• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BUBUK COKELAT TERHADAP NILAI WETTABILITY PADA SUSU PERTUMBUHAN - Unika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH BUBUK COKELAT TERHADAP NILAI WETTABILITY PADA SUSU PERTUMBUHAN - Unika Repository"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

14.M1.0026 Valensia.docx 0.12%

uts-1.pdf.pdf 0.12%

RIZKI AMALIA WIDAYANTI-AUDIT-9 MEI.docx 0.12%

RESKY OKTAVIA-AUDIT-11 MEI.doc 0.12%

Theresia Marttiana Woro Sugerti-20 MARET.docx 0.12%

THERESIA MARTTIANA-21 MARET.docx 0.12%

JEREMIA-18 FEB.docx 0.12%

KARTIKA-14 MARET (1).docx 0.12%

KARTIKA-14 MARET.docx 0.12%

KARTIKA-10 MARET.docx 0.12%

ANNISA-8 MARET.docx 0.12%

14.E1.0057 Stefanny Julianto.docx 0.12%

Jurnal_Penelitian_Baru.pdf 0.12%

13.50.0010-YOSUA IVAN PURNAMA.docx 0.12%

ALEXANDER ARDIAN 13.30.0024-9 JAN.doc 0.12%

14.G1.0227 - HOLLY ANGGRAENI SUDHONO-11 DES.doc 0.12%

14.D3.0021 Elia Resha Fatmawati-23 NOV.docx 0.12%

ANGELA-SKRIPSI (revisi ujian).docx 0.12%

12.60.0267 -Rananda Kusuma-30 MEI.docx 0.12%

Library omitted sources: 1 source found

(6)
(7)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang juga dikenal sebagai negara agraris.

Dengan adanya tanah yang subur dan iklim tropis yang mendukung, Indonesia

memilikiprospek yangsangatbaik dalam bidangpertanian. Sayangnya, walaupun

Indonesia memilikisumberdaya alamyang melimpah,tanahyangluasdan subur,

kita masih belum bisa memberdayakan hal-hal tersebut dengan maksimal, efektif,

dan efisien.

Pada era globalisasi saat ini, dunia berkembang sangat pesat dimana produk,

pemikiran, aspek kebudayaan dan informasi lainnya mudah diakses dari segala

pejuru dunia. Era ini memungkinkan kita untuk mengembangkan diri dalam

berbagai kehidupan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dunia.

Peningkatan kualitas hidup ini ditunjang dari berbagai aspek, mulai dari aspek

teknologiterutamadalambidangpangan. Halinidikarenakanpopulasimasyarakat

dunia semakin meningkat tetapi tidak diimbangi dengan kecukupan kuantitas dan

kualitas bahan pangan. Sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan

Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, kami dituntut untuk memiliki

pengetahuan dan pengalaman yang luas terhadap teknologi terkini dan globalisasi

terutama dalam bidang pangan dan gizi.

Pengetahuan mengenai bahan pangan beserta gizi telah kami dapatkan selama

perkuliahan,namunpengetahuan yangkamiterimahanya berupateoridanpraktek

dalam bentuk kegiatan praktikum, serta Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Namun

kami menyadari bahwa ilmu yang kami dapatkan selama perkuliahan, baik teori

maupun praktek belum cukup untuk memenuhi tuntutan perkembangan teknologi

yang pesat terutama dalam dunia kerja industri pangan. Oleh karena itu kami

membutuhkan praktek yang sesungguhnya melalui Kerja Praktek (KP) sehingga

kami dapat mengetahui situasi yang nyata saat dilapangan, mendapat tambahan

(8)

Kerja Praktek (KP) merupakan salah satu mata kuliah yang wajib di ambil untuk

mahasiswa semester IV/V dalam Program Studi Teknologi Pangan. Lama kerja

dalam Kerja Praktek ini adalah minimal 20 hari kerja. Dengan adanya KP,

mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata

Semarang diharapkan mampu menerapkan segala teori dasar yang telah diperoleh

selama perkuliahan saat bekerja di industri pangan, serta mampu mempersiapkan

diri untuk memasuki dunia kerja nantinya. Dengan mengikuti Kerja Praktek ini,

diharapkan mahasiswa akan lebih memahami lingkungan kerja dan dunia

keprofesiannya dalam dunia pangan. Selama Kerja Praktek, mahasiswa dapat

menerapkan secara langsung teori dan ilmu-ilmu yang telah didapatkan selama

perkuliahan. Salah satu perusahan yang relevan minat kami di bidang dairy products

terutama pada pengolahan susu adalah PT. Frisian Flag Indonesia.

PT. Frisian Flag Indonesia adalah produsen produk dairy dengan merek dagang

Frisian Flag atau susu bendera. Selama lebih dari 90 tahun Frisian Flag telah

mengembangkan berbagai macam produk bernutrisi dan berkualitas untuk segala

usia dan kalangan di Indonesia. PT. Frisian Flag sendiri mempunyai program

Gerakan Nusantara sejak tahun 2013 yang merupakan program tanggung jawab

sosial Frisian Flag yang bekerja sama dengan pemerintah untuk mengedukasi

masyarakatIndonesiaakanpentingnyamengkonsumsisususecarateratur.Program

ini menunjukkan bahwa Frisian Flag juga ingin memajukan pola pikir mayarakat

Indonesia.

1.2. Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktek ini, antara lain:

- Menerapkan dasar-dasar teori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan.

- Menambah wawasan dan pengetahuan terutama mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan bidang pangan.

- Mendapatkan gambaran yang nyata mengenai dunia kerja.

- Menambahpengetahuan tentangmesindanperalatanproduksiserta prinsipnya

(9)

- Mengetahui masalah – masalah yang terkait di bidang pangan yang muncul pada

saat di lapangan dan berusaha mencari solusi untuk memecahkan beberapa

masalah yang terjadi.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan kerja praktek ini dilakukan selama 41 hari terhitung dari tanggal 02 Januari

2018 hingga 28 Februari 2018 di PT. Frisian Flag Indonesia pabrik Pasar Rebo Jl.

Raya Bogor Km. 05 Jakarta 13760. Kerja Praktek dilakukan pada hari Senin sampai

Jumat setiap minggunya. Mahasiswa ditempatkan pada departemen Penelitian dan

(10)

2. PROFIL PT. FRISIAN FLAG INDONESIA

2.1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Frisian Flag Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang

produksi dan pemasaran produk susu dengan merek “Friesche Vlag” atau yang lebih

dikenal dengan Susu Bendera, dibawah lisesnsi dari Royal Friesland Campina.

