• Tidak ada hasil yang ditemukan

PPK Kebidanan & Kandungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PPK Kebidanan & Kandungan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

“KEBIDANAN DAN KANDUNGAN”

(2)

Didapat sekitar 5 kasus penyakit di bagian kebidanan & kandungan yang jumlah kasusnya banyak, resiko tinggi dan perlu biaya tinggi, antara lain :

1. 2. 3. 4. 5. Abortus. Radang panggul. Kehamilan ektopik. Pre-eklamsi. Eklampsi.

1. ABORTUS.

Batasan :

Berakhirnya kehamilan dengan umur kehamilan < dengan 20 minggu atau berat janin < 1000 gram

KLASIFIKASI

A. Menurut macam – macamnya : a.

b.

Abortus spontan : terjadi dengan sendiri Abortus provokatus : disengaja

i. Abortus provokatus terapetikus : sengan alas an kehamilan membahayakan ibunya atu janin cacat

ii. Abortus provokatus kriminalis ; tanpa alas an medis yang syah.

B. Menurut derajatnya

a. Abortus iminens : adalah abortus yang membakat ditandai dengan peredaran pervaginam yang minimal, tetapi portio uteri (kanalis servikalis) masih tertutup

b. Abortus insipiens : pembukaan servik yang kemudian diikuti oleh kontraksi uterus namun buah kehamilan belum ada yang keluar

c. Abortus inkompletus : biasanya ada pembukaan serviks, sebagian hasil konsepsi sudah keluar (plasenta) sebagian masih tertahan di dalam rahim. Biasanya diikuti perdarahan hebat.

d. “ Missed abortion” tertahannya hasil konsepsi yang telah mati di dalam rahim selama ≥ 8 minggu. Ditandai dengan tinggi fundus uteri yang menetap bahkan mengecil. Biasanya tidak diikuti tanda – tanda abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks.

(3)

e. Abortus habitualis : adalah aborted spontan 3 kali atau lebih secara berturut – turut.

ETIOLOGI

a. Ovum patologik (blighted ovum).

Embrio degenarasi yang kadang – kadang disertai pertumbuhan plasenta abnormal. b. Kromosom abnormal.

Misalnya monosomia dan trisomia c. Kelainan pada sel telur dan sperma.

Spermatozoa maupun sel telur yang mengalami “aging process” sebelum fertilisasi akan meningkatkan insiden abortus.

d. Kondisi rahim yang tidak optimal.

Gangguan kontrol hormonal dan faktor – faktor endokrin lainnya yang berhubungan dengan persiapan uterus dalam menghadapi proses implantasi dan penyediaan nutrisi janin.

e. Penyakit ibu.

Penyakit kronik : hipertensi, diabetes mellitus, keganasan Penyakit infeksi : toksoplasmosis, sifilis.

f. Malnutrisi.

g. Inkompatibilitas rhesus.

Reaksi antara Rh dan anti Rh menyebabkan proses autoimunologik sehingga terjadi eritroblastosis fetalis.

h. Lapartomi.

Makin dekat lokasi pembedahan ke organ pelvis, kemungkinan abortus akan meningkat

i. Organ reproduksi abnormal.

Mioma uteri, inkompetensia serviks j. Trauma fisik dan jiwa.

Rasa frustasi, kepribadian prematur k. Keracunan.

(4)

No Diagnosis Gejala Klinis Penatalaksanaan 1 Abortus imminen (ada) amenore

(ada) tanda – tanda hamil muda

Perdarahan pervaginam, nyeri (cramping pain)

Tirah baring di rumah Prostaglandin sintetase inhibitor : asam mefenamat 4x250mg kap, 5 hari Hidrogesteron PATOFISIOLOGI

Perubahan patologi dimulai dari perdarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis dari jaringan disekitarnya.

Selanjutnya sebagian atau seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim.

Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi ekspulsi.

Bila ketuban pecah terlihat janin maserasi bercampur air ketuban. Seringkali fetus tak tampak dan ini disebut “blighted ovum”.

KOMPLIKASI

a. Perdarahan

Mengakibatkan anemi dan syok hipovolemik b. Infeksi

Abortus infeksiosus dan sepsis

GEJALA KLINIS a. Perdarahan :

Berlangsung ringan dampai dengan berat.

Perdarahan pervaginam pada abortus imminen biasanya ringan berlangsung berhari – hari dan warnanya merah kecoklatan.

b. Nyeri :

“Cramping pain”, rasa nyeri seperti pada waktu haid di daerah suprasimfiser, pinggang dan tulang belakang yang bersifat ritmis.

c. Febris :

Menunjukkan proses infeksi intra genital, biasanya disertai lokia berbau dan nyeri pada waktu pemeriksaan dalam.

