• Tidak ada hasil yang ditemukan

NERACA AIR, EROSI TANAH DAN TRANSPOR LATERAL HARA NPK PADA SISTEM PERSAWAHAN DI SUB DAS KALI BABON, SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NERACA AIR, EROSI TANAH DAN TRANSPOR LATERAL HARA NPK PADA SISTEM PERSAWAHAN DI SUB DAS KALI BABON, SEMARANG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

NERACA AIR, EROSI TANAH DAN TRANSPOR LATERAL HARA

NPK PADA SISTEM PERSAWAHAN DI SUB DAS KALI BABON,

SEMARANG

WATER BALANCE, SOIL EROSION AND LATERAL TRANSPORT OF

NPK IN RICE-FIELDS SYSTEM OF SUB WATERSHED KALIBABON,

SEMARANG

Muhamad Kundarto 1, F. Agus 2, Azwar Maas 3, dan B. H. Sunarminto3

1 Jurusan Ilmu Tanah UPN “Veteran” Yogyakarta, 2 Balai Penelitian Tanah Bogor, 3 Jurusan Tanah UGM Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui neraca air, erosi tanah, dan transpor lateral hara NPK pada sistem persawahan. Penelitian dilaksanakan selama dua musim tanam dari Oktober 2001 sampai Juni 2002 di sub daerah aliran sungai Kali Babon, Semarang. Luas sawah 2,515 m2 terdiri atas 18 petak berbentuk teras dengan ukuran bervariasi. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 600 m dpl dengan kemiringan lahan 22% (10o). Pengamatan neraca air dilakukan dengan mengukur: debit air irigasi, curah hujan, infiltrasi/perkolasi, evapotranspirasi, tinggi genangan, dan debit air drainase. Erosi tanah diamati per petak pada saat pengolahan tanah dan penanaman. Pengamatan harian dilakukan setiap pukul 06.30 WIB. Kandungan hara NPK yang terlarut dalam air diamati pada pintu air masuk (inlet) petak nomor 1 dan pintu air keluar (oulet) petak nomor 18. Air yang masuk maupun yang keluar dari petak sawah melalui satu V-notch weir untuk mengamati debit air. Transpor lateral hara NPK diamati pada musim pertama, yaitu yang terlarut dalam air irigasi dan air drainase. Hasil penelitian pada musim kedua menunjukkan total input air sebesar 4031,81 mm yang berasal dari air irigasi 3530,41 mm dan air hujan 501,40 mm. Total output

air sebesar 3035,13 mm terdiri atas air drainase 153,22 mm, infiltrasi/perkolasi 94,74 mm, evapotranspirasi 85,87 mm, dan genangan 2701,30 mm. Selisih antara input dan output air sejumlah 996,68 mm diduga merupakan total air yang menyusup secara lateral melalui pematang (seepage dan lubang tikus/ketam) dan air yang tersimpan pada lapisan olah. Total tanah yang tererosi dari daerah atas (upland) dan masuk ke sawah pada musim sebesar 864,1 kg dan yang keluar (lewat outlet petak no. 18) sebesar 347,5 kg. Sehingga tanah yang mengendap di petak sawah sebesar 516,6 kg (2,05 t/ha). Pada musim kedua, total tanah masuk ke sawah sebesar 1567,1 kg dan yang keluar dari sawah (lewat outlet petak 18) sebesar 209,6 kg. Sehingga tanah yang mengendap di petak sawah sebesar 1357,5 kg (5,40 t/ha). Jumlah tanah yang mengendap pada musim kedua 2,5 kali lebih besar dibanding musim pertama. Penyebab perbedaan ini diduga berasal dari erosi yang terjadi di daerah atas. Erosi yang terjadi di lahan sawah pada musim pertama dan kedua, terjadi terutama pada saat aktifitas pengolahan tanah, perbedaannya relatif kecil, yaitu 181,4 kg dan 165,05 kg/musim. Total hara N, P, dan K dalam bentuk NH4+, NO3-PO43-, dan K+ yang terkandung dalam air irigasi dan masuk ke sawah masing-masing sebesar: 98; 478; 29; dan 237 g/ha/musim. Sedangkan total

