• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKUISISI DAN PERSEROAN TERBATAS. tentang Perseroan Terbatas ini telah diatur di dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKUISISI DAN PERSEROAN TERBATAS. tentang Perseroan Terbatas ini telah diatur di dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG AKUISISI DAN PERSEROAN TERBATAS

2.1 Perseroan Terbatas

2.1.1 Pengertian Perseroan Terbatas

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak memberikan pengertian secara tegas mengenai pengertian Perseroan Terbatas, walaupun pengaturan tentang Perseroan Terbatas ini telah diatur di dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Perseroan Terbatas ialah persekutuan yang berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut persekutuan, tetapi perseroan sebab modal dalam badan hukum itu terdiri dari sero-sero atau saham-saham.19

Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Perseroan Terbatas ialah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dimana pemegang saham ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan perseroan itu (dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan).20

Pasal 1 angka 1 UUPT, menjelaskan bahwa:

19H.M.N. Purwosutjipto, 1995, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 –

Bentuk-Bentuk Perusahaan Cetakan VIII, Djambatan, Jakarta, h.8.

20C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 1997, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas

Tahun 1995, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta (selanjutnya disingkat C.S.T Kansil dan Christine S.T.Kansil I), h.52.

(2)

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”

Perseroan Terbatas diartikan juga sebagai suatu asosiasi pemegang saham yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karena sama sekali terpisah dengan orang-orang yang mendirikannya, mempunyai kapasitas untuk bereksistensi terus-menerus serta berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat dan melaksanakan kewenangan lain yang diberikan oleh hukum yang berlaku.21

Pengertian lain terhadap Perseroan Terbatas ialah suatu badan intelektual yang diciptakan oleh hukum, yang terdiri dari beberapa individu yang bernaung di bawah satu nama bersama, dimana Perseroan Terbatas tersebut sebagai badan hukum intelektual tetap sama dan eksis meskipun para anggotanya saling berubah-ubah.22

Dari beberapa pendapat para sarjana tersebut, dapat disimpulkan bahwa Perseroan Terbatas adalah suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya.

21

Sudargo Gautama et. Al., 1991, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting Bagi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.2.

22Munir Fuady, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

(3)

2.1.2 Dasar Hukum Perseroan

Dasar hukum bagi suatu Perseroan Terbatas sangat dibutuhkan untuk menciptakan iklim kegiatan usaha yang kondusif. Tentang dasar hukum bagi suatu Perseroan Terbatas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :23

a. Dasar hukum umum b. Dasar hukum khusus

Dasar hukum umum ialah ketentuan hukum yang mengatur suatu perseroan terbatas secara umum tanpa melihat siapa pemegang sahamnya dan tanpa melihat dalam bidang apa Perseroan Terbatas tersebut bergerak. Bagi Perseroan Terbatas, dasar hukum umumnya ialah Undang-Undang Perseroan Terbatas beserta peraturan pelaksananya. Dalam hal ini ialah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, beserta peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dasar hukum khusus ialah dasar hukum di samping Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mengatur Perseroan Terbatas secara khusus, baik dari pemegang sahamnya, jenis Perseroan Terbatas maupun bidang yang digeluti oleh

23Ibid, h. 13.

(4)

Perseroan Terbatas tersebut. Dasar hukum khusus bagi Perseroan Terbatas antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

2.1.3 Bentuk – Bentuk Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas memiliki beberapa bentuk yang dikenal oleh masyarakat umum, di antaranya24 :

1. Perseroan Terbatas Tertutup ialah Perseroan Terbatas yang didirikan dengan tidak menjual sahamnya melalui penawaran umum kepada masyarakat luas, dimana tidak semua orang dapat menjadi pemegang saham dari Perseroan Terbatas tersebut.

2. Perseroan Terbatas Terbuka ialah Perseroan Terbatas yang telah melakukan penawaran umum atas sahamnya atau telah memenuhi syarat dan telah memproses dirinya menjadi perusahaan publik, sehingga telah memiliki pemegang saham publik, dimana perdagangan saham sudah dapat dilakukan di bursa-bursa efek.

24C.S.T Kansil, 2001, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi-Bagian

(5)

3. Perseroan Terbatas Umum/Publik ialah Perseroan Terbatas terbuka di mana keterbukaannya itu tidak melalui proses penawaran umum, tetapi melalui proses khusus, setelah memenuhi syarat untuk menjadi Perseroan Terbatas publik. Syarat tersebut seperti yang ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, yakni memiliki pemegang saham minimal 300 ( tiga ratus ) serta modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,00 ( tiga miliar rupiah ). 4. Perseroan Terbatas Perseorangan ialah Perseroan Terbatas yang mana

saham-saham dari Perseroan Terbatas tersebut dikuasai oleh satu orang, di mana hal itu terjadi setelah melalui proses pendirian Perseroan Terbatas itu sendiri, yang mana pada saat Perseroan Terbatas itu didirikan terdapat lebih dari seorang pemegang saham, yang kemudian beralih kepada seorang pemegang saham saja.

UUPT membedakan bentuk Perseroan Terbatas ke dalam tiga bentuk, yaitu Perseroan Terbatas Tertutup, Perseroan Terbatas Terbuka dan Perseroan Terbatas Publik. Di dalam Pasal 1 angka 7 UUPT dinyatakan bahwa “Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”. Pengertian Perseroan Terbatas Publik disebutkan di dalam Pasal 1 angka 8 UUPT, bahwa “Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”.

(6)

2.1.4 Organ-Organ Perseroan Terbatas

Sebagai suatu badan hukum, Perseroan Terbatas merupakan subyek hukum pendukung hak dan kewajiban yang tidak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sendiri seperti layaknya seorang individu. Badan hukum menjadi subyek hukum bukan secara alamiah, melainkan ditentukan oleh hukum yang dibuat oleh manusia melalui lembaga yang berwenang untuk itu. Oleh karena itulah, maka Perseroan Terbatas perlu dilengkapi dengan organ agar dapat berfungsi sebagai subyek hukum seperti manusia. Di dalam Pasal 1 angka 2 UUPT dinyatakan bahwa “Organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris”. Mengenai ketiga organ dari Perseroan Terbatas ini akan dijelaskan secara lebih terperinci satu persatu.

1. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) ialah pemegang kekuasaan tertinggi dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris dalam Perseroan Terbatas, yang merupakan suatu wadah bagi para pemegang sahamnya untuk menentukan operasional dari Perseroan Terbatas.25 Di dalam Pasal 1 angka 4 UUPT dinyatakan bahwa “ Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”. Dengan kekuasaan tertinggi di dalam Perseroan Terbatas, RUPS bahkan dapat memberhentikan organ perusahaan yang lain dari

(7)

jabatannya, dalam hal ini memberhentikan direksi dan dewan komisaris, tentunya dengan memperhatikan dan tidak boleh melanggar kedudukan, kewenangan dan kepentingan organ perusahaan tersebut maupun pemegang saham minoritas, kreditor, karyawan, mitra bisnis atau kalangan masyarakat.

