• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISERTASI. Oleh MESTER SITEPU /KM L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISERTASI. Oleh MESTER SITEPU /KM L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

MENGHILANGKAN PENGARUH KOPLING

ELEKTROMAGNETIK DAN TOPOGRAFI PADA DATA

PENGKUTUBAN IMBAS YANG DIAMBIL DENGAN SENSOR

DIPOLE-DIPOLE MENGGUNAKAN METODE BAYANGAN

KOMPLEK UNTUK MEMPERMUDAH INTERPRETASI

DATA LAPANGAN

DISERTASI

Oleh

MESTER SITEPU

058103006/KM

SE K O L A H P A SCA S A R JANA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(2)

MENGHILANGKAN PENGARUH KOPLING

ELEKTROMAGNETIK DAN TOPOGRAFI PADA DATA

PENGKUTUBAN IMBAS YANG DIAMBIL DENGAN SENSOR

DIPOLE-DIPOLE MENGGUNAKAN METODE BAYANGAN

KOMPLEK UNTUK MEMPERMUDAH INTERPRETASI

DATA LAPANGAN

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Kimia, Konsentrasi Fisiko Kimia pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MESTER SITEPU

058103006/KM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(3)

Judul Disertasi : MENGHILANGKAN PENGARUH KOPLING ELEKTROMAGNETIK DAN TOPOGRAFI PADA DATA PENGKUTUBAN IMBAS YANG DIAMBIL

DENGAN SENSOR DIPOLE-DIPOLE MENGGUNAKAN METODE BAYANGAN KOMPLEK UNTUK MEMPERMUDAH INTERPRETASI DATA LAPANGAN

Nama Mahasiswa : Mester Sitepu Nomor Pokok : 058103006 Program Studi : Ilmu Kimia

Konsentrasi : Fisiko Kimia

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Harlem Marpaung) Ketua

(Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc.) (Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc.)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur Sekolah

(Prof. Basuki W., M.Sc., Ph.D.) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc.)

(4)

PROMOTOR

Prof. Dr. Harlem Marpaung

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc.

Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc. Guru Besar Tetap Ilmu Fisika Komputasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(5)

TIM PENGUJI

Ketua : Prof. Dr. Harlem Marpaung Anggota : Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc.

Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc. Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. Prof. Dr. Suharta, M.Si.

(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Mester Sitepu

NIM : 058103006

(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mester Sitepu

NIM : 058103006

Program Studi : Doktor Ilmu Kimia, Konsentrasi Fisiko Kimia Jenis Karya : Disertasi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberkan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-Exclusive

Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul:

MENGHILANGKAN PENGARUH KOPLING ELEKTROMAGNETIK DAN TOPOGRAFI PADA DATA PENGKUTUBAN IMBAS YANG DIAMBIL DENGAN SENSOR DIPOLE-DIPOLE MENGGUNAKAN

METODE BAYANGAN KOMPLEK UNTUK MEMPERMUDAH INTERPRETASI DATA LAPANGAN

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan

mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : Juli 2009 Yang Menyatakan

(8)

DEDIKASI

Disertasi ini didedikasikan untuk bapak saya:

Mambo Rajaurung Sitepu Badiken

yang dipanggil olehNya pada hari Senin dinihari tanggal 16 Mei 1994.

Sungguhpun dia hanya berpendidikan sampai kelas 3 Sekolah Rakyat, keinginan dan usaha-nya untuk menyekolahkan anak-anaknya

tidak pernah luntur sampai nafasnya yang terakhir. Dia adalah Pahlawanku.

Semoga Allah menempatkannya di sisiNya, Amin.

Eenggo sempat erbuah ajar ras pedahndu ndube bapa, tapi la sempat nanamindu kerna itadingkendu sope denga tasak.

Medan, Juli 2009

(9)

ABSTRAK

Menggunakan metode bayangan komplek, telah dilakukan penjabaran komponen x dan z vektor potensial Hertz yang dihasilkan oleh suatu dipole yang terletak pada permukaan bumi. Dari solusi ini, juga dijabarkan solusi pendekatan terhadap impedansi timbal-balik antara pemancar dan penerima yang terletak pada permukaan medium yang diamati. Untuk medium paruh ruang homogen, hasil numerik komponen x dan z vektor potensial Hertz sangat sesuai dengan hasil solusi lain yang telah dipublikasikan sebelumnya. Impedansi timbal-balik antara pemancar dan penerima untuk medium paruh ruang homogen dan berlapis juga bersesuaian dengan literature. Untuk menentukan pengaruh topografi dapat dilakukan berdasarkan pola perambatan gelombang dari permukaan ke permukaan, permukaan ke udara atau permukaan ke subpermukaan. Dari model, pengaruh topografi menaik dan menurun yang diperoleh bersesuaian dengan hasil yang dipublikasikan sebelumnya, dan juga sesuai dengan hasil yang diperoleh dengan perangkat lunak yang digunakan oleh industri. Dengan menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik dan topografi dari data lapangan yang diperoleh oleh industri ternyata interpretasi data dari hasil yang diperoleh menjadi lebih mudah. Pengaruh topografi dan kopling elektromagnetik yang mengkontaminasi data lapangan dapat dihilangkan secara bersamaan. Metoda ini ternyata cepat dan sederhana, dan hasil yang diperoleh lebih baik dari yang dipublikasi sebelumnya.

Kata Kunci: Metode bayangan komplek, vektor potensial Hertz, impedansi timbal-balik, medium paruh ruang homogen, medium paruh ruang berlapis dan pengaruh topografi.

(10)

ABSTRACT

Using the method of complex images, the x and z components of the Hertz vector potential generated by a dipole that lies on the earth surface are derived. From this, the approximate solution of the Mutual Impedance between the transmitter and the receiver that lie on the surface of a medium under investigation, is given. For a homogeneous half-space medium, numerical results of the x and z components of the Hertz vector potential compare well with previously published results. The mutual impedance between the transmitter and the receiver for halfspace homogeneous and multilayer mediums are also in agreement with the literature. For the effect of topography can be obtained based on the wave propagation pattern: surface to surface, surface to air and surface to subsurface. Based on the model, the obtained effects of rising topography and falling topography were in agreement with the results published previously, and also in agreement with the results obtained using software used by industry. By removing the effects of electromagnetic coupling and topography from the fielld data collected by industry, interpretation of data becomes easier. The effects of topography and coupling that contaminating field data con be removed simultaneously. The method proved to be rapid and simple, and the results obtained are better than those published previously.

Keywords: Method of complex images, Hertz vector potential, Mutual Impedance, homogeneous half-space medium, homogeneous multilayer mediums and effect of topography.

(11)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho dan rahmat-Nya penelitian dan disertasi ini dapat terlaksana dan selesai.

Dengan selesainya disertasi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sap.A(K), atas kesempatan, bantuan biaya dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyeleasikan pendidikan program Doktor di Universitas Sumatera Utara.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. atas dorongan dan arahan selama mengikuti pendidikan.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Harlem Marpaung (Ketua), Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc. (Anggota) dan Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc. (Anggota) yang telah banyak menyumbangkan pikiran dan saran serta meluangkan waktu dalam proses penyelesaian disertasi ini.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Ilmu Kimia.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Dewan Penguji dan Penilai Disertasi: Prof. Dr. Harlem Marpaung, Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc., Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc., Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D., Prof. Dr. Suharta, M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S. atas kesediaan mereka untuk menguji dan menilai penulis.

(12)

Terima kasih yang tulus beserta doa untuk Almarhum Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, M.Sc. atas prakarsanya mendirikan Konsentrasi Fisiko Kimia di Program Doktor Ilmu Kimia..

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Ilmu Kimia, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2005 khususnya Konsentrasi Fisiko Kimia.

Akhirnya penulis juga ingin menyampaikan mohon maaf yang amat dalam kepada Ibunda terhormat Kurung br Ginting, Istri tercinta Ainun Mardiah, S.H., dan anak-anak tersayang Dewi Safitri Sitepu, SPt., Intan Khairani Sitepu, AMd., Srinina Purnama Sitepu, AMK., Gia Karina Putri Sitepu dan Emia Rizki Bibina Sitepu atas keterbatasan waktu penulis buat mereka selama ini, dan ucapan terima kasih atas doa mereka untuk kesehatan dan keselamatan penulis serta rezeki yang layak dari Allah.

Medan, Juli 2009 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT………... ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR GAMBAR……….… viii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi

BAB I. PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah……… 5

1.3. Tujuan Penelitian……… 6

1.4. Manfaat Penelitian……… 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………. 12

2.1. Pendahuluan……….. 12

2.2. Pengkutuban Imbas……… 18

2.3. Konsep Teori Bayangan Komplek……… 21

2.4. Impedansi Timbal-balik……… 27

BAB III. METODE PENELITIAN / BAHAN DAN METODE……… 33

3.1. Tempat dan Waktu……… 33

3.2. Rancangan Penelitian……… 34

3.3. Pelaksanaan Penelitian……….. 35

3.4. Variabel yang Diamati……….. 41

BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 43

4.1. Penjabaran Solusi Matematik……… 43

4.1.1. Solusi vektor potensial hertz berdasarkan pendekatan bayangan komplek……… 43

4.1.2. Solusi Impedansi timbal-balik berdasarkan pendekatan bayangan komplek……… 50

4.2. Pengujian Solusi Vektor Potensial Hertz……….. 55

4.2.1. Kelayakan menggunakan metoda bayangan komplek……… 56

4.2.2. Kelayakan hasil vektor potential hertz... 63

4.3. Impedansi Timbal-balik (Elektromagnetik Kopling)... 75

4.3.1. Karakteristik impedansi timbal-balik... 76

4.3.2. Medium paruhruang horizontal……… 85

4.3.3. Medium banyak lapis……….. 91

4.3.4. Medium homogen dengan topografi... 95

4.4. Menghilangkan Pengaruh Kopling Elektromagnetik dan Topografi 107 4.4.1. Akuisisi data……… 109

(14)