(2)

hara NH4+, NO3-, PO43-, dan K+ yang terkandung dalam air drainase dan keluar dari sawah masing-masing sebesar: 10; 161; 413; dan 35 g/ha/musim. Penambahan hara NH4+, NO3-, dan K+ pada sawah masing-masing sebesar: 88; 317; dan 203 g/ha/musim. Hara PO43- mengalami pengurangan sebesar 384 g/ha/musim. Penambahan dan pengurangan ini tidak termasuk jumlah pupuk N, P, dan K yang diberikan pada lahan sawah. Kehilangan hara terbesar terjadi satu hari sesudah pemupukan, yaitu pada saat air irigasi kembali dialirkan. Secara umum banyaknya hara yang terangkut secara lateral melalui aliran air jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan hara yang diberikan melalui pemupukan.

ABSTRACT

The objective of this study is to find water balance, soil erosion and lateral transport of NPK in rice-fields system. The study was conducted in two planting seasons from October 2001 to June 2002 in Kali Babon Sub Watershed, Semarang. Area 2515 m2 consist of 18 rice-fields with various size. Location of this study lies on height 600 m with latitude 22% (10o). Measurement of water was conducted with V-notch weir, rainfall, infiltration/percolation, evapotranspiration, level of flood and drainage water debit. Soil erosion was measured during tillage and planting. Daily measurement is at 06.30 am. Content of NPK (soluble water) was measured from inlet at block 1 and outlet block 18 through one V-notch weir. Lateral transport of NPK was measured in first season, that is : soluble in irrigation water and drainage water. The result of water balance in second season showed that total water input 4031.81 mm, which 3530.41 mm from drainage water and 501.40 mm from rain water. Total output 3035.13 mm consists of 153.22 mm from drainage water, 94.74 infiltration /percolation, evapotranspiration 85.87 and flooded 2701.30 mm. Difference of input and output was 996.68 mm, it is suspected as total water loss through seepage and water in top soil. Soil erosion in first season was indicated that total soil in passing the outlet (from block 18) in the amount of 347.5 kg. Deposited soil in rice-fields was 516.6 kg (2,05 t ha-1). Soil erosion in second season 2,5 higher than first season. This differences caused by erosion in upland. Difference in erosion in rice-fields at first and second seasons during tillage was small, that is 181.4 kg and 165.05 kg. Total input of NH4+, NO3-, PO43- and K from irrigation water respectively: 98; 478; 29; and 237 g ha-1. Total output of NH4+, NO3-, PO43- and K from drainage water: 10; 161; 413; and 35 g ha-1. Adding of NH4+, NO3-, and K respectively: 88; 317; and 203 g ha-1. PO43- reduced 384 g ha-1. This addition and reduction is not inclusive of N, P and K from manure. Loss of nutrient at first day after fertilizing is the biggest. Nutrients transported through lateral flow is negligible composed to the amount added fertilizer.

PENDAHULUAN

Neraca air, erosi tanah, dan transport lateral hara pada sistem persawahan berbeda dengan sistem tegalan, hutan, dan padang rumput. Sistem persawahan selain melibatkan aktivitas manusia, juga memperhatikan prinsip-prinsip konservasi berupa petak-petak teras sawah yang dibuat searah garis kontur, terutama dalam pemanfaatan

(3)

Air yang berasal dari irigasi dan curah hujan akan dimanfaatkan untuk pengolahan tanah dan pertumbuhan tanaman padi. Sisanya hilang dalam bentuk infiltrasi/perkolasi, evapotranspirasi, drainase, dan penyusupan lateral air melalui pematang (seepage).

Erosi tanah yang terjadi di daerah atas (upland) terangkut melalui aliran air irigasi masuk ke petak-petak sawah. Salah satu fungsi sawah adalah sebagai penyaring sedimen karena sebagian tanah yang terangkut tersebut akan terendapkan (Tarigan dan Sinukaban, 2001). Proses kehilangan tanah tidak hanya disebabkan oleh curah hujan, tetapi juga oleh aktivitas manusia. Pengolahan tanah pada sistem persawahan dapat menyebabkan kehilangan tanah dan hara mengingat aktivitas pengolahan tersebut biasanya dilakukan pada saat air dialirkan. Aktivitas lain yang juga mempengaruhi penghanyutan tanah dan hara adalah penanaman, penyiangan, pemupukan, dan pemanenan.

