• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISI NEW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISI NEW"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A.

A. Latar Belakang PenelitianLatar Belakang Penelitian

Kulit adalah organ tubuh terluar dan terbesar oleh karena itu paling Kulit adalah organ tubuh terluar dan terbesar oleh karena itu paling cenderung secara langsung terpapar sinar matahari. Ketika kulit terpapar radiasi cenderung secara langsung terpapar sinar matahari. Ketika kulit terpapar radiasi UV dalam waktu yang lama, hal tersebut dapat meningkatkan radikal bebas yang UV dalam waktu yang lama, hal tersebut dapat meningkatkan radikal bebas yang dapat memacu terjadinya kan

dapat memacu terjadinya kanker kulit ker kulit (Afaq dan Mukh(Afaq dan Mukhtar, 2001). Resptar, 2001). Respon biologion biologi  pada

 pada kulit kulit akibat akibat paparan paparan radiasi radiasi UV UV antara antara lain lain yaitu yaitu eritema, eritema, edema, edema, penipisanpenipisan lapisan dermis dan epidermis, tanning (pencoklatan pada kulit), imunosupresan, lapisan dermis dan epidermis, tanning (pencoklatan pada kulit), imunosupresan, kerusakan DNA, photoaging (efek penuaan kulit oleh cahaya), fotodermatosis kerusakan DNA, photoaging (efek penuaan kulit oleh cahaya), fotodermatosis akut dan kronik dan melanogenesis (Walters, 2008

akut dan kronik dan melanogenesis (Walters, 2008 ). ).

Meskipun secara alamiah kulit manusia sudah memiliki sistem perlindungan Meskipun secara alamiah kulit manusia sudah memiliki sistem perlindungan terhadap sinar matahari, tetapi tidak cukup efektif terhadap kontak radiasi, terhadap sinar matahari, tetapi tidak cukup efektif terhadap kontak radiasi, sehingga diperlukan perlindungan tambahan, baik secara fisis maupun memakai sehingga diperlukan perlindungan tambahan, baik secara fisis maupun memakai kosmetika tabir surya (Warsito, 1998). Tabir surya mengandung senyawa kimia kosmetika tabir surya (Warsito, 1998). Tabir surya mengandung senyawa kimia yang dapat mengabsorpsi dan memantulkan sinar UV (Saroh,1998). Salah satu yang dapat mengabsorpsi dan memantulkan sinar UV (Saroh,1998). Salah satu komoditas yang diduga dapat berkhasiat sebagai tabir surya adalah beras merah. komoditas yang diduga dapat berkhasiat sebagai tabir surya adalah beras merah. Secara empiris beras merah telah digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai Secara empiris beras merah telah digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu kosmetik tradisional khususnya di daerah Sukabumi, Jawa Barat yang salah satu kosmetik tradisional khususnya di daerah Sukabumi, Jawa Barat yang dikenal sebagai salah satu penghasil beras merah. Di daerah tersebut beras merah dikenal sebagai salah satu penghasil beras merah. Di daerah tersebut beras merah dibuat menjadi bedak dingin berkhasiat sebagai anti jerawat dan penangkal sinar dibuat menjadi bedak dingin berkhasiat sebagai anti jerawat dan penangkal sinar

(2)

dapat menyerap hampir semua sinar UV A dan UV B (Suda, 2013). Ekstrak beras dapat menyerap hampir semua sinar UV A dan UV B (Suda, 2013). Ekstrak beras merah telah diteliti memiliki kandungan senyawa yaitu antosianin, karbohidrat, merah telah diteliti memiliki kandungan senyawa yaitu antosianin, karbohidrat,  protein,

 protein, lemak, lemak, asam asam folat, folat, tanin tanin dan dan alkaloid alkaloid (Adzkiya, (Adzkiya, 2011). 2011). KandunganKandungan senyawa dalam ekstrak beras merah yang bermanfaat sebagai tabir surya adalah senyawa dalam ekstrak beras merah yang bermanfaat sebagai tabir surya adalah tanin dan antosianin.

tanin dan antosianin.

Tanin yang terkondensasi memiliki aktifitas sebagai antioksidan dan dapat Tanin yang terkondensasi memiliki aktifitas sebagai antioksidan dan dapat melindungi kulit dari kerusakan yang ditimbulkan radiasi UV (Brandt,2000). melindungi kulit dari kerusakan yang ditimbulkan radiasi UV (Brandt,2000). Antosianin merupakan pigmen larut air secara alami terdapat pada berbagai jenis Antosianin merupakan pigmen larut air secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang memberi warna pada beras merah. Selain itu antosianin memiliki tumbuhan yang memberi warna pada beras merah. Selain itu antosianin memiliki manfaat antioksidan

manfaat antioksidan dengan berperan dengan berperan sebagai donor sebagai donor elektron atau transfer elektron atau transfer atomatom hidrogen pada radikal bebas. Antosianin dapat memberikan perlindungan UV atau hidrogen pada radikal bebas. Antosianin dapat memberikan perlindungan UV atau mengatasi oksigen yang reaktif (Tisnadjaja dkk, 2012).

mengatasi oksigen yang reaktif (Tisnadjaja dkk, 2012).

Pada penelitian ini, ekstrak beras merah diformulasikan dalam bentuk Pada penelitian ini, ekstrak beras merah diformulasikan dalam bentuk sediaan lotion sebab menurut Lachman dkk (1994) sediaan lotion membentuk sediaan lotion sebab menurut Lachman dkk (1994) sediaan lotion membentuk konsistensi yang cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada pada konsistensi yang cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada pada  permukaan

 permukaan kulit. kulit. Selain Selain itu itu lotion lotion mudah mudah menyebar menyebar dan dan dapat dapat segera segera keringkering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.

setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.

Sebelumnya, Zahid (2016) mengembangkan formula lotion tabir surya Sebelumnya, Zahid (2016) mengembangkan formula lotion tabir surya ekstrak beras merah formulasi sediaan lotion tabir surya dibuat dengan variasi ekstrak beras merah formulasi sediaan lotion tabir surya dibuat dengan variasi konsentrasi

konsentrasi ekstrak ekstrak beras merah beras merah 2,5%, 2,5%, 5%, dan 5%, dan 10%. 10%. Hasil penHasil penelitiannyaelitiannya menujukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, nilai SPF, persen (%) menujukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, nilai SPF, persen (%) eritema dan persen (%) pigmentasi juga semakin tinggi, akan tetapi metode eritema dan persen (%) pigmentasi juga semakin tinggi, akan tetapi metode  penentuan

(3)

dapat menyerap hampir semua sinar UV A dan UV B (Suda, 2013). Ekstrak beras dapat menyerap hampir semua sinar UV A dan UV B (Suda, 2013). Ekstrak beras merah telah diteliti memiliki kandungan senyawa yaitu antosianin, karbohidrat, merah telah diteliti memiliki kandungan senyawa yaitu antosianin, karbohidrat,  protein,

 protein, lemak, lemak, asam asam folat, folat, tanin tanin dan dan alkaloid alkaloid (Adzkiya, (Adzkiya, 2011). 2011). KandunganKandungan senyawa dalam ekstrak beras merah yang bermanfaat sebagai tabir surya adalah senyawa dalam ekstrak beras merah yang bermanfaat sebagai tabir surya adalah tanin dan antosianin.

tanin dan antosianin.

