• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Pengertian Anggaran

Pengelolaan anggaran telah menjadi perhatian utama bagi para pengambil keputusan pemerintahan, baik ditingkat pusat ataupun daerah. Sejauh ini berbagai perundang-undangan dan produk hukum telah dikeluarkan dan diberlakukan dalam upaya untuk menciptakan sistem pengelolaan anggaran yang mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat Halim (2007:141).

Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2009:61) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial. Anthony dan Govindarajan (2005:81) menyatakan bahwa anggaran merupakan alat penting untuk perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi.

Menurut Bastian (2010:191) anggaran dapat diinterprestasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau periode mendatang.

Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menyatakan bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

(2)

Menurut Mardiasmo (2009:66) anggaran dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Anggaran Operasional (Operational/Current Budget)

Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan, misalnya adalah belanja rutin (recurrent expenditure) yaitu pngeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah asset atau kekayaan bagi pemerintah. Secara umum pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasional dan Pemeliharaan.

2. Anggaran Modal (Capital/Investment Budget)

Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pada dasarnya pemerintah tidak mempunyai uang yang dimiliki sendiri, sebab seluruhnya milik publik.

Penganggaran menurut Mardiasmo (2009:61) adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik dan harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan.

Hasil rencana anggaran yang telah disusun secara terpadu diajukan kepada kepala daerah untuk mendapat persetujuan dan kemudian disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pengajuan kepada DPRD ini dalam bentuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)

(3)

untuk dibahas dan disetujui oleh DPRD, sehingga penetapannya dapat dituangkan di dalam Peraturan Daerah (PERDA).

2.1.1.1 Fungsi Anggaran Publik

Terdapat beberapa fungsi yang menghubungkan anggaran dengan pemimpin dan para staf yang terkait didalamnya. Menurut Mardiasmo (2009:63) anggaran berfungsi sebagai berikut:

1. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool)

Perencanaan adalah proses penentuan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan fungsi perencanaan, anggaran merupakan tujuan /target yang ditetapkan untuk dicapai dalam periode tertentu. Dalam rangka pencapaian rencana jangka pendek (sebagai bagian dari perencanaan jangka panjang), maka manajemen perlu menyusun anggaran sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan.

2. Anggaran sebagai alat pengendali (Control Tool)

Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending, dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas.

3. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool)

Melalui anggaran dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan

(4)

mengkoordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

4. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool)

Dalam organisasi sektor publik, melalui anggaran dapat dilihat komitmen pengelolaan dalam melaksanakan program-program yang telah dijanjikan. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (Coordination and

Communication Tool)

Setiap unit kerja pemerintahan terkait dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya pencapaian tujuan organisasi secara tidak konsisten.

6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance Measurement Tool)

Dalam hal ini, kinerja pemegang anggaran akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksana anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan hasil yang dicapai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.

7. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi pimpinan dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

(5)

8. Alat menciptakan ruang publik (Public Sphere)

Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran publik.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, anggaran memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik.

2. Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan.

3. Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum.

4. Anggaran menjadi landasan penilaian kinerja.

5. Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan pemerintah sebagai pernayataan pertanggungjawaban pemerintah kepada publik.

Agar dapat memenuhi fungsi-fungsi tersebut, seluruh pimpinan dan para stafnya harus memiliki kualifikasi yang memadai dan memiliki pengetahuan, keterampilan, serta pola pikir yang mendukung penerapan anggaran yang sesuai dengan target kinerja yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan salah satu tujuan penyusunan anggaran adalah untuk mengkomunikasikan harapan pimpinan kepada pihak-pihak terkait sehingga anggaran dimengerti, didukung, dan dilaksanakan.

(6)

2.1.1.2 Karakteristik Anggaran Publik

Karakter anggaran adalah keseragaman, keseluruhan transaksi organisasi, keteraturan penyerahan rancangan per tahun anggarannya, akurasi perkiraan pendapat serta pengeluaran yang didasari oleh persetujuan, dan terpublikasi. Menurut Bastian (2010:192) karakteristik anggaran publik terdiri dari:

1. Anggaran yang dinyatakan dalam satuan keuangan dan non-keuangan. 2. Anggaran yang umumnya mencakup jangka waktu tertentu, yaitu satu atau

beberapa tahun.