Penambahan hara pada sistem persawahan terutama terjadi pada aktivitas pemupukan dan hara yang terlarut dalam air irigasi. Selain diserap oleh tanaman dan tanah, hara akan hilang melalui proses penguapan dan pelindian (leaching). Pelindian dapat berupa peresapan langsung ke dalam profil tanah berupa infiltrasi/perkolasi, maupun hara terlarut dalam aliran air drainase.

Proses kehilangan hara dapat disebabkan oleh banyak faktor. Empat faktor utama yang berpengaruh dalam proses kehilangan hara adalah mekanisme yang memungkinkan hara untuk larut yang diperankan oleh air, kontak langsung dengan tanah, gravitasi, dan waktu (Asdak, 1995).

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung neraca air, erosi tanah, dan transport lateral hara NPK yang masuk dan yang keluar dari petakan sawah selama dua musim tanam. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu dasar pengetahuan dalam mengoptimalkan pengelolaan air, tanah dan hara pada sistem persawahan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di sawah seluas 2515 m2 dengan ketinggian 600 m dpl, berada di Sub DAS Kali Babon, Desa Keji, Ungaran, Kabupaten Semarang (Gambar 1). Sawah terdiri atas 18 petak dengan ukuran bervariasi (Gambar 2). Masing-masing petak berbentuk teras bangku.

(4)

Gambar 1. Lahan sawah yang dijadikan lokasi penelitian berada pada ketinggian 600 m dpl dengan kemiringan 22% (Foto : Steve A. K.)

Luas petak 1 = 358 m2, 2 = 343 m2, 3 = 142 m2, 4 = 127 m2, 5 = 55 m2, 6 = 82 m2, 7

= 20 m2, 8 = 129 m2, 9 = 209 m2, 10 = 64 m2, 11 = 12 m2, 12 = 173 m2, 13 = 31 m2,

14 = 225 m2, 15 = 27 m2, 16 = 270 m2, 17 = 185 m2, dan 18 = 63 m2. Luas total =

2515 m2.

(5)

Lokasi penelitian mempunyai kemiringan lahan 22% (10o) dan kiblat lereng ke arah timur (Gambar 3). rata tinggi dan lebar pematang 10 cm dan 28 cm. Rata-rata perbedaan tinggi antar teras Rata-rata-Rata-rata 73 cm. Rata-Rata-rata curah hujan di lokasi penelitian 3000 mm/tahun.

Gambar 3. Kondisi petak sawah setelah dilakukan pengolahan tanah. Air irigasi yang jernih mendesak air yang keruh akibat pengolahan (Foto : M. Kundarto)

Penggunaan lahan di lokasi penelitian adalah untuk tanaman padi sawah dengan pola tanam dua kali setahun. Penanaman dilakukan secara bergilir menyesuaikan pergiliran air irigasi. Penelitian dilaksanakan selama dua musim tanam, yaitu musim pertama pada bulan Oktober 2001 s/d Januari 2002 dan musim kedua pada bulan Maret s/d Juli 2002.

Persiapan lahan

Pola kegiatan budi daya pada lahan sawah sesuai dengan kebiasaan petani setempat. Teknis pelaksanaannya dilakukan secara berurutan dari petak yang paling atas untuk memudahkan pengamatan dan peristiwa yang terjadi pada petak berlangsung secara berkesinambungan. Petani biasa mengolah sawah pada pukul 06.30 s/d 11.00 WIB. Setiap sawah mempunyai pintu air masuk (inlet) dan pintu air keluar (outlet) masing-masing satu buah. Pada setiap pintu masuk dan pintu keluar saluran dipasang V-notch 90o untuk pengukuran debit berdasarkan ketinggian air (Gambar 4).

(6)

Gambar 4. V-notch weir yang dipasang untuk pengukuran air masuk dan air keluar dari petak sawah (foto : M. Kundarto)

Benih padi yang digunakan adalah varietas IR-64 pada musim pertama dan Membramo pada musim kedua. Pemupukan pertama menggunakan 200 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pemupukan kedua hanya menggunakan 200 kg urea/ha.