Friesland Campina adalah perusahaan multinasional yang memproduksi bebrbagai

macam produk berbahan dasar susu dan juga merupakan koperasi peternak sapi

perah terbesar dunia yang berpusat di Belanda, beranggotakan lebih dari 12.000

peternak sapi perah di Belanda, Jerman, serta memiliki lebih dari 20.000 pekerja di

100 perusahaan di seluruh dunia.

Pada tahun 1968, PT. Friesche Vlag Indonesia (FVI) didirikan melalui kemitraan

antara Cooperative Condensfabriek Friesland dan sebuah perusahaan lokal. Kantor

pertama didirikan pada tahun 19699 di Pasar Rebo. Awalnya kantor ini hanya

memasarkan produk-produk susu bendera yang diimpor langsung dari Cooperatve

Condensfabriek Friesland di Belanda yang sekarang telah berubah nama menjadi

Royal Friesland Campina. Pada tahun 1971, PT. FVI memulai produksi pertamanya

yaitu susu kental manis (sweetened condensed milk) yang dipasarkan ke seluruh

Indonesia. Seiiring dengan meningkatnya permintaan pasar, pada tahun 1977 PT.

FVI mengambil alih PT. Foremost Indonesia yang juga merupakan produsen susu

kental manis, yang sekarang menjadi PT. FFI plant Ciracas. Seiring berjalannya

waktu, PT. FVI juga terus mengembangkan produknya dengan memulai produksi

susu bubuk pada tahun 1979, susu pertumbuhan pada tahun 1988, dan susu cair

UHT pada tahun 1991.

(11)

PT. Friesche Vlag Indonesia pun kemudian berganti nama menjadi PT. Frisian Flag

Indonesia (FFI) pada tahun 2002. Beberapa perusahaan pun mulai ikut bergabung,

pada tahun 2008 Friesland Food juga memutuskan untuk bergabung dengan

Campina. Pada tahun 2010, Frieslang Flag melakukan pembaharuan logo

produknya. Perubahan logo dapat dilihat pada Gambar 1. PT. FFImenaungi kurang

lebih 6.869 karyawan di seluruh penjuru Indonesia dan mengoperasikan fasilitas

produksi di Pasar Rebo dan Ciracas, Jakarta Timur, dengan berbagai portofolio

produkseperti susucair,susububuk,dansusukentalmanisdengan merekFrisian

Flag, Omela, dan Friso.

PT. Frisian Flag Indonesia telah mendapatkan berbagai jenis penghargaan. PT. FFI

adalah perusahaan pertama di Indonesia yang berhasil mendapatkan sertifikat ISO

9001/9002 dan disempurnakan oleh ISO 14001. PT. Frisian Flag Indonesia juga

mendapatkan sertifikat GMP (Good Manufacturing Practices) dari pemerintah

karena menggunakan teknologi dan mesin modern dalam proses pengolahan dan

produksinya. Dalam pengendalian mutunya, PT. FFI menerapkan HACCP (Hazard

Analysis Critical Point) dan OHSAS (OccupationalHealthandSafetyAssessment

Series) untuk menjamin produk yang diterima konsumen merupakan produk yang

bermutu dan aman untuk dikonsumsi. PT. FFI juga mendapatkan banyak

penghargaan lokal dan internasional lainnya, seperti Green Industry dari Kementrian

Perindustrian Indonesia tahun 2012-2014,Asia Sustainability Excellence Award

2014 forDairyDevelopmentProgram , Kepedulian terhadap Edukasi Masyarakat di

Bidang Keamanan Pangan tahun 2014, Peduli Gizi 2012 dan 2013, sertifikasi ISO

17025 untuk laboratorium FFI Pasar Rebo dan Ciracas pada tahun 2013.

2.2. Tata Letak Pabrik

PT. Frisian Flag Indonesia plant Pasar Rebo beralamat di Jalan Raya Bogor KM 05,

Kelurahan Gedong, Cijantung, Jakarta Timur. Area pabrik ini menempati tanah

seluas 49.650 m dengan status HGB No. 3 Desa Gedong. LokasiPT.FrisianFlag 2

(12)

Gambar 2. Lokasi PT. Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo

Areal tersebut terbagi menjadi tiga bangunan utama, yaitu:

1. Bangunan pertama yang terdiri dari ruang kantor staff untuk administrasi

perusahaan, gudang, dan laboratorium departemen pengendalian mutu.

2. Bangunan kedua yang terdiri dari ruang produksi SKM, ruangcleaning in place

(CIP), gudang kantor, ruang pengemasan susu bubuk, penerimaan susu murni,

ruang evaporasi, ruang spray dryer, dan laboratorium kecil untuk uji susu murni.

3. Bangunan ketiga terdiri dari power house, kantin, ruang ganti pakaian, dan

kamar mandi.

2.3. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi dibutuhkan untuk menyusun tiap bagian serta posisi yang ada

pada perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan

bersama yaitu memajukan Perusahaan. PT. FFI ini dipimpin oleh satu Direktur

Utama yang membawahi lima bagian, yaitu:

1. Bagian Pemasaran (Marketing Department) yang bertugas dalam

mengembangkanMarketing BranddanCustomer, serta memastikan sistem

manajemen mutu diterapkan dengan benar oleh sub-ordinatnya.

2. Bagian Administrasi dan Keuangan (Financial Department) yang berfungsi

dalam mengolah keuangan yang menghasilkan keuntungan dan keseimbangan

(13)

3. Bagian Personalia dan Umum (Human Resource Development and General

Affair Department) yang bertugas memastikan dukungan manajemen yang

cukup dengan kebijakan, sistem prasarana, dan prosedur yang sesuai dengan

petunjuk perusahaan sehingga memenuhi standar dan persyaratan perusahaan.

4. Bagian Trade Marketing yang bertugas dalam Bussines Development, Sales

Operation, dan pengembangan customer dalam pasar nasional sehingga

perusahaan menapatkan posisi produk yang baik dan kuat dengan operasional

sales yang efektif.

5. Bagian Operasional (Operational Department) yang terdiri dari beberapa bagian

seperti QA, QC, Logistik, Purchasing, Produksi, dan R&D.

