• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME ARISAN (STUDI DI RUMA ARISAN MAPAN SALATIGA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME ARISAN (STUDI DI RUMA ARISAN MAPAN SALATIGA)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME ARISAN (STUDI DI RUMA ARISAN MAPAN SALATIGA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

Muhammad

Ro’isun Ni’am

NIM: 214-13-010

PROGRAM STUDI

HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

i TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME ARISAN

(STUDI DI RUMA ARISAN MAPAN SALATIGA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

Muhammad

Ro’isun Ni’am

NIM: 214-13-010

PROGRAM STUDI

HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

vi

MOTTO

JIKA KESALAHAN-KESALAHAN ITU SELALU

MEMBERI PERUBAHAN MAKA BERANILAH UNTUK

SALAH. TAPI JIKA KESALAHAN ITU MEMBUATMU

LEMAH MAKA BERBUATLAH SEBAIK-BAIKNYA

(9)

vii PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT.Saya mempersembahkan Skripsi ini kepada:

1. Kepada Bapak, Ibu, dan adikku yang tercinta Faza Ilyya Surrurim Masfufah, yang selalu memberikan motivasi dan semangat serta doanya yang tidak pernah putus kepadaku agar bisa anak yang sholeh.

2. Kepada keluarga besarku, yang selalu memberi kan do‟a dan dukungan kepadaku.

3. Kepada keluarga besar PMII Kota Salatiga, khususnya PR Syariah Zubair Umar Al-Jailani dan Sahabat-Sahabati Angkatan 2013 yang selalu mendorong, mengingatkan dan memberi semangat dalam penyelesaian Skripsi ini.

4. Kepada keluarga besar Bidik Misi Angkatan 2013.

5. Kepada keluarga besar HukumEkonomi Syariah angkatan 2013.

(10)

viii KATA PENGANTAR

AlhamdulillahiRabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis

panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME ARISAN

(STUDI DI RUMA ARISAN MAPAN SALATIGA)”Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah dinanti-nantikan syafaatnya di hari yaumul kiamah.

Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan baik moril ataupun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syariah.

(11)

ix 4. Dosen pembimbing Skripsi, Ibu Heni Satar Nurhaida.SH.MSi. yang telah membimbing, memberikan saran, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan.

5. Dr siti zumrotun M.ag. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan masukan selama penulis menjalani perkuliahan di IAIN Salatiga.

6. Seluruh dosen Fakultas Syariah beserta karyawan Fakultas Syariah 7. Sahabat-Sahabat PMII Kota Salatiga, khususnya kepada senior saya

yaitu Sahabat Choirul Huda, M.H, Sahabat Dewi Mustika, Sahabat Ahmad Wasi‟ Uzzulfa, Sahabat Lilik Septiyani, Farid Kurniawan dan

Sahabat yang lain yang tak bisa kusebut satu persatu.

8. Kepada Sahabat Terdekatku yaitu M. Choirurohman, Hartono, Fajar Riski, Fita Fitriyana, M. Khamdani, Arizki Nafi‟atul Yusro dan patnerku Tiara Rahmadani.

9. Seluruh teman seperjuangan Bidik Misi Angkatan 2013.

10.Seluruh teman seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah Tahun 2013.

(12)

x harapakan dari pembaca guna menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Dan semga skripsi yang sederhana ini mampu memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Salatiga Maret 2018

(13)

xi ABSTRAK

Ni‟am Ro‟isun, Muhammad. 2018.TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME ARISAN (STUDI DI RUMA ARISAN MAPAN SALATIGA). Skripsi, Fakultas Syariah Program Studi Hukum Ekonomi Syariah IAIN Salatiga. Pembimbing: Heni Satar Nurhaida.SH.MSi.

Kata Kunci:Arisan, HutangPiutang

Arisan merupakan sebuah wujud perkembangan transaksi muamalah yang sering dijumpai Indonesia, walau pada masa Nabi Muhammad SAW sudah ada akan tetapi nama arisan yang ada hanya di negara ini. Arisan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang dengan adanya penyerahan sejumlah harta dalam bentuk utang piutang yang dilakukan secara berkala kemudian dilakukan undian berkala sehingga seluruh anggota mendapatkan obyek arisan (barang/uang). Begitu juga dengan Arisan Mapan Salatiga, yaitu arisan barang dimana seorang ketua terikat dengan pihak perusahaan yaitu PT. RUMA, sistem pengundian pemenang melalui aplikasi handphone tidak seperti arisan umumnya, adanya tambahan harga yang tidak diketahui oleh pihak anggota (tidak gamblang) dan menggunakan sistem pemasaran Multilevel marketting.

Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Mekanisme Arisan Barang di Arisan Mapan Salatigadan Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Arisan Barang di Arisan Mapan Salatiga. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan objek penelitian yaitu mekanisme arisan di RUMA Arisan Mapan Salatiga, Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya yaitu menggunakan penelitian lapangan (field research), lokasi penelitian dilakukan dikantor RUMA Arisan Mapan Salatiga yang beralamat Jl. SoekarnoHattaRuko. Permata No.3 RT. 01 RW. 04 Ledok, Argomulyo, Salatiga 50732.Ruko Depan Pabrik Damatex, Salatiga. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu secara deskriptif. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa observasi, wawancara dan dokumentasi.

(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Penulisan ... iv

... Halaman Pernyataan Bebas Plagiat ... v

Halaman Motto... vi

Halaman Persembahan ... vii

Halaman Kata Pengantar ... viii

Halaman Abstrak ... xi

Halaman Daftar Isi ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Tinjauan Pustaka ... 9

G. Metode Penelitian ... 14

H. Sistematika Penelitian ... 18

BAB II LANDASAN TEORI A. Perjanjian (Akad) ... 20

B. Jual Beli ... 30

C. Hutang Piutang (Qardh) ... 39

D. Riba ... 44

E. Bunga ... 48

F. Multilevel Marketting (MLM) ... 51

(15)

xiii B. Ketentuan Umum RUMA Arisan Mapan Salatiga ... 58 C. Mekanisme Kerja RUMA Arisan Mapan Salatiga ... 65 D. Cara Mendaftar menjadi ketua Arisan Mapan ... 68 BAB IV ANALISIS MEKANISME ARISAN MAPAN DITINJAU DARI

HUKUM ISLAM (STUDI DI ARISAN MAPAN SALATIGA)

A. Analisis Mekanisme Arisan Mapan Salatiga ... 79 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Arisan Mapan Salatiga ... 85 BAB V PENUTUP

(16)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Penunjukan Pembimbing Skripsi Lampiran 3 Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4 Daftar Nilai SKK

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Percaya akan kekuasaan Allah SWT merupakan nilai yang paling asasi dalam sejarah agama Islam. Allah menciptakaan dan memberi petunjuk, memeritahkan dan memelihara alam semesta selain itu juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia.

Kenyataan bahwa Allah telah meniupkan Ruh-Nya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa manusia berkedudukan mulia di antara ciptaan- ciptaan Allah. Kesadaran moral dan keberaniannya untuk memikul tanggung jawab dan amanat dari Allah yang di sertai dengan mawas diri menunjukan posisi dan kedudukannya. Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, yang mempunyai kedudukan sama antara satu dengan yang lainnya, sebagai warga dunia, yang harus berjuang dan menunjukan peran yang di cita-citakan.

Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya, kecuali ketaqwaan. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol dari diri seseorang tentang potensi kebaikannya, tetapi ada pula yang selalu menonjol potensi kelemahannya. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong saling menghormati, bekerja sama, menasehati dan saling mengajak pada kebenaran demi kebaikan bersama.

(18)

2 itulah yang merupakan budaya manusia yang menjadi sebuah Pelestarian perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia sebagai tradisi.

Kerangka tersebut merupakan isyarat akan adanya pergerakan yang dinamis, kreatif dan kritis dalam kehidupan manusia yang di tuntut untuk mengembangkan potensinya demi kepentingan masyarakat bersama. dengan demikian pengembangan potensi manusia menghasilkan sebuah budaya dan tradisi yang senantiasa berada dalam lingkup Religiusitas maka dari itu perlu usaha bersama dimulai dengan pola komunikasi yang baik dan sikap terbuka, egaliter bukan otoriter dan secara horizontal sama rata sama rasa.

Melalui pandangan di atas manusia diharapkan dengan sendirinya merealisasikan kerjasama serta berdampingan dan pengertian terhadap sesama. Nilai nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan muslim, persaudaraan sesama warga negara dan persaudaraan antar umat manusia,perilaku persaudaraan ini harus menempatkan diri pada posisi yang dapat memberi kemanfaatan untuk diri dan lingkungan (PMII Cabang Kota Salatiga, 2015, Mapaba).

Hubungan manusia dengan manusia sebagai interaksi untuk bermuamalah yang keuntungan dan kerugianya di tanggung bersama, pemahaman tersebut adalah usaha untuk mendapatkan alat keperluan kehidupan jasmaniah yang paling baik, seperti kegiatan pinjam meminjam, sewa menyewa, hutang piutang dan perjanjian, kerjasama.

Firman Allah Swt,:

(19)

3 “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan

bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya”. (QS Al Maidah: 2)

Dalam hal jual beli, menghendaki agar di laksanakan secara sah, jual beli tidak di gunakan untuk ajang jual beli yang kurang jelas, mengandung kebohongan dan transaksi yang merugikan.

Firman Allah Swt,:

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah di sebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah di ambilnya dahulu sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.( surat Al Baqarah: 275)

(20)

4 Arisan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang dengan adanya penyerahan sejumlah harta dalam bentuk utang piutang yang dilakukan secara berkala. Maksudnya, arisan diberlakukan dengan masa atau waktu yang ditetapkan untuk memperoleh pemenang arisan pada periode tertentu. Mengenai periode yang dimaksud, terdapat arisan yang terdiri dari seminggu sekali penarikannya, ada yang perbulan ataupun perdua bulan penarikannya. Jadi, masa atau periode yang berlaku di dalam arisan tergantung dengan kesepakatan yang dibuat oleh anggota arisan. Selain itu, arisan memiliki fungsi sebagai wadah menabung dan hutang piutang. Arisan sebagai sarana untuk menabung dapat dilihat dengan adanya penyetoran sebagai harta kepada ketua sebagai pemegang amanah dab pada waktu tertentu akan dapat diterima kembali sebesar yang telah dan akan disetorkan. Dalam hal hutang piutang, terdapat pihak debitur dan kreditur di dalamnya. Yang menjadi pihak debitur adalah anggota yang memenangkan arisan lebih cepat dari pada anggota yang blum memenangkan arisan tersebut, sehingga peserta yang belum memenangkan arisan disebut sebagai kreditur dikarenakan memberi modal kepada anggota yang memenangkan arisan itu. Dengan demikian, arisan menjadi salah satu pilihan masyarakat dalam menumbuhkan sifat hemat dalam diri dan juga membangun sikap tolong menolong antar sesama (Widia Fahmi, 2017: 3).

(21)

5 Akad yang di gunakan apakah Perjanjian, jual beli, utang piutang, jual beli pesan (Bai As salam), atau kerja sama. Dan pada mekanisme arisan juga ada banyak, dari mekanisme pendaftaran anggota, mekanisme pendaftaran ketua (jika mengikuti sebuah lembaga), mekanisme pemilihan objek yang di sukai oleh masing- masing anggota.

Arisan Mapan Salatiga merupakan layanan arisan yang objek arisannya adalah barang dengan menggunakan sistem level agen. Anggota mendaftar melalui agen arisan mapan tanpa di pungut biaya yang nantinya akan menjadi ketua kelompok arisan dengan ketentuan syarat yang berlaku dalam lembaga tersebut, Ketua juga akan mendapatkan bonus dari lembaga arisan mapan.

Berdasarkan paparan di atas maka penulis sangat tertarik untuk meneliti lebih dalam terkait Mekanisme Arisan mapan dan bagaimana tinjauannya dalam Hukum Islam dengan mengutip judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Arisan ” (Studi di RUMA Arisan Mapan Salatiga).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun permasalahan yang akan di bahas oleh penulis sebagai berikut:

1. Bagaimana Mekanisme Arisan di RUMA Arisan Mapan Salatiga?

2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Mekanisme Arisan di RUMA Arisan Mapan Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

(22)

6 1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme arisan barang di Arisan Mapan

Salatiga yang tidak sama dengan arisan pada umumnya.

2. Mengetahui bagaimana tinjauan hukum islam terhadap arisan barang di Arisan Mapan Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang di inginkan penulis, maka Kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah sebagi berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini sebagai salah satu tindakan mengeksplorasi transaksi muamalah kontemporer untuk menambah khasanah ilmu dalam bidang muamalah yang hari ini sangat berkembang metode transaksinya, namun masih sangat minim dianalisis dan belum terbukti keabsahan hukumya.

2. Secara Praktis

a. Dapat digunakan sebagai rujukan dalam menulis penelitian selanjutnya. diteliti lebih dalam terkait dengan berbagai perkembangan metode, mekanisme dan akad arisan diberbagai daerah yang mempunyai sistem berdasarkan tradisi lokalitasnya.

b. Memberi wawasan terhadap akad muamalah zaman sekarang yang terjadi pada lembaga arisan dengan sistem arisan level agen, yang menggunakan berbagai akad dan memberi pengetahuan tentang tinjauan hukum terhadap mekanisme jual beli arisan barang di arisan mapan salatiga.

(23)

7 serta menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak yang terkait dalam pelaksanaan arisan tersebut.

E. PENEGASAN ISTILAH

Sebelum penjelasan lebih mendalam, penulis ingin mempaparkan makna dari redaksi judul dalam skripsi ini, istilah-istilah tersebut ialah sebagai berikut: 1. Tinjauan Hukum Islam

Definisi hukum menurut Meyers adalah keseluruhan norma atau kaidah dan penilaian yang berhubungan dengan perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat dan yang harus diperhatikan oleh penguasa dalam melaksanakan tugasnya (Burhan Ashshofa S.H, 2001: 11). Sedangkan hukum islam adalah keseluruhan norma yang berkaitan dengan manusia berdasarkan dalil fiqh yaitu, Al-Qur‟an, Hadits, Ijma‟, Qiyas. Dari penjelasan tersebut tinjauan hukum islam yaitu peninjauan yang dilakukan dengan menggunakan norma yang berpedoman pada Al-Qur‟an, Hadits, Ijma‟, Qiyas.