Perhitungan hubungan tinggi muka air melalui V-notch dan debit air dilakukan dengan mengukur tinggi air pada V-notch dan volume air yang melintas V-notch untuk selang tertentu. Volume air ditentukan dengan menampungnya dalam ember dan menentukan volumenya dengan gelas ukur.

Pengukuran neraca air

Pengamatan neraca air dilakukan dengan pengukuran debit air irigasi, curah hujan, infiltrasi/perkolasi, evapotranspirasi, tinggi genangan, dan debit air drainase. Aliran samping (seepage) diperoleh berdasarkan selisih total air yang masuk dan yang keluar pada petak secara keseluruhan. Pengukuran curah hujan menggunakan ombrometer, infiltrasi menggunakan double ring infiltrometer, perkolasi dengan lisimeter, evaporasi dengan rumus empiris Penman, dan evapotranspirasi dengan rumus Blaney-Criddle.

(7)

Pengukuran erosi tanah

Pengukuran erosi tanah (soil erosion) pada lahan sawah didasarkan pada tanah yang terangkut oleh aliran air di permukaan tanah sawah, dengan cara mengambil contoh sampel air pada saat pengolahan tanah per petak dari petak pertama sampai akhir, yang dilakukan secara manual bersamaan dengan aktivitas petani, meliputi: pembajakan, pencangkulan, pelumpuran, dan penanaman. Pengambilan dilakukan kurang lebih selama 4 jam atau menyesuaikan kondisi air dari jernih, keruh, dan jernih kembali.

Analisis kandungan sedimen dilaksanakan dengan metode gravimetri terhadap contoh air yang diambil pada setiap pengukuran. Berdasarkan kebiasaan petani setempat yang bekerja di sawah pada pukul 06.30 sampai pukul 11.00 WIB, pengukuran konsentrasi sedimen saat pembajakan/pencangkulan/pelumpuran dilakukan secara intensif setiap10-15 menit dari pukul 06.30 sampai pukul 12.00 WIB. Selanjutnya diukur setiap 30 menit pada dua jam berikutnya, dan setiap 60 menit sampai pukul 17.00 WIB.

Pengukuran hara terlarut

Contoh hara yang diambil berupa contoh air pada pintu air masuk di petak no. 1 dan pintu air keluar di petak no. 18 saja mengingat perpindahan hara dari petak satu ke petak lain yang masih berada pada sawah yang sama dianggap tidak hilang. Contoh air untuk pengukuran hara sama dengan contoh air untuk pengukuran erosi. Contoh air untuk analisis unsur hara dikomposit berdasarkan prediksi kandungan hara. Contoh air yang mengalir setelah pemupukan dikomposit tiap dua jam pada hari pertama, berikutnya dikomposit tiap hari selama lima hari. Selanjutnya contoh harian dikomposit per minggu. Analisis hara terbatas pada unsur hara yang terkandung dalam pupuk yang diberikan, yaitu N (NO3

-, NH4 +

), P (PO4

3-), dan K (K+). Perhitungan hara didasarkan pada perkalian antara besarnya volume air dengan konsentrasi hara yang terdapat di dalamnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem persawahan

Sistem persawahan yang berlaku di lokasi penelitian adalah sistem tradisional yang dilakukan secara turun-temurun, baik dalam pengaturan pembagian air irigasi, pengolahan tanah, maupun teknik budi daya tanaman padi. Pembagian air dilakukan dengan sistem pembatas (ajir : bahasa Jawa), dimana petani yang sedang memakai air hanya boleh

(8)

membendung setengah dari lebar saluran irigasi karena setengahnya lagi merupakan hak dari lahan sawah di hilirnya. Petani yang lahan sawahnya sedang membutuhkan air, melakukan pengaliran dan pengecekan air irigasi pada malam dan pagi hari.

Pengolahan tanah dilakukan oleh pembajak bersama dua ekor kerbau dibantu dengan dua orang petani lain untuk mencangkul atau meratakan hasil pembajakan dan pelumpuran. Pengolahan sawah seluas 2515 m2 memerlukan waktu selama empat hari. Varietas padi IR-64 dan Mamberamo dipilih didasarkan kebiasaan petani setempat. Benih padi disemai selama kurang lebih 25 hari, yang persemaiannya disiapkan lebih dulu, sehingga penanaman dapat langsung dilakukan sehari setelah pelumpuran selesai. Demikian pula pemupukan, penyiangan, dan pemanenan dilaksanakan oleh petani sesuai kebiasaan setempat.

