• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiki Septiana Hermawan BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kiki Septiana Hermawan BAB I"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tahun 2025 jumlah lansia akan berlipat ganda, dan pada tahun 2050 akan mencapai

2 miliar secara global, perkembangan tersebut terjadi sebagian besar pada lansia yang

tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (World Health Organization, 2016). Data yang dikeluarkan oleh PBB, melalui lembaga kependudukan dunia United Nation Population Fund Asian (UNPFA), jumlah lansia tahun 2009 telah mencapai 737 juta jiwa dan sekitar dua pertiga dari jumlah lansia tersebut tinggal di negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia (Ulfah, 2009).

Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia terbanyak di

dunia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Berdasarkan sensus penduduk

pada tahun 2010, jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total

penduduk). Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta

jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mancapai 36 juta jiwa.

Wilayah provinsi Jawa Tengah menurut data (Badan Pusat Statistik, 2015), jumlah

lansia yang berusia 60 tahun ke atas sebanyak 3.983.203 jiwa dari jumlah keseluruhan

penduduk Jawa Tengah sebanyak 33.774.141 jiwa. Untuk wilayah kabupaten Banyumas

jumlah lansia pada tahun 2015 mencapai 208.170 jiwa dari keseluruhan jumlah penduduk

sebanyak 1.635.909 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015). Wilayah kecamatan Baturraden

jumlah lansia mencapai 5.994 jiwa dari keseluruhan jumlah penduduk sebanyak 50.824 jiwa

(2)

penduduk 8267 jiwa. Sementara itu jumlah lansia yang ada Forum Kesehatan Desa

Karangtengah yang rutin mengikuti posyandu lansia sebanyak 68 lansia dari 6 dusun.

Semakin meningkatnya jumlah lanjut usia di Indonesia akan menimbulkan

permasalahan yang cukup komplek baik dari masalah fisik maupun psikososial. Masalah

psikologis yang paling banyak terjadi pada lanjut usia umumnya adalah kesepian, kesepian

merupakan perasaan terasing (terisolasi atau kesepian) yaitu perasaan tersisihkan, terpencil

dari orang lain, karena merasa berbeda dengan orang lain dan mengalami gangguan sosial

(Copel 1987, dalam Maryam, 2008).

Kesepian yang dilakukan di komunitas desa Sendowo kecamatan Sleman

menunjukkan hasil bahwa sebagian besar lansia berada pada keadaan kesepian sedang, yakni

sebesar 66,67% diikuti kesepian ringan sebesar 23,33%, dan sisanya sebesar 10% masuk

dalam kategori kesepian tinggi (Wardiyah, 2007). Penelitian lain memiliki prevalensi yang

berbeda-beda tentang kesepian, di Eropa tingkat kesepian yang tertinggi terdapat di

negara-negara bekas Uni Soviet mencapai 25-30% dan di negara-negara-negara-negara Eropa Utara, sekitar 10%,

serta di negara-negara Eropa selatan menempati posisi menengah dari 15-20% (Yang dan

Victor 2011, dalam Christina dkk, 2012 ).

Dalam kesepian emosional, seseorang merasa tidak memiliki kedekatan dan

perhatian dalam berhubungan sosial, merasa tidak ada satu orang pun yang peduli

terhadapnya, sedangkan kesepian sosial muncul dari kurangnya jaringan sosial dan ikatan

komunikasi atau dapat dijelaskan sebagai suatu respon dari tidak adanya ikatan dalam

(3)

Stuart dan Laraia (2008) juga mengemukakan bahwa masalah kesehatan mental

pada lansia tergantung pada faktor fisiologis dan status psikologis, kepribadian, dukungan

sistem sosial, sumber ekonomi dan gaya hidup. Pada masa lansia, individu dituntut

untuk dapat bersosialisasi kembali dengan kelompok, lingkungan dan generasi ke generasi.

Sosialisasi lansia meningkatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kelompok

sosialnya (Atchley & Barusch, 2004 dalam Anny dkk, 2012).

Hal ini dipengaruhi oleh derajat kualitas dari dukungan dan interaksi sosial

yang ada di lingkungan lansia tersebut. Diperlukan keterlibatan atau partisipasi lansia

dalam berbagai aktivitas di masyarakat, frekuensi partisipasi sosial penting untuk

memelihara kualitas kehidupan lansia (Gilmour, 2012). Sikap negatif tentang penuaan

pada lansia juga memiliki konsekuensi yang signifikan bagi kesehatan fisik dan mental

lansia. Lansia yang merasa mereka demikian memiliki beban dan memahami kehidupan

mereka menjadi kurang berharga, menempatkan mereka pada risiko depresi dan isolasi

sosial.

Pada lansia, depresi berasosiasi dengan kematian hanya jika perasaan kesepian itu

muncul. Depresi adalah masalah yang sering mengikuti perihal kesepian. Melacak kegagalan

dalam membangun pertemanan hingga gaya kelekatan. Individu yang secara sosial tidak

mampu cenderung menjadi pemalu, memiliki self-esteem yang rendah, merasakan self-conscious ketika berinteraksi dengan orang lain. Perbedaan tingkah laku yang spesifik ditemukan berasosiasi dengan keterampilan sosial yang baik atau buruk (Baron dan Byrne,

(4)

Prevalensi depresi di dunia sekitar 8-15% dan hasil survei dari berbagai negara di

dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan

perbandingan wanita : pria 14,1 : 8,6 dimana wanita dua kali lebih banyak dari pada

pria (Dharmono, 2008). Prevalensi diperkirakan mencapai kurang lebih 15% dari populasi

jumlah lansia yang mengalami gejala depresi karena dianggap sebagai bagian dari proses

menua (Soejono, 2000 dalam Sari, 2011). Prevalensi pada lanjut usia di Indonesia masih

cukup tinggi, pada lansia yang ada di dua kota pulau Jawa didapatkan data bahwa 33,8%

memiliki depresi (Wada, 2005 dalam Ollyvia 2012). Penelitian dari (Suryani, 2014) dengan

78 responden yang diteliti di Kecamatan Buntulia Kabupaten Pohuwato terdapat 23 (29,5%)

responden yang tidak mengalami depresi, 43 (55,1%) responden mengalami depresi ringan

dan 12 (15,4%) responden yang mengalami depresi sedang/berat.

Lansia yang tinggal di rumah pada dasarnya bisa mengalami kesepian maupun

depresi karena berbagai macam faktor, dilihat dari pola hidup dan aktivitas sehari-hari para

lansia melakukan aktivitasnya secara mandiri dan lebih memilih untuk di rumah saja.

Terkadang lansia merasa rindu dan ingin berkumpul dengan anaknya, selain itu lansia juga

memiliki pikiran buruk terhadap anaknya yang kerja diluar kota karena takut terjadi hal-hal

yang buruk terjadi atau sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Berdasarkan analisa situasi

awal yang peneliti lakukan dengan observasi dan wawancara pada hari minggu tanggal 2

Oktober 2016 didapatkan jumlah lansia dari catatan Forum Kesehatan Desa sebanyak 68 dan

yang seseuai kriteria inklusi sebanyak 68 lanjut usia. Menurut catatan posyandu lansia dalam

2 dari 6 dusun di Karangtengah ditemukan lansia yang mengalami gangguan psikososial

sebanyak 21 lansia. Gangguan psikososial yang dialami lansia seperti mudah murah, banyak

(5)

mengikuti kegiatan posyandu dan kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial lainnya,

disamping itu lansia juga mengalami kesepian dan terkadang banyak pikiran. Hal-Hal

tersebut merupakan tanda-tanda lansia yang kurang bersoialisasi, kesepian dan bisa

berdampak depresi pada lansia.

Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Sosialiasasi, Kesepian Dengan Depresi Pada Lansia di Forum Kesehatan

Desa Karangtengah Kecamatan Baturraden”

B. RUMUSAN MASALAH

Depresi pada lanjut usia di Indonesia masih relatif tinggi. Sosialisasi dan kesepian

sangat berpengaruh terhadap depresi pada lanjut usia. Wilayah desa Karangtengah masih

ditemukan lansia yang kurang berinteraksi sosial atau bersosialiasasi dan kesepian, sehingga

dapat menimbulkan depresi pada lanjut usia.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan “Adakah hubungan sosialisasi,

kesepian dengan depresi pada lanjut usia di Forum Kesehatan Desa Karangtengah

kecamatan Baturraden?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sosialisasi,

kesepian dengan depresi pada lanjut usia di Forum Kesehatan Desa Karangtengah

Kecamatan Baturraden.

2. Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi karakteristik responden usia dan jenis kelamin

(6)

c) Mengetahui hubungan Kesepian dengan Depresi pada lansia

d) Mengetahui tingkat Kesepian pada lansia

e) Mengetahui tingkat Depresi pada lansia

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, gambaran, dan manfaat dalam

pengembangan ilmu kesehatan, khususnya keperawatan gerontik sehingga dapat menambah

wawasan ilmu berkenaan dengan hubungan sosialisasi, kesepian dan depresi pada lansia.

2. Secara Praktis

a) Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam penelitian untuk

mengembangkan cara berpikir secara ilmiah melalui kegiatan penelitian dan hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi penelitian selanjutnya.

b) Bagi Petugas Kesehatan

Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan khususnya perawat

komunitas dan kader desa sehingga mereka dapat memberikan informasi, arahan

kepada masyarakat khususnya lanjut usia agar memperhatikan pentingnya kegitan

sosialisasi terutama mengenai kesehatan untuk lansia.

c) Bagi Institusi Pendidikan

Menambah wawasan bagi mahasiswa dan sebagai studi literatur di perpustakaan

atau referensi mengenai pengetahuan tentang gerontik, khususnya tentang masalah

sosialisasi, kesepian,dan depresi pada lansia.

(7)

Sebagai informasi bahwa kesepian merupakan sesuatu hal yang paling sering

dialami lansia karena kurangnya sosialisasi dan dapat berdampak depresi pada lansia.

e) Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti dengan tema yang

sama lebih mengembangkan dan menyempurnakan penelitian ini dengan teknik atau

metode penelitian yang berbeda, yaitu menggunakan desain penelitian kualitatif dan

perdalam kemampuan komunikasi terapeutik dengan lanjut usia. Selain itu peneliti

selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menggunakan variable yang lain dan

tempat penelitian diperluas.

E. PENELITIAN TERKAIT

1. Neti Juniarti, Septi Eka R, Asma Damayanti (2008), meneliti tentang Gambaran Jenis

Dan Tingkat Kesepian Pada Lansia di Balai Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang

Ciparay Bandung. Pada masa usia lanjut akan terjadi banyak kemunduran baik secara

fisik maupun psikis. Pada umumnya masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada

lansia adalah kesepian di mana kesepian merupakan suatu keadaan dimana seseorang

merasa jauh atau tersisih dari lingkungan sosial. Kesepian pada lansia dipandang unik

karena akibatnya akan ber- dampak pada gangguan kesehatan yang komplek. Penelitian

ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran jenis dan tingkat kesepian yang dialami lansia

yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan. Sampel dalam penelitian ini adalah

50 lansia yang terdiri dari 25 lansia laki-laki dan 25 lansia perempuan. Penelitian ini

(8)

independent sample t-test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

yang signifikan mengenai tingkat kesepian yang dialami oleh lansia baik lansia laki-laki

maupun lansia perempuan dengan tingkat kesepian yang sama yaitu rendah. Persamaan

dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan variabel kesepian, sedangkan

perbedaannya adalah menggunakan variabel independen kesepian dan sosialisai serta

variabel dependen adalah tingkat depresi.

2. Meta Amelia Widya Saputri, Endang Sri Indrawati (2011), meneliti tentang Hubungan

Antara Dukungan Sosial Dengan Depresi Pada Lanjut Usia Yang Tinggal Di Wreda

Wening Wardoyo Jawa Tengah. Dampak dari meningkatnya jumlah penduduk lansia di

Indonesia adalah semakin meningkat pula jumlah lansia yang tinggal di panti wreda.

Perubahan kehidupan yang dialami, membuat para lansia rentan mengalami depresi,

terutama bagi lansia yang tinggal di panti wreda Dukungan sosial yang berasal dari

keluarga bagi lansia yang tinggal di panti wreda sangat penting, ada atau tidak adanya

dukungan sosial dipercaya dapat mempengaruhi depresi. Penelitian berusaha

mengungkapkan hubungan antara dukungan sosial yang bersumber dari keluarga, dengan

depresi pada lanjut usia. Subjek penelitian adalah 35 kelayan Panti Wreda Wening

Wardoyo Jawa Tengah, berusia 60 tahun ke atas, dengan masa tinggal di panti tersebut

setidaknya selama satu tahun, sehat jasmani dan dapat berkomunikasi dengan baik.

Metode pengumpulan data menggunakan skala, yaitu skala depresi dengan 34 aitem

sahih (α = 0,928 ) dan 36 aitem sahih (α = 0,972) pada skala dukungan sosial.

Berdasarkan analisis data dengan regresi sederhana, dihasilkan p = 0,003 (p < 0,05)

dengan rxy = -0,487 berarti terdapat hubungan negatif yang signifikan antara

(9)

lain yang tidak diungkap dalam penelitian. Persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan

variabel dependen depresi, sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah menggunakan variabel

independen sosialisasi dan kesepian.

3. Cotten, Shelia , Anderson, William , McCullough, Brandi (2015), meneliti tentang Impact

of Internet Use on Loneliness and Contact with Others Among Older Adults: Cross-Sectional Analysis. Lansia berada pada peningkatan risiko mengalami kesepian dan depresi, terutama ketika mereka bergerak ke berbagai komunitas perawatan. Teknologi

informasi dan komunikasi (ICT) penggunaan dapat membantu orang dewasa untuk

mempertahankan kontak dengan ikatan sosial. Namun, penelitian sebelumnya tidak

konsisten tentang apakah penggunaan ICT meningkat atau menurun isolasi dan kesepian

di antara orang dewasa yang lebih tua. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengkaji bagaimana penggunaan Internet mempengaruhi dirasakan isolasi sosial dan

kesepian dari orang dewasa yang lebih tua di masyarakat hidup dibantu dan independen.

Kami juga meneliti persepsi tentang bagaimana penggunaan internet mempengaruhi

komunikasi dan interaksi sosial. Metode: Satu gelombang data dari studi berkelanjutan

dari penggunaan ICT di kalangan orang dewasa yang lebih tua di dibantu dan masyarakat

hidup mandiri di Alabama digunakan. Analisis regresi digunakan untuk menentukan

hubungan antara frekuensi akan online dan isolasi dan kesepian (n = 205) dan persepsi

dari efek penggunaan internet pada komunikasi dan interaksi sosial (n = 60). Hasil:

Setelah mengontrol jumlah teman dan keluarga, / keterbatasan sosial fisik emosional,

usia, dan lengan studi, peningkatan 1 poin di frekuensi akan online dikaitkan dengan

penurunan 0,147 poin pada skor kesepian (P =. 005). Pergi online tidak berhubungan

dengan isolasi sosial yang dirasakan (P = 0,14). Di antara langkah-langkah dari persepsi

(10)

dengan peningkatan kesepakatan yang menggunakan Internet memiliki: (1) membuat

lebih mudah untuk menjangkau orang-orang (b = 0,508 , P <0,001), (2) memberikan

kontribusi terhadap kemampuan untuk tetap berhubungan (b = 0,516, P <0,001), (3)

membuat lebih mudah untuk bertemu orang baru (b = 0,297, P = 0,01, ( 4) meningkatkan

kuantitas komunikasi dengan orang lain (b = 0,306, P = 0,01), (5) membuat responden

merasa lebih terhubung dengan teman dan keluarga (b = 0,392, P = 0,001), dan (7)

meningkatkan kualitas komunikasi dengan orang lain (b = 0,289, P = 0,01) Kesimpulan:.

Menggunakan Internet mungkin bermanfaat untuk mengurangi kesepian dan

meningkatkan kontak sosial antara responden merasa kurang terisolasi (b = 0,491, P

<0,001), (6) membantu orang dewasa yang lebih tua di masyarakat yang tinggal dibantu

dan independen. Persamaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan variabel kesepian

dan depresi, sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah menggunakan variabel

independen penggunaan internet, sedangkan peneliti menggunakan variabel independen

sosialisasi dan kesepian.

4. Hülya Arlantas, Filiz Adana , Filiz Abacigil, Derya Kayar, Gülçin Acar (2014), meneliti

tentang Loneliness in Elderly People, Associated Factors and Its Correlation with Quality of Life: A Field Study from Western Turkey. Penelitian ini meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian dari orang tua dan hubungan mereka dengan kualitas

hidup. Metode yang digunakan dalam studi cross-sectional ini dikumpulkan melalui

formulir survei, UCLA Kesepian Skala dan Kualitas Kehidupan (QOL) Short Form

(SF-36) Skala. Jumlah total orang tua yang berusia di atas 65 tahun dari siapa populasi

penelitian dipilih itu 4,170.The populasi penelitian ditentukan sebagai 190 program

(11)

kepercayaan 95% dan menyusun kelompok pengganti 10 individu ditambahkan. Secara

total, 83,2% (n = 174) dari populasi target tercapai melalui multi -tahap Metode

Sampling. Hasil: UCLA Kesepian skor median dari peserta adalah 33 (25 th p = 27, 75 th

p = 40). Ditemukan bahwa keberadaan penyakit kronis dan cacat fisik, penggunaan rutin

obat, kurangnya hobi dan hidup dengan pasangan meningkat kesepian (P <0,05).

Hubungan negatif diidentifikasi antara semua sub-skala dalam skala kualitas hidup dan

kesepian. Kesimpulannya kesepian negatif mempengaruhi kualitas hidup di usia tua dan

adanya masalah kesehatan kronis dan kurangnya hobi adalah prediktor kuat untuk

kesepian. Orang tua yang tinggal sendiri harus dievaluasi sebagai kelompok Risiko tinggi

dan sehingga para pembuat kebijakan dan petugas kesehatan harus menyadari

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesepian. Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup

penduduk usia dan psikologis kesejahteraan lansia, sistem dukungan sosial harus diambil

memperhitungkan dan orang tua harus didorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan

sosial. Persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan variabel kesepian. Perbedaan

penelitian ini menggunakan variabel independen faktor-faktor penyebab kesepian, serta

mengkorelasikan kesepian terhadap kualitas hidup lansia, sedangkan peneliti

menggunakan variabel independen sosialisasi dan kesepian, kemudian variabel dependen

depresi pada lansia.

5. Ionna Thomopoulou, dimitra thomopoul, dimitra koutsuki (2010), meneliti tentang The Differences At Quality Of Life And Loneliness Between Elderly People. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan pada kualitas hidup dan kesepian antara

orang tua. Data dikumpulkan dari 180 orang berusia 60 -93 tahun dari Yunani. kualitas

(12)

Skala, dan karakteristik demografi dengan kuesioner. Untuk kualitas hidup, laki-laki

memiliki skor yang lebih tinggi daripada perempuan, lebih tua dari tertua tua dan

akhirnya menikah daripada bercerai dan janda / ers masing-masing. Selanjutnya, bercerai

memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada janda / ers, tapi tanpa makna. Mengenai

kesepian, laki-laki skor lebih rendah daripada perempuan, lebih tua dari tertua tua dan

menikah daripada bercerai danjanda/ers masing-masing. Bercerai memiliki kesepian yang

lebih rendah daripada duda, tapi tanpa makna. Konsistensi internal Kualitas subskala

Hidup Indeks berkisar 0,749-0,881, sedangkan untuk UCLA Kesepian Skala adalah

0,849. Kesimpulannya, persepsi orang tua tentang kondisi hidup mereka akan memandu

praktisi untuk mengetahui defisit nyata pada kehidupan sehari-hari tua dan akhirnya

membentuk program rehabilitasi yang sesuai. Persamaan dari penelitian ini adalah

menggunakan variabel independen kesepian, sedangkan perbedaan penelitian ini adalah

Referensi

Dokumen terkait

Hopkins(Sutama 2010 : 15) PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri

Suatu foto udara diambil dari ketinggian 6000 ft di atas permukaan rata-rata dengan fokus kamera 6 in (152.4 mm) dan format ukuran 9 in (23 cm).. INTERPRETASI FOTO UDARA.  Definisi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa polimer superabsorben selulosa tercangkok asam akrilat dengan derajat netralisasi sebesar 85%

Dimana sebagian besar pendidik di lapangan mengabaikan latar pengetahuan dan kepentingan pembaca (D. K-W-L dikembangakan dan diujiterapkan untuk mengetahui kerangka

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.. Ilham Muchtar dan Abbas Baco Miro). Penelitian ini mengkaji tentang pandangan Islam terhadap Adat Mappacing di Desa Bonto Mate’ne Kecamatan Mandai

1) Humas berperan dalam Pencitraan Universitas Sam Ratulangi Manado dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa Humas dengan informasinya mampu memberi pengetahuan

Sedangkan berdasarkan analisis regresi linier berganda faktor yang paling dominan adalah faktor Desain Rumah Susun dengan nilai Koefisien Standardize β sebesar

Realisasi pembangunan perumahan di Salatiga bukan hanya pembangunan perumahan dalam arti sempit, namun juga mencakup pembangunan infrastruktur dasar perumahan pemukiman,