• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFARATBedah Disfungsi Ereksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFARATBedah Disfungsi Ereksi"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2012

UNIVERSITAS HASANUDDIN

DISFUNGSI EREKSI

Disusun oleh :

Abdul Rashid bin Mohd Radzif C 111 07 287

Pembimbing :

dr. Pipin Abdillah

Supervisor :

Prof. dr. Achmad M. Palinrungi, Sp.B., Sp.U.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK DI BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Abdul Rashid bin Mohd Radzif

NIM : C 111 07 287

Judul Referat : Disfungsi Ereksi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2012

Koass, Pembimbing,

(3)

DAFTAR ISI

Halaman judul ………. i

Lembar pengesahan ……….. ii

Daftar isi ………... iii

I. Pendahuluan ……….. 1

II. Anatomi ………..………. 2

III. Fisiologi …...………. 7

IV. Patofisiologi……….. 16

V. Etiologi ……….... 18

VI. Faktor resiko ……….. 19

VII. Penegakan Diagnosis a. Anamnesis ………. 20 b. Pemeriksaan fisik…... 23 c. Pemeriksaan penunjang... 23 VIII. Penatalaksanaan………... 24 IX. Komplikasi…... 33 X. Prognosis…………... 33 Daftar pustaka ……….... 34 Lampiran referensi

(4)
(5)

DISFUNGSI EREKSI

I. PENDAHULUAN

Salah satu aspek penting yang ikut menentukan kualitas hidup manusia ialah kehidupan seksual. Karena itu aktivitas seksual menjadi salah satu bagian dalam penilaian kualitas hidup manusia. Kehidupan seksual yang menyenangkan memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup. Sebaliknya, kalau kehidupan seksual tidak menyenangkan, maka kualitas hidup terganggu.

Dalam perkawinan, fungsi seksual mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai sarana untuk reproduksi (memperoleh keturunan), sebagai saranan untuk memperoleh kesenangan atau rekreasi, serta merupakan ekspresi rasa cinta dan sebagai sarana komunikasi yang penting bagi pasangan suami-istri. Fungsi seksual merupakan bagian yang turut menentukan warna, keharmonisan dan kekompakan pasangan suami-istri.

Suatu penelitian di Amerika, pada wanita, dilaporkan 33% mengalami penurunan hasrat seksual, 19% kesulitan dalam lubrikasi, dan 24% tidak dapat mencapai orgasme. Statistik pada pria juga bermakna. Kesulitan yang umum dilaporkan pada pria meliputi ejakulasi dini (29%), kecemasan terhadap kemampuan seksual (17%), dan rendahnya hasrat seksual (16%). Selain itu 10% dari pria yang disurvei melaporkan kesulitan ereksi bermakna, angka prevalensi menurut usia-lebih dari 20% pria berusia di atas 50 tahun melaporkan masalah ereksi.

Disfungsi ereksi atau kesulitan ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus–menerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan.

(6)

Sampai saat ini, seorang pria tidak dapat mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual penetratif telah disebut sebagai 'impoten'. Istilah ini, memiliki konotasi negatif yang berarti kehilangan kehebatan termasuk dalam aspek mental dan fungsi fisik. Dengan demikian, saat ini, 'disfungsi ereksi' istilah yang spesifik dan diterimapakai.1

Disfungsi ereksi (DE) didefinisikan sebagai ketidakmampuan menetap untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk kinerja seksual yang memuaskan. Tahun 1992, Institut Kesehatan Nasional (NIH), dalam Konferensi Pengembangan Konsensus, merekomendasikan penggunaan kata ‘disfungsi ereksi’ sebagai istilah yang lebih disukai sebagai pengganti kata ‘impotensi’. Tidak ada konsensus universal atau persepakatan tentang kriteria diagnosis (yaitu, ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk kinerja seksual yang memuaskan) dan durasi ereksi yang harus dipertahankan untuk memenuhi definisi ini. Oleh itu, Waktu lebih dari 3 bulan telah disarankan sebagai guideline klinis yang wajar.2

II. ANATOMI

Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan, dan penis. Penis seperti kepala cendawan tetapi bagian ujungnya agak meruncing ke depan. Penis adalah organ seks utama yang letaknya di antara kedua pangkal paha. Penis mulai dari arcus pubis menonjol ke depan berbentuk bulat panjang

Panjang penis orang Indonesia dalam keadaan flaksid dengan mengukur dari pangkal dan ditarik sampai ujung adalah sekitar 9 sampai 12 cm. Sebagian ada yang lebih pendek dan sebagian lagi ada yang lebih panjang. Pada saat ereksi yang penuh,

(7)

Pada orang barat (caucasian) atau orang Timur Tengah lebih panjang dan lebih besar yakni sekitar 12,2 cm sampai 15,4 cm.4

Bagian utama daripada penis adalah bagian erektil atau bagian yang dapat mengecil atau flaksid dan bisa membesar sampai keras. Bila dilihat dari penampang horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2 batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut korpus spongiosa. Kedua korpus kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck.4

Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid. Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina. Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel. Selanjutnya sinusoid berhubungan dengan venula (sistem pembuluh balik) yang mengumpulkan darah menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan darah kembali melalui vena dorsalis profunda dan kembali ke tubuh.4

Penis dipersarafi oleh 2 jenis saraf yakni saraf otonom (para simpatis dan simpatis) dan saraf somatik (motoris dan sensoris). Saraf-saraf simpatis dan parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis (sumsum tulang belakang). Khusus saraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya saraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Saraf ini memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot - otot polos.4

(8)

Gambar 2. Perineum dan alat kelamin pria eksternal: diseksi mendalam 4

Saraf somatis terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls (rangsang) dari penis misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan kepala penis (glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan saraf- saraf lain yang membentuk nervus pudendus.4

(9)

Saraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak secara sendiri atau bersama-sama melalui saraf-saraf di atas akan menghasilkan ereksi penis.4

Gambar 3. Tiga set saraf perifer terlibat dalam ereksi penis: dua adalah otonom dan satu somatik. Saraf parasimpatis berasal dari segmen kedua hingga sakral keempat (S2-S4), sedangkan saraf simpatik memiliki tubuh preganglionik mereka sel di kolom sel intermediolateral dari (T10-L2) segmen torakolumbalis. Serat somatik perjalanan di saraf pudenda dan badan-badan sel mereka yang terletak di S2-S4 segmen.5

Pendarahan untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi arteri penis kommunis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau arteria penis

(10)

memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek atau tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat kemudian berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah ereksi.4

Gambar 4. A.Suplai srterial pada penis B dan C drainase venous pada penis.3

Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari korpora kavernosa pada rongga penis ke sistem vena yang besar dan akhirnya kembali ke jantung.4

(11)

Gambar 5. Setiap corpus cavernosum dikelilingi oleh selubung fibrosa tebal, tunika albuginea, yang membatasi perluasan jaringan ereksi, menghasilkan peningkatan tekanan intracorporal dan, akhirnya, ereksi selama periode rangsangan seksual. Masing-masing memiliki korpus kavernosus arteri terpusat berjalan, yang memasok darah ke ruang lacunar beberapa, yang saling berhubungan dan dilapisi oleh endotelium vaskular 1

III. FISIOLOGI

Ereksi penis adalah proses kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor saraf, psikologis, vaskuler, dan hormonal. Jalur fungsi seksual yang normal pada laki-laki terdiri dari empat tahap: gairah seksual (yaitu, libido), ereksi, ejakulasi (yaitu, orgasme), dan detumescence (keadaan normal penis).2,5

A. Hemodinamika Ereksi3,7

Pada waktu ereksi, volume penis bertambah karena terkumpulnya darah dalam korpus kavernosum dan korpus spongiosum. Pada orang yang berdiri, penis yang ereksi akan membentuk sudut antara 00 dan 45 0dari bidang horizontal. Pada keadaan

demikian batang penis terasa kaku dan tekanan intrakavernosum mendekati tekanan rata – rata pembuluh darah nadi. Pada keadaan demikian, volume darah dalam penis meningkat lebih dari delapan kali dibandingkan saat lemas.

(12)

Oleh beberapa peneliti, proses ereksi dan detumesens diringkaskan menjadi beberapa fase, yaitu:

1. Fase 0, yaitu fase flaksid. Pada keadaan lemas, yang dominan adalah pengaruh sistem saraf simpatik. Otot polos arteriola ujung dan otot polos kavernosum berkontraksi. Arus darah ke korpus kavernosum minimal dan hanya untuk keperluan nutrisi saja. Kegiatan listrik otot polos kaverne dapat dicatat, menunjukkan bahwa otot polos tersebut berkontraksi. Arus darah vena terjadi secara bebas dari vena subtunika ke vena emisaria.

2. Fase 1, merupakan fase pengisian laten. Setelah terjadi perangsangan seks, sistem saraf parasimpatik mendominan, dan terjadi peningkatan aliran darah melalui arteria pudendus interna dan arteria kavernosa tanpa ada perubahan tekanan arteria sistemik. Tahanan perifer menurun oleh berdilatasinya arteri helisin dan arteri kavernosa. Penis memanjang, tetapi tekanan intrakavernosa tidak berubah.

3. Fase 2, fase tumesens (mengembang). Pada orang dewasa muda yang normal, peningkatan yang sangat cepat arus masuk (influks) dari fase flasid dapat mencapai 25 – 60 kali. Tekanan intrakavernosa meningkat sangat cepat. Karena relaksasi otot polos trabekula, daya tampung kaverne meningkat sangat nyata menyebabkan pengembangan dan ereksi penis. Pada akhir fase ini, arus arteria berkurang.

4. Fase 3 merupakan fase ereksi penuh. Trabekula yang melemas akan mengembang dan bersamaan dengan meningkatnya jumlah darah akan menyebabkan tertekannya pleksus venula subtunika ke arah tunika albuginea sehingga menimbulkan venoklusi. Akibatnya tekanan intrakaverne meningkat sampai sekitar 10 – 20 mmHg di bawah tekanan sistol.

5. Fase 4, atau fase ereksi kaku (rigid erection) atau fase otot skelet. Tekanan intakaverne meningkat melebih tekanan sistol sebagai akibat kontrasi volunter ataupun karena refleks otot iskiokavernosus dan otot bulbokavernosus menyebabkan ereksi yang kaku. Hal demikian menyebabkan ereksi yang kaku. Pada fase ini tidak ada aliran darah melalui arteria kavernosus.

(13)

6. Fase 5, atau fase transisi. Terjadi peningkatan kegiatan sistem saraf simpatik, yang mengakibatkan meningkatnya tonus otot polos pembuluh helisin dan kontraksi otot polos trabekula. Arus darah arteri kembali menurun dan mekanisme venoklusi masih tetap diaktifkan.

7. Fase 6 yang merupakan fase awal detumesens. Terjadi sedikit penurunan tekanan intrakaverne yang menunjukkan pembukaan kembali saluran arus vena dan penurunan arus darah arteri.

8. Fase 7 atau fase detumesens cepat. Tekanan intrakaverne menurun dengan cepat, mekanisme venoklusi diinaktifkan, arus darah arteri menurun kembali seperti sebelum perangsangan, dan penis kembali ke keadaan flaksid.