R&D Departmen dipimpin oleh seorang Coorporate R&D Manager yang

membawahi 4 Divisi yaitu Divisi Powder, Divisi Sensory, Divisi Liquid dan Divisi

Packaging Specialist. Masing-masing Divisi di kepalai oleh seorang Manager dan

di bantu oleh supervisor-supervisor. Struktur organisasi di PT. Frisian Flag

Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen Research and Development PT. Frisian Flag

(14)

Corporate R&D Manager bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan

seluruh aktifitas project yang berkaitan dengan riset dan pengembangan produk,

baik pasar Indonesia maupun pasar Asia yang di laksanakan oleh divisi di bawahnya

(Powder, SCM & Liquid Packaging, , dan Sensory Corporate). R&D Manager wajib

melaporkan dan melaksanakan segala kegiatan riset maupun pengembangan produk

kepada Development Manager IFT dan DBB yang berada di Singapore serta

melaporkan kepada Operational Director yang berada di Indonesia.

R&D Manager bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan aktifitas

project riset dan pengembangan produk, sesuai divisi masing-masing dan

memastikan sesuai dengan regulasi yang berlaku di Friesland Campina Belanda dan

Indonesia.

R&D Supervisor bertanggung jawab atas jadwal dan pelaksanaan aktifitas project

riset dan pengembangan produk agar sesuai dengan yang di rencanakan, mengawasi

aktifitas Trial di Production departmen, memastikan pengujian hasil Trial sampai di

dapat data yang akurat serta mengurusi regulasi terhadap badan pemerintahan

setempat.

R&D Technician bertanggung jawab atas pengujian dan analisa hasil trial berdasar

project riset dan pengembangan produk.

2.4. Visi dan Misi Perusahaan

Sebagai bentuk dari komitmen perusahaan, PT. Frisian Flag Indonesia memiliki visi,

yaitu untuk menjadi perusahaan susu nomor satu di Indonesia dan menyediakan

produk bergizi bagi keluarga Indonesia. Untuk memenuhi visi perusahaan, maka PT.

Frisian FlagIndonesia memiliki beberapa misi, yaitu menyediakan produk bergizi

yang terjangkau bagi keluarga Indonesia, mendukung peningkatan kualitas

kehidupan peternak, berkontribusi pada kelangsungan kehidupan yang lebih baik

(15)
(16)

3. SPESIFIKASI PRODUK DI PT. FRISIAN FLAG INDONESIA

PT. Frisian Flag Indonesia plant Pasar Rebo dan plant Ciracas memproduksi produk

yang bebrbeda. Pabrik yang berada di Pasar Rebo memproduksi semua produk susu

bubuk dan susu kental manis kemasan pouch serta sachet. Sedangkan pabrikyang

berada di Ciracas memproduksi susu cair siap minum dalam kemasan botol dan

kotak serta susu kental manis dalam kemasan kaleng. Berbagai jenis produk PT.

Frisian Flag Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Susu di PT. Frisian Flag Indonesia

No. Jenis Produk Nama dan Varian Gambar Produk

1 Susu Bubuk Ibu & Balita

Frisian Flag Mama

Frisian Flag Awal 0-6 Bulan

(17)

Frisian Flag Jelajah 1-3 Tahun

Frisian Flag Karya 4-6 Tahun

(18)

Susu Friso Gold 3

Susu Friso Gold 4

2 Susu Bubuk Keluarga

Frisian Flag Purefarm Full

Cream

(19)

Frisian Flag Purefarm Instant

Frisian Flag Susu Bubuk Instant

Madu

Frisian Flag Susu Bubuk Instant

Cokelat

3 Susu Siap Minum

(20)

Purefarm Flavour Milk

Purefarm Low Fat

Milky Kotak

(21)

Kids

4 Susu Kental Manis

Frisian Flag Full Cream Gold

Frisian Flag Bendera Kental

Manis

(22)

Omela Krimer Kental Manis

(23)

4. DEPARTEMEN RESEARCH AND DEVELOPMENT PT. FRISIAN FLAG

INDONESIA DIVISI POWDER

Departemen Research and Development (R&D) dalam suatu perusahaan bertanggung

divisi R&D PT. Frisian Flag Indonesia Pasar Rebo divisi powder adalah lab scale

dan shelf life. Beberapa kegiatan lain seperti pengecekan prototype packaging dan

tabel nutrisi juga dilakukan bila diperlukan.

4.1. Lab Scale

Lab scale adalah proses pembuatan produk dalam skala laboratorium (skala kecil).

Hal ini dilakukan biasanya untuk menguji kualitas produk sebelum diproduksi dalam

skala pabrik dan dipasaran ke konsumen. Lab scale dilakukan bila ada perubahan

jenis atau jumlah bahan baku dari resep standar, misalanya pengujian bahan baku dari

supplier yang berbeda. Dalam proses pembuatan susu bubuk skala laboratorium,

pertama-tama bahan baku disiapkan dan ditimbang sesuai dengan perbandingan

komposisi yang ada di resep. Setelah ditimbang, bahan-bahan dimasukkan kedalam

plastic bag tahan panas dan kemudian dihomogenkan dengan cara dikocok. Dari

hasil lab scale tersebut kemudian dilakukan uji organoleptik setelah dilarutkan.

4.1.1. Bahan Baku

Berikut adalah bahan baku yang digunakan dalam pembuatan susu bubuk secara

umum:

a. Skim Milk Powder (SMP)

Susu bubuk skim (Skim Milk Powder) adalah sisa dari pemisahan krim pada susu

setelah dihilangkan komponen air dan lemaknya. SMP merupakan non-fat dry

milk karena mengandung padatan susu bukan lemak, seperti laktosa protein susu,

vitamin larut lemak, vitamin larut air, dan mineral yang jumlahnya hampir sama

(24)

penambah total padatan susu bukan lemak (Solid Non Fat) agar memenuhi

standar produk yang telah ditentukan. (Canadian Dairy Commission_a, 2017)

b. Base

Ada 3 jenis base yang digunakan oleh PT. Frisian Flag Indonesia. Penggunaanya

disesuaikan dengan jenis susu bubuk yang akan diproduksi.

- Infant Base: memiliki kandungan vitamin dan mineral yang tinggi. Base

untuk susu bubuk bayi usia 0-1 tahun.

- Current Base: memiliki kandungan prebiotik, vitamin, dan mineral. Base

untuk susu bubuk batita usia 1-3 tahun.

