• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversitas Mikrofungi Zona Intertidal Dan Subtidal Pantai Barat Pananjung Pangandaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diversitas Mikrofungi Zona Intertidal Dan Subtidal Pantai Barat Pananjung Pangandaran"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

7

DIVERSITAS MIKROFUNGI ZONA INTERTIDAL DAN SUBTIDAL PANTAI

BARAT PANANJUNG PANGANDARAN

Putri Kumala Dewi1; Nia Rossiana2; Ida Indrawati3

1Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Padjajaran – Kab. Sumedang 1Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Padjajaran – Kab. Sumedang 1Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Padjajaran – Kab. Sumedang

*Penulis Korespondensi: putrikumaladewi30@gmail.com

Disubmit: 6 Januari 2020 Direvisi: 15 Februari 2020 Diterima: 21 Februari 2020

ABSTRAK

Kawasan laut Pantai Barat Pananjung Pangandaran merupakan salah satu kawasan perairan laut yang memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi khususnya mikroorganisme. Pada pantai Barat Pananjung Pangandaran Zona intertidal diindikasikan memiliki tingkat pencemaran akibat pola kegiatan manusia jauh lebih tinggi dari pada zona subtidal sehingga mempengaruhi keberadaan mikroorganisme khususnya mikrofungi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi mikrofungi yang terdapat pada perairan zona intertidal dan subtidal pantai Barat Pananjung Pangandaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Prosedur pengerjaan meliputi tahap pengambilan sampel, pengenceran, penanaman sampel dilakukan dengan teknik pour plate di cawan petri pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Koloni mikrofungi dimurnikan dengan metode titik dan agar miring. Identifikasi mikrofungi dilakukan dengan teknik Moist Chamber. Hasil Penelitian menunjukkan terdapat 4 jenis mikrofungi pada zona intertidal yaitu Cladosporium sp1., Cladosporium sp2., Aspergillus sp., dan Sp1.. Pada zona subtidal terdapat 2 jenis mikrofungi yaitu Fusarium sp. Dan Penicillium sp.

Kata kunci : Mikrofungi; Intertidal; Subtidal.

PENDAHULUAN

Zona litoral merupakan salah satu zonasi pada ekosistem laut dangkal, pada zona ini terjadi pertemuan antara daratan (pantai) dengan air laut. Wilayah zona litoral terdiri dari supratidal, intertidal dansubtidal. Pada zona supratidal danintertidal umumnya sering terjadi pasang surut air laut yang menyebabkan pada zona ini terdapat bahan organik dalam jumlah besar yang terjebak didalam substrat (sedimen) akibat adanya pasang surut air laut (Awaluddin etal., 2012).Zona intertidal yang memiliki skala kedalaman 0-60 m dan zona subtidal yang memiliki kedalam 60-200m. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam hal biodioversitas dan jumlah koloni maupun dalam hal persebaran, mikrofungi umumnya

ditemukan pada asosiasi antarapasir dan air laut, air laut, pasir pantai maupun sedimen yang mengendap di wilayah perairan (Awaluddin et al., 2012).

Keanekaan mikrofungi pada suatu wilayah sangat tergantung pada kondisi wilayah tersebut. Kawasan laut Pantai Barat Pananjung Pangandaran merupakan salah satu kawasan perairan laut yang memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi khususnya mikroorganisme. Namun, seiring berjalannya waktu dan banyaknya aktivitasmanusia yang ada disekitaran pantai menyebabkan berkurangnya mikroorganisme khususnya mikrofungi pada zona intertidal maupun subtidal(Mayer, 2011).

Mikrofungi merupakan jamur (fungi) mikroskopik yang tidak berklorofil dan memiliki sifat saprofit yang berperanpenting

(2)

8 dalam ekosistem lingkungan, yaitu sebagai

dekomposer atau pengurai bahan organik yang berasal dari makhluk hidup yang telah mati (Wong et al., 1998). Padamikrofungi laut terdapat 2 sifat yaitu obligat dan fakultatif. Obligat saat mikrofungi bersporulasi dilaut sedangkan fakultatif yaitu bersporulasi didarat maupun air tawar namun dapat tumbuh dilaut (Kohlemeyer dan Kohlemeyer, 1979).