(5)

  V.T (pemeriksaan dalam):ostium uteri menutup 3x5mg/hari selama 5 hari Kombinasi vitamin (Vitral)

2 Abortus insipiens Perdarahan pervaginam, nyeri (his)

VT : ostium uteri menipis dan terbuka ketuban menonjol buah kehamilan utuh

Kuret, atau drip oksitosin bila kehamilan lebih dari 12 minggu dilanjutkan Metilergometrin

maleat 3x5 tab, selama 5 hari

Amoksisilin

4x500mg/hr per, os selama 5 hari 3 Abortus inkompletus Perdarahan pervaginam,

nyeri dan kadang – kadang disertai syok VT : ostium uteri

terbuka didapat sisa kehamilan/plasenta

Memperbaiki keadaan umum

Kosongkan isi uterus (menghentikan perdarahan) Ganti darah yang

hilang Cegah infeksi

Amoksisilin 3x500 mg selama 5 hari

4 “Missed abortion” Perdarahan & keluhan kelainan

Pemeriksaan fisik : Tinggi fundus uteri yang

menetap dan bahkan mengecil tidak sesuai dengan umur kehamilan.

MRS : Mengeluarkan jaringan nekrotis Pemeriksaan faal hemostasis Kehamilan dibawah 12 mg langsung kuretase

Kehamilan lebih dari 12 mg diberikan : misoprastol 4 tablet tumbuk SL lalu ditunggu 6-12 jam hingga janin keluar setelah itu dievaluasi dengan USG, bila ada sisa dapat dilakukan kuretase. 5 Abortus infeksiosus a. Abortus inkompletus + panas Perdarahan pervaginam, nyeri dan

Sering disertai dengan syok

VT : ostium uteri terbuka, nyeri adneksa dan fluor yang berbau

Perbaiki keadaan umum : infuse,transfusi Antipiretik : xylomidon 2cc I,m. Antibiotik dosis tinggi : ampisilin

(6)

3x1gr i.v/hari selama 3-5 hari atau amoksisilin 3x1gr/hari selama 3-5 hari

Kuret setelah 3-6 jam b. Abortus Septikus Tanda – tanad sepsis pada MRS :

umumnya a. First line :

Ampisilin 4x1gr.i.v Gentamisin 2x80mg i.m. Metronidazol 2x1gr rek.sup b. Ditambah : Pengobatan suportip oksigen, pemasangan CVP dan lain – lain. c. 12-24 jam kemudian

dilakukan kuret, observasi selama 12 jam lagi. Bila keadaana tidak membaik, berikan obat “secondline”

(sefalosporin generasi III). Bila 12 jam berikutnya keadaan tidak membaik, dilakukan TAH+BSO Tambahan :

Hati – hati dalam melakukan kuret Komplikasi kuret :

Perforasi uterus Laserasi uterus Perdarahan Infeksi

(7)

2. RADANG PANGGUL

PENGERTIAN :

Infeksi panggul pada wanita dapat dibagi menajdi :

1. Penyakit Radang Panggul (Pelvic Inflammatory Disease=PID) 2. Infeksi yang berhubungan dengan abortus

3. Infeksi pasa kala nifas

4. Infeksi pasca operasi ginekologik 5. Sekunder berasal dari infeksi lain organ

Pada kesempatan ini dibicarakan Penyakit Radang Panggul (PID) saja.

BATASAN :

Penyakit radang panggul adalah penyakit keradangan dari saluran genitalia wanita bagian atas.

Termasuk didalamnya : endometritis, pelvik selulitis salpingitis salpingo-ooforitis, pelvik peritonitis dan juga adanya pembentukan abses (tubo ovarial abses dan abses cavum Douglas)

PATOFISIOLOGIS :

Terjadinya radang panggul dipengaruhi beberapa faktor yang memegang peranan yaitu : 1. Terganggunya barier fisiologik

Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas dalam genitalia interna, akan mengalami hambatan :

1. Di ostium uteri eksternum 2. Di kornu tuba

3. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman kuman pada endometrium turut terbuang.

Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman – kuman dihambat secara : mekanik, biokemik, dan imunologik

Pada keadaan tertentu barier fisiologik ini dapat terganggu misalnya pada saat persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

(8)

2. Adanya organism yang berperan sebagai vector.

Trikomonas vaginalis dapat menembus barier fisiologik dan bergerak sampai tuba Falopii.

Beberapa kuman patogen misalnya E.coli dapat melekat pada trikomonas vaginalis yang berfungsi sebagai vektor dan terbawa sampai tuba Falopii dan menimbulkan peradangan ditempat tersebut. Spermatozoa juga terbukti berperan sebagai vector untuk kuman – kuman N.gonore, Ureaplasma ureolitik,C.trakomatis dan banyak kuman – kuman aerobik dan anaerobik lainnya.

3. Aktivitas seksual

Pada waktu koitus, bila wanita orgasme, maka akan terjadi kontraksi uterus yang dapat menarik spermatozoa dan kuman – kuman memasuki kanalis servikalis.

