• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT Cd DAN Pb PADA API-API (Avicennia alba) DI DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOAKUMULASI LOGAM BERAT Cd DAN Pb PADA API-API (Avicennia alba) DI DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT Cd DAN Pb PADA API-API

(

Avicennia

alba

) DI DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN

(Bioaccumulation of Heavy Metals Cd and Pb on Api-api (Avicennia alba)

in Bagan Deli Village, District of Medan Belawan)

Gilang Pradifta S(1), Yunasfi(2), Rusdi Leidonald(3)

(1)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia, 20155, email : brodifta@gmail.com

(2)

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia, 20155

(3)

Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia, 20155

ABSTRACT

Many activities by human and industry in Bagan Deli Village and along the Deli river could be caused the present of heavy metal in acuatiq environmental and could be harm to aquatic organism. The purpose of researching in to analyze the content of heavy metals Cadmium (Cd) and Plumbum (Pb) on roots, barks, leaves and knowing the ability of A. alba in accumulating heavy metals. The sample was located in Bagan Deli Village, District of Medan Belawan. The analysis of heavy metals Cd dan Pb was carried out in a Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, by using the metod Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). The results of this research indicated that the heavy metal content of Pb in the roots, barks, and leaves is larger more than Cd. The result of this research, based on the bioconcentration factor, the ability of A. alba in accumulate heavy metals Cd and Pb categorized low, the average value of BCF Pb was 21,38 and BCF Cd was 3,66. The results of chemical physics parameter in Bagan Deli Village stilled in the normal range. Concentrations of Cadmium (Cd) in the water column at each station in average 0,0013 mg/l and the concentration of lead metal (Pb) in the water column 0,15 mg/l. Concentrations of Cadmium (Cd) in the sediment column at each station in average 0,002 mg/kg and the concentration of lead metal (Pb) in the sediment column 11,38 mg/kg. These results indicated the concentration of heavy metal Cu and Pb in the water column had exceeded the quality standard, while concentrations of Cu and Pb in sediments had not exceeded the quality standard.

Keywords : Avicennia alba, Heavy Metal, Cadmium (Cd), Plumbum (Pb), AAS PENDAHULUAN

Meningkatnya industri memberikan dampak meningkatnya pelepasan limbah ke lingkungan sekitar termasuk didalamnya lingkungan perairan laut. Buangan limbah yang masuk ke perairan laut dapat melalui aliran run off

maupun aliran sungai. Salah satu limbah industri yang dilepaskan ke perairan laut

adalah logam berat. Telah diketahui bahwa sekitar 70% wilayah Indonesia adalah perairan laut yang merupakan sumberdaya yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Peningkatan konsentrasi logam berat di lingkungan perairan laut menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Kekhawatiran ini disebabkan tingkat toksisitas logam berat

(2)

yang sangat tinggi bagi makhluk hidup terutama bila terjadi bioakumulasi pada rantai makanan (Purbonegoro, 2008).

Hasil kajian Badan Lingkungan Hidup (2011), terdapat ± 50 industri yang beroperasi di sekitar sungai Deli, yang bermuara ke Belawan. Keseluruhan industri tersebut diperkirakan membuang langsung limbahnya ke sungai. Selain limbah dari industri, pencemaran air sungai Deli juga akibat penumpukan sampah. Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak dan industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga di Sungai Deli yang langsung bermuara di Belawan.

Pencemaran perairan ditandai dengan adanya perubahan sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Bahan pencemar berupa logam berat di perairan akan membahayakan kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Beberapa jenis logam berat yang memasuki perairan dan bersifat toksik adalah Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb). Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb) merupakan logam berat yang sangat berbahaya karena tidak dapat dihancurkan

(non degradable) oleh organisme hidup dan

dapat terakumulasi di lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik. Sumber utama pencemaran timbal dan kadmium berasal dari limbah industri.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Singh (2013) dan Lase (2016), mangrove Rhizophora mucronata

dan Avicennia alba dapat mengakumulasi

logam berat Cd dan Pb dalam jaringan akar, kulit batang dan daun. Pohon mangrove ini memiliki upaya penanggulangan materi toksik lain di antaranya dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016 di Desa Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Provinsi Sumatera Utara. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah

Global Positioning System, timbangan

analitik, DO meter, pH meter, thermometer,

refraktometer, kertas Whatman nomor 42,

buku identifikasi mangrove (Noor dkk., 1999), labu Erlenmeyer, alat pemotong, alat tulis, kamera digital, botol aquades, pita ukur, mortal dan pastle, tanur (furmace), krus porselin, gelas ukur, hot plate, Atomic

Adsorption Spectrophotometry, wadah

sampel, labu takar, gelas beaker, oven, corong, pipet tetes, pengaduk kaca, pipet volume.

