• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian saat ini berkaitan dengan kemajuan teknologi yang memungkinkan segala jenis data mengalir cepat melalui serat kabel optik. Selain itu, jenis data didapatkan melalui transmisi satelit sehingga memungkinkan menembus batas ruang dan waktu. Kondisi ini menyebabkan suatu wilayah dapat bersaing secara global tanpa mempertimbangkan kekayaan alam, populasi, bahkan faktor lokasi strategis (Helmi, 2007). Wilayah dapat bersaing dengan pasar global melalui perbaikan sistem yang ada di wilayah tersebut. Sistem yang buruk akan merugikan wilayah itu sendiri bahkan mengorbankan penduduk yang menjadi tenaga kerja atau buruh. Sistem yang perlu dibenahi antara lain penerapan pajak secara konsisten, pemberian insentif yang sesuai kepada pekerja, dan menaikkan gaji buruh atau tenaga kerja (Kim dan Mouborogne, 2005 dalam Helmi, 2007).

Memasarkan wilayah merupakan salah satu cara untuk memajukan daerah yang membutuhkan konsistensi dan kerja keras kolektif antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Memajukan daerah tidak hanya mengandalkan APBD tetapi diperlukan upaya-upaya yang kreatif dan inovatif. Dewasa ini memajukan daerah tidak cukup dengan mengandalkan besarnya potensi kekayaan sumberdaya alam atau tingkat pendapatan daerah. Kondisi yang demikian hanya akan membuat wilayah menjadi statis. Memasarkan wilayah adalah salah satu langkah solutif yang dapat diambil dan diaplikasikan daerah untuk mendorong kegiatan perekonomian wilayahnya. Kemampuan membentuk citra wilayah merupakan kunci agar dapat memasarkan wilayah. Citra wilayah dalam pemasaran wilayah akan selalu selaras dengan sebuah nilai kepercayaan. Harapannya dengan citra wilayah yang positif mampu menarik minat bagi penanam modal demi meningkatkan daya saing wilayah (Yananda, 2014).

Sejalan dengan pemikiran diatas, Kabupaten Purbalingga mulai memahami pentingnya pemasaran wilayah (regional marketing). Terciptanya wilayah yang mandiri menjadi tujuan utama demi melepaskan diri dari ketergantungan APBD dan kekayaan sumberdaya alam. Pemasaran wilayah (regional marketing) mulai

(2)

dilakukan dengan pembenahan dan persiapan Purbalingga, dilihat dari rancangan Purbalingga yang sudah mengarah kepada penciptaan poros perekonomian baru. Hal tersebut dilakukan guna mengelola jumlah penduduk produktif yang mencapai 73,76%. Kepercayaan diri tersendiri bagi pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk mulai merintis wilayah Purbalingga yang dinamis dan berdaya saing (Bappeda, 2014).

1.2. Rumusan Masalah

Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang tidak dilalui jalur utama pantai utara (pantura), tidak memiliki pelabuhan, dan tidak mempunyai akses kereta api. Aksesibilitas wilayah yang tidak mendukung dan relatif kurang strategis menyebabkan perkembangan ekonomi Kabupaten Purbalingga relatif stagnan. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar wilayah Kabupaten Purbalingga merupakan wilayah tertinggal dengan ciri pokok seperti; perekonomian didominasi sektor pertanian tradisional; kehidupan perekonomian kurang berkembang akibat kurangnya akses masyarakat terhadap teknologi, modal, dan pasar; kondisi infrastruktur dan prasarana sosial dasar masyarakat yang kurang memadai; derajat kesehatan dan tingkat pendidikan masyarakat relatif rendah (Kelana, 2009). Pengembangan wilayah tidak hanya bergantung pada APBD tetapi juga mempertimbangkan potensi masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan menjadikan suatu wilayah ramah terhadap modal atau investasi, agar potensi yang ada mampu berkembang dengan baik sehingga menjadi kekuatan utama bagi wilayah.