4. Peristiwa haid

Radang panggul akibat N,gonore mempunyai hubungan dengan siklus haid, peristiwa haid yang siklik, berperan penting dalam terjadinya radang panggul gonore.

Periode yang paling rawan terjadinya radang panggul adalah pada minggu pertama setelah haid. Cairan haid dan jaringan nekrotik merupakan media yang sangat baik untuk gejala salpingitis akut disertai panas badan. Oleh karena itu gejala ini sering juga disebut “ Febrile Menses”.

GEJALA KILINIS A. Pemeriksaan Fisik

1. Suhu tinggi disertai takikardia

2. Nyeri suprasimfisis terasa lebih menonjol dari pada nyeri dikuadran atas abdomen. Rasa nyeri biasanya bilateral, bila rasa nyeri hanya unilateral, diagnosis radang panggul akan lebih sulit ditegakkan.

3. Bila sudah terjadi iritasi peritenoum, maka akan terjadi “rebound tenderness”, nyeri tekan, dan kekakuan otot perut sebelah bawah.

4. Tergantung dari berat dan lamanya keradangan, radang panggul dapat pula disertai gejala ileus paralitik.

5. Dapat disertai metroragi, menoragi. B. Pemeriksaan ginekologik

(9)

1. Pembengkakakan dan nyeri pada labia didaerah kelenjar Bartolini

2. Bila ditemukan fluor albus purulen, umumnya akibat kuman N.gonore. seringkali juga disertai perdarahan – perdarahan ringan di luar haid, akibat endometritis akuta.

3. Nyeri daerah parametrium, dan diperberat bila dilakukan gerakan – gerakan pada servik.

Pemeriksaan didaerah adneksa terasa sangat nyeri, seolah – olah terasa “penuh” dan terasa ada “penebalan” akibat ketegangan otot-otot perut.

4. Bila sudah terbentuk abses, maka akan teraba masa pada adneksa disertai dengan suhu meningkat. Bila abses pecah, akan terjadi gejala – gejala pelvio peritonitis

generalisata, tenesmus pada rectum disertai diare.

5. Pus ini akan teraba sebagai suatu massa dengan bentuk tidak jelas, terasa tebal dan sering disangka suatu subserous mioma.

6. Pemeriksaan inspekulo memberikan gambaran : keradangan akut serviks, bersama dengan keluarnya cairan purulen.

7. Pecahnya abses tubo ovarial secara massif, member gambaran yang khas. Rasa nyeri mendadak pada perut bawah, terutama terasa pada tempat rupture. Dalam waktu singkat seluruh abdomen akan terasa nyeri karena timbulnya gejala peritonitis generalisata. Bila jumlah cairan purulen yang mengalir keluar banyak akan terjadi syok. Gejala pertama timbulnya syok ialah mual dan muntah – muntah, distensi abdomen disertai tanda – tanda ileus perilitik. Segera setelah pecahnya abses, suhu akan menurun atau subnormal dan beberapa waktu kemudian suhu meningkat tinggi lagi. Syok terjadi akibat rangsangan peritoneum dan penyebaran endotoksin.

8. Anemi sering dijumpai pada abses pelvic yang sudah berlangsung beberapa minggu.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, ginekologik, laboratorik dan mikrobiologik.

Diagnosis radang panggul berdasarkan kriteria dari “Infectious Disease Society for Obstetrics & Gynecology”,USA. 1993, ialah :

A. Ketiga gejala klinik di bawah ini harus ada : 1.

2. 3.

Nyeri tekan pada abdomen, dengan atau tanpa rebound Nyeri bila servik uteri digerakkan

Nyeri pada adneksa

(10)

1. 2. 3. 4.

5.

Negative gram diplokok pada secret endoserviks Suhu diatas 38 C

Lekositosis lebih dari 10.000 per mm³

Adanya pus dalam kavum peritonei yang didapat dengan kuldosentesis maupun laparoskopi.

Adanya abses pelvic dengan pemeriksaan bimanual maupun USG.

Di RSUD Dr. Soetomo tidak dilakukan pemeriksaan diagnostic dengan laparoskopik. Berdarkan rekomendasi “Infectious Disease Society for Obstetrics & Gynecology”,USA, Hager membagi derajat radang panggul menjadi :

Derajat I : Radang panggul tanpa penyulit (terbatas pada tuba dan ovarium), dengan atau

tanpa pelvio-peritonitis

Derajat II : Radang panggul dengan penyulit (didapatkan masa radang, atau abses pada kedua tuba dan ovarium) dengan atau tanpa pelvio-peritonitis.

Derajat III : Radang panggul dengan penyebaran diluar organ – organ pelvic, missal adanya

abses tubo ovarial.