3. Anggaran yang berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.

4. Usulan anggaran yang ditelaah dan disetujui oleh pihak berwenang yang lebih tinggi dari penyusunan anggaran.

5. Anggaran yang telah disusun hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.

2.1.1.3 Prinsip-prinsip Anggaran Sektor Publik

Menurut Mardiasmo (2009:67) prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi:

1. Otorisasi oleh legislatif

Anggaran publik harus mendapat otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

(7)

2. Komprehensif

Anggaran harus menunjukan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya adalah menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

3. Keutuhan anggaran

Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum (general fund).

4. Nondicretionary apropriation

Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien dan efektif.

5. Periodik

Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan maupun multi-tahunan.

6. Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan anggaran tidak efisien serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. 7. Jelas

Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan.

8. Diketahui publik

(8)

2.1.1.4 Tahapan dalam siklus Anggaran

Prinip-prinsip pokok dalam siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Mardiasmo (2009:70) siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri atas:

1. Tahap Persiapan Anggaran

Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.

2. Tahap Ratifikasi

Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga harus mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition building yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.

(9)

3. Tahap implementasi/Pelaksanaan Anggaran

Tahap ini yang palin penting adalah yang harus diperlihatkan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem penegndalian manajemen.

4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi

Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemukan banyak masalah.

2.1.2 Partisipasi Anggaran

Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran merupakan keterlibatan yang meliputi pemberian pendapat dan usulan dari bawahan kepada pimpinan pada saat penyusunan anggaran. Partisipasi yang dimaksud merupakan proses kerjasama dari berbagai pihak, baik bawahan maupun manajer level atas dalam pembuatan keputusan yang berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan datang.

2.1.2.1 Pengertian Partisipasi Anggaran

Menurut Mulyadi (2001:513), pengertian partisipasi anggaran yaitu sebagai berikut:

“Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti keiikutsertaan operating managers dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan ditempuh oleh operating managers tersebut dalam pencapaian sasaran anggaran”.

(10)

Sedangkan Garrison dan Noreen (2003:377) mengemukakan pengertian anggaran partisipatif adalah sebagai berikut:

”Keberhasilan program anggaran akan ditentukan sebagian besar dengan cara dimana anggaran itu dikembangkan. Dalam program anggaran yang sukses, manajer dengan tanggung jawab pengendaliannya secara aktif berpartisipasi dalam mempersiapkan anggaran mereka sendiri”.

Kemudian ia mengatakan, bahwa:

Pendekatan penganggaran ini dimana manajer menyiapkan perkiraan anggaran mereka sendiri yang disebut anggaran partisipatif dikarenakan umumnya dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam penyusunan anggaran. Anggaran partisipatif adalah anggaran yang disusun dengan kerja sama penuh dan partisipasi manajer di semua tingkatan.

Hansen dan Mowen (2009:448) mengungkapkan bahwa anggaran partisipatif memungkinkan para manajer tingkat bawah untuk turut serta dalam pembuatan anggaran daripada membebankan anggaran kepada para manajer tingkat bawah. Tujuannya untuk dikomunikasikan kepada manajer yang membantu mengembangkan anggaran yang memenuhi tujuannya.

Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti partisipasi pimpinan maupun pihak yang terkait dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa mendatang yang akan ditempuh oleh pihak tersebut dalam pencapaian sasaran anggaran. Dengan adanya partisipasi, maka akan mendorong moral kerja yang tinggi dan inisiatif para pimpinan. Moral kerja yang tinggi merupakan kepuasan seseorang terhadap pekerjaan, atasan, dan rekan sekerjanya. Moral kerja ditentukan oleh seberapa besar seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi.

(11)

2.1.2.2 Keunggulan Partisipasi Anggaran

Menurut Garrison (2006:381), berpendapat bahwa keunggulan anggaran partisipatif adalah sebagai berikut:

1. Setiap orang pada semua tingkatan organisasi diakui sebagai anggota tim yang pandangan dan penilaiannya dihargai oleh manajemen puncak. 2. Orang yang berkaitan langsung dengan suatu aktivitas mempunyai

kedudukan terpenting dalam pembuatan estimasi anggaran.

3. Orang lebih cenderung mencapai anggaran yang penyusunannya melibatkan orang tersebut.

4. Suatu anggaran partisipatif mempunyai sistem kendali yang unik, sehingga jika mereka tidak mencapai anggaran, maka yang harus mereka salahkan mereka sendiri.