Bahan yang digunakan adalah akar pasak, kulit batang, dan daun Avicennia alba, sampel sedimen dan sampel air laut,

tally sheet, larutan standar Cd dan Pb, larutan HNO3 pekat, aquabides, aluminium foil, plastik sampel

Deskripsi Area

Stasiun 1 merupakan area hutan mangrove yang paling dekat dengan kawasan industri, dimana kondisi kerapatan mangrovenya masih tergolong tinggi, dengan titik koordinat 3045'9,11''LU 98041'9,04''BT

Stasiun 2 merupakan area hutan mangrove yang dekat dengan pemukiman warga dan kondisi kerapatan mangrovenya tergolong sedang. Titik koordinat 3046'0,97''LU 98042'2,15''BT.

Stasiun 3 merupakan area hutan mangrove yang dekat dengan bengkel (dok) kapal serta tempat tambat labuh kapal-kapal nelayan. Kondisi kerapatan mangrovenya masih tergolong sedang. Dengan titik koordinat 3045'4,52''LU 98042'1,72''BT

(3)

Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel

Penelitian ini dilakukan pada tiga lokasi stasiun yang ditentukan berdasarkan ada tidaknya aktivitas manusia dan kondisi rona lingkungannya. jarak antar stasiun 60 sampai 80 meter. Sampel A. alba (akar pasak, kulit batang dan daun) diambil pada saat kondisi surut agar memudahkan pengambilannya, dengan metode transek tegak lurus garis pantai yang dipilih secara acak (random).

Pengambilan sampel mangrove dilakukan berdasarkan Ulqodry (2001), yaitu mangrove yang diambil untuk sampel adalah pohon (diameter batang > 10 cm). Sampel mangrove yang digunakan adalah akar pasak, kulit batang pada ketinggian dada orang dewasa (1,3-1,5 m) dan daun yang sudah tua. Sampel tersebut diambil masing-masing 100 gr, kemudian dimasukkan kedalam plastik sampel.

Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak dua kali yaitu pagi sewaktu surut antara pukul 10.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB dan siang sewaktu pasang antara pukul 14.00 WIB hingga 15.00 WIB agar mewakili pada saat kondisi surut dan saat kondisi pasang. Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada kedalaman 30 cm dari permukaan substrat. Untuk pengukuran kualitas air, yaitu suhu, salinitas, pH pada secara insitu pada setiap stasiun pengamatan.

Preparasi Sampel Akar Pasak, Kulit Batang, Daun dan Sedimen

Untuk preparasi akar pasak, daun dan kulit batang sampel dipotong kecil sebelum dihaluskan sedangkan untuk sedimen, sampel dapat langsung dihaluskan. Setelah itu sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 24 jam. Setelah itu, ditimbang sebanyak 5 gr, kemudian dilakukan pengarangan di atas hot plate sampai menjadi arang. Untuk mempercepat

terjadinya proses pengarangan dapat diteteskan sedikit larutan HNO3 secara

perlahan untuk menghindari kabut. Sampel yang telah menjadi arang kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 700º C (pengabuan) sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar pasak, kulit batang, daun dan sedimen, dilarutkan dengan menambahkan 10 ml larutan HNO3 pekat.

Hasil pencampuran larutan tersebut digerus di dalam wadah krus porselin secara merata kemudian disaring ke dalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan kertas saring Whatman ukuran 42. Setelah dilakukan penyaringan ditambahkan aquabides hingga garis tanda batas pada labu ukur 25 ml. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan alat Atomic Absorption

Spectrophotometry (AAS).

Preparasi Sampel Air

Sampel air laut disaring menggunakan kertas saring dan kemudian diukur 100 ml. Setelah itu sampel air laut ditambahkan 10 ml larutan HNO3 pekat.