2. Mekanisme

(24)

8 bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat di gunakan untuk menjelaskan mesin mesin tanpa bantuan inteligensi sebagai suatu sebab atau prinsip kerja. Ketiga, mekanisme adalah teori bahwa semua gejala alam bersifat fisik dan dapat di jelaskan dalam kaitan dengan perubahan material atau materi bergerak. Keempat, mekanisme adalah upaya memberikan penjelasan mekanis yakni dengan gerak setempat dari bagian yang secara intrinsik tidak dapat berubah bagi struktur internal benda alam dan bagi seluruh alam (wikipedia. 10 Januari 2017.

Http://id.m.wikipedia.org/wiki/mekanisme). 3. Arisan

Arisan adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan, pertemuan secara berkala sampai anggota memperolehnya (KBBI.22 Januari2017. http://kbbi.web.id/arisan). Adapun yang dimaksud arisan barang adalah salah satu bentuk arisan yang dilakukan oleh kelompok tertentu yang pemenangnya akan mendapatkan hasil arisannya berbentuk barang.

4. RUMA Arisan Mapan

(25)

9 F. TINJAUAN PUSTAKA

Pembahasan terkait dengan fiqih komtemporer cukup banyak, khususnya di lingkup Muamalah, telaah pustaka ini adalah ringkasan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pokok masalah dalam penulisan skripsi ini, Sehingga dalam penulisan ini tidak akan terjadi plagiasi. Maka dari itu dalam telaah pustaka ini akan meringkas beberapa penelitian yang membahas tentang arisan, antara lain:

Pertama, penelitian dilakukan oleh Nur Qomariyah, 2009, Dengan judul “Tinjauan hukum Islam Terhadap Praktek Arisan Jajan Dengan Sistem Bagi Hasil

di Tambak Lumpang Kelurahan Sukomanunggal Kecamatan Sukomanunggal Surabaya”, penelitian ini membahas bagaimana mekanisme praktek arisan dan

juga tinjauan hukum islam terhadap praktek arisan jajan dengan sistem bagi hasil di Tambak Lumpang Kelurahan Sukomanunggal Kecamatan Sukomanunggal Surabaya. Praktik arisan dengan sistem bagi hasil tersebut terdapat beberapa perjanjian antara peserta dan pendiri arisan perjanjian tersebut sesuai dengan kesepakatan antara pendiri arisan dan peserta arisan tiada pihak yang dirugikan bahkan peserta dan pendiri sama sama mendapat keuntungan(bagi hasil). Maka praktek arisan ini di menyangkut dengan perjanjian(akad) tersebut sesuai dengan Hukum Islam.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Afton Najib, 2017, Dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Arisan Bahan Bangunan”(Studi Kasus Di Desa

(26)

10 yang lainnya hanya bedanya objek arisannya yaitu bahan bangunan berupa semen dan pasir, untuk penentuan penerimaan arisan ada dua metode, pertama dengan cara kocokan dan yang kedua dengan cara musyawarah, dalam praktik ini peserta melakukan iuran uang yang kemudian sesuai dengan kesepakatan di awal mulainya arisan, uang tersebut di belikan 10 sak semen dan 1 rit pasir yang menjadi objek arisan. Berdasarkan penelitian diatas masuk dalam akad hutang (qard) akad hutang piutang dalam dalam arisan bahan bangunan di anggap tidak sesuai dengan hukum islam di karenakan terdapat perbedaan dengan akad awal mulainya risan(sighat al „aqd) sehingga menyebabkan akad arisan ini tidak

terpenuhi.

Ketiga, penelitian dilakukan oleh Purwanto, 2012, Dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Kasus Jual Beli Arisan Di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang” penelitian ini menghasilkan beberapa temuan,

(27)

11 Keempat, penelitian dilakukan oleh Wildan Nurlaela Hidayah, 2015, Dengan judul “Tinjauan hukum Islam terhadap praktek arisan sistem gugur berhadiah (studi kasus di BMT Al-hikmah Kecamatan Mlonggo Kabupaten

Jepara)”. Permasalahan yang diteliti adalah pertama, bagaimana pandangan

hukum Islam terhadap praktek arisan sistem gugur. Kedua, bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pemberian hadiah dalam arisan di BMT Al-Hikmah Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertama, praktek arisan sistem gugur berhadiah yang diselenggarakan oleh BMT “Al-Hikmah” kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara

berdasarkan akad utang-piutang. Namun karena arisan tersebut dengan sistem gugur, maka arisan yang diselenggarakan oleh BMT Al-Hikmah tidak sah. Karena dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan hukum Islam dan prinsip muamalah yaitu adanya nilai ketidakadilan yang mana muamalah dilakukan atas dasar memelihara nilai keadilan, menghindari penganiayaan, dan unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan sesuai dengan firman Allah swt dalam surat An-Nahl ayat 90 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Kedua, pemberian

(28)

12 mengandung unsur manfaat, atau setiap pinjaman yang mengandung manfaat, maka itu merupakan riba”. Hal ini juga sesuai dengan kaidah “kullu qordhin jarro naf‟an fahuwa ribaa” bahwa setiap utang-piutang yang ada tambahan manfaat

adalah riba. Oleh karena itu, arisan dengan cara seperti itu tidak diperbolehkan karena mengandung unsur riba.

Kelima, penelitian dilakukan oleh Muh. Mahfud, 2016, Dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Arisan Iuran Berkembang” (Studi

Kasus Di Desa Mrisen, Kec. Wonosalam, Kab Demak). Arisan dengan sistem iuran berkembang atau masyarakat sering menyebut Arisan panen, karena waktu pengundian dan uang setoran iuran berasal dari hasil panen. Dalam arisan ini setiap anggota wajib menyetorkan iuran pokok disertai iuran tambahan yang berkelipatan, adanya tambahan kelipatan tersebut asumsi masyarakat karena setiap nilai tukar rupiah untuk harga barang akan menurun dimasa yang akan datang. Penulis mendapatkan beberapa temuan yang pertama, akad dalam arisan sama dengan akad hutang piutang, karena terdapat kreditur dan debitur, dalam tambahan iuran dalam arisan termasuk riba, karena munculnya tambahan tersebut dari lamanya tempo pengundian, walau sudah menjadi kebiasaan tetapi arisan tersebut seperti hanya untuk mencari keuntungan, arisan tersebut sama halnya hutang piutang mengandung riba yang hukumnya dilarang dalam hukum Islam.

(29)

13 kesini arisan uang sebagai lahan ekonomi. Arisan dijadikan ajang jual beli bagi para peserta. Jual beli arisan uang wagean berawal dari para peserta yang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Arisan uang wagean diikuti oleh berbagai kalangan. Kebanyakan peserta yang mengikuti adalah kalangan menengah kebawah. Oleh karena itu, pesertanya dari berbagai kalangan, maka banyak dari para peserta yang terpaksa menjual arisan uang tersebut pada saat merasa membutuhkan uang. Karena dengan menjual dapat memenuhi kebutuhannya. Pada praktik jual beli arisan uang wagean tidak sesuai dengan syarat jual beli uang , karena tidak terpenuhi syarat-syarat yaitu tidak bisa diserahterimakan secara langsung, mata uang yang di jual belikan jumlahnya tidak sama, akad yang dilakukan tidak kontan atau terjadi penangguhan dan terjadi penambahan. Penambahan pada jual beli arisan uang wagean merupakan riba nasi‟ah karena terdapat kelebihan dalam melakukan transaksi dan terjadinya

penangguhan dalam serah terima barang. Selain itu praktek jual beli arisan uang wagean yang dilaksanakan di desa Cikidang menyerupai praktik hutang piutang yang mengandung riba. Maka praktik jual beli arisan uang wagean dilarang dalam ketentuan Islam.

