdapat beberapa bangunan yang memerlukan rehabilitasi baik
ringan maupun sedang. Pada bangunan gedung yang beraa di kawasan koridor utama
kurang adanya penyediaan lahan terbuka khususnya untuk parkir sehingga menghambat
jalanya transportasi dan menurunkan minat pembeli karena sulitnya mencari tempat
parkir.
Wajah Kota Klaten banyak dihiasi dengan bangunan komersial yang sebenarnya
menunjukkan potensi ekonomi yang dipunyai, tetapi maraknya pembangunan fisik
tersebut kurang didukung dengaan penataan bangunan yang serasi dengan pemanfaatan
bangunan dan lingkungan. Pemanfaatan ruang publik, khususnya jalur pedestrian dan
trotoar masih tumpang tindih, propinsi Building Coverage ( BC ) dan Floor Air Ratio (FAR)
tidak seimbang sehingga beresiko terhadap keselamatan bangunan dan penghuninya.
4.2.2.2.Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Penataan bangunan gedung dan lingkungan di kabupaten Klaten terhambat oleh
beberapa hal berikut ini, antara lain :
4.2.3. Permasalahan yang di Hadapi
4.2.3.1.Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Berdasarkan hambatan dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan
diatas, maka sasaran yanga akan dicapai pemerintah Kabupaten Klaten adalah sebagai
berikut :
1. Tersedianya data base bangunan gedung yang lengkap dan memadai
2. Permukiman dan bangunan kuno terawat dalam kondisi baik agar aspek
kesehatan terjaga dan nilai arsitektur bangunan gedung dapat dilestarikan.
3. Penataan PKL yang tertib sehingga tidak merusak wajah kota.
4. Pengelolaan dan pengadaan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai
penyeimbang lingkungan dan menambah estetika kota sehingga kota
menjadi nyaman dan sehat.
Untuk lebih jelasnya permasalahan dan tantangan dalam penataan
bangunan dan lingkungan, antara lain :
1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung
- Kurang ditegakkanya aturan keslamatan, keamanan. Dan
Kenyamanan Bangunan Gedung
- Dari aspek spatial tata bangunan kota Klaten, khususnya pada
kawasan perdagangan yang berada pada jalur utama kota memiliki
kecenderungan maksimalisasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan
komersial yang tidak dikendalikan dengan baik sehingga
menimbulkan kesemrawutan dan meningkatnya resiko
keselamatan.
2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan
- masih adanya permukiman kumuh di kantong – kantong
permukiman, seperti di daerah pedesaan yang maih menyatu
dengan kandang ternka dan permukiman diperkotaan yang terlalu
padat dengan prasarana drainase dan sanitasi yang kurang
memadai.
- Kurang diperhatikannya kawasan strategis kota, seperti kawasan
PKL yang ada di alun – alun dan sepanjang jalan arteri.
- Kurangnya open space/publik space, sarana olah raga, dan lain –
lain di Kota Klaten, seperti lapangan olahraga untuk publik, taman
bermain, maupun taman kota, tertama di kawasan permikiamn
berpenghasilan rendah ( MBR ), disamping itu juga kurangnya
pengelolaan jalur di kanan dan kiri jalan, yang mana juga memiliki
fungsi sebagai paru-paru kota.
3. Permasalahan dan tantangan di bidang Pemberdayaan Masyarakat
di Perkotaan
- Kurang perdulinya masyarakat terhadap estetika lingkungan yang
ada
- Kurangnya partisipasi masyarakat, terutama pelaku kegiatan
ekonomi yang menggunakan ruang public dan mengakibatkan
pemandangan atau wajah kota yang semrawut, khususnya di
4.2.4. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi
4.2.4.1.Analisa Kebutuhan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Kebutuhan penataan banguanan gedung dan lingkungan di Kabupaten Klaten
mencakup beberapa hal berikut ini, antara lain:
1. Perhatian khusus terhadap kawasan intensif perancangan yaitu:
Kawasan wajah kabupaten Klaten seperti koridor utama Jl.Veteran dan Jl.
Pemuda,
Kawasan ruang publik seperti alun – alun, terminal bus, area monumen
dan gerlarsena serta stadion Trikoyo, Simpul – simpul utama kota, seperti
simpul pemuda.
Kawasan perlindungan setempat seperti DAS/sempadan sungai dan
kawasan hutan kota.