- Hi-Fat Base: memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dan kandungan

protein lebih rendah dari current base.

c. Whole Milk Powder (WMP)

Whole Milk Powder adalah susu yang sudah dipasteurisasi kemudian

dihilangkan kandungan airnya dengan penguapan, dan melewati proses spray

drying. WMP mengandung kurang lebih 4% whey protein, 20% kasein, dan 38%

laktosa. Dibandingkan SMP, WMP memiliki kadar lemak yang lebih tinggi yaitu

sebesar 26-40%. (Canadian Dairy Commission _b, 2017)

d. Butter Milk Powder (BMP)

Butter Milk Powder adalah produk sampingan pembutan mentega yang

dipasteurisasi dan kemudian dihilangkan kandungan airnya dengan evaporasi,

dan melewati proses spray drying. BMP memiliki kandungan lemak yang rendah

tetapi tinggi protein. (Canadian Dairy Commission _c, 2017)

e. Milk Protein Concentrate (MPC)

Milk Protein Concentrate memiliki kandungan protein lebih dari 42% dari total

material kering. MPC memiliki kadar kasein dan protein yang mirip dengan

SMP. Bentuk dan fungsinya pun hampir sama, namun perannya berbeda

(25)

f. Whey Protein Concentrate (WPC)

Whey adalah residu dari koagulan sisa pembuatan keju. Terdapat komponen

penting yang terkandung dalam whey seperti protein. WPC diperoleh setelah air,

mineral, dan laktosa dihilangkan, yang kemudian diseparasi menggunakan

metode diafiltration, ultrafiltration, electrodialysis, dan ion-exchange

technologies. (Canadian Dairy Commission _e, 2017) merupakan gula rafinasi yang merupakan hasil dari gula kristal mentah yang

melalui proses lebih lanjut.

h. Maltodekstrin

Maltodekstrin adalah produk modifikasi pati singkong (tapioka) yang berfungsi

Mineral dan vitamin tambahan ini biasanya ditambahkan dalam bentuk premiks.

j. Flavour

Flavour digunakan untuk memperkuat rasa dan aroma dari produk. Flavour

yang biasanya digunakan pada produk susu bubuk Frisian Flag adalah flavor

(26)

4.1.2. Produksi Skala Pabrik

Prinsip dasar dari pembuatan susu bubuk secara umum adalah penguapan dengan

cara pemanasan atau pengeringan, untuk menghilangkan kandungan air pada susu

hingga mencapai level tertentu. Prosespembuatansusububuksecaraumumterdiri

dari tahap pemanasan susu segar, evaporasi, pencampuran bahan baku,

homogenisasi, pengeringan, pencampuran bahan tambahan, dan pengemasan

(Smith, 2003). Proses produksi susu bubuk di PT. Frisian Flag Indonesia hanya

melalui proses mixing hingga homogen, karena bahan baku yang digunakan sudah

tersedia dalam bentuk bubuk dari supplier. Sedangkan untuk bahan baku yang

diproduksi sendiri oleh PT. Frisian Flag Indonesia adalah base yang diolah melalui

proses pencampuran dan pengeringan (spray drying). Diagram alir proses produksi

susu bubuk di PT. FFI dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk di PT. Frisian Flag Indonesia

Dalam tangki pencampuran, bahan-bahan seperti skim milk powder, whole milk

powder, buttermilk powder, pengemulsi, dried cream extract, lemak nabati,

konsentrat protein, dan bahan lainnya dimasukkan kedalam tangki pencampuran

bersama dengan air hangat. Campuran bahan kemudian diaduk hingga larut

sempurna. Tahap selanjutnya adalah penyaringan, dimana hal ini dilakukan untuk

memisahkan kotoran dari campuran susu. Kemudian campuran bahan dipanaskan

(27)

homogenisasi. Tujuan proses homogenisasi adalah untuk menghindari pemecahan

lemak dan terbentuknya lapisan krim (creaming) jika susu didiamkan.

Homogenisasi juga dapat menghambat creaming melalui pencegahan pembentukan

flokula oleh aglutinasi serta membuat ukuran globula lemak menjadi lebih kecil.

Susu kemudian dikeringkan dengan alat spray dryer dan ditambah lesitin pada akhir

proses pengeringan. Susu rekombinan kemudian dicampur secara kering dengan

sukrosa, maltodekstrin, perisa, DHA, vitamin, dan mineral. Susu bubuk selanjutnya

disimpan sementara dalam wadah sebelum dikemas lebih lanjut. Jika sudah sesuai

dengan standar kemudian dikemas kedalam pouch.

4.2. Shelf Life

Setiap bahan pangan memiliki umur simpan yang berbeda-beda. Lamanya umur

simpan dipengaruhi oleh cara pengemasan dan penyimpanannya. Shelf life adalah

pengujian umur simpan produk untuk mengetahui perubahan yang terjadi selama

penyimpanan. Shef life ini dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang sudah ada pada

masing-masing project dan produk. Pengujian shelf life dilakukan menggunakan tiga

perlakuan suhu yaitu suhu 5°C dalam refrigerator sebagai standar, suhu 30°C sebagai

suhu ruang, dan suhu 40°C dalam inkubator sebagai suhu ekstrim. Metode yang

digunakan adalah ASLT yang memang dipilih oleh PT. FFI untuk mencari prediksi

umur simpan dengan mempercepat waktu pengujian. Metode ASLT (Accelerated

Shelf Life Test) adalah penentuan umur simpan produk dengan cara mempercepat

perubahanmutupadaparameterkritis. Metode ini menggunakan kondisi lingkungan

yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk (suhu 40°C dalam

inkubator). Produk pangan yang disimpan pada kondisi ekstrim akan mengalami

penurunanparameterkritis sehinggamutunyamenurunakibatpengaruhpanas(Arif,

2016). Dalam uji umur simpan susu bubuk di PT. Frisian Flag Indonesia, parameter

kritis yang diamati adalah kadar O , 2 wettability, kadar vitamin C, bilangan peroksida,

dan % FFA. Parameter kritis ini adalah parameter yang dirasa paling berpengaruh

terhadap penurunan kualitas produk selama penyimpanan.

(28)

Pengujian O dilakukan menggunakan alat 2 needle-type oxygen microsensors dengan

cara menusukkan jarum ke bagian dalam pouch. Penyerapan oksigen dalam

kemasan akan meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan dan suhu

ruang penyimpanan. Kadar oksigen diatas 3% didalam kemasan dapat menyebabkan

reaksi oksidasi lemak yang terkandung dalam susu bubuk sehingga produk

mengalami ketengikan. Proses ketengikan tersebut menandakan adanya penurunan

kualitas produk. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi pada

produk susu bubuk adalah dengan menambahkan gasinertseperti nitrogen (N ) 2

(Immaningsih, 2013)

Gambar 5. Pengujian kadar O2

Sebelum uji dilakukan, alat dikalibrasi dengan cara menguji kadar O di lingkungan.2

ditekan, kemudian ditunggu hingga angka pada layar stabil. Alat uji kadar O yang2

digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.