Ketentuan mengenai RUPS di dalam UUPT diatur di dalam bab tersendiri, yakni di dalam bab IV yang terdiri dari 17 pasal, yaitu Pasal 75 sampai dengan Pasal 91.

UUPT juga membedakan RUPS menjadi dua, seperti ditegaskan di dalam Pasal 78 ayat (1) yakni RUPS tahunan dan RUPS lainnya. Di bagian penjelasan pasal tersebut ditegaskan bahwa yang dimaksud RUPS lainnya di dalam praktek sering dikenal dengan RUPS luar biasa.

RUPS tahunan ialah RUPS yang wajib dilakukan oleh Perseroan Terbatas sekali dalam setahun. Menurut Pasal 78 ayat (2) UUPT, “Rapat Umum Pemegang Saham tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir’. Dalam RUPS tahunan dibahas mengenai perkembangan perusahaan yang telah terjadi selama setahun, dimana harus diajukan semua dokumen dan laporan tahunan Perseroan Terbatas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 66 ayat (2) UUPT. Bunyi dari Pasal 66 ayat (2) tersebut ialah sebagai berikut :

“Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya :

a. Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dan tahun buku yang

(8)

bersangkutan, laporan arus kas da laporan perubahan ekuisitas serta catatan atas laporan keuangan tersebut;

b. Laporan mengenai kegiatan perseroan;

c. Laporan pelaksanaan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan; d. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang

mempengaruhi kegiatan usaha perseroan;

e. Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;

f. Nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;

g. Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau”.

RUPS luar biasa dapat dilakukan kapan saja bila diperlukan oleh Perseroan Terbatas dengan pokok bahasan yang beraneka ragam, yang tidak termasuk di dalam ruang lingkup RUPS26. Pada prinsipnya kegiatan Perseroan Terbatas yang memerlukan persetujuan dari RUPS luar biasa dari suatu Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut27:

a. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas. b. Kegiatan-kegiatan yang memerlukan persetujuan RUPS

sebagaimana disebut dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

c. Kegiatan-kegiatan yang dianggap penting bagi Perseroan Terbatas tersebut sebaiknya juga dilakukan dengan persetujuan RUPS, meskipun tidak diharuskan oleh anggaran dasar maupun peraturan perundang-undangan.

26Munir Fuady III, Op.cit, h. 139. 27Op.cit, h.140.

(9)

2. Direksi

Menurut Munir Fuady, yang dimaksud dengan direksi di dalam suatu Perseroan Terbatas ialah suatu organ Perseroan Terbatas yang memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang penuh terhadap kepengurusan dan jalannya Perseroan Terbatas yang dipimpinnya untuk kepentingan dan tujuan Perseroan Terbatas tersebut, serta mewakili dan bertindak untuk dan atas nama Perseroan Terbatas di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas tersebut.28

Ketentuan tentang direksi di dalam suatu Perseroan Terbatas diatur di dalam Pasal 92 sampai dengan Pasal 107 UUPT. Pasal 1 angka 5 UUPT memberikan pengertian tentang direksi sebagai berikut “Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”.

Menurut Pasal 93 ayat (1) UUPT, persyaratan untuk dapat diangkat menjadi direksi ialah :

“Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (tahun) sebelum pengangkatannya pernah :

a. Dinyatakan pailit;

b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

28Munir Fuady I, Op.Cit, h. 83.

(10)

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.”

Berdasarkan ketentuan diatas, dapat dilihat bahwa Direksi berwenang mewakili Perseroan Terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan. Namun, di dalam Pasal 99 ayat (1) UUPT ditegaskan tentang pengecualian terhadap wewenang direksi tersebut, bahwa anggota direksi tidak berwenang mewakili Perseroan Terbatas bila terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan Terbatas dengan anggota direksi bersangkutan maupun anggota direksi bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan Terbatas.

3. Dewan Komisaris

Ketentuan tentang dewan komisaris diatur di dalam Pasal 108 sampai dengan Pasal 121 UUPT. Di dalam Pasal 1 angka 6 UUPT dinyatakan bahwa “Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi”. Dewan Komisaris disebut sebagai palang pintu dari suatu Perseroan Terbatas, karena wewenang pengawasan yang dimilikinya terhadap jalannya kegiatan suatu Perseroan Terbatas.29

Persyaratan untuk dapat menjadi anggota dewan komisaris terdapat di dalam Pasal 110 ayat (1) UUPT, yang mana persyaratannya sama dengan

(11)

persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota direksi, seperti yang telah dijabarkan diatas.

2.2 Modal dan Saham Perseroan Terbatas 2.2.1 Modal Perseroan Terbatas

Modal merupakan hal yang terpenting dalam setiap jenis usaha, termasuk bagi Perseroan Terbatas, karena modal merupakan sarana kelangsungan hidup maupun pengembangan Perseroan Terbatas sebagai lembaga perekonomian. Didalam sebuah Perseroan Terbatas terdapat tiga macam modal, yaitu modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor.30

Modal dasar diistilahkan dengan authorized capital, yang mana modal dasar ini merupakan seluruh modal dari perusahaan yang tertulis dalam anggaran dasarnya, baik yang sudah ditempatkan atau tidak, baik yang sudah disetor ataupun belum.31 Menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT, “Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham”. Modal dasar inilah yang dipakai sebagai kriteria agar suatu Perseroan terbatas dapat digolongkan ke dalam kategori tertentu, yaitu apakah Perseroan Terbatas tersebut digolongkan ke dalam perusahaan besar atau kecil. UUPT menentukan bahwa modal dasar dari suatu Perseroan Terbatas paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), seperti yang ditentukan di dalam Pasal 32 ayat (1) UUPT.

Modal ditempatkan disebut juga dengan istilah issued capital, yaitu modal yang telah dialokasikan kepada pemegang saham tertentu dalam suatu Perseroan

30Munir Fuady, 2000, Hukum Perusahaan ( Dalam Paradigma Hukum Bisnis), PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disingkat Munir Fuady IV), h. 23.

(12)

Terbatas yang telah ditentukan persentasenya dari modal dasar pada saat berdirinya Perseroan Terbatas.32 Menurut Pasal 33 ayat (1) UUPT, minimal 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar suatu Perseroan Terbatas harus ditempatkan dan disetor penuh

Modal disetor atau yang dikenal juga dengan paid up capital ialah kekayaan berupa uang yang telah ditentukan persentasenya dari modal ditempatkan yang harus dibayar tunai oleh para pendiri pada saat pendirian Perseroan Terbatas.33 Modal disetor memperlihatkan besarnya penyertaan modal sesungguhnya yang telah dilakukan oleh para pendiri maupun pemegang saham dalam Perseroan Terbatas.