Awal September 2004 berdasarkan inisiasi Bupati, Kabupaten Purbalingga mematenkan diri sebagai “Kabupaten Pro Investasi” (Prasetyo, 2007). Hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui modal yang ditanam oleh investor. Pemasaran wilayah (regional marketing) berkaitan dengan kemampuan pemerintah kabupaten menyiapkan segala yang dibutuhkan investor guna menciptakan suasana yang nyaman. Implementasi dari pemasaran wilayah (regional marketing) yang diturunkan pemerintah kabupaten juga perlu diperhatikan. Setiap usaha yang dilakukan akan selalu mempertanyakan hasil implementasinya di lapangan. Berjalan tidaknya dan sampai sejauh mana mampu membawa

(3)

wilayah tersebut untuk bersaing dikancah nasional atau internasional. Sederhananya, keberhasilan implementasi suatu kebijakan diukur dengan melihat kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan tujuan maupun sasaran kebijakan itu sendiri (Andriyani, 2014).

Dukungan diberikan pemerintah pusat melalui kebijaksanaan otonomi luas dan utuh kepada Kabupaten atau Kota sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan peluang kepada Kabupaten untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa dan aspirasi sendiri mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adanya otonomi daerah memberikan kebebasan bagi wilayah untuk berkreasi demi terwujudnya kemandirian dalam penyelenggaraan pembangunan wilayah. Faktor lain yang mendorong percepatan pembangunan wilayah Kabupaten Purbalingga yakni ketersediaan tenaga kerja yang ditandai dengan sebagian besar penduduk (73,76%) Kabupaten Purbalingga berusia dewasa atau masuk dalam klasifikasi usia produktif (Bappeda, 2014). Ketersediaan tenaga ini apabila diselaraskan dengan upaya peningkatan kualitas SDM akan menjadi kekuatan pembangunan. Hal tersebut sudah mulai dirintis pemerintah Kabupaten Purbalingga dengan memperoleh beberapa keuntungan, namun belum maksimal sehingga apa yang menjadi harapan belum tercapai. Terlebih dipengaruhi oleh pergantian Bupati yang terjadi sebanyak tiga kali dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir setelah pengukuhan diri sebagai kabupaten ramah investasi di tahun 2004 (Prasetyo, 2007). Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan pertanyaan permasalahan sebagai berikut :

1.Bagaimana persepsi pengusaha terhadap penerapaan kebijakan pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga dan pandangan serta langkah yang disiapkan oleh pemerintah kabupaten akan hal tersebut?

2.Apa hasil yang telah dicapai dari implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga?

(4)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk menilai proses dan hasil proses implementasi pemasaran wilayah (regional marketing), tujuan penelitian dirinci sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi persepsi pengusaha terkait pemasaran wilayah (regional marketing) kabupaten ramah investasi di Kabupaten Purbalingga.

2) Mengidentifikasi pandangan serta langkah yang diambil pemerintah kabupaten terkait pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga.

3) Mengidentifikasi secara riil implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga tahun 2000-2014.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui persepsi pelaku usaha dan pemerintah kabupaten serta implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga yang terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Purbalingga khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop), serta Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (KPMPT) sebagai instansi yang berkaitan dengan investasi daerah.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai media pengaplikasian ilmu khususnya tentang implementasi kebijakan.

b. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan diharapkan menjadi data pendukung bagi penelitian selanjutnya yang menganalisis terkait implementasi kebijakan.

1.5. Keaslian Penelitian

Studi mengenai pemasaran wilayah dalam kajian regional marketing telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan objek kajian dan tujuan penelitian yang beragam. Berdasarkan hasil studi literatur yang dilakukan

(5)

mengenai pemasaran wilayah (regional marketing) diperoleh beberapa penelitian dengan tema kajian yang sesuai untuk dijadikan acuan maupun tolok ukur.

Meski belum diperoleh kajian yang berfokus pada wilayah Kabupaten Purbalingga namun beberapa literatur dibawah sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Michael J. Ahn tahun 2013 melalui penggabungan dari penelitian yang sejenis mengenai pengaruh seni budaya dan implementasi kebijakan dalam nilai brand negara. Keterkaitan dengan penelitian kali ini yakni implementasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna mendukung potensi yang ada di dalam wilayah. Kebijakan yang mendukung dan terimplementasi di lapangan menghasilkan daya tarik bagi wilayah. Hasil kajian tesis yang dilakukan oleh Kunti Handani tahun 2010 dalam perspektif hukum diperoleh hasil bahwa meski pemasaran wilayah (regional marketing) sudah digunakan melalui slogan, namun belum ada acuan kebijakan yang mematenkan brand tersebut. Meski demikian, adanya pemasaran wilayah (regional marketing) mampu mempengaruhi mindset masyarakat atas keberadaan brand tersebut. Keselarasan penelitian terdapat dalam nilai pemasaran wilayah (regional marketing) yang seharusnya ikut dikenalkan oleh masyarakat sebagai dukungan terhadap kebijakan yang diterapkan. Dalam pandangan Erlangga Agustino Landiyanto melalui penelitiannya pada tahun 2010 terdapat keselarasan dengan penelitian saat ini terkait dengan implementasi nyata di lapangan merupakan hal yang penting dalam sebuah pelaksanaan kebijakan. Di lain sisi, Syafrizal Helmi mengemukakan melalui jurnalnya pada tahun 2007 bahwa brand merupakan perwajahan wilayah yang mampu menjadikan satu nilai jual tersendiri, pemasaran wilayah (regional marketing) harus mulai dibangun manakala ingin memajukan wilayah sesuai dengan kearifan lokal dan kekayaan yang ada didalamnya. Pemasaran wilayah (regional marketing) selalu berbicara soal nilai jual suatu wilayah, inilah keselaran dengan penelitian yang sedang dilakukan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1. Penelitian terkait Pemasaran Wilayah (Regional Marketing), Kabupaten Ramah Investasi, di Kabupaten Purbalingga Tahun 2000-2014 :

(6)

Tabel 1.1. Penelitian terkait Pemasaran Wilayah (Regional Marketing), Kabupaten Ramah Investasi, di Kabupaten Purbalingga Tahun 2000-2014

Nama Peneliti

(Tahun Terbit) Judul Penelitian

Tujuan Penelitian Metode Penelitian dan Pendekatan Hasil Penelitian Michael J. Ahn (2013)

The Art of Nation Branding

1.Mengetahui peranan sektor seni dan budaya,

kebijakan pemerintah, serta hubungan dengan negara lain terhadap nilai brand negara.

Menghubungkan berbagai penelitian sebelumnya dengan penambahan variabel.

1. Negara yang mempunyai perkembangan seni

budaya yang selaras dengan implementasi kebijakan pemerintah lebih berkembang dalam pemasaran negaranya. Kunti Handani (2010) Regional branding “Solo The Spirit of Java” (Suatu Tinjauan dari Aspek Hak Kekayaan Intelektual) (Tesis)

1.Mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang

memunculkan adanya brand wilayah di Kota Solo,

“Solo the Spirit of Java”.

Penelitian yuridis empiris, memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan data primer yang ada di lapangan.

1. Brand Kota Solo sudah digunakan sebagai pemasaran wilayah (regional marketing), namun belum ada acuan kebijakan yang mematenkan brand tersebut. Kondisi yang ada, brand digunakan secara kultural oleh warga dan pengunjung Kota Solo, sehingga mampu

mempengaruhi mindset masyarakat hadirnya

brand, “Solo the Spirit of Java”.

Erlangga Agustino Landiyanto Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur

1.Mengetahui sub sektor industri manufaktur kota

Surabaya yang terkonsentrasi.

2.Analisis mengenai kebijakan dalam

Metode eksploratif dalam menjawab permasalahan.

1. Ditemukan bahwa hal yang mampu menjadi

kompas suatu pembangunan dan konsentrasi wilayah yakni munculnya kebijakan yang

(7)

(2010) (Tinjauan Empiris di Kota Surabaya) (Skripsi)

mengembangkan industri manufaktur kota

Surabaya.

sesuai.

2. Hal terpenting lainnya adalah adanya

keselarasan kebijakan yang dibuat dengan kemauan pemerintah untuk mewujudkannya. Syafrizal Helmi (2007) Regional marketing : Strategi Memasarkan Daerah

1.Mengetahui pengaruh dari adanya brand pada

wilayah terhadap ekonomi wilayah.

Metode deskriptif. 1. Brand merupakan perwajahan wilayah yang

mampu menjadi nilai jual, sehingga perlu mulai dibangun citra wilayah manakala ingin memajukan wilayah sesuai kearifan lokal dan kekayaan wilayah. Ridlo Gilang Wicaksono (2014) Implementasi Regional Marketing di Kabupaten Purbalingga Tahun 2000-2014

1.Mengidentifikasi persepsi pengusaha terkait

pemasaran wilayah (regional marketing) kabupaten ramah investasi di Kabupaten Purbalingga.