Dari beberapa judul diatas yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam judul skripsi ini tentunya penulis tidak akan meneliti dengan permasalahan-pemasalahan yang sama persis dengan yang di atas, maka dari itu penulis akan melakukan penelitian tentang arisan barang di sebuah lembaga layanan arisan di kota salatiga dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Mekanisme Arisan

(30)

14 tentang mekanisme arisan barang di Rumah Arisan Mapan salatiga dan akan di tinjau dari Hukum Islam.

G. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan pisau analisis untuk mengetahui permasalahan dalam penelitian, yang memuat tentang metode yang digunakan secara rinci. Adapun metode penelitian yang di gunakan adalah sebagai berikut: 1. JENIS PENELITIAN

(31)

15 2. PENDEKATAN PENELITIAN

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menemukan apakah perbuatan itu sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak (moleong‟ 2002:

8). Dengan pendekatan tersebut penulis penulis menganalisis mekanisme Arisan di Ruma Arisan Mapan sesuai dengan hukum Islam atau tidak. Fokus penelitian ini yaitu tentang mekanisme Arisan dengan menganalisis secara mendalam dengan lembaga Arisan yang bertempat di Kantor Arisan Mapan Kota Salatiga.

3. Sumber Data

Sumber data merupakan pangkal untuk menggali sebuah permasalahan dengan menggunakan dua jenis sumber. Sumber-sumber data tersebut yaitu:

a. Sumber data primer

(32)

16 b. Sumber data sekunder

menurut sugiono adalah data sekunder merupakan data yang sifatnya mendukung keperluan data primer seperti buku, literature, dan bacaan yang berkaitan dengan pelaksanaan arisan (Metode Penelitian, theorymethod.blogspot.co.id: diakses 23 januari 2018). Menurut penulis data sekunder ialah Data yang di dapat dari berbagai literatur berupa buku, surat kabar, statistik, yang berkaitan dengan pembahasan penelitian, hasil penelitian terdahulu dan sebagai tulisan yang berkaitan dengan penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dengan mengunakan dua teknik yaitu sebagai berikut:

a. Wawancaara

(33)

17 strategi yang akan dilaksanakan serta hambatan yang di prediksikan. Supaya tidak terlalu keluar dari pokok penelitian maka peneliti menyiapkan beberapa pertanyaan yang sesuai dengan apa yag perlu di teliti (maslikhah, 2013: 321). Pada penelitian ini yangf dipandang sebagai informan yaitu Tim Penyuluh Arisan Mapan dan ketua arisan mapan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa dokumen tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikirantentang fenomena yang masih aktual dan sesuai dengan masalah penelitian (Donika Anggriyas, 2017: 49) Pengumpulan data dengan metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan lain sebagainya. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan benda benda tertulis seperti daftar anggota arisan, surat undangan, dan profil terkait lembaga arisan mapan salatiga.

c. Observasi

(34)

18 metode pengamatan setengah terlibat yaitu peneliti terlibat dalam objek yang diamati, tetapi tidak secara penuh.

5. Analisis Data

Menurut maslikhah (2013: 323) yaitu Proses analisi data sebagaimana dalam penelitian kualitatif, maka digunakan teknik analisis data dengan reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang di peroleh di lapangan. penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.penarikan kesimpulan dan verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang di peroleh dari lapangan.

H. Sistematika Penelitian

Untuk memudahkan langkah langkah dalam penulisan penelitian ini, penulis jelaskan dalam sistematika penulisan. Penulis sajikan Sistematika pembahasan sebagai gambaran umum tentang penulisan skripsi ini.

Bagian awal berisi tentang halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian penulisan, halaman pernyataan bebas plagiat, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak dan halaman daftar isi.

(35)

19 Bab pertama, Pendahuluan, yang berisi tentang paparan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab kedua, Landasan Teori, yang membahas tentang teori yang berkaitan dengan mekanisme arisan Mapan yang meliputi: Perjanjian, Jual Beli, Utang Piutang, Riba, Bunga Dan Multilevel Marketting (MLM)

Bab ketiga, Hasil penelitian, penulis akan memaparkan hasil dari penelitian lapangan yang meliputi Profil Arisan Mapan Salatiga meliputi struktur, anggota, media yang digunakan arisan Mapan. Selanjutnya, Menjelaskan bagaimana Mekanisme Arisan Mapan yang meliputi, syarat dan ketentuan anggota, cara pendaftaran, metode pemilihan pemenang, penyerahan barang dan bonus untuk ketua.

Bab keempat, Pembahasan Masalah, Pada bab ini penulis menganalisa bagaimana mekanisme arisan di RUMA arisan Mapan Salatiga dan tinjauan Hukum Islam terhadap mekanisme RUMA Arisan Mapan.

Bab kelima, Penutup, Pada bab yang terakhir ini berisi kesimpulan, saran dan Kata Penutup dari Penulis.

Daftar pustaka, merupakan rujukan berupa buku, kitab, skripsi dan yang lainnya yang digunakan dalam penyusunan penulisan skripsi ini.

(36)

20 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perjanjian(Akad) 1. Pengertian

Perikatan adalah terjemah dari istilah aslinya dalam belanda ”verbintenis”. Perikata/perjanjian artinya hal yang mengikat antara orang

yang satu dengan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukumyang dapat berupa perbuatan, misal jual beli, hutang piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, kematian, dapat berupa keadaan, misalnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Peristiwa hukum tersebut menciptakan hukum hubungan hukum(Abdul Kadir Muhammad, 1993: 198).

(37)

21 Dari pengertian diatas maka, pengertian perjanjian(akad) atau perikatan adalah suatu perbuatan yang dua pihak atau lebih yang melakukan kesepakatan untuk mencapai tujuan tertentu dengan adanya kerelaan timbal balik dan dilaksanakan sesuai dengan syariat.

Adapun yang menjadi dasar hukum perjanjian yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada Buku III tentang perikatan atau perjanjian. Selain itu juga diatur pada Al-Qur‟an,

Firman Allah:

ْىُكَْٛهَع َٰٗهْتُٚ بَي َّلَِإ ِوبَعََْ ْلْا ُخًََِٛٓث ْىُكَن ْتَّهِحُأ ۚ ِدُٕمُعْنبِث إُفَْٔأ إَُُيآ ٍَِٚزَّنا بََُّٓٚأ بَٚ ُتََْأَٔ ِذَّْٛصنا ِّٙهِحُي َشَْٛغ

ٌَِّإ ۗ ٌوُشُح ْى

ُذِٚشُٚ بَي ُىُكْحَٚ َ َّاللَّ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.(QS Al-Maidah: 1)

Firman Allah:

ٍَِٛمَّتًُْنا ُّتِحُٚ َ َّاللَّ ٌَِّئَف َٰٗمَّتأَ ِِِذَْٓعِث َٰٗفَْٔأ ٍَْي َٰٗهَث

“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang

dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertakwa”.(Ali Imron: 76) 2. Asas-asas Perjanjian

Beberapa asas penting dalam perjanjian yang menjadi dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuan, menurut Abdulkadir Muhammad (1993: 225) Asas-Asas tersebut yaitu:

(38)

22 dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan. b. Asas pelengkap, asas ini mengandung arti bahwa ketentuan

undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan-ketentuan undang-undang . asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja.

c. Asas konsensual, asas ini mengandung arti bawhawa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat(konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok pokok perjanjian, sejal saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.

d. Asas obligator, asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke oveerenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).

