• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halo Vale 8-Small Secured

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Halo Vale 8-Small Secured"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)08. INTERNAL MAGAZINE PT VALE INDONESIA Tbk APRIL 2014. Halo Vale. “UU Minerba: Mengejar Nilai Tambah” Cerita Misdar, Cerita Pomalaa SCV Mewariskan Jiwa Sosial Makan Ikan untuk Jantung Sehat.

(2) s. DA R I K AMI. FROM US. Pembaca yang budiman,. Dear readers,. Dalam lima tahun terakhir, terjadi “gonjang-ganjing” dalam industri pertambangan kita. Pemicunya adalah larangan ekspor mineral mentah paling lambat lima tahun sejak UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba disahkan, atau 12 Januari 2014. Mengikuti UU tersebut, perusahaan tambang wajib membangun pabrik pengolahan (smelter). Intinya, Indonesia tidak lagi berjualan mineral mentah.. The last five years has seen turbulent times for our mineral industry. This was triggered by a ban on the export of unprocessed minerals, which was to take effect five years, at the latest, after Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining was enacted. The deadline for this was 12 January 2014. The Mining Law requires companies to build their own smelting facilities, therefore sending the message that Indonesia is no longer interested in selling unprocessed minerals.. UU tersebut dimaksudkan terutama untuk meningkatkan penerimaan negara dan memberikan nilai tambah dalam bentuk lapangan kerja dan penyediaan bahan baku bagi industri dalam negeri (industri hilir). Tak syak, semangat yang memayungi UU Minerba adalah nasionalisme untuk menggantikan UU No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan. UU No. 11 Tahun 1967 itu dinilai menempatkan negara dalam posisi yang lemah. Kini, sudah saatnya negara dan korporasi tambang berdiri sama tinggi. Yang jadi masalah, menurut sejumlah pengamat tambang, aturan tersebut kurang memperhatikan kesulitan yang bakal dialami perusahaan tambang. Setelah tiga tahun UU Minerba dicanangkan, kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri belum juga menunjukkan hasil yang signifikan. Sebaliknya, volume ekspor mineral mentah justru naik. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara bahkan menyebutkan, ada sejumlah komoditas mineral yang sama sekali belum memiliki pabrik pengolahan di dalam negeri. Isu pelarangan ekspor mineral mentah makin panas dengan terbitnya Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Pasal 21 Permen ini menyatakan, larangan ekspor mineral mentah sudah harus dilaksanakan selambat-lambatnya 3 bulan sejak Permen itu dikeluarkan, 6 Mei 2012. Padahal UU Minerba 2009 menyatakan jatuh tempo adalah 5 tahun sejak UU tersebut disahkan. Namun akhirnya Permen ESDM tersebut dibatalkan oleh MA setelah ada permohonan gugatan dari pengusaha penambangan bauksit di Kalimantan Tengah, Alias Wello.. The Law was created to increase state revenues and add value to the industry in terms of providing employment and supplying domestic (downstream) industries with raw material. No doubt, the spirit of the 2009 Mining Law was nationalism, replacing Law No. 67 on Basic Principles of Mining. The former law was considered to place the state in a weak position. It was now time for the state and mining corporations to be equals. The problem, according to mining analysts, is that the Law had little regard for the many problems that mining companies. After three years of enacting the Mining Law, in 2012, domestic processing and refining industries showed insignificant progress. Instead, the volume of unprocessed mineral exports actually increased. The Directorate General of Minerals and Coal even stated that several mineral commodities had no domestic processing facilities at all. The issue surrounding the ban on unprocessed mineral exports heated up further with the release of Minister of Energy and Mineral Resources (MoEMR) Regulation no. 7 of 2012 on Increasing Added Value of Minerals through Mineral Processing and Refining. Article 21 of the MoEMR Regulation stipulated that the ban on unprocessed mineral exports was to take effect within 3 months of the date the Regulation was issued, 6 May 2012. This conflicted with the 2009 Mining Law which stipulated that the deadline was 5 years from the time the law was enacted. The regulation was later annulled by the Supreme Court following a lawsuit by Central Kalimantan bauxite mining businessman, Alias Wello.. Kami berharap Anda akan memahami secara cepat duduk perkara pembangunan smelter dan larangan ekspor mineral mentah. Kami sajikan berita-berita lain yang menarik, seperti aksi kemanusiaan tim Vale dalam membantu musibah banjir di Manado (Interaksi), cerita dari Pomala (Profil), dan kiat menjaga kesehatan jantung (Sehat Selamat).. We hope it helps you to quickly understand the issues related to the development of smelters and the ban on raw mineral exports. We also present to you with other interesting articles such as the humanitarian action of a team from Vale in assisting flood victims in Manado (Interaction), a story from Pomala (Profile) and tips to maintain a healthy heart (Safe Health). Selamat membaca.. Enjoy.. Pelindung/Patron: Board of Directors PT Vale Indonesia Tbk, Penasihat/Advisor: Basrie Kamba (Director of Communications & External Affairs), Penanggung jawab/Editors in Chief: Teuku Mufizar Mahmud (GM Communications), Busman Dahlan Shirat (GM Community Relations) Redaksi Pelaksana/ Managing Editor: Sihanto B. Bela, Redaksi/ Editors: Rohman Hidayat Yuliawan, Nala Dipa Alamsyah, Nuki Adiati, Maman Ashari, Eko Rusdianto, Fotografer/Photographer: Doni Setiadi, Desain & Tata Letak/Design & Layout: Sandy Pauling, Alamat Redaksi/Address: Jl. Ternate No. 44 Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Telp. 021-5249100, Ext. 9628 & 3656, Fax. 021-5289587. Redaksi Halo Vale menerima sumbangan naskah dari pembaca. Naskah ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti dan populer. Panjang naskah maksimal satu setengah halaman kuarto, spasi satu setengah. Sertakan foto atau ilustrasi baik gambar maupun grafik jika diperlukan. Saran dan naskah dikirimkan ke alamat email editor: [email protected] dan [email protected]. Readers are welcome to contribute articles for publication in Halo Vale. Articles should be written in prose that is easy to understand, with a line-space of 1.5 and a maximum length of 1.5 A4 pages. Include photos or illustrations, drawings or graphs, if necessary. Please send suggestions and articles to the editor at [email protected] and [email protected].. 02. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(3) DAFTAR ISI / TABL E O F CONTENT. Cover. Pemberlakuan UU Minerba dinilai para pengamat memberikan nilai tambah berlipat ganda bagi negara. UU tersebut juga ibarat tonggak kedaulatan terhadap perlindungan sumber daya sekaligus peningkatan ekonomi Indonesia. Seperti apa cerita di balik pemberlakuannya dan benefit yang akan diperoleh Indonesia?. The enforcement of Mineral and Coal Mining Law assessed by the analysts can give added value for the country. The law may protect natural resources and increasing Indonesia’s economic sector as well. What was the story behind its enforcement and the benefits to be gained by Indonesia?. Cover Design: Sandy Pauling. SURAT PEMBACA READERS’ LETTERS LAPORAN UTAMA I COVER STORY Setelah Lima Tahun Menunggu The five-year wait Membangun Smelter Tidak Mudah Building Smelters Not Easy Antara Regulasi Tambang, Penataan IUP, dan Kewenangan Daerah Between the Mining Regulation, Mining Permit Structuring and Regional Authority “UU Minerba: Untuk Mengejar Nilai Tambah” “Mineral and Coal Mining Law: Struggling for Value Added” KINERJA I PERFORMANCE CSMS Diharapkan Berikan Nilai Lebih CSMS Expected to Provide Added Value Kinerja PT Vale Dinilai Memuaskan PT Vale’s Performance Deemed Satisfactory. 04 04. 05 11 16 19 22. Setiap Warga Bisa Jadi Pewarta Everyone Can Be a Reporter ATMOSFER I ATMOSPHERE Earth Hour 2014 Earth Hour 2014 PROFIL I PROFILE Cerita Misdar, Cerita Pomalaa The Story of Misdar, the Story of the Pomalaa Project. 44 46. 52 54. 56 58. 24. 26. KOMUNITAS I COMMUNITIES SCV Mewariskan Jiwa Sosial SCV Passes Down Social Conscience. 60 62. 28. SEHAT SELAMAT I HEALTHY SAFETY Makan Ikan untuk Jantung Sehat 65 Eat Fish for a Healthy Heart 68. 30. KUIS I QUIZ . 32 34 36. ZOOM IN. 70 . 71. INTERAKSI I INTERACTION Tiga Belas Hari Membantu Bencana 38 Manado Thirteen Days Assisting Manado 41 Disaster Victims. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 03.