Sedangkan menurut Anthony (2005:93), anggaran partisipatif memiliki dua keunggulan, yaitu:

1. Tujuan anggaran akan dapat lebih mudah diterima apabila anggaran tersebut berada dibawah pengawasan manajer.

2. Anggaran partisipatif menghasilkan pertukaran informasi yang efektif antara pembuat anggaran dan pelaksana anggaran yang dekat dengan produk dan pasar.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari anggaran partisipatif yaitu manajer tingkat bawah dan tingkat menengah merasa pendapat dan pandangannya dihargai oleh pimpinan, sehingga mereka lebih terdorong untuk mencapai target anggaran. Estimasi anggaran yang dibuat oleh

(12)

manajer tingkat bawah dan tingkat menengah akan lebih akurat dan dapat diandalkan dibandingkan dengan estimasi yang dibuat oleh pimpinan yang kurang mengetahui kegiatan operasi sehari-hari. Dengan berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran, para manajer akan lebih termotivasi untuk mencapai target anggaran yang telah diputuskan bersama-sama. Selain itu, dalam anggaran partisipatif terdapat sistem kendali yang unik, yaitu kesalahan dan tanggung jawab terdapat pada penyusunan anggaran itu sendiri, sehingga mereka tidak dapat berdalih bahwa target anggaran tidak akan dapat untuk dicapai.

2.1.2.3 Kelemahan Partisipasi Anggaran

Partisipasi anggaran juga memiliki kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang terjadi pada kondisi yang paling ideal sekalipun. Proses dari partisipasi anggaran ini memberikan kesempatan kepada para manajer untuk menentukan isi dari anggaran yang akan disusun. Kesempatan ini memungkinkan terjadinya hal-hal yang sebenarnya tidak diinginkan oleh perusahaan.

Menurut Hansen dan Mowen (2004:362), terdapat tiga permasalahan yang akan timbul dalam anggaran partisipatif, yaitu:

1. Penetapan standar yang terlalu rendah atau terlalu tinggi

Penetapan target anggaran cenderung akan menjadi tujuan individual manajer dalam situasi penganggaran partisipatif, sehingga penetapan target anggaran yang terlalu mudah ataupun terlalu sulit akan dapat menyebabkan turunnya kinerja manajer. Bila target terlalu mudah

(13)

untuk dicapai, maka manajer mungkin akan kehilangan semangat dan kinerjanya akan menurun sedangkan bila target anggaran terlalu sulit untuk dicapai, kegagalan pencapaian target tersebut akan menyebabakan frustasi dan mendorong manajer ke arah prestasi kerja yang buruk.

2. Masuknya slack (senjangan) anggaran

Anggaran partisipatif menimbulkan kesempatan bagi manajer untuk menciptakan slack anggaran. Slack anggaran merupakan perbedaan antara jumlah sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk menyelesaikan tugas secara efisien, dengan jumlah yang diajukan oleh manajer yang bersangkutan untuk mengerjakan tugas yang sama. Slack anggaran dalam jumlah yang besar dapat merugikan perusahaan, sebab sumber daya yang ada mungkin tidak dapat digunakan secara produktif karena telah terikat di tempat yang sebenarnya tidak membutuhkannya. 3. Pseudoparticipation (partisipasi semu)

Hal ini terjadi bila manajer puncak memegang kendali total atas proses penganggaran dan pada saat yang sama juga mencari dukungan partisipasi dari bawahannya. Manajer puncak hanya berusaha untuk mendapatkan penerimaan formal dari bawahannya atas anggaran yang disusun, bukan mencari masukan bagi penyusunan anggaran. Pseudoparticipation ini menyebabkan tidak diperolehnya efek-efek positif perilaku manajer yang diharapkan dari adanya penerapan anggaran partisipatif. Dalam hal ini bawahan terpaksa menyatakan

(14)

persetujuannya terhadap keputusan yang akan ditetapkan karena manajer puncak membutuhkan persetujuan mereka.

Masalah-masalah tersebut harus menjadi perhatian bagi manajemen perusahaan agar kemungkinan untuk terjadi dapat diminimalisir. Penetapan standar yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat diatasi dengan mengajak para manajer berpartisipasi dalam menentukan target anggaran yang tinggi tetapi realistis untuk dicapai. Manajer puncak harus memeriksa kembali anggaran yang diusulkan bawahannya secara seksama serta memberikan masukan bila dibutuhkan, sehingga kemungkinan timbulnya senjangan anggaran dapat diminimalisir. Agar manajemen mendapatkan dampak-dampak positif perilaku manajer yang diharapkan dari penerapan anggaran partisipatif, maka praktek Pseudoparticipation harus dihilangkan.