Neraca air

Pengamatan neraca air pada musim pertama (Oktober 2001 s/d Januari 2002) meliputi jumlah curah hujan, air irigasi, dan air drainase. Selanjutnya pada musim kedua (Maret s/d Juli 2002) dilengkapi dengan pengamatan infiltrasi/perkolasi, evapotranspirasi, dan tinggi genangan. Pengamatan setiap musim dilaksanakan kurang lebih selama dua bulan terhitung sejak hari tanam sesuai dengan kebiasaan petani setempat. Berdasarkan jumlah input air, terlihat bahwa input air irigasi pada musim kedua lebih banyak, hampir dua kali dibanding musim pertama (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh peningkatan debit air pada saluran irigasi dengan adanya pengisian pada awal dan pertengahan musim hujan di daerah tangkapan air (catchment area). Tabel 1. Perbandingan parameter-parameter neraca air hasil pengukuran air musim

pertama dan musim kedua No Paramater Neraca Air Musim Pertama 31 Okt 2001 – 31 Jan 2002 Musim Kedua 16 Mar – 1 Jul 2002 mm 1. Curah Hujan 935,80 501,40 2. Air irigasi 1906,60 3530,41 Input 2842,40 4031,81 3. Air drainase 402,10 153,22 4. Infiltrasi/perkolasi - 94,74 5. Evapotranspirasi - 85,87 6. Genangan - 2701,30 Output 402,10 3035,13 Selisih 2440,30 996,68

(9)

Output air pada musim pertama hanya menunjukkan jumlah air yang terdrainase (Gambar 5). Selisih air pada musim kedua sebesar 996,68 mm diduga selain tersimpan sebagai lengas tanah juga menyusup secara lateral melalui lubang pori tanah (seepage) maupun lubang yang dibuat oleh tikus dan ketam pada pematang sawah. Jumlah lubang yang d buat oleh hewan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. i

-40 0 40 80 120 160 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62

Waktu Pengamatan (harian)

Tinggi Air (mm)

drainase hujan Irigasi

Gambar 5. Jumlah air irigasi, curah hujan, dan air drainase hasil pengamatan harian pada musim pertama selama 62 hari mulai tanggal 31 Oktober s/d 31 Desember 2001

Penggenangan petak 1 sampai petak 18 membutuhkan waktu satu sampai dua hari. Pada umumnya seepage makin berkurang seiring dengan pertumbuhan tanaman karena pori-pori tanah secara berangsur-angsur akan tertutupi lempung (clay) yang terlarut dalam air.

-120 -80 -40 0 40 80 120 160 200 240

Waktu Pengam atan (harian)

Tinggi Air (mm)

irigasi Hujan

Perkolasi Evapotrans

drainase Genangan

Gambar 6. Jumlah air irigasi, curah hujan, infiltrasi/perkolasi, evapotranspirasi, genangan, dan air drainase hasil pengamatan harian pada musim kedua selama 69 hari mulai tanggal 16 Maret s/d 23 Mei 2002

(10)

Percobaan selama dua musim tanam dapat dijadikan dasar penentuan jumlah air irigasi dan air drainase. Rata-rata air irigasi yang diberikan per hari sebesar 30-50 mm. Rata-rata air drainase sebesar 2-6 mm per hari. Rata-rata genangan sekitar 4 cm per hari (Gambar 6). Aliran air irigasi dihentikan menjelang dan pada saat petani melakukan pemupukan.

Upaya mengurangi seepage dan kehilangan air melalui lubang hewan dilakukan secara manual yaitu menutupinya dengan lumpur pada bagian permukaan tanah petak di atasnya yang diperkirakan menjadi jalur kebocoran. Petani biasanya menutup saluran drainase sehingga debit air irigasi mulai mengecil. Petani membuat saluran drainase lebih dari satu buah pada saat terjadi hujan besar agar kelebihan aliran permukaan tidak merusak pematang.