DIAGNOSIS BANDING : 1. Kehamilan Ektopik Terganggu 2. Abortus septikus

3. Torsi kista ovary atau rupture kista 4. Endometriosis

5. Apendisitis

PENYULIT :

Penyulit radang panggul dapat dibagi : 1. Penyulit segera

Penyulit segera pada radang panggul ialah : pembentukan abses dan peritonitis, perihepatitis (“Fitz-Hugh Curth Syndrome”) dan sakrolitis.

(11)

2. Penyulit jangka panjang

Penyulit jangka panjang adalah akibat kerusakan morfologik genitalia interna bagian atas yaitu berupa :

a. Infeksi berulang

Radang panggul yang timbul kembali setelah 6 (enam) minggu pengobatan terakhir. Wanita yang pernah mengalami radang panggul mempunyai resiko 6-10 kali

timbulnya episode radang panggul. b. Infertilitas

c. Kehamilan ektopik d. Nyeri pelvic kronik

PENATALAKSANAAN

Berdasarkan derajat radang panggul, maka pengobatan dibagi menjadi : 1. Pengobatan rawat jalan

Pengobatan rawat jalan dilakukan kepada penderita radang panggul derajat I. obat yang diberikan ialah :

1. Antibiotik : sesuai dengan buku Pedoman Penggunaan Antibiotik RSUD Dr. Soetomo.      

Ampisilin 3.5g/sekali p.o/sehari selama 1 hari dan Probenesid 1 g sekali p.o selama 1 hari. Dilanjutkan ampisilin 4x 500 mg/hari selama 7-10 hari, atau Amoksilin 3g p.o sekali/hari selama 1 hari dan Probonesid 1 g p.o sekali sehari selama 1 hari. Dilanjutkan amoksilin 3 x 500 mg/hari p.o selama 7 hari atau

Tiamfenikol 3.5 g/sekali sehari p.o selama 1 hari. Dilanjutkan 4 x 500 mg/sehari p.o selama 7-10 hari atau

Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7 – 10 hari, atau Doksisiklin 2 x 100 mg/hari p.o selama 7 – 10 hari, atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7 – 10 hari 2. Analgesik dan antipiretik

 

Parasetamol 3 x 500 mg/hari atau Metampiron 3 x 500 mg/hari

2. Pengobatan Rawat Inap

(12)

Obat yang diberikan adalah :

a. Antibiotik : sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan Antibiotika RSUD Dr. Soetomo.

Ampisilin 1 g im/iv 4 x sehari selama 5 – 7 hari dan Gentamisin 1.5 mg – 2.5 mg/kg BB im/iv, 2x sehari selama 5 – 7 hari dan Metronidazol 1 g rek.sup, 2x sehari selama 5 – 7 hari atau,

Sefalosporin generasi III 1 gr/iv, 2 – 3 x sehari selama 5 – 7 hari dan Metronidazol 1 g.rek.sup 2 x sehari selama 5 – 7 hari.

b. Analgesik dan antipiretik

Khusus untuk abses tubo-ovarial, pada dasarnya adalah pemberian antibiotic lebih dulu dan baru kemudian dilakukan pembedahan.

Abses tubo-ovarial yang pecah, dianggap kasus abdomen akut, sehingga perlu segera dilakukan pembedahan untuk dilakukan pengangkatan genitalia interna, pasang drain. (lihat bab Abses Tubo Ovarial)

(13)

3. KEHAMILAN EKTOPIK (KE).

BATASAN :

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dimana ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak pada tempat yang normal, yaitu dalam endometrium rongga rahim (termasuk disini kehamilan servikal dan kehamilan kornual).

Pembagian :

Menurut lokasi kehamilan ektopik dibagi atas :

1. Kehamilan Tuba (95% - 98 % dari seluruh kehamilan ektopik) Kehamilan tuba pars interstitial

Kehamilan tuba pars ismika Kehamilan tuba pars ampularis Kehamilan tuba pars infundibularis Kehamilan tuba pars fimbrialis 2. Kehamilan ektopik pada uterus

Kehamilan servikalis Kehamilan kornual 3. 4. 5. Kehamilan ovarium

Kehamilan intra ligamenter Kehamilan abdominal

Primer Sekunder

6. Kehamilan kombinasi : dimana kehamilan ektopik dan kehamilan dalam rahim didapatkan bersamaan.

PATOFISIOLOGIS/ETIOLOGI

Terjadinya kehamilan ektopik terutama akibat ganguan transportasi ovum yang telah dibuahi dari tuba ke rongga rahim, disamping itu juga akibat kelainan dari ovum yang dibuahi itu sendiri merupakan predisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik.