3. Rukun Perjanjian (akad)

(39)

23 a. Pihak pihak yang berakad (Aqid)

Pihak pihak yang berakad adalah orang, persekutuan, atau badan usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Seperti penjual dan pembeli beras masing-masing pihak satu orang, ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain, maka pihak terdiri dari beberapa orang.

b. Obyek Akad (Ma‟qud‟alaih)

Obyek Akad Adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak. Seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), dalam akad gadai, hutang yan dijamin seseorang dalam akad kafalah. c. Tujuan Pokok Akad (Maudhu‟ al-aqd)

Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad. Seperti dalam akad jual beli tujuan pokoknya ialah memindahkan barang dari pejual kepada pembeli dengan ada gantinya, tujuam pokok akad ijarah adalah memberikan manfaat dengan adanya pengganti dan tujuan pokok ijarah adalah memberikan manfaat dari seseorang pada orang lain tanpa pengganti.

d. Kesepakatan (Sighat al-aqd)

(40)

24 berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad (yang menewarkan) sedangkan qobul ialah perkataan yang keluar dari pihak yang berakad pula yang di ucapkan setelah ijab (permintaan). pengertian ijab qobul yaitu bertukarnya sesuatu yang lain, sehingga penjual dan pembeli dalam membeli sesuatu dalam melaksanakan transaksi harus berhadapan langsung, walau terkadang diwakilkan, misalnya pelanggan koran, pembeli membayar melalui pos atau wesel, kemudian pembeli menerima koran dari petugas pos.

4. Syarat perjanjian (akad)

Menurut Sayyid Sabiq, Syarat sahnya suatu perjanjian adalah: a. Tidak menyalahi hukum Syari‟ah yang disepakati adanya.

Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatanyang melawan hukum syari‟ah, sebab perjanjian

yang bertentangan dengan ketentuan hukum syari‟ah adalah tidak

sah, dan dengan sedirinya tidak ada keajiban bagi masing masing pihak untuk menepati atau melaksanakan perjanjian tersebut. Dengan kata lain apabila isi perjanjian itu merupakan perbuatan yang melawan hukum (Hukum Syai‟ah), maka perjanjian yang

(41)

25 Maksud perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridha/rela dengan isi perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain harus merupakan kehendak masing-masing pihak.

Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, dengan sendirinya perjanjian yang diadakan tidak mempunyai kekuatan hukum pabila tidak didasarkan pada kehendak Masing-masing pihak.

c. Harus jelas dan Gamblang

Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh pera pihak harus terang tentang ap yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka perjanjikan di kemudian hari (Chairuman Pasaribu, Suhwardi K. Lubis, 2004: 3).

Dengan demikian pada saat pelaksanaan perjanjian masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian atau yang mengikatkan diri dalam perjanjian haruslah mempunyai interpretasi yang sama dengan yang diperjanjikan, baik terhadap isi maaupun akibat yang timbul oleh perjanjian itu.

5. Jenis-jenis perjanjian

(42)

26 Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik. Misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. Misalnya, perjanjian hibah, hadiah.

b. Perjanjian bernama dan tak bernama.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan, pengangkutan, dll. Dalam KUHPdt diatur dalam titel V-XVIII dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c. Perjanjian obligator dan kebendaan.

(43)

27 memindahkan penguasaan atas benda (bezit), mislanya dalam sewa menyewa, pinjam pakai, gadai.

d. Perjanjian konsesual dan real.

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadi itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tidakan realisasi hak dan kewajiban trsebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya sekaligus realisasi tujuan perjanjai yaitu pemindahan hak (Abdul Kadir Muhammad, 1993:227-228).

Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap perjanjian yang objeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan serentak ketika itu juga terjadi peralihan hak. Ini disebut kontan(tunai).

6. Batalnya Perjanjian

Demikian pembatalan suatu perjanjian dapat dilakukan apabila: a. Jangka waktu telah berakhir

(44)

28 Firman Allah SWT:

ِتَأَف اًذَحَأ ْىُكَْٛهَع أُشِْبَظُٚ ْىَنَٔ بًئَْٛش ْىُكُٕصُمَُْٚ ْىَن َّىُث ٍَِٛكِشْشًُْنا ٍَِي ْىُتْذَْبَع ٍَِٚزَّنا َّلَِإ إًُّ

ٍَِٛمَّتًُْنا ُّتِحُٚ َ َّاللَّ ٌَِّإ ۚ ْىِِٓتَّذُي َٰٗنِإ ْىَُْذَْٓع ْىَِْٓٛنِإ

“kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”.

(QS. At-Taubah: 4)

Dari ketentuan ayat diatas, khususnya dengan kalimat “penuhilah janji sampai batas waktunya”, terlihat bahwa

kewajiban untuk memenuhi perjanjian itu hanya sampai pada batas waktu yang telah diperjanjikan, dengan demikian setelah berlalunya waktu yang diperjanjikan maka perjanjian itu batal dengan sendirinya.

b. Salah satu pihak menyimpang dari apa yang diperjanjikan Apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan menyimpang dari apa yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat membatalkan perjanjian tersebut.

Pembolehan untuk pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak apabila pihak yang lain menyimpang dari apa yang telah di perjanjikan adalah berdasarkan Firman Allah SWT:

َحْنا ِذِجْغًَْنا َذُِْع ْىُتْذَْبَع ٍَِٚزَّنا َّلَِإ ِِّنُٕعَس َذُِْعَٔ ِ َّاللَّ َذُِْع ٌذَْٓع ٍَِٛكِشْشًُْهِن ٌُُٕكَٚ َفَْٛك ْىُكَن إُيبَمَتْعا بًََف ۖ ِواَش

(45)

29 “Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”.(QS At-Taubah: 7)

Dari ketentuan ayat diatas, khususnya dalam kalimat “selama mereka harus lurus terhadapmu hendaklah kamu

berlaku lurus pula terhadap mereka”, dalam hal ini terkandung

pengertian bahwa apabila salah satu pihak tidak berklaku lurus, maka pihak yang lain boleh membatalkan perjanjian yan telah disepakati.

c. Jika ada kelancangan dan bukti pengkhianatan (penipuan). Apabila salah satu pihak melakukan sesuatu kelancangan dan telah pula ada bukti-bukti bahwa salah satu pihak mengadakan pengkhianatan terhadap apa yang telah diperjanjikan, maka perjanjian yang telah diikat dapat dibatalkan oleh pihak lainnya.