Ketiga kawasan tersebut memerlukan perhatian khusus karena sangat riskan
terhadap resiko perkembangan yang pesat dan tidak terkendali. Perlu disusun
dan dilakukan aturan yang jelas sehingga permasalahan yang berpotensi
timbul dapat diantisipasi dengan dini
2. Penyusunan regulasi tentang RTBL yang kontinyu
Regulasi RTBL untuk Kabupaten Klaten perlu disusun karena dengan adanya regulasi
dan pelaksanaan dan pengelolaannya maka diharapkan dapat menjadi rambu – rambu
bagi semua pihak dalam memelihara dan memanfaatkan ruang
3. Implementasinya yang dibarengi dengan monitoring baik dari pemerintah maupan
masyarakat secara bersama –sama
Penyusunan aturan/regulasi tidak akan bisa maksimal apabila tidak diikuti dengan
monitoring pada proses implementasinya. Monitoring yang tepat dilakukan oleh
semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat
4. Penetaan Sepadan bangunan yang sesuai dengan kaidah yang ada
Permukiman dan bangunan di perkotaan yang semakin padat tidak lagi mengindahkan
aturan tentang sempadan bangunan. Hal ini berpotensi terhadap munculnya
pemandangan kumuh.
5. Penataan sepadan sungai sesuai aturan keselamatan lingkungan
Timbulnya permukiman liar sepanjang sungai perlu diatur demi menjaga keselamatan
warga dan kelestarian lingkungan.
4.2.4.2.Rekomendasi
Berdasarkan analisis kebutuhan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan di
1. Perlu dilakukan pendatan bangunan gedung yang akurat dan digunakan sebagi
data base bangunan gedung. Sehingga mudah dalam pengaturannya untuk
memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan
serta selaras dan serasi dengan lingkungan.
2. Penyediaan anggaran untuk penataan bangunan dan pemenuhan prasarana dan
sarana dasar lingkungan sehingga tidak tercipa permukiman dan kawaan kumuh di
perkotaan.
3. Perlu adanya Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai tempat interaksi warga,
penyeimbang lingkungan, menambah estetika kota sehingga kota menjadi nyaman
dan sehat.
4. Perlu adanya penataan PKL yang dapat mendukung aktivitas perdagangan dan
jasa di Kabupaten Klaten.
5. Perlu adanya peningkatan partisipasi masyarakat dalam penataan Bangunan
Gedung dan Lingkungan, dengan dilakukan penyuluh maupun pelatihan.
4.2.5. Program yang Diusulkan
Usulan program dan prioritas program untuk bangunan dan lingkungan antara
lain:
A. Kegiatan Pembinaan yang dilakukan antara lain:
1. Program Penenganan Sistem Informasi bangunan Gedun dan Arsitektur
Program ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengantisipasi perkembangan
perkotaan yang semakin pesat sehingga kawasan kumuh bisa terhindarkan. Adapun
tahapan kegiatannya meliputi:
a. Pendataan bangunangedung, untuk dapat memperkiraakan kepadatan
kawasan.
b. Penyususnan sistem informasi bangunana gedung, untuk bias
melakukan kontrol pada setiap kegiatan pemeliharaan dan pembuatan
pembangunan baru.
2. Program Pengelolaan bangunan Gedung dan Lingkungan
Program ini diperlukan untuk menjaga kelestarian dan keindahan wajah Kabupaten
Klaten. Gedung baru maupun lama tetap harus dimasukkan program pemeliharaan
sehingga kondisinya dapat terjaga untuk kurun waktu yang lama dengan
memperhatikan kaidah estetika dan keselamatan lingkungan. Adapun kegiatan –
kegitannya meliputi :
a. Investasi Bangunan Gedung dan Rumah Negara, untuk bisa mengetahui seberapa
b. Penataan arsip bangunan Gedung Negara, sebagai file atau recird yang diharapkan
bisa mendukung segala kegiatan pebataan bangunan di masa mendatang.
c. Penyusunan Laporan Pengelolaan Bangunan Gedung dan Lingkungan, untuk
mengetahui perkembangan pemeliharaan bangunan di kabupaten Klaten.
B. Program Penataan Lingkungan
Program – program yang dilakukan antara lain :
1. Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Peningkatan Lingkungan
Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh sering muncul karena kurang menadainya prasarana
dan sarana lingkungan yang ada. Genengan – genengan air, limbah yang
tidak terkendali mengakibatkan wajah kumuh pada permukiman Kota
maupun di sempadan sungai. Maka perlu diantisipasi darti segi penyediaan
prasarana dan sarana lingkungan bagi permukiman yang cenderung padat.