(4) SURAT PEMB ACA / READE RS’ LET TERS. RESENSI BUKU Halo Vale merupakan bacaan yang selalu saya tunggu-tunggu kemunculannya. Saya senang dan banyak mendapat pengetahuan dari ulasan-ulasannya. Apalagi bahasa dan kontennya semakin disajikan dengan gaya populer. Saya usul agar pada edisi-edisi selanjutnya, Halo Vale punya rubrik khusus resensi buku-buku baru yang menarik. Ini bisa menjadi panduan bagi mereka yang suka membaca atau menambah minat baca karyawan. S ti van Benny M amahit [ Mi n i n g D ep ar t m en t ]. BOOK REVIEW I always eagerly anticipate the newest edition of Halo Vale magazine. I enjoy reading and gaining knowledge from the magazine’s informative coverage, particularly as it is written in a popular language that is easy to understand. I suggest that in future editions, Halo Vale include reviews of interesting new books. This will provide a guide for those of us who enjoy reading and increase an interest in reading among employees. S t i va n B e n ny M a m a h i t [M i n i n g D e pa r t m e n t ]. Terima kasih masukannya. Sementara kami tampung dan akan pertimbangkan kehadiran beberapa rubrik baru yang memang banyak diusulkan pembaca, termasuk rubrik yang Anda usulkan. Sampai saat ini redaksi belum punya rencana mengubah atau menambah rubrik karena keterbatasan halaman.. Thank you for your input. For the time being, suggestions for any new columns as requested by many readers will be considered, including the column that you have suggested. Currently, however, there are no plans to change or add columns due to space limitations.. VERSI SOFTCOPY Selamat dan sukses buat Halo Vale yang telah terbit hingga beberapa edisi dengan isi yang makin menarik dan inovatif. Selain versi hardcopy, apakah Halo Vale juga tersedia dalam versi softcopy? Bila ada versi softcopy tentu lebih hemat, karena makin sedikit Halo Vale yang dicetak. Saya sangat sayang melihat Halo Vale yang sudah dicetak dengan baik tapi berceceran karena berlebih. Selain itu, dengan versi softcopy, Halo Vale berpotensi menjadi lebih interaktif seperti majalahmajalah online yang ada sekarang, yang bahkan sudah ada video di dalamnya. Umar K asmon [Laborator y and SH]. SOFT COPY Congratulations and well done on the successful publication of several editions of Halo Vale packed with interesting and innovative content. Besides its print version, is Halo Vale also available in digital format? Soft copies of Halo Vale will no doubt cost less, as fewer magazines need to be printed. It seems wasteful to see nicely printed copies of Halo Vale scattered about due to a surplus of them. Also, having digital copies of the magazine allows it to be interactive like many online magazines we see today, some of which even carry embedded videos. Umar K asmon [Laborator y and SH]. Halo Vale tersedia pula dalam versi softcopy. Pembaca dapat mengaksesnya melalui situs vale.com/indonesia di bagian “Publikasi”. Sebenarnya kami telah melakukan penyesuaian agar sejalan dengan kebijakan penghematan biaya, yakni dengan mengurangi jumlah oplah dan spesifikasi cetak yang lebih hemat. MASIH SERING TERLAMBAT Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan kritik tentang Halo Vale yang selalu terlambat sampai ke tangan karyawan. Bahkan hal ini telah terjadi sejak Inkomunikasi. Apakah majalah ini memiliki perjalanan birokrasi yang berbelit-belit di departemen untuk sampai kepada kami? Sebab, saya menerima Halo Vale edisi 5 bulan September pada pertengahan Oktober. Kedua, mengapa untuk mengirimkan kuis hanya bisa melalui email Vale. Padahal tidak semua karyawan memiliki email Vale. Dengan kebijakan ini, kami seakan tidak punya kesempatan untuk berpartisipasi mengirimkan kuis. Terima kasih. Reny Noviana Poly [Proc tech Analyst] Rantai pasca-produksi memang merupakan tantangan yang masih dihadapi redaksi sampai saat ini. Namun kami berusaha agar tiap edisi Halo Vale dapat sampai di tangan pembaca setiap 2 bulan. Mengenai kuis, pembaca dapat berpartisipasi dengan mengirimkan fotokopi jawaban melalui DP 23B atau alamat redaksi. Jadi jawaban tidak mesti dikirimkan melalui email Vale.. Halo Vale is available in digital format and readers can access it from the “Publications” page of the vale.com/indonesia website. We have in fact made some adjustments, in accordance with cost-cutting policies, by reducing our circulation and applying costefficient print specifications. STILL DELAYED I would like to take this opportunity to criticize Halo Vale for being constantly late in reaching employees. In fact, this has happened since it was still called Inkomunikasi. Is there a long and winding bureaucratic process in the department through which the magazine must pass before reaching us? I received Halo Vale’s September Edition 5 in midOctober. Secondly, why can quizzes only be sent through Vale email, when in fact not all employees have Vale email? By having this requirement, it seems we have no chance of participating in quizzes. Thank you. Reny Noviana Poly [Proc tech Analyst] The post-production chain is indeed a challenge that the editorial team must face to this day. However, we will endeavor to have readers receive Halo Vale every 2 months. With regards to the quizzes, readers can participate by sending a photocopy of their answers through DP23B or editor’s address, so they do not need to be sent through Vale email.. Kirimkan kritik, saran, dan tanggapan Anda tentang Halo Vale ke internal. [email protected] atau kirimkan surat ke DP 23B. Surat yang dimuat akan mendapatkan suvenir menarik. Pengirim surat pembaca yang dimuat, silahkan mengambil suvenir di Communications & External Affairs Department pada hari dan jam kerja. Send your opinion, comment and feedback about Halo Vale to [email protected] or letters to DP 23B. For each letter published will receive a souvenir. For letter senders, kindly pick up your souvenir at Communications & External Affairs Department during the days and working hour.. 04. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(5) L AP O R A N UTAMA. Setelah Lima Tahun Menunggu Pelarangan ekspor mineral mentah sebagaimana diamanatkan UU No. 4 Tahun 2009 tidak mudah dilaksanakan. Apa alasannya?. Kegiatan pemuatan nikel matte produksi PT Vale di Pelabuhan Balantang, Malili, Luwu Timur. Produk yang dikirim kepada pelanggan di Jepang merupakan produk yang telah diolah sejak PT Vale berproduksi 1978.. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 05.

(6) L AP OR A N UTA MA. Kapal Aeriko milik Cina itu sudah berada di Laut Sulawesi pada 10 Januari 2014 silam. Posisinya hanya beberapa kilometer dari Pelabuhan Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Namun kapal barang curah (bulk carrier) berbobot mati 63 ribu ton lebih itu tidak mendapat izin mengangkat sauh. Padahal kapal yang dioperasikan oleh Erli International Ship Management Co itu, yang bermarkas di Shanghai, telah dipenuhi bijih nikel dan siap kirim ke Pelabuhan Guangzhou. Aeriko merupakan 1 dari 10 kapal berjenis bulk carrier yang tidak diizinkan keluar perairan Indonesia oleh bea cukai setempat. Gara-garanya, Aeriko memuat ribuan ton mineral mentah dua hari sebelum jatuh tempo pelarangan ekspor mineral mentah sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, yakni 5 tahun sejak UU tersebut disahkan pada 2009. Karena itulah, sepekan sebelumnya, banyak kapal kargo Cina buruburu menyelesaikan prosedur pengapalan sebelum jatuh tempo pelarangan ekspor mineral mentah tersebut. Atas penahanan tersebut, Duta Besar Cina untuk Indonesia Liu Jianchao kontan angkat bicara. Dia melayangkan surat kepada Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Perdagangan, dengan tembusan kepada pemerintah Sulawesi Tenggara. Jianchao keberatan atas penahanan kapal-kapal tersebut, karena mengakibatkan kerugian jutaan dollar AS. Dia meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan kembali keputusannya. Beberapa bulan sebelum UU Minerba disahkan, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah gencar mengingatkan perusahaan tambang berorientasi ekspor mineral mentah untuk menihilkan aktivitas tersebut dan membangun pabrik pengolahan (smelter). Ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah produk mineral (hilirisasi). Pro dan kontra pun muncul.. UU Minerba 2009 memang mewajibkan komoditas pertambangan diolah di dalam negeri sebelum diekspor. Namun UU itu memberikan pengecualian kepada perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk menjalankan kewajiban tersebut paling lambat tahun 2014. Bagi pemerintah Indonesia, waktu lima tahun hingga 2014 lebih dari cukup untuk merealisasikan seratus persen kebijakan hilirisasi tersebut. Kenyataannya, setelah tiga tahun UU Minerba dicanangkan sejak 2012, kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri belum juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sebaliknya, volume ekspor mineral mentah justru naik. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara bahkan menyebutkan, ada sejumlah komoditas mineral yang sama sekali belum memiliki pabrik pengolahan di dalam negeri. Sebagai contoh, total produksi bauksit pada 2011 sebesar 40,7 juta ton, sebanyak 39,7 juta ton diekspor mentah. Yang diolah di dalam negeri hanya 0,03 juta ton. Sedangkan produksi mangan mentah meningkat 8 kali lipat dan tembaga 11 kali lipat dari 2008 hingga 2011. Termutakhir, catatan Kementerian Perdagangan, dari 2012-2013 ekspor bijih tembaga dan konsentratnya mencapai 918 juta kilogram pada 2012, naik jadi 1,03 miliar kilogram pada 2013. Sedangkan ekspor bijih besi dan konsentratnya sebesar 8,6 miliar kilogram pada 2012, naik menjadi 17,4 miliar kilogram pada 2013. Ekspor bijih nikel dan konsentratnya bervolume 33 miliar kilogram pada 2012, melesat naik jadi 47 miliar kilogram pada 2013. ”Dan kita tahu, 60-70 persen mineral itu diekspor ke Cina. Bodohnya kita, kenapa volume ekspor naik, harga justru turun?” kata pengamat energi Marwan Batubara. Tak heran, kata Marwan, bila perusahaan tambang besar yang belum memiliki smelter berteriak kencang dan sengaja mengenjot produksi sebelum ekspor mineral mentah dilarang.. Dok. PTVale/ Basrie Kamba. Kapal pengangkut nikel ore milik Cina di lepas pantai Kolonodale, Sulawesi Tengah. Foto diambil pada Mei 2012.. 06. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(7) L AP O R A N UTAMA. Isu pelarangan ekspor mineral mentah makin panas dengan terbitnya Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Pasal 21 Permen ini menyatakan, larangan ekspor mineral mentah sudah harus dilaksanakan selambat-lambatnya 3 bulan sejak Permen itu dikeluarkan, 6 Mei 2012. Padahal UU Minerba 2009 menyatakan jatuh tempo adalah 5 tahun sejak UU tersebut disah-kan. Namun akhirnya Permen ESDM tersebut dibatalkan oleh MA setelah ada permohonan gugatan dari pengusaha penambangan bauksit di Kalimantan Tengah, Alias Wello.. Terkait pelarangan ekspor mineral mentah ini, isu-isu yang muncul adalah tentang perusahaan kecil bakal gulung tikar, maraknya pemutusan hubungan kerja, berkurangnya pemasukan negara, dan tidak mudah membangun smelter. ”Membangun smelter membutuhkan waktu 3-4 tahun, karena perlu uji kelayakan dan perhitungan ekonomi,” ujar juru bicara PT Freeport Indonesia, Daisy Primayanto seperti dilansir Tempo.co (6 Februari 2014). Freeport disebut sedang melakukan uji kelayakan untuk membangun smelter tembaga di dua tempat, Gresik, Jawa Timur, dan Timika, Papua. Proyek senilai 3 miliar dollar AS itu, merupakan kerja sama Freeport dengan PT Indosmelt dan PT Indovasi Mineral Indonesia. Meski demikian, ada beberapa perusahaan telah siap menyambut kebijakan hilirisasi pemerintah. Sebut saja PT Antam. Perusahaan ini menggandeng perusahaan tambang asal Australia, Direct Nickel Limited, yang pada 31 Mei 2012 mulai membangun pabrik pengolahan nikel berkapasitas 10 ribu ton per bulan senilai Rp3,8 triliun. Melihat pro dan kontra pelarangan ekspor mineral mentah tersebut, pemerintah Indonesia bergeming. Dirjen Pajak Fuad Rahmany, sehari sebelum jatuh tempo pelarangan mineral mentah diberlakukan, 11 Januari 2014, menyatakan, pemerintah tidak takut kehilangan potensi pajak akibat penghentian ekspor tambang mentah. ”Pajak pasti berkurang, tapi kita enggak mau mineral kita dikeruk habishabisan dan dibawa ke luar negeri,” ujar mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal ini, seperti dilansir (kompas.com, 11 Januari 2014).. Pajak Merosot Perhitungan Fuad, potensi kehilangan pajak dari pelarangan aturan ekspor tambang mentah tidak signifikan. ”Totalnya sekitar Rp15 triliun. Sebanyak Rp3 triliun dari pos pajak dan Rp12 triliun bea keluar. Itu enggak besar. Kita juga bisa mencari pemasukan dari pos selain tambang ,” ujar Fuad.. Wordpress.com. Permen No. 7 Tahun 2012 kemudian digantikan Permen No. 11 Tahun 2012, diikuti Inpres No. 3 Tahun 2013 tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri pada 13 Februari 2014. Dalam Permen No. 11 Tahun 2012 disebutkan, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) masih diperbolehkan mengekspor mineral mentah dengan sejumlah catatan seperti berkomitmen untuk membangun smelter, beritikad baik untuk menjaga lingkungan, dan areal tambangnya berstatus clear and clean (tidak tumpang-tindih).. Aktivitas tambang bauksit di Kepulauan Riau (ilustrasi).. Munculnya pro kontra pelaksanaan UU Minerba Tahun 2009, menurut pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Zenathan Adnin, karena lambatnya pihak swasta menyikapi regulasi ini. “Padahal UU Minerba sudah dirilis sejak 2009, tapi mereka lambat meresponsnya,” ujar Zenathan Adnin. Namun belakangan, sikap tegas pemerintah untuk melaksanakan tanpa kompromi amanat UU Minerba Tahun 2009 sepertinya melunak. Melalui dua kementeriannya, terbit Permen ESDM No.1 Tahun 2014 tentang tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Keuangan No. 6/PMK.011/2014 tentang Bea Keluar Progresif untuk Ekspor Mineral. Dalam Permen ESDM 1/2014 disebutkan, pemerintah memberikan batas waktu pembangunan smelter sampai tiga tahun ke depan atau sampai 2017. Sedangkan dalam Permen Keuangan dilansir kebijakan bea keluar progresif bertahap dengan kisaran 20-60 persen hingga akhir 2016 bagi pengekspor mineral mentah. Dalam opini Irwandy Arif, Ketua Indonesia Mining Institute yang dimuat Bisnis Indonesia, 30 Desember 2013, ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah agar industri nikel Indonesia berkesinambungan. Pertama, diperlukan perencanaan dan pengawasan terhadap pembatasan ekspor bijih nikel. Kedua, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang merangsang masuknya pelaku usaha yang mau berinvestasi untuk pembangunan jangka panjang. Di sisi lain, pengurangan ekspor bijih nikel tidak akan menurunkan pendapatan negara dalam jangka pendek. Namun justru memberikan keuntungan yang jauh lebih besar bagi Indonesia untuk jangka panjang ketika diterapkan kewajiban pendirian smelter. []. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 07.

(8) L AP OR A N UTA MA. PASAL-PASAL PENTING UU MINERBA NO. 4 TAHUN 2009 Keterangan: IUPK: Izin Usaha Pertambangan Khusus I WIUPK: Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus. Pasal 83 b. Luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 25.000 hektare.. Pasal 112 (1) Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.. g. Jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam atau batubara dapat diberikan paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.. Pasal 102 Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara. Pasal 103 (1) Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.. Pasal 129 (1) Pemegang IUPK Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dan batubara wajib membayar sebesar 4% kepada Pemerintah dan 6% kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi.. Pasal 170 Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.. Pasal 106 Pemegang IUP dan IUPK harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, dan jasa dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.. PERMEN ESDM NO. 1 TAHUN 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri Pasal 5 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam dan lUPK Operasi Produksi Mineral Logam wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penamba-ngan di dalam negeri sesuai dengan batasan minimum pengolahan dan pemurnian Mineral Logam tertentu. (3) Pengolahan dan atau pemurnian hasil penambangan yang diproduksi oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan lUPK Operasi Produksi dapat dilakukan secara lang sung atau melalui kerja sama dengan pemegang lUP Operasi Produksi lainnya, IUPK Operasi Produksi lainnya, dan atau pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pernurnian. Pasal 6 (1) Kerja sama pengolahan dan/atau pemumian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dapat berupa: a. Jual beli Bijih (raw material atau ore) atau Konsentrat; atau b. Kegiatan untuk rnelakukan proses pengolahan dan atau pemurnian. Pasal 9 Kewajiban pengolahan dan/atau pemurnian untuk Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, dan Batuan dalam ketentuan Peraturan Menteri ini tidak berlaku bagi pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, dan Batuan yang hasil penambangannya digunakan langsung untuk kepentingan dalam negeri.. 08. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(9) L AP O R A N UTAMA. PERMEN PERDAGANGAN NO. 4 TAHUN 2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian Pasal 3 Produk pertambangan yang berasal dari mineral logam sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang sudah mencapai batasan minimum pengolahan hanya dapat diekspor sampai dengan tanggal 12 Januari 2017.. Pendapatan negara (dalam juta dollar AS). 4,000. Volume ekspor (dalam kilo ton). Ekspor Nikel Indonesia (Pendapatan Negara & Volume). 700. Ekspor ore (termasuk pajak ekspor) Ferronikel & matte. 600. 3,500 3,000. 500. 2,500. 400. 2,000. 300. 1,500. 200. 1,000. 100. 500. 0. 0 Harga nikel LME. 2006. 2007. 2008. 2009. 2010. 2011. 2012. 2013f. $24.287. $37.181. $21.027. $14.700. $21.809. $22.831. $17.526. $15.050. Sumber: GTIS, laporan keuangan PT Vale, dan PT Antam, LME (diolah. Steven Brown). 600.000-700.000 ton per tahun dalam lima tahun Indonesia telah menjadi eksportir terbesar bijih nikel dunia dengan volume tan pendapatan negara, khususnya pajak dan terakhir (30% dari suplai dunia) Namun, hal itu tidak seiring dengan peningka dalam peningkatan pendapatan negara lantaran signifikan berperan tidak nikel bijih ekspor royalti yang kian merosot. Intinya, dunia, kenyataan tersebut tidak membuat di terbaik nikel sumber nilai jualnya yang rendah. Sebagai negara yang memiliki l. maksima yang produk tambah nilai Indonesia memiliki. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 09.

(10) L AP OR A N UTA MA. PRODUKSI NIKEL DI INDONESIA (METRIK TON) Pertambangan nikel di Indonesia booming sejak 2006. Meski demikian pertumbuhannya banyak ditopang oleh ekspor bijih besi Pasca keluarnya UU Minerba (2009), pertumbuhan perusahaan tambang nikel kian besar, meski ada kewajiban untuk memproduksi bahan mentah tersebut di dalam negeri. Indonesia telah melampaui sebagai pemasok bijih besi dunia dari 10% menjadi 30% saat ini. Dengan volume ekspor dari 200.000 ton menjadi 600-700.000 ton setiap bulannya. Namun kenyataan itu, tidak memberikan peningkatan yang signifikan, khususnya perusahaan tambang yang telah memiliki smelter maupun pendapatan pemerintah dari pajak dan royalti juga jatuh. Intinya adalah memasok pasar nikel melalui ekspor bijih memiliki nilai keuangan yang terbatas, terutama karena ekspor bijih menerima persentase yang rendah dari harga LME. Meskipun memiliki beberapa sumber nikel terbaik dunia, Indonesia tidak mendapatkan nilai maksimal. Sebaliknya, yang terjadi adalah tak lebih dari deposito bijih besi kelas tertinggi yang cepat habis. Mendorong lebih banyak smelter adalah solusi meningkatkan pendapatan Indonesia. Hal ini akan memastikan potensi nikel di Indonesia diubah menjadi pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dan kekayaan bagi semua.. Olahan Ni. 700,000. Ore yang tidak diolah. Undang-undang Minerba 2009. Ekspor Nikel (ton Nikel Ore atau yang diolah). 600,000 500,000 400,000 300,000. 21%. 23%. 25%. 200,000 100,000. . 6%. 7%. 8%. 11%. 6%. 7%. 6%. 6%. 6%. 5%. 5%. 5%. 2006. 2007. 2008. 2009. 2010. 2011. 2012. 2013 f. 3%. Sumber: Dokumentasi PT Vale/Steven Brown. 10. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(11) COVER STORY. The five-year wait Law No. 4 of 2009 banning the export of raw minerals is not easy to implement. Why? The Aeriko, a Chinese-owned freighter, was anchored in the Celebes Sea on 10 January 2014, a few kilometers from Southeast Sulawesi’s Pomala Port. But the 63,000 DWT bulk carrier operated by Shanghai-based Erli International Ship Management Co was not given permission to leave despite being loaded with nickel ore, ready for shipment to Guangzhou Port.. A few months before the 2009 Law on Mineral and Coal Mining (or “2009 Mining Law”) was enacted the Indonesian government had, in fact, reminded mining companies with ventures in unprocessed mineral exports to discontinue their activity and start building processing plants, or smelters. This down streaming was expected to add value to mineral products. This move had triggered plenty of debate.. Aeriko was 1 of 10 bulk carriers prevented from leaving Indonesian waters by local customs authorities. The authorities reasoned that Aeriko was carrying thousands of tons of unprocessed minerals two days before the law banning raw mineral exports (Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining) was to take effect – five years from the time the legislation was enacted on 12 January 2009. This was also the reason a large number of Chinese cargo ships were rushing to have their shipping procedures completed in the week prior to the law taking effect.. The 2009 Mining Law requires mining commodities to be processed domestically before they can be exported. But companies holding Contracts of Work (KK) and Coal Contracts of Work (PKP2B) were exempt from the regulation and had until 2014 to implement it. The Indonesian government considered five years, until 2014, more than enough time for companies to comply with the down streaming policy.. Chinese Ambassador to Indonesia Liu Jianchao raised questions on the detaining of the vessels in letters sent to the Ministry of Transportation, the Ministry of Energy and Mineral Resources and the Ministry of Trade, with copies to the government of Southeast Sulawesi. Jianchao expressed displeasure with the vessels being held up, costing millions of US dollars in losses. He asked the Indonesian government to reconsider its decision.. In reality, after three years of implementing the Law, domestic processing and refining capacities had shown no significant improvements by 2012; instead, there were sizeable increases in the volume of raw mineral exports. The Directorate General of Minerals and Coal even stated that some mineral commodities had no domestic processing facilities at all. For example, from the total production of bauxite in 2011 of 40.7 million tons, 39.7 million tons were exported in unprocessed form. Only 0.3 million tons was processed onshore. Meanwhile, raw manganese production increased 8 fold between 2008 and 2011while copper went up 11 fold.. theaustralian.com. Rizhao Port in Shandong Provinces, China is one of the enterance of nickel ore export from Indonesia.. Most recently, the Ministry of Trade reported that exports of copper ore and its concentrates, which reached 918 million kilograms in 2012, increased to 1.03 billion kilograms in 2013. Exports of iron ore and its concentrates increased from 8.6 billion kilograms in 2012 to 17.4 billion in 2013. Exports of nickel ore and its concentrates went up from 33 billion kilograms in 2012 to 47 billion kilograms in 2013. “And we know that 60-70 percent of the minerals are exported to China. Then we are stupid enough to wonder why export volumes are increasing while prices are decreasing,” said energy observer Marwan Batubara. It is no wonder, Marwan pointed out, that large mining firms lacking smelters; were the loudest to complain and deliberately increased their production before raw mineral exports were banned completely.. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 11.

(12) COV ER STO RY. Debate surrounding the export ban heated up further with the release of Minister of Energy and Mineral Resources (MEMR) Regulation No. 7 of 2012 on Increasing Added Value of Minerals through Mineral Processing and Refining. Article 21 of the MoEMR Regula-tion stipulated that the ban on unprocessed mineral exports was to take effect within 3 months of the date the Regulation was issued, 6 May 2012. This conflicted with the 2009 Mining Law which stipulated that the deadline was 5 years from the time the law was enacted. The regulation was later annulled by the Supreme Court following a lawsuit by Central Kalimantan bauxite mining businessman, Alias Wello. MEMR Regulation No. 7 of 2012 has since been replaced with MEMR Regulation No. 11 of 2012 and Presidential Instruction No. 3 of 2013 on Accelerating the Increase of Added Value of Minerals through Domestic Mineral Processing and Refining on 13 February 2014. MoEMR Regulation No. 11 of 2012 stipulates that holders of Mining Business Permits (IUP) are still permitted to export raw minerals provided they complied with several requirements, such as demonstrating their commitment to develop a smelter, having the goodwill to protect the environment and ensuring that their mining area had a “clear and clean” status (that did not overlap others). Issues surrounding the ban on raw mineral exports mainly related to the possibility of small-scale companies closing down, company workers being laid off and state revenues falling, as well as the difficulty of building smelters. “Building a smelter can take 3 to 4 years due to the need for feasibility studies and economic calculations,” said PT Freeport spokesperson Daisy Primayanto (Tempo.co, February 6, 2014) . Freeport is said to be conducting feasibility studies for the development of two copper smelters: one in Gresik, East Java, and the other in Timika, Papua. The $3 billion development will be a collaborative project between Freeport, PT Indosmelt and PT Indovasi Mineral Indonesia. However, other companies have stated that they are ready to comply with the government’s down streaming policy. Take for example PT Antam. On 31 May 2012, in collaboration with Austra-lian mining firm Direct Nickel Limited, it began development of a IDR3.8 trillion nickel processing facility which would have a capacity of 10,000 tons a month. The Indonesian government has been unmoved by the debate surrounding the export ban. A day before the ban was to take effect (11 January 2014), Director General of Tax Fuad Rahmany said the. 12. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014. government was not scared of potential tax losses due to the ban on raw mineral exports. “Tax revenues will surely decline, but we don’t want to see our minerals being completely depleted and taken offshore,” said Fuad, who was the former head of the Capital Market Supervisory Agency (kompas.com, January, 11, 2014).. Less Tax Based on his calculations, the potential tax loss resulting from the ban on unprocessed mineral exports is insignificant. “The total is only IDR15 trillion, or IDR3 trillion from taxes and IDR12 trillion from export duties. It’s not a large amount. We can regain this from state revenues collected from non-mining areas,” Fuad said. According to economic observer Zenathan Adnin from Universitas Indonesia, debate around the implementation of the 2009 Mining Law was caused by the private sector’s sluggish response to the regulation. “The Law was enacted in 2009, but they have been slow to respond,” said Zenathan Adnin. Recently, however, the government’s uncompromising resolve seems to be wavering. This is apparent from MoEMR Regulation No. 1 of 2014 on Increasing Added Value of Minerals Through Domestic Mineral Processing and Refining, and Minister of Finance Regulation No. 6/ PMK.011/2014 on Progressive Export Duties for Mineral Exports. In MEMR Regulation 1/2014, the deadline for the development of smelting facilities has been extended by three years to 2017. In the Finance Minister’s regulation, duties on exports will be progressively increased from 20 percent to 60 percent by the end of 2016. Irwandy Arif, Chairperson of the Indonesia Mining Institute, was quoted by Bisnis Indonesia on 30 December 2013 as saying the government can do two things to guarantee the sustainability of Indonesia’s nickel industry. Firstly, it needs to plan and supervise the restriction of nickel ore exports. Secondly, the government should create a conducive investment climate encouraging businesses to commit to long-term developments. Irwandy said restricting nickel ore exports would not reduce state revenues in the short term. On the contrary, it would provide substantial long-term benefits particularly when it becomes compulsory for companies to build smelters. [].