Panaskan dalam wadah Erlenmeyer di atas

hot plate sampai volumenya berkurang

menjadi 35 ml, kemudian diendapkan. Larutan yang telah diendapkan kemudian disaring fasa airnya dengan kertas saring Whatman ukuran 42. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan alat Atomic Absorption

Spectrophotometry (AAS).

Pembuatan Larutan Standar Cd dan Pb

Larutan induk Cd dan Pb yang memiliki konsentrasi 1000 ppm dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambahkan aquabides sampai batas tanda akhir, sehingga larutan yang diperoleh adalah sebanyak 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan

(4)

ke dalam labu ukur 100 ml dengan menambahkan aquabides sampai garis tanda akhir untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi 10 ppm.

Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6, 0,8 dan 1 ppm, berturut-turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml dari larutan 10 ppm lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan aquabides hingga garis tanda akhir.

Prinsip Kerja Atomic Absorption

Spectrophotometry (AAS)

Alat AAS diatur terlebih dahulu sesuai dengan instruksi pada alat tersebut, kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari logam Cd dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Lalu kemudian diukur absorbansi dan konsentrasi logam berat pada masing-masing sampel.

Analisis Data

Konsentrasi Sebenarnya

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada akar pasak, kulit batang, daun A. alba, air dan sedimen sesuai standar operasional prosedur pada Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Medan, maka digunakan rumus:

Keterangan :

K.AAS : Konsentrasi yang tertera pada AAS

K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya Volume Pelarut : Volume pelarut

Larutan Sampel: Volume larutan sampel pada saat pengujian Berat Sampel : Berat sampel yang akan

diuji

Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Faktor biokonsentrasi dihitung dengan membandingkan konsentrasi logam berat yang terdapat pada mangrove (akar, kulit batang dan daun) dengan konsentrasi logam berat yang terkandung dalam air. Nilai BCF menunjukkan kemampuan mangrove A. alba dalam menyerap logam berat. Keterangan : BCF > 1000 : Kemampuan tinggi 1000 > BCF > 250 : Kemampuan sedang BCF < 250 : Kemampuan rendah Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dari pengukuran dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu lingkungan yang terdapat dalam Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas air. Sedangkan baku mutu logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan oleh IADC/CEDA (1997) mengenai kandungan logam berat yang dapat di toleransi pada sedimen. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Perairan

Kondisi lingkungan perairan yang diperoleh dari hasil pengukuran secara insitu, menunjukan hasil yang berbeda antar setiap stasiun pengamatan. Suhu tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 31,33 0C. Salinitas tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 25 ppt, sedangkan pH tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu sebesar 7,0.

Nilai parameter fisika kimia perairan dari tiga stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 1.

(5)

Tabel 1. Nilai parameter fisika kimia perairan

Hasil pengukuran kualitas lingkungan perairan pada saat pengambilan sampel di stasiun I diperoleh suhu air rata-rata yaitu 31,33ºC, pada stasiun II yaitu 31ºC dan Stasiun III adalah 30,66ºC. Suhu air pada stasiun I lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun II dan III, disebabkan karena adanya perbedaan intensitas cahaya yang masuk kedalam air. Kondisi lingkungan pada stasiun I juga jarang terdapat vegetasi mangrove atau tingkat kerapatan mangrove yang sedang, sehingga penetrasi cahaya ke dalam air lebih maksimal. Jumlah vegetasi tutupan mangrove berpengaruh terhadap proses kimia, fisika, dan biologi badan air. Berdasarkan hasil pengamatan, suhu perairan dari setiap stasiun pengamatan masih tergolong baik. Kementrian Lingkungan Hidup (2004) menetapkan kisaran suhu yang sesuai untuk wilayah mangrove adalah 28-32ºC.