2. Program Penataan Areal Parkir dan PKL di Kawasan Perdagangan dan Jasa
PKL yang muncul di kawasan perdagangan dan jasa sudah wajar terjadi,
tetapi perlu diperlukan pengaturan khusus oleh pihak berwenang sehingga
tidak merusak wajah kota dan mengurangi minat konsumen dalam
berbelanja. Regulasi dan tindakan yang jelas serta tugas dapat dijadikan
cara untuk bisa mengatur PKL yang terkandung memang tidak
mengindahkan peraturan yang ada.
3. Program Penyusunan Rencana Tata Ruang Bangunan dan Lingkungan
RTBL terbaru yang disusun adalah RTBL TAHUN ANGGARAN 2005.
Penyusunan regulasi ini perlu dikontrol dan dilakukan secara kontinyu dengan
memperhatikan perkembangan Kabupaten dari waktu ke waktu.
4. Program Bantuan Teknis Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Bantuan teknis pengelolaan Ruang terbuka Hijau perlu dilakukan secara
terencana dan kontinyu juga karena dalam pemanfaatannya demi
keselamatan lingkungan.
5. Program Pemberdayaan Masyarakat di Perkotaan
Dukungan maksimal dari masyarakat akan sangat membantu pemerintah
dalam usaha pengelolaan dan pemeliharaan bangunan kota. Rasa kepemilikan
mereka bisa menjadi suatu motivasi yang kuat sehingga kelestarian dapat
terjaga. Adapun program pemberdayaannya sendiri perlu diorganisir dengan
4.2.5.1.Usulan dan Prioritas Program
Indikasi program ini menggambarkan atau menjelaskan program dan kegiatan
yang diperlukan dalam kegiatanpengelolaan IPLT di Ka. Klaten. Ndikasi program ini dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel IV
INDIKASI PROGRAM
Landscape
4.2.5.2.Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan
Lingkungan
...
4.2.5.3.Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan
Dari Proyek – proyek yang sudah dijelaskan di atas, maka untuk pembiayaan
program – program dapat bersumber dari pemerintah pusat ( APBN ), APBD Prop. Jawa
Tengah, APBD Kabupaten Klaten, serta investasi pihak swasta
4.3. Rencana Investasi Sub - Bidang Air Limbah
4.3.1. Petunjuk Umum Pengelolaan Air Limbah
4.3.1.1. Umum
Sub Bidang Air Limbah pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum
memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup
sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah
permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman ( Municipal
wastetare ) yang terdiri dari limbah domestik ( rumah tangga ) yang berasal dari sisa
mandi, cucu dapur, dan tinja manusia.dari lingkungan permukiman serta air limbah dari
industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya ( B3).Air
limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari
air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti
disre,thypus,koleradan lain – lain.
4.3.1.2. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam
Rencana Kabupaten Klaten.
Kebijakan terkait penanganan air limbah yang tercantum dalam RPJMD Kabupaten
Klaten 2006-2010 sebagai upaya untuk mencapai meningkatnya kualitas lingkungan hidup
4.3.2. Profil Pengelolaan Air Limbah
4.3.2.1. Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah
4.3.2.1.1. Tingkat kesehatan Masyarakat dan Ligkungan
IPLT Kota Klaten terletak di bagian tengah Kota Klaten, tepatnya di Desa
Jomboran, Kecamatan Klaten Tengah, Kabupayen Klaten. IPLT yang mempunyai Luas
lahan + 1,05 Ha ini menempati area persawahan. Lingkungan permukiman terdekat dari
lokasi IPLT sekitar 500m. Lokasi IPLT dengan jalan raya jombor dihubungkan dengan
jalan sepanjang + km. Lokasi IPLT dengan jalan raya Jombor dihubungkan dengan jalan
sepanjang + km. Lokasi IPLT dapat dilihat pada gambar 3.2.3.
Topografi daerah IPLT berdsarkan data yang diperoleh di lapangan termasuk
daerah datar dengan ketinggian sekitar 140 m di atas permukaan laut. Lokasi IPLT
memiliki kemiringan sebesar 3% ke arah timur.
4.3.2.1.1. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah
4.3.2.2. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah
1. Operasional IPLT
IPLT Kabupaten Klaten dibangun sejak tahun 2000 oleh Dinas Cipta Karya. IPLT ini
dibangun sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sanitasi Kabupaten Klaten
khususnya Kota Klaten pada awalnya. Akan tetapi masih rendahnya kesadaran mengenai
pentingnya pengelolaan lumpur tinja menyebabkan IPLT tidak beroperasi secar maksimal.
Siklus pengelolaan tidak terjadi dan saat ini hanya berupa penimbunan hasil
pengangkutan penyedotan truk tinja saja. Beikut ini adalah :
Tabel IV.
Sarana dan Prasarana Eksistensing IPLT.