2.1.2.4 Faktor-Faktor yang Digunakan untuk Mengukur Partisipasi Anggaran

Terdapat enam faktor yang dapat digunakan untuk mengukur anggaran partisipatif, yang dikemukakan oleh Milani dalam Tjandra (2008), yaitu:

1. Keiikutsertaan dalam penyusunan anggaran

Keiikutsertaan merupakan keterlibatan para manajer dalam proses penyusunan anggaran. Keterlibatan yang dimaksud dinyatakan dengan hak untuk mangajukan usulan anggaran. Para manajer yang ikut serta dan berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan anggaran akan merasa bahwa tujuan anggaran merupakan tujuan bersama yang harus dicapai.

(15)

2. Kepuasan yang dirasakan dalam penyusunan anggaran

Kepuasan merupakan kesesuaian hasil yang dirasakan para manajer setalah dilibatkan dalam proses penyusunan anggaran dan perasaan yang dimilki manajer terhadap terlaksananya anggaran yang sudah ditetapkan secara partisipatif. Kepuasan yang dirasakan manajer dalam proses penyusunan anggaran, akan memberikan dampak positif terhadap perilaku manajer yang bersangkutan.

3. Kebutuhan memberikan pendapat

Kebutuhan merupakan adanya peranan atau pentingnya partisipasi dari para manajer dalam proses penyusunan anggaran. Manajer akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses penyusunan anggaran jika mereka merasa bahwa perusahaan membutuhkan pandangan dan pendapat mereka.

4. Kerelaan dalam memberikan pendapat

Kerelaan merupakan kemauan atau inisiatif dari para manajer untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses penyusunan anggaran. Kerelaan dapat berupa inisiatif para manajer untuk mengajukan usulan anggaran tanpa diminta sebelumnya oleh atasan.

5. Besarnya pengaruh terhadap penetapan anggaran final.

Besarnya pengaruh dalam hal ini menunjukan seberapa besar peran dan kontribusi yang diberikan para manajer terhadap keputusan anggaran final. Pengaruh dalam proses penyusunan anggaran dinyatakan dengan hak para manajer untuk setuju atau menolak anggaran yang ditetapkan.

(16)

6. Seringnya atasan meminta pendapat saat anaggaran disusun

Seringnya atasan meminta pendapat atau usulan dalam proses penyusunan anggran mengacu kepada ada tidaknya bagi para manajer untuk mengemukakan pendapat atau mengajukan usulan anggaran. Hal ini juga menunjukkan ada tidaknya kemauan dari atasan untuk memberi kesempatan bagi para manajer untuk berpartisipasi secara aktif.

Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi, pengaruh yang dirasakan, dan kontribusi manajer dalam proses penyusunan anggaran, selain faktor-faktor tersebut dapat pula digunakan faktor-faktor lain, seperti adanya komunikasi timbal balik antara atasan dengan bwahan dan adanya goal congruence di antara para penyusunan anggaran. Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur anggaran partisipatif harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan, sehingga dapat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.

2.1.3 Kejelasan Sasaran Anggaran

Menurut Kenis dalam Andarias (2009), pengertian kejelasan sasaran anggaran yaitu sebagai berikut:

“Kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas, spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Oleh karena itu, sasaran anggaran daerah dinayatakan secara jelas, spesifik, dan dapat dimengerti oleh yang bertanggungjawab untuik menyusun dan melaksanakannya”.

(17)

Sedangkan Suhartono & Solichin (2006), mengemukakan pengertian kejelasan sasaran anggaran adalah menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggungjawab dalam pencapaiannya.

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (2001) menyatakan, arah dan kebijakan umum APBD pada dasarnya memuat informasi mengenai tujuan dan sasaran yang akan dicapai oleh daerah yang bersangkutan dalam tahun anggaran tertentu. Tujuan merupakan arah yang akan menunjukkan tujuan daerah dimasa yang akan datang, sedangkan sasaran menunjukkan batas-batas sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Tujuan dan sasaran APBD tersebut harus disesuaikan dengan lima kriteria berikut :

1. Spesifik, sasaran yang ingin dicapai harus dirumuskan secara spesifik dan jelas, tidak menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam.

2. Terukur, sasaran harus dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu sehingga memudahkan penilaian tingkat pencapaiannya.