Tanin yang terkondensasi memiliki aktifitas sebagai antioksidan dan dapat Tanin yang terkondensasi memiliki aktifitas sebagai antioksidan dan dapat melindungi kulit dari kerusakan yang ditimbulkan radiasi UV (Brandt,2000). melindungi kulit dari kerusakan yang ditimbulkan radiasi UV (Brandt,2000). Antosianin merupakan pigmen larut air secara alami terdapat pada berbagai jenis Antosianin merupakan pigmen larut air secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang memberi warna pada beras merah. Selain itu antosianin memiliki tumbuhan yang memberi warna pada beras merah. Selain itu antosianin memiliki manfaat antioksidan

manfaat antioksidan dengan berperan dengan berperan sebagai donor sebagai donor elektron atau transfer elektron atau transfer atomatom hidrogen pada radikal bebas. Antosianin dapat memberikan perlindungan UV atau hidrogen pada radikal bebas. Antosianin dapat memberikan perlindungan UV atau mengatasi oksigen yang reaktif (Tisnadjaja dkk, 2012).

mengatasi oksigen yang reaktif (Tisnadjaja dkk, 2012).

Pada penelitian ini, ekstrak beras merah diformulasikan dalam bentuk Pada penelitian ini, ekstrak beras merah diformulasikan dalam bentuk sediaan lotion sebab menurut Lachman dkk (1994) sediaan lotion membentuk sediaan lotion sebab menurut Lachman dkk (1994) sediaan lotion membentuk konsistensi yang cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada pada konsistensi yang cair memungkinkan pemakaian yang cepat dan merata pada pada  permukaan

 permukaan kulit. kulit. Selain Selain itu itu lotion lotion mudah mudah menyebar menyebar dan dan dapat dapat segera segera keringkering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.

setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.

Sebelumnya, Zahid (2016) mengembangkan formula lotion tabir surya Sebelumnya, Zahid (2016) mengembangkan formula lotion tabir surya ekstrak beras merah formulasi sediaan lotion tabir surya dibuat dengan variasi ekstrak beras merah formulasi sediaan lotion tabir surya dibuat dengan variasi konsentrasi

konsentrasi ekstrak ekstrak beras merah beras merah 2,5%, 2,5%, 5%, dan 5%, dan 10%. 10%. Hasil penHasil penelitiannyaelitiannya menujukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, nilai SPF, persen (%) menujukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, nilai SPF, persen (%) eritema dan persen (%) pigmentasi juga semakin tinggi, akan tetapi metode eritema dan persen (%) pigmentasi juga semakin tinggi, akan tetapi metode

(4)

hanya satu

hanya satu konsentrasi 10% ykonsentrasi 10% yang ang memiliki kemampuan memiliki kemampuan proteksi ekstra terhadapproteksi ekstra terhadap sinar UV dan berdasarkan hasil uji pigmentasi diperoleh nilai sebagai

sinar UV dan berdasarkan hasil uji pigmentasi diperoleh nilai sebagai sunblock sunblock namun transmisi eritema pada penelitian tersebut tidak mencapai nilai efektif namun transmisi eritema pada penelitian tersebut tidak mencapai nilai efektif sebagai sawar surya (

sebagai sawar surya ( sunblock  sunblock ) sebab tidak kurang dari 1%. Oleh karena itu,) sebab tidak kurang dari 1%. Oleh karena itu,  penelitian

 penelitian ini ini bertujuan bertujuan untuk untuk melanjutkan penelmelanjutkan penelitian itian tersebut tersebut dengan fdengan fokus okus padapada uji efektivitas tabir surya menggunakan metode yang berbeda sehingga dapat uji efektivitas tabir surya menggunakan metode yang berbeda sehingga dapat diperoleh konsentrasi yang memiliki nilai SPF tertinggi dan memiliki nilai efektif diperoleh konsentrasi yang memiliki nilai SPF tertinggi dan memiliki nilai efektif sebagai sawar surya (

sebagai sawar surya ( sunblock  sunblock ).).

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul “

melakukan penelitian ini dengan judul “UJI EFEKTIVITAS TABIR SURYAUJI EFEKTIVITAS TABIR SURYA LOTION EKSTRAK BERAS MERAH

LOTION EKSTRAK BERAS MERAH ( (Oryza nivara)Oryza nivara)””.. B.

B. Rumusan MasalahRumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian di atas, maka dapat Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masal

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : ”ah penelitian sebagai berikut : ”Berapakah konsentrasi tabirBerapakah konsentrasi tabir surya ekstrak beras merah yang mempengaruhi nilai SPF, nilai transmisi surya ekstrak beras merah yang mempengaruhi nilai SPF, nilai transmisi  pigmentasi dan nilai transmisi eritema?

 pigmentasi dan nilai transmisi eritema?”” C.

C. Tujuan PenelitianTujuan Penelitian 1.

1. Untuk Untuk mengetahui mengetahui apakah apakah konsentrasi konsentrasi tabir tabir surya surya ekstrak ekstrak beras beras merahmerah mempengaruhi nilai SPF.

mempengaruhi nilai SPF. 2.

2. Untuk Untuk mengetahui mengetahui apakah apakah konsentrasi konsentrasi tabir tabir surya surya ekstrak ekstrak beras beras merahmerah mempengaruhi nilai transmisi pigmentasi.

mempengaruhi nilai transmisi pigmentasi. 3.

3. Untuk Untuk mengetahui mengetahui apakah apakah konsentrasi konsentrasi tabir tabir surya surya ekstrak ekstrak beras beras merahmerah mempengaruhi

(5)

D.

D. Manfaat PenelitianManfaat Penelitian 1.

1. Memberikan Memberikan informasi informasi kepada kepada masyarakat masyarakat tentang tentang pemanfaatan pemanfaatan ekstrakekstrak  beras merah sebagai lotion tabir surya.

 beras merah sebagai lotion tabir surya. 2.

2. Menambah keterampilan peneliti di bidang formulasi tabir surya.Menambah keterampilan peneliti di bidang formulasi tabir surya. 3.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Rujukan Penelitian

Penelitian yang menjadi rujukan atau referensi dalam penelitian ini antara lain adalah :

1. Zahid, (2016) membuat formula mengenai lotion  tabir surya ekstrak beras merah (Oryza nivara) formulasi dengan variasi konsentrasi ekstrak beras merah 2,5%, 5%, dan 10%. Hasil penelitiannya menujukkan bahwa pada uji organoleptik terjadi perubahan pada aroma setelah cyling test  seluruh formula adalah homogen, hanya formula A yang memenuhi syarat nilai pH, tipe emulsi seluruh formula sudah minyak dalam air, formula yang memiliki daya sebar  paling besar adalah formula C, nilai SPF, transmisi eritema dan viskositasnya

menunjukan bahwa lotion tabir surya beras merah memenuhi persyaratan sebagai tabir surya tapi transmisi pigmentasi pada formula A tidak memenuhi  persyaratan. Berdasarkan hasil uji SPF eritema, pigmentasi pada formula A dengan konsentrasi 2,5% peroleh nilai SPF 5.3 (proteksi sedang), transmisi eritema diperoleh nilai 5,3 (proteksi ultra) dan transmisi pigmentasi 2,5 (tidak memenuhi syarat), pada formula B dengan konsentrasi 5% diperoleh nilai SPF 6,3 (proteksi ekstra), transmisi eritema diperoleh nilai 5,2 (proteksi ultra), dan transmisi pigmentasi diperoleh nilai 3,5 ( sunblock ), dan pada formula C diperoleh nilai SPF 7,0 (proteksi ekstra), transmisi eritema diperoleh nilai 5,12 (proteksi ultra) dan pada transmisi pigmentasi diperoleh nilai 3,2 ( sunblock ).