Gambar 6. A. Pada kondisi flaksid, arteri, arteriola, dan sinusoid berkontraksi. Pleksus vena intersinusoidal dan subtunical terbuka lebar, dengan aliran bebas untuk vena emisari. B, Dalam keadaan ereksi, otot-otot dinding sinusoidal dan arteriol bereleksasi, sehingga aliran

(14)

B. Neuroanatomi dan Neurofisiologi ereksi3,7

Gambar7. Neuroanartomi Penis.3

a. Kontrol Perifer

Pembuluh darah, otot polos intrinsik dari penis, dan otot lurik sekitarnya dikendalikan oleh saraf yang berasal dari tiga bagian yang berbeda dari sistem saraf perifer yaitu simpatik torakolumbalis, parasimpatis lumbosakral, dan somatik lumbosakral. Ereksi yang normal membutuhkan partisipasi dari semua sistem ini.

i. Jalur Parasimpatik

Masukan preganglionik parasimpatik ke penis manusia berasal dari sakral medulla spinalis (S2-S4). Pada kebanyakan pria, S3 adalah sumber utama dari serat erectogenic, dengan suplai lebih kecil disediakan oleh baik S2 atau S4. Input parasimpatis memainkan peran penting pada prostat, vesikula seminalis, vasa deferentia, dan kelenjar bulbo-uretra. Serabut eferen parasimpatis merangsang sekresi pada pria dari kelenjar bulbo-uretra dan kelenjar Littre serta dari vesikula seminalis dan prostat.5

(15)

ii. Jalur Simpatetik

Proses ejakulasi melibatkan dua tahap yaitu emisi dan ejakulasi. Emisi terdiri dari pengendapan cairan dari kelenjar peri-uretra, vesikula seminalis, dan prostat serta sperma dari vas deferens ke dalam uretra posterior. Ini hasil dari kontraksi ritmis dari otot polos pada dinding organ tersebut. Akumulasi cairan ini mendahului ejakulasi dengan 1 sampai 2 detik dan memberikan sensasi ejakulasi tak terhindarkan. Emisi berada di bawah kendali simpatik dari saraf presakral dan hipogastrikus yang berasal dari tingkat T10-L2 medulla spinalis. Ejakulasi proyektil melibatkan penutupan terkontrol simpatik dari leher vesika urinaria, pembukaan sfingter uretra eksternal, dan kontraksi dari otot bulbo-uretra untuk propulsi dari ejakulasi. Ini merupakan otot lurik yang dipersarafi oleh serabut somatik dari saraf pudenda. Orgasme dapat terjadi walaupun terjadi kerusakan pada ganglia simpatik.5

iii. Jalur Somatik

Sensasi penis adalah unik dibandingkan daerah kulit lainnya. Sekitar 80 sampai 90% dari terminal aferen di glans penis adalah ujung saraf bebas, dengan kebanyakannya serat C atau A-δ. Serat sensorik ini keluar dari segmen S2-S4 medulla spinalis dan perjalanan melalui saraf dorsal penis, yang bergabung dengan nervus pudenda. Input aferen yang disampaikan dari kulit penis, preputium, dan kelenjar melalui saraf dorsal adalah mekanisme yang bertanggung jawab atas inisiasi dan pemeliharaan ereksi reflexogenik.Aktivasi dari neuron sensorik mengirimkan pesan rasa sakit, suhu, dan sentuhan melalui jalur spinotalamikus dan spinoreticular ke talamus dan korteks sensorik untuk persepsi sensorik.5

(16)

Gambar 8. Mekanisme kerja parasimpatik dan simpatik dalam fase ereksi b. Kontrol Sentral

i. Mekanisme Spinal

Baik dalam individu normal dan pada pasien dengan cedera tulang belakang di atas segmen sakral, stimulasi reseptor aferen di penis menimbulkan ereksi, dan oleh karena itu umum diterima bahwa tanggapan ini dimediasi oleh jalur refleks sacral spinalis

ii. Mekanisme Serebral

Jalur sentral dan mekanisme yang terlibat dalam ereksi sangat kompleks dan masih hanya sedikit penjelasan. Ereksi penis dirangsang dengan listrik dengan sistematis dipelajari oleh MacLean dan rekan kerja, dan mereka menemukan bahwa lokus untuk ereksi melibatkan tiga bagian subdivisi corticosubcortical

(17)

hippocampal ke bagian septum, anterior dan midline talamus, dan hipotalamus, 2) bagian dari sistem anatomi yang terdiri dari badan mamiliari, saluran mimikotalamic inti thalamic anterior, dan cingulate gyrus, dan 3) rektus gym, bagian medial inti thalamic medial punggung, dan wilayah mereka dikenal koneksi dan proyeksi.

Gambar 9. Pusat di otak yang terlibat dengan stimulasi seksual.3

c. Neurotransmitter

Serabut saraf adrenergik α-dan reseptor telah terbukti dalam trabekula kavernosa dan di sekitar arteri kavernosa, dan norepinephrine secara umum telah diterima sebagai neurotransmitter utama untuk mengontrol keadaan flaksid penis dan detumesens. Endotelin, suatu vasokonstriktor kuat yang dihasilkan oleh sel-sel endotel, juga telah diusulkan untuk menjadi mediator untuk detumesens. Prostanoids konstriktor, termasuk prostaglandin I2 (PGI2), PGF2α, dan thromboxane A2 (TXA2), disintesis

oleh jaringan kavernosa manusia. Penelitian secara in vitro telah menunjukkan bahwa prostanoids adalah ikut bertanggung jawab atas tonus dan aktivitas spontan otot trabekula terisolasi. Sistem renin-angiotensin juga mungkin memainkan peran penting dalam pemeliharaan otot polos penis. Angiotensin II telah terdeteksi pada sel endotel dan otot polos corpus

(18)

manusia secara in vitro. Di sisi lain, detumesens setelah ereksi mungkin akibat dari penghentian rilis NO, pemecahan monofosfat guanosin siklik (cGMP) oleh phosphodiesterases, atau pelepasan simpatik saat ejakulasi.3,7