NO SARANA SATUAN JUMLAH KETERANGAN
1 Lokasi Desa Jomboran
2 Luas Ha 1,05
3 Pengelolaan GRAVITASI
4 Perelngkapan Pendukung
Vakum Truk :
Unit 1
5 Kantor + Garasi Unit 1
6 Jarak Dari Kota Klaten Km 5
7 Jarak Dari Pemukiman Meter 500
Sumber : DKP Kabupaten Klaten.
4.3.3. Permasalahan yang dihadapi
Sasaran pengelolaan prasarana dan sarana air limbah di Kabupaten Klaten yaitu
teridentifikasinya permasalah IPL,, tersusunnya konsep atau desain optimalisasi,
tersusunnya rencana kegiatan/pekerjaan lengkap dengan spesifikasi teknik dan anggaran
biaya, tersusunya petunjuk prosedur teknik operasional dan pemeliharaan, tersusunnya
anggaran O & P, Optimalisasi fungsi sarana dan prasarana IPLT terbanguna serta
meningkatkan kinerja kelembagaan pengelolaan yang berkaitan dengan bidang sanitasi.
4.3.3.2. Rumusan Masalah
1. Aspek teknis
Aspek teknis yang akan di bahas berikut ini terdiri dari: daerah layanan eksisting atau
dalam hal ini yaitu cakupan jangkauan penyedotan lumpur tinja IPLT Kabupaten Klaten,
unit pengelolaan IPLT kabupaten Klaten serta sarana dan prasarannya, kapasitas
pengelolaan eksisting serta volume da waktu detensi yang sesuia dengan kondisi eksiting,
pertumbuhan timbulan lumpur Kabupaten Klaten, tingkat pelayanan eksisting IPLT
Kabupaten Klaten, dalam hal ini tingkat pelayanan penyedotan lumpur tinja, estimasi
perluasan aerah layanan berdasarkan letak dan kemudahan akses pelayanan dengan
perhitungan perkiraan timbulan lumpur tinja Kota Klaten
Daerah layanan
Cakupan daerah pelayanan IPLT kabupaten klaten saat ini tidak hanya Kota Klaten
yaitu Kecamatan Klaten Utara, klaten tengha dan klaten selatan, namun juga
menjangkau hingga wilayah luar kota seperti Kecamatan Delanggu, KecamatanWedi,
dan Kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Klaten. Meskipun cakupan daerah
pelayanan sudah meluas, namun besarnya debit yang mask ke dalam bangunan
pengolah. Berikut adalah gambaran cakupan layanan IPLT Klaten.
Dengan demikian, cakupan pelayanan tidak dapat memberikan pengaruh secara
langsung pada ritasi penyedotan untuk mendapatkan deit yang seharusnya masuk ke
bangunan pengolah. Berikut aalah gambar cakupan layanan IPLT Klaten.
Dengan demikian, cakupan pelayanan tidak dapat memberikan pengaruh secara langsung
pada ritasi penyedotan untuk mendapatkan debit yang sesuai dan memenuhi kreteria
kapasitas bangunan pengolah yang ada saat ini.
Rendahnya tingkat pelayanan IPLT di kabupaten Klaten dapat disebabkan beberapa hal,
antara lain:
a. Tingkat kebutuhan masyarakat yang belum pada tahap kesadaran pentingnya menjaga
lingkungan sekitar rumah dari pencemaran akibat limbah septiknya sendiri
b. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang keberadaan IPLT dan pentingnya membuang
c. Sosialisasi mengenai IPLT dan pengelolaan limbah masih kurang
4.3.4. Analisa Permasalahan dan Rekomendasi
4.3.4.1. Analisa Permasalahan
Aspek teknis
Aspek teknis yang akan di bahas berikut ini terdiri dari: daerah layanan eksisting atau
dalam hal ini yaitu cakupan jangkauan penyedotan lumpur tinja IPLT Kabupaten Klaten,
unit pengelolaan IPLT kabupaten Klaten serta sarana dan prasarannya, kapasitas
pengelolaan eksisting serta volume da waktu detensi yang sesuia dengan kondisi eksiting,
pertumbuhan timbulan lumpur Kabupaten Klaten, tingkat pelayanan eksisting IPLT
Kabupaten Klaten, dalam hal ini tingkat pelayanan penyedotan lumpur tinja, estimasi
perluasan aerah layanan berdasarkan letak dan kemudahan akses pelayanan dengan
perhitungan perkiraan timbulan lumpur tinja Kota Klaten
Daerah layanan
Cakupan daerah pelayanan IPLT kabupaten klaten saat ini tidak hanya Kota Klaten
yaitu Kecamatan Klaten Utara, klaten tengha dan klaten selatan, namun juga
menjangkau hingga wilayah luar kota seperti Kecamatan Delanggu, KecamatanWedi,
dan Kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Klaten. Meskipun cakupan daerah
pelayanan sudah meluas, namun besarnya debit yang mask ke dalam bangunan
pengolah. Berikut adalah gambaran cakupan layanan IPLT Klaten.