(7)

2. Suda, (2013) melakukan penelitian dengan memanfaatkan ekstrak beras merah (Oryza nivara) sebagai tabir surya. Ekstrak yang diteliti adalah ekstrak etanol 96%. Untuk mengetahui aktivitas ekstrak tersebut dilakukan uji aktivitas secara in vitro dengan cara mengukur absorbansi atau transmitansi larutannya pada tingkat konsentrasi tertentu pada rentang panjang gelombang 292,5-372,5nm. Selanjutnya evaluasi dilakukan dengan menghitung  persentase transmisi eritema dan pigmentasi. Berdasarkan hasil perhitungan  persentase eritema dan pigmentasi, konsentrasi 100 bpj ekstrak etanol beras merah dapat memberikan perlindungan kulit dari radiasi UV dengan persen transmisi eritema 0,6681 dan persentase transmisi pigmentasi 0,7001 sehingga dikategorikan sebagai  sunblock.  Peningkatan konsentrasi ekstrak disertai dengan peningkatan efek penyerapan sinar UV yang ditandai dengan semakin kecilnya nilai persen eritema maupun pigmentasi

3.  Novia, dkk (2013) melakukan penelitian penentuan nilai SPF secara in vitro krim tabir surya ekstrak etanol kulit alpukat (Persea Americana Mill) dibuat dengan konsentrasi ekstrak kulit alpukat 5%, 7,5% dan 10%. Pada penentuan nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer menghasilkan nilai SPF yang didapat pada konsentrasi 5%= 3.99, 7.5% =5.88, dan 10%= 6.81. Hal ini membuktikan bahwa krim tabir surya yang dibuat tidak  berkhasiat sebagai tabir surya karena sekarang ini nilai SPF tabir surya yang  baik lebih dari 15. Krim ekstrak kulit alpukat diencerkan 4000 ppm, caranya diambil sebanyak 0,1 gram masing-masing krim ekstrak kulit alpukat (5%,

(8)

dicampur hingga homogen. Sebelumnya spektrofotometer dikalibrasi dengan menggunakan etanol 95%. Caranya etanol sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam kuvet kemudian kuvet tersebut dimasukkan dalam spektrofotometer UV-Vis untuk proses kalibrasi. Setelah itu dibuat kurva serapan uji dalam kuvet, dengan panjang gelombang antara 290-320 nm, dan etanol 95% sebagai  blanko. Serapan rata-ratanya (Ar) ditetapkan dengan interval 5 nm. Hasil

absorbansi dicatat kemudian dihitung nilai SPFnya. B.

Landasan Teori

1. Beras Merah (Oryza nivara)

a. Klasifikasi Regnum : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : Oryza

Species :Oryza nivara (Suardi, 2005).

(9)

 b. Morfologi beras merah

Gabah adalah butir padi yang telah rontok dari malainya. Butir gabah terdiri dari satu bagian yang dapat dimakan disebut “Caryopsis”dan satu bagian lagi yang merupakan struktur kulit yang disebut sekam. Bagian sekam adalah 18 sampai 28 persen dari bobot gabah. Bagian butir  beras terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron,

endosperm dan embrio. Struktur gabah dapat dilihat pada

Gambar 2. Struktur gabah (Kuswardani, 2013)

Berdasarkan bentuk selnya, pericarp dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu pericarp, mesocarp dan lapisan melintang (cross layer ). Pericarp dengan tebal dinding sel 2 μm banyak mengandung butir-butir protein dan lemak. Dibagian bawah pericarp terletak lapisan testa yang banyak  mengandung lemak. Lapisan aleuron yang terdiri dari sel-sel parenkim

(10)

terdiri dari granula pati dan matrik protein. Tebal lapisan dinding sel endosperm adalah 0.25 μm. Dinding sel pericarp, aleuron dan selulosa. Lapisan pembungkus endosperm dinamakan kulit ari. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitam-hitaman (Adzkiya, 2011). c. Kandungan kimia

Beras merah merupakan beras dengan warna merah dikarenakan aleuronnya mengandung gen yang diduga memproduksi senyawa antosianin atau senyawa lain sehingga menyebabkan adanya warna merah atau ungu. Kadar karbohidrat tetap memiliki komposisi terbesar, protein dan lemak merupakan komposisi kedua dan ketiga terbesar pada beras. Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil  pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Pati berkisar antara 85- 90%

dari berat kering beras. Protein beras terdiri dari 5% fraksi albumin, 10% globulin, 5% prolamin, dan 80% glutein. Kandungan lemak berkisar antara 0.3-0.6 % pada beras kering giling dan 2.4-3.9% pada beras pecah kulit. Beras merah diduga memiliki beberapa keunggulan. Salah satu keunggulan itu adalah adanya senyawa fenolik yang banyak terdapat pada  beras merah. Senyawa fenolik memiliki spektrum atau jenis yang sangat  banyak, mulai dari senyawa fenolik sederhana hingga yang senyawa komplek yang berikatan dengan gugus glukosa sebagai glikon. Salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki manfaat sebagai antioksidan adalah skelompok senyawa flavonoid. Kelompok senyawa ini dibagi

(11)

menjadi beberapa golongan diantaranya flavone, flavon-3-ol, flavonone, flavan-3-ol dan antocyanidin (Adzkiya, 2011).

Kelompok senyawa flavanoid seperti antosianin (bentuk glikon dari antosianidin) merupakan salah satu kelompok bahan alam pada tumbuhan yang berperan sebagai antioksidan, antimikroba, fotoreseptor, visual attractors,  feeding repellant , antialergi, antiviral dan anti inflamasi. Senyawa ini lah yang diduga bertanggung jawab sebagai zat yang memberikan warna pada beras merah. Beras merah kaya akan metabolit sekunder terutama asam fenolat dan quinoline alkaloid, dan juga mengandung tokol (tokoferol dan tokotrienol). Beragamnya senyawa atau kelompok senyawa hasil metabolit sekunder diyakini memiliki berbagai macam fungsi yang menguntungkan bagi kesehatan diantaranya efek  psikologis, pertahanan terhadap sitotoksisitas, aktivitas anti

neurogeneratif, inhibisi glikogen phosporilase dan aktivitas antioksidatif. (Adzkiya, 2011).

2. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan (Mukhriani, 2014). Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:

(12)

a. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam  pelarut pada suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat diminimalisasi. Pada maserasi, terjadi proses keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel sehingga diperlukan  penggantian pelarut secara berulang. Kinetik adalah cara ekstraksi, seperti maserasi yang dilakukan dengan pengadukan, sedangkan digesti adalah cara maserasi yang dilakukan dengan pengadukan, dilakukan  pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu 40-60 ℃ (Hanani, E.

2015).

Beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014). 2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang selalu baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa tersari sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan  pelarut yang lebih banyak. Untuk meyakinkan perkolasi sudah sempurna, perkolat dapat diuji adanya metabolit dengan pereaksi yang spesifik (Hanani, E. 2015).

Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran

(13)

 pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014).

3. Sokhletasi

Sokhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik  pada suhu didih dengan alat soxhlet. Pada sokhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam labu pendingin. Hasil kondensasi jatuh  bagian simplisia sehingga ekstraksi berlangsung terus-menerus dengan  jumlah pelarut relative konstan. Ekstraksi ini dikenal sebagai ekstraksi

sinambung (Hanani, E. 2015).

Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih (Mukhriani, 2014).

(14)

 b. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin baik. Agar hasil penyarian lebih  baik atau sempurna, refluks umumnya dilakukan berulang-ulang (3-6

kali) terhadap residu pertama. Cara ini memungkinkan terjadinya  penguraian senyawa yang tidak tahan panas (Hanani, E. 2015).

2. Destilasi

Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari senyawa yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses  pendingin, senyawa dan uap air akan terkondensasi dan terpisah

menjadi destilat air dan senyawa yang diekstraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari atsiri dari tumbuhan (Hanani, E. 2015).

Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (Mukhriani, 2014).

(15)

3. Kulit

a. Anatomi Kulit

Kulit adalah organ terbesar dari tubuh, terhitung sekitar 15% dari total berat badan manusia. Kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan subkutis. Setiap lapisan memiliki karakteristik dan fungsinya masing – masing (Baumann dan Saghari, 2009; Kanitakis, 2002).

Gambar 2. Anatomi Kulit

1) Lapisan Epidermis

Epidermis adalah lapisan terluar dari kulit, terdiri dari epitel skuamosa bertingkat yang terutama terdiri dari dua jenis sel yaitu sel keratinosit dan sel dendritik. Epidermis dibagi menjadi empat lapisan sesuai dengan morfologi keratinosit yang tersusun dari dalam ke luar, yaitu lapisan sel basal (stratum basale), lapisan sel skuamosa (stratum spinosum), lapisan sel granular (stratum granulosum), dan lapisan sel

cornified (stratum korneum) (James dkk. 2006; Baumann dan Saghari, 2009).

(16)

2) Lapisan Dermis

Lapisan dermis terletak antara epidermis dan lemak subkutan. Lapisan ini yang menentukan ketebalan kulit, dan juga memiliki  peran penting pada penampilan kosmetik kulit. Ketebalan lapisan

dermis bervariasi pada berbagai bagian tubuh. Pada penuaan, terjadi  penurunan ketebalan dan kelembaban pada lapisan ini. Di dalam dermis terdapat syaraf, pembuluh darah, kelenjar keringat dan sebagian besar dermis terdiri dari kolagen. Bagian paling atas lapisan dermis yang dekat dengan epidermis disebut dermis pars papilare dan  bagian bawah dari lapisan dermis yang dekat dengan lemak subkutan

disebut dermis pars retikulare (Baumann dan Saghari, 2009).

Karakteristik dari dermis pars papilare adalah terdapat bundel kolagen yang kecil, kepadatan yang tinggi dan terdapat elemen vaskular. Pada pars retikulare terdapat bundel kolagen yang lebih  besar, elastin yang matang, pembuluh darah, saraf, otot, polisebasea,

kelenjar apokrin dan ekrin (Baumann dan Saghari, 2009). 3) Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis atau hipodermis terletak di bawah dermis, sebagian besar terdiri dari lemak, yang merupakan sumber energi yang penting bagi tubuh. Pada lapisan ini juga terdapat kolagen tipe I, III, dan V. Lapisan subkutis menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda –  beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu

(17)

(Baumann dan Saghari, 2009).  b. Jenis kulit wajah

Ada 4 jenis kulit wajah, yakni kulit kering, berminyak, normal dan kombinasi:

1) Kulit kering yaitu pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat hanya dalam jumlah sedikit. Jenis kulit kering mempunyai ciri-ciri  penampakan kulit terlihat kusam.

2) Kulit berminyak yaitu pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan keringat terdapat dalam jumlah banyak. Jenis kulit berminyak mempunyai ciri kulit wajah mudah berjerawat.

3) Kulit normal yaitu pada jenis kulit normal, jumlah sebasea dan keringat tidak terlalu banyak karena tersebar secara merata. Ciri jenis kulit normal antara lain, kulit tampak lembut, cerah dan jarang mengalami masalah.

4) Kulit kombinasi yaitu pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea dan keringat tidak merata. Jenis kulit kombinasi mempunyai ciri kulit dahi, hidung dan dagu tampak mengkilap, berjerawat, tetapi kulit dibagian pipi tampak lembut (Dwikarya, 2003).

(18)

c. Fungsi kulit

Menurut Syaifuddin (2006), fungsi kulit yaitu: 1) Fungsi Protektif 

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi.

2) Proteksi rangsangan kimia

Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air. 3) Fungsi absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air larutan dan  benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah

diserap begitu juga yang larut dalam lemak. 4) Fungsi kulit sebagai pengatur panas

Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan lingkungan. Hal ini dikarenakan adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medulla oblongata. 5) Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak  berguna lagi atau zat sisa metabolism dalam tubuh seperti NaCl

(19)

6) Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik didermis dan subkutis. Respon terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis,  perabaan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih  banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

4.

Lotion

a. Definisilotion

 Lotion didefinisikan sebagai campuran 2 fase yang tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang  jika ditempatkan pada suhu ruang (Schmitt, 1996). Lotion  adalah berupa larutan, suspensi atau emulsi yang dimaksudkan untuk pemakaian kulit. Pembuatan lotion  harus dilakukan dengan teknik aseptik, yaitu sedapat mungkin harus dihindarkan terjadinya cemaran jasad renik ke dalam lotion terutama jika lotion tidak mengandung pengawet (Departemen Kesehatan, 1978).

a. Keuntungan dan kekurangan lotion (Voigt, 1995) a) Keuntungan lotion

Lebih mudah digunakan (penyebaran lotion  lebih merata dari pada krim), Lebih ekonomis lotion  menyebar dalam lapisan tipis), umumnya dosis yang digunakan lebih rendah, dan Kerja sistemnya rendah.

(20)

 b) Kekuranganlotion

Bahaya alergi umumnya lebih besar, Penyimpanan lotion tidak tahan lama, sediaan lotion  kurang praktis dibawa kemana-mana.

5. Evaluasi Fisik

Lotion

Untuk mengetahui kestabilan lotion,  perlu dilakukan beberapa  pengujian yakni (Voigt, 1995).

a. Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan  panca indra untuk mendeskripsikan bentuk atau konsistensi (misalnya  padat, serbuk, cair) warna (kuning, coklat) dan bau (aromatik, tidak  berbau).

 b. Homogenitas

Homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya  bahan-bahan pada sediaan. Dilihat apakah ada gumpalan atau partikel- partikel kecil pada sediaan.

c. Uji pH

Uji pH digunakan untuk mengetahui apakah pH lotion sesuai dengan  pH kulit. Produk kosmetik yang mempunyai pH sangat tinggi atau sangat rendah dapat membahayakan daya absorpsi kulit, sehingga menyebabkan kulit ter iritasi oleh sebab itu pH dari produk-produk kosmetik sebaiknya dibuat dengan pH kulit yaitu sekitar 4,5 - 6,5 (Wasitatmadja, 1997).