4.4.3. Batasan penggunaan metode bayangan……… 120

4.5. Pembahasan……… 122

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 134

5.1. Kesimpulam……….. 134

5.2. Saran………. 135

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3-1 Jadual Pelaksanaan Kegiatan……… 33

3-2 Parameter yang Diamati dalam Kegiatan………. 42

4-1 Syarat Berlakunya Teori Bayangan Komplek... 45 4-2 Tebal dan Hambatan Jenis Listrik Masing-Masing Lapis

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2-1 Timbulnya arus pengkutuban………... 20

2-2 Pengkutuban membran……… 20

2-3 Pengkutuban elektroda………. 20

2-4 Konsep Bayangan Komplek. Perhatikan Bahwa Pada Sisi Sebelah Kiri, Pemancar AB Terletak di Permukaan Medium yang Konduktivitasnya Terbatas, dan Pada Sisi Sebelah Kanan Merupakan Konsep Bayangan yang Sesuai. Perhatikan Juga Bahwa A'B' Adalah Bayangan yang

Dihasilkan... 22 2-5 Pandangan Melintang Suatu Lintasan di Atas Suatu Medium

yang Secara Topografi Miring ke Bawah dengan Sudut yang Terbentuk Antara Mendatar dan Bidang Miring Sebesar (180+α) Derajat. Perhatikan Bahwa Lintasan Adalah

Sepanjang PCQ... 25 2-6 Pandangan Melintang Suatu Lintasan di Atas Suatu Medium

yang Secara Topografi Miring ke Atas dengan Sudut yang Terbentuk Antara Mendatar dan Bidang Miring Sebesar (180-α) Derajat. Perhatikan Bahwa Lintasan Adalah

Sepanjang PCQ... 26 2-7 Gambaran Umum Orientasi Pemancar (AB) dan Penerima

(MN). Perhatikan Bahwa Sudut Antara Bidang untuk Tempat Pemancar dan Penerima Adalah (180-α). Perhatikan Juga Bahwa Titik Pusat Sistem Koordinat Kartesian Adalah

di Tengah Pemancar (AB)... 29 2-8 Pandangan Melintang Perambatan dari Permukaan ke

Permukaan... 30 3-1 Bagan Alir Penelitian Tahap I... 36 3-2 Bagan Alir Penelitian Tahap II... 39 4-1 Pandangan Depan untuk Orientasi Dipole-Dipole.

Perhatikan Bahwa L adalah Panjang Dipole, dan x=ML

adalah Jarak Pisah Antara Pemancar dan Penerima... 54 4-2 Grafik δ/Ri Sebagai Fungsi f dan σ yang Menunjukkan

(17)

4-3 Perubahan Kedalaman Bayangan Akibat Perubahan f dan σ.. 58 4-4 Perubahan Kedalaman Bayangan Akibat Perubahan f dan β1. 60

4-5 Perubahan β1 Sebagai Akibat Perubahan ρ1 dan ρ2, dengan

Mempertahankan Nilai f=3 Hz, ρ3=1 MΩm, h1=10 m dan

h2=100 m... 61

4-6 Perubahan β1 untuk Perubahan ρ2 dan ρ3, dan Nilai Tetap

untuk f=3 Hz, ρ1=10 Ωm, h1=10 m dan h2=100 m... 61

4-7 Perubahan β1 untuk Perubahan h1 dan h2, dan Nilai Tetap

untuk ρ1=10 Ωm, ρ2=1 KΩm, ρ3=1 MΩm dan f=3 Hz... 62

4-8 Perbandingan Πx yang Diperoleh dengan Menggunakan

Metode Wait (1966) {garis padat} dengan yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Bayangan (garis titik-titik) untuk Tiga Panjang Dipole, pada ρ=100 Ωm, x=5L, y=0, dan z=0 (atas) dan pada ρ=100 Ωm, x=5L, y=5L dan z=0

(bawah) ... 65 4-9 Perbandingan Πz yang Diperoleh dengan Menggunakan

Metode Wait (1966) {garis padat} dengan yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Bayangan (garis titik-titik) untuk Tiga Panjang Dipole, pada ρ=100 Ωm, x=5L, y=0, dan z=0 (atas) dan pada ρ=100 Ωm, x=5L, y=5L dan z=0

(bawah) ... 66 4-10 Perbandingan Πx yang Diperoleh dengan Menggunakan

Metode Wait (1966) {garis padat} dengan yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Bayangan (garis titik-titik) untuk Tga Panjang Dipole, pada f=3 Hz, x=5L, y=0, dan z=0

(atas) dan pada f=3 Hz, x=5L, y=5L dan z=0 (bawah) ... 68 4-11 Perbandingan Πz yang Diperoleh dengan Menggunakan

Metode Wait (1966) {garis padat} dengan yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Bayangan (garis titik-titik) untuk Tiga Panjang Dipole, pada f=3 Hz, x=5L, y=0, dan

z=0 (atas) dan pada f=3 Hz, x=5L, y=5L dan z=0 (bawah) .... 69 4-12 Perbandingan ΠX Dan ΠZ yang Diperoleh dengan

Menggunakan Metode Wait (1966) {Garis Padat} dengan yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Bayangan (Garis Titik-Titik) Untuk Tiga Panjang Dipole, pada ρ=100

Ωm, f=3 Hz, y=0, dan z=0... 71 4-13 Perbandingan ΠX dan ΠZ yang Diperoleh dengan

(18)

yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Bayangan (Garis Titik-Titik) untuk Tiga Jarak y, pada ρ=100 Ωm, f=3

Hz, L=100 m, dan z=0... 72 4-14 Perubahan ΠX dan ΠZ yang Diperoleh dengan Menggunakan

Metode Bayangan untuk Tiga Jarak z, pada ρ=100 Ωm, f=3

Hz, L=100 m dan y=5L... 74 4-15 Plot Log|MI| Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk f=0.3, 3 dan 30

Hz, pada L=100 m dan ρ=100 Ωm. Gambar yang Atas adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Nair dan Sanyal (1980) dan Gambar yang Bawah adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Metode Millet (1967). Perhatikan Bahwa Garis Titik-Titik adalah Hasil yang Diperoleh dengan

Menggunakan Metode Bayangan... 77 4-16 Plot Log|MI| Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk ρ=1, 100 dan

10000 Ωm, pada L=100 m dan f=3 Hz. Gambar yang Atas adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Nair dan Sanyal (1980) dan Gambar yang Bawah adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Metode Millet (1967). Perhatikan Bahwa Garis Titik-Titik adalah Hasil yang Diperoleh dengan

Menggunakan Metode Bayangan... 78 4-17 Plot Log|MI| Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk L=10, 50 dan

100 m, pada ρ=100 Ωm dan f=3 Hz. Gambar yang Atas adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Nair dan Sanyal (1980) dan Gambar yang Bawah adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Metode Millet (1967). Perhatikan Bahwa Garis Titik-Titik adalah Hasil yang Diperoleh dengan

Menggunakan Metode Bayangan... 79 4-18 Gambar 4-18. Plot Impedansi Timbal-balik Sebagai Fungsi

Daya Hantar Listrik, Untuk L=10, 50 dan 100 m pada f=3 Hz dan m=2. Gambar yang Atas adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Nair dan Sanyal (1980) dan Gambar yang Bawah adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Metode Millet (1967). Perhatikan Bahwa Garis Titik-Titik adalah Hasil yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode

Bayangan... 83 4-19 Plot Log|MI| Sebagai Fungsi f, Untuk L=10, 50 dan 100 m

pada ρ=100 Ωm dan m=2. Gambar yang Atas adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Menggunakan Metode Nair dan Sanyal (1980) dan Gambar

(19)

yang Bawah adalah Perbandingan dengan Hasil yang Diperoleh dengan Metode Millet (1967). Perhatikan Bahwa Garis Titik-Titik adalah Hasil yang Diperoleh dengan

Menggunakan Metode Bayangan... 84 4-20 Plot |MI| Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk ρ=100 Ωm dan

L=100 m. Gambar yang Atas adalah Hasil yang Diperoleh Untuk f1=.3 Hz dan Gambar yang Bawah adalah Hasil yang

Diperoleh Untuk f2=3 Hz... 86

4-21 Plot ρa Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk ρ=100 Ωm dan L=100 m. Gambar yang Atas adalah Hasil yang Diperoleh Untuk f1=.3 Hz dan Gambar yang Bawah adalah Hasil yang

Diperoleh Untuk f2=3 Hz... 87

4-22 Plot PDMI dan PFE Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk ρ=100

Ωm dan L=100 m. ... 88 4-23 Plot Pseudoseksi Hambatan Jenis Listrik Untuk ρ =100 Ωm

dan L=1 Blok dengan Menggunakan RSXIP2D. Perhatikan Bahwa Jumlah Blok Dalam Arah Horizontal adalah 124 dan Jumlah Blok Secara Vertical adalah 36. Perhatikan Juga

Bahwa Panjang Blok adalah 0.25 Kali Panjang Dipole... 89 4-24 Plot Hambatan Jenis Listrik Semu Untuk Medium Tiga

Lapis dengan ρ1=100 Ωm, ρ2=100 Ωm, ρ3=100 Ωm, h1=200

m dan h2=50 m... 92

4-25 Plot Impedansi Timbal-balik dan Hambatan Jenis Listrik Semu Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk L=100 m, ρ1=100

Ωm, ρ2=10 Ωm, ρ3=300 Ωm, h1=100 m dan h2=20 m... 93

4-26 Plot PDMI dan PFE Sebagai Fungsi Jarak m, Untuk L=100 m, ρ1=100 Ωm, ρ2=10 Ωm, ρ3=300 Ωm, h1=100 m dan

h2=20 m... 94

4-27 Perubahan ρa Untuk Perubahan α, Pada ρ=100 Ωm, f=3 Hz dan L=1 m dan Topografi Miring ke Atas (Atas) dan