(13) COVER STORY. IMPORTANT ARTICLES IN LAW NO. 4 OF 2009 ON MINERAL AND COAL MINING Note: IUPK: Special Mining Business License I WIUPK: Special Mining Business License Areas. Article 83 b. The maximum area granted for 1 (one) Special Mining Business License Area (WIUPK) at the operational stage of metal minerals mining production is 25,000 (twenty five thousand) hectares. g. The maximum period of time granted to a Production and Operational Special Mining Business License (IUPK) for metal minerals is 20 (twenty) years and can be extended two (2) times 10 years. Article 112 (1) After 5 (five) years of production, businesses holding IUPs and IUPKs whose shares are held by foreign parties are obligated to divest their shares to the Government, local governments, stateowned companies, regional government-owned companies, or national private businesses.. Article 102 Holders of Mining Business Licenses (IUPs) and Special Mining Business License (IUPKs) are obligated to increase the added value of mineral and/or coal resources when conducting their mining, processing and refining activities and utilizing mineral and coal.. Article 103 (1) Holders of Production and Operational IUPs and IUPKs are obligated to process and refine mining products domestically.. Article 129 (1) Holders of Production and Operational IUPKs for metal and coal minerals are obligated to pay, out of their net profit from the time of production, 4% (four percent) to the Government and 6% (six percent) to the local government. Article 170 Holders of Contracts of Works as stipulated in Article 169 who have started production are obligated to refine their product, as stipulated in Article 103 clause (1), within 5 (five) years of this Law being enacted.. Article 106 Holders of IUPs and IUPKs must prioritize the use of local manpower, domestic products and services, as stipulated in rules and regulations.. MINISTER OF ENERGY AND MINERAL RESOURCES REGULATION NO. 1 OF 2014 on Increasing Added Value of Minerals Through Domestic Mineral Processing and Refining Article 5 (1) Holders of Production and Operational IUPs for metal minerals and Production and Operational IUPKs for metal metals are obligated to process and refine mining products domestically, and observe the minimum level of processing and refining as determined by metal type. (3) The processing or refining of mining products by holders of Production and Operational IUPs and Production and Operational IUPKs may be carried out directly or through cooperation with other holders of Production and Operational IUPs, Production and Operational IUPKs, and/or holders of Production and Operational IUPs specializing in processing and/or refining. Article 6 (1) Cooperation in processing and/or refining as stated in Article 5 clause (3) may be in the form of: a. Trading in raw material/ ore or concentrate; or b. Activities in processing and/or refining. Article 9 The obligations to process and/or refine metal minerals, non-metal minerals and rocks as stipulated by this Ministerial Regulation does not apply to holders of Production and Operational IUPs and Production and Operational IUPKs for metal minerals, non-metal minerals and rocks, whose mining products are used directly for domestic purposes.. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 13.

(14) COV ER STO RY. MINISTER OF TRADE REGULATION NO. 4 / 2014 on the Export of Processed and Refined Mining Products Article 3 Mining products from metal minerals stipulated in Attachment II that have fulfilled the minimum level of processing requirement may only be exported until 12 January 2017.. Estimated Indonesian revenues from nickel exports (USD, millions). 4,000 3,500. Nickel contained in exports of matte, FeNi, and ore (kilo-tonnes). Estimated Indonesian nickel exports (revenues and volumes). 700. Ore exports (incl. export tax) FeNi & Matte. 600. 3,000. 500. 2,500. 400. 2,000. 300. 1,500. 200. 1,000 100. 500. 0. 0 LME nickel price. 2006. 2007. 2008. 2009. 2010. 2011. 2012. 2013f. $24,287. $37,181. $21,027. $14,700. $21,809. $22,831. $17,526. $15,050. Source: GTIS, PT Vale and PT Antam financial reports, LME, and. analysis (Steven Brown). in Indonesian nickel revenues. Indonesia has gone from The massive increase in ore exports has not led to a meaningful increase today. It has gone from less than 200,000t of nickel 30% ately approxim supplying less than 10% of the world nickel market to have not increased in a meaningful fashion. Of course, revenues le, Meanwhi 000t. 600-700, of region the in re somewhe exports to also falling. are royalties and taxes from revenues as company revenues fall, government. 14. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(15) COVER STORY. NICKEL PRODUCTION IN INDONESIA (METRIC TON) Nickel mining in Indonesia has been booming since 2006. However all the growth has come via direct ore export operations. Most nickel mines in Indonesia today have started after the 2009 mining law, despite clear obligations for domestic processing. Indonesia has gone from supplying less than 10% of the world nickel market to approximately 30% today. It has gone from less than 200,000t of nickel exports to somewhere in the region of 600-700,000t. Meanwhile, revenues have not increased in a meaningful fashion. Of course, as company revenues fall, government revenues from taxes and royalties are also falling. The point is that the current approach of supplying the nickel market through ore exports has had limited financial value, mainly since the ore exports receive a low percentage of the LME price. Despite having some of the world’s best nickel resources, Indonesia isn’t getting optimum value. Instead, we’re seeing the highest grade deposits being rapidly depleted. Encouraging more home processed nickel would almost certainly increase Indonesian revenues. This would ensure Indonesia’s nickel potential is converted into greater economic growth and wealth for all to share.. Processed Ni. 700,000. Unprocessed Ore. 2009 mining law. 600,000 500,000 400,000 300,000 21%. 23%. 25%. 200,000 100,000 . 6%. 7%. 8%. 11%. 6%. 7%. 6%. 6%. 6%. 5%. 5%. 5%. 2006. 2007. 2008. 2009. 2010. 2011. 2012. 2013 f. 3%. Source: PT Vale’s Doc/Steven Brown. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 15.

(16) L AP OR A N UTA MA. Membangun Smelter Tidak Mudah Sebanyak 185 proposal pembangunan smelter masuk ke pemerintah. Tak semua akan diloloskan. Ketentuan UU Minerba Tahun 2009 agar perusahaan tambang memiliki smelter (pabrik pengolahan) dianggap terlalu berat. Sebenarnya, seberapa sulit membangun smelter? Jawabannya memang sulit. Membangun pabrik pengolahan bahan tambang mentah bukan melulu menyangkut perizinan dan sumber tenaga, tapi juga kelayakan dari sisi bisnis bagi investor. Catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, setiap smelter menelan biaya rata-rata 2-10 miliar dollar AS atau Rp1,9-9,5 triliun, bergantung pada kapasitas. Hingga menjelang akhir 2013, dalam catatan Kementerian ESDM, sedikitnya 185 proposal pembangunan smelter diajukan dengan nilai investasi 555 miliar dollar AS atau senilai Rp5.233,6 triliun. Dari jumlah proposal yang masuk itu, pemerintah akan menyeleksi dan memilih investor yang benar-benar punya dana. Pemerintah juga mempertimbangkan kecukupan bahan baku. Jadi belum tentu rencana 185 smelter itu direalisasikan semuanya.. 16. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014. Data yang dirilis Kementerian ESDM pada pertengahan Januari 2014 lalu menyebutkan, baru 66 perusahaan pemegang IUP (izin usaha pertambangan) atau baru sekitar 27% dari 250 pemegang IUP yang siap dan serius membangun smelter. Sebagai contoh, investasi smelter tembaga, menurut Syanrir AB, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) dinilai mencengangkan. PT Indosmelt, misalnya, yang berencana membangun smelter berkapasitas 350 ribu ton konsentrat yang dapat menjadi 100 ribu ton katoda tembaga dan asam sulfat—bahan bagi industri pupuk— perlu modal sedikitnya 700 juta dollar AS..

(17) L AP O R A N UTAMA. Pikiran itu diamini Dito Ganinduto, anggota Komisi VII DPR. “Idenya bagus, karena hilirisasi tidak tergantung swasta. Ini hampir sama dengan pemerintah membangun kilang sendiri, tapi harus dipikirkan mekanismenya,” kata dia (inilah.com, 12 Desember 2013). Menyangkut jaminan pasokan bahan baku sendiri, sebagai contoh, smelter tembaga belum ada peminatnya. Calon investor PT Nusantara Smelting, misalnya, meminta jaminan pasokan tersebut. Saat ini, smelter tembaga di Indonesia yang beroperasi adalah milik PT Smelting Gresik yang mengolah 30% konsentrat tembaga yang dipasok dari Freeport dan Newmont Nusa Tenggara. Padahal Indonesia memiliki cadangan 4,2 miliar ton bijih tembaga. []. “Hingga menjelang akhir 2013, catatan Kementerian ESDM, sedikitnya ada 185 proposal pembangunan smelter diajukan dengan nilai investasi 555 miliar dollar AS atau senilai Rp5.233,6 triliun.”. INVESTASI PEMBANGUNAN PABRIK PRODUK MINERAL. 2013 2014. Realisasi investasi Minerba: 4,3 miliar dollar AS. Realisasi investasi pembangunan smelter: 346 juta dollar AS. Realisasi investasi Minerba: 8,8 miliar dollar AS. Realisasi investasi pembangunan smelter: 4,8 miliar dollar AS.. Dalam Pengerjaan • PT Indoferro Pengolahan pig iron dan nickel pig iron. Kapasitas: 500 ribu ton per tahun. Lokasi: Cilegon, Jawa Barat. Investasi: 800 juta dollar AS. • PT Krakatau Posco Pengolahan bijih besi. Kapasitas: 3 juta ton per tahun. Lokasi: Cilegon, Jawa Barat. Investasi: 6 miliar dollar AS. Patungan PT Krakatau Steel dan Pohang Iron and Steel Company (Posco) Korea Selatan. • PT Dairi Prima Mineral Pengolahan bijih seng. Kapasitas: 1 juta ton per tahun. Lokasi: Dairi, Sumatera Utara. Investasi: 400 juta dollar AS. Merupakan anak perusahaan PT Bumi Resources Minerals. • PT Meratus Jaya Iron and Steel Pengolahan bijih besi. Kapasitas: 315 ribu ton per tahun.. Lokasi: Batulicin, Kalimantan Selatan. Investasi: 150 juta dollar AS. Patungan PT Antam dan PT Krakatau Steel. • PT Sebuku Iron Lateritic Ore Pengolahan bijih besi. Kapasitas: 1 juta ton per tahun. Lokasi: Kotabaru, Kalimantan Selatan. Investasi: 300 juta dollar AS. • PT Agincourt Resources Pengolahan bijih tembaga/emas. Kapasitas: n/a. Lokasi: Pahae, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Investasi: n/a. Merupakan anak perusahaan G-Resources Group Ltd. • PT Aneka Tambang Pengolahan bijih bauksit. Kapasitas: 300 ribu ton per tahun. Lokasi: Sanggau, Kalimantan Barat. Investasi: 492 juta dollar AS. Patungan dengan PT Indonesia Chemical Alumina (ICA).. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 17.

(18) L AP OR A N UTA MA. Dalam Rencana • PT Bosowa Metal Industri dan PT Central Omega Resources Pengolahan pig iron dan nickel pig iron. Kapasitas: 500 ribu ton per tahun. Lokasi: Cilegon, Jawa Barat. Investasi: 800 juta dollar AS. • PT Central Omega Pengolahan feronikel. Kapasitas: 320 ribu ton per tahun. Lokasi: Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Investasi: 300 juta dollar AS.. • PT Antam - Proyek feronikel Halmahera, kapasitas 27 ribu ton nikel per tahun, investasi 1,6 miliar dollar AS. - Proyek feronikel Pomalaa, investasi 486 juta dollar AS. - Proyek pig iron Mandiodo, kapasitas 120 ribu ton per tahun, investasi 398 juta dollar AS. - Proyek Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan, kapasitas 300 ribu ton per tahun, investasi 450 juta dollar AS. - Smelter Grade Alumina (SGA) Mempawah, kapasitas 1,2 juta ton per tahun, investasi 1 miliar dollar AS.. Lainnya • PT Nusantara Smelting dan PT Jinghuang Indonesia (telah mendapat izin). • PT Weda Bay Nikel (studi kelayakan). Berbagai sumber/ diolah. PETA PENYEBARAN SMELTER YANG BEROPERASI DI INDONESIA. Smelter Dairi & Pahae, Tapanuli Utara (Sumatera Utara) Sanggau (Kalimantan Barat) Batulicin & Kotabaru (Kalimantan Selatan) Cilegon (Banten). 18. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014. Gresik (Jawa Timur). Sorowako (Sulawesi Selatan) Pomalaa (Sulawesi Tenggara).

(19) COVER STORY. Building Smelters Not Easy The government has received 185 proposals for the construction of new smelters. Not all will get a green light. The need for mining companies to have smelters (processing facilities) as stipulated by the 2009 Mining Law is considered a difficult task to fulfill. But is a smelter hard to build? The answer, yes, it is. Developing a factory processing raw mining products does not only involve obtaining the necessary permits and manpower; it is also about assessing the venture’s business feasibility as determined by the investor. According to Ministry of Energy and Mineral Resources (MoEMR), a smelter costs $2-10 billion, or IDR1.9-9.5 trillion on average, depending on capacity. As of the end of 2013, the MEMR has received at least 185 proposals for the construction of smelters, with a total investment of $555 billion or IDR5,233 trillion. The government would select and. choose the proposals from investors with solid financing. The government would also take into account the supply of raw material. So, the 185 smelters may not all go ahead. According to MEMR data released in mid-January, only 66 IUP holders – or about 27% of 250 IUP holders – are prepared and serious about building smelters. The investment for a copper smelter is astonishing, said Indonesia Mining Association (IMA) Executive Director Syahrir AB. For example, PT Indosmelt’s plans to build a smelter with a 350,000-ton concentrate capacity producing 100,000 tons of copper cathodes and sulfuric acid – material for fertilizer manufacturing – will require capital of at least $700 million.. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 19.

(20) COV ER STO RY. This idea was well received by Dito Ganinduto, a member of the House of Representative’s Commission VII. “It’s a good idea so down streaming is not dependent on the private sector. It is almost like the government builds its own factory, but we need to think of a good mechanism for this,” he said (inilah.com, December, 12, 2013) With regards to raw material, there has been no interest in supplying copper smelters, for instance, and prospective investor PT Nusantara Smelting is asking that there be such guarantees. The copper smelter currently operating in Indonesia is owned by PT Smelting Gresik that processes 30% copper concentrate supplied by Freeport and Newmont Nusa Tenggara. Meanwhile, Indonesia has a deposit of 4.2 billion tons of copper ore. []. “As of the end of 2013, the MEMR has received at least 185 proposals for the construction of smelters, with a total investment of $555 billion or IDR5,233 trillion.”. INVESTMENT IN SMELTER DEVELOPMENT. 2013 2014. Realized investment in energy and coal mining: $4.3 billion. Realized investment in smelter development: $346 million. Total target for investment in energy and coal mining: $8.8 billion. Target for investment in smelters: $4.8 billion.. On Going: • PT Indoferro Pig iron and nickel pig iron processing. Capacity: 500,000 tons a year. Location: Cilegon, West Java. Investment: $800 million. • PT Krakatau Posco Iron ore processing. Capacity: 3 million tons a year. Location: Cilegon, West Java. Investment: $6 billion. A joint venture between PT Krakatau Steel and Pohang Iron and Steel Company (Posco) of South Korea. • PT Dairi Prima Mineral Zinc ore processing. Capacity: 1 million tons a year. Location: Dairi, North Sumatera. Investment: $400 million. A subsidiary of PT Bumi Resources Minerals. • PT Meratus Jaya Iron and Steel Iron ore processing. Capacity: 315,000 tons a year.. 20. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014. Location: Batulicin, South Kalimantan. Investment: $150 million. A joint venture between PT Antam and PT Krakatau Steel. • PT Sebuku Iron Lateritic Ore Iron ore processing. Capacity: 1 million tons a year. Location: Kotabaru, South Kalimantan. Investment: $300 million. • PT Agincourt Resources Copper/gold ore processing. Capacity: n/a. Location: Pahae, Tapanuli North, North Sumatera. Investment: n/a. A subsidiary of G-Resources Group Ltd. • PT Aneka Tambang Bauxite ore processing. Capacity: 300,000 tons a year. Location: Sanggau, West Kalimantan. Investment: $492 million. A joint venture with PT Indonesia Chemical Alumina (ICA)..

(21) COVER STORY. In The Pipeline • PT Bosowa Metal Industri dan PT Central Omega Resources Nickel processing. Capacity: 10,000 tons a year. Location: Jeneponto, South Sulawesi. Investment: $200 million. • PT Central Omega Ferronickel processing. Capacity: 320,000 a year. Location: Morowali Utara, Central Sulawesi. Investment: $300 million.. • PT Antam - Halmahera ferronickel project, with a capacity of 27,000 tons of nickel a year and an investment of $1.6 billion. - Pomalaa ferronickel project, with an investment of $486 million. - Mandiodo pig iron project, with a capacity of 120,000 tons a year and an investment of $398 million. - Tayan Chemical Grade Alumina (CGA) project, with a capacity of 300,000 tons a year and an investment of $450 million. - Mempawah Smelter Grade Alumina (SGA), with a capacity of 1.2 million tons a year and an investment of $1 billion.. Others • PT Nusantara Smelting and PT Jinghuang Indonesia (granted permission). • PT Weda Bay Nikel (feasibility study). Variety Sources. MAP OF INDONESIA’S SMELTER. Smelter Dairi & Pahae, Tapanuli Utara (North Sumatera) Sanggau (West Kalimantan) Batulicin & Kotabaru (South Kalimantan) Cilegon (Banten). Sorowako (South Sulawesi) Pomalaa (Southeast Sulawesi). Gresik (East Java). Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 21.