2.Mengidentifikasi pandangan serta langkah yang

diambil pemerintah kabupaten terkait pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga.

3.Mengidentifikasi secara riil implementasi

pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga tahun 2000-2014.

Metode deskriptif kualitatif.

1. Perizinan diakui sebagai salah satu pelayanan

paling siap yang membuat nyaman pengusaha.

2. Pemerintah kabupaten memberikan bentuk

pelayanan lainnya sebagai dukungan terhadap pemasaran wilayah.

3. Hal yang menjadi sorotan bersama adalah

ketersediaan infrastruktur (mikro dan

pendukung) yang belum tersedia. Kondisi tersebut juga dipicu oleh status Kabupaten Purbalingga sebagai peruntukan kawasan industri.

(8)

1.6. Tinjauan Pustaka

1.6.1. Implementasi Kebijakan

Program yang dicanangkan pemerintah daerah harus berimplementasi agar mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan. Wahab dalam Setyadi (2005) mengutip bahwa proses implementasi tidak selalu menyangkut kerja dan kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program. Melainkan juga dituntut adanya jaringan kekuatan politik, ekonomi, sosial baik langsung atau tidak langsung yang mempengaruhi semua pihak untuk terlibat. Agar dampak positif dapat dirasakan diperlukan kesamaan pandangan tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak untuk memberikan dukungan.

Keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan wilayah dapat diukur melalui kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan tujuan dan sasaran. Adanya dampak negatif maupun positif yang dirasakan suatu wilayah merupakan bentuk keberhasilan implementasi lainnya (Andriyani, 2014). Konsep lain berpandangan bahwa secara formal pengertian dari implementasi terbagi ke dalam dua bagian. Pertama, implementasi merupakan fungsi yang terdiri atas maksud dan tujuan, hasil sebagai suatu produk, dan hasil dari suatu akibat. Kedua, implementasi juga menyangkut terealisasinya suatu rancangan kebijakan dengan berbatas waktu pelaksanaannya (Lane, 1995 dalam Firmansyah, 2003).

Menurut Grindle (1980), keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

1) Content of policy terdiri dari : kepentingan yang dipengaruhi, jenis atau tipe manfaat, derajat atau perubahan yang diharapkan, letak mengambil keputusan, pelaksanaannya sendiri dan sumberdaya yang diperlukan;

2) Context of Implementation terdiri dari : kekuasaan, kepentingan, strategi aktor yang terlibat, karakteristik penguasa dan lembaga, serta kepatuhan dan daya tanggap.

(9)

Pandangan lain datang dari Edward III (1980 dalam Firmansyah, 2003), bahwa terdapat empat faktor atau variabel kritis dalam implementasi kebijakan publik, sebagai berikut :

a. Faktor Komunikasi

Komunikasi secara sederhana diartikan sebagai penyampaian informasi, kejelasan informasi, dan konsistensinya. Menurut Wuryanto (2002 dalam Firmansyah, 2003) komunikasi merupakan interaksi atau proses hubungan saling pengertian antar manusia. Kaitannya dengan implementasi kebijakan wilayah yakni penyampaian informasi dilakukan sesuai petunjuk-petunjuk pelaksanaan secara jelas dan dipahami serta konsisten. Tujuannya menghindarkan pada kebingungan antar pelaksana dan kesalahan penafsiran perintah. Komunikasi juga dijadikan alat penyampaian informasi, ide-ide dan masukkan lainnya secara timbal balik dari masyarakat dalam rangka mencapai tujuan bersama.

b. Faktor Sumberdaya

Sumberdaya dalam proses implementasi mencakup staf atau tenaga kerja yang mempunyai keahlian dan kemampuan melaksanakan tugas, kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki. Selain itu, sumberdaya pendukung lainnya berupa dana untuk membiayai operasional kegiatan serta fasilitas lainnya yang memadai. Menurut Tangkilisan (2003), meskipun komunikasi telah dilakukan sesuai prosedur namun kekurangan sumberdaya menyebabkan implementasi tidak akan efektif.

c. Faktor Disposisi

Sikap dan komitmen dari pemerintah daerah untuk melaksanakan kebijakan wilayah yang telah disepakati. Kecakapan pemerintah daerah tidak akan cukup tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Disposisi berperan menjaga konsistensi tujuan antara apa yang ditetapkan oleh pengambil kebijakan dengan implementasinya di lapangan. Kunci keberhasilan suatu program atau implementasi kebijakan adalah sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan yang diberlakukan (Firmansyah, 2003).

d. Faktor Struktur Birokasi

Struktur birokrasi yaitu standar baku yang mengatur tata kerja dan tata laksana. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan atau program memerlukan

(10)

pondasi birokrasi yang kuat, sehingga terhindar dari keadaan yang terombang-ambing akibat perubahan politik (Firmansyah, 2003). Koordinasi yang baik diperlukan agar ada kesamaan pandangan dan kesepakatan antar unit pelaksana untuk menyeragamkan tindakan.