Topografi Miring ke Bawah (Bawah)……….. 98

4-28 Perbandingan |Ex| (Garis Putus-Putus) dengan |Ez| (Garis

Padat) (Atas), dan |Ex+Ez| (Garis Padat) dengan |Ex-Ez|

(Garis Putus-Putus) (Bawah) Untuk ρ=100 Ωm, f=3 Hz dan

L=1 m... 99 4-29 Perubahan ρa Untuk Perubahan α Pada ρ=100 Ωm, f=3 Hz,

(20)

4-30 Perbandingan ρa yang Diperoleh dengan Menggunakan

Metode Bayangan dengan yang Diperoleh Menggunakan RSXIP2D, Untuk Medium Homogen dengan ρ=100 Ωm dan

α=30 Derajat. Untuk Metode Bayangan, Frekuensi yang Digunakan Adalah 3 Hz. Untuk RSXIP2D, Jumlah Titik Dalam Arah Horizontal dan Vertikal ke Bawah Masing-Masing 129 dan 20. Perhatikan Bahwa L=50 m, dan

Perpotongan Dianggap Pada Jarak Lintasan Nol... 103 4-31 Perubahan ρa Untuk Perubahan m Pada ρ=100 Ωm, f=3 Hz,

L=50 m, m=2... 104 4-32 Model 2D Topografi Berupa Bukit dengan Sudut

Kemiringan 30 Derajat (Atas) dan Lembah dengan Sudut Kemiringan -30 Derajat (Bawah). Perhatikan Bahwa Titk

Acuan Berada Pada Titik Tengah Bukit atau Lembah... 105 4-33 Anomali Hambatan Jenis Listrik Semu yang Diakibatkan

Oleh Topografi Pada Gambar 4-32, Untuk ρ=100 Ωm, f=3

Hz, L=50 m……….. 106

4-34 Diagram Fasor Impedansi Timbal-balik yang Menunjukkan Komponen Vektor Kopling Elektromagnetik dan Komponen

Pengkutuban Imbas. ... 107 4-35 Diagram Fasor Impedansi Timbal-balik yang Menunjukkan

Kombinasi Komponen Vektor Kopling Elektromagnetik dan

Komponen Pengkutuban Imbas... 108 4-36 Plot Topografi Sepanjang Lintasan... 110 4-37 Plot Pseudoseksi ρa Sepanjang Lintasan Dalam Gambar

4-36. Perhatikan Bahwa Panjang Dipole adalah 100 m, Jarak Diukur Dalam meter dan Satuan Hambatan Jenis Listrik

adalah Ohm-meter... 110 4-38 Plot Pseudoseksi ρa Sepanjang Lintasan Dalam Gambar

4-36. Perhatikan Bahwa Panjang Dipole adalah 50 m, Jarak Diukur Dalam meter dan Satuan Hambatan Jenis Listrik

adalah Ohm-meter... 111 4-39 Model Topografi Gambar 4-36 Untuk Panjang Dipole 100

m. Sudut Kemiringan adalah 24 Derajat... 112 4-40 Model Topografi Gambar 4-36 Untuk Panjang Dipole 50 m.

Sudut Kemiringan Masing Masing (Mis., Dari Kiri) adalah

(21)

4-41 Hambatan Jenis Listrik Semu yang Diperoleh Dengan RSXIP2D Untuk L=50 m dan ρ=100 Ωm, dan Topografi

Pada Gambar 4-36. ... 114 4-42 Hambatan Jenis Listrik Semu yang Diperoleh Dengan

Metode Bayangan Komplek Untuk L=50 m dan ρ=100 Ωm,

dan Topografi Pada Gambar 4-40... 114 4-43 Plot ρa Sebagai Fungsi Jarak Lintasan pada Gambar 4-39

Untuk n = 1, 2, 3, 4, 5 dan 6... 115 4-44 Plot ρa Sebagai Fungsi Jarak Lintasan pada Gambar 4-40

untuk n = 1, 2, 3, 4, 5 dan 6... 116 4-45 Plot Pseudoseksi Hambatan Jenis Listrik Sepanjang Lintasan

Pada Gambar 4-36, Setelah Menghilangkan Pengaruh Topografi dan Elektromagnetik. Perhatikan Bahwa Panjang

Dipole adalah 100 m... 117 4-46 Plot Pseudoseksi Hambatan Jenis Listrik Sepanjang Lintasan

Pada Gambar 4-36, Setelah Menghilangkan Pengaruh Topografi dan Elektromagnetik. Perhatikan Bahwa Panjang

Dipole adalah 50 m... 118 4-47 Plot Pseudoseksi Hambatan Jenis Listrik yang Disebabkan

Oleh Tanggapan Pengkutuban Imbas Bahan yang Dikandung Oleh Medium Ianang Sepanjang Lintasan Pada Gambar 4-36. Perhatikan Bahwa Panjang Dipole adalah 100

m... 119 4-48 Plot Pseudoseksi Hambatan Jenis Listrik yang Disebabkan

Oleh Tanggapan Pengkutuban Imbas Bahan yang Dikandung Oleh Medium Ianang Sepanjang Lintasan Pada Gambar 4-36. Perhatikan Bahwa Panjang Dipole adalah 50

m... 120 4-49 Keadaan Dimana Metode Bayangan Berhasil Digunakan... 121 4-50 Keadaan Dimana Metode Bayangan Dapat Memberikan

(22)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama EM Electromagnetics (elektromagnetik)

EMC Electromagnetic Coupling (kopling elektromagnetik)

FFT Fast Fourier Transform (transformasi Fourier cepat)

IP Induced Polarization (pengkutuban imbas)

PDMI Percent Decrease in Mutual Impedance (persen penurunan

impedansi timbal-balik)

PFE Percent Frequency Effect (persen pengaruh frekuensi)

Lambang Nama

c kecepatan cahaya

d kedalaman bayangan

dl panjang penerima (infinitesimal) ds panjang pemancar (infinitesimal) f frekuensi

h1, h2 tebal lapisan pertama dan kedua

j 1

jarak m jarak antara pemancar dan penerima dalam satuan m jarak x jarak antara pemancar dan penerima dalam satuan x

k jarak y antara pemancar dan penerima dalam satuan panjang dipole m jarak x antara pemancar dan penerima dalam satuan panjang dipole n jarak spasi dalam plot pseudoseksi (mis., m-1)

r x2 + y2

rAM, rAN jarak antara titik A dan M, A dan N

rBM, rBN jarak antara titik B dan M, B dan N

sa, sb jarak titik A dan B dari nol sm, sn jarak titik M dan N dari nol

u0 λ2 γ 0 2 + u1 λ2 γ 1 2 +

x jarak x antara pemancar dan penerima y jarak y antara pemancar dan penerima z jarak z antara pemancar dan penerima A, B titik ujung akhir pemancar

A', B' bayangan titik A dan titik B

E medan listrik

Er medan listrik dalam arah r

E// medan listrik dalam arah penerima

Ex, Ey, Ez komponen x, y dan z medan listrik

I arus listrik

J0, J1 fungsi Bessel orde nol dan satu

(23)

M, N titik titik ujung penerima

P, Q titik awal dan titik akhir lintasan

R koefisien pantulan

Ri jarak antara bayangan dan penerima

R0 jarak antara pemancar dan penerima untuk perambatan dari

permukaan ke permukaan

R1 jarak antara pemancar dan penerima untuk perambatan dari

permukaan ke udara

R2 jarak antara pemancar dan penerima untuk perambatan dari

permukaan ke bumi

R0i jarak antara bayangan dan penerima untuk perambatan dari

permukaan ke permukaan

R1i jarak antara bayangan dan penerima untuk perambatan dari

permukaan ke udara

R2i jarak antara bayangan dan penerima untuk perambatan dari

permukaan ke bumi

V beda potensial

VMN beda potensial antara titik M dan N

Zm impedansi timbal-balik atau kopling elektromagnetik

α sudut kemiringan

β1 (1+γ 2) / (1−γ2)

δ tebalkulit = 2/(μωσ)

δ1 2/ (μωσ1)

ε0, ε1 permitivitas udara dan bumi

γ0, γ1 tetapan perambatan gelombang di udara dan bumi

λ variabel pengintegralan

λ0 panjang gelombang di udara

μ0, μ1 permeabilitas udara dan bumi

∏ vektor potensial Hertz

∏x, ∏y, ∏z komponen x, y, dan z vektor potensial Hertz

∏ ∏x

P x S

, bahagian primer dan sekunder komponen x vektor potensial Hertz

ρ hambatan jenis listrik

ρa hambatan jenis listrik semu

ρ1, ρ2 hambatan jenis listrik udara dan bumi

ρi hambatan jenis listrik lapis ke i

ρref hambatan jenis listrik medium jika tidak ada topografi

σ0, σ1 daya hantar listrik udara dan bumi

ω frekuensi sudut

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1 Vector Potential Hertz: Keabsyahan Jangkauan Kuasistatik

(x << lambda & delta << Ri)……… 143 2 Perbandingan Vektor Potensial Hertz yang Diperoleh dengan

Wait (1966) dan Metode Bayangan... 144 3 Impedansi Timbal-balik Sebagai Fungsi f dan σ ... 146 4 Impedansi Timbal-balik Sebagai Fungsi m ... 151 5 Medium Topografi Menurun ... 154 6 Medium Topografi Menaik ... 157 7 Data Lapangan: Menghitung Hambatan Jenis Listrik Semu

(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sensor, berdasrakan opersinya dapat dikatagorikan atas sensor pasif dan sensor aktif. Sensor pasif, melalui sinyal tangapannya, mengukur dan menampilkan sesuatu yang terdeteksi di lingkungan sekitarnya (mis., termometer). Sedangkan sensor aktif, untuk mendapatkan sinyal tanggapan, biasanya lingkungan sekitarnya distimulasi dengan memancarkan sinyal tertentu untuk memaksa terjadinya interaksi dan kemudian linkungan sekitar menghamburkan energi terhadap sensor. Hamburan energi ini kemudian ditanggapi secara pasif oleh sensor. Namun apapun jenis sensor yang digunakan, interaksi antara sensor dengan lingkungan fisis lokal akan menghasilkan suatu bentuk sinyal yang biasanya suatu bentuk tanggapan listrik dari sifat fisika, kimia atau biologi sensor terhadap sifat fisika, kimia atau biologi lingkungan sekitarnya.