4.2.2. Uji Wettability

Wettability atau derajat kebasahan susu bubuk adalah waktu kemampuan bubuk susu

untuk bercampur dengan air (Immaningsih, 2013). Pengujian dilakukan hingga

sampel susu bubuk telah tenggelam seluruhnya di dalam air. Residu yang tidak

terlarut disebabkan oleh protein yang terdenaturasi, partikel yang hangus atau

lengket, partikel sukar larut, dan bahan campuran lain.

(29)

Proses uji dilakukan dengan menimbang sampel, kemudian dijatuhkan dengan

menarik sekat antara gelas dan bubuk agar bubuk jatuh secara bersamaan. Waktu

dihitung dengan menggunakan stopwatch tepat saat bubuk menyentuh air.

Stopwatch dihentikan ketika bubuk sudah tercelup secara sempurna kedalam air.

Alat uji wettability yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6.

4.2.3. Uji Kadar Vitamin C

Kandungan vitamin C pada susu segar sangatlah rendah. Sehingga perlu dilakukan

fortifikasi vitamin C pada pengolahan susu bubuk yang bertujuan untuk memenuhi

standar kebutuhan harian tubuh. Susu bubuk memiliki kandungan lemak yang cukup

tinggi, sehinga rentan mengalami oksidasi. Sehingga, selama proses

penyimpanannya susu bubuk dapat mengalami penurunan kadar vitamin C.

Gambar 7. Alat uji kadar vitamin C

Proses uji dilakukan dengan menimbang sampel (susu bubuk), kemudian

ditambahkan EDTA, asam metafosfat, dan aquades didalam gelas beaker. Kemudian

ditambah stirrer agar larutan dapat tercampur secara sempurna selama pengujian.

Alat ini memiliki prinsip kerja titrasi dimana terdapat selang yang mengalirkan

NaOH dan pH meter sebagai pengukur pH akhirnya. EDTA dan asam metafosfat

berfungsi sebagai indikator dimana setelah TAT tercapai larutan akan berwarna

merah muda keunguan (Kim & Vipulanandan, 2003). Alat akan menghitung sendiri

kadar vitamin C berdasarkan data yang diperoleh yaitu berat sampel (bubuk) dan ml

NaOH yang dibutuhkan. Alat uji vitamin C yang digunakan dapat dilihat pada

Gambar 7.

4.2.4. Uji POV (Bilangan Peroksida)

Seperti sudah dikatakan sebelumnya, susu bubuk memiliki kandungan lemak yang

cukup tinggi, sehinga rentan mengalami oksidasi. Angka peroksidadapat meningkat

karena pengaruh oksigen, cahaya, panas, enzim peroksida, dan logam berat

(30)

mempengaruhi bilangan peroksida, dimana kondisi yang kurang sesuai seperti

kondisi suhu tinggi akan menghasilkan kecepatan oksidasi lemak yang tinggi

(Aminah, 2010). Dasar pengukuran angka peroksida adalah mengukur kadar

peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak.

Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasi lemak telah mengalami oksidasi

(Raharjo, 2006).

Sampel kemudian disaring dan ditambah dengan Chloro Bhutan Methanol lagi serta

campuran NH SCN dan FeCl . Larutan kemudian dipanaskan kembali dengan4 2

waterbath. Absorbansinya kemudian diukur menggunakan spektrofotometer.

Absorbansi Chloro Bhutan Methanol yang juga diberi perlakuan pemanasan yang

sama diukur sebagai blanko. Alat spektrofotometer yang digunakan dapat dilihat

pada Gambar 8.

4.2.5. Uji FFA (Free Fatty Acid)

Pengujian FFA digunakan untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas pada

sampel. Tingginya nilai FFA menunjukkan minyak telah mengalami kerusakan

akibat hidrolisa, yang artinya kualitas minyak rendah. Alat pemanas yang digunakan

untuk uji FFA dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Alat pemanas untuk uji FFA

Pengujian %FFA dilakukan dengan menimbang berat cawan yang telah berisi

campuran sampel dan petroleum ether yang telah disaring dan dikeringkan.

Kemudian berat tersebut dikurangi dengan berat cawan kosong. Perhitungan %FFA

(31)

%FFA=berat akhir−berat cawan

(32)

5. PENGARUH BUBUK COKELAT TERHADAP NILAI WETTABILITY

PADA SUSU PERTUMBUHAN

5.1. Latar belakang

Selama penulis melakukan kerja praktek di PT. Frisian Flag Indonesia, pengujian

umur simpan (shelf life) adalah kegiatan rutin yang penulis lakukan. Dalam

pengujian shelf life ini ada lima uji parameter kritis. Salah satunya adalah uji

wettability. PT. Frisian Flag Indonesia secara umum memiliki tiga varian rasa untuk

produk susu bubuknya yaitu cokelat, madu, dan vanila. Dari tiga varian rasa ini

dapat dikelompokkan secara lebih umum menjadi susu bubuk cokelat untuk varian

rasa cokelat dan susu bubuk putih untuk varian rasa madu dan vanila. Dari data

shelf life yang penulis dapatkan, nilai wettability dari kedua pengelompokan susu ini

memiliki nilai yang sangat berbeda. PT. Frisian Flag Indonesia memiliki standar 30

detik untuk nilai wettability, namun nilai tersebut bukan merupakan reject

parameter dan 1 menit sebagai batas atas dalam penulisan data. Jika angka pada

stopwatch sudah melewati 1 menit atau 60 detik, maka penulisan data yang

dilakukan adalah > 1 menit dan tidak perlu menunggu lagi untuk bubuk susu

tenggelam secara sempurna. Susu bubuk putih rata-rata memiliki nilai wettability

dibawah 1 menit. Sedangkan susu bubuk cokelat memiliki nilai wettability diatas 1

menit.

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013

tentang Pengawasan Formula Pertumbuhan, formula pertumbuhan adalah formula

yang diperoleh dari susu sapi atau susu hewan lain yang telah dibuktikan sesuai

untuk anak usia lebih dari 12 (dua belas) bulan sampai dengan 36 (tiga puluh enam)

bulan. Menurut SNI nomor 3752 tahun 2009 tentang Susu Cokelat Bubuk, definisi

dari susu bubuk adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi

sebagaian besar air melalui proses pengeringan susu segar atau susu rekombinasi

yang telah dipasteurisasi, dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, dan

bahan tambahan pangan yang diizinnkan. Sedangkan susu cokelat bubuk adalah

(33)

atau tanpa penambahan gula, bahan pangan laindanbahan tambahan pangan yang

diizinkan.