(21)

d. Pengujian tipe emulsi

Pengujian tipe emulsi dapat dilakukan dengan metode  pengenceran, yaitu dimasukkan sampel kedalam gelas kimia, jika dalam sampel ditambahkan sedikit air, dan jika pengocokan atau pe ngadukannya diperoleh kembali emulsi yang homogen, maka emulsi yang berjenis M/A. Jika sampel dicampur dengan minyak, maka hal ini akan menyebabkan pecahnya emulsi. Pada jenis A/M akan diperoleh hasil yang sebaliknya (Voigt, 1995).

6. Tabir Surya

Tabir surya adalah sediaan yang mengandung senyawa kimia aktif yang dapat meyerap, menghamburkan, atau memantulkan sinar surya yang mengenai kulit, sehinggas dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya (Hansersenfeld dan Gilchrest, 1999). Bahan-bahan kimia tabir surya dapat diklasifikasikan  berdasarkan tipe perlindungan yang diberikan baik sebagai penghalang fisik

atau penyerap kimia (Lowe dan Shaath, 1990). a. Penghalang Fisik

Bahan kimia tabir surya ini memantulkan atau menghamburkan radiasi UV. Contoh penghalang fisik terutama titanium dioksida (TiO2), sengoksida (ZnO), dan petrolatum merah. Tabir surya ini menahan rentang cahaya paling luas termasuk sinar UV, sinar tampak, dan sinar inframerah.

(22)

Bahan penyerap kimia mengabsorpsi/menyerap radiasi UV yang  berbahaya. Bahan-bahan kimia ini terbagi atas dua bergantung pada tipe

radiasi yang dilindungi :

1) Penyerapan UV A adalah bahan-bahan yang cenderung menyerap radiasi dalam daerah 320-360 nm dari spektrum (benzopenon, antranilat, dan dibenzol metana)

2) Penyerap UV B adalah bahan-bahan kimia yang menyerap radiasi dalam daerah 290-320 nm dari spektrum UV (turunan PABA, salisilat, dan turunan kamfer)

Syarat bahan aktif untuk sediaan tabir surya yaitu (Lowe dan Shaath, 1990):

1) Efektif menyerap radiasi UV B tanpa perubahan kimiawi, karena jika tidak demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau menimbulkan iritasi

2) Meneruskan UV A untuk mendapatkan tanning   (kulit kaukasia/ eropa).

3) Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap

4) Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya

5) Tidak beraroma atau beraroma ringan

(23)

7. Pengukuran Efektivitas Tabir Surya

Pengukuran efektifitas tabir surya seccara in vitro dapat ditentukan  persen (%) transmisi eritema, persen (%) transmisi pigmentasi, serta nilai Faktor Perlindungan Matahari (FPM) atau dikenal juga dengan ‘Sun  Protection Factor’(SPF) secara spektrofotometri.

a.  Nilai transmisi eritema dan nilai transmisi pigmentasi

Efektifitas tabir surya dapat ditentukan dengan metde penentuan  persen eritema dan persen pigmentasi dengan menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis. Ekstrak yang diperoleh diukur absrbansinya  pada panjang gelombang 292-372 nm. Dari nilai serapan yang diperoleh dihitung nilai serapan dan nilai transmitannya dengan rumus A=-log T atau T = shift log A. Nilai transmisi eritema di hitung dengan cara mengalihkan nilai transmisi dengan faktor efektifitas eritema pada panjang gelombang 292-372 nm. Nilai transmisi pigmentasi dihitung dengan cara mengalihkan nilai transmisi (T) dengan faktor efektifitas pigmentasi pada panjang gelombang 292-372 nm. Selanjutnya nilai persen transmisi eritema di hitung dengan rumus : ( Mansyur, 1986)

% Te =  ∑ = ∑(  ) ∑ %Tp=  ∑Fp= ∑(  ) ∑Fp

Keterangan : % Te : nilai persen transmisi eritema %Tp : nilai persen transmisi pigmentasi

(24)

Berikut ini merupakan nilai fluks eritema (Fe) dan fluks pigmentasi (Fp) untuk sediaan tabir surya.

Tabel 1. Transmisi Eritema Sediaan Tabir Surya

Rentang Panjang Gelombang (nm) Fluks Eritema

290 – 295 0,1105 295 – 300 0,6720 300 – 305 1,0000 305 – 310 0,2008 310 – 315 0,1364 315 – 320 0,1125

Total fluks eritema 2,2322

T abel 2. Transmisi Pigmentasi Sediaan Tabir Surya

Rentang panjang Gelombang

(nm) Fluks pigmentasi 320 – 325 0,1079 325 – 330 0,102 330 – 335 0,0936 335 – 340 0,0798 340 – 345 0,0669 345 – 350 0,057 350 – 355 0,0488 355 – 360 0,0456 360 – 365 0,0356 365 – 370 0,031 370 – 375 0,026

(25)

Suatu tabir surya mendapatkan kategori penilaian sebagai berikut : Tabel 3. Kategori Penilaian Tabir Surya

% Te % Tp Kategori penilaian tabir surya < 1 3-40 Sunblock

1-6 42-86 Proteksi ultra 6-12 45-86 Suntan 10-18 45-86 Fast tanning

Berdasarkan respon kulit terhadap sinar surya berenergi dosis eritema minimal (DEM), kulit manusia dapat dibedakan atas 6 jenis kulit mulai dari tipe I yag sangat sensitif terhadap paparan sinar surya sampai pada tipe VI yang tidak sensitif sehingga kulit yang terpapar tidak pernah eritema tetapi sangat mudah menimbulkan pigmentasi Tabel 4. Tipe Kulit berdasarkan respon kulit terhadap paparan sinar surya ( Suda, 2013)

Tipe kulit Warna Kulit Konstitutif

Sensitifitas terhadap Sinar UV

Riwayat Eritema/Pigmentasi I Putih Sangat sensitif Mudah eritema, tidak

 pernah pigmentasi II Putih Sangat sensitif Mudah eritema,

 pigmentasi minimal III Putih Sensitif Eritema sedang,

 pigmentasi sedang IV Coklat muda Sensitif sedang

Eritema minimal, mudah mengalami pigmentasi dan pigmentasi sedang V

Coklat Sensitif minimal Jarang eritema, coklat tua VI Coklat tua atau

hitam Tidak sensitif

Tidak pernah terbakar, coklat tua atau hitam

(26)

Keberadaan UV dapat menyebabkan pigmentasi dan eritema  pada kulit dan hal tersebut mampu menyebabkan kerusakan pada kulit  jika terpapar lama.

1) Eritema

Paparan sinar UV B pada binatang menimbulkan eritema yang  berlangsung dalam dua tahap, eritema cepat selama beberapa detik dan eritema lambat yang mencapai puncaknya dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Pada manusia, respon eritema cepat  biasanya hanya terjadi pada orang yang mempunyai kulit tipe I dan II, tetapi respon eritema lambat dapat terjadi pada setiap orang yang terpapar sinar UV B. Pada orang berkulit tipe II dan IV respon ini mulai tampak setelah 3- 12 jam dan mencapai puncaknya 20-24 jam setelah paparan UV B yang ditandai dengan eritema, diikuti juga dengan gatal dan nyeri pada daerah yang terpapar sinar surya. Pada orang berkulit terang paparan energi sinar UV B sebesar 20-27 mJ/cm2  akan menimbulkan eritema yang dikenal sebagai DEM (Suda, 2013).