Untuk memungkinkan terjadinya interaksi maka biasanya sensor dibuat terdiri dari dua bahagian yaitu bahagian untuk menstimulasi dan bahagian untuk menanggapi hamburan hasil interaksi. Dalam hal ini sering pula ditemui bahwa ada pula interaksi antara kedua bahagian sensor tersebut. Interaksi kedua sensor ini sering pula bersifat timbal-balik dan mengacaukan hasil ukur bahagian yang menanggapi hamburan hasil interaksi. Di samping itu orientasi kedua bahagian sensor juga dapat mempengaruhi sinyal yang ditanggapi. Dalam eksplorasi kedua pengaruh yang bersifat merugikan tersebut dikenal sebagai pengaruh kopling elektromagnetik dan pengaruh topografi.

Sensor dipole-dipole merupakan bahagian dari sensor aktif. Hal ini disebabkan karena cara kerjanya yang menginjeksikan arus listrik ke dalam medium melalui elektroda arus dan kemudian mendeteksi hasil interaksi antara arus dengan medium melaui elektroda potensial. Hasil interkasi dapat berupa pengkutuban imbas medium. Sedangkan pengkutuban imbas medium dipengaruhi oleh larutan kimia dalam pori dan sifat kimia permukaan. Studi yang dilakukan oleh Lesmes dan Frye (2001), menunjukkan bahwa parameter pengkutuban imbas berhubungan langsung dengan parameter fisikokimia yang mengendalikan

(26)

tanggapan konduktivitas listrik permukaan medium. Sogade dkk. (2006) menggunakan metode pengkutuban imbas dalam memetakan penyebaran pencemar. Percobaan yang dilakukan oleh Angoran dan Madden (1977) menunjukkan bahwa kekomplekan elektrokimia material bumi dan hubungan parameter pengkutuban imbas yang umum dengan parameter geokimia dapat digunakan untuk memperbaiki karakterisasi subsurface secara non invasive. Atas dasar itu maka sekarang sudah dikembangkan penngunaan sensor dipole-dipole (pengkutuban imbas) sebagai electrochemical remediation dalam mengendalikan

masalah pencemaran lingkungan (Falter, 2008).

Sudah banyak solusi yang diberikan untuk menyelesaikan masalah kopling elektromaknetik (EM) dalam metode pengkutuban imbas (Induced Polarization; IP). Dalam pertemuan di Tucson, Arizona, pada tahun 1994, menghilangkan kopling elektromagnetik dianggap sebagai prioritas utama untuk riset dalam metode pengkutuban imbas (mis., John S. Sumner Memorial International Workshop in Induced Polarization in Mining and Environment). Seterusnya, dari sekian banyak solusi yang disajikan, hanya sedikit yang mengamati pengaruh topografi. Ungkapan yang lebih spesifik bahkan diulangi oleh Matthews dan Zonge (2003) dengan mengatakan bahwa pengaruh EMC dan topografi mungkin memainkan peranan yang lebih besar dari yang disadari selama ini. Xiang dkk. (2002) mencoba memisahkan antara tanggapan pengkutuban imbas dengan pengaruh kopling elektromagnetik. Namun sampai sekarang studi kopling elektromagnetik pada metode pengkutuban imbas masih hangat dipelajari. Studi yang dilakukan oleh Schostak dkk. (2008) misalnya mengamati kopling elektromagnetik dipole yang sejajar dengan memvariasikan ketinggiannya dari permukaan tanah.

Kopling elektromagnetik dalam metode pengkutuban imbas bergantung pada pengaturan geometri antara pemancar dan penerima di lapangan, frekuensi operasi dan sifat listrik tanah. Kopling elektromagnetik dalam metode pengkutuban imbas merupakan pengaruh frekuensi terhadap impedansi timbal-balik antara pemancar dan penerima. Impedansi timbal-timbal-balik antara pemancar dan penerima didefinisikan sebagai nilai banding antara beda potensial yang terukur pada penerima dengan kuat arus yang disuntikkan ke dalam tanah melalui pemancar. Beda potensial yang terukur pada penerima berbanding lurus dengan

(27)

kuat medan total. Sedangkan kuat medan total adalah jumlah vektor dari kuat medan yang dihasilkan oleh arus listrik dalam pemancar (mis., medan primer), arus eddi yang terimbas di dalam tanah (mis., medan sekunder) dan arus akibat pengkutuban. Karena distribusi arus eddi dan pengkutuban menjadi komplek dalam struktur yang komplek maka menghitung dan menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik manjadi sulit.

Sampai sekarang, belum ada solusi matematik yang dapat memisahkan pengaruh kopling elektromagnetik dan pengkutuban imbas yang dapat memuaskan pengguna. Wait (1994) menguraikan kesulitan menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik dari pengaruh pengkutuban imbas dengan mengatakan bahwa pengaruh pengkutuban imbas dan kopling elektromagnetik saling berkaitan dan tidak ada jalan yang mudah untuk memisahkannya. Pernyataan yang lebih keras diberikan oleh Wait dan Gruszka (1986). Mereka mengatakan bahwa secara umum, di lapangan, dengan variasi skema untuk menghilangkan kopling elektromagnetik yang mungkin, belum ada jalan yang ditemukan untuk memisahkan pengaruh kopling elektromagnetik dari pengaruh pengkutuban imbas. Dengan kata lain, dalam praktek sampai sekarang belum ada jalan yang dapat dilakukan untuk menghindarkan pengaruh kopling elektromagnetik secara keseluruhan.

Dalam skema pengukuran yang sebenarnya situasi dikomplekkan oleh pengaruh kopling elektromagnetik. Pengaruh ini menyebabkan pelemahan dan pergeseran fasa, sunguhpun media tidak dapat terkutub. Pengaruh kopling elektromagnetik secara umum dianggap sebagai kebisingan yang tidak diinginkan dalam survei lapangan, dan sudah banyak metode empiris dan analitik yang digunakan untuk menghilangkannya. Dahulu, solusi terhadap masalah kopling elektromagnetik mengikuti dua jalur yang berbeda yaitu:

1. Teknik lapangan dan instrumentasi untuk mengindarkan kopling elektromagnetik (mis., orientasi yang sesuai antara pemancar dan penerima, selang waktu yang sesuai dan frekuensi yang digunakan).

2. Studi teoritis yang bertujuan untuk membuat model analitik dalam menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik di lapangan, tanggapan electromaknetik bumi selalu direkam secara bersamaan dengan tanggapan pengkutuban imbas. Dalam hal suatu medium yang konduktif dan terpisah

(28)

jauh, masalah kopling elektromagnetik menjadi lebih besar. Masalah ini sebahagian telah mendapat jawaban, tapi prosedur yang umum digunakan terdiri atas perhitungan tanggapan elektromagnetik secara teori untuk suatu medium paruhruang (halfspace), atau kadang-kadang suatu medium berlapis, dan kemudiam mengurangi data lapangan dengan hasil ini. Solusi yang lengkap seharusnya meliputi pengukuran pengaruh topografi permukaan di mana pengukuran dilakukan.

Kesulitan menyelesaikan masalah kopling elektromagnetik dalam metode pengkutuban imbas adalah dalam menyelesaikan integral Sommerfeld. Solusi integral ini memakan waktu yang lama dan dapat pula sangat komplek, khususnya jika arah z turut diperhitungkan (Wait, 1961). Salah satu cara untuk menyelesaikan masalah ini ialah dengan menggunakan metode bayangan komplek. Menggunakan metode ini, kuat medan total pada sembarang titik pengukuran adalah resultan kuat medan yang dihasilkan oleh sumber dan bayangannya. Karena dalamnya bayangan berbanding lurus dengan tebal kulit (skin depth), dalam media yang konduktivitasnya tinggi kontribusi bayangan dapat menjadi besar. Selanjutnya, menggunakan pendekatan bayangan komplek memungkinkan pengikutsertaan pengaruh perubahan dalam arah z dalam perhitungan. Karena arah z adalah parameter yang melibatkan topografi, menggunakan metode bayangan mungkin dapat menyelesaikan masalah topografi dalam metode pengkutuban imbas. Karenanya pekerjaan ini dimaksudkan untuk mengamati kelayakan penggunaan metode bayangan dalam menyelesaikan masalah kopling elektromagnetik dalam metode pengkutuban imbas, termasuk pengaruh topografi. Pekerjaan ini akan meliputi pendekatan matematik dalam menggunakan metode bayangan, hasil numerik dan perbandingannya dengan hasil yang diperoleh dengan metode lain, hasil yang diperoleh dari model (mis., medium homogen, medium berlapis dan medium homogen dengan topografi) dan menghilangkan kopling elektromagnetik dan pengaruh topografi dari data lapangan.

(29)

1.2. Perumusan Masalah

Pada frekuensi sangat rendah, solusi analitik atas kopling elektromagnetik hanya ada untuk medium paruhruang homogen dan medium dua lapis. Karenanya, untuk mendapatkan ketelitian yang tinggi dalam perhitungan tanggapan atas model yang terdiri dari dua atau tiga lapis harus digunakan teknik numerik. Secara umum, fungsi integral dalam komponen arus bolak-balik ( mis., P(r)) dan arus searah (mis., Q(r)) dari suatu pengaruh kopling elektromagnetik yang digunakan untuk mendefinisikan impedansi timbal-balik sangat komplek (Wait, 1961). Sejauh ini belum ada hasil solusi analitik atas integral ini yang berlaku untuk seluruh jangkauan yang diinginkan. Dalam tulisan mereka, Dey dan Morrison (1973) menyelesaikan masalah medium berlapis secara numerik dengan menggunakan metode Simpson tiga titik.