Kebanyakan peneliti sekarang setuju bahwa NO dilepaskan dari nonadrenergic, neurotransmisi noncholinergic dan dari endotelium merupakan neurotransmiter utama mediasi ereksi penis. NO, meningkatkan produksi cGMP, yang pada gilirannya melemaskan otot polos kavernosa.3,7

Berbagai neurotransmiter (dopamin, norepinefrin, 5-hydroxytestosterone [5-HT], dan oksitosin) dan neural hormon (oksitosin, prolaktin) telah terlibat dalam pengaturan fungsi seksual. Ada pendapat mengatakan bahwa reseptor dopaminergik dan adrenergik dapat meningkatkan fungsi seksual dan reseptor 5-HT menghambat itu3,7

C. Mekanisme molekular kontraksi dan relaksasi otot polos

Gambar 10. mekanisme Molekuler kontraksi otot halus penis. Norepinefrin dari ujung saraf simpatik dan endothelins dan prostaglandin F2α dari endothelium mengaktifkan reseptor pada sel otot polos untuk memulai kaskade reaksi yang akhirnya menghasilkan elevasi konsentrasi kalsium intraseluler

(19)

dan kontraksi otot polos. Protein kinase C adalah komponen peraturan dari fase Ca2 +-independen, melanjutkan kontraktil agonis-induced respon.3

Gambar 11. Molekular mekanisme relaksasi otot halus penis. Second messenger intraselular memediasi relaksasi otot polos, adenosin monofosfat siklik (cAMP) dan monofosfat siklik guanosin (cGMP), aktifkan kinase protein spesifik mereka, yang memfosforilasi protein tertentu menyebabkan pembukaan saluran kalium, menutup saluran kalsium, dan penyerapan kalsium intraseluler dengan retikulum endoplasma. Kejatuhan yang dihasilkan pada kalsium intraseluler menyebabkan relaksasi otot halus. Sildenafil menghambat aksi phosphodiesterase 5 (PDE 5) dan dengan demikian meningkatkan konsentrasi intraselular cGMP. Papaverine adalah inhibitor phosphodiesterase spesifik. eNOS, nitrat oksida sintase endotel; GTP, guanosin trifosfat.6

(20)

IV. PATOFISIOLOGI

Sebelumnya, impotensi psikogenik diyakini paling umum, diperkirakan mempengaruhi 90% pria impoten. Keyakinan ini telah memberikan kesadaran bahwa ED adalah kondisi yang biasanya campuran yang mungkin didominasi fungsional atau fisik.

Perilaku seksual dan ereksi penis dikendalikan oleh hipotalamus, sistem limbik, dan korteks serebral. Oleh karena itu, stimulasi atau inhibisi pesan dapat disampaikan ke pusat-pusat ereksi spinal untuk memfasilitasi atau menghambat ereksi. Dua mekanisme yang mungkin telah diajukan untuk menjelaskan penghambatan ereksi pada disfungsi psikogenik: inhibisi langsung yang berlebihan dari pusat ereksi spinal oleh otak dari penghambatan suprasacral dan outflow simpatis berlebihan atau peningkatan kadar katekolamin perifer, yang dapat meningkatkan tonus otot polos penis untuk mencegah relaksasi yang diperlukan nya.6

Diperkirakan bahwa 10% sampai 19% dari ED adalah neurogenik. Jika salah satu penyebab termasuk iatrogenik dan ED campuran, prevalensi tersebut mungkin jauh lebih tinggi. Kehadiran gangguan neurologis atau neuropati tidak menyingkirkan penyebab lain, dan mengkonfirmasikan bahwa ED adalah neurogenik dapat menantang. Karena ereksi adalah peristiwa neurovaskular, setiap penyakit atau disfungsi yang mempengaruhi otak, tulang belakang, dan atau saraf kavernosa dan pudenda dapat menimbulkan disfungsi. Pada pria dengan cedera tulang belakang, sifat, lokasi, dan luas sangat menentukan fungsi ereksi. Selain ED, mereka mungkin memiliki gangguan ejakulasi dan orgasme. Ereksi reflexogenik dipertahankan dalam 95% pasien dengan lesi UMN tetapi hanya sekitar 25% dari mereka dengan lesi LMN. Neuron parasimpatis sakral yang penting dalam pelestarian ereksi reflexogenik, meskipun jalur torakolumbalis dapat mengkompensasi hilangnya sakral melalui koneksi sinaptik.6

Hipogonadisme merupakan temuan yang tidak jarang pada populasi impoten. Androgen mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan saluran reproduksi pria dan

(21)

mapan. Dalam review artikel yang dipublikasikan 1975-1992, Mulligan dan Schmitt, (1993) menyimpulkan bahwa testosteron (1) meningkatkan minat seksual, (2) meningkatkan frekuensi tindakan seksual, dan (3) meningkatkan frekuensi ereksi nokturnal tetapi memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada ereksi yang diinduksi fantasi atau terangsang secara visual. Testosteron dan DHT bertanggung jawab untuk dorongan panggul pria dan estrogen atau testosteron selama penetrasi panggul perempuan selama kopulasi. Hiperprolaktinemia, baik dari adenoma hipofisis atau obat, mengakibatkan disfungsi kedua reproduksi dan seksual. Gejala mungkin termasuk kehilangan libido, disfungsi ereksi, galaktorea, ginekomastia, dan infertilitas. Diabetes mellitus, meskipun gangguan endokrinologik paling umum, menyebabkan DE melalui vaskuler, komplikasi neurologis, endotel, dan psikogenik bukan melalui kekurangan hormon semataDua pertiga kasus DE adalah organik dan kondisi komorbid sebaiknya dievaluasi secara aktif. Penyakit vaskular dan jantung (terutama yang berhubungan dengan hiperlipidemia, diabetes, dan hipertensi) berkaitan erat dengan disfungsi ereksi. Kombinasi kandisi-kondisi ini dan penuaan meningkatkan resiko DE pada usia lanjut. Permasalahan hormonal dan metabolik lainnya, termasuk hipogonadisme primer dan sekunder, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis, dan gagal hati juga berdampak buruk pada DE (Vary, 2007).6

Penyalahgunaan zat seperti intake alkohol atau penggunaan obat-obatan secara berlebihan merupakan kontributor utama pada DE. Merokok merupakan salah satu penyebab arterio oklusive disease. Psikogenik disorder termasuk depresi, disforia dan kondisi kecemasan juga berhubungan dengan peningkatan kejadian disfungsi seksual multipel termasuk kesulitan ereksi. Cedera tulang belakang, tindakan bedah pelvis dan prostat dan trauma pelvis merupakan penyebab DE yang kurang umum (Wibowo, 2007).

DE iatrogenik dapat disebabkan oleh gangguan saraf pelvis atau pembedahan prostat, kekurangan glisemik, tekanan darah, kontrol lipid dan banyak medikasi yang umum, digunakan dalam pelayanan primer. Obat anti hipertensi khususnya diuretik dan central acting agents dapat menyebabkan DE. Begitu pula digoksin psikofarmakologic agents termasuk beberapa antidepresan dan anti testosteron

(22)

hormon. Kadar testosteron memang sedikit menurun dengan bertambahnya usia namun

yang berkaitan dengan DE adalah minoritas pria yang benar-benar

hipogonadisme yang memiliki kadar testosteron yang rendah (Vary,2007). V. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Disfungsi Ereksi beragam sekali. Oleh karena itu, bebrapa organisasi telah mencoba untuk mengklasifikasi disfungsi ereksi berdasarkan penyebabnya. Rekomendasi dari International Society of Impotence Research ditampilkan pada diagram dan table dibawah:

Gambar 1. Sebuah klasifikasi fungsional dari impotensi. Perhatikan bahwa tidak mungkin untuk impotensi individu diperoleh hanya dari satu sumber. Sebagian besar kasus memiliki efek psikologis dari berbagai tingkatan, dan penyakit sistemik serta efek farmakologis dapat memperngaruhi juga. (Dimodifikasi dari Carrier S, Brock G, Kour NW, TF Lue: Patofisiologi disfungsi ereksi Urologi 1993; 42:468-481, dengan izin dari Medica Exerpta, Inc.)3

(23)

Tabel 1. Klasifikasi menurut International Society of Impotence Research3

(24)

Gambar 12. Faktor risiko DE5

Komorbiditas Disfungsi Ereksi

Beberapa penyakit/kondisi dengan prevalensi DE yang tinggi, antara lain: gagal ginjal, Liver disease, multiple sclerosis, spinal cord injuries, anomaly atau penyakit penis (seperti: Peyronie’s Disease), pembedahan pelvis, trauma pelvis, pengobatan kanker prostat, dan hypogonadism.3

VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis DE dapat ditegakkan melalui pemeriksaan berikut ini:

a) Anamnesis

(25)

obat-obatan, operasi yang pernah dilakukan, penyakit tulang punggung, dan penyakit neurologik dan psikiatrik. 7

Pada diagnosis pasien disfngsi ereksi harus digali riwayat seksual, penyakit yang pernah diderita dan psikoseksual. Pada pria yang mengalami DE ditanyakan hal – hal di bawah ini :

• Gangguan ereksi dan gangguan dorongan seksual

• Ejakulasi, orgasme dan nyeri kelamin

• Fungsi seksual pasangan

• Faktor gaya hidup : merokok, alkohol yang berlebihan dan penyalahgunaan narkotika

• Penyakit kronis

• Trauma dan operasi daerah pelvis / perineum / penis

• Radioterapi daerah penis

• Penggunaan obat – obatan

• Penyakit saraf dan hormonal

• Penyakit psikiatrik dan status psikologik

Disfungsi ereksi dapat dibedakan dengan jelas dari masalah seksual lainnya seperti ejakulasi, libido dan orgasme. Pada penelusuran riwayat penyakit harus ditanya tentang hipertensi, hiperlipidemia, depresi, penyakit neurologis, diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit adrenal dan tiroid. Riwayat trauma panggul pembedahan pemmbuluh darah tepi juga harus ditanyakan karena hal tersebut merupakan faktor resiko impotensi.

(26)

Pencatatan daftar obat yang dikonsumsi juga harus diperhatikan , karena sekitar 25% dari semua kasus disfungsi seksual terkait dengan obat – obatan. Pengguanaan alkohol yang berlebihan dan pemakaian narkotik juga ditanyakan karena terkait dengan peningkatan resiko disfungsi seksual . Pasien juga ditanya adakah riwayat depresi karena merupakan faktor resiko disfungsi ereksi.

Untuk mengetahui apakah seseorang telah mengalami disfungsi ereksi diperlukan suatu evaluasi fungsi seksual pria. Evaluasi tersebut disusun dalam bentuk beberapa pernyataan yang dikenal sebagai IIEF-5 (Internatonal Index of Erectile Function).

Pada setiap pertanyaan telah disediakan pilihan jawaban. Orang yang sedang dievaluasi diminta memilih yang paling sesuai dengan kondisi orang tersebut 6 bulan terakhir. Pilihan hanya satu jawaban untuk setiap pertanyaan.

1) Bagaimanakah tingkat keyakinan anda bahwa anda dapat ereksi dan bertahan terus selama hubungan intim ?

1 = Sangat rendah 2 = Rendah 3 = Cukup 4 = Tinggi 5 = Sangat tinggi

2) Pada saat anda ereksi setelah mengalami perangsangan seksual, seberapa sering penis anda cukup keras untuk dapat mamsuk ke vagina pasangan anda?

1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<59%)

3= Kadang – kadang (±50%) 4= Seringkali >50%

(27)

3) Setelah penis masuk ke vagina pasangan anda, seberapa sering anda mampu mempertahankan penis tetap keras?