2) Pigmentasi

Peningkatan pigmen melanin setelah paparan sinar UV terjadi dalam dua tahap; tipe cepat dan tipe lambat. Pigmentasi cepat (immediate pigmentation) merupakan pigmentasi akibat oksidasi melanin pada saat paparan sinar UV A, dan segera menghilang bila  paparan dihentikan. Respon ini tampak jelas pada orang berkulit

(27)

gelap. Respon pigmentasi lambat (delayed pigmentation) terjadi secara bertahap, 48-72 jam setelah terpapar sinar UV B akibat  pembentukan melanin baru dan mencapai  puncaknya setelah 5-7 hari dan menghilang setelah beberapa minggu. Mekanisme melanogenesis setelah paparan sinar UV terdiri dari aktivasi tirosinase oleh kerusakan DNA dan pemulihan DNA sebagai signal  bagi peningkatan melanogenesis. Sinar UV menyebabkan  peningkatan jumlah granula melanin yang tersebar di seluruh keratinosit epidermis, dan berfungsi memantulkan dan mengabsorpsi sinar UV. Bila granula ini berkurang, sejumlah energi sinar UV akan mencapai permukaan kulit tersebut dapat terjadi proses degenerasi dan fotokarsinogenesis (Suda, 2013).

 b.  Nilai sun protection factor (SPF)

Besarnya kemampuan suatu senyawa untuk melindungi kulit dari sinar matahari dapat di lihat dari nilai SPF yaitu pelindung terhadap UV yang dapat melindungi kulit terbakar dari sinar matahari. Nilai SPF mengindikasikan berapa lama kita dapat berada di bawah paparan sinar matahari langsung tanpa menyebabkan kulit terbakar. Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in vitro  secara umum terbagi dalam dua tipe. Tipe pertama adalah dengan cara mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui lapisan produk

(28)

analisis secara spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari tabir surya yang diuji.

Menurut Mansyur dkk, 1986 dalam menentukan nilai SPF dapat menggunakan persamaan berikut :

SPF =  ∑320290( )   ( )   (  ) Keterangan : EE = Spektrum efek eritemal

I = Intensitas spektrum sinar A = Serapan produk tabir surya CF = Faktor koreksi

 Nilai EE x I adalah suatu konstanta. Nilai dari panjang gelombang 250-350 nm dan setiap selisih 5 nm telah ditentukan oleh Mansyur dkk, 1986 seperti terlihat pada tabel 2.4.

Tabel 4. Nilai EE x I pada Panjang Gelombang 250 - 350 nm

Panjang gelombang EE x I 290 0,0150 295 0,0817 300 0,2874 305 0,3278 310 0,1864 315 0,0839 320 0,0180 Total 1

Penilaian SPF mengacu pada ketentuan Food and Drug Adminiration (FDA) yang mengelompokkan ke efektifan sediaan tabir surya berdasarkan SPF (Wilkinson dkk,1982)

(29)

Tabel 5. keefektifan Tabir Surya Berdasarkan Nilai SPF SPF Kategori proteksi tabir surya

2-4 Proteksi maksimal 4-6 Proteksi sedang 6-8 Proteksi ekstra 8-15 Proteksi maksimal ≥15 Proteksi ultra

Pengukuran nilai SPF menggunakan spektrofotometri UV-Vis  pada panjang gelombang 290-360 nm menggunakan kuvet dengan tebal 1 cm dan etanol 90% sebagai pelarut dan blanko. Data serapan dibaca  pada rentang panjang gelombang 290-360 nm dengan interval 2,5 nm. Dengan menggunakan metode perhitungan A.J.Petro yang telah dimodifikasi, dihitung serapan rata-rata larutan uji dengan kadar baku 125 mg/1 (As) dengan rumus (Karwira, 2005):

As = 125  x Ar

M adalah bobot dalam mg bahan uji yang ditimbang Nilai SPF = antilog (2 x As)

Penetapan serapan rata-rata (Ar) dilakukan manual sebagai berikut: Diukur serapan larutan uji antara panjang gelombang 290-360 nm dengan interval 2 nm. Ar dihitung dengan rumus (Karwira, 2005):

Ar=[1,25(290+360)+2,5 (292,5+⋯+357,5)] 70

(30)

8. Formula

 lotion

 ekstrak beras merah (

oryza nivara)

a. Master Formula

Tabel 6. Formulalotion tabir surya (Zahid, 2016)

 NAMA BAHAN KONSENTRASI (%)

Ekstrak beras merah 10%

Cera Alba 7% Tween 80 7% Setil Alkohol 3% Stearil Alkohol 2% Minyak Mawar 3% Metil Paraben 0,18% Propil Paraben 0,02% Aquadest Ad ( mL) 100%  b. Modifikasi Formula

Tabel 7. Modifikasi formula lotiontabir surya

Bahan Formula 1 Formula II Formula III Kegunaan

Ekstrak beras merah

10% 15% 20% Zat Aktif

Cera alba 7% 7% 7% Stabilisator

emulsi

Tween 80 7% 7% 7% Emulgator

Setil alkohol 3% 3% 3% Pengemulasi/

emolien

Stearil alkohol 2% 2% 2% Pengemulasi/

emolien

Parafin cair 10% 10% 10% Pelembutt

Metil paraben 0,18% 0,18% 0,18% Pengawet

Propil paraben 0,02% 0,02% 0,02% Pengawet

Minyak mawar 3% 3% 3% Pewangi

Alfa tokofero L

2 tts 2 tts 2 tts Antioksidan

(31)

c. Monografi Bahan Tambahan 1) Cera Alba

Cera alba atau yang biasa dikenal dengan nama malam putih memiliki bentuk padatan, berwarna putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapis tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Bobot jenis kurang 0,95. Adapun kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Etanol mendidih melarutkan asam scrotat dan bagian dari mirisin, yang merupakan kandungan malam putih. Larut sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Sebagian larut dalam benzen dingin dan dalam karbon disulfida (Departemen Kesehatan, 2014). Fungsi cera alba adalah sebagai stabilisator emulsi air dalam minyak (A/M) dan konsentrasi penggunaannya yaitu 1% sampai 20% (Rowe dkk, 2009).

2) Tween 80

Tween 80 atau polysorbate 80 merupakan ester oleat daro sorbital dan anhidridanya berkopollmerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilen oksida untuk tiap molekul sorbital dan anhidrida sorbitol. Tween 80 berupa cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Adapun kelarutannya yaitu sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan praktis tidak berwarna, larut dalam etanol

(32)

Kesehatan, 2014). Tween 80 adalah sebagai emulgator dan konsentrasi  penggunaannya yaitu 1% sampai 15% (Rowe dkk, 2009).

3) Setil Alkohol (C18H38O)

Gambar 1. Rumus bangun Setil Alkohol (Rowe dkk, 2009).