Wettability produk adalah waktu yang dibutuhkan oleh produk (susu bubuk) untuk

menyerap atau tercampur dengan air pelarutnya. Uji ini melibatkan sifat adhesi

antara bubuk susu dengan air. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan

yaitu, ukuran partikel, suhu udarapengeringan, tekananudara pengeringan, dan lain

sebagainya (Immaningsih, 2013). PT. Frisian Flag Indonesia tidak menetapkan nilai

wettability tertentu sebagai reject parameter. Tetapi uji ini merupakan concern untuk

konsumen. Jika banyak out spec dari wettability, maka biasanya akan berhubungan

komponen dalam bubuk cokelat yang mempengaruhi nilai wettability.

5.3. Metode

5.3.1. Penentuan Sampel

Sampel yang diuji berjumlah 6 sampel yang terdiri dari 3 jenis sampel susu bubuk

pertumbuhan putih dan 3 jenis sampel susu bubuk pertumbuhan cokelat dimana

seluruh sampel yang digunakan berasal dari project yang berbeda. Untuk

mengurangi adanya bias dalam pengujian, semua sampel yang dipilih adalah yang

sudah disimpan selama 18 bulan pada suhu penyimpanan 30°C. Pengujian

wettability dilakukan secara rutin pada bulan ke-0 (fresh), ke-1, ke-3, ke-6, ke-12,

dan ke-18. Pada tiap kali pengujian, digunakan pouch kemasan produk yang masih

tersegel sehingga disediakan 6 pouch produk untuk diuji tiap jenisnya, yang totalnya

menjadi 36 pouch produk.

5.3.2. Pengujian Wettability

Pengujian dilakukan dengan cara menimbang 10 gram sampel susu bubuk.

(34)

suhu ruang hingga mencapai batas 250 ml. Beker berisi air kemudian diletakkan di

bawah stand, lalu ditempatkan sebuah pelat untuk menjatuhkan sampel. Tabung

perspex ditempatkan diatas pelat yang kemudian dipasang pada capitan penyangga

agar saat pelat ditarik tabung tidak ikut jatuh kedalam air. Saat semua alat sudah

terpasang semua dengan benar, sampel bubuk dituang kedalam tabung dan diratakan

dengan spatula. Pelat ditarik sehingga sampel jatuh kedalam air. Stopwatch

dinyalakan saat bubuk sampel menyentuh air. Segera setelah semua partikel sampel

tenggelam, stopwatch dihentikan dan dicatat waktunya.

5.4. Hasil

Hasil pengujian wettability dari 6 jenis sampel selama 18 bulan umur simpan pada

suhu penyimpanan 30°C dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian wettability sampel selama 18 bulan umur simpan pada suhu

30°C

Dari Tabel 2., dapat dilihat bahwa susu bubuk pertumbuhan putih memiliki rata-rata

wettability dibawah 20 detik. Pada susu bubuk pertumbuhan cokelat, nilai

wettability-nya diatas 60 detik. Maka dapat disimpulkan dari tabel ini bahwa nilai

wettability susu bubuk pertumbuhan cokelat kurang lebih tiga kali lebih besar

(35)

sampel A (putih) sampel B (putih) sampel C (putih)

sampel D (coklat) sampel E (coklat) sampel F (coklat)

D

e

ti

k

Gambar 10. Grafik rata-rata nilai wettability selama 18 bulan masa simpan

Dari data nilai wettability yang didapat selama 18 bulan dengan 6 kali uji tiap jenis

sampelnya, dilakukan pengamatan dan dibandingkan tiap sampelnya. Pengamatan

dilakukan dengan merata-rata nilai tiap sampel karena nilai wettability cenderung

tidak konsisten dan berfluktuasi seiring bertambahnya umur simpan. Sehingga

dirasa dengan merata-rata nilai, maka akan lebih mudah untuk mengamati

perbedaan nilai wettability antara jenis susu bubuk cokelat dan putih. Dapat dilihat

pada grafik Gambar 10. bahwa sampel A, B, dan C yang adalah jenis susu bubuk

Kemampuan hidrasi dari suatu bubuk dalam air merupakan salah satu sifat yang

sangat penting dalam industri pangan yang mengolah produknya melalui proses

dehidrasi atau pengeringan. Karena biasanya produk jenis ini akan dihidrasi sebelum

(36)

merupakan faktor yang sangat penting dalam penerimaannya oleh konsumen, karena

merupakanpenentu kualitasakhir produk sebelum dikonsumsi (Aliakbarianet al.,

2017). Begitu pula dengan susu cokelat bubuk yang diproduksi oleh PT. Frisian Flag

Indonesia yang mengandung komponen cokelat bubuk didalamnya. Sehingga

wettability menjadi salah satu parameter yang diuji dalam penentuan masa simpan

produk susu bubuk di PT. Frisian Flag Indonesia.

Secara umum terdapat tiga fase rehidrasi, yaitu wetting, dispersion, dan

solubilisation. Kemampuan rehidraasi ini dipengaruhi oleh komposisi dari bubuk itu

sendiri, afinitas komponen bubuk dengan air, aksesibilitaskomponen bubuk olehair

(porositas dan kapilaritas), serta kondisi rehidrasi (pengadukan, suhu, dan

konsentrasi yang menyebabkan kejenuhan) (Jeantetet al., 2010). Ketiga fase

rehidrasi ini saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika protein dalam bubuk

menyerap air maka akan terjadi pembengkakan. Setelah pembengkakan ini terjadi

maka bubuk akan terurai menjadi bagian atau partikel yang lebih kecil.

Partikel-partikel ini akan menyebar atau yang disebut sebagai terdispersi. Dispersibilitas dari

bubuk ini berbanding lurus dengan kemampuannya untuk terpecah menjadi partikel

yang lebih kecil. Partikel yang lebih kecil ini akan lebih mudah bereaksi sehingga

mempengaruhi kemapuan keterbasahan dan kelarutannya.