(22) L AP OR A N UTA MA. Antara Regulasi Tambang, Penataan IUP, dan Kewenangan Daerah Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan KPK bekerja sama mengindentifikasi ribuan IUP di Indonesia. Tujuannya menyeragamkan prosedur, data, dan mencegah kerugian negara.. Selain perihal kewajiban perusahaan tambang untuk memiliki pabrik pengolahan, terbitnya UU Minerba juga sejalan dengan target pemerintah untuk menata Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pasalnya, dalam 10 tahun terakhir – pasca keluarnya UU Otonomi Daerah - penerbitan IUP oleh pemerintah daerah kian tak terkontrol dan memunculkan imbas negatif. Khususnya tumpang tindih lahan dan kerusakan lingkungan akibat praktik penambangan IUP yang tidak memperhatikan aspek keseimbangan alam dominannya. Data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM pada Februari 2014 menyebutkan terdapat 10.918 IUP di Indonesia. Sebanyak 12 provinsi diidentifikasi memiliki IUP terbanyak, di antaranya Bangka Belitung (1085 IUP), Kalimantan Barat (682 IUP), Kalimantan Tengah (866 IUP), Kalimantan Timur (1.443 IUP), Sulawesi Tengah (443 IUP), dan Sulawesi Tenggara (472 IUP). Sebanyak 6.041 telah berstatus clean & clear (CNC) dan 4.877 sisanya berstatus non CNC dimana 3.136 berada di 12 provinsi tersebut.. “UU Minerba mencoba melakukan perubahan tata kelola tambang minerba. Salah satu yang harus ditata ulang adalah izin-izin yang tumpang tindih tersebut,” ujar Staf Ahli Bagian Hukum dan Perundang-undangan Kementerian ESDM, Sony Heru Prasetyo. Persoalan tak cuma sampai di situ. Selain status CNC, persoalannya adalah juga teridentifikasi perusahaan pemegang IUP yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ternyata cukup banyak. Data Ditjen Pajak Maret 2014, disebutkan terdapat 3.202 perusahaan pemegang IUP yang belum teridentifikasi NPWP-nya. Dari hal itu, dalam catatan Ditjen Minerba, sejak 2005-2013, muncul piutang negara tercatat sebesar Rp.1.308 miliar yang terdiri dari iuran tetap Rp31 miliar atau 2,3 persen dan royalti sebesar Rp1.277 miliar atau 97,6 persen. Sedangkan jumlah piutang pada 12 provinsi mencapai Rp. 905 miliar atau 69 persen dari total piutang. Yang terdiri dari iuran tetap sebesar Rp. 23 miliar dan royalti sebesar Rp882 miliar rupiah. Piutang ini berasal dari 1.659 perusahaan dari total 7.501 IUP yang ada di 12 provinsi tersebut.. youtube.com. ”Jangan biarkan tumpang-tindih lahan ini jadi bom waktu yang akan merugikan kita semua,” Todung Mulya Lubis (Pakar Hukum). 22. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(23) L AP O R A N UTAMA. sinarbumi. com. Aktivitas penamban gan nikel di Kabaena, Sulawesi Tenggara.. “Selama ini yang terjadi ada perbedaan data jumlah pemegang IUP antara Ditjen Minerba dengan Pemerintah Daerah. Maka itu, tujuan percepatan keluarnya peta kawasan tambang tersebut mengingat potensi kerugian negara akibat oknum kepala daerah di provinsi dan kabupaten terbilang tinggi,” ujar Ketua Tim Kajian Sumber Daya Alam Litbang KPK Dian Patria.. Kewajiban Reklamasi Sementara, menurut ahli geologi Nadjamuddin Nawawi merebaknya penerbitan IUP terjadi karena dua hal. Pertama, banyak daerah yang berorientasi mengejar pendapatan asli daerah lewat sektor pertambangan. Kedua, masih banyak pemerintah daerah yang tidak memahami prosedur penerbitan IUP dan disharmonisasi antar kepala daerah dalam penerbitan izin karena batas administrasi daerah yang kadang tidak jelas. Alhasil, yang terjadi tumpang tindih tadi. Dan lokasi IUP banyak yang terletak di wilayah hutan lindung. Di luar itu, ada hal penting lainnya dalam penerbitan IUP, yakni status IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi, harus disertai dengan kajian indikasi prospek dan nilai ekonomis. “Karena hal ini adalah petunjuk undang- undang,” tambah dia. Umumnya IUP operasi produksi yang dikeluarkan pemerintah daerah yang terjadi selama ini, termasuk untuk jenis tambang galian C, tidak memenuhi aspek tersebut. “Hak dan kewajiban juga harus jelas, misalnya perusahaan tambang harus melakukan reklamasi,” ungkap dia.. Akt ivit as tam ban g bat uba ra di Bar ito Uta ra, Kal ima nta n Sel ata n. wor dpr ess. com. Tak ayal, melihat fakta ini, Kementerian ESDM bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menggandeng kementerian terkait lainnya seperti Keuangan, Perdagangan, Dalam Negeri, dan Pemerintah Daerah gencar mengidentifikasi ribuan IUP sejak Februari 2014 silam untuk menyelamatkan keuangan negara dari praktik bisnis di sektor tambang.. Soal tumpang tindih ini, lihatlah catatan KPK dari kunjungan identifikasi IUP di Kalimatan Tengah pada Februari silam. Tumpang tindih IUP dengan kawasan hutan terjadi pada 20 ribu hektar kawasan hutan lindung, hampir 4.000 hektar hutan konservasi dan 379 ribu hektar kawasan HP (hutan produksi), HPK (hutan produksi dapat dikonversikan), dan HPT (hutan produksi terbatas). Dari hasil kajian KPK, tidak satupun daerah di provinsi ini mencantumkan data jaminan pascatambang. Sedangkan data jaminan reklamasi, hanya dicantumkan oleh 20 IUP dari 845 IUP senilai Rp5,5 miliar.. Tenaga Pengawas Selain soal reklamasi, Sony Heru Prasetyo juga menambahkan faktor ketersediaan inspektur tambang di daerah. Sehingga komposisi IUP dan tenaga pengawasnya cukup ideal. ”Yang terjadi saat ini inspektur tambang di daerah sangat sedikit sekali jumlahnya dan tidak sesuai dengan jumlah izin yang dikeluarkan,” tambah Sony. Sedangkan dalam perspektif pakar hukum Todung Mulya Lubis, pemerintah daerah boleh saja menggunakan kewenangannya memberikan dan mencabut IUP karena hal tersebut diatur dalam UU Otonomi Daerah, namun aspek tumpang tindih lahan juga perlu menjadi perhatian serius untuk diselesaikan, khususnya oleh pemerintah pusat untuk dikoreksi. ”Jangan biarkan soal tumpangtindih lahan ini jadi bom waktu yang akan merugikan kita semua,” ujar dia (Koran Tempo, 29 Juni 2012). []. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 23.

(24) COV ER STO RY. Between the Mining Regulation, Mining Permit Structuring and Regional Authority The central government, local governments, and KPK (Corruption Eradication Commission) work closely to identify thousands of IUP (mining permit) in Indonesia. The objective is to unify procedures, data, and prevent losses. The mining companies are required to have a processing plan. In addition, the Government issued the Mining Law in line with the Government’s target to organize mining permits (IUP). In the last 10 years, after the issuance of the Regional Autonomy Law, issuance of mining permits (IUP) by local governments becomes increasingly uncontrollable. As a result, land overlaps emerge and the severity of environmental damage increases due to mining practices with no consideration of the aspect of the natural balance. According to the data from the Directorate General of Mineral and Coal of the Energy and Mineral Resources Ministry, in February 2014, there were 10,918 mining permits (IUP) in Indonesia. A total of 12 provinces were identified as having the largest number of IUP, including Bangka Belitung (1,085 IUP), West Kalimantan (682),. Central Kalimantan (866), East Kalimantan (1,443), Central Sulawesi (443), and Southeast Sulawesi (472). A total of 6,041 IUP have the status of clean and clear (CNC) while the remaining 4,877 have the status of non-CNC, in which 3,136 are in the 12 provinces. “The objective of the Mining Law is to change the governance of Mineral and Coal Mining. Permit overlapping should be reorganized,” said the Legal and Legislation Senior Advisor of the Ministry of Energy, Sony Heru Prasetyo. In addition to the CNC status, many companies with mining permits are identified without Taxpayer Identification Number (NPWP). From the data of the Taxation Office, in March 2014, there were 3,202 companies holding the IUP with unidentified NPWP.. Dok. PTVale/ Basrie Kamba. Chinesse bulkcarrier surounding Kolonodale sea, Central Sulawesi. 24. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014. The miners operate trucks and machinery in the coal mines at Palaran district, Samarinda, East Kalimantan..

(25) COVER STORY. In this context, the Directorate General of Mining recorded, since 2005-2013 State Receivables was recorded to be Rp1,308 billion, which consisted of Rp31 billion of fixed fees or 2.3 percent and royalties of Rp1,277 billion or 97.6 percent. Meanwhile the number of receivables in the 12 provinces reached Rp905 billion, or 69 percent of total receivables, which consisted of fixed fees of Rp23 billion and royalties of Rp882 billion. These receivables came from 1,659 companies of the total of 7,501 IUP holders in the 12 provinces. Based on this fact, the Ministry of Energy and Mineral Resources together with the Corruption Erradiction Commission (KPK), working closely with other related ministries such as the Ministry of Finance, Commerce, the Internal/ Home Affairs, and the local governments since February 2014 are aggressively identifying thousands of IUP with the objective to rescue the State Finance from the business practices in the mining sector.. the procedures for IUP issuance and the disharmony between the regional heads in the issuance of permits due to the unclear administrative boundaries. As a result, overlapping occurs as mentioned before. Several IUP are located in protected forest areas. Another important matter related to the issuance of IUP concerns the status of IUP from exploration to production operations. This status change must be accompanied by a study on the indication of prospect and economic value. “This is regulated by the law,” Nadjamuddin added. Generally, production operations IUP issued by the local government covers mining in the category of C. “Rights and obligations should be clear, for example, mining companies must perform reclamation,” Nadjamuddin said.. “Currently, there have been discrepancies between the data of the Directorate General of Mineral and Coal and the local governments regarding the number of IUP holders. Thus, the the the map of mining areas needs to be released as soon as possible, given the high potential of losses due to the violations conducted by the provincial and regional head of the districts,” the Chairman of the Natural Resources Research and Development Assessment of KPK, Dian Patria said.. Land overlaps can be seen from the notes resulted from IUP identification visits in Central Kalimantan conducted by KPK in February. Mining permits were issued on a 20 thousand hectares of protected forest areas, around 4,000 hectares of forest conservations, and 379 thousand hectares of HP (production forest), HPK (convertible production forest), and HPT (limited production forest). From the results of the study KPK, none of the areas in the province included the post-mining guarantee. Meanwhile the reclamation guarantee were only provided by 20 of the 845 listed IUP holders with the value of Rp5.5 billion.. The Obligation for Reclamation. Supervisory personnel. According to geologists Nadjamuddin Nawawi, there are two reasons why the outbreak of IUP issuance occurred. First, many regions are oriented to pursue local revenue through the mining sector. Second, most of the local governments do not understand. Apart from the reclamation, Sony Heru Prasetyo also discussed about the availability of mine inspector in the region. “The number of mine inspector in the region is very low, not in line with the number of permits issued,” Sony said. In the perspective of Todung Mulya Lubis, a legal expert, the local government may only use its authority to provide and repeal IUP as regulated in the Regional Autonomy Law. Land overlaps need to be seriously addressed, particularly by the central government. “This problem of land overlaps may become a time-bomb with potential losses for all of us, let’s not allow this to happen,” Todung said (Koran Tempo, June, 29, 2012). []. beritakendari.com. voanews.com Nickel Mine activity in one area at Southeast Sulawesi. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 25.

(26) L AP OR A N UTA MA. “UU Minerba: Mengejar Nilai Tambah” Nilai tambah itu bisa terwujud dalam bentuk keuntungan finansial, ekonomi, PDRB, PDB, lapangan kerja dan ketahanan mineral.. Ada komentar menyebutkan, realisasi pelarangan ekspor mineral justru menjadi pukulan bagi Indonesia. Devisa negara menyusut tajam, ekonomi melemah karena investor menutup usahanya, dan jumlah pengangguran di sektor tambang bakal melonjak. Benarkah? Mari kita hitung kemungkinan itu berdasarkan skenario yang dirancang pemerintah.. Dalam opini Irwandy Arif, Ketua Indonesia Mining Institute yang dimuat Bisnis Indonesia, 30 Desember 2013, Saat ini negara mendapat pendapatan dari kegiatan tambang nikel melalui pajak dan royalti yang besarnya sangat tergantung kepada harga nikel di pasar dan nilai produk nikel yang diekspor tersebut. Jumlah ekspor hanya menjadi salah satu dari faktor tambahan.. UU Minerba 2009 tidak berdiri sendiri. Regulasi ini punya turunan yang dapat meminimalisir dampak buruknya. Pertama, pemerintah telah membuat regulasi kenaikan royalti untuk produk energi dan mineral— PP No. 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Tarif royalti dari sektor Minerba selama ini dianggap berkontribusi sangat kecil bagi devisa negara.. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, pendapatan negara dari pertambangan nikel justru cenderung berkurang meskipun volume ekspornya bertambah. Hal ini terjadi karena mayoritas nikel yang diekspor masih dalam bentuk bijih (15% dari nilai harga penjualan nikel murni).. 26. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014.

(27) L AP O R A N UTAMA. Sebagai contoh, ketika harga nikel dunia melambung tinggi pada tahun 2007, besarnya pendapatan negara dari dua perusahaan penghasil utama nikel olahan, yakni PT Vale dan PT Antam, lebih dari dua kali lipat dari perkiraan pendapatan total yang diperoleh negara di tahun 2012 dari seluruh kegiatan pertambangan nikel (bijih) di Indonesia. Padahal pada 2012 tersebut, total volume produksi tambang nikel mencapai dua kali lipat produksi 2007. Hal ini sangat menunjukkan betapa pentingnyanya peningkatan nilai tambah dan harga nikel terhadap jumlah pendapatan negara. Akhirnya, pada 2013, harga nikel menjadi semakin rendah sehingga besarnya pendapatan negara dari pertambangan nikel hampir tidak ada nilainya sama sekali meskipun tingkat produksi mencapai rekor tertinggi.. Respon Positif Tak kalah menarik adalah hasil riset lembaga pemeringkat Fitch Ratings yang dirilis pertengahan Januari 2014 silam. Disebutkan, larangan ekspor mineral tambang mentah dari Indonesia tidak berdampak signifikan bagi bisnis industri di Cina. Fitch Ratings menyebut industri aluminium sebagai sampel. Memang, Cina sangat bergantung pada pasokan bauksit dari Indonesia sebagai bahan baku industri aluminiumnya. Namun Fitch Ratings menilai, Cina telah mengantisipasinya sejak lima tahun silam. “Bauksit yang telah masuk ke Cina cukup sampai satu tahun produksi. Sebab tahun 2013 lalu, impor bauksit di Cina naik 80 persen, sementara produksi alumina di Cina hanya naik 18-20 persen. Sementara mereka mendapat pasokan dari India, Papua Nugini, dan Australia,” ungkap Laura Zhai, Associate Director Fitch Ratings. Juga disebutkan, kebijakan pemerintah Indonesia tersebut tidak berdampak signifikan pada harga alumina global dan mineral lainnya.. Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara kewajiban hilirisasi bagi perusahaan tambang akan memberi nilai tambah berlipat ganda bagi negara. “Nilai tambah itu bisa terwujud dalam bentuk peningkatan nilai yang bersifat tangible dan intangible, seperti berupa keuntungan finansial, ekonomi, PDRB, PDB, lapangan kerja, dan ketahanan mineral,” ujar dia. Dia mencontohkan bila pengolahan dan pemurnian dilakukan di dalam negeri untuk nikel, bauksit, timah, besi dan tembaga, maka masingmasing nilainya akan naik sekitar 18, 30, 20, 4, dan 12 kali lipat. Angka itu belum termasuk keuntungan pengolahan produk samping, seperti adanya unsur logam tanah jarang dan logam radio aktif dari limbah tambang timah, atau unsur platina dan paladium dari limbah konsentrat tembaga. []. “Aturan ini diterima oleh pasar, dan dampaknya adalah rupiah menguat terhadap dollar Amerika Serikat,” Bayu Krisnamurthi (Wakil Menteri Perdagangan). margind.com. Namun Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi justru menilai positif pasca-pemberlakuan penuh UU Minerba. “Aturan ini diterima oleh pasar, dan dampaknya adalah rupiah menguat terhadap dollar Amerika Serikat,” ujar dia sehari pasca-jatuh tempo UU Minerba, 13 Januari 2014. “Dollar AS dibuka dengan posisi kembali menyentuh level Rp11.000, setelah sempat nangkring cukup lama di level Rp12.000,” tambah dia.. Mark juga mengatakan, Cina sebenarnya tidak mampu memproduksi nikel berkualitas baik. Pasalnya, bahan baku terbaiknya selama ini disuplai dari Indonesia, yang memiliki grade antara 1,8-1,9 persen nikel dengan volume 75 persen dari total stok Cina. Sementara, Filipina sebagai andalan pemasok untuk Cina, hanya memiliki grade 1,4-1,5 persen nikel. Itu pun dengan volume hanya 10-20 persen dari total stok Cina. “Artinya, perbaikan harga nikel dunia hanya tinggal menunggu waktu,” Mark menegaskan.. Mark Selby, Senior Vice President of Business Development Royal Nickel Corp juga berkomentar positif. “Kebijakan Indonesia seperti tektonik bagi pasar nikel. Sebab, 25-30 persen suplai global nikel mentah telah dihentikan melalui kebijakan ini. Tentu ini akan memberikan harapan bagi pasar nikel. Kita lihat dalam bulan pertama dan puncaknya pada semester kedua 2015,” ujar Mark Selby seperti dilansir Mining.com, akhir Januari 2014 lalu.. Ed i si Apr i l 2014 I H alo Val e. 27.

(28) COV ER STO RY. gdb.rferl.org. Bulldozers scoop soil containing various rare-earth elements to be loaded onto a ship at the port in Lianyungang, in China’s eastern Jiangsu Province.. “Mineral and Coal Law: Struggling For Value Added” The added value that can be realizedsuch as a financial benefit, economy, GRDP, GDP, employment, and mineral independency. 28. H a l o Va l e I Edis i Apr il 2014. There are people who say that banning unprocessed mineral exports will harm Indonesia. Foreign exchange will decline, the economy will weaken due to investors closing down their businesses, and unemployment in the mining sector will increase. Is this true? Let us calculate the possibility of this happening based on a scenario designed by the government. The 2009 Mining Law is not an isolated piece of legislation. It has secondary legislations minimizing its negative impact. First, the government has created a regulation increasing royalties on energy and mineral products – Government Regulation No. 9 of 2012 on Non-tax Revenues in the Energy and Mineral Resources Sector. Royalties from mining and coal has so far contributed very little to state revenue. Irwandy Arif, Chairperson of the Indonesia Mining Institute, was quoted by Bisnis Indonesia on 30 December 2013 as saying the state currently receives revenues from nickel mining businesses through taxes and royalties. The amount of these depend largely on the market price for nickel and nickel product exports, despite the fact that export products are merely an additional factor..

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian model kursus wirausaha perdesaan berbasis kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan wirausahawan baru di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Bogor

Dari model, untuk parameter yang umum digunakan di lapangan dan konduktivitas listrik lapisan permukaan tanah yang biasa ditemukan, pengukuran atas suatu medium paruhruang homogen

Sehingga dalam kesempatan ini penulis mencoba untuk membahas mengenai teori akad yang menitik-beratkan kepada rukun dan syarat akad pada bagian para pihak yang

Pembahasan dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan media boneka tangan dan pengaruhnya terhadap media pembelajaran daring dan ekonomi masyarakat yang

 Disajikan seperangkat komputer di ruangan Lab.Komputer, ditayangkan beberapa contoh program aplikasi, peserta didik dapat menjelaskan berbagai kegunaan perangkat lunak

Produksi ± 3 TCF per tahun Eksportir Nomor 2 dunia (kandung an lebih dari 100 miliar ton) Potensi terbesar di dunia (40% dari kapasitas dunia) Produsen terbesar di

Etiologinya diperkirakan karena disfungsi dari mekanisme kerja hipotalamus – hipofisis yang mengakibatkan anovulasi sekunder. Pada masa ini ovarium masih belum

PADA HARI SELASA BERTARIKH 27 DISEMBER 2011 JAM 9.00 PAGI DALAM KAMAR PENOLONG KANAN PENDAFTAR.. MAHKAMAH TINGGI