Erosi Tanah

Erosi tanah diamati secara intensif pada saat aktivitas pengolahan tanah dan pembajakan. Pembajakan dan pelumpuran dimulai dari petak no. 1 dilanjutkan ke petak berikutnya secara berurutan (Gambar 7). Pengendalian debit air dilakukan oleh petani sambil mengolah tanah, sehingga petak-petak yang berada dekat saluran irigasi sering kelebihan air (overflow). Petani terkadang melakukan pembedahan (cut-off

rain) pematang untuk mengalirkan kelebihan air tersebut (Gambar 8). d

(11)

Gambar 8. Pembedahan pematang dilakukan petani di petak no. 1 (Foto: M. Kundarto)

Petak-petak yang berada di bagian atas (dekat saluran irigasi) umumnya mengalami erosi tanah lebih tinggi dibanding petak yang lebih bawah atau jauh dari saluran irigasi (Gambar 9). Hal ini disebabkan debit air relatif lebih tinggi pada petak-petak bagian atas.

Petak yang berada tepat di bawah petak yang sedang diolah, umumnya menerima pengendapan tanah paling besar, seperti yang terlihat di petak no. 3 pada saat pengolahan hari pertama (Gambar 9). Dispersi tanah yang kurang sempurna dan debit air yang relatif kecil (aliran laminar) menyebabkan pengendapan tanah berada dekat dengan petak yang diolah. Terlihat bahwa pengolahan tanah hari pertama sampai hari ketiga tidak menyebabkan erosi tanah keluar dari petak sawah (outlet petak 18). Baru pada pengolahan tanah hari keempat, terutama pada petak 17 dan 18, erosi tanah mencapai outlet. Sebagian besar erosi tanah pada saat pengolahan tanah berasal dari pengolahan tanah di petak 17 dan 18.

Erosi umumnya terjadi pada saat tanah sawah sedang diolah, yaitu pada kisaran waktu pukul 07.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB (Gambar 10). Sedangkan erosi tanah pada saat pengolahan tanah di petak 1 dan 2 yang dilakukan secara berurutan seiring waktu dapat dilihat pada Gambar 11.

(12)

0 50 100 150 200 250 inlet 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Petak Erosi tanah (kg) 0 50 100 150 200 250 Inlet 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Petak Erosi tanah (kg) 0 50 100 150 200 250 Inlet 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Petak Erosi tanah (kg) 0 50 100 150 200 250 Inlet 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Petak Erosi tanah (kg)

A

B

C

D

Petak sudah diolah Petak sedang diolah Petak belum diolah

Gambar 9. Pengaruh pembajakan dan pelumpuran terhadap erosi tanah per petak yang dilakukan pada hari pertama (A), kedua (B), ketiga (C), dan keempat (D). Dari rangkaian kegiatan pengolahan tanah (pembajakan-pelumpuran-pencangkulan), pelumpuran menyebabkan erosi paling tinggi dibanding pembajakan maupun pencangkulan. Hal ini disebabkan karena pelumpuran membutuhkan air lebih banyak dibanding pembajakan. Jika dikaitkan dengan proses erosi yang terbagi menjadi tiga bagian yang berurutan (pengelupasan – pengangkutan - pengendapan), maka proses pengelupasan terjadi terutama pada saat pembajakan, sedangkan proses pengangkutan terjadi pada waktu pelumpuran. Pencangkulan pada saat pengolahan tanah berperan sedikit dalam erosi tanah lahan sawah. Pencangkulan dilakukan untuk merapikan pematang, menutup lubang-lubang hewan, dan meratakan tanah.

(13)

0 50 100 150 200 250 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Waktu (jam) Eros i ta na h (k g) Inlet Petak 1 Petak 2 Petak 3 Petak 4 Petak 5 Petak 6 Petak 7 Petak 8 Petak 9

Gambar 10. Grafik kumulatif erosi tanah pada pengolahan tanah petak 1 dan petak 2 yang dilakukan pada pukul 07.00-11.00 WIB

0 50 100 150 200 250 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Waktu Pengolahan (jam)

Erosi tanah (kg)

Petak 1 Petak 2

Gambar 11. Erosi tanah pada petak 1 dan 2 yang berlangsung secara berurutan

Penanaman dan pemupukan tidak menimbulkan erosi, karena petani menutup aliran air irigasi. Penutupan dilakukan sehari sebelumnya dan dibuka keesokan harinya. Pengamatan erosi pada saat penyiangan digabungkan dengan pengamatan harian karena hanya sedikit menimbulkan erosi. Hal ini ditandai dengan tingkat kekeruhan air pada saat penyiangan relatif sama dibanding kondisi harian. Pemanenan tidak menimbulkan erosi, karena sekitar satu bulan sebelumnya petani tidak mengalirkan air, sehingga sawah dalam kondisi kering (tidak tergenang).

