DETEKSI JATUH PADA LANSIA DENGAN MENGGUNAKAN
AKSELEROMETER PADA SMARTPHONE
Mardi Hardjianto1, M. Ainur Rony2, Guntur Sarwo Trengginas3
1,2,3Teknik Informatika,Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Budi Luhur
1mardi.hardjianto@budiluhur.ac.id, 2ainur.rony@budiluhur.ac.id, 3guntur.sarwo.trengginas@gmail.com
Abstract
Fall can cause injury effects, such as sprains, fractures and concussions. It can even lead to someone's death. Elderly people who have fallen can cause psychological disorders such as loss of self esteem and feelings of fear that they will fall again. As the effects of the fall, the elderly become afraid of walking in order to avoid the danger of falling. Therefore, an application to detect whether the events fall or not is needed. The aim of this study is to identify the occurrence of falls using a threshold-based methods. The sensors used to detect fall are the accelerometers located on Android smartphone devices. If the data from the sensor exceeds a predetermined threshold value, then it is identified as fal and the app will send a short message to supervisors and family members so that the elderly can be helped immediately.
Keywords: accelerometer, threshold, fall detection, android
1. Pendahuluan
Di seluruh dunia, pertumbuhan penduduk lanjut usia sangat cepat dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Mateska, et.al. (2011) menyebutkan bahwa lanjut usia termasuk kelompok populasi yang berkembang tercepat di dunia. Jumlah populasi mereka diperkirakan akan menjadi 2 kali lipat dari 606 juta menjadi 1.2 milyar pada setengah abad ke depan. Menurut laporan PBB tahun 2011 di dalam KemenKes (2013), pada tahun 2000 populasi lansia mencapai 7% dari jumlah penduduk dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi 28.68% pada tahun 2045.
Menurut Depkes pada tahun 2014, di Indonesia diharapkan terjadi peningkatan usia harapan hidup dari 70,6 tahun pada 2010 menjadi 72 tahun pada 2014. Ini adalah salah satu indikator keberhasilan Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka akan terjadi perubahan struktur usia penduduk dengan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia.
Menurut Kartika (2013)bagi orang berusia lanjut, jatuh adalah penyebab utama cedera yang berhubungan dengan kematian. Jatuh pada orang berusia lanjut juga menjadi penyebab paling umum dari cedera fatal dan trauma sehingga perlu mendapat perawatan medis. Seiring bertambahnya usia, masalah osteoporosis, pengeroposan tulang yang lebih mungkin dialami oleh orang berusia lanjut. Dari semua patah tulang yang diakibatkan oleh jatuh, patah pada panggul merupakan penyebab kematian terbanyak,
karena mengakibatkan masalah kesehatan yang paling parah dan sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Upaya manusia untuk mengawasi manusia lanjut usia bila terjatuh terus ditingkatkan. Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan pengawas untuk segera mengetahui bila lanjut usia mengalami jatuh.
Zheng et al. (2009) mengatakan lanjut usia yang mengalami jatuh dan tidak terdeteksi dalam jangka waktu yang lama akan membawa banyak konsekuensi yang mungkin terjadi. Pendeteksian dini jatuhnya lanjut usia akan membantu untuk meminimalkan kemungkinan ini dengan mengurangi waktu antara terjadinya peristiwa dan kedatangan pertolongan dari medis.
Pertumbuhan manusia lanjut usia di dunia berkembang sangat pesat. Kebanyakan masalah yang sering dialami oleh manusia lanjut usia adalah meningkatnya resiko untuk terjatuh. Hal ini dikarenakan fungsi organ tubuh mereka yang telah menurun. Selain organ tubuh mereka yang menurun juga disebabkan oleh penurunan pada fungsi biologis, fisiologis, psikososial dan spiritual.
Menurut Viet & Choi (2011), insiden jatuh dapat mengakibatkan dampak fisik (paling sering terjadi cedera di kepala) dan efek fisiologis (ketakutan akan jatuh). Jika penanganan darurat datang terlambat, maka cedera jatuh dapat mengakibatkan cacat, kelumpuhan, bahkan kematian.
Namun dengan sistem pemantauan jarak jauh dapat membantu untuk mengetahui seorang manusai
lanjut usia saat terjatuh. Secara signifikan juga dapat mengurangi biaya kesehatan dan pada saat yang sama pula dapat mempertahankan gaya hidup manusia lanjut usia yang independen. Berangkat dari situ dibuatlah suatu aplikasi yang dapat mengidentifikasi seseorang yang jatuh. Aplikasi ini berjalan pada perangkat smartphoneAndroid dengan menggunakan sensor akselerometer sebagai sensor pembaca gerakan. 2. Studi Literatur
Mubashir (2011) membagi metode pendeteksian jatuhmenjadi tiga kategori: berbasis perangkatyang dipasang pada tubuh, berbasis sensorlingkungan dan berbasis kamera. Dalam penelitian ini, hanya difokuskan pada kategori deteksi berbasis perangkat yang dipasang pada tubuh dengan menggunakan sensor akselerometer. Beberapa peneliti sebelumnya pernah melakukam penelitian deteksi jatuh dengan menggunakan akselerometer seperti yang dilakukan oleh Noury, Kangas, Nguyen dan Li.
Noury et al. (2007)menempatkan dua akselerometer pada badan dan paha dan menggunakan empat ambang batas, yaitu ambang batas atas dan bawah untuk badan dan paha. Bila salah satu ambang batas dilewati berarti menunjukan telah terjadi jatuh. Masalah yang terjadi adalah pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti, duduk dengan cepat, melompat dan gerakan vertikal yang cepat akan memberikan banyak informasi yang salah.
Kangas et al. (2007)menetapkan ambang batas untuk mendeteksi orang jatuh. Ia menggunakan akselerometer yang ditempatkan pada pinggang, pergelangan tangan dan kepala. Pengamatan dilakukan pada jatuh ke depan, ke belakang, ke sisi samping kiri dan kanan dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengukuran dari pinggang dan kepala memiliki potensi untuk membedakan antara jatuh dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, pergelangan tangan tampak tidak menjadi lokasi yang optimal untuk mendeteksi jatuh.
Li et al. (2013)melakukan penelitian dengan meletakan sensor akseleratormeter pada sepatu. Bila nilai yang dihasilkan akselerometer lebih tinggi dari nilai ambang batas, maka ditandai sebagai “F”. Sebaliknya bila nilai akselerometer lebih rendah dari ambang batas, maka ditandai dengan “N”. Delapan hasil berturut-turut diamati, dan bila menghasilkan kombinasi “NNNFNNNN”, “NNFFNNNN” dan “NFFFNNNN” maka dinyatakan sebagai jatuh. Alasan menggunakan 3 macam kombinasi adalah karena beragamnya gaya jatuh dari orang. Nilai ambang batas yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1.2g.
3. Rancangan Sistem Danaplikasi
Penelitian ini memiliki tahapan penelitian, yaitu akuisisi data gerak, penentuan nilai threshold dan pengidentifikasian jatuh.
3.1 Akuisis Data Gerak
Pada tahapan ini dilakukan percobaan untuk memperoleh data gerak manusia. Data gerak yang dimaksud adalah data percepatan suatu gerak yang meliputi gerak aktivitas sehari–hari/ Activity of Daily Living (ADL) dan gerak jatuh. Gerak ADL meliputi gerak berjalan, gerak berlari, gerak melompat, gerak membungkuk, gerak jongkok dan gerak duduk, sedangkangerak jatuh meliputi gerak jatuh ke depan, gerak jatuh ke belakang, gerak jatuh ke kiri, gerak jatuh ke kanan dan gerak jatuh tegak. Pengambilan data gerak dilakukan selama 3 detik denganmenggunakan smartphone Android yang dilengkapi dengan sensor akselerometer. Smartphone tersebut dipasangkan pada pinggang pengguna seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Data yang diperoleh dari sensor akselerometer adalah data percepatan gerak dalam tiga sumbu, yaitu sumbu X, Y dan Z.
Gambar 1. Penempatan Smartphone di Pinggang Langkah berikutnya ialah menghitung nilai resultan percepatan dari ketiga nilai sumbu dengan rumus: R = √𝐴𝑥2+ 𝐴 𝑦 2+ 𝐴 𝑧 2 (1) R- resultan percepatan Ax - data percepatan sumbu X Ay - data percepatan sumbu Y Az - data percepatan sumbu Z. 3.2 Penentuan Nilai Threshold
Untuk mendeteksi apakah terjadi peristiwa jatuh digunakan algoritma berbasis threshold. Nilai threshold ini digunakan untuk membedakan antara gerak jatuh atau tidak jatuh. Bila nilai resultan percepatan yang dihasilkan oleh sensor melebihi batas nilai threshold yang telah ditetapkan, maka terjadi peristiwa jatuh. Penentuan nilai threshold ini dengan menganalisa semua nilai resultan percepatan dari
gerak ADL. Dari semua data resultan percepatan gerak ADL, diambil nilai maksimalnya untuk dijadikan nilai threshold.
3.3 Pengidentifikasian Jatuh
Pendeteksian jatuh yang diteliti ini adalah peristiwa jatuh yang tidak bangun lagi.Untuk mendeteksi jatuh yang tidakdapat bangun kembali dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama adalah memeriksa apakah nilai resultan percepatan yang dihasilkan melebihi nilai threshold yang telah ditentukan. Setelah tahap pertama terpenuhi, tahap kedua memberikan jeda 1000ms. Tahap ketiga memeriksa kembali nilai resultan percepatan yang dihasilkan dari sensor, apakah selama lima detik tidak ada perubahan yang signifikan (selisih 0.05g). Bila tidak ada perubahan yang signifikan, maka dapat dikatakan orang tersebut jatuh dan tidak bangun kembali. Ilustrasi orang jatuh ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Nilai Resultan Gerak Jatuh 4. Hasil Dan Pembahasan
Dari hasil akuisisi data, maka didapat nilai resultan percepatan masing-masing gerak. Dari data resultan inilah yang akan dijadikan acuan dalam mencari nilai threshold jatuh. Pencarian nilai threshold ini ditunjukkan pada Gambar 3
Gambar 3. Pencarian Nilai Threshold
Dari Gambar 3 maka didapat nilai threshold yang digunakan, yaitu 1.8g. Jika nilai threshold
dibandingkan dengan resultan percetapan gerak jatuh maka sepertiditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Nilai Threshold Terhadap Gerak Jatuh Berikut ini adalah contoh dari gerak jatuh yang tidak bangun lagi, jatuh namun bangun lagi dan gerak aktifitas sehari-hari. Pada Gambar 5 setelah nilai resultan percepatan melebihi nilai threshold lalu pasca satu detik kemudian dilakukan pengecekan terhadap nilai resultan percepatan apakah konstan selama 5 detik. Pengecekan ini menghasilkan nilai true yang berarti diidentifikasi sebagai gerak jatuh.
Gambar 5. Grafik Jatuh Berakhir Dengan Posisi Berbaring
Pada Gambar 6 setelah nilai resultan percepatan melebihi nilai threshold lalu pasca satu detik kemudian dilakukan pengecekan terhadap nilai resultan percepatan apakah konstan selama 5 detik. Pengecekan ini menghasilkan nilai false karena terdapat perubahan yang signifikansehingga diidentifikasi sebagai bukan gerak jatuh.
Gambar 6. Grafik Jatuh Lalu Bangun Kembali Pada Gambar 7 memperlihatkan grafik dari gerak berjalan. Grafik gerak berjalan berada jauh di bawah nilai threshold sehingga sensor tidak melaporkan sebagai jatuh.
Gambar 7. Grafik Gerak Berjalan
5. Pengujian
Dalam tahap pengujian, perlu dilakukan pengukuran mencari nilai akurasi, sensitivitas dan spesifisitas untuk melihat keakurasian deteksi jatuh ini. Semakin besar nilai sensitivitas dan spesifisitas, maka akurasinya semakin baik.Sensitivitas dan spesifisitas dihitung dengan Persamaan:
TP = True Positive (manusia jatuh dan sensor melaporkan jatuh)
TN = True Negative (manusia tidak jatuh dan sensor melaporkan tidak jatuh)
FP = False Positive (manusia tidak jatuh, sensor melaporkan jatuh)
FN = False Negative ( manusia jatuh dan sensor melaporkan tidak jatuh)
Skenario jatuh sangat beragam sehingga harus diuji dengan sejumlah gerak jatuh dan gerak tidak jatuh. Skenario serta hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1: Skenario Jatuh
Kategori Kondisi Sensor Ket
Jatuh ke belakang
Berakhir pada posisi duduk Jatuh TP
Berakhir pada posisi berbaring Jatuh TP
Berakhir pada posisi
menyamping Jatuh TP
Bangkit kembali (dianggap tidak jatuh)
Tidak jatuh TN Jatuh ke
depan
Dengan lutut Jatuh TP
Dengan perlindungan lengan ke
depan Jatuh TP
Berakhir dengan posisi berbaring Jatuh TP Dengan rotasi, berakhir dengan
posisi menyamping ke kanan Jatuh TP
Dengan rotasi, berakhir dengan
posisi menyamping ke kiri Jatuh TP
Jatuh ke samping kanan
Berakhir dengan posisi berbaring Jatuh TP Bangkit kembali (dianggap tidak
jatuh) Tidak Jatuh TN Jatuh ke samping kiri
Berakhir dengan posisi berbaring Jatuh TP Bangkit kembali (dianggap tidak
jatuh) Tidak Jatuh TN Jatuh tegak lurus
Bersandar pada dinding lalu meluncur vertical dan berakhir pada posisi duduk
Tidak Jatuh FN ADL Duduk di kursi kemudian berdiri Tidak
Jatuh TN Berbaring di kasur kemudian
bangkit
Tidak Jatuh TN
Berjalan beberapa meter Tidak
Jatuh TN Membungkuk kemudian kembali
dalam posisi tegak
Tidak Jatuh TN
Berlari Tidak
Jatuh TN
Naik turun tangga Tidak
Jatuh TN
6.
KesimpulanDengan hasil data yang telah diuji, maka didapat nilai akurasi sebesar 95%, nilai sensitifitas sebesar 91% dan nilai spesifisitas sebesar 100%. Dengan
demikian model deteksi jatuh ini boleh dikatakan memiliki hasil yang cukup akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Kangas, M. et al., 2007. Determination of simple thresholds for accelerometry-based parameters for fall detection. Conference proceedings : ... Annual International Conference of the IEEE Engineering in Medicine and Biology Society. IEEE Engineering in Medicine and Biology Society. Conference, 2007, pp.1367–70.
Kartika, U., 2013. Jatuh dan Patah Tulang Bisa Berakibat Kematian Lansia.
KemenKes, 2013. Buletin Jendela dan Informasi Kesehatan.
Li, Y. et al., 2013. Accelerometer-based fall detection sensor system for the elderly. In Proceedings - 2012 IEEE 2nd International Conference on Cloud Computing and Intelligence Systems, IEEE CCIS 2012. pp. 1216–1220.
Mateska, A., Pavloski, M. & Gavrilovska, L., 2011. RFID and Sensors Enabled In-Home Elderly Care. , pp.285–290.
Nguyen, Q.C. et al., 2009. Real-Time Human Tracker Based on Location and Motion Recognition of User for Smart Home. 2009 Third International Conference on Multimedia and Ubiquitous Engineering, pp.243–250.
Noury, N. et al., 2007. Fall detection - Principles and Methods. 2007 29th Annual International Conference of the IEEE Engineering in Medicine and Biology Society, pp.1663–1666. Viet, V. & Choi, D., 2011. Fall Detection with Smart
Phone Sensor. The 3rd International Conference on Internet (ICONI) 2010, (December), pp.27– 31.
Zheng, J., Zhang, G. & Wu, T., 2009. Design of automatic fall detector for elderly based on triaxial accelerometer. , pp.8–11.