Dengan demikian, cakupan pelayanan tidak dapat memberikan pengaruh secara
langsung pada ritasi penyedotan untuk mendapatkan deit yang seharusnya masuk ke
bangunan pengolah. Berikut aalah gambar cakupan layanan IPLT Klaten.
Dengan demikian, cakupan pelayanan tidak dapat memberikan pengaruh secara langsung
pada ritasi penyedotan untuk mendapatkan debit yang sesuai dan memenuhi kreteria
kapasitas bangunan pengolah yang ada saat ini.
Rendahnya tingkat pelayanan IPLT di kabupaten Klaten dapat disebabkan beberapa hal,
antara lain:
a. Tingkat kebutuhan masyarakat yang belum pada tahap kesadaran pentingnya menjaga
lingkungan sekitar rumah dari pencemaran akibat limbah septiknya sendiri
b. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang keberadaan IPLT dan pentingnya membuang
limbah tinja ke IPLT masih sangat kurang
c. Sosialisasi mengenai IPLT dan pengelolaan limbah masih kurang
4.3.4.2. Alternatif pemecahan Permasalahan
Adanya terobosan strategi untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi
bersinergi dengan peningkatan kualitas permukiman agar layak huni dan sesuai dengan
standar rumah sehat.
4.3.4.3. Rekomendasi
Mrencanakan sistem pembuangan limbah dan sanitasi dengan saluran tertutup
yang dilakukan secara terpadu, minimal secara teknis satu atau beberapa kawasan
ditangani dengan satu pengolahan limbah terpadu, terutama dengan adanya IPLT (
Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja ).
4.3.5. Sistem Prasarana Yang Diusulkan
Aspek teknis
Daerah layanan
Peningkatan layanan difokuskan pada daerah IKK Klaten, jika diperlukan perluasan
dilakukan pada daerah yang mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi. Peningkatan
tersebut disesuaikan dengan kapasitas meksimum IPLT Klaten.
Daerah pelayanan IPLT klaten sudah meluas ke luar Kota Klaten, dari 26 Kecamatan yang
terdapat di Kabupaten Klaten IPLT Klaten mampu melayani hingga wilayah terjauh yaitu
Kecamatan Dlanggu. Namun, meskipun daerah layanan sudah meluas debit yang masuk
ke IPLT belum cukup untuk memenuhi kapasitas eksisting bangunan pengolah yang
seharusnya.
Perkiraan jumlah timbulan lumpur untuk daerah IKK adalah sebesar 12.24 m3/hari.
Berdasarkan cakupan daerah yang terlayani saat ini maka dapat dihitung tingkat
pelayanan eksisting sebesar 16% dari perkiraan timbulan.
Berdasarkan perhitingan diatas dapat diketahui bahwa belum sepenuhnya masyarakat di
daerah IKK melakukan penyedotan,sehingga diperlukan peningkatanperan serta
masyarakat dalam pengelolaan limbah.
4.3.5.1. Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan
Usulan dari prioritas program pengelolaan air limbah meliputi:
1. Kegiatan Penyehatan Lingkungan.
2. kegiatan Perbaikan Kualitas permukiman
4.3.5.2. Usulan dan Prioritas Program
...
4.3.5.3 Pembiayaan Pengelolaan
Rencana Retribisi
Rencana retribusi ini pada dasarnya untuk meningkatkan pendapatan dari penarikan
retribusi penyedotan limbah. Sebab besaran tarif retribusi yang ada tidak relevan lagi
terjadinya defisit anggaran. Kondisi inilah yang menjadi salah satu faktor tidak optimalnya
pelayanan pengelolaan sampah kepada masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya
penyesuaian besaran tarif retribusi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan
masyarakat dan biaya operasional poengelolaan IPLT.
Peningkatan biaya retribusi ini dilakukan mulai tahun kedua perencanaan (2010), dimana
pada waktu tersebut diharapkan sudah ada peningkatan pelayanan pengelolanan dan
sudah ada sosialisasi retribusi baru.