(14)

Hasil pengamatan erosi selama dua musim tanam menunjukkan bahwa erosi tanah pada musim kedua lebih kecil dibandingkan dengan pada musim pertama (Tabel 2). Kondisi sawah pada musim pertama masih kering dan bersamaan dengan awal musim hujan, tanahnya mudah terdispersi air. Total erosi tanah musim kedua yang masuk ke sawah lebih besar dibandingkan dengan musim pertama, disebabkan oleh meningkatnya debit air dan erosi di daerah tangkapan air (catchment area). Berdasarkan kejadian erosi yang berasal dari daerah atas (upland) dan erosi yang terjadi di sawah akibat pengolahan tanah, maka secara umum lahan sawah akan mendapatkan penambahan tanah musim pertama dan kedua 7,4 t/ha. Hal ini setara dengan penambahan tanah setebal 0,6 mm (asumsi 1 mm setara dengan 13 t/ha). Penambahan ini terutama terjadi pada petak-petak bagian bawah.

Tablel 2. Hasil pengamatan erosi tanah yang masuk dan keluar pada 18 petak sawah selama dua musim tanam (musim pertama dari 31 Oktober 2001 s/d 31 Januari 2002 dan musim kedua dari 16 Maret s/d 1 Juli 2002)

Musim tanam Parameter

Pertama Kedua

Lama pengamatan (hari) 62 69

Erosi tanah

Total erosi tanah yang masuk ke sawah melalui air irigasi

864 kg (3,4 t/ha)

1567 kg (6,2 t/ha)

Total erosi tanah yang meninggalkan sawah 347 kg

(1,4 t/ha)

210 kg (0,85 t/ha)

Erosi tanah yang mengendap di sawah 517 kg

(2 t/ha)

1357 kg (5,4 t/ha) Erosi tanah yang meninggalkan sawah pada saat

pengolahan tanah

181 kg (0,72 t/ha)

165 kg (0,65 t/ha)

Transport lateral hara NPK

Pengamatan hara NPK dilakukan terhadap jumlah hara yang terangkut secara lateral, baik yang masuk ke lahan sawah melalui aliran air irigasi maupun yang ke luar dari lahan sawah melalui aliran air drainase. Jumlah hara N dan K dalam bentuk NH4+,

NO3-, dan K+ yang masuk ke lahan sawah lebih besar dibandingkan dengan yang ke

luar dari lahan sawah. Hara P bentuk (PO43-) yang masuk ke lahan sawah lebih kecil

dibandingkan dengan yang keluar dari lahan sawah (Gambar 12). Hara N yang tinggi diduga berasal dari hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan air dan kemudian terlarut dalam air irigasi/drainase. Hara P umumnya sukar larut dalam air, tetapi yang keluar dari lahan sawah cukup tinggi. Pembebasan P dari kompleks jerapan tanah dapat terjadi pada saat pengolahan tanah, sehingga hara P ikut terlarut dalam aliran air drainase.

(15)

0 100 200 300 400 500 (g/ha) Input Output Input 98 478 29 237 Output 10 161 413 35 NH4 NO3 PO4 K

Gambar 12. Perbandingan jumlah hara NPK yang masuk dan keluar dari sawah pada musim pertama (31 Oktober 2001 s/d 31 Januari 2002)

Kehilangan hara paling besar terjadi satu hari setelah pemupukan, dimana air irigasi kembali dialirkan (Gambar 13). Kehilangan hara terbesar adalah nitrat (NO3

-). Pupuk urea mengandung hara ureumbersifat mudah larut dalam air, sehingga bentuk urea butir (pril) dan teknik pemupukan dengan sistem tebar akan semakin memudahkan hara N larut dalam aliran air.