Pengaruh kopling elektromagnetik dapat sangat berbeda untuk situasi yang berbeda. Ketidakhomogenan konduktivitas secara mendatar, geologi iklim atau berasal dari kehidupan memiliki pengaruh terbesar dalam pengukuran pengkutuban imbas. Secara kontras, dalam banyak lingkungan endapan ketidakhomogenan secara mendatar biasanya tidak ada, dan pengaruh kopling elektromagnetik adalah lebih sedikit. Di daerah tropis, struktur permukaan bumi dapat ditampilkan secara baik dengan hanya tiga lapis: lapisan penghantar (overburden), lapisan batuan inang (host rock) dan lapisan batuan dasar (bed rock). Karenanya di daerah tropis pengaruh pengkutuban imbas dapat dikontaminasi oleh pengaruh kopling elektromagnetik. Dengan menggunakan teknik kopling elektromagnetik yang ada interpretasi data pengkutuban imbas masih sulit atau bahkan tidak mungkin, kecuali diambil data pada frekuensi banyak, diketahui struktur konduktivitas bumi stempat, dan pengaruh topografi adalah sedikit (Routh dan Oldenburg, 2001). Dengan demikian maka diperlukan lebih banyak lagi teknik untuk menyelesaikan kopling elektromagnetik dalam metode pengkutuban imbas. Tambahan terhadap masalah yang dihadapi adalah pengaruh topografi. Di daerah tropis, seperti di Indonesia, topografi dapat sangat buruk. Permukaan dilapisi secara baik oleh lapisan penghantar (overburden). Karenanya, pengaruh kopling elektromagnetik dalam daerah ini dapat besar dan komplek (mis., oleh bentuk topografi).

(30)

Begitu kita tau bagaimana untuk menghitung pengaruh kopling elektromagnetik dalam metode pengkutuban imbas, menghilangkan pengaruh ini dari data adalah langkah berikutnya. Secara normal pengaruh kopling elektromagnetik dapat dikurangi dengan menentukan orientasi pemancar dan penerima, membuat pengukuran dalam selang waktu atau selang frekuensi yang tidak berpengaruh terhadap kopling, atau dengan menghilangkannya secara kuantitatif. Mengabaikan kasus pertama dan kedua, kopling elektromagnetik dapat dikurangi dengan mengandaikan kopling elektromagnetik memiliki bentuk karakteristik dan menyesuaikan fungsi sembarang terhadapnya, atau mengandaikan satu model bumi dan menghitung tanggapan kopling elektromagnetik yang sesuai. Sampai sekarang, metode untuk menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik dari data lapangan yang paling sering digunakan oleh industri adalah metode hambatan jenis komplek (mis., dengan pembacaan fasa dalam pengukuran di lapangan). Namun, sangat dikenal bahwa biaya operasional metode hambatan jenis komplek di lapangan sangat mahal. Di Cina, mereka menggunakan metode linearisasi (mis., Song, 1984; Wang, dkk., 1985) untuk memisahkan pengaruh kopling elektromagnetik dan pengaruh pengkutuban imbas. Menggunakan metode ini, parameter baru yang dihasilkan oleh metode ini membutuhkan data tambahan dari lapangan. Karena biaya operasi di lapangan (mis., pengambilan data) lebih mahal dibandingkan pengolahan data, maka menggunakan metode ini menjadi kurang menguntungkan.

1.3. Tujuan Penelitian

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh EMC dan topografi baik secara praktis (mis. dengan mengatur orientasi elektroda Tx dan elektroda Rx) maupun secara matematis (mis. dengan membuat model matematik). Secara praktis sudah diketahui bahwa di antara orientasi elektroda yang dikenal dan digunakan di lapangan, orientasi elektroda dipole-dipole paling sedikit dipengaruhi oleh EMC (Nair and Sanyal, 1980). Sedangkan secara matematis diketahui bahwa pengaruh topografi terhadap pengaruh EMC menjadi penting jika sudut kemiringan ≥ 10 derajat dan panjang kemiringan ≥ panjang satu dipole (Fox dkk., 1980). Namun, baik secara praktis maupun matematis, dalam

(31)

menghilangkan pengaruh EMC dan topopgrafi, sejauh ini belum ada metode yang dapat memuaskan pengguna. Hal ini terungkap dalam pertemuan di Tucson, Arizona, pada tahun 1994, dimana menghilangkan pengaruh EMC dianggap sebagai prioritas utama untuk penelitian dalam metode IP (mis., John S. Sumner Memorial: International Workshop in Induced Polarization in Mining and Environment). Ungkapan yang lebih spesifik bahkan diulangi oleh Matthews dan Zonge (2003) dengan mengatakan bahwa pengaruh EMC dan topografi mungkin memainkan peranan yang lebih besar dari yang disadari selama ini.

Mengingat bahwa selama ini pengaruh EMC dan topografi diselesaikan secara terpisah dan solusi pengaruh EMC dan topografi yang ada sekarang belum ada yang memuaskan pengguna maka penelitian ini bertujuan untuk membuat model matematik pengaruh EMC dan topografi pada metode IP dengan luaran berupa solusi matematik terhadap masalah dan perangkat lunak yang sudah teruji dan dapat digunakan untuk menghilangkan pengaruh EMC dan topografi dari data lapangan yang diambil dengan metode IP. Karena secara praktis, dari sekian banyak orientasi Tx dan Rx yang dikenal, pengaruh EMC yang paling kecil diperoleh pada orientasi dipole-dipole maka dalam penyelesaian masalah ini digunakan orientasi dipole-dipole. Sedangkan metode pendekatan matematik yang dipilih adalah metode bayangan komplek. Hal ini dilakukan karena masalah menjadi sederhana dan pengaruh EMC dan topografi dapat dihilangkan secara bersamaan. Metode dikatakan sederhana karena baik medium homogen maupun berlapis dapat dianggap berupa medium penghantar sempurna yang berjarak separuh dari jarak antara sumber dan bayangan komplek, sedangkan penghilangan secara serentak dimungkinkan karena pengaruh EMC juga bergantung pada topografi.

Dengan demikian maka pekerjaan ini akan meliputi penjabaran pendekatan matematik terhadap masalah, dan kemudian hasil teori dianalisa untuk memastikan kelayakan pendekatan bayangan komplek. Untuk memperkuat kelayakan pendekatan ini, model dan hasilnya disertakan. Penjabaran atas pendekatan terhadap konfigurasi elektroda yang umum dipilih yaitu metode dipole-dipole dan hasilnya juga disertakan. Perbandingan dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti lain juga dilakukan. Ada tiga langkah perbandingan yang diberikan. Karena perbedaan antara metode bayangan komplek dengan metode

(32)

yang lain hanya dalam hal penyelesaian integral Sommerfeld, maka cukup dibandingkan solusi vektor potensial Hertz yang diperoleh dengan menggunakan metode bayangan dengan solusi vektor potensial Hertz yang diperoleh dengan menggunakan metode lain. Karenanya, langkah pertama ialah perbandingan antara vektor potensial Hertz yang diperoleh dengan menggunakan metode bayangan komplek dengan vektor potensial Hertz yang diperoleh dengan menggunakan metode Wait (1966). Komponen medan listrik dalam arah x dan z kemudian dijabarkan dari vektor potensial Hertz. Langkah kedua ialah perbandingan antara kopling elektromagnetik yang diperoleh dengan menggunakan metode bayangan komplek (mis., dijabarkan dari vektor potensial Hertz) dengan kopling elektromagnetik yang diperoleh dengan menggunakan metode yang diberikan oleh Millet (1967), dan metode yang diperoleh dengan menggunakan metode yang diberikan oleh Nair dan Sanyal (1980). Langkah terakhir ialah perbandingan antara hambatan jenis listrik semu yang diperoleh dengan menggunakan metode bayangan komplek dengan hambatan jenis listrik semu yang diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak yang digunakan oleh industri (mis. RSXIP2D v. 1.0). Media yang dipilih meliputi medium paruhruang homogen, medium berlapis, dan medium homogen dengan topografi. Akhirnya, data lapangan diproses dengan menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik dengan menggunakan metode yang dibuat. Kesimpulan dan rekomendasi diberikan sebagai hasil akhir atau langkah studi lanjut tentang masalah yang dihadapi.

1.4. Manfaat Penelitian

Metode IP dipatenkan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Sejak itu penggunaan metode IP bukan hanya untuk eksplorasi bahan tambang mineral logam tapi juga digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon dan air tanah, studi geologi dan bahkan juga digunakan dalam bidang lingkungan dan arkeologi. Penggunaan metode IP menjadi suram ketika pada tahun 1983 harga tembaga memburuk dan diikuti dengan turunnya harga minyak pada tahun 1985. Namun beberapa tahun belakangan ini minat untuk menggunakan metode IP menjadi baik kembali khususnya setelah menggunakan komponen mikroprosesor yang

(33)

memungkinkan harga dan penggunaan peralatan di lapangan menjadi relatif murah. Sungguhpun disadari bahwa metode IP riskan terhadap pengaruh EMC dan topografi, minat untuk menggunakan metode IP tetap semakin baik apalagi setelah manusia menyadari akan pentingnya pemeliharaan lingkungan dan eksplorasi arkeologi.