3. Menantang tapi realistis, sasaran harus menantang untuk dicapai, namun tetap realistis dan masih memungkinkan untuk dicapai.

4. Berorientasi pada hasil akhir, sasaran harus difokuskan pada hasil atau pengaruh akhir yang ditetapkan akan dicapai.

5. Memiliki batas waktu, sasaran sebaiknya menentukan secara jelas kapan hasil atau pengaruh akhir yang ditetapkan tersebut akan dicapai.

(18)

Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya Suhartono & Solichin (2006)

2.1.4 Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan suatu upaya dalam memberikan pertanggungjawaban atas suatu kinerja atau aktivitas yang telah dilakukan oleh suatu entitas. Pelaksanaan akuntabilitas sangat penting dilakukan oleh organisasi sektor publik dikarenakan semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan tersebut, dan demi terwujudnya pemerintahan yang baik dan good governance.

2.1.4.1 Pengertian Akuntabilitas

Tanjung (2008:9) menyatakan bahwa akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

Menurut Mardiasmo (2006:24) akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.

(19)

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas merupakan suatu upaya dalam memberikan pertanggungjawban atas suatu kinerja atau aktivitas yang telah dilakukan oleh suatu entitas.

2.1.4.2 Jenis-jenis Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2009:21) akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:

1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) 2. Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability) Akuntabilitas publik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability)

Pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada MPR.

2. Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability) Pertanggungjawaban kepada DPRD dan masyarakat luas.

Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa aspek. Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain menurut Mahmudi (2010:28) terdiri dari :

(20)

1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran 2. Akuntabilitas Manajerial

3. Akuntabilitas Program 4. Akuntabilitas Kebijakan 5. Akuntabilitas Finansial

Dimensi akuntabilitas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran

Akuntabilitas hukum dan kejujuran yang terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan dan jaminan adanya kepatuhan hukum adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan menaati ketentuan hukum yang berlaku.

Akuntabilitas kejujuran berarti penyajian informasi yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Akuntabilitas hukum dan peraturan terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber daya publik.

Akuntabilitas hukum menghendaki kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain dalam mengoperasikan organisasi sektor publik. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya hukum. Akuntabilitas kejujuran berhubungan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan.

2. Akuntabilitas Manajerial

Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efisein. Akuntabilitas manajerial juga dapat diartikan sebagai akuntabilitas kinerja

(21)

(performance accountability). Akuntabilitas manajerial juga berhubungan dengan akuntabilitas proses (process accountability) yang berarti bahwa proses organisasi harus dapat dipertanggungjawabkan, dengan kata lain tidak terjadi inefisiensi dan ketidakefektifan organisasi.

3. Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga publik harus mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program.

4. Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjuawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan diambil, siapa sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas kebijakan tersebut.

5. Akuntabilitas Finansial

Akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik (public money) secara

(22)

ekonomis, efisien, dan efektif tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian utama masyarakat. Akuntabilitas finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keauangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.

2.1.4.3 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)

Sesuai dengan Inpres No.7 Tahun 1999, Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN No.239/IX/6/82003) akuntansi kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organsisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.

Akuntabilitas ini dilakukan dengan memperhatikan indikator kinerja, yang merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang lebih ditetapkan dengan mempertimbangkan indikator masukan (input), keluaran (output), proses (process), hasil (outcame), manfaat (benefit), dan dampak (impact).

(23)

2.1.4.4 Tujuan dan Sasaran Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Tujuan dan sasaran sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah untuk mendorong tercapainya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintahan yang baik dan terpercaya (Inpres No.7, 1999).

Menurut Abdullah (2005) menyatakan bahwa dalam rangka menciptakan akuntabilitas kinerja, pemerintah daerah selaku penanggungjawab pengelolaan keuangan daerah dituntut untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas aktivitas dan kinerja finansial kepada stakeholdernya. Selain itu pemerintah daerah juga dituntut untuk mampu menjelaskan segala pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pencapaian target-target APBD dan kinerja keuangan (financial performance) secara terbuka, dapat dimengerti oleh masyarakat dan stakeholder lainnya.