Wettability index (WI) dinyatakan dalam waktu (detik) yang dibutuhkan oleh bubuk

dalam jumlah tertentu untuk menembus permukaan air yang tenang. Prinsipnya

adalah hasil dari rehidrasi bubuk tanpa pengadukan. Air yang digunakan memiliki

suhu 18-20°C atau suhu ruang. Suhu air ini harus diperhatikan karena

mempengaruhi dinamika rehidrasi, dimana suhu yang tinggi dapat meningkatkan

wettability dari beberapa bahan seperti cokelat dan bubuk dengan kandungan lemak

tinggi. Jika bubuk memiliki WI < 120 detik artinya memiliki kemampuan untuk

terbasahi. Sedangkan jika WI > 120 detik artinya tergolong non-wettable powders. Dalam bidang dairy, bubuk dengan WI < 60 detik tergolong wettable. Sedangkan

bubuk dengan WI < 30 detik tergolong sangat wettable. Bubuk dengan kemampuan

keterbasahan yang buruk cenderung untuk mengapung di permukaan air dan

(37)

mempengaruhi kehidrofobikan bubuk tersebut sehingga juga berdampak pada

wetting behaviour-nya dengan air. Seperti sudah dikatakan sebelumnya bahwa sifat

fisik dari bubuk itu sendiri seperti ukuran partikel, densitas, porositas, morfologi

dapat mempengaruhi wetting behaviour. Semakin besar ukuran partikel bubuk maka

wetting behaviour-nya semakin baik. Hal ini dikarenakan jarak antar partikel juga

semakin besar sehingga air dapat lebih mudah masuk ke sela-sela.

Solubility dan wettability merupakan dua hal yang berbeda, walaupun masyarakat

awam sering menganggap dua hal ini sama. Solubility index merupakan ukuran

kemampuan suatu bubuk untuk larut dalam air yang ditentukan dari hasil (lama

waktu) untuk terehidrasi setelah mengalami pengadukan.

Dari Gambar 10., dapat dilihat bahwa sampel A, B, dan C yang merupakan jenis

susu bubuk putih memiliki rata-rata nilai wettability antara 10 – 20 detik. Sedangkan

sampel D, E, dan F yang merupakan jenis susu bubuk cokelat memiliki rata-rata

nilai wettability lebih dari 60 detik. Dari Tabel 2. Dapat dilihat bahwa nilai

wettability selama penyimpanan tidak terbentuk pola tertentu dimana dapat

disimpulkan bahwa umur simpan tidak berpengaruh terhadap nilai wettability.

Tetapi harus diperhatikan bahwa data umur simpan ini dilakukan pada suhu ruang

(30°C) atau suhu normal yang tidak ekstrim. Sehingga dapat dimungkinkan adanya

pengaruh suhu ekstrim terhadap nilai wettability. Maka dari teori diatas dapat

disimpulkan bahwa susu bubuk putih tergolong sangat wettable sedangkan susu

bubuk cokelat tergolong non-wettable powders atau memiliki wetting behaviour

yang buruk.

Susu bubuk cokelat dan susu bubuk putih memiliki komposisi yang hampir sama.

Jika bahan bakunya dibandingkan maka dapat dilihat bahwa perbedaannya ada pada

penambahan bubuk cokelat pada komposisi susu bubuk cokelat. Hal ini juga

didukung oleh pernyataan pada SNI nomor 3752 tahun 2009 tentang Susu Cokelat

Bubuk, bahwa susu cokelat bubuk adalah susu bubuk yang ditambah dengan bubuk

cokelat. Maka, bubuk cokelat ini lah yang menyebabkan nilai wettability susu bubuk

(38)

Berdasarkan SNI 3747 tahun 2009 tentang kakao bubuk, syarat mutu kakao bubuk

dikatakan sebelumnya bahwa bubuk dengan kandungan protein atau lemak yang

tinggi memiliki WI > 120 detik. Sehingga data yang didapat sudah sesuai dengan

teori. Penyebab perbedaan wetting behaviour dapat disebabkan karena perbedaan

komposisi, ukuran partikel, dan densitas, karena semua hal itu mempengaruhi nilai

WI dari bubuk tersebut.

Fitzpatrick et al., (2017) dalam jurnalnya yang berjudul Characterisation of the

Wetting behaviour of Poor Wetting Food Powders and the Influence of Temperature

and Film Formation, membuktikan bahwa bubuk cokelat memiliki wettability yang

buruk. Dimana wettabillity-nya hanya mencapai 50% setelah 60 menit. Wettability

yang buruk ini disebabkan oleh komposisi dalam bubuk cokelat dimana lemak yang

terkandung dalam bubuk cokelat mencapai 6%. Ukuran partikel dan densitas bubuk

cokelat tergolong tidak terlalu rendah, sehingga tidak terlalu berkontribusi dalam

penyebab keterbasahannya yang buruk. Bubuk dengan kemampuan keterbasahan

yang buruk bisasanya membentuk gumpalan dan partikel yang mengapung di

permukaan. Hal ini disebabkan oleh permukaan yang hidrofobik dan pembentukan

lapisan film. Semakin kuat lapisan film yang terbentuk maka akan membuat

gumpalan semakin sulit larut, bahkan setelah pengadukan.

Menurut Schucket al,(2012), minuman bubuk yang baik seharusnya dapat larut

secara sempurna dalam air setelah mengalami pengadukan dan tidak memiliki

partikel-partikel yang mengapung di permukaan. Seperti sudah dikatakan

sebelumnya bahwa pada susu bubuk cokelat, komposisi lemak yang terkandung

dalam bubuk cokelat adalah penyebab utama buruknya nilai keterbasahan produk.

Kandungan lemak ini tidak bisa untuk diturunkan atau dihilangkan kadarnya.

Karena kandungan lemak merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi

kualitas bubuk cokelat. Sehingga, untuk memperbaiki nilai wettability ini yang dapat

(39)

mempermudah masuknya air ke sela-sela partikel. Spray drying merupakan

alternatif yang dapat diterapkan dalam merekonstitusi komponen-komponen pada

susu cokelat bubuk. Spray drying dapat mempengaruhi komponen permukaan

partikel sehingga lebih mudah berkontak dengan air. Penambahan lesitin yang

berperan sebagai emilsifier saat proses spary drying juga dapat memperbaiki

wettability susu cokelat bubuk. Penambahan maltodekstrin juga dapat membantu

melindungi partikel selama spary drying serta menyeragamkan ukuran partikel.

Semua upaya ini sudah dilakukan oleh PT. Frisian Flag Indonesia untuk

memperbaiki nilai wettability produk susu cokelatnya. Tetapi perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk menetapkan kadar lesitin atau emulsifier lainnya

sehingga wettability produk susu cokelat dapat berada dibawah nilai 60 detik.