2.2.2 Saham Dalam Perseroan Terbatas

Di dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan istilah share atau stock, sementara di dalam bahasa Belanda disebut dengan aandeel.34 UUPT tidak memberikan definisi apa-apa tentang apa yang dimaksud dengan saham ini, kecuali penyebutan bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepada pemiliknya (Pasal 60 ayat (1) UUPT).

Di dalam Pasal 31 ayat (1) UUPT dinyatakan bahwa “Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham”. Berdasarkan atas ketentuan itu, maka dapat dikatakan bahwa saham merupakan wujud konkret dari modal suatu Perseroan Terbatas. Pembagian modal Perseroan Terbatas dalam saham-saham diatur dalam anggaran dasar. Saham juga dapat didefinisikan sebagai bukti

32

Zaeni Asyhaedi, 2005, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 44.

33Ibid

(13)

keikutsertaan di dalam suatu Perseroan Terbatas yang menunjukkan adanya hak dan kewajiban bagi pemiliknya.35 Menurut Kansil, saham ialah suatu tanda bukti masuk serta dalam modal Perseroan Terbatas, yang mana pembagian modal Perseroan Terbatas tersebut ke dalam saham-saham diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan.36

Secara umum, sebagaimana disebut dalam kamus Black Law, saham berarti suatu bagian atau porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa orang yang mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan seorang anggota yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan.37

Menurut Bacelius Ruru, yang dimaksud dengan saham dalam suatu Perseroan Terbatas ialah suatu bagian proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu Perseroan Terbatas selama Perseroan Terbatas tersebut masih eksis dan juga dari asetnya ketika Perseroan Terbatas dibubarkan.38

Dalam Ensiklopedi Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, saham diartikan sebagai suatu bagian dalam pemilikan suatu perseroan berupa modal yang ditanam dalam perseroan tersebut, yang diwakili oleh bagian-bagian daripada modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat-sertifikat saham.39

Pada tiap-tiap saham wajib disebutkan nilai nominal dari saham tersebut dan dilarang mengeluarkan saham yang tidak mencantumkan nilai nominalnya. Di

35Ibid

36C.S.T Kansil, 1997, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum dagang di Indonesia, Aksara Baru,

Jakarta (selanjutnya disingkat C.S.T Kansil III), h. 110.

37Munir Fuady I, Op.Cit, h.21. 38Bacelius Ruru, Op.Cit, h.12. 39Muhyar Yara, Op.Cit, h. 117.

(14)

dalam Pasal 49 UUPT, ditentukan secara eksplisit bahwa nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah, serta dipertegas pula bahwa saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan, kecuali ada ditentukan pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Suatu Perseroan Terbatas dapat hanya memiliki satu jenis saham atau beberapa jenis saham sekaligus. Pembagian saham kepada berbagai jenis tersebut disebut dengan klasifikasi saham. Di dalam penjelasan Pasal 53 ayat (1) UUPT disebutkan bahwa yang dimaksud dengan klasifikasi saham ialah pengelompokkan saham berdasarkan karakteristik yang sama. Karakteristik tersebut membedakannya dengan saham yang merupakan kelompok saham dari klasifikasi yang berbeda.

Meskipun ada banyak jenis saham, salah satu jenis yang harus atau mutlak adanya di dalam setiap Perseroan Terbatas adalah jenis saham biasa, yangdimaksud dengan saham biasa ialah saham yang memberikan kepada pemiliknya hak-hak sebagai berikut :40

a. Hak suara dalam RUPS

b. Hak menerima pembagian deviden

c. Hak menerima sisa kekayaan dalam proses likuidasi

Selain saham biasa yang mutlak adanya di dalam suatu Perseroan Terbatas, maka suatu Perseroan Terbatas dapat pula (tetapi tidak harus) mengeluarkan

40Munir Fuady IV, Op.cit, h. 27.

(15)

saham dalam klasifikasi lain seperti disebutkan di dalam Pasal 53 ayat (4) UUPT, yaitu :

a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara

b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris

c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain

d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima deviden lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian deviden secara kumulatif atau non kumulatif.

Dalam dunia ilmu hukum Perseroan Terbatas dikenal beberapa jenis saham, yaitu:41

1. Saham atas nama, merupakan jenis saham di mana di atas lembar saham tertulis nama pemegang saham yang dapat dialihkan dengan akta pemindahan hak yang mana akta tersebut atau salinannya harus disampaikan secara tertulis kepada Perseroan Terbatas.

2. Saham atas tunjuk, merupakan saham yang mana setiap pemegang saham secara fisik dianggap sebagai pemiliknya, sehingga peralihan saham tersebut kepada pihak lain cukup hanya dengan menyerahkan fisik surat saham tersebut.

41Op.cit, h. 28.

(16)

3. Saham biasa, merupakan saham yang kepada pemegangnya tidak diberikan syarat-syarat khusus dan tidak didahulukan dari pemegang saham yang lain.

4. Saham preferen, merupakan saham yang kepada pemegangnya diberikan hak terlebih dahulu dalam hal pembagian dividen dan/atau dalam hal likuidasi Perseroan Terbatas, tetapi dalam hal hak suara dalam RUPS, tidak diberikan kekhususan apa-apa.

5. Saham prioritas, merupakan saham yang mana pemegang sahamnya mempunyai hak-hak khusus dalam RUPS atau pada dewan direksi. Biasanya saham prioritas ini diberikan kepada para pendiri atau dewan komisaris.

6. Saham bonus, merupakan saham yang diberikan kepada pemegang saham yang sudah ada tanpa harus membayar apapun kepada Perseroan Terbatas. Saham bonus ini diberikan sebagai ganti hak menagih dari pemegang saham kepada Perseroan Terbatas atas dana lebih (surplus) dari modal yang ditempatkan.

7. Saham konversi, merupakan saham yang dikonversi dari satu jenis saham ke jenis saham lainnya. Misalnya, saham preferen yang dapat diubah menjadi saham biasa.

Di dalam Pasal 52 ayat (1) UUPT ditentukan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk :

a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS

(17)

c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang ini

Sedangkan di dalam Pasal 52 ayat (3) UUPT dipertegas bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) huruf a dan c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan di dalam undang-undang ini. Jadi hanya pemegang saham biasalah yang memiliki hak sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 52 ayat (1) UUPT.

2.2.3 Pemegang Saham Dalam Perseroan Terbatas

UUPT memang tidak memberikan definisi tentang pemegang saham secara tegas di dalamnya. Pemegang saham atau yang dikenal dengan istilah shareholder atau stockholder ialah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham di dalam suatu Perseroan Terbatas.42 Menurut Kansil, pemegang saham ialah mereka yang ikut serta dalam modal Perseroan Terbatas dengan membeli satu atau lebih saham-saham dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan.43 Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pemegang saham ialah pemilik dari suatu perusahaan.