Sungguhpun daerah yang tidak potensial mengandung mineral logam sudah tereliminasi dari daerah yang perlu untuk dieksplorasi, sekarang untuk menemukan daerah kandungan mineral logam yang baru bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Karenanya daerah tropis, khususnya Indonesia, kini menjadi perhatian dunia. Hal ini disebabkan karena pengamat yakin bahwa mineral logam yang sudah ditemukan di daerah tropis baru sebahagian kecil dari kandungan mineral logam yang tersembunyi (Miller, 1991). Sebagai contoh, di Indonesia, negara kepulauan yang terdiri atas sekitar 13.700 pulau, dari daerah yang potensial mengandung mineral logam, diperkirakan kurang dari 10 persen yang sudah dipetakan kandungan mineralnya (Miller, 1991). Keunikan kondisi topografi dan geologi di daerah tropis merupakan salah satu alasan utama mengapa penemuan kandungan mineral di daerah ini minimum.

Hutan tropis yang lebat dan sering pula disertai kondisi topografi yang sulit dan kurangnya batuan singkapan merupakan ciri khas daerah tropis. Dari sudut pandang geofisikawan karakteristik ini bukan hanya membuat sulit dalam menempatkan peralatan tapi sering pula sulit menganalisa data lapangan yang diperoleh. Selanjutnya dalam kondisi khusus ini, kelembaban dan curah hujan yang tinggi juga harus diperhitungkan dalam pemilihan metode yang digunakan. Faktor-faktor ini turut ambil bagian dalam memperlambat eklsplorasi bahan tambang logam di daerah tropis.

Perhatian dunia menjadi terpusat ke Indonesia bukan tidak beralasan. Gunung berapi yang tersebar di seluruh tanah air dan dikelilingi oleh cincin api (ring of fire) merupakan salah satu penyebab ketertarikan dunia. Di daerah ini magma

(sumber api gunung) merupakan sumber dari bumbu bagi terjadinya kandungan mineral logam. Cairan magma mencari jalan yang mudah untuk mengalir seperti misalnya retakan, sambungan, batuan berlapis dan batuan berpori. Ketika magma naik ke zona yang lebih tinggi melintasi kulit bumi, akibat pengkristalan, terjadi

(34)

pemisahan material. Ada 4 proses utama yang terlibat dalam pembentukan kandungan mineral yaitu kegiatan batuan beku, pengendapan, pelapukan dan metamorfis. Dalam hal khusus mungkin lebih dari satu proses yang terjadi dan ini mungkin berulang dalam selang waktu yang berbeda.

Pelapukan dikelompokkan atas dua kejadian yaitu pelapukan secara mekanik dan pelapukan secara kimia. Di daerah tropis, pelapukan secara kimia menjadi lebih dominan. Hal ini disebabkan karena pelapukan secara kimia lebih aktif di daerah yang hangat, kelembaban tinggi dan kandungan asam organik yang relatif tinggi (Bateman, 1958; Heylmun 1990). Pelapukan dapat mengubah kandungan mineral yang terbentuk sebelumnya menjadi bentuk lain yang nilai ekonominya lebih baik. Karenanya, di daerah ini, asal dari beberapa kandungan mineral endapan diketahui sebagai skarn (Lecomte dan Colin, 1989), vein (Zientek dkk., 1992), epithermal (Van Leeuwen dkk., 1990) dan hydrothermal (Zientek dkk., 1992), dengan ketinggiannya yang dapat bervariasi dari beberapa meter sampai dengan beberapa kilometer di atas permukaan laut. Namun, kandungan mineral jenis ini sering ditemukan di hutan yang lebat dan sering pula di daerah yang kondisi topografinya jelek (Heylmun, 1990; Zientek dkk., 1992).

Keterpurukan ekonomi Indonesia pada tahun 1997, dan berkurangnya cadangan devisa negara berupa bahan tambang mengharuskan kita untuk ikut serta mencari jalan keluar. Salah satu cara ialah dengan ikut serta memberikan jalan keluar bagi penyelesaian masalah yang dihadapi oleh geofisikawan dalam melakukan eksplorasi di daerah tropis, khususnya di Indonesia. Sekarang ini merupakan momen yang tepat karena, dalam hal eksplorasi bahan mineral logam, perhatian dunia terfokus pada daerah tropis. Dengan menyodorkan salah satu solusi alternatif bagi penyelesaian masalah yang dihadapi geofisikawan dalam penggunaan metode IP di daerah tropis maka berarti kita turut memberikan kemudahan bagi industri dalam hal eksplorasi bahan mineral logam di Indonesia. Hal ini berati secara tidak langsung kita ikut ambil bagian dalam memperbaiki ekonomi Indonsesia atau dengan kata lain ikut serta dalam mensejahterakan rakyat Indonesia.

Dengan memberikan solusi alternatif terhadap masalah pengaruh EMC dan topografi dalam metode IP bukan hanya masalah eksplorasi bahan mineral logam yang terdongkrak tapi juga masalah eksplorasi hidrokarbon, eksplorasi air tanah, eksplorasi arkeologi dan juga dalam hal pemeliharaan lingkungan. Hal ini dikatakan

(35)

demikian karena Metode IP merupakan metode alternatif yang juga sering digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon, air tanah dan arkeologi. Sedangkan dalam hal pemeliharaan linmgkungan, metode IP dapat digunakan mulai dari perencanaan tempat industri, perencanaan tempat buangan sampah industri, perencanaan tempat pengolahan limbah industri, sampai dengan pemetaan daerah yang diperkirakan telah tercemar oleh limbah industri.

Mengingat akan kebutuhan penggunaan metode IP oleh industri yang meningkat belakangan ini, kendala yang dihadapi oleh industri dalam hal penggunaan metode IP di daerah tropis, khususnya Indonesia, dan kebutuhan Indonesia untuk memperbaiki kondisi ekonomi serta kebutuhan lain yang sejalan dengan pertumbuhan kebutuhan bangsa Indonesia maka ”menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik dan topografi pada metode pengkutuban imbas dengan sensor dipole-dipole menggunakan metode bayangan komplek” menjadi penting untuk dilaksanakan.

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Solusi berupa pendekatan matematik terhadap pengaruh kopling elektromagnetik dalam pengkutuban imbas didasari atas teori yang diberikan oleh Campbell (1923), yaitu teori arus searah atas impedansi timbal-balik rangkaian terbumi yang terletak di permukaan medium paruhruang homogen. Pekerjaan ini tadinya dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah yang ditemui dalam saluran transmisi. Dalam hal arus bolak-balik pada frekuensi rendah, Foster (1931) menjabarkan kopling elektromagnetik kabel terbumi yang terletak di permukaan bumi homogen. Di tahun 1933, Gray memperluas penggunaan teori kopling elektromagnetik terhadap bumi yang konduktivitasnya berubah secara eksponensial mengikuti kedalaman. Kopling elektromagnetik kabel kolinier yang dibumikan pada ujung-ujungnya di atas suatu medium paruhruang homogen dipelajari oleh West (1943). Dalam bukunya yang terkenal, Sunde (1949) menjelaskan teori umum kopling elektromagnetik untuk orientasi pemancar dan penerima yang berbeda, dan penggunaan teori untuk medium dua lapis. Mengikuti Sunde (1949), Madden dan Cantwell (1967) mendiskusikan pengaruh kopling elektromagnetik dalam pengukuran domain frekuensi menggunakan konfigurasi elektroda dipole-dipole dan Schlumberger di atas medium paruhruang homogen. Millet (1967) menghitung kopling elektromagnetik dipole kolinier pada medium paruhruang serbasama dan mempublikasikan tabel yang sangat berguna tentang amplitudo, fase dan persen pengaruh frekuanesi (Percent Frequency Effect; PFE) untuk nilai konduktivitas yang bervariasi dan parameter konfigurasi elektroda. Suatu perbandingan tanggapan kopling elektromagnetik dari beberapa konfigurasi elektroda yang bebeda dipublikasikan oleh Wynn (1974). Berdasarkan studi ini dia mencoba menggunakan pengaruh elektromagnetik untuk menginterpretasikan struktur bumi. Negi dan Saraf (1974) mempelajari pengaruh konduktivitas yang tidak isotropi terhadap kopling elektromagnetik. Berdasarkan studi atas model, Hallof (1974) menemukan bahwa kopling elektromagnetik mengakibatkan pergeseran fase. Wynn dan Zonge (1977) mempelajari kopling elektromagnetik

(37)

berdasarkan karakteristik spektrumnya dan menganggapnya sebagai suatu sumber yang memiliki informasi yang banyak tentang medium permukaan. Di tahun 1980, Nair dan Sanyal membandingkan kopling elektromagnetik antara konfigurasi elektroda yang sudah dikenal dan sering digunakan. Mereka menemukan bahwa konfigurasi elektroda secara gradient adalah yang paling riskan terhadap kopling elektromagnetik, dan sebaliknya konfigurasi elektroda dipole-dipole adalah yang paling sedikit mengandung pengharuh kopling elektromagnetik. Dengan menggunakan metode persamaan integral volume untuk mengitung tanggapan domain frekuensi atas kopling elektromagnetik suatu konfigurasi elektroda dipole-dipole, Grant (1990) menghitung secara numerik kopling elektromagnetik dekat suatu benda tiga dimensi (3D) dan mengevaluasi metode ekstrapolasi fase untuk memisahkan pengaruh elektromagnetik dan pengkutuban imbas dalam lingkungan 3D. Kopling elektromagnetik yang disebabkan oleh bumi yang konduktivitasnya berubah mengikuti kedalaman dipublikasikan oleh Calgar (1991) dan seterusnya untuk bumi yang berubah secara eksponensial (Calgar, 2000). Sedangkan Routh (1999) membahas kopling elektromagnetik pada pengkutuban imbas domain frekuensi. Dengan menggunakan Finite Dimensional Structure Xiang dkk (2002) membedakan tanggapan pengkutuban imbas dan pengaruh kopling elektromagnetik. Schostak (2008) mengamati pengaruh kopling elektromagnetik antara dipole yang sejajar dengan memvariasikan ketinggian dari permukaan tanah.