Setil alkohol memiliki bentuk serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas, rasa lemah. Adapun kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya  bertambah dengan naiknya suhu (Departemen kesehatan, 2014). Fungsi setil alkohol adalah sebagai pengemulsi dan emolien. Setil alkohol merupakan pengemulsi lemah pada tipe emulsi air dalam minyak (M/A) sehingga diperlukan kombinasi pengemulsi lain dan salah satunya yaitu stearil alkohol. Sedangkan konsentrasi penggunaan setil alkohol yaitu 2% sampai 5% (Rowe dkk, 2009).

4) Stearil Alkohol

Stearil alkohol memiliki bentuk butiran atau potongan, licin,  putih, aroma khas lemah, rasa tawar. Adapun kelarutannya yaitu sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%) p  dan dalam eter  p

(33)

(Departemen Kesehatan, 2014). Fungsi stearil alkohol adalah sebagai  pengemulsi dan emolien (melembutkan dan melembabkan). Sedangkan

konsentrasi penggunaannya yaitu 1% sampai 2% (Rowe dkk, 2009) 5) Parafin Cair

Parafin cair merupakan campuran hidrokarbon yang di peroleh dari minyak mineral. Bentuknya berupa cairan kental, transparan, tidak  berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak beraromma, hampir tidak mempunyai rasa. Adapun kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol ( 95%) p, larut dalam kloroform  p  dan dalam eter  p

(Departemen Kesehatan, 2014). Fungsi parafin cair adalah sebagi  pelembut dan konsentrasi penggunaannya yaitu 1% sampai 20% (Rowe

dkk, 2009).

6)

Metil Paraben (C8H8O3)

Gambar 4.Rumus bangun Metil paraben (Rowe dkk, 2009).

Metil paraben memiliki bentuk serbuk hablur kecil, tidak  berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau khas lemah, sedikit rasa terbakar. Adapun kelarutannya yaitu sukar larut dalam air, dalam

(34)

sebagai pengawet dan konsentrasi penggunaannya yaitu 0,02% sampai 0,3% kekuatan pengawet meningkat bila di kombinasikan dengan antimikroba lain contohnya propil paraben. (Rowe dkk, 2009).

7) Propil Paraben(C10H12O3)

Gambar 5.Rumus bangun propil paraben (Rowe dkk, 2009). Propil paraben memiliki bentuk serbuk hablur kecil, tidak  berwarna. Adapun kelarutannya yaitu sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih, mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (Departemen Kesehatan, 2014). Propil paraben adalah sebagi  pengawet dan konsentrasi penggunaannya yaitu 0,01% sampai 0,6%

(Rowe dkk, 2009). 8) Minyak Mawar

Oleum rosae atau biasa dikenal dengan nama minyak mawar  berbentuk cairan, tidak berwarna atau kuning, aroma menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada suhu 25oC kental, jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan muda melebur. Adapun kelarutannya yaitu larut dalam 1 bagian kloroform  p,larutan jernih (Departemen Kesehatan, 1979). Fungsi minyak mawar

(35)

9) Alfa Tokoferol

Gambar 9.Rumus bangun alfa tokoferol (Rowe dkk, 2009).

Alfa tokoferol atau biasa disebut vitamin E memiliki aroma  praktis tidak berbau, dan tidak berasa bentuk bentuk alfa tokoferol dan alfa tokoferol asetat berupa minyak kental jernih, berwarna kuning atau kuning kehijauan. Alfa tokoferol asetat dapat berbentuk padat pada suhu dingin. Alfa tokoferol asam suksinat berupa serbuk warna putih,  bentuk d-isomer melebur pada suhu lebih kurang 75oC dan dalam  bentuk dI -melebur pada suhu lebih kurang 70oC. Golongan alfa tokoferol tidak stabil terhadap udara dan cahaya. Bentuk ester stabil terhadap udara dan cahaya. Golongan alfa tokoferol dan esternya tidak stabil dalam suasana alkalis. Senyawa dengan asam suksinat juga tidak stabil bila dalam bentuk leburan. Adapun kelarutannya yaitu alfa tokoferol asam suksinat tidak larut dalm air, sukar larut dalam larutam larutan alkali, larut dalam etanol, dalam eter, dalam aseton, dan dalam minyak nabati. Sangat mudah larut dalam etanol, dapat bercampur

(36)

dengan eter dengan aseton dengan minyak nabati dan dengan kloroform (Departemen Kesehatan, 2014).

10) Aquadest

Aquadest mempunyai berat molekul 18,02 dengan rumus molekul H2O. Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak  beraroma, tidak mempunyai rasa, penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat, fungsi aquadest digunakan sebagai pelarut (Departemen Kesehatan, 2014).

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. B. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini berdasarkan tujuan penelitiannya bersifat eksperimen.

Tebel 8. Desain Penelitian Uji SPF, Transmisi pigmentasi dan Transmisi eritema

Formula

Parameter evaluasi sediaan lotion ekstrak beras merah Evaluasi fisik sediaan

Aktifitas tabir surya Organoleptik Uji pH Homogenitas Tipe

emusi

Cycling

test SPF % eritema % pigmentasi A

B C

Keterangan :

A = Formula lotion ekstrak beras merah 10% B = Formula lotion ekstrak beras merah 15% C = Formula lotion ekstrak beras merah 20%

(38)

s

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan April  –  Juni 2017 bertempat di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Laboratorium Kimia Akademi Farmasi Bina Husada Kendari.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah beras merah yang terdapat pada salah satu pasar di kota Kendari, provinsi Sulawesi T enggara.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ekstrak beras merah.

E. Kerangka Konsep Penelitianl

Keterangan

Formula A

Formula B

Formula C

Sediaan lotion tabir surya

Evaluasi fisik sediaan dan uji efektivitas

lotion tabir surya

Hasil

(39)

= Variabel bebas = Variabel terikat

F. Variabel Penelitian

Dalam penelitian, variabel dibagi menjadi dua yaitu : 1. Variabel Bebas : konsentrasi ekstrak beras merah

2. Variabel Terikat : Evaluasi fisik dan uji efektivitas tabir suryalotion ekstrak  beras merah

G. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran terhadap variabel-variabel pada penelitian ini, maka diberikan suatu pengertian dan definisi operasional sebagai berikut :

1. Ekstrak beras merah adalah hasil ekstraksi beras merah menggunakan metode maserasi dengan merendam beras merah sebanyak 748 gram ke dalam 935 ml etanol 96% dan di diamkan selama 3x24 jam.

2. Evaluasi fisik sediaan adalah evaluasi yang dilakukan dengan mengamati  perubahan pada nilai pH, daya sebar, tipe emulsi, homogenitas.

3. Uji aktivitas tabir surya ekstrak beras merah adalah untuk mengetahui kekuatan dan daya tahan lotion tabir surya dalam melindungi kulit.

H. Hipotesis .

Peningkatan konsentrasi ekstrak beras merah berpengaruh terhadap nilai SPF, nilai transmisi pigmentasi, dan nilai transmisi eritema.

(40)

I. Prosedur Penelitian 1. Alat dan Bahan

a . Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu : bejana maserasi, batang pengaduk, cawan crus, cawan prselin, corong (pyrex), gelas kimia (pyrex), gunting, hot plate, pH meter (Hana), pipet tetes, sendok tanduk, spektrofotmeter UV, sudip, timbangan analitik (Ohaus), timbangan digital.

 b. bahan

Bahan yang digunakan yaitu aquades, alfa tokoferol, cera alba, ekstrak beras merah, kain flanel, kertas perkamen, kertas saring, metil  paraben, minyak mawar, parafin cair, propil paraben, setil alkohol, stearil

alkohol dan tween 80.

Tabel 9. formulalotiontabir surya

Bahan Formula 1 Formula II Formula III Kegunaan Ekstrak beras

merah 10% 15% 20% Zat Aktif

Cera alba 7% 7% 7% Stabilisator

emulsi

Tween 80 7% 7% 7% Emulgator

Setil alkohol 3% 3% 3% Pengemulasi/

emolien

Stearil alkohol 2% 2% 2% Pengemulasi/

emolien

Parafin cair 10% 10% 10% Pelembutt

Metil paraben 0,18% 0,18% 0,18% Pengawet Propil paraben 0,02% 0,02% 0,02% Pengawet

Minyak mawar 3% 3% 3% Pewangi

Alfa tokoferol 2 tts 2 tts 2 tts Antioksidan

(41)

2. Cara Kerja

a. Cara pengambilan beras merah

Cara pengambilan beras merah adalah membeli pada pedagang di salah satu pasar di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.

 b. Pengelolahan beras merah

Beras merah yang telah diperoleh kemudian dibersihkan dari  pengotor, dicuci sampai bersih, lalu ditiriskan. Beras merah dikeringkan dengan cara diangin-anginnkan, kemudian dihaluskan dan ditimbang 748 gram.

c. Proses ekstraksi beras merah

Beras merah sebanyak 748 gram diekstraksi menggunakan metode maserasi. Beras merah direndam dalam 935 mL etanol 96%. Setelah itu didiamkan selama 3x24 jam, kemudian disaring dengan kain flanel dan pelarut diuapkan hingga diperoleh ekstrak dari beras merah (Suda, 2013).

(42)

d. Pembuatan lotion tabir surya 1) Disiapkan alat dan bahan

2) Ditimbang fase minyak (cera alba, setil alkohol, stearil alkohol,  parafin cair dan propil paraben )

3) Dimasukkan fase minyak ke dalam cawan porselin dan dipanaskan  pada suhu 65oC sampai 75oC di atas hot plate

4) Ditimbang fase air ( tween 80 dan metil paraben )

5) Dimasukkan ke dalam cawan krus dan dipanaskan pada suhu yang sama. Dimasukkan fase minyak ke dalam fase air ke dalam lumpang sambil digerus homogen

6) Ditambahkan aquadest sedikit demi sedikit

7) Terakhir ditambahkan ekstrak beras merah, alfa tokoferol dan minyak mawar dan diaduk

8) Dilakukan uji organoleptik, homogenitas, pH, tipe emulsi, SPF, dan Cyling Test(Zahid, 2016).

3. Prosedur evaluasi fisik sediaan

Prosedur evaluasi fisik sediaan terdiri dari pengujian organoleptik,  pengujian homogenitas, pengujian pH, dan pengujian tipe emulsi, pengujian

cycling test .

a. Uji organoleptik

1) Diamati bentuk, perubahan, warna, dan aroma formula lotion

2) Dicatat perubahan tersebut. Dilakukan selama 4 minggu, 3 kali replikasi (Zahid, 2016).

(43)

 b. Pengujian homogenitas

1) Diambil sedikit sampel sediaan formula lotion, kemudian diletakkan sedikit lotion diantara kedua kaca objek.

2) Diamati susunan partikel-partikel kasar atau ketidak homogenan selama 4 minggu, 3 kali replikasi lalu dicatat (Zahid, 2016).

c. Pengujian pH

1) Disiapkan masing-masing sampel sediaan lotion

2) Celupkan elektroda ke dalam lotion tersebut sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap.

3) Dicatat hasil pembacaan skala (Zahid, 2016). d. Pengujian tipe emulsi

1) Diambil 1 gram sediaan lotion

2) Dimasukkan ke dalam gelas kimia, gelas kimia A berisi lotion dan aquades yang sedang gelas kimia B berisi lotion dan minyak, kemudian diamati tipe emulsi yang berbentuk

( Zahid, 2016). e. Pengujiancycling test

cycling test merpakan pengujian yang dipercepat dengan menyimpan sampel pada suhu 4±20 C selama 24 jam lalu dipindahkan 40±20 C selama h jam, perlakuan ini adalah 1 siklus, percobaan diulangi sebanyak sebanyak 6 siklus dan dilakukan pengamatan dengan  parameter organoleptik, homogenitas, pH, tipe emulsi.

(44)

4. Analisis Data a. Data

1) Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian

2) Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang berasal dari literatur-literatur yang mendukung penelitian ini.

 b. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil uji stabilitas cycling test sediaan lotion, uji SPF, Eritema, Pigmentasi Dan Viskositas

c. Penyajian Data

Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabulasi, grafik dan dijabarkan secara narasi.

d. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian diolah dalam bentuk tabel kemudian dijelaskan dalam bentuk narasi.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Adzkiya, M.A.Z. 2011.  Kajian Potensi Antioksidan Beras Merah Dan  Pemanfaatannya Pada Minuman Beras Kencur . Bogor ; Institut

Pertanian bogor.

Afag F and Mukhtsr H. 2001. Effects of Solar Radiation On Cutaneous Detoxification Pathways. J Photochem photobial  B63 : 61-9.

Balsam MS & Segarin E. 1972. Cosmetic Science And Technology 2nd Ed . London; Wilwy Interscience, Pp..198.

Brantdt, S. 2000. Development Of New Qualiti Charateristic And Resulting Optimization Of Sunscreens”. Skin care forum,23.

Cosmetics And Toiltries Industry.  2nd Ed. Blackie Academe and Profesional, London.

Depkes. RI. 1987. Farmakope Indonesia Edisi III , Jakarta : Depkes RI

Goihman-Yahr M. Skin a ging and photoaging: an outlook . ClinDermatol 14, 1996.pp.153-160.

Hanani, E. 2015, Analisis Fitokimia, EGC, Jakarta

Lachman, L. Herbert A., Lieberman, Joseph Kanig, 1986, Teori Dan Praktek  Farmasi Industr i, edisi ketiga, UI Press, Jakarta.

 Novia Ade Dkk.2013. Penentuan Nilai Sun Protective Factor (Spf) Secara In Vitro Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Kulit Alpukat .Jurnal Kimia Farmasi;Univesrsitas Sam Ratulangi

 Nur,Afitri M.2015.Uji Efektivitas Krim Ekstrak Temu Giring ((Curcuma  Heyneana Val.) Sebagai Tabir Surya Secara In Vitro semarang ; universitas

semarang

Saroh, N. 1996. Isolasi Senyawa Berkarakter Tabir Surya Dari Ekstrak Rumput  Laut Gracilaria  sp. Diponegoro : skripsi sarjana S1, KIMIA, FMIPA,

Universitas Diponegoro.

Schmitt W H. 1996.Skin Care Product. Di dalam: Williams, D,F. And W.H.

Siti, Ajeng W. 2012. Bedak Dingin. Diakses dari

Gambar

Gambar 1. Tanaman oryza nivara (Rantelino, 2015)
Gambar 2. Struktur gabah (Kuswardani, 2013)
Gambar 2. Anatomi Kulit
Tabel 1. Transmisi Eritema Sediaan Tabir Surya
+7

Referensi

Dokumen terkait