Di dalam dunia bisnis, jenis pemegang saham yang dikenal ialah pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas, yang mana kedua jenis ini dikelompokkan berdasarkan jumlah saham yang dimilikinya dalam suatu Perseroan Terbatas. UUPT memang tidak mengklasifikasikan dan membedakan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas di dalam suatu Perseroan Terbatas, namun situasi ini tidak dapat dihindari mengingat pada

42www.wikipedia.com (dibrowsing tanggal 17 maret 2015) 43C.S.T Kansil, Op.Cit, h. 111.

(18)

prinsipnya setiap saham itu memiliki ciri one share one vote ( satu saham satu suara), yang mana dengan ciri itu bagi pemegang saham yang memiliki saham dalam jumlah yang besar (mayoritas) akan lebih banyak memiliki hak suara di dalam RUPS yang lebih dapat menentukan kebijakan tentang jalannya Perseroan Terbatas.

RUPS merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu Perseroan Terbatas, yang mana RUPS tersebut merupakan penjelmaan dari kehendak pemegang saham, terutama pemegang saham mayoritas, mengingat asas one share one vote yang diberlakukan di dalamnya.44

Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham mayoritas ialah pemegang saham yang menguasai sebagian besar dari keseluruhan saham yang dikeluarkan oleh suatu Perseroan Terbatas, sedangkan pemegang saham minoritas ialah pemegang saham yang menguasai sebagian kecil dari keseluruhan saham yang dikeluarkan oleh suatu Perseroan Terbatas.45

Pada dasarnya, baik pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam suatu Perseroan Terbatas. Di mana berdasarkan ketentuan dalam Pasal 52 ayat (1) UUPT telah ditegaskan bahwa setiap pemegang saham berhak untuk :

a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham

b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi

c. Menjalankan hak lainnya yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

44Munir Fuady II, Op.Cit, h.14 45

Rudhi Prasetya, 2007, “Perbandingan Antara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Dengan Ketentuan Dalam KUHD tentang Perseroan Terbatas” Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus, Semarang, Tanggal 29 November 2007, h. 14.

(19)

Hak lain yang dimaksud antara lain berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan Terbatas ke Pengadilan Negeri dan berhak meminta kepada Perseroan Terbatas agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar bila tidak menyetujui tindakan Perseroan Terbatas yang dapat merugikan pemegang saham.

Kewajiban utama dari pemegang saham di dalam Perseroan Terbatas ialah menyetor bagian saham yang harus dibayar sesuai dengan kepemilikannya di Perseroan Terbatas.46

Dalam kepemilikan atas sejumlah saham di suatu Perseroan Terbatas, pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar saham yang dimilikinya tersebut. Bahkan di dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT disebutkan bahwa “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.” Namun ada pengecualian terhadap Pasal 3 ayat (1) tersebut yang diberikan oleh Pasal 3 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwa :

“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila : a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan. “

46C.S.T Kansil, Op.cit, h. 66.

(20)

2.3 Pengambilalihan (Akuisisi) Perseroan Terbatas

2.3.1 Pengertian, Dasar Hukum dan Tujuan Pengambilalihan (Akuisisi) Perusahaan

Istilah akuisisi berasal dari bahasa Inggris acquisition yang dalam bahasa Inggris sering juga disebut dengan istilah take over, yang dimaksud dengan acquisition atau take over tersebut adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain atau secara lebih umum disebut dengan pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.47

Dalam dunia hukum bisnis, yang dimaksud dengan akuisisi adalah setiap perbuatan hukum untuk mengambilalih seluruh atau sebagian besar saham dan/atau aset dari perusahaan lain. Apabila yang diambil alih tersebut adalah saham, maka dengan akuisisi tersebut beralih pula pengendalian terhadap perusahaan target tersebut.48

Dalam bahasa Indonesia istilah akuisisi perusahaan disebut dengan istilah “pengambilalihan” perusahaan, yang dimaksud adalah mengambilalih kepentingan pengontrol terhadap suatu perusahaan, yang dilakukan biasanya dengan mengambilalih mayoritas saham atau mengambilalih sebagian besar aset-aset perusahaan.49

Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh atau

47Munir Fuady III, Op.Cit, h. 333. 48C.S.T Kansil III,Op.Cit, h. 281. 49Munir Fuady III, Op.Cit, h. 92.

(21)

sebagian besar saham Perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

Akuisisi merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan mengenai unsur-unsur dalam akuisisi yakni :

1. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum

2. Pihak yang mengambil alih adalah orang atau badan hukum 3. Metode pengambilalihan adalah melalui pengambilalihan saham

4. Pengambilalihan saham tersebut harus memungkinkan pihak yang mengambil alih perseroan dimaksud menjadi pemegang kendali perseroan yang diambilalih.

Dalam UUPT ataupun Peraturan Pemerintah tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Perseroan Terbatas Nomor 27 Tahun 1998 mengartikan akuisisi perusahaan sebagai suatu akuisisi saham saja. Jadi, tidak termasuk akuisisi aset atau akuisisi lain-lainnya seperti akuisisi bisnis. Menurut Pasal 125 ayat (1) dan (3) UUPT, maka pengambilalihan dilakukan melalui pengambilan saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan terbatas. Hal tersebut dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi dimana yang dimaksud dengan akuisisi Perseroan Terbatas menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tersebut adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum atau oleh orang perorangan

(22)

untuk mengambilalih, baik seluruh atau sebagian besar dari saham perseroan terbatas tersebut.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, akuisisi bank adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank berkaitan dengan kemampuan untuk menentukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun, pengelolaan dan atau kebijakan bank. Akuisisi di bidang perbankan dapat dilakukan atas, inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan Bank Indonesia atau inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan bank.

Dalam konteks persaingan usaha pengertian akuisisi atau pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham atau aset perseroan/badan usaha yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan/badan usaha tersebut. Akuisisi bank dilakukan dengan cara mengambil alih seluruh atau sebagian saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian bank kepada pihak yang mengakuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara langsung maupun melalui bursa efek. Adapun pelakunya dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia, maupun warga negara asing dan/atau badan hukum asing.50

50Muhammad Djumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakthi,

(23)

Akuisisi yang dilakukan melalui bursa efek dalam prakteknya juga dapat dilakukan dengan maksud untuk memiliki dan mempengaruhi pengelolaan bank. Dalam kondisi seperti ini perlakuan terhadap pihak-pihak yang terlibat sama dengan pihak-pihak yang melakukan akuisisi secara langsung. Melihat kondisi seperti ini maka diatur bahwa51 :

1. Pengambilalihan saham dapat secara langsung maupun melalui bursa efek, yang mengakibatkan kepemilikan saham oleh pemegang saham perorangan atau badan hukum menjadi lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari saham bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara, dianggap mengakibatkan beralihnya pengendalian bank, kecuali yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.