Banyak jenis mikrofungi laut yang telah diisolasi dan memiliki sejumlah potensi. Mikrofungi laut merupakan produsen yang memiliki potensi untuk menghasilkan senyawa bioaktif yang mungkin dimilikinya dan dapa diaplikasikan dalam bidang farmakologi dan obat-obatan (Hong et al., 2015). Oleh karena itu, penulistertarik untuk melakukan penelitian mengenai diversitas mikrofungi di pantai barata Pananjung Pnagandaran.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan dua tahap. Tahap pertama isolasi mikrofungi dengan pengenceran sampel air laut dari zona intertidal dan subtidal yang dikultur kedalam medium agar. Tahap kedua adalah identifikasi mikrofungi.

Isolasi Mikrofungi

Isolasi mikrofungi laut pada zona intertidal dan subtidal dilakukan dengan teknik pour plate agar. Pengambilan sempel dilakukan dengan menggunakan botol sampel steril. Selanjutnya sampel air laut dari kedua zonasi di encerkan sampai 10-2. Setelah itu, ketiga pengenceran (100,10-1,dan 10-2) ditanam pada media PDA (Potato Dextrose Agar) dan diinkubasi selama 3-6 hari dengan suhu ruang. Isolat murni didapat dengan cara mengambil hifa mukrofungi dengan ose steril dan dipindahkan kedalam petridish yang telah berisi PDA dengan teknik titik (metode titik) pada permukaan agar dan di streak pada permukaan agar miring ditabung reaksi.

Identifikasi Mikrofungi

Identifikasi mikrofungi dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan makroskopis meliputi warna, bentuk, margin,dan elevasi. Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan metode Moist Chamber.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil isolasi didapatkan 4 jenis mikrofungi pada zona intertidal dan 2 jenis mikrofungi pada zona subtidal. Ciri-ciri dari mikrofungi tersebut sebagai berikut.

(3)

9

Gambar 1. Hasil Pengamatan Makroskopis serta Pengamatan Mikroskopis Mikrofungi Menggunakan Metode Moist chamber (P= 400x) Pada Zona Intertidal dan Subtidal.dari mikrofungi tersebut sebagai berikut:

Berdasarkan Tabel 1 dan 2 didapatkan 6 jenis mkrofungi dengan 4 jenis berasal dari zona intertidal dan 2 jenis pada zona subtidal. Pada intertidal ditemukan mikrofungi dari genus Cladosporium sp1., Cladosporium sp2., Aspergillus sp. dan Sp1 (Belum teridentifikasi. Sedangkan, pada zona subtidal ditemukan mikrofungi dari genus Fusarium sp. dan Penicillium sp.

Cladosporium adalah mikrofungi yang banyak menyerang tumbuhan tingkat tinggi (parasit) dan banyakditemukan pada produk-produk pasca panen (Setyawati, 1989 dalam Susilowati dan Shanti, 2009). Kapang C. herbarum (Pers.) Link dapat menyebabkan busuk pada ubi jalar, kerusakan “black spot” pada daging, dan mengkontaminasi beberapa bahan makanan lainnya seperti produk daging, telur, kacang, biji-bijian, sayuran segar dan buah (Pitt dan Hocking, 1985 dalam Torres et al., 2017). Menurut Ilyas (2007), kapang marga Cladosporium, Curvularia, Drechslera, Gilmaniella, dan Humicola termasuk dalam suku Dematiaceae yang secara alami banyak ditemukan pada serasah dan berperan besar dalam proses dekomposisi awal serasah daun bila ditemukan di tanah, bila ditemukan di laut spesies Cladosporium

dapat pula berperan dalam proses dekomposisi maupun dapat pula bersifat pathogen.