Hasil pengukuran salinitas menunjukan kisaran salinitas rata-rata pada stasiun I sebesar 15 ppt, stasiun II sebesar 18 ppt, dan stasiun III sebesar 25 ppt. Salinitas pada stasiun III lebih tinggi dari stasiun I dan II, karena menerima pasokan air laut yang lebih besar daripada air tawar sehingga menyebabkan tingkat salinitas tinggi. Kedua stasiun ini terletak menjauhi muara sungai dan langsung berdekatan dengan perairan sungai yang banyak dijumpai aktivitas pelayaran. Stasiun I memiliki tingkat salinitas yang rendah, disebakan lebih banyaknya

pasokan air tawar yang masuk ke perairan akibat kondisi lingkungannya yang dekat dengan muara sungai atau aliran air sungai sehingga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat salinitas perairannya. Salinitas yang tinggi dapat menyebabkan rendahnya konsentrasi logam berat dalam perairan dan sebaliknya. Menurut Mukhtasor (2007), nilai salinitas perairan laut dapat mempengaruhi faktor konsentrasi logam berat yang mencemari lingkungan laut.

Hasil pengukuran pH air pada setiap stasiun menunjukkan bahwa stasiun III memiliki nilai pH yang tertinggi dengan rata-rata 7,0 dan pH yang terendah terdapat pada stasiun I dengan rata-rata 6,6, sedangkan stasiun II sebesar 6,9. Kondisi asam (stasiun I dan II, dimana kisarannya <7) maupun basa (dimana kisarannya >8,5) dapat membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Connell dan Miller (1995), menyatakan bahwa kenaikan pH diperairan akan diikuti oleh penurunan kelarutan logam berat, sehingga logam berat meningkat. Nugroho (2006) menyatakan bahwa air yang tercemar memiliki pH asam atau basa, tergantung dari jenis limbah dan komponen pencemarnya. Derajat keasaman wilayah mangrove menurut Kementrian Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 adalah 7-8,5 dimana masih mendukung kehidupan organisme yang ada didalamnya. Hal ini disebabkan karena wilayah mangrove dekat dengan muara sungai yang memiliki perubahan sirkulasi air kearah alkali (pH > 7) dan kearah asam (pH < 7) terjadi secara seimbang dalam perairan.

Kandungan Logam Berat Cd dan Pb pada Akar, Kulit Batang, dan Daun A. alba

Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata kandungan logam berat Cd dan

(6)

Pb pada akar, kulit batang, dan daun pohon A. alba diperoleh hasil bahwa akumulasi logam Pb lebih tinggi

dibanding logam Cd. Rata-rata kandungan logam berat Cd dan Pb pada akar, kulit batang dan daun disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Kandungan Logam Berat Cd dan Pb pada Akar, Kulit

Batang, dan Daun A. alba

Kandungan Logam Berat Cd dan Pb pada Akar A. alba

Hasil pengukuran pada setiap stasiun diperoleh kandungan logam berat Cd tertinggi pada akar terdapat pada stasiun III, yaitu sebesar 0,003 mg/kg dan terendah pada stasiun II yaitu 0,001 mg/kg. Kandungan logam berat Pb tertinggi pada akar terdapat pada stasiun III yaitu 3,43 mg/kg dan terendah terdapat pada stasiun II yaitu 0,61 mg/kg.

Kandungan logam berat Cd tertinggi pada stasiun III dan Pb tertinggi pada stasiun III, disebabkan karena wilayah ini dekat dengan industri dan tempat keluar masuk serta tambat labuh kapal – kapal nelayan, selain itu tingginya aktivitas masyarakat yang berlangsung disekitar stasiun III. Limbah industri, pelayaran, dan rumah tangga yang dibuang kedalam badan perairan akan mengendap pada sedimen dan kemudian diserap oleh akar, yang seterusnya akan ditransfer ke bagian organ tumbuhan lainnya. Selain menyerap logam-logam yang terdapat pada sedimen, akar mangrove juga dapat menyerap logam berat yang terdapat pada kolom air. Mekanisme ini secara terperinci dijelaskan oleh Hardiani (2009), dimana secara umum tumbuhan melakukan penyerapan oleh akar, baik yang berasal dari sedimen maupun air, kemudian terjadi translokasi kebagian tumbuhan yang lain dan

lokalisasi atau penimbunan logam pada jaringan tertentu.

Kandungan Logam Berat Cd dan Pb pada Kulit Batang A. alba

Hasil rata-rata pengukuran logam berat Cd pada setiap stasiun menunjukkan bahwa kandungan logam berat Cd tertinggi pada kulit batang terdapat pada stasiun III yaitu 0,002 mg/kg, sedangkan untuk logam berat Pb, kandungan yang tertinggi pada kulit batang terdapat pada stasiun I yaitu 1,48 mg/kg.