Dasar hukumnya yaitu Firman Allah:

ًخََبَِٛخ ٍوَْٕل ٍِْي ٍََّفبَخَت بَّيِإَٔ ٍَُِِٛئبَخْنا ُّتِحُٚ َلَ َ َّاللَّ ٌَِّإ ۚ ٍءإََع َٰٗهَع ْىَِْٓٛنِإ ْزِجَْبَف

“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”. (QS. Al-Anfal: 58)

(46)

30 pengkhianatan... , maka kembalikanlah perjanjian itu”. Dari

kalimat tersebut perjajian dapat dibatalkan apabila ada bukti suatu pengkhianatan (Chairuman Pasaribu, Suhwardi K. Lubis, 2004: 4-6).

B. Jual Beli

1. Pengertian jual beli

Menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah pertukaran benda dengan bendalain dengan jalan saling meridhai atau memindahkan hak milik disertai penggantinya dengan cara yang dibolehkan (Qomarul Huda, 2011: 51)

Jual beli (pasal 1457 B.W) adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga Yang dijanjikan. Sedang menurut syara‟ jual beli adalah tukar menukar

dengan harta atas dasar kerelaan bersama atau pemindahan milik dengan imbalan berdasarkan cara yang di izinkan (Ibrahim Muhammad Al-Jamal, 1999: 365).

Dari paparan diatas, maka pengertian jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar harta antara penjual dan pembeli atas dasar kerelaan dengan aturan yang di izinkan.

Allah Berfirman:

بَثِّشنا َوَّشَحَٔ َعَْٛجْنا ُ َّاللَّ َّمَحَأَٔ

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

(47)

31

ٍضاَشَت ٍَْع ًحَسبَجِت ٌَُٕكَت ٌَْأ َّلَِإ ِمِطبَجْنبِث ْىُكََُْٛث ْىُكَنإَْيَأ إُهُكْأَت َلَ إَُُيآ ٍَِٚزَّنا بََُّٓٚأ بَٚ بًًِٛحَس ْىُكِث ٌَبَك َ َّاللَّ ٌَِّإ ۚ ْىُكَغُفََْأ إُهُتْمَت َلََٔ ۚ ْىُكُِْي

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu”.(QS An-Nisa‟ : 29)

2. Rukun dan syarat sah jual beli a. Rukun Jual beli

Adapun yang menjadi rukun dalam jual beli menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah menjelaskan tentang rukun jual beli.

Pasal 57: Pihak pihak yang terikat dalam jual beli terdiri atas penjual, pembeli dan pihak lain yang terlibat dalam jual beli tersebut. pasal 58: Objek jual beli yang terdiri atas benda benda yang berwujud

maupun benda yang tidak berwujud, yang bergerak maupun tidak bergerak, dan terdaftar maupun tidak terdaftar.

Pasal 59: (1) Kesepakatan dilakukan dengan tulisan, lisan dan isyarat, (2) kesepakatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) memiliki makna hukum yang sama.

b. Syarat Jual beli

1) Syarat penjual dan pembeli (aqid)

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua pihak tersebut ialah sebagai berikut:

(48)

32 Maka tidak sah akadnya orang gila, orang yang mabuk, begitu juga anak kecil, kecuali mendapat izin dari walinya sebagaimana jumhur ulama. Hanafiyah hanya mensyaratkan berakal dan mumayyiz, tidak mensyaratkan baligh (Enang Hidayati, 2015: 18) . b) Dengan kehendak sendiri(bukan dipaksa).

Karena itu apabila akad jual beli dilakukan kerena terpaksa secara fisik maupun mental, maka menurut jumhur ulama, jual beli tersebut tidak sah (Qomarul Huda, 2011: 58)

Firman Allah:

ٍَْع ًحَسبَجِت ٌَُٕكَت ٌَْأ َّلَِإ ِمِطبَجْنبِث ْىُكََُْٛث ْىُكَنإَْيَأ إُهُكْأَت َلَ إَُُيآ ٍَِٚزَّنا بََُّٓٚأ بَٚ ِإ ۚ ْىُكَغُفََْأ إُهُتْمَت َلََٔ ۚ ْىُكُِْي ٍضاَشَت بًًِٛحَس ْىُكِث ٌَبَك َ َّاللَّ ٌَّ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa: 29)

c) Tidak mubadzir(pemboros), maksudnya pihak yang mengikat diri dalam perjanjian jual beli bukanlah manusia yang pemboros, sebab seseorang yang pemborosan didalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap bertindak (Suhwardi K. Lubis, Farid Wajdi, 2014: 142).

(49)

33

إُنُٕلَٔ ْىُُْٕغْكأَ بَِٓٛف ْىُُْٕلُصْسأَ بًيبَِٛل ْىُكَن ُ َّاللَّ َمَعَج ِٙتَّنا ُىُكَنإَْيَأ َءبََٓفُّغنا إُتْؤُت َلََٔ ُشْعَي ًلََْٕل ْىَُٓن بًفٔ

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang

baik”.(QS An-Nisa‟ : 5)

2) Tentang objek jual beli

Yang dimaksud dengan objek jual beli disini adalah benda yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli. Benda yang dijadikan sebagai objek jual beli ini haruslah memenuhi syarat sebagao berikut:

a) Bersih barangnya.

Yang dimaksud bersih barangnya, bahwa barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang dikualifikasikan sebagai benda najis, atau digolongkan benda yang diharamkan (Chairuman Pasaribu, Surwandi K. Lubis, 2004: 37). Misalnya miras, bangkai, babi dan patung. b) Dapat dimanfaatkan.

(50)

34 yang bermanfaat seperti seekor anjing untk berburu (Suhwardi K. Lubis, Farid Wajdi, 2014: 144)

c) Benda yang dijual dapat diserahterimakan saat melakukan Akad.

Artinya benda yang dijual belikan harus konkret dan ada pada waktu akad. karena itu, ikan di air (kolam) tidak dapat dijualbelikan karena tidak dapat diserahterimakan dan mengandung ketidakpastian. Bentuk penyerahan benda dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pada barang bergerak dan benda tidak bergerak.teknis penyerahan benda bergerak dengan beberapa macam yaitu:

(1) Menyempurnakan takaran atau ukurannya baik dengan takaran, timbangan dan sebagainya untuk menentukan ukuran sesuatu.

(2) Memindahkannya dari tempatnya jika termasuk benda yang tidak diketahui kadarnya secara terperinci kecuali oleh ahlinya, misalnya benda yag dikemas dalam botol.

(3) Kembali kepada „Urf (adat) setempat yang tidak disebutkan diatas.

(51)

35 menyerahkan surat atau sertifikat. Demikianlah pendapat uang dikemukakan oleh Sayyid Sabiq (Qomarul Huda, 2011: 133-134).

d) Barang yang diakadkan di tangan.

Menyangkut perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum di tangan (tidak berada pada penguasa penjual) adalah dilarang sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana yang telah diperjanjikan (Chairuman Pasaribu, Surwandi K. Lubis, 2004: 40).

e) Milik penuh penjualnya, Barang yang diperjualbelikan milik penjual atau diizinkan menjual oleh pemiliknya. Jika menjual barang tanpa seizin pemiliknya maka dianggap tidak sah. Misalnya seorang suami menjual barang milik istri tanpa izin (Suhrawardi K. Lubis, Farid Wajdi, 2014: 146).

3) Adanya lafal (Ijab dan Qabul)

Definisi ijab menurut para fuqaha (ulama ahli Fiqh) adalah suatu kata kata yang pertama kali keluar dari salah satu kedua pihak (dua orang yang berakad) yang menunjukan keridhaanya, baik penjual maupun pembeli.

(52)

36 salah satu pihak yang menunjukkan keridhaanya dan menyetujuinya, baik yang keluar dari penjual maupun pembeli.

Adapun yang menjadi syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut:

a) Ijab qabul diungkapkan dengan kalimat yang menunjukkan jual beli yang umum diketahui masyarakat.

Seperti penjul berkata: “aku jual buku ini

kepadamu seharga Rp. 20.000” kemudian

pembeli menjawab; “saya beli buku ini seharga

Rp. 20.000”. apabila ijab qabul tidak sesuai, maka jual beli tidak sah. malikiyah berpendapat sahnya jual beli dengan sesuatu yang menunjukan keridhaan kedua belah pihak baik melalui ucpan maupun isyarat

b) Ijab qabul dilakukan dalam satu majelis.

(53)

37 c) Terdapat kesepakatan yang berkenaan dengan barang, baik jenis, macamnya, sifatnya, begitu juga dengan harga barang yang diperjual belikan baik kontan atau tidaknya (Enang Hidayat, 2015: 22).

3. Jual beli yang dilarang

Beberapa macam jual beli yang dilarang dalam Islam adalah sebagai berikut:

a. Jual beli gharar (bai‟ al gharar)

Maksud bai‟ al gharar adalah setiap akad jual beli yang

mengandung resiko atau bahaya kepada salah satu pihak yang berakad sehingga mendatangkan kerugian finansial. Hal ini disebabkan adanya keraguan, ketidakjelasan dengan apa yang di jualbelikan (mulus atau cacat). Salah satu contohnya adalah barang yang diperjualbelikan itu tidak bisa diserahkan pada waktu akad, jual beli sesuatu yang tidak ada barangya pada saat akad, dan belum bisa dipastikan baik kualitas maupun kuantitas barang yang diperjualbelikan (Enang Hidayat, 2015: 102).

b. Jual beli yang mengandung riba.

Suatu akad jual beli yang dapat mendatangkan keuntungan dinar dan dirham (secara lebih). Salah satu contohnya yaitu bai‟

(54)

38 sampai batas waktu yang disepakati. Jual beli dengan menggunakan tempo dan dibayar dengan cara diangsur merupakan jual beli yang mengeruk keuntungan. Contoh, seseorang membeli barang kontan dengan harga murah, akan tetapi jika membeli barang secara kredit harganya lebih mahal dn di bayar secara berangsur itu merupakan jual beli yang mengandung riba (Enang Hidayat, 2015: 116).

c. Jual beli yang mengandung penipuan

Maksudnya adalah jual beli yang didalamnya terdapat unsur penipuan hanya untuk menarik para pembelinya. Salah satunya yaitu bai‟ al najasy yang artinya menyembunyikan sedang

menurut istilahnya adalah menaikan harga komoditi yang dilakukan oleh orang yang yang tidak ingin membeli barang yang diperjualbelikan tersebut. Tujuannya adalah hanya semata-mata agar orang lain tertarik untuk membelinya. Seperti contohnya si penjual atau wakilnya mengaku-ngaku dengan cara berdusta bahwa barang yang dijual itu sudah ada yang berani membayar lebih (Enang Hidayat, 2015: 127-128). d. Jual beli dilarang karena zatnya (haram Lidzatihi)

(55)

39 semua barang yang tergolong haram menurut Syariah Islam dilarang jual belinya. Contoh jual beli bangkai (bai‟ al-maitah)

(Enang Hidayat, 2015: 146).

e. Jual beli dilarang karena yang lain (haram lighairihi)

Jual beli yang dilarang ini termasuk jual beli yang diharamkan yang mafsadatnya (kerusakannya) tidak berdiri sendiri, melainkan karena yang lain. Semua tindakan ada kaitannya dengan kaidah sadd al-dzari‟ah (tindakan prefentif). Salah satu contonya yaitu jual beli ketika adzan jum‟at. Haram hukumnya

melakukan transaksi jual beli ketika adzan jum‟at, karena itu

adalah panggilan untuk mengingat Allah (Enang Hidayat, 2015: 195) .

C. Hutang Piutang (Qardh) 1. Pengertian

Hutang piutang adalah penyerahan harta berupa uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama. Kata “penyerahan harta” mengandung arti pelepasan pemilikan dari

yang empunya. Kata “untuk dikembalikan pada waktunya”

mengandung arti bahwa pelepasan pemilikan hanya berlaku untuk sementara yang diserahkan itu hanya manfaatnya. Kata “berbentuk

uang” mengandunga arti uang yang dinilai dengan uang. Kata “

(56)

40 nilai yang bertambah tidak disebut hutang piutang (Hasan Saleh, 2008: 389).

Sedangkan Pengertian Hutang piutang menurut B. W (pasal 1754) adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.

(57)

41

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya

(58)

Al-42

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 282)

Firman Allah :

ًٌََُٕهْعَت ْىُتُُْك ٌِْإ ۖ ْىُكَن ٌشَْٛخ إُلَّذَصَت ٌَْأَٔ ۚ ٍحَشَغَْٛي َٰٗنِإ ٌحَشِظََُف ٍحَشْغُع ُٔر ٌَبَك ٌِْإَٔ

(59)

43

(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu

mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 280

2. Rukun Hutang piutang

Adapun yang menjadi rukun hutang piutang adalah sebagai berikut:

1) Lafal (kalimat menghutangi).

Adanya ucapan dari pihak yang kreditur kepada seseorang membutuhkan, seperti: “saya hutangkan ini kepada engkau” jawab

seorang debitur “saya mengaku berhutang kepada engkau”.

2) Kreditur dan Debitur

Pihak kreditur disyaratkan agar memenuhi kriteria-kriteria berikut ini:

a) Bahwa ia berhak atas barang yang dipinjamkannya itu. b) Barang tersebut dapat dimanfaatkan, sebab pinjam

meminjam hanya menyangkut kemanfaatan sesuatu benda (pemanfaatan sesuatu benda hanya sebatas yang dibolehkan dalam islam).

Sedangkan menyangkut dengan debitur disyaratkan harus orang yang cakap bertindak (berhak) sebab perjanjian hutang piutang yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap bertindak adalah tidak sah (Suhwardi K. Lubis, Farid Wajdi, 2014:137-138).

(60)

44 dihutangkan. Begitu pula mengutangkan hewan yang dapat dimanfaatkan, maka akan dibayar dengan jenis hewan yang sama. Segala sesuatu yang dihutangkan aka dikembalikan dalam wujud yang sama.

Melebihkan bayaran dari sebanyak hutang, kalau kelebihan itu memang kemauan yang berutang dan tidak atas perjanjian sebelumnya, maka kelebihan itu boleh (halal) bagi yang mengutangkannya, dan menjadi kebaikan untuk orang yang membayar hutang (H. Sulaiman Rasjid, 2004: 306-307).

D. Riba

1. Pengertian

Secara bahasa riba berarti tambahan, dengan demikian ribadapat didefinisikan sebagai tambahan dari pokok hutang, yang dibebankan pada pihak yang menghutang, dengan cara yang tidak sah (batil) dan dusta (Hasan Saleh, 2008: 397).

Sedangkan menurut istilah syara‟ adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya, menurut aturan syara‟ atau terlambat menerimanya(Sulaiman Rasjid, 2004:

290).