0 10 20 30 1 2 3 4 5 6

Hari

(g/ha) NH4 NO3 PO4 K

Gambar 13. Transport lateral hara pada 6 hari pertama setelah pemupukan pada musim tanam pertama (31 Oktober 2001 s/d 31 Januari 2002)

(16)

Jika kehilangan hara yang menguap maupun yang terlindi diabaikan, maka secara umum sistem pengaturan air dan teknik pemupukan tidak menimbulkan kehilangan hara. Jumlah hara yang hilang terlarut air drainase sangat kecil dibandingkan dengan jumlah hara yang diberikan dalam bentuk pupuk (urea, SP-36, dan KCl).

KESIMPULAN

1. Sifat tanah yang mudah meloloskan air (porous) melalui seepage dan banyaknya lubang-lubang yang dibuat oleh tikus dan ketam menyebabkan kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan penggenangan menjadi cukup besar, yaitu sekitar 3.400 mm/musim tanam.

2. Dalam proses erosi di lahan sawah, proses pengelupasan terutama terjadi saat pembajakan, dan proses pengangkutan pada pelumpuran merupakan penyebab erosi terbesar. Proses pengendapan sedimen terutama terjadi pada petak-petak yang berada di bawah dan dekat dengan petak yang diolah. Erosi tanah di lahan sawah yang ke luar dari outlet petak 18 pada umumnya berasal dari pengolahan tanah di petak 17 dan 18.

3. Hara NO3 -

paling mudah larut dalam air dibanding hara lainnya. Jumlah hara yang hilang (terangkut secara lateral melalui air drainase) sangat kecil dibandingkan dengan yang diberikan dalam bentuk pupuk (urea, SP-36, dan KCl). Transpor lateral hara NO3

tertinggi terutama terjadi pada 1 (satu) hari sesudah pemupukan atau pada saat air irigasi dialirkan kembali.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana penelitian dari MSEC dan ASEAN-Jepang, serta bantuan tenaga dan pikiran dari Eko Mulyoto, Ary Susanto, Steve A. Kakisina, dan Santy Indah S.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 141-209, 440-521.

Tarigan, S.D., dan N. Sinukaban. 2001. Peran sawah sebagai filter sedimen, Studi kasus di DAS Way Besai, Lampung. hlm 29-37 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Gambar

Gambar 1. Lahan sawah yang dijadikan lokasi penelitian berada pada ketinggian 600  m dpl dengan kemiringan 22% (Foto : Steve A
Gambar 3. Kondisi petak sawah setelah dilakukan pengolahan tanah. Air irigasi yang  jernih mendesak air yang keruh akibat pengolahan (Foto : M
Gambar 4. V-notch weir yang dipasang untuk pengukuran air masuk dan air keluar  dari petak sawah (foto : M
Tabel 1. Perbandingan parameter-parameter neraca air hasil pengukuran air musim  pertama dan musim kedua
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. 2) Guru menyampaikan materi pembelajaran. 3) Siswa diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. 4) Siswa diberi

Hal tersebut dikarenakan kondisi awal operator saat membaca tombol sebelum dilakukanya perancangan dengan melihat patokan-patokan yang ada.Sehingga operator

Karakter saraf tepi secara makroskopik yang diamati adalah warna sebagai indikator proses deselularisasi dan diameter saraf (Yang et al., 2010), karakter mikrostruktur

Dalam melakukan perhitungan yang dibutuhkan menggunakan metode Shumard dalam melakukan penyesuaian untuk penentuan waktu normal dan waktu baku, metode peramalan pemulusan

Dengan menggunakan table adapter perjalanan daya dunia, pilih jenis steker untuk negara atau region dimana Anda berada: Eropa (EU), Inggris (UK) atau Amerika Serikat (AS) /

Proses belajar pendidikan jasmani merupakan suatu peristiwa belajar yang dilakukan oleh seluruh siswa dan siswi di sekolah, di mana dalam pelaksanaannya diperlukan adanya suatu

Namun, praktek money politic menjadi sangat tidak wajar atau bahkan bisa menjadi masalah jika dilakukan oleh seseorang yang sangat diagungkan dan dihormati seperti

Subyek penelitian disini dilakukan dengan pemilihan informan mengunakan pemilihan secara snowball (bola salju), subjek penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswa yang berasal