2.1.4.5 Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP)

Setiap instansi pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu tahun anggaran yang dikaitakan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Instansi pemerintah yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Pelaporan kinerja oleh isntansi

(24)

pemerintah ini kemudian dituangkan dalam dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN-2003) agar AKIP dapat terwujud dengan baik, harus dipenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Beranjak dari sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya yang konsisten dengan asas-asas umum penyelenggaraan negara; 2. Komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan; 3. Menunjukan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan; 4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang

diperoleh;

5. Jujur, obyektif, transparan dan akurat;

6. Menyajikan keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

Instansi pemerintah yang berkewajiban menerapkan sistem akuntabilitas kinerja dan menyampaikan pelaporannya adalah instansi dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Adapun penanggungjawab penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara fungsional bertanggungjawab melayani fungsi administrasi di instansi masing-masing. Selanjutnya pimpinan instansi bersama tim kerja harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan atau kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya.

(25)

Penanggung jawab penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara fungsional bertanggung jawab melakukan dukungan adminitratif di instansi masing-masing. Pimpinan instansi, sebagaimana tersebut dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999, dapat menentukan tim kerja yang bertugas membantu penanggung jawab LAKIP di instansinya masing-masing dengan mengacu pada pedoman ini. Apabila dipandang perlu, tim kerja dan penanggung jawab LAKIP dimaksud dapat berkonsultasi dengan Lembaga Administrasi Negar (LAN) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Konsultasi dimaksud dengan memberitahukan terlebih dahulu secara lisan maupun tertulis.

Adapun mekanisme LAKIP berdasarkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

a. Setiap pemimpin Departemen/LPND, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkal untuk disampaikan kepada atasannya.

b. LAKIP tahunan dan tiap Departemen/LPND, masing-masing Menteri pemimpin LPND menyampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden dengan tembusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

c. LAKIP tahunan dari setiap Pemerintah Provinsi disampaikan kepada Presiden Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri yang bertanggungjawab di bidang PAN, dan kepala BPKP.

(26)

d. LAKIP tahunan Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Presiden Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kepala Pemerintah Daerah Provinsi dan Kepala Perwakilan BPKP.

e. Kepala BPKP melakukan evaluasi terhadap LAKIP dan melaporkan hasilnya kepada Presiden melalui Menteriyang bertanggungjawab di bidang PAN dan salinannya kepada Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN).

f. Kepala LAN melakukan kajian dan penilaian terhadap perkemabangan pelaksanaan sistem akuntabilitas dan kinerjanya, serta melaporkannya kepada Presiden melalui Menteri yang bertanggungjawab di bidang PAN.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Hasil

1. Darwanis dan Sephi Chairunnisa (2013) Pengaruh Penerapan Akuntansi Keuangan Daerah, Pengawasan Kualitas Laporan Keuangan Instansi Pemerintah, dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Akuntabilitas

Secara parsial penerapan akuntansi keuangan daerah dan pengawasan kualitas laporan keuangan instansi pemerintah berpengaruh terhadap

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sedangkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi

(27)

Kinerja Instansi Pemerintah

pemerintah. Secara simultan penerapan akuntansi keuangan daerah, pengawasan kualitas laporan keuangan instansi pemerintah, dan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 2. Vina Sukmalinda (2013) Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi, dan Sistem Pelaporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah Kota Bandung

Secara parsial maupun simultan Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi, dan Sistem Pelaporan Keuangan berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah kota Bandung. 3. Astari Kalsum (2015) Pengaruh Partisipasi Anggaran, Kejelasan Tujuan Anggaran dan Evaluasi Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah

Secara parsial maupun simultan pengaruh partisipasi anggaran, kejelasan tujuan anggaran dan evaluasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. 4. Arisa Prihantika (2014) Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah.

(28)

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah, hal itu tidak terlepas dari misi dan visi yang telah ditetapkan melalui kegiatan, program, atau kebijaksanaan. Salah satu kewenangan daerah tersebut adalah dalam hal pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.

Perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat, pemberian otonomi daerah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia (Mardiasmo, 2009:24).

Dalam proses pengelolaan keuangan daerah, anggaran merupakan salah satu hal yang sangat penting. Anggaran direncanakan dan disusun untuk menjadi pedoman kerja bagi seluruh kegiatan yang akan direncanakan. Anggaran juga digunakan sebagai standar yang akan dibandingkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai dari pelaksanaan kegiatan. Hasil dari perbandingan ini akan digunakan untuk menilai efektif dan efisiennya kegiatan tersebut. Menurut Mardiasmo (2009:61), anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas

(29)

atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dari uang publik.