1.6.2. Pemasaran Wilayah (Regional Marketing)

Pemasaran dalam sektor publik diartikan sebagai instrumen penguatan potensi sumber daya dalam batas administratif tertentu secara kewilayahan yang dilakukan bersama unsur lokal terkait. Upaya penguatan terhadap potensi daerah yang umumnya menyangkut aspek ekonomi, citra wilayah, dan identitas daerah. Ketiga unsur tersebut menjadi penopang kekuatan daya saing wilayah yang sejalan dengan sasaran regional marketing. Pemasaran wilayah menitikberatkan pada kemampuan bersaing dalam menarik investasi (compectitiveness). Maka pemasaran wilayah (regional marketing) dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama yaitu (Abdurahman, 2005) :

1) Menerangkan kepada masyarakat luas tentang kualitas dan potensi daerah yang bertujuan memperkuat identifikasi masyarakat dengan wilayahnya serta memperkuat citra khusus (special image) wilayah.

2) Mengaktifkan kerja kolektif seluruh unsur daerah dalam rangka menguatkan potensi lokal guna memperoleh kekuatan daya saing wilayah. 3) Melakukan kegiatan yang relevan dalam rangka menarik dan

mempertahankan faktor ekonomi (investasi, SDM berkualitas, dan perusahaan).

Pemasaran wilayah (regional marketing) bukanlah konsep yang menggantikan perencanaan pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Pemasaran wilayah menunjang dan memperkuat potensi wilayah yang ada untuk menguatkan daya saing. Pelaksanaan pemasaran wilayah (regional marketing) dilakukan pada seluruh tingkatan dan oleh seluruh pihak terkait di daerah agar mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Tujuan utama pemasaran wilayah (regional marketing) adalah meningkatkan daya saing suatu wilayah dan memperkuat identitas regional serta komitmen stakeholder (Abdurahman, 2007).

(11)

1.6.3. Ramah Investasi

Investasi merupakan salah satu komponen yang mampu menggerakan ekonomi wilayah. Pembangunan dan rencana pemerintah dapat terealisasi dengan adanya investasi yang menjadi salah satu target market dalam pemasaran wilayah (regional marketing). Kegiatan investasi dalam wilayah mempunyai multiplier effect bagi ekonomi wilayah. Hal ini dikarenakan kegiatan investasi mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga mengurangi angka pengangguran. Lapangan kerja baru dapat meningkatkan pendapatan sehingga mampu memperbaiki taraf hidup masyarakat secara umum. Pertumbuhan ekonomi wilayah salah satunya berasal dari masuknya investasi ke wilayah (Riyadi, 2013).

Bentuk investasi berupa modal dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas yang mampu meningkatkan produktifitas wilayah. Investasi yang diadakan oleh pemerintah juga mempunyai arah fungsi yang sama atau lebih dikenal dengan human investment. Human investment yakni pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui penyediaan layanan kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat, penyediaan pendidikan bagi anak usia sekolah, serta jaminan sosial. Investasi pemerintah dalam bentuk fisik berupa pembangunan infrastruktur yang menyediakan sarana dan prasarana bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian serta pelayanan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Murwito, 2013).

Ramah terhadap investasi merupakan salah satu langkah untuk mendorong pertumbuhan investasi wilayah. Diperlukan adanya iklim usaha yang kondusif dengan adanya : kemudahan dalam memulai usaha; kesepakatan terkait izin bangunan; mempekerjakan pekerja lokal; memperoleh kredit; perlindungan terhadap investor (Suryana, 2007). Kondisi yang kondusif diperlukan untuk menarik minat investor, mempertahankan dan memperbesar usaha yang sudah ada di wilayah. Meski demikian, beberapa hal dapat mempengaruhi kondusifitas investasi seperti ketidakstabilan ekonomi nasional, ketidakpastian hukum, kebijakan yang tidak berimplementasi, tindakan korupsi, sulitnya perizinan usaha, dan sarana prasarana yang tidak memadai. Hal-hal tersebut yang akan merusak usaha wilayah untuk menarik minat investor (Riyadi, 2013).