(40)

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kemampuan rehidrasi minuman bubuk dalam air merupakan faktor yang sangat

penting dalam penerimaan produk oleh konsumen. Sehingga wettability menjadi

salah satu parameter yang diuji dalam penentuan masa simpan produk susu

bubuk di PT. Frisian Flag Indonesia.

Susu bubuk cokelat tergolong non-wettable powders karena memiliki WI > 120

detik. Sedangkan susu bubuk putih tergolong sangat wettable karena memiliki

WI < 30 detik.

Komponen lemak yang terkandung dalam bubuk cokelat adalah faktor yang

paling mempengaruhi nilai wettability susu bubuk cokelat. Sedangan ukuran

partikel dan densitas bubuk cokelat tergolong tidak terlalu rendah, sehingga

tidak terlalu berkontribusi pada nilai wettability.

Secara keseluruhan, PT. Frisian Flag Indonesia sudah melakukan banyak inovasi

dan peningkatan mutu kualitas produk susunya. Upaya untuk memperbaiki nilai

wettability produk susu bubuk cokelat juga sudah dilakukan guna memenuhi

kepuasan komsumen. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan

nilai wettability menjadi < 60 detik. Untuk pengujian wettability sebaiknya

dilakukan hingga tuntas sampai semua bubuk tenggelam secara sempurna agar ada

angka pasti dari wettability. Dengan begitu upaya yang dilakukan untuk

memperbaiki wettability dapat benar-benar terlihat. Bukan hanya berpatok pada

angka dibawah 60 detik saja. Sehingga evaluasi dari perubahan-perubahan yang

(41)

7. DAFTAR PUSTAKA

Aliakbarian, B., Casazza, A. A., Nani, A., dan Perego, P. 2017. Production of Chocolate

Powdered Beverage with Enhanced Instant Properties Chemical Engineering. Transaction Vol 57. Diakses dari : http://www.aidic.it/cet/17/57/147.pdf

Cempedak. Informatika Pertanian Vol. 25 (2): 189-198. Diakses dari: http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/IP/article/view/8474

Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3747:2009 Kakao Bubuk. Jakarta. Diakses dari: https://www.scribd.com/doc/265531205/SNI-3747-2009-Kakao-Bubuk

Canadian Dairy Commission_a. 2017. Skim Milk Powder. http://www.milkingredients.ca/index-eng.php?id=192 (diakses pada 14 Maret 2018)

Canadian Dairy Commission_b. 2017. Whole Milk Powder. http://www.milkingredients.ca/index-eng.php?id=196 (diakses pada 14 Maret 2018)

Canadian Dairy Commission_c. 2017. Buttermilk powder. http://www.milkingredients.ca/index-eng.php?id=172 (diakses pada 14 Maret 2018)

(42)

Canadian Dairy Commission_e. 2017. Whey Protein Concentrate. http://www.milkingredients.ca/index-eng.php?id=195 (diakses pada 14 Maret 2018)

Kim, J. dan Vipulanandan C. 2003. Effect of pH, sulfate and sodium on EDTA titration

of calcium.Cement and Concrete research 33: 621-627. Diakses dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0008884602010438

Fitzpatrick, J. J., Salmon, J., Ji, J., dan Miao, S. 2017. Characterisation of the Wetting Behaviour of Poor Wetting Food Powders abd the Influence of Temperature and Film Formation KONA Powder and Particle Journal No. 34: 282-289.. Diakses dari: https://www.kona.or.jp/jp/journal/pdf/2017/22_34_2017.pdf

Immaningsih, N. 2013. Pengaruh Suhu Ruang Penyimpanan Terhadap Kualitas Susu Bubuk. Jurnal Agrointek. Vol 7(1). Diakses dari: http://journal.trunojoyo.ac.id/agrointek/article/view/2043

Jeantet, R., Schuck, P., Six, T., Andre, C., dan Delaplace, G. 2010. The Influence of Stirring Speed, Temperature, and Solid Concentration on the Rehydration Time

of Micellar Casein Powder Dairy Science and Technology Vol 90: 225-236.. Diakses dari: https://link.springer.com/article/10.1051/dst/2009043

Raharjo, S. 2008. MelindungiKerusakanOksidasi padaMinyakSelamaPenggorengan

dengan Antioksidan . Foodreview Indonesia Vol.III, No.4. http://foodreview.co.id/blog-55885-Melindungi-Kerusakan-Oksidasi-pada-minyak-selama-Penggorengan-dengan-antioksidan.html (diakses pada 13 Maret 2018)

Schuck, P,. Dolivet, A., dan Jeantet, R.2012. analytical Method for Food and Dairy

Powders. Fisrt Edition. Diakses dari:

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/book/10.1002/9781118307397

Smith, G. 2003. Dairy Processing Improving Quality.CRC Press. New York. Diakses dari: https://books.google.co.id/books?

(43)

8. LAMPIRAN

Gambar

Gambar 1. Perubahan logo produk Frisian Flag Indonesia
Gambar 2. Lokasi PT. Frisian Flag Indonesia Plant
Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen Research and Development PT. Frisian Flag
Tabel 1. Produk Susu di PT. Frisian Flag Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap dua, ternyata hasil reformulasi dengan komposisi 82% susu bubuk beraroma vanila terpilih dari tahap satu, penambahan 6.5% konsentrat protein whey dan 11.5%

Kelompok susu cokelat memiliki nilai indeks kelelahan lebih kecil dibanding dengan kelompok minuman olahraga sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian susu cokelat

Kondisi operasi terbaik dan memenuhi SNI susu bubuk dalam proses pengeringan busa susu kedelai adalah pada temperatur pengeringan 50°C dengan tebal lapisan susu

Kondisi operasi terbaik dan memenuhi SNI susu bubuk dalam proses pengeringan busa susu kedelai adalah pada temperatur pengeringan 50°C dengan tebal lapisan susu

UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM DAN ESTIMASI NILAI KETIDAKPASTIAN ANALISIS PROKSIMAT KADAR ABU, AIR DAN LEMAK PADA SUSU BUBUK Aulia Oksa Putri Program Studi Farmasi INTISARI Uji

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah bubuk bungkil kacang tanah yang tepat pada pembuatan permen cokelat, untuk mengetahui pengaruh bubuk bungkil

Pada penelitian ini akan dianalisis konsentrasi radionuklida alam, gross gamma dan gross beta yang terkandung dalam sampel coklat dan susu bubuk dari daerah Jawa Barat, Jawa

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur fermentasi tempe dan proporsi dekstrin untuk mendapatkan susu tempe bubuk dengan nilai terbaik dari segi