1= Tidak pernah / hampir tidak pernah 2= Sesekali (<50%)

3= Kadang – kadang (±50%) 4= Seringkali >50%

5= Selalu / hampir selalu

4) Ketika melakukan hubungan intim,seberapa sulitkah mempertahankan ereksi sampai selesai melakukan hubungan intim?

1= Teramat sangat sulit 2= Sangat sulit

3= Sulit 4= Sulit sekali 5= Tidak sulit

5) Ketika anda melakukan hubungan intim, seberapa sering anda merasa puas? 1= Tidak pernah / hampir tidak pernah

2= Sesekali (<50%)

3= Kadang – kadang (±50%) 4= Seringkali >50%

5= Selalu / hampir selalu Skor : ________

Kemudian lima pertanyaan tersebut dijumlah skornya. Jika skor tersebut kurang atau sama dengan 21, maka orang tersebut menunjukkan adanya gejala – gejala disfungsi ereksi.(Vary, 2007).

b) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil, ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan

(28)

tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang DE disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis.7

Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflex (kontraksi muskulus bulbokavernous pada perineum setelah penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler dan untuk melihat komplikasi penyakit diabetes (termasuk tekanan darah, ankle brachial index, dan nadi perifer).

c) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis DE antara lain: kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal.

Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi prostaglandin E1 pada

corpora penis, duplex ultrasonography, biothensiometry, atau nocturnal penile tumescence tidak direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun dapat sangat bermanfaat bila informasi tentang vascular supply diperlukan, misalnya, untuk menentukan tindakan bedah yang tepat (implantation of a prosthesis vs. penile reconstruction).15

VIII. PENATALAKSANAAN

Dalam terapi DE, yang menjadi sasaran terapi (bagian yang akan diterapi) adalah ereksi penis. Berdasarkan sasaran yang diterapi, maka tujuan terapi adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ereksi penis yang nyaman saat berhubungan seksual. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menjaga

(29)

dibutuhkan untuk menjaga ereksi (waktu untuk tiap-tiap orang berbeda untuk mencapai kepuasan orgasme, tidak ada waktu normal dalam ereksi).

Sebelum memilih terapi yang tepat, perlu diketahui penyebab atau faktor risiko pada pasien yang berperan dalam menyebabkan munculnya DE. Hal ini terkait dengan beberapa penyebab DE yang terkait. Dengan demikian, jika diketahui penyebab DE yang benar maka dapat diberikan terapi yang tepat pula. Terapi untuk DE dapat dibedakan menjadi dua yaitu terapi tanpa obat (nonfarmakologis pola hidup sehat dan menggunakan alat ereksi seperti vakum ereksi) dan terapi menggunakan obat (farmakologis).

Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien DE adalah harus memperbaiki pola hidup menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah raga, menu makanan sehat (asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E serta makanan berserat), kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dala m tubuh, mengurangi berat badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup sehat, pasien sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien DE tidak perlu menggunakan obat atau vakum ereksi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen DE menyangkut terapi psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu :

• Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi (edukasi, medikamentosa oral / intrauretral, vacumconstricsi device).

• Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya

• Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar testoteron rendah , kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti testoteron. Jika Prolaktin tinggi, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan pituitary imaging dan dikonsulkan.4

Manajemen Khusus

Pada manajemen khusus meliputi terapi nonbedah dan terapi bedah / operatif yaitu :

(30)

• Farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil citrate, vardenafil, alprostadil, papaverin HCl, phenoxybenzamine HCl, Aqueous testosterone injection, transdermal testosteron, bromocriptine mesylate, apomorfin, fentolamin, ganglioid, linoleat– gamma, aminoguanidine, methylcobalamine.

• Injeksi intrakavernosa

• Pengobatan kerusakan vena

• Pengobatan hormonal

• Terapi intraurethral pellet (MUSE)

• Terapi external vacuum

(31)

Walaupun terdapat alternative baru pengobatan seperti PDE-5 inhibitors, alat ereksi vakum dan alat intrekavernosal yang menjadi pilihan first dan second lines untuk terapi DE, masing-masing; terapi bedah, terutama implantasi protesa penis, adalah standar dalam kasus DE resistan-pengobatan. Pilihan terapi bedah untuk menkoreki DE dibagikan menurut tiga kategori, yaitu:

1. Implantasi protesa penis 2. Revaskularisasi penis

3. Pembedahan untuk Corporal Veno-occlusive Dysfunction (CVOD)

I. Prostesis penis

Termasuk terapi yang sangat sukses walaupun pasien dapat memilih atau mempertimbangkan terapi yang lain. Pembedahan penis kemudian dilanjutkan dengan pemasangan implan/protesa ini sangat rendah tingkat morbiditas dan mortalitasnya. Terdapat banyak tipe dan desain prothesa penis yang tersedia buat implantasi, tetapi harus diingat bahwa bukan semua pasien denga DE merupakan kandidat implantasi protesa penis. Indikasinya adalah pada pasien dengan DE organik yang menolak atau gagal dalam pengobatan konservatif, seperti inhibitor PDE5 oral, Alat Ereksi vakum, urethral alprostadil suppositories, dan terapi injeksi intracavernosal.9

1.1. Semirigid or malleable implant rod implant8

Gambar 14. AMS 650 penile prosthesis dan The Mentor AccuForm penile prosthesis.8

Kelebihannya:

1. Teknik bedah sederhana 2. Komplikasi relatif sedikit 3. Tidak ada bagian yang dipindah 4. Implan yang sedikit atau tidak mahal 5. Tingkat keberhasilannya 70-80% 6. Efektivitasnya tinggi

(32)

1. Ereksi terus sepanjang waktu

2. Tidak meningkatkan lebar (ukuran) penis 3. Risiko infeksi

4. Dapat melukai atau merubah erection bodies 5. Dapat menyebabkan nyeri/mengerosi kulit

6. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya. 1.2. Fully inflatable implants