2. Pengambilalihan saham yang mengakibatkan kepemilikan saham oleh pihak yang mengambil alih menjadi 25% (dua puluh lima persen) atau kurang dari saham bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara dianggap tidak mengakibatkan beralihnya pengendalian bank, kecuali yang bersangkutan menyatakan kehendaknya untuk mengendalikan atau dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan secara langsung atau tidak langsung mengendalikan bank tersebut.

Pengambilalihan dengan cara membeli saham harus mengacu dan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum, diantaranya sebagai berikut :

(24)

a. Jumlah kepemilikan saham bank oleh warga negara asing atau badan hukum asing yang diperoleh melalui pembelian saham secara langsung maupun melalui bursa efek sebanyak-banyaknya 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari jumlah saham yang bersangkutan.

b. Pembelian saham oleh warga negara asing dan atau badan hukum asing nelalui bursa dapat mencapai 100% (seratus persen) dari jumlah saham bank yang tercatat di bursa efek.

c. Bank hanya dapat mencatatkan sahamnya di bursa efek sebanyak-banyaknya 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari jumlah saham bank yang bersangkutan. Menurut ketentuan Pasal 40 PP No.29 Tahun 1999, akuisisi yang dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia dinyatakan tidak sah dan pihak yang melakukan akuisisi dilarang melakukan tindakan-tindakan sebagai pemegang saham bank. Pelanggaran terhadap larangan ini akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Dasar Hukum Akuisisi

Dasar hukum akuisisi adalah jual beli, dimana direksi perusahaan yang akan mengakuisisi akan mengadakan jual beli dengan direksi perusahaan yang akan diakuisisi mengenai hak milik atas saham perusahaan terakuisisi yang diambilalih. Perusahaan pengakuisisi akan menerima hak milik atas saham perusahaan terakuisisi, sedangkan saham perusahaan terakuisisi menerima penyerahan hak

(25)

atas sejumlah uang saham tersebut. Apabila saham tersebut atas nama, maka penyerahannya dilakukan dengan hak tagih (Pasal 613 KUHPerdata).

Perusahaan pengakuisisi biasanya perusahaan besar yang memiliki dana yang kuat, manajemen yang baik dan jaringan usaha yang luas serta terkelompok dalam konglomerasi, sedangkan perusahaan terakuisisi biasanya perusahaan kecil yang sulit berkembang dan perusahaan yang memang ingin bergabung dengan perusahaan konglomerasi tersebut, sehingga akuisisi tersebut dapat secara sukarela/ramah (friendly takeover) atau terpaksa (unfriendly takeover).52

Akuisisi mempunyai dasar hukum dalam berbagai peraturan perundang-undangan yakni sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya

2. Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

3. Perundang-undangan di bidang perbankan selain Undang-Undang Perbankan, terutama Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

ad. 1 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya

Ketentuan UUPT mengenai akuisisi yang dalam undang-undang tersebut disebut dengan istilah “pengambilalihan” meliputi 2 (dua) macam

52Munir Fuady IV,Op.Cit, h. 38.

(26)

pengaturan, yakni yang mengatur khusus tentang akuisisi dan yang mengatur akuisisi bersama dengan merger. Pasal-pasal yang mengatur khusus tentang akuisisi adalah sebagai berikut:

Pasal 125 UUPT

(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.

(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.

(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.

(4) Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UUPT.

(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh Direksi, pihak yang akan mengambilalih menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih.

(27)

(6) Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:

a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;

c. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) UUPT huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

d. Tata cara penilaian dan konvensi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;

e. Jumlah saham yang akan diambil alih; f. Kesiapan pendanaan;

g. Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah pengambilalihan yang

(28)

disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

h. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan;

i. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;

j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;

k. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.

(7) Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.

(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

(29)

Pasal 128 ayat (2) UUPT

Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia.

Pasal 131 UUPT

(1) Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UUPT.

(2) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.

ad. 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Dalam hubungannya dengan akuisisi bank menurut sistem Undang-Undang Perbankan, perlu terlebih dahulu dibedakan antara pengertian perubahan kepemilikan Pasal 27 dan akuisisi Pasal 28. Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan sebagai berikut :

Pasal 27 UU Perbankan

(30)

a. Memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 26.

b. Dilaporkan kepada Bank Indonesia Pasal 28 UU Perbankan

(1) Merger, konsolidasi dan akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia

(2) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi ditetapkan dengan peraturan pemerintah

Akuisisi berbeda dengan yang dimaksud pengambilalihan kepemilikan terhadap suatu bank. Dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan akuisisi adalah penguasaan saham sehingga menjadi lebih dari setengah saham yang ada (simple majority).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992, jika pemegang saham tidak sampai menjadi simple majority, belum dianggap sebagai akuisisi bank, melainkan hanya merupakan perubahan kepemilikan bank, sehingga tunduk kepada hukum mengenai perubahan kepemilikan tersebut. Akan tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, maka ketentuannya menjadi lain. Sebab, baru dianggap sebagai akuisisi jika berubah juga pengendalian perseroan, dalam hal ini bank. Sementara perubahan pengendalian bank terjadi manakala dapat menguasai lebih dari 25% (dua puluh lima persen) saham bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara, kecuali jika yang bersangkutan menyatakan kehendaknya secara langsung mengendalikan bank tersebut.

(31)

ad. 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank

Di antara peraturan di bidang perbankan yang penting disebut untuk suatu deal akuisisi bank adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi. Seperti yang telah disebutkan bahwa dengan akuisisi disyaratkan adanya perubahan pengendalian bank target akuisisi dan perubahan pengendalian bank terjadi manakala dapat menguasai lebih dari 25% (dua puluh lima persen) saham bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara, kecuali jika yang bersangkutan menyatakan kehendak untuk mengendalikan atau dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan secara langsung mengendalikan bank tersebut.

Tentang inisiatif untuk melakukan akuisisi bank dan kewajiban memperoleh izin akuisisi, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 menyebutkan dalam Pasal 3 dan 4 sebagai berikut :

Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.28 Th. 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank

Merger, konsolidasi dan akuisisi bank dapat dilakukan atas: a. Inisiatif bank yang bersangkutan; atau

b. Permintaan Bank Indonesia; atau

c. Inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan

Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank

(1) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank yang dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia.