Peningkatan ini dilakukan setiap dua tahun sekali dengan pertimbangan satu tahun untuk
mengevaluasi apakah masih terjadi defisit anggaran pengelolaan IPLT, sudah baikkah
pelayanan IPLT dan sudah tepatkan, kebijakan yang ada. Adapun tahap – tahap
peningkatan retribusi ini sebagai sebagai berikut :
a. kenaikan tarif retribusi tidak perlu dilakukan, sebab pelayanannya masih sama.
b. Kenaikan tarif retribusi sudah dapat dilakukan seiring dengan peningkatan pelayanan
limbah, dengan besaran mulai dari 1%.
C. Pada tahap pelayanan kepada masyarakat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
rencana kenaikan retribusi.
4.4. Rencana Investasi Sub Bidang Persampahan
4.4.1. Petunjuk Umum Pengelolaan Persampahan.
4.4.1.1. Umum
Persampahan merupakan isu penting di lingkungan perkotaan yang etrus menerus
dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas
pembangunan. Peningkatan volume sampah bersifat eksponensial belum dibarengai
dengan peningkatan pendapatan Pemerintah Daerah yang sepadan untuk pengelolaan
sampah kota.
Hal lain berkaitan dengan semakin sulit dan mahalnya untuk mendapatkan lokasi tempat
pembuangan Akhir ( TPA ) juga letaknya yang semakin jauh telah memperpanjang
transportasi dan meningkatkan biaya pengangkutannya.
Pada ota – kota besar sedang di Indonesia, kemampuan PEMDA dalam menangani
sampah masih terbatas. Secara nasional, sampai tahun 2000 tingkat pelayanan baru
mencapai 40% dari volume sampah yang dihasilkan. Sampahyang tidak terkelola dengan
baik merupakan salah satu penyebab makin meningkatnya pencemaran air, tanah
terkelola dengan baik merupakan salah satu pnyebab makin meningkatnya pencemaran
air, tanah dn udara dengan serius secara teknis, operasional dan manajemen yang tepat
Masalah pengelolaan persampahan sekarang ini sudah merupakan permasalahan yang
sagat pokok dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan ( kebersihan ). Seperti kita
ketahui bersama bahwapengelolaan dalam satu kesatuan yang utuh dengan komponen –
komponen ynag lain juga tidak kalah pentingnya ialah peran serta masyarakat,kondisi fisik
kota ( kebersihan kota ) serta kondisi kesehatan lingkungan masyarakat padaumumnya.
Dalam rangkaProgram peningkatan sistem pengelolaan pesampahan yang etrpadu
meliputi Pencanaan teknik dan Sistem Pengelolaan pesampahan diperlukan penyusunan
masterplan pengolahan persmpahan di kabupaten Klaten agar dalam pelaksanaannya
dapat dilakukan secara tepat, terarah dan efektif.
4.4.1.2. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan dalam
Rencana Kabupaten Klaten
Dengan memperhatikan berbagai kendala, tantangan dan peluang yang ada, maka
ditetapkan beberapa sasaran utama yang henak dicapai pada tahun 2007-2016 yang
meliputi:
Tercapainnya kondisi kota dan lingkungan yang bersih
Pencapaian pengurangan kuantitas sampah sebesar 20%
Pencapaian sasaran cakupan peayanan 70% penduduk
Tercapainya kualitas pelayanan yang sesuai atau mampu melampaui standart
pelayanan minimal persampahan
Tercapainya kualitas pengelolaan TPA menjadi Sanitary Landfiil untuk kota
metropolitan dan kota besar, serta Controlled Landfiil untuk kota sedang dan kota
kecil serta tidak dioprasikannya TPA secara Open Dumping.
Tercapainya peningkatan kinerja institusi pengelolaan persampahan yang mantap
dan berkembangnya pola kerjasama regional.
4.4.2. Profil Persampahan
4.4.2.1. Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Pesampahan
Pengelolaan persampahan di Kabupaten Klaten dilaksanakan oleh Sub Dinas
Kebersihan dan Pertamanan DPU Kabupaten Klaten selaku pihak yang menangani secara
langsung. Dimana daerah pelayanan persampahan di kabupaten klaten sudah
mencangkup seluruh wilayah di wilayah Kabupaten Klaten yang terdiri dari 26 Kecamatan,
dengan jumlah tibulan sampah 320 m3/hari.
Dilihat dari sifat kewilayahannya, wilayah di kabupaten Klaten terdiri atas wilayah
perkotaan dan wilayah pedesaan, sehingga sistem pelayanan persampahannya juga
berbedaa yaitu untuk daerah perkotaan pelayanan persampahan dapat dilakukan secara
pedesaan, sistem pelayanan sampai dengan saat ini hanya mencapai pada daerah ibu
kota kecamatan dan sisanya dikelola sendiri oleh masyarakat.