Gambar 15. The triple-ply cylinder design used in the AMS Three-Piece Inflatable Penile Prostheses dan The 700 Ultex™ Penile Prosthesis8

Kelebihannya:

1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah 2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi

3. Tampak alamiah

4. Dapat meningkatkan lebar (ukuran) penis saat digunakan 5. Tingkat keberhasilannya 70-80%

(33)

Gambar 16. Two piece inflatable. The AMS Ambicor® Penile Prosthesis.8

Kekurangannya: 1. Risiko infeksi

2. Implan yang paling mahal

3. Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya. 1.3. Self-contained inflatable unitary implants

Kelebihannya:

1. Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah 2. Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi

3. Tampak alamiah

4. Teknik bedahnya lebih mudah daripada prostesis “inflatable” Kekurangannya:

1. Terkadang sulit mengaktifkan peralatan “inflatable” 2. Risiko infeksi

3. Dapat melukai atau merubah erection bodies 4. Relatif mahal

1.4 Tehnik Pembedahan

a. Distal Penile approach b. Infrapubic approach c. Penoscrotal approach II. Vascular reconstructive surgery

Operasi bypass microarterial penis yang pertama kali dijelaskan oleh Michal, dianggap sebagai tonggak penting dalam pengobatan DE karena diterima sebagai satu-satunya pilihan pengobatan yang mampu memulihkan fungsi ereksi normal tanpa perlu menggunakan perangkat mekanik eksternal (ereksi vakum), obat vasoaktif atau penempatan bedah prostesis penis (Michal 1973). Tujuan operasi adalah untuk bypass lesi arteri yang menyebabkan obstruksi di muara arteri hipogastrikus-kavernos

(34)

tekanan perfusi arteri kavernosus dan aliran darah pada pasien dengan DE vaskulogenik yang dikembangkan karena insufisiensi arteri murni. Efektivitas operasi ini masih kontroversial dan tidak berbasis bukti, terutama karena kriteria seleksi, pengukuran hasil, dan teknik mikro yang belum objektif atau mempunyai standar.9

Gambar 17. Langkah-langkah dalam prosedur revaskularisasi dari penis dengan arteri epigastrika inferior. Sebuah insisi, midline. B, Diseksi pembuluh epigastrika inferior dari permukaan bawah dari otot rektus. C, anastomosis dari arteri epigastrika inferior dengan cara end-to-side ke arteri dorsal kiri.

D, anastomosis dari arteri epigastrika inferior ke vena dorsal deep dalam konfigurasi end-to-end9

Micro Arterial Blood Surgery (MABS) melibatkan 3 langkah yang melibatkan diseksi arteri dorsal, harvesting dari arteri epigastric interna, dan anastomosis mikrosurgical (Munarriz et al 2004).9

1. Diseksi arteri dorsalis dilakukan melalui insisi semilunar 5-cm 2 cm di bawah sambungan penoscrotal. Sementara penis ditarik, diseksi tumpul dilakukan sepanjang fasia Buck terhadap kelenjar untuk membalikkan penis. Ligamentum fundiform diidentifikasi dan dipelihara untuk meminimalkan pemendekan penis. Arteri dorsalis yang dipilih diisolasi dan dimobilisasi ke proksimal, menghindari cedera pada saraf dorsal. Penutupan skrotum sementara dilakukan.

2. Harvesting AEI dimulai dengan insisi 5-cm transversal antara umbilikus dan pubis. Diseksi dilakukan ke bawah melalui fasia Scarpa , fasia rektus dibagi

(35)

secara vertikal, dan otot rektus dimobilisasi ke medial. AEI diidentifikasi dan dimobilisasi dari origonya pada level arteri iliaka eksternal ke umbilikus. Jika cabang-cabang arteri ditemukan, mereka dikendalikan dengan kauterisasi bipolar dan dibagikan. Selama mobilisasi AEI, papaverine digunakan untuk mencegah vasospasme. Ujung distal dari AEI terpotong dekat umbilikus dan dibagi. Selanjutnya, staples skrotum dikeluarkan dan klem digunakan untuk mentransfer AEI pada aspek dorsal penis melalui cincin inguinalis eksternal. Perut ditutup secara berlapis dengan menggunakan teknik jelujur dengan jahitan asam polyglycolic 0 untuk fasia rektus, 2-0 untuk itu Scarpa, dan monocryl 4-0 untuk kulit.

Gambar 18. Anastomosis epigastrium-dorsal arteri selesai dan foto Intra-operatif diseksi vena dorsalis profunda5

3. Anastomosis mikrovaskuler: Arteri dorsalis digerakkan dan dibagikan di lokasi proksimal pada batang penis. Ujung proksimal dikauter menggunakan kauter bipolar. Klip aneurismal ditempatkan pada arteri dorsal dan AEI. Adventitia dari ujung distal arteri dorsalis AEI dan proksimal tajam dieksisi dengan gunting mikro untuk mencegah trombosis anastomosis. Sebuah anastomosis mikro dilakukan menggunakan teknik interuptus sederhana dengan benang nilon 10-0. Klip aneurismal dorsalis dikeluarkan dan aliran balik darah diamati, didokumentasikan patensi anastomosis. AEI aneurismal klip dikeluarkan dan jika tidak ada kebocoran anastomosis, penis ditempatkan kembali pada posisi anatomis normal, dengan Dartos ditutup dengan jahitan jelujur 2-0 asam polyglycolic, dan kulit dengan benang asam polyglycolic 4-0.