Perbedaan kandungan logam berat Cd dan Pb pada setiap stasiun pengamatan disebabkan oleh diameter batang pohon mangrove yang bervariasi. Perbedaan diameter batang pohon menentukan banyaknya logam berat dan zat-zat lain yang terakumulasi di dalam pohon tersebut. Semakin besar diameter batang pohon, maka usia pohon juga semakin tua sehingga akumulasi zat-zat yang terdapat di dalam pohon tersebut semakin besar. Senyawa logam berat yang terdapat di dalam pembuluh pengangkut dan kulit batang tanaman dapat terlokalisasi dengan baik. Menurut Andani dan Purbayanti (1981), salah satu gejala lokalisasi sebagai cara untuk penanggulangan ion-ion toksik dalam tanaman yaitu dengan cara mendistribusikan logam-logam toksik di

(7)

dalam tanaman secara merata keseluruh bagian tanaman.

Kandungan Logam berat Cd dan Pb pada Daun A. alba

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, kandungan logam berat Cd tertinggi pada daun terdapat pada stasiun I dan III yaitu 0,003 mg/kg, sedangkan untuk logam berat Pb, kandungan tertinggi pada daun terdapat pada stasiun I yaitu 1,07 mg/kg.

Perbedaan nilai kandungan logam berat Cd dan Pb pada daun A. alba

pada setiap stasiun pengamatan disebabkan oleh perbedaan kemanpuan pohon yang dipengaruhi usia. Perbandingan daun tua (pada pangkal dengan ukuran daun yang cukup besar, tebal, dan warna daun adalah hijau tua) dan daun muda (pada pucuk, ukuran daun kecil, sedikit tipis, dan warna daun adalah hijau muda) yang dikompositkan. Singh (2013), menyatakan kandungan logam berat pada daun muda lebih sedikit dibandingkan dengan daun tua. Soemirat (2003) menyatakan bahwa daun yang lebih muda lebih sulit mengabsorbsi daripada daun yang sudah tua. Selain itu,

umumnya mekanisme yang terjadi pada tumbuhan adalah mengakumulasi ion-ion yang berlebih dalam daun tua, yang akhirnya diikuti dengan abisisi (pengguguran) daun.

Akumulasi logam Cd dan Pb pada bagian daun merupakan usaha lokalisasi yang dilakukan oleh tumbuhan yaitu mengumpulkannya dalam satu organ. Dahlan (1986) menyatakan bahwa proses masuknya unsur Cd dan Pb ke dalam jaringan tumbuhan bisa melalui

xylem kesemua bagian tumbuhan sampai

kedaun atau dengan cara penempelan partikel Cd dan Pb pada daun masuk kedalam jaringan melalui stomata.

Kandungan Logam Berat Cd dan Pb pada Air dan Sedimen

Kandungan logam berat Cd pada air dan sedimen pada setiap stasiun pengamatan lebih rendah dibanding dengan logam berat Pb. Kandungan logam berat Pb dalam air yang tertinggi terdapat pada stasiun II dan stasiun III dan kandungan logam berat Pb dalam sedimen yang tertinggi terdapat pada stasiun I. Kandungan logam berat Cd dan Pb pada air dan sedimen disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Kandungan Logam Berat Cd dan Pb pada Air dan Sedimen

Kandungan logam berat Cd tertinggi pada air terdapat pada stasiun III yaitu 0,002 mg/L dan terendah terdapat pada stasiun I dan II yaitu 0,001 mg/L. Sedangkan untuk logam berat Pb, kandungan yang tertinggi pada air terdapat pada stasiun II dan stasiun III yaitu 0,16 mg/L. Pada sedimen, kandungan logam berat Cd tertinggi terdapat pada stasiun III

yaitu 0,003 mg/kg dan terendah pada stasiun I yaitu 0,001 mg/kg. Untuk logam berat Pb, kandungan yang tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 13,7 mg/kg dan terendah terdapat pada stasiun II yaitu 8,25 mg/kg.