Penyebab dari kehamilan ektopik dapat dikelompokkan atas : 1. Gangguan transportasi dari hasil konsepsi :

(14)

Radang panggul (P.I.D)

Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR/I.U.D.) Penyempitan lumen tuba akibat tumor

Tindakan operasi pada tuba (pasca bedah mikro) Abortus

2. Kelainan hormonal : Induksi ovulasi

Invitro fertilisasi (I.V.F) Ovulasi yang terlambat Transmigrasi ovum

3. Penyebab yang masih diperdebatkan : Endometriosis

Cacat bawaan Kelainan kromosom Kualitas sperma Dan lain – lain.

GEJALA KLINIK

Gejala klinik dari suatu kehamilan sangat beraneka ragam

Kehamilan ektopik yang belum terganggu :

Terdapat gejala – gejala seperti kehamilan normal yakni amenore, mual, muntah, tes hamil (+)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan rahim juga membesar, adanya tumor di daerah aneksa. Trias klasik yang sering didapatkan adalah amenore, perdarahan dan rasa sakit.

Kehamilan ektopik terganggu :

Disamping gejala – gejala diatas, didapatkan gejala – gejala akut abdomen akibat pecahnya kehamilan ektopik dan gangguan hermodinamik berupa hipovolemik akibat perdarahan.

(15)

PENATALAKSANAAN

1. Resusitasi cairan, bila didapat tanda – tanda shock hipoglikemi.

2. Bila didapat tanda – tanda KE yang belum terganggu dengan primer infertile disarankan untuk dilakukan laparaskopi (dirujuk).

3. Bila tanda KET disarankan explorasi laparatomi.

DIAGNOSIS BANDING Keradangan Panggul (P.I.D) Appendisitis

Abortus

Pecahnya korpus luteum atau kista iutein Kista terpuntir

KOMPLIKASI

Komplikasi dari kehamilan ektopik pada umumnya akibat pecahnya kehamilan ektopik, sehingga terjadi perdarahan yang bisa mengakibatkan kematian penderita bila tidak segera mendapat pertolongan.

(16)

4. PRE - E K L A M S I

Pre – eklamsi ada 2 jenis (berdasarkan beratnya penyakit, yaitu : 1. Pre – eklamsi ringan

2. Pre – eklamsi berat

1. PRE – EKLAMSI RINGAN

BATASAN :

Timbulnya hipertensi yang disertai protein urine dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

PATOFIOLOGI

Penyebabnya sampai sekarang belum jelas benar. Penyakit ini dianggap sebagai suatu “Maladaptation syndrome” dengan akibat suatu vasospasme general dengan segala akibatnya.

GEJALA KLINIS

1. Kenaikan tekanan darah ≥ 30 mmHg atau diastole ≥ 15 mmHg (dari tekanan darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau systole ≥ 140 (≤160 mmHg), diastole ≥ 90 mmHg (≤110 mmHg)

2. Protein urine :

0,3 gr/lt dalam 24 jam atau secara kwalitatif (++). 3. Edema pada : Pretibia Dinding perut Lumbosakral Wajah/tangan PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS 1. Kehamilan ≥ 20 minggu

(17)

2. Kenaikan tekanan darah (≥140/90 mmHg) dengan pemeriksaan 2x selang 6 jam

dalam keadaan istirahat. (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2x setelah istirahat 10 menit).

3. Edema : edema tekan pada :

   

Tungkai (pre tibial) Dinding perut Lumbosakral Wajah/tangan

4. Protein urine - ˃ 0.3 gr/lt/24 jam

Kwalitatif (+ +)

DIAGNOSIS BANDING 1. Hipertensi kronik

Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap setelah 6 minggu pasca persalinan.

2. “Transient” hipertensi

Timbul hipertensi saja tanpa gejala lain dan hilang setelah 10 hari pasca persalinan.

PENATALAKSANAAN 1. Rawat Jalan

1. 2. 3.

Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)

Diet sedapat mungkin tinggi protein, rendah karbohidrat

Dilakukan pemeriksaan penilaian kesejahteraan janin pada kehamilan ≥ 30 mingu, dan diulang sekurang – kurangnya dalam 2 minggu.

a. b.

USG (Ultrasonografi) NST (Non Stres Tes) 4.

5.

6.

Pemeriksaan laboratorium a. PCV, Hb

b. Asam urat darah c. trombosit

Obat –obatan yang diberikan a. Roboransia, vitamin kombinasi

b. Aspirin dosis rendah 1x sehari (87.5 mg) Kunjungan ulang 1 minggu

(18)

2. Rawat Tinggal 1.

2.

Kriteria untuk rawat tinggal bagi penderita preeklamsia ringan

a. Hasil penilaian kesejahteraan janin ragu – ragu atau jelek (pemeriksaan pada kehamilan ≥ 30 minggu)

b. Kecenderungan menuju gejala preeklamsia berat (timbul salah satu/lebih gejala preeklamsia berat)

Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal a. Penderita tirah baring total

b. Obat – batan :

Roboransia, vitamin kombinasi Aspirin dosis rendah 1x sehari c. Pemeriksaan laboratorium

Hb, PCV

Asam urat darah Trombosit

Fungsi ginjal/hepar Urine lengkap

d. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin

3. Evaluasi hasil pengobatan

Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari penilaian kesejahteraan janin.