(36)

Kelebihannya: 1. Tampak alamiah

2. Rata-rata tingkat kesuksesannya 40-50%

3. Jika tidak berhasil tidak mempengaruhi terapi lainnya 4. Tidak perlu implan

5. Efektivitasnya sedang Kekurangannya:

1. Teknik pembedahannya paling sulit secara teknis 2. Perlu tes yang ekstensif

3. Dapat menyebabkan pemendekan penis 4. Hasil jangka panjang tidak tersedia 5. Sangat mahal

6. Risiko infeksi, pembentukan jaringan parut (skar), dengan distortion penis dan nyeri saat ereksi

Hasil:

(37)

Meskipun tidak ada pilihan standar bedah yang berdasarkan bukti, ligasi pembuluh darah dorsalis soperfisial, vena dorsalis profunda, vena crural, plika /ligasi crural , arterialisasi pembuluh darah dorsalis atau kavernosus profunda atau ligasi vena ekstraperitoneal laparoskopi penis adalah beberapa jenis intervensi yang digunakan dalam CVOD operasi.9

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi dari Disfungsi Ereksi dapat berupa10:

• Sebuah kehidupan seks yang tidak memuaskan

• Stres atau kecemasan

• Malu atau rendah diri

• Perkawinan atau hubungan masalah

• Ketidakmampuan untuk mendapatkan pasangan Anda hamil

X. PROGNOSIS

Disfungsi ereksi temporer sering terjadi dan biasanya bukan masalah yang serius. Akan tetapi, jika DE menjadi persisten, efek psikologis menjadi signifikan. DE dapat menyebabkan gangguan hubungan antara suami istri dan dapat menyebabkan terjadinya depresi. DE yang persisten dapat merupakan suatu gejala dari kondisi medis yang serius seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, gangguan tidur, atau masalah sirkulasi.3

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. Roger S.Kirby, MD, FRCS(Uroi), FEBU; Tom F.Lue, MDAn Atlas of ERECTILE DYSFUNCTION, 2nd Ed. 2005.Copyright © 2004 The Parthenon Publishing Group

2. Anonymous. NIH Consensus Conference. Impotence. NIH Consensus Development

Panel on Impotence. JAMA 1993 Jul 7;270(1):83–90.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK38725/?report=printable

3. Alan J. Wein, MD, PhD(Hon) Professor and Chair, Division of Urology, University of Pennsylvania School of Medicine.. Campbell-Wash Urology 9th edition. 2007. [.CHM]. Saunders Elesevier.

4. Fouad r. Kandeel. City of hope national medical center, duarte, california, usa. Male sexual dysfunction pathophysiology and treatment. Informa healthcare usa, inc. Hal. 11-39

5. John J. Mulcahy, MD, PhD Professor Emeritus of Urology, Indiana University Medical Center, Indianapolis, IN. Male Sexual Function, Second Edition. 2006. Humana Press. Hal 1-47; 419-435

6. Robert C. Dean, MD and Tom F. Lue, MD. Physiology of Penile Erection and Pathophysiology of Erectile Dysfunction, (PDF) 2005; Natinal institute of Health Reference. [cited on July 10th 2012] [online].

7. Karl-Erik Andersson and Gorm Wagner. Physiology of Penile Erection. [cited on July

10th 2012] [online]. Diunduh dari URL

http://physrev.physiology.org/cgi/pdf_extract/75/1/191Akses tanggal 10 Juli 2012.

8. CULLEY C. CARSON III, MD, University of North Carolina School of Medicine, Chapel Hill, NC. Urologic Prostheses The Complete Practical Guide To Devices, Their Implantation, And Patient Follow Up. 2002. Humana Press Totowa, New Jersey.

(39)

9. Faruk Kucukdurmaz and Ates Kadioglu. Istanbul University, Istanbul Medical Faculty, Urology Department, Istanbul, Turkey. Erectile Dysfunction – Disease-Associated Mechanisms and Novel Insights into Therapy. Chapter 9. Surgical Treatment of Erectile Dysfunction.

10.Mayo Clinic staff. Complications of Erectile Dysfunction. [cited on July 10th 2012]

[online]. Diunduh dari URL http://www.mayoclinic.com/health/erectile-dysfunction/DS00162/DSECTION=complicationsAkses tanggal 10 Juli 2012.

(40)
(41)

Gambar

Gambar 2. Perineum dan alat kelamin pria eksternal: diseksi mendalam  4
Gambar 3.  Tiga  set  saraf perifer  terlibat dalam  ereksi penis: dua  adalah  otonom  dan satu  somatik
Gambar 4. A.Suplai srterial pada penis B dan C drainase venous pada penis. 3
Gambar 5. Setiap corpus cavernosum dikelilingi oleh selubung fibrosa tebal, tunika  albuginea, yang  membatasi perluasan jaringan ereksi, menghasilkan peningkatan tekanan intracorporal dan, akhirnya,  ereksi selama periode rangsangan seksual
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Melalui penambahan tepung jahe merah dalam ransum diharapkan akan meningkatkan penyerapan nutrisi dari ransum dengan kandungan nutrien yang seimbang dan

yang tidak ternotifikasi dan 31 memiliki nomor notifikasi yang telah dibatalkan (BPOM RI, 2014). Pemilihan responden siswi-siswi SMK Negeri 4 Yogyakarta dilakukan

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa tunjangan hari raya yang diberikan kepada karyawan mengalami penurunan paling besar di tahun 2013 sebesar 4.353.587,

Terjadi pelepasan kalor dari gas ke lingkungan yang menghasilkan temperatur gas buang menjadi sama dengan temperatur udara lingkungan.Secara proses, gas hasil

Pembuatan Decision Support System untuk prakualifikasi kontraktor yang dalam pembuatan model base-nya dilakukan dengan mengidentifikasi variabel-variabel pembeda terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian ekstrak etanolik buah kacang panjang terhadap proliferasi sel epitelial payudara (in vitro) dan perkembangan

dilakukan dengan menambah atau mengurangi jumlah plat yang digunakan sebagai yang digunakan sebagai ganjal agar tinggi pahat sesuai dengan sumbu silidris benda kerja.. Apabila