Kandungan Cd pada stasiun III lebih tinggi disebabkan karena lokasi stasiun I dekat dengan dok kapal,

(8)

pemukiman padat penduduk dan aktivitas pelayaran. Akbar dkk (2014) menyatakan bahwa asal Cadmium (Cd) di perairan diduga dari limbah plastik, cat pada perahu nelayan dan tumpahan solar di laut. Akumulasi logam berat di perairan juga dipengaruhi oleh hadirnya logam lain yang terlarut dalam air.

Dari hasil yang didapatkan, logam berat Cd dalam air laut telah melebihi ambang batas, dimana baku mutu logam berat Cd pada air laut adalah 0,001 ppm (KEPMEN LH No.51 Tahun 2004). Hal ini disebabkan karena lokasi pengambilan sampel dekat dengan tempat tinggal masyarakat yang membuang limbah ke perairan, dan berada pada jalur pelayaran, sehingga bisa tercemar oleh tumpahan minyak/solar dari kapal dan juga cat kapal. Jika dibandingkan penelitian Melisa (2014), yang menyatakan bahwa kandungan logam berat Cd di perairan Belawan Sumatera Utara masih dalam kondisi normal atau belum melebihi baku mutu yang ditetapkan, yaitu < 0,006 (Limit of Detection : LOD), menunjukkan bahwa pencemaran logam berat Cd di perairan Belawan mengalami peningkatan.

Kandungan Pb pada stasiun II dan III lebih tinggi disebabkan karena lebih banyak menerima pasokan limbah yang mengandung Pb berasal dari industri, transportasi laut, dan kegiatan lainnya. Darmono (1995) menyatakan bahwa bahan pencemar seperti logam berat memasuki badan air melalui berbagai cara seperti pembuangan limbah oleh industri, pertanian, domestik, dan perkotaan, dll.

Logam berat Pb pada air berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa perairan Belawan telah tercemar logam berat logam berat Pb karena telah melebihi baku mutu yang ditetapkan. Baku mutu logam berat Pb adalah 0,008 ppm (KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004). Hasil penelitian Melisa (2004), menunjukkan bahwa perairan Belawan telah tercemar logam berat Pb. Hal ini disebabkan lokasi

penelitian berada pada jalur pelayaran dan muara sungai Deli, dimana sepanjang bantaran sungai dijumpai beberapa industri.

Perbedaan kandungan logam berat Cd dan Pb pada air dapat disebabkan oleh perbedaan waktu pengambilan sampel air, yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut serta pergerakan arus. Hoshika dkk (1991), menyatakan bahwa pola arus mempengaruhi keberadaan logam berat dalam air karena arus perairan dapat menyebabkan logam berat terlarut dalam air dari permukaan ke segala arah.

Kandungan logam berat Cd tertinggi pada sedimen yaitu 0,003 mg/kg pada stasiun III dan logam berat Pb pada stasiun I yaitu 13,7 mg/kg. Menurut IADC/CEDA (1997), dalam penentuan kadar logam berat yang masih dapat ditoleransi pada sedimen yaitu untuk Cd sebesar 30 mg/kg dan untuk Pb sebesar 1000 mg/kg. Kandungan logam berat Cd dan Pb pada ketiga stasiun pengamatan masih dapat ditoleransi. Penelitian Melisa (2014), menunjukkan bahwa kandungan Logam Berat Cd dan Pb masih dapat ditoleransi, karena kandungannya tidak melebihi batas atau baku mutu logam berat Cd dan Pb untuk sedimen yang telah ditentukan.

Kandungan logam berat pada sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan logam berat pada air. Hal ini dapat terjadi karena massa jenis logam berat Cd dan Pb lebih besar daripada massa jenis air sehingga logam berat akan mengendap pada sedimen. Singh (2013) menyatakan bahwa, logam berat memiliki sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga kandungan logam berat pada sedimen lebih tinggi dibandingkan kandungan logam berat pada air.

Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) diketahui

(9)

bahwa nilai BCF tertinggi adalah logam berat Pb pada stasiun III yaitu 31,1875 ppm dan nilai BCF terendah yaitu ppm untuk

logam berat Cd. Nilai faktor biokonsentrasi (BCF) Cd dan Pb di setiap stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Faktor biokonsentrasi (BCF) adalah konsentrasi suatu senyawa di dalam suatu organisme percobaan dibagi dengan konsentrasi senyawa tersebut dalam medium air satuannya (kg/L). Untuk mendapatkan nilai faktor biokonsentrasi dari A. alba maka kandungan logam berat Cd dan Pb dari akar, kulit batang dan daun dibagi dengan konsentrasi logam berat Cd dan Pb yang terdapat pada air. Faktor biokonsentrasi dihitung untuk melihat kemampuan A. alba dalam mengakumulasi logam berat Cd dan Pb.