Aspergillus sp. ditemukannya di air laut dikarenakan sifat Aspergillus yang tergolong mikrofungi yang bersifat kosmopolitan di alam. Hal ini didukung oleh Prakash dan Nha (2014), yang menyatakan bahwa Aspergillus adalah jamur berfilamen, kosmopolitan dan dapat ditemukan bebas dialam. Banyak spesies baru kemungkinan ditemukan dari beragam habitat, seperti tanaman hutan tropis dan tanah, yang terkait dengan serangga dan lingkungan laut ( Baldt et al., 2013).

Menurut Gautam dan Bhadauria (2012), Spesies Aspergillus diketahui menghasilkan spektrum mycotoxins yang luas termasuk aflatoksin, sterigmatokista dan ochratoksin, yang merupakan agen penyebab beberapa efek karsinogenik, hepatogenik, nefrogenik, dan imunosupresif. Salah satu kemampuan antagonis yang dimiliki Aspergillus yaitu kemampuannya dalam menghambat penyakit bercak coklat pada tomat. Mekanisme penghambatan yang terjadi adalah adanya kompetisi nutrisi antara patogen dengan mikroorganisme, adanya antibiotik yang dihasilkan mikroorganisme tersebut, dan fitoaleksin (Arifin, 1991 dalam Hersanti 2009).

Fusarium sp. merupakan salah satu jamur yang mempunyai sebaran yang sangat luas dengan jenis yang beragam. Jamur Fusarium dianggap sangat merugikan karena dapat menginfeksi tumbuhan (Ngittu et al., 2014). Beberapa forma spesialis, asosiasi paling utama yaitu dengan penyakit akar atau umbi dari pada penyakit layu pembuluh. Fusarium termasuk ke dalam patogen tanaman yang dapat menular melalui tanah (soil borne). Cendawan ini dapat bertahan dalam tanah sebagai miselium atau spora tanpa adanya inang (Huda,2010).

Selain bersifat sebagai parasit pada suatu sistem ekologi, tidak membuat Fusarium sp. tidak memiliki hal yang positif. Sifat

(4)

10 patogen yang dimiliki Fusarium sp. ternyata

dapat menjadikan mikrofungi dari genus ini sebagai agen pengontrol hayati (Ngittu et al., 2014).

Menurut Alexander (1930) dalam Purwantisari dan Hastuti (2009), Penicillium sp. adalah jamur saprofit yang paling umum dijumpai dalam tanah dan beberapa di air. Abadi (2003) dalam Budiarti dan Nurhayati (2014) menambahkan bahwa Penicillium spp., genus tersebut dapat tumbuh dengan cepat dan bersifat antagonistik terhadap jamur lain. Mekanisme antagonis jamur tersebut terjadi dengan cara kompetisi, mikoparasitik, dan antibiosis. Penicillium sp. dapat melindungi tumbuhan terhadap patogen tumbuhan dan meningkatkan pertumbuhan tumbuhan yang dimasukkan sebagai fungi pemacu pertumbuhan tumbuhan. Berdasarkan paparan tersebut, Penicillium merupakan fungi antagonis yang mampu melawan fungi patogen.

Faktor yang Mempengaruhi Diversitas Mikrofungi

Perbedaan hasil dari zona intertidal dan subtidal dapat disebabkan adanya beberapa perbedaan dari faktor fisik yang menyebabkan suatu keadaan dimana kondisi tersebut lebih mendukung untuk suatu genus mikrofungi untuk dapat tumbuh. Menurut Agrios (1997) dalam Bernadip et al. (2014), jika kondisi pH tinggi, maka akan menjadikan kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan jamur, seperti mengganggu dalam pembentukan spora.

Faktor suhu juga menunjukkan adanya pengaruh dari jumlah diversitas fungi yang dihasilkan. Hal ini dijelaskan juga oleh Jumiyati et al. (2012) dalam Fety et al. (2015) bahwa suhu lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan fungi berkisar 25ºC-30ºC dan suhu maksimum 25ºC- 40ºC, sedangkan kelembaban yang optimal bagi pertumbuhan fungi, yaitu di bawah 80%.

