BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut Abdillah (Aunurrahman, 2010: 35) belajar adalah
usaha sadar yang dilakukan seseorang dalam perubahan tingkah
laku melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut
aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan
tertentu. Menurut Slameto (2010: 2) pengertian belajar adalah:
“suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Morgan (Suprijono, 2013: 3) “learning is any
relatively permanent change in behavior that is a result of past
experience” yaitu belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat
permanen sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Susanto (2014:
4) belajar adalah:
“aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak”.
Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu yang ditandai
psikomotor sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Setiap individu akan berinteraksi dan
bersosialiasi dengan lingkungan sehingga mampu menggabungkan
dan membandingkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan
pengetahuan baru yang ada di lingkungannya sebagai proses menuju
perubahan tingkah laku.
b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2010: 54) faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan
menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada diri individu yang sedang
belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu.
1) Faktor-faktor intern, meliputi:
a) Faktor Jasmaniah
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagaian-bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan adalah
keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh
terhadap belajarnya.
b) Faktor Psikologis
Faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang
perhatian, (3) minat, (4) bakat, (5) motif, (6) kematangan,
(7) kesiapan.
c) Faktor Kelelahan
2) Faktor-faktor ekstern, meliputi:
a) Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga
berupa: (1) cara orang tua mendidik, (2) relasi antara
anggota keluarga, (3) suasana rumah tangga, (4) keadaan
ekonomi, (5) pengertian orang tua, (6) latar belakang
kebudayaan, (4) bentuk kehidupan masyarakat.
b) Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup:
(1) metode mengajar, (2) kurikulum, (3) relasi guru dengan
siswa, (4) relasi siswa dengan siswa, (5) disiplin sekolah,
(6) pelajaran dan waktu sekolah, (7) standar pelajaran, (8)
keadaan gedung, (9) metode belajar, dan (10) tugas rumah.
c) Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh ini terjadi
karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Faktor
masyarakat yang mempengaruhi ini mencakup: (1) kegiatan
siswa dalam masyarakat, (2) media massa, (3) teman
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
ada dua faktor yang dapat mempengaruhi belajar. Faktor yang
berada dalam diri individu (intern) dan dalam luar individu yang
belajar (ekstern).
c. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2013: 5) “hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi
dan keterampilan”. Menurut Susanto (2014: 5) “hasil belajar
adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik
yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai
hasil dari kegiatan belajar”. Menurut Nana Sudjana (Kunandar,
2011: 276) hasil belajar adalah:
“suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”.
Menurut Nasution (Kunandar, 2011: 276) hasil belajar
adalah perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya
pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan
dalam diri pribadi individu yang belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh individu setelah melakukan kegiatan belajar, sehingga
dan psikomotor. Kemampuan tersebut akan terus meningkat
apabila siswa melakukan kegiatan belajar dengan baik.
d. Tipe Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2013: 49) tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang
kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan
dengan sikap dan nilai) serta bidang psikomotor
(kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiganya tidak
berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan, bahkan membentuk hirarki. Sebagai tujuan yang
hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar
siswa di sekolah. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut, harus
dipandang sebagai hasil belajar siswa, dari proses pengajaran.
Berikut ini dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam
ketiga aspek hasil belajar tersebut diantaranya:
1) Aspek kognitif
Menurut Sudjana (2013: 50) aspek kognitif berkenaan
dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek,
yaitu (1) tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge),
merupakan tipe hasil belajar yang terendah. Namun tipe hasil
belajar ini penting sebagai prasyarat untuk menguasai dan
mempelajari tipe hasil belajar yang lebih tinggi. (2) tipe hasil
yaitu pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami
makna yang terkandung di dalamnya. Tingkat dua adalah
pemahaman penafsiran, yakni memahami grafik,
menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang
pokok dan yang bukan pokok. Tingkat tiga adalah pemahaman
ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis,
tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu atau memperluas
wawasan. (3) penerapan (aplikasi) adalah kesanggupan
menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus,
hukum dalam situasi yang baru. (4) tipe hasil belajar analisis
(analysis), adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu
integritas (suatu yang utuh) menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian yang mempunyai arti atau mempunyai tingkatan/hirarki.
Analisis merupakan tipe yang kompleks karena memanfaatkan
kecakapan dari tipe pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. (5)
tipe hasil belajar sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur
atau bagian menjadi satu integritas. (6) tipe hasil belajar
evaluasi, adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang
nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya dan
kriteria yang dipakai.
2) Aspek afektif
Aspek afektif berkenaan dengan sikap dan nilai
siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru
dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan lain-lain. Ada
beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil
belajar yaitu (1) Receiving/attending, yakni semacam kepekaan
dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang
kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala. Tipe ini
termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus,
kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. (2)
responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh
seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Dalam hal
ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam
menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. (3)
valuing (penilaian), berkenaan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap gejala atau stimulus tadi. Evaluasi ini termasuk di
dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap
nilai tersebut. (4) organisasi, yakni pengembangan nilai ke
dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan
satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai
yang telah dimilikinya. Konsep tentang nilai termasuk dalam
organisani. (5) karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Keseluruhan nilai dan karakteristiknya termasuk
karakteristik nilai.
3) Aspek psikomotor
Menurut Sudjana (2013: 54) aspek psikomotor
berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan bertindak.
Aspek psikomotor adalah aspek yang berkaitan dengan bentuk
keterampilan dan kemampuan bertindak individu (seseorang).
Ada enam tingkatan keterampilan, yakni (1) gerakan refleks
(keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). (2) keterampilan
pada gerakan-gerakan dasar. (3) kemampuan perseptual
termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan
auditif motorik dan lain-lain. (4) kemampuan di bidang fisik,
misalnya kekuatan, keharmonisan, ketepatan. (5)
gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks. (6) kemampuan yang berkenaan
dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif,
interpretatif.
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Susanto (2014: 12) hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh dua hal, yaitu siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama,
siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku
maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana,
kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode
serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman
(Susanto, 2014: 12) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik
merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara
perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal sebagai
berikut:
1) Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari
dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan
belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan
perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan
belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan
ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua
berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan
sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah
faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa.
2. Matematika Sekolah Dasar
a. Pengertian Matematika
Pengertian matematika antara lain menurut James and
James (Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 4) bahwa matematika
adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya.
Matematika terbagi dalam tiga bagian yaitu aljabar, analisis dan
geometris.
Suwangsih dan Tiurlina (2006: 3) menyebutkan bahwa
matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya,
kemudian pengalaman diproses di dalam dunia rasio, diolah secara
analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga
terbentuk konsep-konsep matematika. Konsep-konsep matematika
agar dapat dipahami orang lain maka dimanipulasi menggunakan
bahasa atau notasi matematika secara universal. Konsep
adalah dasar terbentuknya matematika. Matematika menurut
Ruseffendi (Heruman, 2010: 1) adalah:
“bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau posulat, dan akhirnya ke dalil”.
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tentang
pengertian matematika dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir
(bernalar) dan logika yang menekankan pada kegiatan dalam dunia
rasio serta memiliki objek tujuan yang abstrak. Matematika adalah
ilmu yang menuntut keterampilan penalaran atau logika yang tinggi
untuk memahami setiap konsep materi matematika.
b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Siswa sekolah dasar (SD) umumnya berkisar antara 6 atau
7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget (Heruman, 2010:
1) mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang
tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir
untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih
terikat dengan objek yang bersifat konkret. Menurut Suwangsih
dan Tiurlina (2006: 16) matematika yang dipelajari oleh siswa SD
dapat digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya
pola pikir yang logis, sistematis, kritis dan cermat dan akhirnya
dapat digunkan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
Berdasarkan pengertian para ahli maka dapat disimpulkan,
matematika di sekolah dasar dilaksanakan sekitar anak berusia 6
atau 7 tahun. Sampai 12 atau 13 tahun. Pembelajaran matematika
anak dikenalkan mengenai bilangan atau benda-benda yang
konkret dalam melakukan operasi perhitungannya.
c. Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Depdiknas (2009: 1) secara umum terdapat empat
tahapan aktivitas dalam rangka penguasaan materi pelajaran
matematika di dalam pembelajaran, yaitu:
1. Penanaman Konsep
Tahap penanaman konsep merupakan tahap pengenalan
awal tentang konsep yang akan dipelajari siswa. Pada tahap ini
pengajaran memerlukan penggunaan benda konkrit sebagai alat
peraga.
2. Tahap Pemahaman Konsep
Tahap pemahaman konsep merupakan tahap lanjutan
setelah konsep ditanamkan. Pada tahap ini penggunaan alat
peraga mulai dikurangi dan bentuknya semi konkrit sampai
3. Tahap Pembinaan Keterampilan
Tahap pembinaan keterampilan merupakan tahap yang
tidak boleh dilupakan dalam rangka membina pengetahuan siap
bagi siswa. Tahap ini diwarnai dengan latihan-latihan seperti
mencongak dan berlomba. Pada tahap pengajaran ini alat
peraga sudah tidak boleh digunakan lagi.
4. Tahap Penerapan Konsep
Tahap penerapan konsep yaitu penerapan konsep yang
sudah dipelajari ke dalam bentuk soal-soal terapan (cerita) yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tahap ini disebut juga
sebagai pembinaan kemampuan memecahkan masalah.
d. Pecahan
Menurut Mustaqim dan Ary (2008: 163) pecahan
merupakan bagian dari keseluruhan. Materi tersebut adalah salah
satu materi pembelajaran yang diajarkan pada kelas IV Sekolah
Dasar. Adapun materi yang dipelajari dalam pecahan meliputi:
1) Menjelaskan arti pecahan dan urutannya, yang meliputi:
a) Mengidentifikasi pecahan sebagai bagian dari keseluruhan.
Contoh:
1 bagian lingkaran dibagi menjadi 4 bagian. Jadi
masing-masing bagian tersebut bernilai seperempat atau dapat
b) Membandingkan pecahan
c) Mengurutkan pecahan
Jika terdapat beberapa pecahan yang berpenyebut
sama, maka untuk mengurutkan pecahan-pecahan itu cukup
dengan mengurutkan pembilangnya saja. Tetapi apabila
pecahan berpenyebut tidak sama, maka untuk mengurutkan
pecahan dengan cara menyamakan penyebutnya terlebih
dahulu.
2) Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan
a) Mengidentifikasi pecahan yang senilai
Pecahan senilai dapat dicari dengan mengalikan pembilang
dan penyebut dengan bilangan yang sama.
Contoh:
4
2 senilai dengan
4 x 2 2 x 2 =
8 4
b) Menyederhanakan pecahan
Pecahan paling sederhana diperoleh dengan membagi
pembilang dan penyebutnya dengan FPB kedua bilangan
Contoh:
3) Menjumlahkan pecahan
a. Melakukan penjumlahan pecahan berpenyebut sama
Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama, dilakukan
dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya,
sedangkan penyebutnya tetap. Kemudian tuliskan hasilnya
dalam bentuk paling sederhana.
Contoh: .
b. Melakukan penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama
Penjumlahan pecahan yang berpenyebut berbeda dilakukan
dengan cara menyamakan penyebutnya dengan KPK kedua
bilangan tersebut.
a. Pengertian Alat Peraga
Menurut Anitah (2009: 4) istilah alat peraga ini demikian
melekat pada banyak pendidik sampai kurun waktu yang cukup
istilah alat peraga secara silih berganti dengan istilah lain seperti;
alat bantu, media, alat pelajaran, dan lain-lain. Dengan alat peraga
dimaksudkan untuk memperjelas pelajaran yang disajikan. Istilah
ini dikemukakan bukan berarti penggunaan “alat peraga” itu
dianggap salah atau konvensional. Alat peraga dalam pembelajaran
pada hakekatnya merupakan suatu alat yang digunakan untuk
menunjukan sesuatu yang riil sehingga memperjelas pengertian
pebelajar.
b. Alat Peraga Kertas Lipat Pecahan
Konsep pecahan merupakan konsep yang sangat penting
untuk dikuasai oleh siswa sebagai bekal untuk mempelajari materi
selanjutnya. Apabila siswa telah paham terhadap konsep pecahan,
maka siswa dalam mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan
materi pecahanpun akan lebih mudah dalam pengerjaannya
walaupun soal tersebut diberikan pada bentuk yang bervariasi.
Untuk menanamkan konsep pecahan menggunakan kertas lipat
sebagai alat peraga dalam materi pecahan. Kertas lipat pecahan
merupakan alat peraga yang tergolong sederhana. Alat peraga ini
diharapkan siswa dapat memahami konsep dasar pecahan.
1) Alat dan bahan dalam membuat kertas lipat pecahan
Bahan utama dalam alat peraga ini adalah kertas lipat.
Selain itu juga membutuhkan pensil, penggaris, penghapus,
penggunaan alat peraga kertas lipat dalam proses
pembelajaran.
2) Contoh penggunaan kertas lipat pecahan dalam materi pecahan
menurut Heruman (2010: 43) adalah :
a) Menyatakan beberapa bagian dari keseluruhan ke bentuk
pecahan.
Ambil kertas lipat
Kertas lipat kemudian dilipat menjadi dua bagian yang
sama. Masing-masing bagian bernilai setengah. Setengah
ditulis 2 1
Salah satu bagian diarsir
b) Menentukan pecahan yang senilai
Ambil kertas lipat
Dilipat menjadi dua bagian Dilipat menjadi empat bagian
diarsir 1
2 bagian diarsir
2
4bagian
c) Membandingkan pecahan
Ambil dua kertas lipat
Kertas yang pertama lipat Kertas yang kedua lipat
menjadi dua bagian menjadi empat bagian
dipotong salah satu bagian dipotong salah satu bagian
1
2 1 4
pecahan 2 1
d) Menjumlahkan pecahan
1) Menjumlahkan pecahan berpenyebut sama
Misalnya: 4 1
+ 4 1
= . . . .
Ambil dua kertas lipat
Kertas pertama lipat Kertas kedua lipat menjadi
menjadi empat bagian empat bagian
Arsir salah satu lipatan sesuai dengan perintah soal
Dalam peragaan berikut, tentukan hasil penjumlahan
diatas dengan cara:
Dipotong dan ditempelkan pada kertas yang satunya
4 1
4 1
+ 4 1
Dalam penulisan penyebut, karena dua penyebut
sama, maka ditulis menjadi satu penyebut. Bilangan
penyebut harus sama dan tidak boleh dijumlahkan.
2) Menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama
Misalnya: 1
satu bagian dipotong lalu digabungkan
1
4. Model Pembelajaran Langsung
a. Pengertian Model Pembelajaran Langsung
Menurut Uno dan Mohammad (Arends, 2011: 117)
menyatakan bahwa pembelajaran langsung adalah pendekatan
mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
pola kegiatan yang bertahap. Menurut Trianto (2012: 41) model
pembelajaran langsung berguna untuk membantu siswa
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang
dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Menurut Majid (2013:
73) menyatakan bahwa:
“pembelajaran langsung tersebut berpusat pada guru, dan harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa”. Dalam hal ini, guru menyampaikan isi/materi akademik dalam format yang terstruktur, mengarahkan kegiatan para siswa, dan menguji keterampilan siswa melalui latihan-latihan di bawah bimbingan dan arahan guru. Jadi lingkungannya harus diciptakan yang berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan pada siswa.
Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran
dimana guru mentransformasikan informasi dan keterampilan
secara langsung kepada siswa. Materi yang diajarkan dalam
pembelajaran langsung dilakukan secara bertahap selangkah demi
selangkah.
b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Langsung
Menurut Majid (2013: 73) model pembelajaran langsung
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Adanya tujuan pembelajaran
Pembelajaran langsung ini menekankan tujuan
pembelajaran yang harus berorientasi kepada siswa dan spesifik,
evaluasi), dan mengandung tingkat ketercapaian kinerja yang
diharapkan (kriteria keberhasilan).
2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
Pada model pembelajaran langsung terdapat 5 fase yang
sangat penting. Pembelajaran langsung dapat berbentuk
ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja
kelompok. Pembelajaran langsung untuk menyampaikan
pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada
siswa.
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Langsung
Fase Peran Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
siswa.
Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2 Mendemostrasikan
pengetahuan dan keterampilan.
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3
Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
Fase 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik.
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.
Fase 5 Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan
penerapan.
Guru mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
3) Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung
Keberhasilan metode pembelajaran langsung memerlukan
lingkungan yang baik untuk presentasi dan demonstrasi, yakni
ruangan yang tenang dengan penerangan cukup, termasuk alat
atau media yang sesuai. Metode pembelajaran langsung juga
bergantung pada motivasi siswa yang memadai untuk
mengamati kegiatan yang dilakukan guru, dan mendengarkan
segala sesuatu yang dikatakannya.
c. Tahapan Model Pembelajaran Langsung
Menurut Majid (2013: 76) tahapan model pembelajaran
langsung adalah sebagai berikut:
1) Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan
perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta
dalam pembelajaran. Penyampaian tujuan kepada siswa dapat
dilakukan guru melalui rangkuman rencana pembelajaran
dengan cara menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan
informasi tertulis pada papan bulletin, yang berisi
tahapan-tahapan dan isinya, serta alokasi waktu yang disediakan untuk
setiap tahap. Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian
siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan,
dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah
dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang akan
2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar atau
menyampaikan informasi tahap demi tahap. Kunci keberhasilan
dalam tahap ini adalah mempresentasikan informasi sejelas
mungkin dan mengikuti langkah-langkah demonstrasi yang
efektif. Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran,
baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian
materi dapat berupa:
• Penyajian materi dalam langkah-langkah kecil, sehingga
materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek.
• Pemberian contoh-contoh konsep.
• Pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara
demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap
tugas.
• Menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
3) Membimbing pelatihan
Bimbingan dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan
mengoreksi kesalahan konsep. Pada fase ini guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau
keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh
guru untuk menilai kemampuan siswa dalam melakukan
memberikan bimbingan jika diperlukan. Agar dapat
mendemonstrasikan sesuatu dengan benar, diperlukan latihan
yang intensif dan memerhatikan aspek-aspek penting dari
keterampilan atau konsep yang didemonstrasikan.
4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Guru memeriksa atau mengecek kemampuan siswa seperti
memberi kuis terkini, dan memberi umpan balik seperti
membuka diskusi untuk siswa. Guru memberikan review
terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan
umpan balik terhadap respons siswa yang benar, dan mengulang
keterampilan jika diperlukan.
5) Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerpaan
konsep
Guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa
untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah
mereka pelajari. Guru juga mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus terhadap
penerapan pada situasi lebih kompleks dan kehidupan
sehari-hari.
d. Kelebihan Pembelajaran Langsung
Menurut Majid (2013: 74) kelebihan pembelajaran
1) Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang
diterima oleh siswa, sehingga dapat mempertahankan fokus
mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun
kecil.
3) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep
dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa
yang berprestasi rendah.
4) Menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah)
sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara
ini. Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan informasi
kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak
memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan
informasi, serta untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak
tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh
yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini.
5) Model pembelajaran langsung (terutama kegiatan demonstrasi)
dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan
kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi
(kenyataan yang terjadi).
6) Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap
berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan
e. Kekurangan Pembelajaran Langsung
Menurut Majid (2013: 75) kekurangan pembelajaran
langsung diantaranya sebagai berikut:
1) Sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan,
pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya
belajar, atau ketertarikan siswa.
2) Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat
secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan interpersonal mereka.
3) Karena guru memainkan peran pusat, kesuksesan strategi
pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak
tampak siap, tidak berpengetahuan, tidak percaya diri, antusias,
dan tidak terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan
perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
4) Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya
komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung
menghasilkan pembelajaran yang buruk pula, dan model
pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk
menampilkan banyak perilaku komunikasi positif.
5) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan
siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit, dan
5. Permainan Edukatif
a. Pengertian Permainan Edukatif
Permainan edukatif yaitu suatu kegiatan yang sangat
menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan
yang bersifat mendidik. Permainan edukatif bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir, serta bergaul
dengan lingkungan (Ismail, 2007: 119).
b. Fungsi Permainan Edukatif
Menurut Ismail (2007: 150) permainan edukatif itu dapat
berfungsi sebagai berikut:
1) Memberikan Ilmu Pengetahuan kepada anak melalui proses
pembelajaran bermain sambil belajar.
2) Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa,
agar dapat menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang
baik.
3) Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan
rasa aman, dan menyenangkan.
4) Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak.
c. Pentingnya Permainan Edukatif
Menurut Ismail (2007: 152) permainan edukatif itu penting
1) Permainan edukatif dapat meningkatkan pemahaman terhadap
totalitas kediriannya. Artinya, dengan bermain sesungguhnya
anak sedang mengembangkan kepribadiannya.
2) Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan
berkomunikasi.
3) Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan
menciptakan hal-hal baru.
4) Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir
anak.
5) Permainan edukatif dapat mempertajam perasaan anak.
6) Permainan edukatif dapat memperkuat rasa percaya diri anak.
7) Permainan edukatif dapat merangsang imajinasi anak.
8) Permainan edukatif dapat melatih kemampuan berbahasa anak.
9) Permainan edukatif dapat melatih motorik halus dan motorik
kasar anak.
10)Permainan edukatif dapat membentuk moralitas anak.
11)Permainan edukatif dapat melatih keterampilan anak.
12)Permainan edukatif dapat mengembangkan sosialisasi anak.
13)Permainan edukatif dapat membentuk spiritualitas anak.
6. Permainan Teka-Teki Silang
a. Pengertian Teka-Teki Silang
Menurut Zaini, Munthe dan Aryani (2008: 71) teka-teki
menyenangkan tanpa kehilangan esensi belajar yang sedang
berlangsung serta dapat melibatkan partisipasi peserta didik secara
aktif sejak awal. Haryanto (2013: 128) menyatakan bahwa
pembelajaran teka-teki silang bertujuan untuk mengasah otak
dalam berpikir peserta didik dalam mempelajari kosakata pada
suatu mata pelajaran. Pembelajaran teka-teki silang sangat menarik
karena dapat mengembangkan instuisi peserta didik berupaya untuk
memahami lebih banyak kosakata karena adanya unsur tantangan
yang menimbulkan rasa penasaran.
b. Langkah-Langkah Permainan Teka-Teki Silang
Langkah-langkah dalam permainan teka-teki silang yaitu
sebagai berikut:
1) Siswa dibagi kedalam kelompok yang terdiri dari 4 anak.
2) Guru mempersiapkan lembar kegiatan teka-teki silang yang
harus dikerjakan oleh siswa.
3) Guru membagi lembar kegiatan teka-teki silang tersebut
kepada setiap kelompok.
4) Guru menjelaskan aturan permainannya yaitu siswa diminta
untuk mengarsir kotak yang memuat pernyataan bernilai benar.
5) Jika siswa berhasil mengarsir semua kotak yang memuat
pernyataan benar, arsiran tersebut membentuk huruf tertentu
yang kalau dibaca lengkap akan menjadi suatu kata dalam
6) Siswa bersama teman kelompok menulis kata bahasa inggris
yang sudah terbentuk kemudian mencari artinya.
7) Perwakilan dari kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan
mereka di depan kelas.
8) Guru memberi penghargaan kepada kelompok yang berhasil
memecahkan teka-teki silang tersebut dan membentuk suatu
kata dalam bahasa inggris dan dapat mengartikan kata tersebut.
c. Langkah-Langkah Pembelajaran Langsung dengan Permainan
Teka-Teki Silang
Berdasarkan pendapat di atas maka pembelajaran langsung
dengan permainan teka-teki silang yang akan dilaksanakan yaitu
guru mempersiapkan siswa untuk belajar. Guru menjelaskan materi
yang akan diajarkan, yaitu materi pecahan dengan alat peraga
kertas lipat. Pada materi pecahan guru akan membina keterampilan
siswa dengan permainan teka-teki silang. Guru menjelaskan
langkah-langkah permainan teka-teki silang kepada peserta didik.
Permainan teka-teki silang dilaksanakan pada setiap siklus yang
terdiri dari dua pertemuan. Guru mengecek kemampuan siswa
dalam permainan teka-teki silang, kemudian guru memberikan
umpan balik terhadap siswa yang berhasil memecahkan soal
teka-teki silang. Kegiatan terakhir yaitu memberikan soal latihan
terhadap materi yang telah diajarkan berupa soal evaluasi yang
dilaksanakan di setiap akhir siklus.
B. Penelitian Relevan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bonnie Keenan tahun
2012 dalam Savap Academic Research International Journal dengan
penelitian yang berjudul “The Effects of Using Direct Instruction
Mathematics Formats to Teach Basic Math Skills to A Third Grade
Student with A Learning Disability” menyatakan bahwa:
“The result indicated that the use of direct instruction
substantially increased student performance on basic math skills. The result of this study clearly show that direct instruction wa effective in teaching a third grade student math skills”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bonnie Keenan tahun
2012 dapat disimpulkan bahwa hasil dari penelitian tersebut
mengindikasikan bahwa penggunaan model pembelajaran langsung
meningkatkan kemampuan siswa pada keahlian matematika dasar. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan secara jelas bahwa model pembelajaran
langsung efektif untuk mengajarkan kemampuan matematika pada siswa
kelas tiga.
Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Hendrik Wenno tahun
2014 dalam International Journal of Evaluation and Research in
Education dengan penelitian yang berjudul “Direct Instruction Model to
Increase Physical Science Competence of Students as One Form of
“The result showed that the level of students mastery of the material is at very good and well with the percentage of the final result of formative student test are 48..0% and 44.0% respectively. It can be concluded that the direct instructional model successfully improve student learning outcomes, especially to the concept of measurement”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hendrik Wenno tahun
2014, dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa terhadap materi adalah
sangat baik dengan prosentase hasil akhir dari tes formatif siswa
masing-masing adalah 48% dan 44%. Dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran langsung berhasil meningkatkan hasil belajar siswa terutama
ada konsep pengukuran.
Penelitian tentang teka-teki silang dilakukan oleh Neneng
Ratnawati, Wiwiek Eko Bindarti, dan Annur Rofiq tahun 2013 dalam
artikel yang berjudul “The effect of Using Crossword Puzzle on
Vocabulary Achievement of The Eight Year Students at SMP Negeri 5
Jember” menyatakan bahwa:
“The research was intended to know the significant effect of using crossword puzzle on vocabulary achievement of the eight year students of SMP Negeri 5 Jember. In conclusion, the null hypothesis (H0) was rejected while the alternate hypothesis (H1) was accepted. In conclusion, there was a significant effect of using crossword puzzle on vocabulary achievement of the students at SMP Negeri 5 Jember”.
Berdasarkan penelitian tentang teka-teki silang yang dilakukan
oleh Neneng Ratnawati, Wiwiek Eko Bindarti, dan Annur Rofiq tahun
2013, dapat disimpulkan yaitu penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui efek penting dari menggunakan teka-teki silang pada
diterima. Berdasarkan penelitian tersebut, maka ada pengaruh yang
signifikan dari penggunaan teka-teki silang pada pencapaian penguasaan
kosa-kata pada siswa.
C. Kerangka Berpikir
Faktor yang terpenting untuk mendukung tercapainya tujuan
belajar dan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara,
model, dan metode pembelajaran. Banyak model pembelajaran yang
diterapkan oleh guru akan tetapi masih banyak dijumpai beberapa guru
yang masih bingung dalam memilih model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa SD, khususnya pada siswa kelas IVB SD
Negeri 2 Pliken.
Untuk memberikan ketertarikan dan suasana menyenangkan
kepada siswa, maka cara yang dapat ditempuh misalnya dengan
mengaktifkan mereka dalam kegiatan pembelajaran matematika secara
kelompok, adanya alat peraga dan menggunakan model pembelajaran
yang sesuai. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika, guru yang
baik harus menciptakan suasana pembelajaran matematika yang
menyenangkan. Siswa akan lebih termotivasi dalam pembelajaran
matematika apabila penyajiannya baik dan menarik. Menggunakan model
pembelajaran langsung dengan permainan teka-teki silang sangat
membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru.
Dengan hal seperti itu, diharapkan hasil belajar matematika siswa dapat
Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
KONDISI AWAL
Hasil belajar matematika
siswa aspek kognitif, afektif
dan psikomotor rendah
Tindakan Dalam pembelajaran guru
menggunakan model pembelajaran langsung dengan permainan teka-teki
silang
Siswa melaksanakan pembelajaran menggunakan
model pembelajaran langsung dengan permainan
teka-teki silang Hasil belajar matematika
siswa meningkat aspek afektif siswa meningkat
Hasil belajar matematika aspek psikomotor
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir penelitian di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan penelitian sebagai berikut:
1. Penerapan model pembelajaran langsung dengan permainan teka-teki
silang dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan
pada aspek kognitif siswa kelas IVB SD Negeri 2 Pliken.
2. Penerapan model pembelajaran langsung dengan permainan teka-teki
silang dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan
pada aspek afektif siswa kelas IVB SD Negeri 2 Pliken.
3. Penerapan model pembelajaran langsung dengan permainan teka-teki
silang dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan