• Tidak ada hasil yang ditemukan

Glomerulonefritis Akut Pasca-streptococcus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Glomerulonefritis Akut Pasca-streptococcus"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Glomerulonefritis Akut Pasca Infeksi Streptococcus

Mohd Zaid bin Ahmad Zalizan 102012499

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarata 11510 zaid_zalizan@yahoo.com

Pendahuluan

Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti diketahui etiologinya. Terminologi glumerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glumerulonefritis dibedakan anatara primer dan sekunder, glumerulonefritis primer apabila penyakit dasar nya berasal dari ginjal sendiri salah satu nya adalah sindroma nefritis akut. Sedangkan pada glumerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat infeksi, penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (SLE), mieloma multipel, amiloidosis.

Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh sempurna. Diperkirakan insiden berkisar 0-28%

pasca infeksi streptokokus. Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus

betahemolyticus group A tipe nefritogenik.

Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Glomerulus yang terdapat pada ginjal berfungsi membuang kelebihan cairan, elektrolit dan limbah dari aliran darah dan meneruskannya ke dalam urin. Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Glomerulonefritis dapat

(2)

2

Pembahasan

Anamnesis

Berdasarkan keluhan yang dinyatakan oleh pasien 5 tahun tersebut, diketahui adanya air seni yang berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan nafas pendek. Darah yang terdapat dalam urin bisa terdeteksi oleh pasien: jumlah yang lebih sedikit (misalnya pada glomerulonefritis) bisa menimbulkan urin tampak “berkabut” dan bahkan jumlah yang lebih sedikit lagi dapat terdeteksi pada pemeriksaan dipstik atau mikroskopi. Adanya darah dalam urin bisa disebabkan oleh keganasan di bagian manapun di saluran ginjal, batu, infeksi, glomerulonefritis atau penyakit ginjal lainnya, dan sering ditemukan pada wanita yang sedang menstruasi.

Hematuria mikroskopik umumnya mengenai 5% populasi dalam sebagian penelitian. Hematuria mikroskopik yang persisten biasanya memerlukan pertimbangan telliti mengenai kemungkinan adanya glomerulonefritis atau keganasan sebagai penyakit dasar. Yang harus dilakukan dalah anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap dengan fokus khusus pada gejala yang timbul dari saluran kemih, proteinuria, dan hipertensi. Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi, biopsi ginjal, dan sistoskopi seringkali perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab yang pasti.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

 Adakah hematuria? Jika ya, kapan dan berapa kali?

 Dibagian mana dari pancaran urin tampak hematuria: sepanjang pancaran atau hanya

di akhir kecing ( menunjukkan penyakit pada saluran kencing bagian bawah)?

 Adakah tanda penyerta seperti disuria, demam, frekuensi nyeri pinggang?

 Adakah gejala gangguan saluran kemih lainnya, seperti hesitansi, pancaran kecil, tetesan di akhir kencing?

 Adakah gejala sistemik seperti penurunan berat badan, gatal, mual, anoreksia,

bengkak pada tungkai, mata, dll?

 Pernahkan sebelumnya ditemukan hematuria (misalnya dengan dipstik saat

pemeriksaan medis)?

2. Riwayat Penyakit Dahulu

 Adakah riwayat hematuria sebelumnya atau penyakit lain yang mengenai saluran

(3)

3

3. Riwayat Keluarga

 Adakah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (misalnya penyakit ginjal polokistik)?

4. Obat-obatan

 Apakah pasien mengkonsumsi antikoagulan? ( Tetapi hematuria masih menunjukkan

kemungkinan abnormalitas yang mendasari.)

 Apakah pasien mengkonsumsi obat anti hipertensi?1,2

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan kepada pasien dengan keluhan air seni gelap, bengkak kedua mata dan nafas pendek adalah dengan memeriksa:

o Melihat pasien tampak sakit ringan atau berat.

o Disertai tanda-tanda penurunan berat badan, demam, lesu, sakit kepala, anemia, atau

gagal ginjal?

o Periksa tekanan darah (TD) dan periksa tanda-tanda kerusakan hipertensif (misalnya

retinopati, hipertrofi ventrikel kiri).

o Adakah massa abnormal, kandung kemih, ginjal, atau pembesaran prostat.

Pada pasien penderita glomerulonefritis akus (post infectious glomerulonefrinis) di dapati tanda dan gejala klinis berupa:

o Gejala bervariasi dari asimptomatik sampai berat

o Tenggorokan sedikit hiperemis menandakan bahwa adanya tanda radang (infeksi

Streptokokus)

o Edema preorbital atau diseluruh tubuh. GNA  ekskresi cairan tubuh berkurang 

ditambah adanya hipoalbuminemia  cairan tertumpuk di interstisiel  oedema

o Edema paru didapatkan pada pasien kemungkinan disebabkan karena

hipoalbuminemia pada pasien sehingga cairan terekstravasasi menuju jaringan paru dan menyebabkan edema paru.

o Urin warna gelap (hematuria)

o Oligouria, glomerulopati menyebabkan laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun,

menyebabkan sekresi aldosteron meningkat. Sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi air oleh Na, tetapi cairan yang diabsorpsi mengalami ekstravasasi ke ekstrasel karena

(4)

4

hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan oligouria karena volume cairan banyak berada di daerah ekstrasel.

o Proteinuria dan hematuria. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya kompleks akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Hal itu mengakibatkan kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang mengakibatkan proteinuria dan hematuria.

o Delirium. LFG rendah  ekskresi ureum rendah  ureum dalam darah meningkat

(uremia). Sindrom klinis akut dengan ciri penurunan taraf kesadaran (delirium), pada kasus ini dapat disebabkan karena kadar ureum yang meningkat dalam darah dan bersifat toksik bagi otak.

o Lesu, sakit kepala,

o Dapat timbul gejala gastrointestinal : muntah, tidak nafsu makan, konstipasi, dan diare.

o Hipertensi (50-90%) karena berkurangnya LFG, ginjal merangsang

Renin-angiotensin-aldoesteron sistem (RAAS) yang sebenarnya bertujuan meningkatkan tekanan darah dengan menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah. Namun karena adanya gangguan di glomerulus, laju filtrasi yang harusnya ikut meningkat tidak berubah. Sehingga hasilnya hanya terjadi hipertensi pada pasien.

o Takipnoe : Pada pasien terjadi edema paru yang menyebabkan sulitnya paru untuk mengembang, dan pemasukan oksigen semakin sulit, sehingga menyebabkan tubuh

(5)

5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan urin (urinalisis) sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas (silinder sel darah merah) terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya sebanding dengan derajat hematuria dan

ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5%

anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik.

Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin. Tes darah lengkap juga dilakukan untuk melihat adanya anemia ringan (anemia normositik normokrom) dan leukositosis. Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit. Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.

Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan

ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus.1,2

Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali

(6)

6

lipat berarti adanya infeksi. Tetapi, meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.

Tes fungsi renal (faal filtrasi glomerulus) didapatkan adanya peningkatan blood urea

nitrogen (BUN) dan kreatinin serum dan peningkatannya biasanya transien. Karena dipengaruhi oleh masalah lain, tingkat BUN yang tinggi secara sendiri tidak tentu menandai masalah ginjal, tetapi memberi kesan adanya masalah. Sebaliknya, tingkat kreatinin yang tinggi dalam darah sangat spesifik menandai penurunan pada fungsi ginjal. Bila peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien bukan GNAPS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik glomerulonefritis mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya hiperkalemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis metabolik menunjang adanya gangguan fungsi ginjal. Selain itu didapatkan juga hiperfosfatemi.

Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl) sedangkan C4 di serum tetap normal. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam 3 hari atau paling lama 30

hari setelah onset.Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93%

pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang

mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.2

Pada GNAPS biopsi ginjal tidak diindikasikan. Biopsi dipertimbangkan bila:

 Gangguan fungsi ginjal berat khususnya bila etiologi tidak jelas (berkembang menjadi

gagal ginjal atau sindrom nefrotik).

 Tidak ada bukti infeksi streptokokus

 Tidak terdapat penurunan kadar komplemen

 Perbaikan yang lama dengan hipertensi yang menetap, oligouria (>2 minggu),

azotemia (>3 minggu), gross hematuria setelah 3 minggu, kadar C3 yang rendah setelah 6 minggu, proteinuria yang menetap setelah 6 bulan dan hematuria yang menetap setelah 12 bulan.1,2

(7)

7

Gambar 1. Proliferasi difus sel mesangial dan peningkatan matrik mesangial di glomerulus

.

Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru dan gambaran radiologis berupa kardiomegali, bendungan sirkulasi paru dan edem paru. Gambaran tersebut lebih sering terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat. Foto abdomen

menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites.2

Diagnosis kerja

Glomerulonefritis Akut Post-streptococcus

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Glomerulonefritis akut merupakan keadaan timbulnya hematuria, proteinuria secara mendadak, adanya sel darah merah pada urin, edema dan hipertensi dengan atau tanpa oligouri. Glomerulonefritis dapat timbul setelah infeksi streptokokus.

Etiologi

Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan

menghancurkan sel darah merah, yaitu Streptococcus β haemolyticus jika kuman dapat

melakukan hemolisis lengkap, Streptococcus α- haemolyticus jika melakukan hemolisis

parsial, dan Streptococcus γ- haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis. Streptococcus

β haemolyticus dapat dibagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A hingga T. Sistem penentuan serotipe grup A streptokokus dibuat menurut abjad berdasarkan jenis polisakarida

(8)

8

dinding sel (Lancefield group) atas dasar reaksi presipitin protein M atau reaksi aglutinin protein T dinding sel.

Streptokokus grup A, B, C, D, dan G merupakan grup yang paling sering ditemukan

pada manusia. Penyebab utama GNA post-streptococcus adalah Streptococcus yang bersifat

nefritogenik yaitu Streptococcus grup A. Streptococcus β haemolyticus grup A merupakan bentuk yang paling virulen. Streptokokus grup A disebut juga dengan Streptokokus piogenes,

dan termasuk kelompok Streptococcus β haemolyticus yang dapat menyebabkan GNAPS dan

demam reumatik. Pada kuman streptokokus grup A ini, telah diidentifikasi sejumlah konsituen somatik dan produk ekstraselular, namun peranannya dalam patogenesis GNAPS

belum semuanya diketahui.3

Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri pada sel epitel. Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat polimer karbohirat grup A, mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik.1,3

(9)

9 Diagnosis Banding

IgA Nefropati

Nefropati IgA (NIgA) merupakan suatu bentuk glomerulopati primer yang terbanyak dibandingkan glomerulopati primer lain. Antigen yang merangsang terjadinya terjadinya kompleks imun IgA ini dapat berupa bakteri atau virus seperti herpes simpleks, epstein Barr, cytomegalovirus, adenovirus, dan hemophilus influenza.

Hematuria merupakan gejala yang menonjol yang sering didahului oleh infeksi saluran nafas atas atau oleh diare 1-2 hari sebelumnya. Hal ini berbeda dengan GNAPS yang memerlukan waktu 1-2 minggu sebelum timbulnya gejala. Hematuria mikroskop merupakan gejala yang persisten, sedangkan proteinuria tidak selalu terjadi dan bersifat ringan. Gejala hipertensi dapat menyertai hematuria, sedangkan edema hanya terjadi pada kasus 10%.

Selain hematuria sebagai gejala utama, maka Nefropati IgA dapat bermanifestasi dalam bentuk: sindroma nefrotik akut (SNA), sindroma nefrotik (SN), gabungan gejala SNA dan sindroma nefrotik, rapidly progressive glomerulonephritis. Diagnosis berdasar atas: gejala klinis dan pemeriksaan lab: serum IgA meningkat dalam darah, komplemen C3

biasanya normal, dan endapan IgA di mesangium glomerulus.3

Sindrom Nefrotik Idiopatik

Sindroma nefrotik merupakan suatu penyakit kronik yang sering dijumpai pada masa kanak-kanak. Kelainan histopatologik yang terbanyak pada sindrom nefrotik idiopatik pada anak adalah kelainan minimal. Sindrom nefropati dapat menyerang semua umur, tetapi terutama menyerang anak-anak berusia antara 2-6 tahun, anak laki-laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:3.

Sindroma nefrotik berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu: 1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotik

Urin terdapat protein ≥40 mg/m2

lpb/jam atau >50 mg/kgBB/24 jam, atau dalam rasio albumin/kreatinin pada urin sewaktu >2mg/mg, atau dipstik ≥2+. Proteinuria pada sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif, yang terbentuk terutama oleh albumin.

(10)

10

2. Hipoalbuminemia

Albumin serum <2,5 g/dl. Harga normal kadar albumin plasma pada anak dengan gizi baik berkisar 3,6-4,4 g/dl. Pada sindrom nefrotik retensi cairan dan sembab baru akan terlihat apabila kadar albumin plasmaturun dibawah 2,5-3,0 g/dl, sedangkan sering dijumpai kadar albumin plasma yang jauh dibawah kadar tersebut.

3. Sembab (edema) dikarenakan penurunan tekanan onkotik intravaskuler yang

disebabkan oleh kekurangan albumin, lalu terjadinya pergeseran cairan ke jaringan ekstravaskuler.

4. Hiperlipidemia

Pasien sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia (kolesterol serum lebih lebih dari 200mg/dl. Hal dikarenakan terjadinya hipoalbuminemia, lalu hepar akan berkompensasi dengan meningkatkan produksi albumin, namun terdapat efek samping dimana didapatkan juga peningkatan produksi lipid sehingga menyebabkan terjadinya hiperlipidemia.

Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang disetai oliguria dan gejala infeksi, mafsu makan berkurang, dan diare. Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain urinalisis dan bila perlu biakan urin, protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari, pemeriksaan darah: darah tepi, kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin, serta klirens klasik atau dengan rumus Schwartz, titer ASTO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskop persisten. Bila dicurigai lupus eritromatosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan kadar komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti-dsDNA.

Pasien yang menunjukan gambaran klinik dan laboratorium yang tidak sesuai dengan gejala kelainan minimal, sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid. Indikasi biopsi ginjal, saat onset umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 16 tahun.3

Epidemiologi

Glomerulonefritis akut paska-streptococcus menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh strain “nefritogenik” dari streptococcus beta-hemolitikus grup A tertentu. Faktor-faktor

(11)

11

yang memungkinkan bahwa hanya strain streptokokus tertentu saja yang menjadi “nefritogenik” tetap belum jelas. Selama cuaca dingin glomerulonefritis strepkokus biasanya menyertai faringitis streptokokus, sedangkan selama cuaca panas glomerulonefritis biasanya menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus. Epidemiologi nefritis telah diuraikan bersama dengan infeksi tenggorokan (serotipe 12) maupun infeksi kulit (serotipe 49), tetapi penyakit ini sekarang paling lazim terjadi secara sporadik.

Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2:1. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa tidak semua pasien yang terinfeksi dengan strain nefritogenik akan menimbulkan glomerulonefritis. Hanya sekitar 5-10% setelah faringitis dan 25% setelah impetigo.3,4

Patogenesis

GNAPS timbul setelah infeksi tertentu, terutama strain tertentu yaitu grup A streptokokus. Daerah infeksi biasanya saluran napas atas, termasuk telinga tengah, atau kulit. Glomerulonefritis pascastreptokokus dapat terjadi setelah radang tenggorok (faringitis) dan jarang dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut.

Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme penyakit. Imunitas seluler GNAPS dimediasi oleh pembentukan kompleks antigen-antibodi streptokokus yang bersifat nefritogenik dan imun kompleks yang bersirkulasi. Proses terjadinya adalah strain stretokokus yang bersifat nefritogenik memproduksi protein dengan antigen determinan khas. Antigen determinan ini memiliki afinitas spesifik terhadap glomerulus normal.4

Kompleks antigen-antibodi terbentuk dalam aliran darah dan terkumpul dalam glomerulus. Akibat hal ini akan terjadi inflamasi pada glomerulus dan akan mengaktifkan sistem komplemen. GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi

yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses inflamasi yang

mengakibatkan terjadinya jejas renal dipicu oleh :

a. Aktivitas plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian diikuti

(12)

12

b. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam

glomerulus.

c. Ab (antistreptokokus) yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul

tiruan (molecule mimicy) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen bereaksi dengan Ab dalam sirkulasi yang terbentuk sebelumnya untuk melawan Ag Streptokokus)

Diduga respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus (inflamasi). Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik dan memicu aktivasi monosit dan neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus. Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus.

Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal.

Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler.

Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh IgG dan sebagian kecil IgM atau IgA yang dapat dilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks.2,4

Manifestasi klinis

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya

(13)

13

sembab (edema). Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit. Perkembangan sindroma nefritik akut sering terjadi setelah 1-2 minggu pasca infeksi streptokokus di faringitis dan 3-6 minggu pasca infeksi streptokokus pioderma.

Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross

hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS,

biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5

hari. Setelah itu tekanan darahmenurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa

berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites

dijumpaipada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata

dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria

karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Tingkat keparahan edema berhubungan

dengan tingkat kerusakan ginjal.

Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:

• Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut

• Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal

• Hematuria idiopatik

• Nefritis herediter (sindrom Alport)

• Lupus eritematosus sistemik (SLE)3

Penatalaksanaan

Penanganan pasien adalah suportif dan simtomatik. Perawatan dibutuhkan apabila dijumpai penurunan fungsi ginjal sedang sampai berat (klirens kreatinin < 60 ml/1 menit/1,73 m2), blood urea nitrogen (BUN) > 50 mg, anak dengan tanda dan gejala uremia, muntah, letargi, hipertensi ensefalopati, anuria atau oliguria menetap.

(14)

14

Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya di-observasi tanpa diberi terapi. Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular (IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30 mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2 4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3 mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik >180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Plihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali, diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat diulang setiap 6 jam bila diperlukan.

Retensi cairan ditangani dengan pembatasan cairan dan natrium. Asupan cairan

sebanding dengan invensible water loss (400-500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari)

ditambah setengah atau kurang dari urin yang keluar. Bila berat badan tidak berkurang diberi diuretik seperti furosemid 2mg/kgBB, 1-2 kali/hari.5

Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien dengan biakan positif harus diberikan antibiotik untuk eradikasi organisme dan mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.

Pembatasan bahan makanan tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi. Protein tidak perlu dibatasi bila kadar urea normal kurang dari 75 mg/dL atau 100 mg/dL. Bila terjadi azotemia asupan protein dibatasi 0,5 g/kgBB/hari. Pada edem berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari sedangkan bila edem minimal dan hipertensi ringan diberikan 1-2 g/m2/hari. Bila disertai oliguria, maka pemberian kalium harus dibatasi. Anuria dan oliguria yang menetap, terjadi pada 5-10 % anak. Penanganannya sama dengan gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab dan jarang menimbulkan kematian.3-6

(15)

15 Prognosis

Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %.

Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah

karena berpotensi menyebabkan. kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan

ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.3,5,6

Komplikasi

Komplikasinya adalah gagal ginjal akut, dan meliputi kelebihan beban volume, kongesti sirkulasi, hipertensi, hiperkalemi, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang-kejang, uremia dan ensefalopati.6,7

Pencegahan

Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptokokus tenggorokan dan kulit tidak akan menghilangkan risiko glomerulonefritis. Anggota keluarga penderita dengan glomerulonefritis akut harus diambil biakan untuk streptokokus beta-hemolitkus grup A dan diobati jika biakan positif.3,7

(16)

16 Kesimpulan

Hematuria, proteinuria, edema, hipertensi, dan oligo/anuria merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada anak dengan GNA pasca Streptokokus. Selain itu, diagnosa ini didukung dari gejala-gejala khas pada penyakit ini diantaranya hipertensi, hematuria yang ditandai dengan ditemukannya urin yang berwarna merah seperti air cucian daging, edema yang ditemukan pada palpebranya dan kemudian menyebar ke bagian bawah ekstremitasnya, oliguria yang ditandai dengan volume urin yang dikeluarkannnya sedikit, azotemia yang pada pemeriksaan labnya kita temukan kadar ureum dan kreatinin darahnya meningkat, dan proteinuria yang pada pemeriksaan urinnya ditemukan protein.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Edisi 1. Jakarta: Erlangga; 2007, hal 98

2. Basuki BP. Dasar dasar urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto; 2011.

3. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Sari pediatri; September 2003: vol. 5 (2). Hal. 58-63

4. Pardede, Sudung O. struktur sel streptokokus dan patogenesis glomerulonefritis akut paskastreptokokus. Sari pediatri juni 2009: vol. 11 (1). Hal. 56-65

5. Alpers, Ann. Buku ajar pediatri rudolph. Ed. 20. Jakarta: EGC. 2006. Hal. 1647-51

6. Behrman Richard E, Vaughan Victor C. Nelson: textbook of pediatrics.18th edition.

Philadelphia: W.B. Saunders. 2007. Page. 1906-10

Gambar

Gambar 2. Struktur permukaan Streptokokus grup A.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Anak penderita glomerulonefritis akut dengan kadar ASTO lebih dari 300 Todd/unit dengan besar tonsil lebih besar dari T2 dari hasil penelitian ini jika dilakukan

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama

Proses yang mendasari (patogenesis) kelainan ini dapat dibagi menjadi: respon imun innate dan adaptive, pembentukan kompleks antigen antibodi di dalam sirkulasi, kegagalan

o Anak laki-laki usia 5 tahun dengan keluhan warna urinenya gelap, bengkak pada mata dan nafas pendek diduga menderita glomerulonefritis akut pasca Streptokokus

Glomerulonefritis (juga disebut sindrom nefrotik), mungkin akut, dimana pada kasus seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi ginjal

Glomeruonefritis pasca steptococcus umumnya ringan. 'enyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 53 anak dengan glomerulonefritis pasca steptococcus akut. =erbagai faktor

Adanya infeksi streptokokus dapat diketahui dengan melihat peningkatan titer antibodi terhadap antigen yang berasal dari dinding sel dan produk ekstraselular kuman. Secara

Kesimpulan: hematuria, proteinuria, edem, hipertensi, dan oligo/anuria merupakan manifestasi klinis glomerulonefritis akut yang paling sering ditemukan pada anak.. Dibandingkan