Proses penyusunan anggaran sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategi telah selesai dilaksanakan. Menurut Rosjidi (2001:144) anggaran pemerintah mempunyai berbagai fungsi yaitu antara lain sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, dan dasar penilaian terhadap kinerja. Serta menurut Nordiawan (2006:48) fungsi anggaran pemerintah meliputi alat kebijakan, alat politik, alat motivasi, alat koordinasi dan komunikasi. Fungsi anggaran yang lainnya menurut Mardiasmo (2009:63) adalah sebagai alat distribusi dan stabilisasi.

Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan semua pihak dalam pemberian pendapat, pertimbangan dan usulan dalam mempersiapkan anggaran dan revisi anggaran. Dengan adanya partisipasi penyusunan anggaran diharapkan dapat meningkatkan kinerja para manajer, dimana apabila kinerja para manajer meningkat, maka akan menghasilkan sasaran anggaran sesuai dengan yang telah direncanakan. Apabila target sudah dicapai, para manajer dan tim kerja akan dapat mempertanggungjawabkan dan melaporkan hasil kinerjanya. Partisipasi dianggap sebagai sarana akuntansi yang terbaik untuk para pekerja dalam rangka meningkatkan diri mereka kepada masing- masing tugas yang dilakukan.

Dalam penyusunan anggaran dibutuhkan kejelasan sasaran anggaran, dengan adanya kejelasan sasaran anggaran kinerja suatu unit kerja organisasi dinilai baik secara finansial. Sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan aparat untuk menyusun target-target anggaran. Selanjutnya target-target anggaran

(30)

yang disusun akan sesuai dengan sasaran yang akan dicapai oleh pemerintah daerah, sebaliknya apabila tidak adanya kejelasan sasaran anggaran aparat akan memiliki sedikit informasi mengenai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi untuk mencapai tujuan dan target-target telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu dengan adanya sasaran anggaran yang jelas diharapkan aparat pemerintah daerah mampu meningkatkan dan mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Abdullah (2005) dalam rangka menciptakan akuntabilitas kinerja, pemerintah daerah selaku penanggungjawab pengelolaan keuangan daerah dituntut untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas aktivitas dan kinerja finansial kepada stakeholdernya. Selain itu pemerintah daerah juga dituntut untuk mampu menjelaskan segala pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pencapaian target-target APBD dan kinerja keuangan (financial performance) secara terbuka, dapat dimengerti oleh masyarakat dan stakeholder lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Elga Pratiwi (2014), meneliti pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas sekolah SMP dan SMA Negeri Kota Semarang. Hasilnya menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran dan sistem pelaporan berpengaruh signifikan positif terhadap akuntabilitas kinerja sekolah SMP dan SMA Negeri Kota Semarang. Mei Anjarwati (2012) dalam penelitiannya pengaruh kejelasan sasaran anggaran, pengendalian akuntansi, dan sistem pelaporan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kejelasan

(31)

sasaran anggaran dan sistem pelaporan berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, sedangkan pengendalian akuntansi tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara variabel terikat yaitu Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah dengan variabel bebas yaitu Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran. Kerangka pemikiran yang digunakan untuk merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Sekaran (2009:135) hipotesis didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Partisipasi Penyusunan Anggaran (X1) Kejelasan Sasaran Anggaran (X2)

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah

(32)

H01: Partisipasi penyusunan anggaran tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah.

Hα1: Partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah.

H02: Kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah.

Hα2: Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah.

H03: Partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah. Hα3: Partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

A adalah lambang dari data garis dasar ( baseline data ), B untuk data perlakuan ( treatment data ), dan A kedua ditujukan untuk mengetahui apakah tanpa

PNPM Mandiri digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen yang ada pada saat itu, khususnya

Perkembangan kinerja impor luar negeri ini antara lain dapat dikonfirmasi dengan data volume impor selama triwulan II-2010 yang mencapai 8,63 ribu ton atau meningkat signifikan

5.2.3.20.03 Belanja Modal Pengadaan Alat-Alat Laboratorium Kimia 5.2.3.20.04 Belanja Modal Pengadaan Alat-Alat Laboratorium Pertanian 5.2.3.20.05 Belanja Modal Pengadaan

Pada saat ini, dalam rangka mendukung pembangunan pertanian lahan kering (Pangan dan Perkebunan) BPTP Lampung pada tahun 2009-2014 akan meningkatkan peran KP Natar

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)