Peningkatan dan perluasan pelayanan persampahan untuk masa yang akan datang perlu
dilakukan, mengingat setiap tahunnya jumlah produksi sampah akan mengalami
peningkatan seiring dengan perkembangan jumlah penduduk dan pertumbuhan
Kabupaten Klaten. Salah satu adanya upaya untuk melibatkan masyarakat setempat
dalam upaya 3R ( Reduce, Reuse, Recyle). Apabila program ini dapat dijalankan secara
baik dan benar, maka akan memberikan dampak positif bagi perlembangan dan
pengelolaan persampahandi kabupaten Klaten. Sebab dalam program ini masyarakat akan
merasakan dampak positif secara langsung yaitu adanya tambahan income mereka dari
proses mengolah kembali sampah menjadi barang jadi dan jumlah timbulan sampah akan
berkurang tiap harinya.
4.4.2.2. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Yang
ada ( AspekTeknis ).
a. sub Sstem Penyapuan jalan
Areal penyapuan di wilayah Kabupaten Klaten terfokus pada koridor jalan utama,
terutama koridor – koridor jalan di wilayah Kecamatan Klaten Utara, Tengah dan Selatan.
Penyapuan dilakukan oleh satu petugas kebersihan dengan jam kerja mulai pukul
06.00-08.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB. Hasil tibulan sampah dari sapuan jalan ini, kemudian di
kumpulkan lalu ditempatkan pada tempat ampah yang telah tersedia atau ada juga yang
dibakar.
b. Sub Sistem Pewadahan
Alat pewadahan yang digunakan untuk menampung sampah di Kabupaten Klaten belum
mempunyai bentuk dan jenis yang seragam, baik itu untuk daerah permukiman,
perkantoran atau tempat umum lainnya. Alat pewadahan ini pada umumnya terbuat dari
kayu, karet dan tong. Untuk areal permukiman alat pewadahan disediakan oleh
pemerintah. Adapun bentuk dan jenis pewadahan yang ada terdiri dari keranjang bambu,
tongkayu, tong ban bekas, tong plastik dan kantung plastik.
c. Sub sistem Pengumpulan
Secara umum cara pengumpulan sampah yang ada di Kabupaten Klaten adalah sebagai
berikut:
1. Tidak langsung
Sampah diambil secara door to door atau dari sumber sampah ke suur ke sumur sampah
terdekat. Cara komunal tidak langsung ini dilakukan di daerah permukiman, jalan protokol
dan sebagian masyarakat yang permukimannya dekat dengan lokasi TPS.
2. Langsung
Pengumpulan sampah yang dilakukan oleh masyarakat sebagai sumber sampah sendiri ke
TPS tampa menggunakan perantara gerobak sampah. Cara ini biasanya di lakukan di
lingkungan industri yang telah tersedia TPS dan Container sampah, seperti Pabrik Susu
SGM dan Aqua.
d. Subsistem Pengangkutan
Peralatan yang dimiliki oleh Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan DPU terdiri dari :
Dump truk, truk bak kayu, pick up, arm roll dan kontainer.
e. Sub Sistem tempat Pembuangan Akhir
Pada saat ini kabupaten Klaten memiliki tiga lokasi TPA yaitu TPA Beteng, TPA Joho, dan
TPA Jombor. Berikut kondisi ketiga TPA tersebut:
1. TPA Jomboran
TPA Jomboran bnerlokasi di Desa Jombor dengan luas 1.7 Ha, dengan status kepemilikan
milik pemerintah dan umur pemakaiannya sudah mencapai 16 tahun.
2. TPA Joho ( Prambanan )
TPA Joho berada di Desa Joho dengan luas area + 1 Ha dan status kepemilikannya milik
Pemerintah Kabupaten Klaten. TPA Joho ini belum dapat dimanfaatkan dan difungsikan
sebagai TPA karena ada unsur penolakan dari masyarakat.
3. TPA Beteng
TPA Beteng berada di Desa Beteng dengan luas + 0.25 Ha dengan status tanah milik
pemerintah desa. TPA ini merupakan satu – satunya TPA yang dapat berfungsi secara
optimal untuk menampung pembuangan sampah dari semua wilayah Kabupaten Klaten.
Dari ketiga TPA tersebut, TPA Betenglah yang masih berfungsi secara baik sebagai
tempat pembuangan akhir sampah Namun dengan status tanah bukan milik pemerinyah
serta luas lahan yang tersedia masih terbatas, diperkirakan pemanfaatan TPA Beteng
sebagi TPA di kabupatenKletn tidak akan lama lagi mengingat tingkat daya tampung
lahan yang ada semakin sedikit ( + 1.5-2 tahun lagi .