(12)

1.7. Kerangka Pemikiran

Hal yang menjadi sorotan dari peraturan daerah melalui slogan pemasaran wilayah (regional marketing) adalah kesesuaian (implementasi) antara konsep dengan kondisi lapangan. Perekonomian merupakan aspek yang dipengaruhi oleh adanya pemasaran wilayah (regional marketing). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada instansi agar menjadi koreksi demi perbaikan wilayah Kabupaten Purbalingga. Lebih jelasnya mengenai pengembangan kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat gambar 1.1 dibawah ini :

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Sumber : Studi Pustaka, 2015

Aspek Ekonomi Wilayah

Pemasaran wilayah (regional marketing)

Implementasi pemasaran wilayah (regional marketing)

Masukan terhadap aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan dipertahankan

Persepsi pengusaha (investor)

Persepsi kualitas administrasi daerah

 Persepsi perlindungan terhadap investor

 Persepsi mempekerjakan pekerja lokal

 Persepsi ketersediaan infrastruktur

 Persespsi keamanan publik

Pandangan dan usaha pemerintah Kabupaten Purbalingga

 Kualitas administrasi daerah

 Perlindungan terhadap investor

 Mempekerjakan pekerja lokal

 Infrastruktur

(13)

1.8. Batasan Operasional Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan peranan dari pemasaran wilayah (regional marketing) melaui slogan yang ada terhadap perekonomian wilayah, melalui pertumbuhan industrialisasi yang ada di wilayah Kabupaten Purbalingga. Studi terkait brand wilayah memiliki beberapa asumsi dan beberapa hal yang mempengaruhi keefektifan dari penelitain ini. Beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Pembangunan ekonomi wilayah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah bersama masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2002).

2) Investasi merupakan pendayagunaan sumberdaya hari ini untuk mendapatkan keuntungan di masa depan sebagai kegiatan yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi (Suryana, 2007).

3) Regional marketing merupakan kegiatan pemasaran wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah pada batas administratif tertentu untuk meningkatkan daya saing wilayah, memperkuat identitas daerah, dan komitmen stakeholder dalam pelaksanaannya (Abdurahman, 2007).

4) Pemasaran wilayah (regional marketing) berarti mendesain suatu daerah agar mampu memenuhi dan memuaskan keinginan serta ekspektasi target market-nya (Kartajaya dan Yuswohadi, 2005 dalam Helmi, 2007).

5) Keberhasilan implementasi suatu kebijakan, dapat diukur dengan melihat kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan desain, tujuan, dan sasaran kebijakan itu sendiri serta memberikan dampak atau hasil yang positif bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi (Andriyani, 2014).

Gambar

Tabel 1.1. Penelitian terkait Pemasaran Wilayah (Regional Marketing), Kabupaten Ramah Investasi, di Kabupaten Purbalingga Tahun 2000-2014
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian  Sumber : Studi Pustaka, 2015

Referensi

Dokumen terkait

Selain dari Jalan Nasional Kecamatan dilintasi oleh sungai Kampar dari arah Barat ke Timur dan terdapat pula beberapa Desa yang berada ditepi Sungai Kampar yaitu Desa

apabila variabel laten perilaku kekasaran dihubungkan dengan variabel laten kenakalan pelajar (Gambar 7), didapatkan hasil bahwa hubungan perilaku kekasaran ibu dan

Apabila demonstrasi telah selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan

Paper presented in the international seminar and workshop on: Learning from climate change and its consequences; The role of scientists and entrepreneurs, organized by

[r]

Kegiatan penelitian ini bertujuan mengukur perbedaan hasil belajar antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelas diberikan pre test pada masing-masing kelas untuk

Bedasarkan penyajian data yang telah diuraikan oleh peneliti serta hasil anlisis data-data yang telah diperoleh dari berbagai sumber data, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

kapal ikan yang akan dirancang menggunakan metode kapal pemb<mding, yaitu kapal tradisional yang sudah ada di Kecamatan Sepulu£ Alat tangkap yang digunakan