Bila didapatkan hasil :

1) Jelek : terminasi kehamilan dengan seksio Sesar (pada kehamilan ≥ 30 minggu

2) Ragu – ragu : dilakukan evaluasi ulang dari NST 1 hari kemudian 3) Baik : penderita dirawat sekurang – kurangnya 4 hari, bila kehamilan

premature penderita dipulangkan dan rawat jalan. Pada kehamilan aterm dengan skor pelvik yang matang (≥ 5) dilakukan induksi dengan

drip.oksitosin. Bila skor pelvik belum matang (≤ 5) penderita dipulangkan dan rawat jalan, kontrol 1 minggu.

(19)

4) Terminasi dari kehamilan juga dikerjakan bila didapatkan tanda – tanda dari impending Eklamsia dari ibunya.

KOMPLIKASI

1. Preeklamsia berat s/d eklamsia

2. Kegagalan pada organ – organ : hepar, ginjal, anak ginjal, paru, jantung, dan CVA (otak)

3. Janin :

Prematuritas IUGR Gawat janin

Kematian janin dalam rahim (IUFD)

2. PRE – EKLAMSI BERAT

BATASAN

Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥ 160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

PATOFISIOLOGI

Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu

“Maldaptation syndrome” dengan akibat suatu vasospasme general dengan segala akibat – akibatnya.

GEJALA KLINIS

Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan tanda : 1. Desakan darah : systole ≥160 mmHg

Diastole ≥ 100 mmHg

Desakan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di RS dan menjalani tirah baring

(20)

3. Oliguri jumlah produksi urine ≤ 500 cc / 24 jam atau disertai kenaikan kadar kreatinin darah

4. Adanya gejala – gejala impending eklamsia: ganguan visus, gangguan serebral, nyeri epigastrum, hiper-refleksia

5. Adanya sindrom Hellp

(H : Hemolysis, EL : Elevated Liver Enzymes, LP : Low Pletelet Count)

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Kehamila 20 minggu atau lebih

2. Didapatkan satu atau lebih gejala – gejala pre-eklamsia berat (Gejala Klinis)

DIAGNOSIS BANDING

1. Kronik hipertensi & kehamilan 2. Kehamilan dengan sindrom nefrotik 3. Kehamilan dengan payah jantung

PENATALAKSANAAN I. Perawatan konservatif

1. Indikasi

Pada kehamilan < 37 mg tanpa adanya tanda – tanda impending Eklamsia. 2. Pengobatan

a. Dikamar bersalain (selama 24 jam) a. Tirah baring

b. Infuse RL (Ringer Laktat) yang mengandung 5% dekstrosa, 60-125 cc/jam c. 10 gr MgSO4 40% i.m. sebagai diulang dengan setiap dosis 5 gr MgSO4

40% i.m. setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan (kalau tidak ada kontra indikasi pemberian MgSO4)

d. Diberikan antihipertensi : Yang digunakan :

 Bila TD ≥180/110 dapat diberikan nifedipine 5mg SL diulang tiap 15 menit.

 Tablet Nifedipin 3 x 10 mg (pilihan pertama) atau tablet Metildopa 3 x 250 mg.

(21)

e. Dilakukan pemeriksaan lab.tertentu (fungsi hepar dan ginjal) dan produksi urine 24 jam.

f. Konsultasi dengan bagian lain : 1.

2. 3.

Bagian Mata Bagian Jantung

Bagian lain sesuai dengan indikasi

2. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di Ruang Bersalin (setelah 24 jam masuk ruangan bersalin).

a. Tirah baring b. Obat – obatan :    Roboransia : multivitamin

Aspirin dosis rendah 1 x 87.5 mg/hari

Antihipertensi (Klonidin 0.15 mg i.v dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg) c. Pemeriksaan Lab :       

Hb, PCV dan hapusan darah tepi Asam urat darah

Trombosit

Fungsi ginjal/hepar Urine lengkap

Produksi urine per 24 jam, penimbangan BB setiap hari Diusahakan pemeriksaan AT III

Pemeriksaan Lab dapat diulang sesuai dengan keperluan. d. Diet protein, rendah karbohidrat

e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin.

3. Perawatan konservatif dianggap gagal bila :

 Adanya tanda – tanda impending ekalmsia

 Kenaikan progresif dari takanan darah

 Adanya sindrom Hellp

 Adanya kelainan fungsi ginjal

(22)

4. Penderita boleh pulang bila :

 Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda – tanda pre – eklamsia ringan, perawatan dilanjutkan sekurang – kurangnya selama 3 hari lagi (diperkirakan lama perawatan 1 – 2 minggu)

 Bila keadaan tetap, tidak bertambah berat/buruk Catatan :

Sebagai pertimbangan : bila perawatan konservatif berhasil dan didapatkan kematangan paru janin (Shake test +) sebaiknya kehamilan diterminasi.