Hasil perhitungan nilai biokonsentrasi untuk logam berat Pb pada stasiun I dapat disimpulkan bahwa kemampuan A. alba mengakumulasi logam berat Pb lebih besar dibandingkan logam berat Cd. Untuk stasiun I, nilai BCF logam Pb sebesar 31,76 ppm dan nilai BCF logam Cd sebesar 5 ppm. Stasiun II, nilai BCF logam Pb sebesar 19 ppm dan nilai BCF logam Cd sebesar 3 ppm. Stasiun III, nilai BCF logam Pb adalah sebesar 31,19 ppm dan untuk logam Cd sebesar 3 ppm.

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mangrove A. alba

mempunyai kemampuan dalam mengakumulasi logam berat dalam jaringan tubuhnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hamzah dan Setiawan (2010), yang menyatakan bahwa

mangrove jenis Avicennia mempunyai kemampuan mengakumulasi logam berat tinggi dibandingkan dengan mangrove jenis Sonneratia caseolaris dan

Rhizophora mucronata. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh letak A. alba yang berada pada zona terdepan sehingga merupakan jenis mangrove yang mendapat masukan bahan pencemar yang pertama secara langsung, baik yang berasal dari sedimen maupun kolom air. Upaya Pengelolaan

Salah satu indikator gangguan lingkungan akibat aktivitas manusia dan industri adalah adanya kandungan logam berat dalam perairan yang dimana jika telah melebihi ambang batas akan berdampak buruk bagi organisme yang hidup di perairan, salah satunya adalah tanaman mangrove.

Mangrove adalah tanaman yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat sehingga dapat mengurangi toksisitas logam tersebut. Kemampuan vegetasi mangrove dalam menyerap bahan polutan (dalam hal ini logam berat) telah dibuktikan, dimana jenis R. mucronata dapat menyerap lebih dari 300 ppm Mn, 20 ppm Zn dan 15 ppm Cu. Begitu pula pada daun A. alba ditemukan akumulasi Pb sebesar ≥ 15 ppm, Cd ≥ 0,5 ppm dan Ni ≥ 2,4 ppm (Kusmana, 2009).

(10)

Pengelolaan sumberdaya alam, khususnya mangrove, harus berdasarkan pada basis ekologis atau filosofi konservasi dimana langkah pertama yang harus ditempuh adalah menjaga mangrove dari kerusakan, termasuk kerusakan akibat pencemaran logam berat. Dalam hal ini yang sangat penting adalah upaya mengoptimalisasikan konservasi sumberdaya mangrove.

PP No. 19 Tahun 1999 dan PP No. 82 Tahun 2001, juga mengatur tentang pembuangan limbah atau bahan pencemar yang tidak langsung dibuang ke badan perairan, sehingga membantu mengurangi dampak buruk akibat pencemaran logam berat di lingkungan perairan khususnya diwilayah pesisir. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Konsentrasi logam berat Cd dan Pb pada air di perairan Belawan Desa Bagan Deli telah melebihi ambang batas baku mutu yang ditetapkan dalam KEPMEN LH No.51 Tahun 2004. Nilai rata-rata logam berat Cd dan Pb pada air berturut-turut sebesar 0,0013 mg/l dan 0,15 mg/l. Untuk konsentrasi logam berat Cd dan Pb pada sedimen masih di bawah nilai baku mutu menurut IADC/CEDA tahun 1997. Nilai rata-rata logam berat Cd dan Pb pada sedimen berturut-turut sebesar 0,002 mg/kg dan 11,38 mg/kg

2. Kemampuan A. alba dalam mengakumulasi logam berat Pb pada setiap stasiun pengamatan dikategorikan rendah dengan nilai BCF Pb sebesar 31,76 untuk stasiun I, 19 untuk stasiun II dan 31,19 untuk stasiun III, sedangkan untuk BCF Cd adalah stasiun I yaitu 5, stasiun II adalah 3, dan stasiun III adalah 3, dikategorikan rendah.

Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, pohon mangrove A. alba mampu mengakumulasi logam berat di perairan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kondisi yang terkontrol untuk mendapakan hasil yang lebih akurat. Hendaknya tetap melindungi vegetasi mangrove khususnya A.alba

karena dapat menjadi akumulator pencemaran logam berat dan mengurangi toksisitas logam berat di perairan, khususnya wilayah pesisir.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. W., A. Daud, dan A. Mallongi. 2014. Analisis Resiko Lingkungan Logam Berat Cadmium (Cd) pada Sedimen Air Laut di Wilayah Pesisir Kota Makassar. Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.Makasar.

Andani, S. dan E. D. Purbayanti. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Badan Lingkungan Hidup. 2011. Pencemaran Limbah Kota. Badan Lingkungan Hidup Kota Medan. Medan.

Connel, D. W. dan G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dahlan, E. N. 1986. Pencemaran Daun Teh oleh Timbal sebagai Akibat Emisi Kendaraan Bermotor di Gunung Mas Puncak.Makalah Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia, Panitia Nasional MAB. Jakarta. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem

Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia. Jakarta.

(11)

Hamzah, F dan Setiawan, A. 2010. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu, dan Zn, di Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol 2 : 41-51.

Hardiani, H. 2009. Potensi Tanaman dalam Mengakumulasi Logam Cu Pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. Berita Selulosa 44 (1) : 27 – 40 Hoshika, A., T. Shiozawa, K. Kawana, and

T. Tanimoto. 1991. Heavy Metal Pollution in Sediment From the Seto Island, Sea, Japan. Marine Pollution Bulletin.23 : 101 – 105. IACD/CEDA. 1997. Conventions, Codes,

and Conditions : Marine Disporsal. Environmental Aspects of Dredging.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51/Men KLH/I/2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.

Kusmana, C. 1995. Manajemen Hutan

Mangrove Indonesia.

Laboratorium Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Lase, V. A. 2016. Daya Serap Mangrove

Avicennia Marina Terhadap Logam Berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) Di Kampung Nelayan Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara. Skripsi. Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Sumatera Utara. Medan

Melisa, R. 2014. Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Air Sedimen dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Pesisir Belawan Provinsi

Sumatera Utara. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita. Jakarta. Noor, Y. R., M. Khazali dan I. N. N.

Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IF. Bogor. Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas

Air. Universitas Trisakti. Jakarta. Purbonegoro, T. 2008. Pengaruh Logam

Berat Kadmium (Cd) terhadap Metabolisme dan Fotosintesis di Laut. Jurnal Oseana. Vol. XXXIII (1) : 25-31.

Singh, K. P. 2013. Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon Rhizophora

mucronata di Hutan Mangrove

Desa Nelayan Kecamatan Medan Labuhan dan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang. Skripsi. Jurusan Budidaya Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soemirat, J. 2003. Toksikologi Perairan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Ulqodry, T. Z. 2001. Kandungan Logam Berat dalam Jaringan Mangrove

Sonneratia Alba dan Avicennia

Alba di Pulau Ajkwa dan Pulau

Kamora, Kabupaten Timika, Papua. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil statistik diperoleh nilai p-value 0,00 &lt; (0,05) maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pencegahan anemia dengan status ekonomi ibu yang rendah

Penelitian berjudul Analisis Penggunaan Deiksis Sosial pada Tuturan Host dan Bintang Tamu dalam Acara TalkShow Hitam Putih di Trans7 Edisi Februari 2017 bertujuan

Bandara inilah yang nantinya akan menjadi lokasi penelitian utama dalam tugas akhir ini dimana akan direncanakan jumlah kebutuhan gate pada bandara ini berdasarka rute

[r]

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik anak menjadi normal atau tidak normal, bukan hanya dari pemberian stimulasi dengan jasa perawatan baby spa

Pandangan Islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan

Hasil penelitian menunjukkan tingkat nyeri responden saat pemasangan infus pada kelompok kontrol sebagian besar mengalami sakit yang paling sakit.Nyeri merupakan

Pelaksanaan Pembelajaran Seni Rupa Dengan Paper Quilling Untuk Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus Anak………...105 3. Peningkatan Keterampilan Motorik Halus Anak Melalui