• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis bahasa yang berisi nasihat dan pedoman hidup atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis bahasa yang berisi nasihat dan pedoman hidup atau"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu jenis bahasa yang berisi nasihat dan pedoman hidup atau sindiran terhadap seseorang adalah peribahasa. Pada awalnya, peribahasa adalah karya sastra lisan, fungsi dan penyebarannya juga dilakukan secara lisan oleh masyarakat zaman dahulu untuk menyampaikan suatu pesan. Mieder (1993) sebagai spesialis dalam fraseologi mendefinisikan peribahasa sebagai berikut:

A short, generally known sentence of the folk which contains wisdom, truth, morals, and traditional views in a metaphorical, fixed and memorizable form and which is handed down from generation to generation.

“Kalimat pendek yang ada dalam masyarakat yang mengandung unsur kebijaksanaan, kebenaran, moral, dan pandangan-pandangan tradisional dalam bentuk metafora, berbentuk baku, dan selalu diingat serta diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.”

(Mieder, 1993:5) Peribahasa dalam bahasa Jepang disebut dengan kotowaza. Pengertian peribahasadalam bahasa Jepang, dapat dilihat dari kutipan yang diungkapkan oleh Masataka Tamura berikut ini.

ことわざは、「猿も木から落ちる」「掃き溜めに鶴」など、古くから言い習わ されてきた表現で、生活の知恵や処世上の教訓などを諭してくれるもの です。

Kotowaza wa, “saru mo ki kara ochiru” “hakidame ni tsuru” nado, furuku kara ii narawa sarete kita hyougen de, seikatsu no chie ya shoseijou no kyoukun nado o satoshite kureru mono desu.

“Peribahasa seperti “saru mo ki kara ochiru : monyet pun bisa terjatuh dari pohon”, “hakidame ni tsuru : bangau di tempat kotor” dan lain sebagainya merupakan sebuah ungkapan yang diteruskan

(2)

dari masa lampau yang memberikan nasihat mengenai pengetahuan dan peraturan tingkah laku hidup.

(Tamura, 2013:1) Kutipan tersebut menunjukkan bahwa peribahasa telah tercipta dan dipakai oleh orang-orang sejak zaman dahulu hingga sekarang. Oleh karena peribahasa adalah sebuah ideom, maka kebanyakan orang salah memahami peribahasa dengan hyougen 表現 yang merupakan ungkapan atau cara bicara seseorang yang menunjukkan ekspresi mereka dalam bentuk pola-pola kalimat.

Memahami suatu peribahasa tidaklah mudah. Selain banyak makna kiasan dan pemilihan diksi yang tergolong bahasa lama (kuno), perbedaan pola pikir juga merupakan faktor yang membuat adanya perbedaan unsur peribahasa tersebut. Peribahasa merupakan salah satu alat untuk merefleksikan pola pikir yang dimiliki masyarakat Jepang sejak zaman dahulu dan sering dituangkan salah satunya melalui karya sastra khususnya novel. Seperti peribahasadi bawah ini:

1) 河童の川流れ

Kappa no kawa nagare

どんな名人でも、たまには失敗することもあるというたとえ。

泳ぎが得意な河童でも時には水に勢いに流されることがあるというこ とから。

Donna meijin demo, tama ni wa shippai suru koto mo aru to iu tatoe.

Oyogi ga tokui na kappa demo toki ni wa mizu ni ikioi ni nagasareru koto ga aru to iu koto kara.

“Sepintar-pintarnya seseorang, sesekali pasti pernah merasakan kegagalan. Hal ini sama halnya dengan sepintar-pintarnya seeokor kappa berenang, suatu saat pernah hanyut terbawa arus sungai.”

(3)

Secara leksikal peribahasa kappa no kawa nagare dapat diartikan sebagai “kappa hanyut di sungai”, sedangkan makna ideomatiknya adalah “sepintar apapun seseorang, pasti pernah mengalami kegagalan juga”.

Bagi orang Jepang, kappa merupakan makhluk legenda yang berwarna hijau dengan piring di atas kepalanya. Kappa dikenal sebagai makhluk yang sangat pandai berenang, namun sepandai-pandainya kappa berenang masih juga dia bisa tenggelam. Kappa merupakan makhluk legenda yang hanya terdapat dalam mitologi Jepang, ini membuktikan bahwa pemilihan diksi berupa kappa dalam menyusun peribahasa tersebut merupakan nilai budaya dari masyarakat Jepang itu sendiri.

Peribahasa kappa no kawa nagare mempunyai padanan makna dengan peribahasa Indonesia, yaitu ‘sepandai-pandai tupai melompat, jatuh ke tanah juga’ yang memiliki makna ‘orang pandai sekalipun akan tersilap’ (Hasan, 2011:393). Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai garis pantai yang sangat luas. Sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis menjadikan Indonesia banyak ditumbuhi tanaman kepala. Tupai merupakan sejenis binatang pengerat buah-buahan yang pandai melompat dari satu pohon ke pohon yang lain dan mudah ditemukan tupai di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia menjadikan binatang ‘tupai’ sebagai diksi dalam membuat sebuah peribahasa.

Penulis novel biasanya tidak banyak menggunakan peribahasa dalam karyanya, namun dalam novel yang berjudul Botchan, Natsume Soseki selaku pengarang menggunakan banyak peribahasa untuk memperindah hasil karyanya.

(4)

Cerita menarik yang disajikan dengan bahasa yang mudah dimengerti, membuat novel Botchan menjadi sebuah karya sastra yang menarik dan cocok untuk dijadikan sebagai sumber data dalam objek` penelitian ini. Novel Botchan merupakan novel kedua Natsume Soseki yang terus menjadi favorit pembaca Jepang hingga sekarang dan menduduki posisi penting dalam sastra Jepang.

Berdasarkan pemaparan tersebut, bentuk, fungsi, dan makna yang terkandung dalam peribahasa bahasa Jepang pada novel Botchan karya Natsume Soseki serta padanan makna dalam bahasa Indonesia menjadi menarik untuk diteliti. Dalam penelitian ini, setelah peribahasa dalam bahasa Jepang dikumpulkan dari novel Botchan karya Natsume Soseki, dilanjutkan dengan menganalisis bentuk, fungsi, pemaknaan dan perbandingannya dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah pokok yang hendak dijawab dalam penelitian yang berkaitan dengan analisis peribahasa yang ada di dalam novel Botchan karya Natsume Soseki yaitu:

1. Bagaimanakah makna ideomatik dan makna kontekstual peribahasa bahasa Jepangdalam novel Botchan karya Natsume Soseki?

2. Bagaimanakah padanan makna peribahasa bahasa Jepang dalam novel Botchan karya Natsume Soseki dalam bahasa Indonesia?

(5)

Tujuan penelitian yang diharapkan dari penelitian mengenai analisis peribahasa bahasa Jepang dan padanan makna bahasa Indonesia dalam novel

Botchan karya Natsume Soseki, dibagi menjadi dua yaitu: 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memahami makna peribahasa yang ada dalam novel Botchan karya Natsume Soseki serta padanan makna bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menambah khasanah penelitian linguistik Jepang dan sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Sesuai dengan masalah yang diuraikan sebelumnya, secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui makna ideomatik dan makna kontekstual peribahasa bahasa Jepangdalam novel Botchan karya Natsume Soseki.

2. Mengetahui padanan makna peribahasa bahasa Jepang dalam novel Botchan karya Natsume Soseki dalam bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini ada dua yaitu: 1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat penelitian secara teoretis, yaitu menambah khasanah pengetahuan tentang bahasa Jepang, khususnya mengenai peribahasa. Pengetahuan tersebut antara lain mengenai makna peribahasa dan padanan makna dalam bahasa Indonesia. Selain itu, diharapkan penelitian ini mampu membantu dan

(6)

mempermudah memahami makna peribahasa yang ada dalam karya sastra khususnya dalam novel.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini, yaitu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu pembelajar bahasa Jepang untuk memahami makna ideomatik dan makna kontekstual dari peribahasa bahasa Jepang. Oleh karena itu, pembelajar bahasa Jepang tidak akan mengalami kesulitan baik ketika membaca karya sastra maupun dalam berkomunikasi dengan orang Jepang secara langsung. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, maka dalam penelitian ini hanya meliputi penggunaan peribahasa bahasa Jepang dalam novel Botchan karya Natsume Soseki. Adapun permasalahan pokok yang diteliti meliputi makna ideomatik dan makna kontekstual yang terkandung di dalam peribahasa -peribahasatersebut serta padanan maknanya dalam bahasa Indonesia.

1.6 Sumber Data

Penelitian mengenai analisis peribahasa ini menggunakan novel asli yang berjudul Botchan karya Natsume Soseki yang diterbitkan oleh Koudansha LTD pada tahun 2001 yaitu cetakan ke 48 yang terdiri atas 236 halaman.

Selain novel asli, digunakan pula novel terjemahan yang dialihbahasakan oleh Indah Santi Pratidina ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Botchan. Novel terjemahan ini digunakan penulis sebagai sumber data sekunder untuk membantu dalam penganalisisan.

(7)

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, digunakan beberapa metode dan teknik penelitian yang berfungsi untuk mempermudah penelitian ini. Metode dan teknik penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, yaitu dengan menyimak penggunaan bahasa secara tulisan untuk memperoleh data. Metode simak yang dilakukan dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitian dari penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun, 2005:92-93). Metode ini dilakukan secara cermat, terarah, dan teliti dengan cara membaca dan memahami novel Botchan karya Natsume Soseki. Selanjutnya dilakukan teknik catat yaitu cara yang dilakukan peneliti dengan mencatat data-data yang ada hubungannya dengan masalah penelitian, kemudian diseleksi dan diklasifikasikan untuk memudahkan langkah penelitian selanjutnya yaitu metode dan teknik penganalisisan data.

1.7.2 Metode dan Teknik Penganalisisan Data

Data-data mengenai peribahasa yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis. Metode yang digunakan adalah metode agih yaitu metode analisis yang unsur penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Data-data mengenai peribahasa tersebut dibagi satuan lingual datanya menjadi bagian atau unsur dan unsur-unsur yang bersangkutan merupakan bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud menggunakan teknik bagi unsur langsung. Sebagai pendukung

(8)

juga digunakan metode deskriptif dengan menjelaskan proses analisis secara sederhana. Metode deskriptif yang digunakan adalah metode campur yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006:11). Penelitian kuantitatif digunakan dalam menganalisis data karena menggunakan perhitungan dan angka-angka.

Setelah peribahasa terkumpul maka dicari makna leksikalnya. Dengan metode agih, kalimat yang mengandung peribahasa dipisahkan, kemudian dianalisis dengan teknik bagi unsur langsung. Kemudian unsur penentunya yaitu peribahasa dianalisis makna kontekstualnya yang dibantu dengan metode analisis deskriptif yang menjelaskan secara sederhana proses analisis tersebut.

1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Tahap penyajian hasil analisis data dilakukan setelah seluruh data teranalisis. Tahap ini dilakukan dengan mengunakan metode informal yaitu perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang bersifat teknis (Sudaryanto, 1993:145). Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis makna yang terkandung pada peribahasa bahasa Jepang yang terdapat dalam novel Botchan karya Natsume Soseki serta padanan maknanya dalam bahasa Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

27.10 Minyak petroleum dan minyak yang diperoleh dari mineral mengandung bitumen, selain mentah; preparat tidak dirinci atau termasuk dalam pos manapun, mengandung minyak

Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hisab dalam kitab sair al-kamar sangat perlu dilakukan pengoreksian kembali, karena hisab ephemeris yang

Pada akhirnya sistem ini menunjukan pendeteksian kanker dengan menggunakan teknik microarray data dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma CART sebagai proses

Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) bersumber dari pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong

Jika handphone, blackberry atau mungkin Motorola Milestrone / Droid anda telah dilengkapi dengan fitur GPS, maka anda bisa melihat posisi anda berada saat ini di maps (Google

b. Madrasah yang terakreditasi dan memiliki peserta kurang dari 20 orang dapat menjadi pelaksana UAMBD dan UAMBN Tingkat Satuan Pendidikan dengan pertimbangan kelayakan

mukan kurangnya kesadaran dan pengetahuan konsumen tentang hak dan kewajiban yang di atur dalam undang-undang perlindungan konsu- men yang merugikan dirinya untuk

1) Untuk mengetahui penerapan metode sentra di TK Mujahidin 1 Surabaya. 2) Untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan bersosialisasi anak TK Mujahidin 1 Surabaya. 3)