Ketersediaan bahan organik pada suatu

lingkungan hidup juga dapat

memepengaruhi ketersedian mikrofungi yang ada di laut. Menurut Radjasa (2015), menyatakan bahwa fungi yang hidup dilaut

sangat dipengaruhi pertumbuhannya dengan adanya zat oeganik. Pergerakan ombak laut yang intens memiliki persebaran bahan organik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan suatu zona yang memiliki sedikit ombak.

Perbedaan hasil diversitas mikrofungi yang didapatkan dari kedua zona yaitu intertidal berjumlah 3 genus mikrofungi (Cladosporium, Aspergillus, dan Sp1) sedangkan, pada subtidal hanya berjumlah

2 genus mikrofungi (Fusarium dan Penicillium). Dari data hasil tersebut antara zona intertidal dan zona subtidal tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dari jumlah genus yang dapat diisolasi. Namun, bila ditinjau dari jenis genus yang dapat diisolasi dari kedua zona ini tidak ditemukan jenis genus yang sama antara zona intertidal dengan zona subtidal.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Pada daerah intertidal dan subtidal pantai Barat Penanjung Pangandaran ditemukan 5 jenis genus mikrofungi diantaranya Cladosporium, Aspergillus, sp1., Fusarium, dan Penicillium. Perbandingan diversitas antara zona intertidal dengan zona subtidal hanya dapat dibedakan dengan genus mikrofungi yaitu pada zona intertidal ditemukan genus Cladosporium, Aspergillus, dan Sp1 pada zona subtidal hanya ditemukan Fusarium, dan Penicillium.

DAFTAR PUSTAKA

Awaluddin, H.H., Siti Aisyah A.,E.B.G. Jones., dan Ka-Lai Pang. 2012. Observation on the Biodiversity of Sand-Associated Marine Fungi from East and West Coast of Peninsular Malaysia. University of Malaya SCS. Malaysia.

(5)

11 Mayer, A.M., Rodríguez, A.D., Berlinck, R.G.,

Fusetani, N. 2011. Marine pharmacology in 2007–2008: Marine compounds with antibacterial, anticoagulant, antifungal, anti- inflammatory, antimalarial,

antiprotozoal, antituberculosis, and antiviral activities; affecting the immune and nervous system, and other miscellaneous mechanisms of action. Comp. Biochem. Physiol. C Toxicol. Pharmacol. 153, pp: 191– 222.

Wong, M.K., T. K. Goh, J. Hodgkiss, K. D. Hyde, V.M. Ranghoo, C.K.M. Tsui, W.H.Ho, W.S.W. Wong, dan T.K. Yuen. 1998. Role of Fungi in Freshwater Ecosystem. Biodiversity and Conservation 7 pp: 1187-1206.

Kohlmeyer, J. dan E. Kohlmeyer. 1979. Marine mycology: The higher fungi. Academic press. New York.

Hong, Joo-Hyun, Seokyoon Jang, Young Mok Heo, Mihee Min, Hwanhwi Lee, Young Min Lee, Hanbyul Lee dan Jae-Jin Kim. 2015. Investigation of Marine-Derived Fungal Diversity and Their Exploitable Biological Activities. Mar. Drugs. 13 pp: 4137-4155.

Susilowati, Ari dan Shanti Listyawat. 2009.

Keanekaragaman Jenis

Mikroorganisme Sumber Kontaminasi KulturIn vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Bioiversitas, 10(2) pp: 110-114.

Torres1, David E., Reyna Isabel Rojas-Martõânez1, Emma Zavaleta- Mejõâa1, Patricia Guevara-Fefer, G. Judith Maârquez-Guzmaân, dan Carolina Peârez-Martõânez. 2017. Cladosporium cladosporioides and Cladosporium seudocladosporioides aspotential new fungal antagonists of Puccinia horiana Henn., the causal agent of chrysanthemum white rust. PLOS One, 12 (1) pp: 1-16.

Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikoflora Kapang pada Sampel

Serasah Daun Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah. Biodiversitas, 8(2) pp: 105- 110. Prakash, Rahul dan S. N. Jha. 2014. Basics of the Genus Aspergillus. International Journal of Research in Botany, 4(2) pp: 26-30.

Bladt, Tanja T., Jens Christian F., Peter Boldsen K., and Thomas Ostenfeld Larsen. 2013. Anticancer and Antifungal Compounds from Aspergillus, Penicillium and Other Filamentous Fungi. Molecules, 8 pp: 11338-11376.

Gautam, A. K. dan Bhadauria R. 2012. Characterization of Aspergillus species associated with commercially stored triphala powder. African Journal of Biotechnology, 11(104) pp: 16814-16823.

Hersanti. 2009. Pengujian Kemampuan Aspergillus Spp., Trichoderma Spp., dan Penicillium Spp. dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman Tomat Terhadap Penyakit Bercak Coklat (Alternaria Solani Sor.). Jurnal Bionatura, (4) 3 pp: 131– 136.

Ngittu, Yolan S., Feky R. Mantiri , Trina E. Tallei, dan Febby E. F. Kandou. 2014. Identifikasi Genus Jamur Fusarium Yang Menginfeksi Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Di Danau Tondano. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat, 3(3) pp: 156-161. Huda, Miftahul. 2010. Pengendalian Layu

Fusarium pada Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.) secara Kultur Teknis dan Hayati. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Purwantisari, S dan R. B Hastuti. 2009. Isolasi dan Identifikasi Jamur Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa Pakis, Magelang. Bioma, 11 (2): 45-53.

(6)

12 Budiarti, L dan Nurhayati. 2014. Kelimpahan

Cendawan Antagonis pada Rhizosfer Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk.) di Lahan Kering Indralaya Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014.

Bernadip, B. R. Hadiwiyono., dan Sudadi. 2014.Keanekaragaman Jamur dan Bakteri Rizosfer Bawang Merah Terhadapa Patogen Moler. Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. Vol 11 (1). pp: 123-129.

Fety., S. Khotimah., dan Mukarlina. 2015. Uji Antagonis Jamur Rizosfer Isolat Lokal terhadap Phytophthora sp. yang Diisolasi dari Batang Langsat (Lansium domesticum Corr.). Protobiont. Vol. 4 (1): 218-225.

Radjasa, O. Karna. 2015. Marine Fungi: The Untapped Diversity of Marine Microorganisms. Journal of Coastal Zone Management, 18 pp: 1.

Referensi

Dokumen terkait

Sarana penyelamatan jiwa yang berupa rambu jalan keluar belum tersedia.Sarana penyelamatan jiwa yang berupa jalan keluar sudah sesuai akan tetapi untuk kelayakan

Pada penelitian ini akan dibangun aplikasi pendeteksi plagiarisme yang menggunakan algoritma Winnowing sebagai algoritma pencarian kemiripan dokumen.. Sistem menerima

Pengendalian dengan umpan perangkap serta dikombinasikan dengan pemungutan keongmas secara berkala baik di areal sawah maupun pada umpan perangkap merupakan salah

Hasil penelitian ini adalah motivasi dan pelatihan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dikarenakan adanya pemberian motivasi dan pelatihan

Hasil penelitian diketahui bahwa sangat sedikit dari responden yang tingkat pengetahuannya baik yaitu sejumlah 6 responden (10,0%) sebagian besar responden

i) berikrar akan mengikuti segala peraturan dan syarat yang ditetapkan oleh Politeknik Sultan Azlan Shah dari masa ke semasa sepanjang pengajian saya. ii) berikrar

85 informasi formal yang digunakan manajer untuk memantau hasil organisasi dan mengoreksi penyimpangan dari standar kinerja yang telah ditetapkan." Sistem juga

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan PT.Pertamina (Persero) Marketing Operation Region I telah membuat company profile yang sangat baik, sehingga