(2) Kewajiban untuk terlebih dahulu memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku pula

(32)

untuk merger dan konsolidasi yang dilakukan atas inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan bank.

ad. 4 Ketentuan Lain-Lain

Ketentuan-ketentuan lain-lainnya yang berlaku untuk akuisisi seperti yang telah diuraikan diatas, seperti ketentuan mengenai pasar modal, penanaman modal asing, BUMN, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan beberapa ketentuan khusus lainnya yang berlaku juga untuk tindakan akuisisi.

Adanya ketentuan dalam perundang-undangan di bidang pasar modal yang menyatakan bahwa apabila akuisisi tersebut (dalam hal ini akuisisi saham) dilakukan terhadap perusahaan terbuka, haruslah dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Harus dilakukan lewat pasar modal, sungguhpun biasanya juga dilakukan dengan semacam pengikatan jual beli saham sebelum akuisisi tersebut dilakukan.

b. Pada prinsipnya harus dilakukan lewat mekanisme khusus untuk itu, yaitu apa yang disebut dengan Tender Offer

Menurut Munir Fuady, yang menjadi dasar hukum utama pelaksanaan akuisisi adalah sebagai berikut :53

1. Dasar hukum perseroan, yakni berupa Undang-Undang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya.

53Munir Fuady II, Op.Cit, h. 57.

(33)

2. Dasar hukum kontraktual, yaitu berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan.

3. Dasar hukum status perusahaan, yaitu berupa ketentuan di bidang pasar modal, penanaman modal asing dan Badan Usaha Milik Negara.

4. Dasar hukum tentang konsekuensi akuisisi yaitu berupa Undang-Undang Anti Monopoli, Perburuhan, Pensiun, Pertanahan, Likuidasi dan Subrograsi.

5. Dasar hukum pembidangan usaha, yakni berupa perundang-undangan di bidang perbankan, perdagangan, industri jasa dan lain-lain.

Tujuan Pengambilalihan (Akuisisi) Perusahaan

Tujuan dari dilakukannya akuisisi adalah untuk memperbaiki sistem manajemen dari perusahaan yang akan diakuisisi. Perusahaan yang lemah manajemennya akan sulit berkembang secara operasional walaupun mempunyai cukup dana. Perusahaan yang demikian ini tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain yang sejenisnya. Salah satu cara untuk menyelamatkannya adalah digabungkannya dengan kelompok perusahaan yang berpengalaman dalam segi manajemen dengan menjual sebagian sahamnya kepada perusahaan tersebut,

Menurut Agus Daryanto, akuisisi juga bertujuan untuk meningkatkan diversifikasi usaha, baik horizontal maupun vertikal. Akuisisi horizontal dilakukan terhadap usaha yang tidak sejenis, sedangkan akuisisi vertikal

(34)

dilakukan untuk menguasai atau mengamankan jalur distribusi.54 Adapun Kwik Kian Gie menyatakan bahwa akuisisi bertujuan untuk mengurangi atau menghambat persaingan jumlah perseroan bersaing dikurangi karena kebijakan dipegang oleh satu kelompok perseroan besar pengakuisisi.55

Michael Haribowo juga menambahkan bahwa akuisisi bertujuan untuk mempertahankan kontinuitas bisnis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakuisisi perseroan lain atau jenis usaha yang ada dalam mata rantai bisnisnya sehingga akan memudahkan kontrol atau jalur usaha yang ditempuhnya.56 Biasanya akuisisi ditempuh oleh perusahaan-perusahaan besar untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan, karena cara akuisisi tersebut bertujuan untuk:57

1. Membeli produk line atau lines untuk melengkapi produk lines dari perusahaan yang akan mengambil alih atau menghilangkan ketergantungan perusahaan tersebut pada product lines atau service lines yang ada pada saat ini.

2. Untuk memperoleh akses pada teknologi baru atau teknologi yang lebih baik yang dimiliki oleh perusahaan yang menjadi obyek akuisisi.

3. Memperoleh pasar atau pelanggan-pelanggan baru yang tidak dimilikinya, namun dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek akuisisi.

54

Abdulkadir Muhamas, Op.Cit, h. 364

55Loc.cit 56Loc.cit

(35)

4. Memperoleh hak-hak pemasaran dan hak-hak produksi yang bukan dimilikinya, namun dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek akuisisi.

5. Memperoleh kepastian atas pemasukan bahan-bahan baku yang kualitasnya baik yang selama ini dipasok oleh perusahaan yang menjadi objek akuisisi.

6. Melakukan investasi atas keuangan perusahaan yang berlebihan dan tidak terpakai (idle).

7. Mengurangi atau menghambat persaingan.

2.3.2 Bentuk-Bentuk Akuisisi dan Akibat Hukum dari Pelaksanaan Akuisisi

Bentuk-bentuk akuisisi antara lain sebagai berikut58 :

1. Berdasarkan jenis usaha perseroan

a. Akuisisi horizontal

Akuisisi ini ditujukan untuk mengambilalih perseroan pesaing langsung (biasanya pesaing yang memiliki produk barang dan jasa atau wilayah pemasaran yang sama).

b. Akuisisi vertikal

Akuisisi yang ditujukan untuk menguasai sejumlah mata rantai produksi dan distribusi dari hulu sampai hilir.

58

(36)

c. Akuisisi konglomerat

Akuisisi yang ditujukan untuk mengambilalih perseroan lain yang tidak memiliki kaitan bisnis secara langsung dengan perseroan yang mengambilalih.

2. Berdasarkan subjek yang melakukan akuisisi

a. Akuisisi eksternal adalah akuisisi yang terjadi antara dua perseroan atau lebih yang tidak berada dalam satu grup.

b. Akuisisi internal adalah akuisisi dimana perseroan yang diambilalih maupun perseroan yang mengambilalih merupakan perseroan-perseroan yang berada dalam satu grup.

3. Berdasarkan objek transaksi akuisisi

a. Akuisisi saham adalah suatu akuisisi dimana pihak yang mengakuisisi perusahaan target secara signifikan mampu memegang kendali manajemen perusahaan target. Untuk itu ia harus menjadi pemegang saham mayoritas. Berdasarkan Pasal 1 ayat 11 jo. Pasal 125 UUPT, hanya akuisisi saham yang diakui dalam UUPT.

b. Akuisisi aset adalah suatu akuisisi dimana yang menjadi objek transaksi adalah aset perseroan target dengan atau tanpa ikut mengakuisisi seluruh kewajiban perseroan target terhadap pihak ketiga. Sebagai kontraprestasi dari akuisisi aset ini diberikanlah kepada pemegang perseroan target suatu harga yang pantas dengan cara-cara yang sama seperti akuisisi saham.

(37)

c. Akuisisi kombinasi adalah akuisisi dengan objek transaksi kombinasi antara saham dengan aset.

d. Akuisisi bertahap adalah akuisisi yang tidak dilaksanakan secara sekaligus melainkan secara bertahap.

e. Akuisisi kegiatan usaha adalah akuisisi dengan objek transaksi berupa kegiatan usaha termasuk jaringan bisnis, alat produksi, HAKI dan lain sebagainya.