II. Perawatan aktif 1.

2.

Indikasi

a) Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek b) Adanya gejala – gejala impending eklamsia c) Adanya sindrom Hellp

d) Kehamilan aterm (>38 mg)

Apabila perawatan konservatif gagal (lihat 1.3)

Pengobatan Medisinal a) Segera rawat inap

b) Tirah baring miring kesatu sisi

c) Infuse RL yag mengandung 5% dextrose dengan 60-125 cc/jam d) Pemberian anti kejang : MgSO4

Dosis awal :

MgSO4 20% 4 gr i.v MgSO4 40% 10 gr i.m

Pada bokong kanan/kiri (masing-masing 5 gr) Dosis ulangan :

MgSO4 40% 5 gr i.m diulang tiap 6 jam setelah dosis awal s/d 6 jam pasca persalinan

Syarat pemberian :

 Releks patella (+)

 Respirasi > 16/menit

 Urine sekurang-kurangnya 150 cc/6jam

(23)

(diberikan i.v pelan - pelan pada intoksikasi MgSO4) e. Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila :

(klonidin i.v. dilanjutkan Nifedipin 3x10 atau Metildopa 3x250 mg)

 Systole ≥180 mmHg

 Diastole ≥120 mmHg 3. Pengobatan obstetric

a. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakukan pemeriksaan “Non Stres Test”

b. Tindakan seksio sesar dikerjakan bila :

 “Non Stres Test” jelek

 Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek (Skor Bishop < 5)

 Kegagalan dari drip oksitosin

c. Induksi dengan oksitosia dikerjakan bila :

 NST baik

(24)

5. EKLAMPSIA.

BATASAN :

Eklamsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala – gejala pre eklamsia. (Hipertensi, edema, proteinuria).

PATOFISIOLOGIS

Sama dengan pre-eklamsia dengan akibat yang lebih serius pada organ – organ hati, ginjal, otak, paru dan jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada organ – organ tersebut.

GEJALA KLINIS

1. Kehamilan > 20 minggu, atau saat persalinan atau masa nifas. 2. Tanda – tanda pre – eklamsia (hipertensi, edema, dan proteinuria). 3. Kejang – kejang dan/atau koma.

4. Kadang – kadang disertai dengan gangguan fungsi organ – organ.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS 1. Berdasarkan gejala klinis diatas 2. Pemeriksaan laboratorium

Adanya protein dalam air seni Fungsi organ, hepar, ginjal, jantung Fungi Hematologi/Hemostasis

3. Konsultasi dengan disiplin lain kalau dipandang perlu Kardiologi

Optalmologi Anestesiologi

Neonatologi dan lain - lain

DIAGNOSIS BANDING

Kehamilan disertai kejang oleh karena sebab – sebab yang lain misal : “Febril convulsion” (panas +)

(25)

Tetanus (kejang tonik/kaku duduk) Meningitis/ensefalitis (pungsi lumbal)

PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan

I. Menghentikan kejang – kejang yang terjadi dan mencegah kejang – kejang ulangan. II. Mencegah dan mengatasi komplikasi.

III. Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin. IV. Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu.

I. Obat – obat untuk antikejang MgSO4 (Magnesium Sulfat) 1.

2.

Dosis awal : 4 gr 20% i.v pelan – pelan selama 3 menit atau lebih, disusul 10 gr 40% i.m terbagi pada bokong kanan dan kiri.

Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50% i.m diteruskan sampai 6 pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang.

Syarat :

Reflek patella harus positif

Tidak ada tanda – tanda depresi pernapasan (respirasi > 16 kali/menit) Produksi urine tidak kurang dari 25cc/jam atau 150 cc/6jam atau 600cc/hari. 3.

4.

5.

Apabila ada kejang – kejang lagi, diberikan MgSO4 20%, 2 gr/i.v pelan – pelan. Pemberian i.v. ulangan itu hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi, maka diberikan Pentotal 5 mg/kg BB/i.v. pelan – pelan.

Bila ada tanda–tanda keracunan, MgSO4 diberikan antidotum Glukonas Kalsikus 10 gr%. 10 cc/i.v pelan – pelan selama 3 menit atau lebih.

Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO4.

II. Mencegah komplikasi 1.

2.

Obat – obat anti hipertensi Lihat pada pre – eklamsia berat Diuretika

(26)

Edema paru

Kelainan fungsi ginjal (apabila faktor pre – renal sudah diatasi) diberikan furosemid inj.40mg/im

3. Kardiotonika

Diberikan atas indikasi :

Adanya tanda – tanda payah jantung Edema paru

Diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid 4.

5.