Dari paparan diatas, pengertian riba adalah akad pertukaran tertentu yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang menyimpang dari hukum syara‟, terjadi penambahan dalam pengembalian barang

(61)

45 2. Macam-macam riba

Ada dua jenis riba yang dilarang Syariat Islam yaiu sebagai berikut: a. Riba nasi‟ah

Maksud riba nasi‟ah adalah tambahan pada hutang piutang

yang memiliki tempo tertentu sebagai imbalan perpanjangan tempo tersebut. Pelarangan jenis riba ini disebabkan adanya unsur-unsur eksploitasi manusia atas manusia lain, yang merupakan bentuk pemerasn orang kaya terhadap orang miskin.

b. Riba fadhal

Riba fadhal adalah tambahan yang diperoleh seseorang sebagai hasil penukaran barang sejenis, misalnya: antara 1 gram emas dengan 2 gram emas, antara 1 kuintal padi dengan ½ kuintal padi. Pelarangan riba jenis ini disebabkan akan berakibat pada meluasnya prasktik praktik penipuan dan jenis eksploitasi manusia atas manusia lainnya jika hal seperti ini dibiarkan saja (Hassan Saleh, 2008: 397-398).

3. Berbagai pendapat tentang riba a. Pendapat ulama

(62)

46 islam boleh melakukan transaksi melalui bank karena darurat. Sejalan dengan pendapat Abu Zahrah di atas, Musthafa Ahmad Al-Zarqa‟ lebih menekankan pengertian riba pada praktik iba yang

benar-benar bersifat pemerasan yang dilakukan orang-orang kaya atas orang miskin dalam hubungan hutang piutang barang-barang konsumtif, bukan yang bersifat produktif.

b. Pendapat muhammadiyah

Majlis tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa dari satu sisi bunga bank termasuk dalam kategori Syubhat masalah yang belum ada kejelasan hukumnya, apakah haram atau halal yang harus dihindari, karena mengandung kedua unsur tesebut. Disisi lain, keuntungan yang diperoleh bank itu diperoleh untuk kepentingan umum, yang dengan demikian bunga merupakan sesuatu yang wajar, boleh di pungut dan diberikan oleh bank. Dalam hal ini, majlis menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan, yang sesuai dengan kaidah Islam. c. Pendapat NU

Lajnah bahtsul masail NU menyatakan bahwa bank dan bunganya sama seperti hukum gadai, sehunungan dengan masalah ini dijumpai tiga pendapat ulama:

(63)

47 2) Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat

yang berlaku tidak dapat begitu saja dijadikan syarat;

3) Syubhat (tidak tentu halal atau haram), sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya.

Merujuk kepada sidang ke-2 OKI (Organisasi Konfernsi Islam) yang berlangsung di karachi, pakistan, desember 1970 bahwa praktik bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syariah Islam, maka perlu segera di dirikan bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan syariat Islam (Hassan Saleh, 2008: 398-399). dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya

kamu mendapat keberuntungan”.(QS. Ali-Imron: 130)

b. Firman Allah SWT:

بَثِّشنا َوَّشَحَٔ َعَْٛجْنا ُ َّاللَّ َّمَحَأَٔ

“padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.(Al-Baqarah: 275)

c. Firman Allah SWT:

ىُتُُك ٌِإ ْإَٰٰٓثِّشنٱ ٍَِي َِٗمَث بَي ْأُسَرَٔ َ َّللَّٱ ْإُمَّتٱ ْإَُُياَء ٍَِٚزَّنٱ بََُّٓٚأٰٰٓـَٚ ٍَُِِٛي ۡؤُّي

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba [yang belum dipungut] jika kamu orang-orang

(64)

48

ِّشنا :َلبَل َِّٙجَُّنا ٌََّأ دُْٕعْغَي ٍْْثا ٍَِع ُىِكبَحْنا ََٖٔس َحِكَُْٚ ٌَْأ ُمْثِي بَُْشَغَْٚأ ًبثبَث ٌَُْٕعْجَعَٔ ٌخَثَلََث َبث

َُّّيُأ ُمُجَّشنا

Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:“Riba itu mempunyai 73

pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan

seseorang yang melakukan zina dengan ibunya!”

e. Firman Allah SWT

ٍحبَكَص ٍِْي ْىُتَْٛتآ بَئَ ۖ ِ َّاللَّ َذُِْع ُٕثْشَٚ َلََف ِطبَُّنا ِلإَْيَأ ِٙف َُٕثْشَِٛن بًثِس ٍِْي ْىُتَْٛتآ بَئَ ٌَُٕفِعْضًُْنا ُىُْ َكِئَٰنُٔأَف ِ َّاللَّ َّْجَٔ ٌَُٔذِٚشُت

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan

(pahalanya).”(QS. Ar-Rum : 39) (Sulaiman Rasjid, 2004: 294). E. Bunga

(65)

49 Dari paparan diatas maka pengertian bunga adalah keuntugan yang seharusnya di peroleh oleh kreditur jika tidak terjadi wanprestasi. Atau bisa juga yang dimaksud bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung oleh kreditur.

Untuk peminjaman barang atau uang yang habis dalam pemakaian, diperbolehkan membuat syarat bahwa atas pinjaman itu akan di bayar bunga (Pasal 1765 KUHP). Maksudnya dalam sebuah transaksi muamalah khususnya berkaitan dengan pinjam meminjam diperbolehkan dibayar dengan bunga.

Selanjutnya, barangsiapa sudah menerima suatu pinjaman dan telah membayar bunga yang tidak diperjanjukan dahulu, tidk dapat meminta kembali bunga itu dan juga tidak dapat mengurangkannya dari pinjaman pokok, kecuali jika bunga yang telah di bayar itu melampaui jumlah bunga yang ditetapkan dalam undang-undang; dalam hal ini uang kelebihan itu dapat diminta kembali atau dikurangkan dari pinjaman pokok.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor perilaku yang menyebabkan terjadinya serangan asma pada pasien adalah pasien tidak menghindari faktor pencetus yang biasanya mengakibatkan munculnya

Lumajang Meningkat nya Informasi penyampaian ketentuan di bidang cukai melalui media massa Penyebarlua- san Informasi Pembangu- nan Daerah Kerja sama Informasi

1) Pada siklus I Pertemuan pertama yaitu indikator membaca denah sederhana pada papan berpaku mencapai skor 21 , sedangkan pada siklus II Pertemuan ke-enam yaitu

Pada ABM, setiap agent diasumsikan berbeda satu sama lain; bahwa mereka berinteraksi hanya be- berapa, tidak dengan semua agent lainnya; bahwa mereka dapat berubah dari waktu ke

Dari berbagai repertoar lagu yang dibawakan oleh Thek-thek Walisongo, saya memilih Lagu Cilacap Bercahaya sebagai lagu model dalam penelitian bentuk komposisi

Untuk variable partisipasi politik yang merupakan variabel terikat yang kemudian menjadi variable yang diukur atau melihat sejauh mana status sosial ekonomi masyarakat dan

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak politiknya untuk memilih orang yang dianggapnya layak sebagai wakil yang akan duduk di

Multimodal Therapy terhadap peningkatan kemampuan kognitif, afektif dan perilaku REBT pada klien skizofrenia dengan masalah keperawatan perilaku kekerasan dan