Akibat Hukum Akuisisi

Perbuatan hukum akuisisi atau pengambilalihan tidak mengakibatkan Perseroan yang diambil alih sahamnya menjadi bubar atau berakhir. Perseroan tersebut tetap eksis dan valid seperti sediakala. Hanya pemegang sahamnya yang beralih dari pemegang saham semula kepada yang mengambilalih. Akibat hukumnya, hanya sebatas terjadinya peralihan pengendalian Perseroan Terbatas kepada pihak yang mengambilalih.59

Dalam penjelasan Pasal 125 ayat (1) UUPT yang mengatakan, Pengambilalihan tidak mengurangi ketentuan Pasal 7 ayat (5) UUPT. Dengan demikian pengambilalihan :

1. Tidak boleh mengakibatkan pemegang saham Perseroan, kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.

(38)

2. Apabila jangka waktu itu dilampaui pemegang saham tersebut bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas segala perbuatan hukum perikatan dan kerugian perseroan.

Kecuali yang mengambilalih itu Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki Negara atau Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Pasar Modal, maka ketentuan Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) UUPT tidak berlaku.

2.3.3 Prosedur Pelaksanaan Akuisisi

Dalam melakukan proses akuisisi, masing-masing perseroan menyusun rancangan akuisisi, dimana untuk kepentingannya tersebut harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris. Rancangan akuisisi berdasarkan Pasal 125 UUPT isinya memuat sekurang-kurangnya tentang hal-hal sebagai berikut :

(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham;

(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan;

(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut;

(4) Dalam hal pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89;

(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih;

(39)

(6) Direksi Perseroan yang akan diambilalih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya :

a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil alih;

c. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambilalih dan Perseroan yang akan diambil alih;

d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;

e. Jumlah saham yang akan diambil alih; f. Kesiapan pendanaan;

g. Neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambilalih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

h. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;

i. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;

j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;

k. Rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.

Dengan selesainya penyusunan rancangan tersebut, tahap berikutnya kedua perseroan datang menghadap ke notaris untuk menuangkan rancangan itu ke dalam akta akuisisi.

Sementara proses akuisisi yang secara langsung dari pemegang saham ketentuannya berbeda dengan proses akuisisi melalui Direksi. Akuisisi saham secara langsung dari pemegang saham lebih sederhana prosedurnya. Proses yang harus dilakukan dalam akuisisi saham secara langsung oleh pemegang saham antara lain :

(40)

1. Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung

Jika akuisisi dilakukan secara langsung dari pemegang saham, antara pihak yang akan mengambilalih dengan pemegang saham, langsung mengadakan “perundingan” dan “kesepakatan” di antara mereka. Hal ini ditegaskan pada Pasal 125 ayat (7) UUPT serta penjelasan pasal tersebut :

a. Akuisisi saham perseroan lain langsung dari pemegang saham, tidak perlu didahului dengan membuat Rancangan Akuisisi.

b. Tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambilalih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan yang diakuisisi.

2. Mengumumkan rencana kesepakatan akuisisi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 127 ayat (8) UUPT, akuisisi saham yang langsung dilakukan dari pemegang saham, wajib diumumkan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Pasal 127 ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) UUPT. Sehubungan dengan itu, harus dilakukan tindakan berikutnya :

a. Direksi atau pihak yang akan mengakusisi mengumumkan Rencana Kesepakatan Akuisisi :

a) Paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar,

b) Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan diakuisisi.

(41)

b. Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

3. Kreditor dapat mengajukan keberatan

Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan mengenai akuisisi.

a. Keberatan diajukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman dalam surat kabar;

b. Apabila tidak diajukan keberatan dalam jangka waktu tersebut, kreditor dianggap menyetujui tindakan akuisisi tersebut;

c. Jika Direksi tidak dapat menyelesaikan keberatan kreditor sampai dengan tanggal RUPS diselenggarakan :

1) Keberatan harus disampaikan Direksi dalam RUPS; 2) RUPS yang akan bertindak melakukan penyelesaian.

4. Kesepakatan akuisisi, dituangkan dalam akta akuisisi Pasal 128 ayat (1) dan ayat (2) UUPT mengatur pembuatan akta akuisisi :

a. Kesepakatan akuisisi antara pihak yang mengakuisisi dengan pemegang saham, dituangkan ke dalam akta akuisisi dilakukan secara langsung dari pemegang saham, Pasal 131 ayat (2) UUPT menyebutkan akta pemindahan hak atas saham.

b. Akta akuisisi atau akta pemindahan hak atas saham yang langsung dari pemegang saham, wajib dinyatakan dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia.

(42)

5. Memberitahukan akuisisi kepada Menteri

Berdasarkan Pasal 131 ayat (2) UUPT dalam hal akuisisi dilakukan secara langsung dari pemegang saham :

a. Harus disampaikan pemberitahuan kepada Menteri, dan

b. Pada penyampaian pemberitahuan itu “wajib dilampirkan” Salinan Akta Pendirian Hak Atas Saham.

Munir Fuady juga menjelaskan dalam bukunya mengenai prosedur pelaksanaan akuisisi antara Perseroan Terbatas Tertutup dan Perseroan Terbatas Terbuka. Adapun prosedur yang harus dilewati dalam proses akuisisi pada Perseroan Terbatas yaitu sebagai berikut:60

1. Prosedur Akuisisi Perseroan Terbatas Tertutup

Pada prinsipnya prosedur yang harus ditempuh oleh Perseroan Terbatas Tertutup (dalam hal ini bank) untuk dapat melakukan akuisisi secara berurutan adalah sebagai berikut :

a. Penjajakan kedua bank tentang kemungkinan melakukan akuisisi. b. Langkah-langkah persiapan oleh kedua bank untuk pelaksanaan

akuisisi.

c. Pihak bank pengakuisisi menunjukkan pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pelaksanaan merger (seperti lawyer, akuntan, penilai, notaris, konsultan pajak dan lain-lain).

d. Direksi dari bank pengakuisisi membuat proposal untuk akuisisi.

60Munir Fuady II, Op.Cit, h.62.

(43)

e. Proposal akuisisi tersebut dituangkan dalam rancangan akuisisi. f. Pengumuman isi ringkasan rancangan akuisisi dalam 2 (dua) surat

kabar yang berperedaran luas selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum rapat umum pemegang saham (Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999)

g. Pemberitahuan tertulis kepada karyawan bank selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum rapat umum pemegang saham.

h. Membuat rapat umum pemegang saham masing-masing bank yang akan melakukan akuisisi dengan agenda antara lain pemberian persetujuan kepada masing-masing direksi bank (atau dapat juga ditunjuk tim khusus) untuk melakukan akuisisi. Untuk bank yang akan diakuisisi juga persetujuan pemegang saham untuk penyertaan ke dalam saham portepel dan/atau peningkatan modal, sementara jika akuisisi dilakukan langsung dengan membeli saham adalah untuk menyetujui pengalihan saham kepada pihak pengakuisisi. Demikian juga diagendakan pembahasan tentang keberatan-keberatan dari pihak pemegang saham minoritas dan dari pihak kreditur. Rancangan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS (dengan quorum dan jumlah voting yang khusus).

i. Lawyer mulai mendiskusikan scheme dan prosedur yang dibutuhkan.

j. Lawyer mulai melakukan legal audit spesial untuk masing-masing bank yang akan diakuisisi.

(44)

k. Akuntan mulai menelitipembukuan dan neraca bank yang akan diakuisisi tersebut.

l. Penilai mulai dilakukan penilaian-penilaian terhadap aset-aset dari bank yang akan diakuisisikan tersebut.

m. Konsultan manajemen atau pihak interen bank pengakuisisi mulai menelaah manajemen dari bank target akuisisi.

n. Mulai ditetapkan langkah-langkah strategis dalam rangka pelaksanaan akuisisi tersebut.

o. Lawyer mulai membuat draft perjanjian akuisisi dan/atau perjanjian penyertaan dan/atau perjanjian pembelian saham.

p. Dibuat rancangan perubahan anggaran dasar oleh bank target akuisisi jika anggaran dasarnya diubah, misalnya dengan adanya peningkatan modal.

q. Pengajuan izin akuisisi kepada Bank Indonesia.

r. Setelah izin diberikan, sebaiknya dibuat rapat umum pemegang saham gabungan untuk membahas dan menyetujui akta akuisisi atau jika akuisisi langsung dengan membeli saham dari pemegang saham, hanya pihak bank pengakuisisi yang akan membuat RUPS untuk menyetujui dan membahas akta akuisisi tersebut.

s. Akta akuisisi ditandatangani.

t. Pengajuan permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar dari perusahaan target akuisisi kepada Menteri Kehakiman jika ada

(45)

perubahan anggaran dasar ddan pelaporan atas rancangan akuisisi kepada Menteri Kehakiman (Pasal 106 ayat (4) UUPT)

u. Perubahan Anggaran Dasar diperoleh persetujuannya dari Menteri Kehakiman.

v. Pendaftaran perubahan anggaran dasar ke dalam Daftar Perusahaan. w. Pengumuman perubahan anggaran dasar ke dalam Tambahan Berita

Negara

x. Penyelesaian proses pelaksana akuisisi.

2. Prosedur Hukum Akuisisi Perusahaan Terbuka

a. Persetujuan dari Bapepam

Di samping memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan, bagi bank yang akan melakukan akuisisi atau yang akan diakuisisi, khususnya jika terlibat perusahaan terbuka, maka persetujuan Bapepam harus siperoleh juga. Sebab, selaku lembaga pengawas, Bapepam dapat melarang dilakukannya akuisisi, terutama jika hal tersebut dapat merugikan pemegang saham publik.

b. Laporan Kejadian Penting

Tidak dapat disangkal bahwa seperti juga untuk merger dan konsolidasi, maka akuisisi merupakan perbuatan yang termasuk kategori kejadian penting yang harus dilaporkan kepada Bapepam dan diumumkan kepada masyarakat. Untuk itu, ada ketentuan yang khusus mengatur tentang kejadian penting ini.

(46)

Perusahaan target merger/akuisisi/konsolidasi haruslah dinilai oleh pihak-pihak independen, yakni harus ada penilaian harga saham, penilaian aset, legal audit, neraca dan sebagainya.

d. Prosedur Pengumuman dan Pemanggilan RUPS yang Berbeda Untuk suatu akuisisi yang melibatkan perusahaan terbuka, maka RUPS dari perusahaan terbuka tersebut dalam rangka memenuhi unsur disclosure haruslah diikuti peraturan yang berlaku di pasar modal, yakni sebelum RUPS suatu perusahaan terbuka dilakukan, ada prosedur khusus untuk pemanggilan RUPS, yakni harus dilakukan pengumuman akan diadakan RUPS lewat 2 (dua) surat kabar dan kemudian harus pula dipanggil RUPS juga lewat 2 (dua) surat kabar. Selanjutnya hasil RUPS juga harus diumumkan lewat 2 (dua) surat kabar kepada publik.

e. RUPS Bagi Para Pemegang Saham Independen

Jika akuisisi termasuk ke dalam kategori transaksi berbenturan kepentingan, di mana salah satu atau kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbuka, maka ada prosedur khusus untuk mengadakan RUPS. Dalam hal ini, harus terlebih dahulu dilakukan RUPS pemegang saham independen, sebelum dilakukan RUPS bagi seluruh pemegang saham. Contoh transaksi merger, akuisisi dan konsolidasi yang berbenturan kepentingan adalah jika transaksi tersebut dilakukan oleh bank-bank yang masih tergolong dalam satu grup perusahaan.

(47)

f. Keharusan Tender Offer

Karena pada prinsipnya inti dari akuisisi saham terhadap perusahaan terbuka adalah jual beli saham, maka ada ketentuan khusus tentang jual beli saham perusahaan terbuka yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni jual beli saham tersebut harus dilakukan lewat mekanisme yang disebut Tender Offer.

Referensi

Dokumen terkait

yang berjudul “ Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Dalam Membentuk. Kepribadian Peserta Didik (Studi Kasus di SDI Sunan Giri

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) Kontribusi dan Pertumbuhan Retribusi Obyek Wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Nganjuk tahun 2014-2018. 2) Kontribusi dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis karakteristik gaya belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas XI IPS dapat diuraikan

Penelitian ini dirancang secara deskriptif untuk isolasi dan identifikasi, dan secara in vitro untuk uji antagonisme melalui persentase daya hambat dirancang dengan

Wearable art atau juga di sebut art to wear yang di buat dengan konsep satu karya dengan di kerjakan dengan tangan wearable art yang memiliki kualitas, unik, artistik dapat

Mata bagi pencapaian pangkat baru hanya akan dikemaskini pada setiap minggu (Indonesia mengambil masa selama dua minggu), anda hanya akan menerima mata tersebut pada minggu yang

Memberi tahapan dalam berdakwah juga pernah dilakukan Nabi Muhammad saw ketika mengutus salah satu sahabatnya yang bernama Mu’āż bin Jabāl untuk berdakwa di negeri

Hal ini karena biaya proyek termasuk kecil, sedangkan perbaikan yang dilakukan mampu meningkatkan kinerja dari irigasi, sehingga terjadi peningkatan hasil produksi