Antibiotik

Diberikan Ampisilin 3x1 gr/i.v Antipiretik

Xylomidon 2cc/i.m dan/atau kompres alkohol

III. Memperbaiki keadaan umum ibu 1.

2.

Infuse RL/Dextran Pasang CVP untuk :

Pemantauan keseimbangn cairan (pertimbangan pemberian “Low Mol Dextran”) Pemberian kalori (Dextrosa 10%)

Koreksi keseimbangan asam – basa (pada keadaan asidosis maka diberikan Na.bic/Meylon 50 mm eq/iv)

IV. Pengakhiran kahamilan/persalinan

Setelah penderita tenang lebih kurang 15 menit setelah pemberian obat anti kejang dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

Monitorin kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow Pittsburg Coma Scale” Diukur suhu rektal/kadar hemoglobin/hematokrit

Dipasang kateter tetap dan diukur jumlah urine dan dilakukan pemeriksaan albumin Palpasi dan auskultasi, serta pemeriksaan dalam (VT) untuk evaluasi

Pemberian obat – obatan lainnya yang diperlukan.

Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilitasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu yang dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu keadaan dibawah ini :

(27)

Setelah pemberian obat anti hipertensi Seyogyanya dilakukan penilaian “vital sign”

Skor dari “vital Sign”

Tekanan darah Sistole Diastole

Skor Nadi Skor 1. Berat 2. Sedang 3. Ringan 1. ≥120x/menit ≥ 200 - < 100 140 – 200 100 – 140 2. 100-120 x/menit ≥ 110 - < 50 90 – 110 50 – 90 3. 80 – 180x/menit Temperatur Skor 1. ≥40 C 2. 38.5 – 40 C 3. ≤38.4 C Pernapasan

Skor 1. 40x/menit, atau < 16x/menit 2. Ireguler, “abnormal pattern” 3. 29-40 x/menit

4. 16-28 x/menit

Tingkat kesadaran

Skor 1. GCS 3-4 2. GCS 5-7 3. GCS ≥8

Bila skor total 10 atau lebih, saat yang optimal untuk mengakhiri persalinan/tindakan persalinan

Bila skor total 9 atau ada nilai (1) sebanyak dua atau lebih, dimohon konsul pada staf untuk penentuan terminasi atau tidak.

Bila skor 8 atau kurang, persalinan ditunda, kalau selam 6 jam tidak ada perbaikan maka persalinan pervaginam dipertimbangkan untung ruginya.

(28)

Pemeriksaan Obstetri yang lain

1. Apabila pada pemeriksaan syarat – syarat untuk mengakhirir persainan pervaginam dipenuhi maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.

2. Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amnitomi selanjutnya diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar. 3. Tindakan seksio sesar dikerjakan pada keadaan – keadaan :

  

Penderit belum inpartu Fase laten

Gawat janin

Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan kondisi ibu.

KOMPLIKASI A. Ibu

1. CVA (Cerebro Vascular Accident) 2. Payah jantung

3. Edema paru 4. Gagal ginjal 5. Gagal hepar

6. Gangguan fungsi adrenal

7. DIC (Dissemined Intravascular Coagulopathy)

B. Anak

1. Prematuritas

2. IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) 3. Gawat Janin

4. Kematian janin dalam rahim

C. Perawatan selanjutnya adalah sebagai berikut :

 Dilakukan observasi dari :

o o o o o Tekanan darah Nadi Suhu rektal Pernapasan (frekwensi) Tingkat kesadaran

(29)

Pada 1 jam pertama diperiksa tiap 15 menit untuk selanjutnya tiap 1 jam/1 kali

 Pemeriksaan Lab (lihat pre – eklamsi)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan metode Direct Torque Control (DTC) menggunakan Fuzzy Logi Controller (FLC) mampu untuk mengikuti kecepatan referensi yang dinamis dengan baik serta dapat menekan

Jika biaya yang ditimbulkan oleh pinjaman (cost of debt – kd) lebih kecil daripada biaya modal sendiri (cost of equity), maka sumber dana yang berasal

penggunaan fungsi laptop sebagaimana mestinya. Dari hasil pengamatan di kelas serta diskusi dengan guru, dalam proses belajar biologi di kelas VIII-E RSBI SMP Negeri 1

Analisis Biaya dan Titik Impas WTP Cihideung UF

berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, misalnya : biji- bijian, buah-buahan, nira dan lain-lain; atau yang dibuat dengan cara distilasi hasil fermentasi yang

Oleh karena itu melalui rumusan masalah yang telah dikemukakan, penulis berusaha memberi kontribusi pada perkembangan Ilmu Hubungan Internasional terutama yang berkaitan

Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek pada CV Cita Nasional antara lain untuk mengetahui gambaran umum dari kondisi perusahaan dan proses pengolahan susu dari mulai bahan baku

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kadar LDL &gt;130mg/dL merupakan faktor risiko terjadinya PJK pada subyek penelitian yang