Dalam hal media berlapis, masalah kopling elektromagnetik mula-mula diselesaikan oleh Bowen dan Gilkeson (1930), yang membuat studi yang mendalam mengenai impedansi timbal-balik rangkaian sejajar terbumi untuk menentukan besar kopling induktif antara saluran listrik dan saluran telepon. Dengan menganggap rangkaian terletak di permukaan bumi yang terdiri dari dua lapis, dan dengan salah satu rangkaian berupa kabel lurus yang panjang tidak berhingga, Riordan dan Sunde (1933) mempublikasikan suatu formula yang lebih umum mengenai impedansi timbal-balik kabel terbumi yang terletak di permukaan bumi yang terdiri dari dua lapis. Pengaruh kopling elektromagnetik dalam survey domain frekuensi dan domain waktu di atas bumi berlapis diamati secara seksama oleh Dey dan Morrison (1973). Hohmann (1973) menghituing secara analitik nilai PFE yang disebabkan oleh kopling elektromagnetik untuk

(38)

konfigurasi elektroda dipole-dipole di atas permukaan bumi yang terdiri atas dua lapis. Wynn (1979) melakukan studi mengenai pengaruh anisotropi di atas medium yang terdiri dari dua lapis.

Dalam hal pengaruh topografi, menggunakan metode relaksasi (mis., pendekatan beda hingga), Jepsen (1969) menghitung secara numerik pengaruh topografi atas metode hambatan jenis dan metode pengkutuban imbas yang disebabkan oleh medan serbasama. Coggon (1971) menggunakan metode elemen hingga untuk menghitung pengaruh topografi terhadap kuat medan elektromagnetik. Dia mengatakan bahwa, untuk konfigurasi elektroda dipole-dipole, penyebab pengaruh topografi dalam metode hambatan jenis semu tidak jelas. Menggunakan program komputer yang ditulis oleh Rijo (1977) (mis., menggunakan metode elemen hingga), Fox dkk. (1980) melakukan studi tentang pengaruh topografi dalam metode hambatan jenis dan metode pengkutuban imbas. Berdasarkan program komputer ini, mereka mengatakan bahwa tidak ada anomali pengkutuban imbas yang disebabkan oleh topografi. Namun untuk kopling elektromagnetik, Fox dkk. (1980) mengatakan bahwa pengaruh topografi menjadi penting untuk diperhitungkan jika sudut kemiringan lebih besar atau sama dengan 10 derajat dan panjang kemiringan lebih besar atau sama dengan panjang satu dipole. Dalam studi mereka, Coggon (1971), Rijo (1977) dan Fox dkk. (1980) mengandaikan bahwa pemancar dan penerima terletak pada bidang datar yang sama. Dengan menggunakan transformasi Schwartz-Christoffel, pengaruh topografi juga dipelajari oleh Papazian (1979). Dalam hal ini bentuk topografi dianggap memanjang tidak berhingga dalam arah tegak lurus terhadap lintasan. Studi oleh Nair dan Sanyal (1980) menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda gradient merupakam salah satu metode yang menghasilkan kopling elektromagnetik tertinggi, dan di pihak lain konfigurasi elektroda dipole-dipole merupakan salah satu metode yang paling kecil dipengaruhi oleh kopling elektromagnetik. Dengan menggunakan metode elemen batas, Xu (1993) juga melakukan studi model komputer atas pengaruh topografi dalam metode hambatan jenis. Hal yang sama kemudian diikuti oleh Hennig (2005) dengan mengamati pengaruh dike pada beberapa konfigurasi elektroda pengukuran hambatan jenis. Tsourlos dkk. (1999) juga mengamati pengaruh topografi terhadap hambatan jenis listrik. Selanjutnya mereka (Tsourlos dkk, 2008)

(39)

membandingkan pengaruh topografi pada berbagai susunan elektroda dalam pengukuran hambatan jenis. Mereka memperoleh bahwa pengaruh topografi mengaburkan informasi yang terkandung dalam data. Biswas dan Bhattacharya (1998) mengamati pengaruh topografi dengan membuat model 2D.

Pengaruh topografi terhadap tanggapan IP belum kelihatan, namun hasil pengukuran hambatan jenis listrik dikontaminasi oleh pengaruh topografi. Seterusnya pengaruh EMC juga bergantung pada topografi. Dengan demikian karena EMC dipengaruhi oleh topografi, dan tanggapan IP dipengaruhi oleh EMC maka secara tidak langsung tanggapan IP dipengaruhi oleh topografi. Hal ini bersesuaian dengan hasil model matematik yang diperoleh oleh MacInnes dan Zonge (1996).

Dalam hal menghilangkan kopling elektromagnetik, Wynn dan Zonge (1975) melakukan penghilangan kopling elektromagnetik atas pengaruh ketidakisotropian dengan menggunakan metode hambatan jenis komplek. Dengan menggunakan metode frekuensi banyak, Pelton (1978) menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik dari data pengkutuban imbas. Trofimenkoff dkk. (1982) menggunakan metode yang dikembangkan oleh Yost (1952) untuk menghitung kopling elektromagnetik domain waktu sebagai pengganti transformasi fourier cepat (FFT) seperti yang digunakan oleh Dey dan Morrison (1973). Mereka menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh sangat sesuai dengan hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode FFT. Dengan memperhatikan sifat asimtotik pengkutuban imbas dan pengaruh kopling elektromagnetik dalam domain frekuensi dan waktu, Nicoletis (1981) dapat menghilangkan sebahagian besar pengaruh kopling elektromagnetik dalam data hasil survey dengan pengkutuban imbas, berdasarkan ketergantungannya terhadap waktu atau frekuensi. Song (1984) menghilangkan kopling elektromagnetik dalam domain frekuensi dengan menampilkan satu daerah frekuensi yang kecil dengan suatu fungsi linier logaritma frekuensi. Metode penghilangan yang dibuatnya didasari atas fakta bahwa kopling elektromagnetik untuk domain frekuensi dalam koordinat logaritma memiliki keuntungan khusus yaitu linier pada bahagian tersebut. Untuk suatu medium paruhruang homogen (mis. metode domain frekuensi), menggunakan sifat linier frekuensi pengaruh kopling elektromagnetik sebagai satu fungsi frekuensi, Wang, dkk. (1985) berhasil memisahkan pengaruh

(40)

kopling elektromagnetik dan pengkutuban imbas. Namun mereka memberitahukan bahwa variabel baru yang dihasilkan dengan menggunakan metode ini membutuhkan data lapangan tambahan. Wait dan Gruszka (1986) menggunakan metode hambatan jenis komplek untuk menentukan kopling elektromagnetik dari ekspansi deret konvergen atas frekuensi mulai dari 0.1 sampai dengan 1000 Hz. Mahmoud dkk. (1988) mengatakan bahwa secara prinsip, pemisahan yang menyeluruh antara pengaruh elektromagnetik dan pengkutuban imbas dapat diperoleh, jika data hambatan jenis komplek yang tersedia mencukupi. Dengan mengunakan metode elemen hingga Calgar (2000) juga membuat model untuk menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik pada metode pengkutuban imbas untuk bumi yang karakteristiknya berubah secara eksponensial. Dengan menggunakan metode yang sama model untuk menghilangkan pengaruh kopling elektromagnetik juga dilakukan oleh Routh. dan Oldenburg (2001).

Metode bayangan sudah digunakan dalam eksplorasi sejak lama. Maeda (1955) dan Roman (1959) adalah diantara peneliti yang menggunakan metode bayangan dalam pemodelan data arus searah. Pada frekuensi rendah, Evjen (1943), Lewis (1945) dan Horton (1946) memperkirakan kuat medan di permukaan dengan menggantikan ketidakkontinuan hambatan jenis dengan osilator bayangan. Metode mereka didasari atas anggapan berikut:

(a) Kuat medan elektromagnetik di permukaan yang ditimbulkan oleh osilator permukaan berfasa sama dengan arus osilator asalkan konduktor adalah homogen.

(b) Osilator bayangan dapat dianggap tertanam dalam medium konduktif yang tebalnya tidak berhingga sebagai pengganti dari medium semi tidak berhingga.

Yost (1952) mengatakan bahwa pendekatan metode bayangan komplek mungkin merupakan pendekatan yang paling baik yang dapat dibuat terhadap penyelesaian menyeluruh atas masalah. Dalam teorinya, Campbell (1923) menyebutkan kontribusi bayangan terhadap kopling suatu rangkaian terbumi. Namun, kontribusi bayangan terhadap kopling timbal-balik kabel belum digunakan sampai dengan tahun 1970 ketika Bannister (1970) mulai menggunakan teori bayangan dalam menentukan kopling timbal-balik antara

(41)

sumber kabel mendatar yang berada relatif tinggi di atas permukaan bumi. Bannister (1973) melanjutkan penjabaran teori bayangan untuk impedansi timbal-balik yang memotong rangkaian yang pengembaliannya melalui bumi. Penjabaran ini dimaksudkan untuk kabel panjang di atas suatu paruhruang homogen. Thomson dan Weaver (1975) dan Bannister (1979) mengatakan bahwa teori bayangan komplek dapat digunakan untuk imbas elektromagnetik yang diminati oleh peneliti. Hal ini terbukti dari pengembangan penggunaan teori bayangan seperti yang dilakukan oleh banyak peneliti. Lindell (1985) menjabarkan metode bayangan yang eksak untuk impedansi antenna di atas mermukaan tanah. Kipp dan Chan (1994) menghitung komponen vertikal potensial magnetik untuk medium berlais. Pirjola dan Viljanen (1998) menggunakan metode bayangan untuk menentukan medan listrik dan magnet yang ditimbulkan oleh Auroral Electrojet. Viljanen dkk. (1999) menggunakan metode bayangan untuk

menentukan pengaruh magnetotelurik akibat arus ionosfer. Hanninen dkk. (2000a) memodifikasi metode bayangan yang dikembangkan oleh Wait untuk sembarang sumber. Kemudian mereka (Hanninen dkk., 2000b) menggunakan metode bayangan komplek untuk penggunaan sederhana dalam geofisika. Lindell (2001) mengembangkan teori bayangan untuk sumber elektromagnetik dalam medium Chiral. Fawcett (2002) dan Taraldsen (2005) memperluas penggunaan metode bayangan dalam bidang akustik. Gavriloska dkk. (2005) memformulasikan metode bayangan dalam tanah yang homogen. Hanninen dkk. (2002) menggunakan metode bayangan komplek untuk mengamati pengaruh cuaca pada tanah. Selanjutnya metode bayangan komplek digunakan oleh Zhang dkk. (2005) untuk menentukan parameter lapisan tanah. Namun, sungguhpun sudah banyak studi yang dilakukan belum pernah ada yang mempublikasikan bahwa teori bayangan merupakan pendekatan solusi terhadap kopling elektromagnetik dalam metode pengkutuban imbas.

Beriklut ini akan diberikan konsep umum impedansi timbal-balik dan pendekatan bayangan komplek. Penjabaran impedansi timbal-balik berdasarkan pendekatan bayangan komplek dan hasil untuk orientasi dipole-dipole akan diberikan. Agar dapat dibandingkan dengan hasil yang digunakan oleh industri, impedansi timbal-balik antara pemancar dan penerima dan hambatan jenis listrik

(42)

medium yang diamati juga akan diberikan, termasuk persen penurunan impedansi timbal-balik (PDMI) dan persen pengaruh frekuensi (PFE).

2.2. Pengkutuban Imbas

Geofisika pada awalnya hanya mengenal dua jenis konduktor di dalam tanah yaitu konduktor ionik yang terdiri atas air tanah yang berisi mineral dan konduktor elektronik yang kebanyakan berupa mineral logam atau mineral yang disusupi oleh logam. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada konduktor jenis ketiga yaitu konduktor koloid yang menggunakan lapisan dielektrik (Lapis Luar Helmholtz) sebagai konduktor (Sogade dkk., 2006).

Konduktor sangat penting dalam membedakan proses elektrokimia dalam tanah dimana konduktor koloid berhubungan dengan reaksi elektrokimia (redox), sementara konduktor ionik pada tingkat energy yang lebih tinggi memungkinkan transportasi ion melalui tanah tanpa reaksi elektrokimia (Schmuttenmaer, 2002).

Sistem tanah/air tanah/endapan dapat dianggap sebagai system elektrokimia. Tanah berfungsi sebagai kapasitor, analog dengan proses pengkutuban imbas, menyimpan energy dan kemudian melepaskannya. Di dalam tanah sudah ada medan listrik arus searah yang terjadi secara alami dan dikenal sebagai Pengkutuban Sepontan (Spontaneous Polarization). Proses memperbaharui potensial Pengkutuban Sepontan biasanya dikenal sebagai Pengkutuban Imbas (Induced Polarization). Pengkutuban Imbas menjelaskan pengaruh mengalirkan arus listrik melalui tanah (Baker dan Cull, 2004). Dua fenomena berbeda yang telah diketahui yaitu (Sogade dkk., 2006):

1. Jika partikel tahah bersifat konduktif maka terjadi reaksi redoks lintasan Faradic, seperti misalnya ketika elektron melintasi bidang batas (bidang Helmholtz luar; konduktor koloid) maka terjadi reaksi elektrokimia dan difusi ion.

2. Jika partikel tanah bersifat resistif maka lintasan non-Faradic electron disimpan dalam tiga lapis (triple layer; konduktor ionik). Sinyal pelepasan dapat dikenali dalam suatu osilogram berupa spike. Kapasitansi tanah bertambah dengan bertambahnya waktu dan merupakan sumber energy utama bagi reaksi khususnya untuk mengatasi energy aktivasi.

(43)

Pengkutuban Imbas merupakan salah satu metoda geolistrik yang sering digunakan untuk tujuan pencarian cadangan mineral logam, pencarian tanah liat untuk survey hidrogeologi dan pemetaan reaksi elektrokimia bahan pencemar dalam tanah (Sogade dkk., 2006). Sekarang penggunaan metode ini sudah dikembangkan untuk digunakan sebagai “Electrochemical Remediation” (Falter dkk., 2007).

Metode ini memanfaatkan aksi kapasitif tanah permukaan untuk mencari daerah tanah liat (clay) dan mineral penghantar yang terkandung dalam batuan inang. Hal ini dimungkinkan karena jika arus listrik diinjeksikan ke dalam tanah maka terjadi reaksi elektrokimia, dan akibatnya energi listrik tersimpan di dalam tanah. Seterusnya, jika penginjeksian arus listrik dihentikan seketika maka energi listrik yang tersimpan tersebut akan kembali terdistribusi. Waktu yang diperlukan untuk mendistribusikan kembali energi listrik ini bergantung pada reaksi elektrokimia yang terjadi.

Prilaku penyimpanan energi listrik ini menunjukkan bahwa selama pengijeksian arus ke dalam tanah terjadi penumpukan muatan yang sejenis (pengkutuban). Muatan yang menumpuk ini ketika arus dimatikan akan kembali menyebar di dalam tanah (Gambar 2-1). Prilaku ini mirip dengan prilaku pengisian/pengosongan suatu kapasitor.

Sungguhpun reaksi elektrokimia yang terjadi belum diketahui secara menyeluruh namun secara umum pengkutuban imbas dapat dikelompokkan atas dua yaitu pengkutuban membran (Membrane Polarization) dan pengkutuban elektroda (Electrode Polarization), masing-masing seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2-2 dan Gambar 2-3. Kedua jenis pengkutuban ini tidak dapat diidentifikasi secara sendiri-sendiri, yang artinya diketahui kedua jenis pengkutuban ini dapat terjadi di dalam tanah namun dalam suatu eksplorasi yang mana yang mengembil peranan tidak dapat diidentifikasi.

Secara umum dapat digambarkan bahwa jika arus listrik diinjeksikan ke dalam tanah yang didalamnya terkandung konsentrasi bahan pengkutub maka akibat dilalui oleh arus listrik bahan tersebut akan terkutub dan pengkutuban ini akan terjadi terus sampai terjadi kejenuhan. Ketika penginjeksian arus listrik dihentikan muatan-muatan yang terkutub akan kembali ke posisi yang sesuai sehingga terjadi keseimbangan. Proses pengembalian ke keadaan seimbang akan

(44)

memindahkan muatan dari satu tempat ke tempat lain dan perpindahan arus ini menimbulkan arus lsitrik. Seterusnya sesuai dengan hukum Ohm jika ada arus litrik maka ada beda potensial dimana muatan bergerak dari potensial yang lebih tinggi ke potensial yang lebih rendah.

Gambar 2-1. Timbulnya arus pengkutuban

Gambar 2-2. Pengkutuban membran

Gambar 2-3. Pengkutuban elektroda

Dalam eksplorasi pengamatan terhadap pengkutuban imbas ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan:

(45)

1. domain waktu (time domain) untuk mendapatkan cahrageability yaitu

lamanya waktu yang diperlukan untuk bahan menjadi terkutub atau waktu yang diperlukan untuk menetralkan bahan yang terkutub, yang diukur dalam mili detik.

2. domain frekuensi (frequency domain) untuk mendapatkan Metal Factor

yaitu kandungan logam yang diukur dalam siemens per meter.

3. spectra (Spectral) untuk membedakan biji logam dan bahan yang terkandung.

2.3. Konsep Teori Bayangan Komplek

Teori bayangan telah sukses digunakan dalam pemodelan untuk tujuan eksplorasi. Namun, sejauh ini, penggunaan teori bayangan, dibatasi hanya untuk masalah bumi berlapis secara mendatar dan/atau berlapis miring yang serbasama (mis., Maeda, 1955; Roman, 1959). Pendekatan teori bayangan ini, dikenal sebagai teori bayangan cermin, menganggap bahwa setiap antarmuka antara dua medium (mis., masing-masing konduktivitas listriknya terbatas) yang konduktivitas listriknya berbeda merupakan suatu cermin datar dengan koefisien pantulan : ) ( ) ( 2 1 2 1 ρ ρ ρ ρ + − = R (2-1)

dengan ρ1 adalah hambatan jenis medium tempat sumber berada dan ρ2 adalah

hambatan jenis medium tempat bayangan terjadi. Pendekatan ini memperhitungkan pengaruh pantulan berganda. Bayangan yang dihasilkan dari pengaruh pantulan berganda menjadi komplek untuk struktur yang komplek.

Teori bayangan yang lain, dikenal sebagai teori bayangan komplek, adalah pendekatan dengan suatu medium berlapis banyak yang konduktivitasnya terbatas digantikan oleh suatu medium penghantar sempurna yang terletak di bawah antarmuka pada kedalaman komplek:

1 1 ) 1 ( i δ β d = − (2-2)

dengan i = −1 berupa bilangan komplek, δ1 adalah tebal kulit (skin depth)

Gambar

Gambar 2-1. Timbulnya arus pengkutuban
Gambar 2-5. Pandangan Melintang Suatu Lintasan di Atas Suatu  Medium yang Secara Topografi Miring ke Bawah  dengan Sudut yang Terbentuk Antara Mendatar dan  Bidang Miring Sebesar (180+α) Derajat
Gambar 2-6. Pandangan Melintang Suatu Lintasan di Atas Suatu  Medium yang Secara Topografi Miring ke Atas dengan  Sudut yang Terbentuk Antara Mendatar dan Bidang  Miring Sebesar (180-α) Derajat
Gambar 2-7. Gambaran Umum Orientasi Pemancar (AB) dan  Penerima (MN). Perhatikan Bahwa Sudut Antara  Bidang untuk Tempat Pemancar dan Penerima Adalah  (180-α)
+7

Referensi

Dokumen terkait