4.4.2.3. Aspek Pendanaan.
Total biaya operasional pengelolaan persampahan Rp. 1.140.030.000 dengan
alokasi dana anggaran pengelolaan persampahan di Kabupaten Klaten digunakan untuk
kegiatan pengumpulan dan pengangkutan sampah, yang terdiri dari: kegiatan
Pada dasarnya pelayanan persampahan bersifat pelayanan publik, sehingga sumber
pendanaan untuk kegiatan oprasional sampah bersumber dari APBD Pemerintah
Kabupaten Klaten. Namun dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan dari penarikan
tarif retribusi sampah perlu adanya upaya untuk ikut serta melibatkan masyarakat dan
pihak swasta untuk penarikan retribusi sampah yang disertai dengan konsep dan bentuk
– bentuk peran sertanya seperti pemberian upah kepada tenaga kerja, bentuk
kewenangannya dan prosedur penarikannya.
4.5.2.4. Aspek Kelembagaan Pelayanan Persampahan
Pelayanan kebersihan di kabupaten Klaten dilaksanakan oleh Sub Dinas
Kebersihan dan Pertanaman DPU Kabupaten Klaten, yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi utama untuk melaksanakan pengelolaan, pembnagunan, pemeliharaan, dan
pelayanan persampahan. Dimana dalam struktur kelembagaannya Sub Dinas Kebersihan
dan Pertamanan terdiri dari Seksi kebersihan dan ketertiban, seksi Pertamanan dan
Penerangan jalan umum, seksi pemakaman umum dan seksi pemadam kbakaran.
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Klaten Nomor 065/358/2001 tentang penjabaran
tugas dan fungsi Dinas Pekerjaan Umum, tertuang penjabaran tugas Sub Dinas
Kebersihan dan Pertamanan dalam hal ini adalah tugas seksi kebersihan dan ketertiban
yaitu:
a. Mengumpulkan, menghimpun dan mengolah data informasi dan peraturan perundang –
undangan yang berhubungan dengan kebersihan, ketertiban sampah dan penyedotan
yinja.
b. Menyiapkan bahan penyusunan kebijaksanaan pedoman dan petunjuk teknis yang
berhubunagn dengan ketertiban dan kebersihan sampah.
c. Menginnventarisasi permasalahan – permasalahan yang berhubungan dengan
ketertiban dan kebersihan serta menyiapkan bahan petunjuk teknis pemecahan masalah.
d. Menyusun rencana program kerja pembangunan, pemeliharaan, pengawasan dan
pengendalian yang berhubungan dengan fisik sarana dan prasarana ketertiban dan
kebersihan sampah, penampungan, pengangkutan, pemusnahan, dan pemanfatan
sampah.
e. Melaksanakan pemeliharaan sarana dan prasarana air bersih, air buangan di jalan
umum dan lingkungannya, komplek perumahan, pertokoan, perkantoran, saluran, dan
selokan.
f. Melaksanakan kebersihan sampah pada jalan umum dan lingkungannya, komplek
perumahan, pertokoan, perkantoran, selokan, dan saluran.
h. Memusnahkan dan memanfaatkan sampah dan tinja
i. Melakukan pengaturan, pengelolaan dan pemeliharaan kendaraan angkut sampah,
perlengkapan, peralatan, perbekalan, angkut sampah termasuk gerobag dan sejenisnya
serta kendaraan penyedot tinja.
j. Melakukan pengelolaan retribusi sampah dan jasa kebersihan sampah.
k. Melakukan pemeliharaan tempat penampungan sampah dan tempat pembuangan
sampah akhir serta IPLT.
l. Melaksanakan pembukuan secara sistematis, menyusun laporan berkala.
m. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Sub Dinas Kebersihan dan
Pertamanan sesuai bidang tugasnya.
4.4.2.5. Aspek Peraturan perundangan
Studi Pengelolaan Persampahankabupaten Klaten Tahun Anggaran 2006
didasarkan dengan aturan hukum sebagai berikut:
1. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian ( Lembaran Negara
Tahun 1984 Nomor 22, tambahan Lembaran Negara Nomor3274 )
2. Undang – undang Nomor 5 Tahun1990 tentang Konservsi Sumberdaya alam Hayati dan
Ekosistemnya ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 34190)
3. Undang – undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan ( Lembaran Negara
Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427 )
4. Undang – undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (
Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Tahun 3480)
5. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3495 )
6. Undang –undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penetaan Ruang ( Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
berbahaya dan beracun.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban,
serta Bentuk dan Tata cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang ( Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara 3660)
9. Undang – undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (