PENYELESAIAN SENGKETA
EKONOMI SYARIAH
PENYELESAIAN SENGKETA
MENURUT HUKUM ISLAM
1.
Shulhu
2.
Tahkim
3.
Al Qadha
1.
SHULHU/ ISHLAH
 Secara harfiah : memutus pertengkaran atau
perselisihan.
 Pengertian syari’ah : Suatu jenis akad (perjanjian)
untuk mengakhiri perlawanan (perselisihan) antara dua orang yang berlawanan .
 Mushalih : Masing-masing pihak yang
mengadakan perdamaian dalam Islam.
 Mushalih ‘anhu : Objek yang diperselisihkan oleh
para pihak.
 Mushalih ‘alaihi : Perbuatan yang dilakukan oleh
Dasar Hukum
– Al Hujurat ayat 9: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah, jika
golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”
– Ijma’ Umar ra: “Tolaklah permusuhan hingga
mereka berdamai, karena pemutusan perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian di
antara mereka”
Cara penyelesaian
SHULHU
Ibra
membebaskan debitor dari sebagian
kewajibannya
Mufadhah
penggantian dengan yang lain
dengan cara:
– menghibahkan (
shulhu hibah
),
– menjual (
shulhu bay
), atau
2.
TAHKIM
 Pengangkatan seorang atau lebih sebagai juru damai
(hakam) antara pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan secara damai
 Tahkim berasal dari kata hakkama,
 Secara etimologis: menjadikan seseorang sebagai
pencegah suatu sengketa.
 Menurut terminologis: pengangkatan seorang atau
lebih sebagai wasit atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan secara damai.
 Dalam istilah sekarang tahkim diterjemahkan sebagai
arbitrase dan orang yang bertindak sebagai wasitnya disebut arbiter atau hakam.
Dasar hukum TAHKIM
• An Nisa ayat 35: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan…”
3.
AL QADHA
 Secara harfiah: memutuskan atau menetapkan.  Menurut istilah fikih : menetapkan hukum syara’
pada suatu peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikan secara adil dan mengikat.
 Lembaga al Qadha adalah lembaga resmi
pemerintahan untuk melaksanakan fungsi yudikatif yang berwenang menyelesaikan perkara perdata dan pidana.
 Orang yang berwenang untuk menyelesaikan
perkara pada pengadilan  qadli (hakim).
 Kekuasaan qadli tidak dibatasi oleh pihak yang
bertikai
 keputusan qadli ini mengikat keduabelah pihak.
PENYELESAIAN SENGKETA
EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA
Choice of forum/choice of jurisdiction:
1.
Di luar Pengadilan (Non Litigasi):
a. Musyawarah/ Negosiasi
b. Mediasi Mediasi Perbankan
c. Arbitrase BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
2.
Di Dalam Pengadilan (Non Litigasi dan
Litigasi) :
CIRI-CIRI BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA
CIRI-CIRI NEGOSIASI MEDIASI/ KONSILIASI PENGADILAN/ LITIGASI ARBITRASE TINGKAT FORMA LITAS
TIDAK FORMAL TIDAK FORMAL SANGAT FORMAL, TERIKAT HUKUM ACARA
AGAK FORMAL
SIFAT PROSES
MUFAKAT MUFAKAT PARA PIHAK PERTIKAIAN ALAT BUKTI, ARGUMEN PERTIKAIAN, ALAT BUKTI, ARGUMEN PIHAK KETIGA NETRAL
TIDAK ADA MEDIATOR, YANG DIPILIH PARA PIHAK, DENGAN/ TANPA KEAHLIAN DALAM BIDANG YANG
DIPERSENGKETAKAN
HAKIM YANG TIDAK DIPILIH OLEH PARA PIHAK, TANPA
KEAHLIAN DALAM BIDANG YANG
DIPERSENGKETAKAN
ARBITER YANG DIPILIH OLEH PARA PIHAK, DENGAN KEAHLIAN DALAM BIDANG YANG DIPERSENGKETAKA N PUBLI KASI
TERTUTUP TERTUTUP TERBUKA TERTUTUP
PENYELESAIAN SENGKETA DI
LUAR PENGADILAN
 UU No. 30 /1999 tentang Arbitrase dan Pilihan
Penyelesaian Sengketa mengatur tentang
penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, yakni melalui konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli.
 “Mediation is an informal process in which a
neutral third party helps other resolve a dispute or plan a transaction but does not (and ordinarly
1. MEDIASI
 Dapat dilakukan di:
1. Di luar Pengadilan: 2. Di dalam Pengadilan:
 Dasar Hukum
1. UU 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Pasal 6.
2. PBI No.10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
3. PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
MEDIASI PADA PERBANKAN SYARIAH
 Mediasi Perbankan PBI No.10/1/PBI/2008 tentang
Perubahan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan
 Mediasi adalah proses penyelesaian Sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang
disengketakan.
 Mediator adalah pihak yang tidak memihak dalam membantu pelaksanaan mediasi
 BI tidak memilah sengketa antara bank konvensional dan
sengketa bank syariah. Sehingga mediator yang menyelesaikan sengketa bank syariah tidak disyaratkan harus memiliki
2. ARBITRASE
 “Arbitration is form of adjudication in which the
neutral decision maker is not a judge or an official of an administrative agency. There is no single,
comprehensive definition of arbitration that accurately describes all arbitation system”.
 UU 30/1999: Arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
DASAR HUKUM ARBITRASE
1. UU 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Pilihan Penyelesaian Sengketa.
2. Fatwa DSN: Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan
melalui
Badan Arbitrase Syariah
Badan Arbitrase Syari`ah Nasional
(BASYARNAS)
 BASYARNAS saat didirikan bernama Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI) tanggal 21 Oktober 1993, berbadan hukum Yayasan.
 Perubahan nama dari BAMUI menjadi BASYARNAS
diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002.
 Basyarnas berdiri secara otonom dan independen sebagai
salah satu instrument hukum yang menyelesaikan
perselisihan antara pihak, baik yang datang dari dalam
lingkungan bank syari`ah, asuransi syari`ah, maupun pihak lain yang memerlukannya.
 Penyelesaian melalui Basyarnas dapat dilakukan bila terjadi
kesepakatan dan dicantumkan dalam akad sejak awal
3. PERADILAN AGAMA
 Peradilan Agama (UU 3/2006 Pasal 49)
– Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan; b. waris;
c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq;
h. shadaqah; dan
3. PERADILAN AGAMA
 Yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah
perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:
a. bank syari’ah;
b. lembaga keuangan mikro syari’ah. c. asuransi syari’ah;
d. reasuransi syari’ah; e. reksa dana syari’ah;
f. obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. sekuritas syari’ah; h. pembiayaan syari’ah; i. pegadaian syari’ah;
j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan k. bisnis syari’ah.
Penjelasan Pasal 49 UU No.
3/2006
 Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di
bidang perbankan syari’ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari’ah lainnya.
 Yang dimaksud dengan “antara orang-orang
RUANG LINGKUP KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
SYARIAH
 Meliputi semua perkara di bidang sengketa
ekonomi syariah (Psl 49 UU 3/2006)
 Meliputi sengketa antar lembaga ekonomi syariah
dengan pihak non Islam
 Tidak menjangkau klausula arbitrase (Pasal 58-60
UU 48/2009 ttg Kekuasaan Kehakiman).
DUALISME KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA
 SEMA No.8 Tahun 2008 yang menyatakan eksekusi
putusan Basyarnas adalah kewenangan Pengadilan Agama dibatalkan dengan Surat Edaran MA (SEMA) No. 8 Tahun 2010 yang mengatur eksekusi putusan Basyarnas ke Pengadilan Negeri.
 MA mendasarkan pada Pasal 59 ayat (3) UU No.48
Tahun 2009 yang menyatakan para pihak yang tidak melaksanakan putusan arbitrase (termasuk arbitrase syariah) secara sukarela, putusan dilaksanakan
KEUNGGULAN PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI PERADILAN
AGAMA
 Perluasan kewenangan Peradilan Agama diatur
dalam UU
 Memiliki SDM yang memahami permasalahan
syariah,
 Mempunyai hukum materiil yang cukup memadai,
antara lain KHES
 Keberadaan kantor Pengadilan Agama hampir
meliputi semua wilayah Kabupaten dan Kotamadya di seluruh wilayah Indonesia sehingga ada
kemudahan pelayanan.
KELEMAHAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI PERADILAN (AGAMA)
 Sebagian besar Aparat mempunyai latar belakang
disiplin ilmu syariah dan hukum namun kurang
memahami aktifitas ekonomi mikro maupun makro.
 Pencitraan inferior yang dipandang hanya berkutat
menangani masalah NCTR sulit dihapus
 Sebagian besar kondisi sarana maupun prasarananya
belum merepresentasikan sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan mengadili para pelaku bisnis,
 Penampilan dan kemampuan aparat yang dianggap
PENYELESAIAN SENGKETA BIDANG
PERBANKAN SYARIAH
Pasal 55 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.
Penjelasan ayat (2)  Dihapus dengan Putusan MK Nomor 93/ PUU-X/2012
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:
a. musyawarah;
b. mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau
d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK
UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan Pasal 30 memerintahkan
atau melakukan tindakan tertentu kepada
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk